BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Teori Good Gevernance
Istilah good governance berasal dari induk bahas Eropa latin, yaitu Gubernare yang diserap oleh bahasa inggris gover, yang berarti steer (menyetir,
mengendalikan), direct (mengerahkan), atau rule (memerintah). Penggunaan utama istilah ini dalam bahasa inggris adalah to rule with authoryti, atau
kewenangan memerintah dengan kewenangan. good Gevernence adalalah suatu
konsep dimana pengertian dasarnya adalah pemerintahan yang baik. Kondisi ini
berupaya untuk menciptakan suatu penyelenggaraan pembangunan yang solid
dan bertanggung jawab sejalan dengan prinsip demokrasi, efesiensin pencegahan
korupsi. Baik secara politik maupun administrasi.
Prinsip- prinsip good gevernance menurut UNDPdan LAN dalam
Kurniawan (2005:16) yang menyebutkan bahwa adanya hunbungan yang sinergis
konstruktif di antara Negara, sektor wisata atau privat dan masyarakat yang di
susun dalam dalam sembilan pokok karakteristik good gevernance yaitu:
1. Partisipasi (Participation)
Dalam pengertian sehari-hari, partisipasi merupakan keikut sertaan
atau keterlibatan seseorang ( Individu atau warga , masyarakat) dalam
suatu kegitan yang tertentu. Keikutsertaan atau keterlibatan yang
dimaksud disini bukanlah bersifat pasif tetapi secara aktif ditujuan oleh
yang bersangkutan. Oleh karena itu, partisipasi akan lebih tepat di
sosial untuk mengambil bagian dalam kegiatan masyarakatnya, diluar
pekerjaan atau profesinya sendiri. Setiap warga negara mempunyai
sura dalam formulasi keputusan, baik secara langsung maupun
intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya.
Partisipasi seperti ini dibagun atas dasar kebebasan berasosiasi dan
berbicara secara berpartisipasi secara konstruktif.
2. Penerapan Hukum (Fairness)
Karangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu,
terutama hukum untuk hak azasi manusia. Sebagai stakholder dalam
penerapan hukum, masyarakat selalu dituntut partisipasi aktifnya
dalam menghidupkan cahaya hukum, agar hukum tetap memberikan
pencerahan dalam realita kehidupan masyarakat dan memberikan arah
bagi perjalanan peradapan bangsa. Masyarakat yang sehat di tuntut
untuk selalu menyediakan bahan bakar keadilan yaitu kejujuran dan
keberanian agar perjalanan masyarakat dan negara tidak menyimpang
dari tujuan bersama. Dalam pemahaman terhadap good gevermance
maka aparat hukum tidak mungkin bekerja sendiri dalam penegakan
hukum tersebut, peran serta masyarakat mutlak di perlukan atau kita
harus memilih tenggelam dalam keterpurukan akibat pesatnya arus
globalisasi.
3. Transparasi ( Transparancy)
Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses dan kebebasan bagi
setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan
proses pembuatan dan pelaksanaan serta hasil-hasil yang dicapai.
Tarnparsansi merupakan upaya menciptakan kepercyaan timbal balik
antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan
menjamin kemudahan dalam memperoleh infromasi yang akurat dan
memadai. Transparasi dibangun atas dasar kebebasan arus informsi
secara langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan
informasi harus dapat dipahami dan dapat dimonitor
4. Responsivitas (Responsivenness)
Responsivitas adalah daya tanggap birokrasi pemerintah untuk
mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun prioritas pelayanan, dan
mengembangkan program-program pelayanan publik sesaui dengan
kebutuhan dan aspirasi masyarakat sehingga tidak terdapat keluhan
dari masyarakat pengguna jasa. Responsivitas juga menunjuk pada
keselarasan antar program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan
dan aspirasi masyrakat. Lembaga-lembaga dan proses-proses
kelembagaan harus mencoba untuk melayani setiap stakeholders
5. Orientasi ( Consensus Orientation)
Setiap karyawan yang tergabung dalam suatu organisasi memiliki
orientasi kerja masing-masing dan kemungkinan besar karyawan satu
dengan lainya mempunyai orientasi kerja yang berbeda pula, dan
apabila orientasi yang dipersepsikannya ini dapat tercapai maka
karyawan akan merasakan kepuasan kerja dan bekerja dengan
berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih
luas, baik dalam hal kebijakan-kebijakan maupun prosedur-prosedur.
6. Keadilan (Equity)
Keadilan dan perlakuan yang seimabang antara hak-hak dan
kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntut hak dan
menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah
keadaan bila setiap orang memperoleh apa yang menjadi haknya dan
setiap warga memperoleh bagian yang sama dari kakayaan bersama.
Semua warga Negara, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai
kesempatan untuk meningkatkan ataupun menjaga kesejahteraan
mereka dan terlibat dalam pemerintahan.
7. Efektifitas (Effectivness)
Afektifitas merupakan penilaian hasil pengukuran dalam arti
tercapainya tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Efektivitas perlu
dierlihatkan sebab mempunyai efek yang besar terhadap kepentingan
orang banyak. Dalam artian setiap organisasi dan lembaga-lembaga
harus memberikan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan msyarakat
luas dengan menggunakan sumber daya yang ada semaksimal mungkin
untuk mencapai tujuan berdasarkan visi dan misi yang diterapkan.
8. Akuntabilitas (Accountability)
Pengambilan keputusan ( decision maker) dalam organisasi sektor
pengalaman dan warga negara madani memiliki pertanggung jawaban
(akuntabilitas) kepada publik sebagaimana halnya kepada pemilik
bergantung pada jenis keputusan organisasi itu bersifat internal atau
sifat eksternal. Seluruh pembutan kebijakan pada semua tinkatan
memahami bahwa mereka harus mempertanggung jawabkan hasil
kerja kepada masyarakat. Untuk mengukur kinerja mereka secara
obyektif perlu adanya indikator yang jelas. Sistim pengawasan perlu
diperkuat dan hasil audit harus dibublikasikan, dan apabila terdapat
kesalahan harus di beri sanksi.
9. Strategi visi (Strategi Vision)
Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan
jangka panjang tentang penyelenggaraan pemerintah yang baik dan
pembangunan manusia, bersamaan dengan dirasakannya kebutuhan
unruk pembangunan tersebut. Prinsip-prinsip diatas merupakan suatu
karakteristik yang harus dipenuhi,
Dalam hal peleksanaan Good Gevernance yang berkaitan dengan konrol dan
pengendalian, yakni pengendalian suatu pemerintahan yang baik agar cara dan
penggunaan mencapai hasil yang dikehendaki stakeholders penerapan Good
Gorvernance kepada pemerintah adalah ibarat masyarakat memastikan mandat,
wewnang, hak dan kewajibannya telah dipenuhi dengan sebaik-baiknya. Disini
dapat dilihat arah kesembilan dari good governence adalah membangun the
professional governanmen, bukan dalam arti pemerintah teknorat, namun oleh
siapa saja yang mempunyai kualivikasi propesional, yaitu mereka yang
mempunyai ilmu dan pengetahuan yang mampu menstransper ilmu dan
pengetahuan menjadi skill dan dalam melaksankannya berlandaskan etika dan
2.2 Pengertian masyarakat
Sunarto (2000:56) pengertian masyarakat adalah suatu kelompok dapat
disebut masyarakat apabila memenuhi empat kreteria yaitu:
1) Kemampuan bertahan melebihi masa hidup seseorang individu
2) Rekrutmen seluruh atau sebagian anggota melalui reproduksi,
3) Kesetiaan pada suatu sistem tindakan utama bersama,dan
4) Adanya tindakan utama yang bersifat swasembada
Sedangkan menurut Talcott Persons dalam sunarto bahwa “masyarakat
adalah suatu sistem social yang swasembada (self subsystem) .melebihi masa
hidup individu normal, merekrut anggota secara reproduksi biologis serta
melakukan sosialisasi terhadap generasi berikutnya.
2.3 Otonomi Desa
Secara historis desa merupakan cikal bakal terbentuknya masyarakat
politik dan pemerintahan di Indomesia jauh sebelum Negara bangsa ini terbentuk,
struktur sosial sejanis desa, masyarakat adat dan lain sebagainya telah menjadi
institusi yang otonom dengan tradisi, adat istiadat dan hukumannya sendiri serta
relativ mandiri.
Otonomi adalah kewenangan dan kewajiban daerah dalam mengatur dan
menjalankan rumah tangga sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Tujuan otonomi adalah meningkatkan partisipasi masyarakat, dan
inilah yang menjadi ujung tombak pemerintahan yang berhadapan langsung
dengan masyarakat.
Menurut undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah pasal 1 ayat 5, otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban
daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan msyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Provinsi, Kabupaten dan Kota, dan desa merupakan kategori daerah otonom mulai
dari tingkat teratas hingga terbawah yang memiliki kesatuan masyarakat hukum
dengan luas wilayah yang jelas serta hak dan wewenang untuk mengatur rumah
tangganya sendiri.
Otonomi desa merupakan otonomi yang asli, bulat dab utuh serta bukan
merupakan hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak istimewa, maka
desa dapat melakukan perbuatan hukum baik hukum publik maupun hukum
perdata, memiliki kekayaan, harta benda serta dapat dituntut dan menuntut di
muka pengadilan (Wijaya.2003:165)
Sebagai wujud demokrasi, maka Desa dibentuk Badan Perwakilan Desa
yang berfungsi sebagai lembaga legislatif dan pengawasan terhadap pelaksanaan
peraturan Desa, anggaran pendapatan dan belanja desa serta keputusan kepala
desa mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum dan
mengadakan perjanjian yang saling menguntungkan dengan pihak lain,
menetapkan sumber-sumber pendapatan desa, menerima sumbangan dari pihak
ketiga dan melakukan pinjaman desa. Kemudian berdasarkan hak asas asal usul
terjadi di antara warganya.Pelaksanaan hak, wewenaang dan kebebasan otonomi
desa menurut tanggungjawab untuk memelihara untegritas, persatuan dan
kesatuan bangsa dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
bertanggungjawab untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang dilaksanakan
dalam koridor praturan perundang-undangan yang berlaku.
2.4 Partisipasi Masyarakat
Pengertian partisipasi selalu bersinonim dengan perasn serta, seorang
ilmuan yang bernama Keith Davis mengemukakan defenisinya tentang partisipasi
yang di kutip oleh. Santoso Sastropoetro (1998) sebagai berikut :
“partisipasi dapat didefenisikan sebagai keterlibatan mental atau pikiran atau
moral atau perasaan di dalam situasi kelompok yang mendorong untuk
memberikan sumbangan kepada kelompok lain dalam usaha mencapai tujuan
serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan”
Menurut Adsasmita (2006:38) Partisipasi masyarakat dapat didevinisikan
sebagai keterlibatan dan pelibatan anggota masyarakat dalam pembangunan,
meliputi kegiatan atau perencanaan dan pelaksanaan (implementasi) program
pembangunan. Adismita juga mengatakan peningkatan partisipasi masyarakat
merupakan salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat (sicial ampowerment)
secara aktif yang berorentasi pada pencapain hasil pembangunan yang dilakukan
dalam masyarakat pedesaan. Pemberdayaan masyarakat pedesaan secara lebih
1. Aspek masukan atau input (SDM, dana, peralatan/sarana,
data,rencana,dan teknologi)
2. Aspek proses (pelaksanaan, mentoring dan pemgawasan
3. Aspek keluar atau output (pencapain sasaran, efektivitas dan efesiensi).
Menurut soetrisno (1995) bahwa secara umum, ada dua jenis definisi
patisipasi yang beredar di masyarakat yaitu:
1. Partisipasi rakyat dalam pembangunan sebagai dukungan rakyat
terhadap/proyek yang dirancang dan ditentukan tujuannya oleh
perencana.ukuran tinggi rendanya partisipasi rakyat dalam defenisi ini
pun diukur dengan kemauan rakyat ikut menanggung biaya
pembangunan, baik berupa uang maupun tenaga dalam pelaksanaan
pembangunan.
2. Partisipasi rakyat dalam pembangunan merupakan kerjasanma yang
erat antara perencana dan rakyat dalam merencanakan, melaksanakan,
melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah
dicapai. Ukuran tinggi rendanya partisipasi rakyat dalam pembangunan
tidak hanya dengan kemauan rakyat untuk menanggung biaya
pembangunan,tetapi juga dengan ada tidaknya hak rakyat untuk
ikutmenentukan arah atau tujuan proyek yang akan dibangun di
Wilayahnya. Ukuran lain yang dapat digunakan ada tidaknya kemauan
rakyat untuk secra mendiri melestarikan dan mengembangkan hasil
Menurut Tjokrowinoto (1996:48) arti penting partisipasi masyarakatdalam
pembangunan adalah:
1. Rakyat adalah fokus sentral dan tujuan akhir pembangunan, partisipasi
merupakan akibat logis dari dalil tersebut.
2. Partisipasi menimbulkan rasa harga diri dan kemauan pribadi untuk
dapat turut serta dalam keputusan penting yang menyangkut
masyarakat.
3. Partisipasi menciptakan suatu lingkaran umpan balik arus informasi
tentang sikap, aspirasi, kebutuhan dan kondisi daerah yang tanpa
keberadaannya akan tetap terungkap.
4. Pembangunan dilaksanakan lebih baik dengan mulai dari dimana
rakyat berada dan dari apa yang mereka miliki.
5. Partisipasi merupakan game zone (kawasan) penerima proyek
pembangunan
6. Partisipasi akan memperluas jangkauan pelayanan pemerintah kepada
seluruh masyarakat.
7. Partisipasi menopang pembangunan.
8. Partisipasi menyediakan lingkungan yang kondusif baik bagi
aktualisasi potensi manusia maupun pertumbuhan manusia
9. Partisipasi menrupakan era yang efektif membangun kemampuan
masyarakat untuk mengelola program pembangunan guna memenuhi
kebutuhan khas daerah
10. Partisipasi dipandang sebagai penderminan hak-hak demokrasi
Cara berpartisipasi menurut Kaho (1997:117) dapat dikategorikanmenjadi:
1. Partisipasi dalam pembuatan-keputusan
Artinya keputusan-keputusan untuk kepentingan umum yang dibuat
pemerintah seyogyanya melibatkan masyarakat, sehingga
keputusan-keputusan tersebut akan bermanfaat, karena dibuat secara top-down
tanpa melibatkan masyarakat.
2. Partisipasi dalam melakukan perencanaan pembangunan
Dalam merencanakan pembangunan agar tidak menyimpang perlu
melibatkan masyarakat yang diberi kesempatan untuk berpartisipasi,
seperti perencanaan pembebasan tanah masyarakat untuk pelebaran
jalan, atau untuk membangun gedung sekolah, satrana kesehatan (
rumah sakit atupun puskesmas), gedung-gedung pemerintah, ataupun
sarana dan prasarana publik lainya.
3. Partisipasi dalam pelaksanaan pembangunan
Dalam hal ini masyarakat perlu melibatkan dalam pelaksanaan
pembangunan sehingga terjadi sinergi antara pemerintah dan
masyarakat, misalnya dalam pembangunan terminal, pembangunan
sarana dan prasarana kepariwisataan.
4. Partisipasi dalam evaluasi
Untuk memastikan bahwa perencanaan sesuai dengan pelaksanaan,
seluruh kegiatan harus dievaluasi. Evaluasi ini perlu melibatkan
partisipasi masyarakat sekalipun partisipasi masyarakat dalam
berarti seriap orang dapat dengan intensitas dan kapasitas yang sama
dalam pembangunan yang dimaksud. Hal ini disebabkan oleh adanya
perbedaan kemampuan, perbedaan kepentingan, dan perbedaan
keahlian antara anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya.
Oleh karena itu seseorang dapat berpartisipasi secara persial, hanya
terlibat dalam satu atau beberapa aktivitas saja dan juga dapat
berpartisipasi secara prosesial, dapat terlibat dalam semua fase dari
awal hingga akhir.
Adapun prinsip-prinsip partisipasi, sebagai mana tertuang dalam
panduan pelaksanaan pendekatan partisipasif yang disusun oleh Samampouw,
(United Nation Developmen 2007 : 75 ) adalah :
1. Cakupan
Semua orang dan wakil-wakil dari semua kelompok yang terkena
dampak dari hasil-hasil suatu keputusan atau proses proyek
pembangunan
2. Kesetaraan dan Kemitraan
Pada dasarnya setiap orang mempunyai keterampilan, kemampuan dan
prakarsa serta mempunyai hak untuk menggunakan prakarsa tersebut
terlibat dalam setiap proses guna membangun dialog tanpa
memperhitungkan jenjang dan struktur masing-masing pihak.
3. Transparasi
Semua pihak harus dapat menumbuhkan komunikasi dan iklim
4. Kesetaraan Tanggung Jawab
Kesetaraan tanggung jawab mempunyai tanggung jawab yang jelas
dalam setiap proses karena adanya kesetaraan kewenangan atau
Sharing power dan keterlibatannya dalam proses pengambilan
keputusan dan langkah langkah selanjutnya.
5. Kesetaraan Kewenangan
Kesetaraan kewenangan berbagai pihak yang terlibat harus dapat
menyeimbangkan distribusi kewenangan dan kekuasaan untuk
menghindari terjadinya dominasi
6. Pemberdayaan ( Empowerment)
Keterlibatan berbagai pihak tidak lepas dari segala kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki setiap pihak sehingga melalui keterlibatan
aktif dalam setiap proses kegitan, terjadi suatu proses saling pelajar
dan saling memberdayakan satu sama lain.
7. Kerjasama
Diperlukan adanya kerja sama berbagai pihak yang terlibat untuk
saling kelebihan guna mengurangi berbagai kelemahan yang ada,
2.5 faktor-faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat
2.5.1 Faktor Pendorong
Faktor yang mempengaruhi kecenderungan seseorang dalam berpartisipasi
yaitu
1. Usia
Faktor usia merupakan faktor yang mempengaruhi sikap seseorang
terhadap kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang ada.
2. Jenis Kelamin
3. Pendidikan
Dikatakan sebagai salah satu syarat mutlak untuk berpartisipasi.
Pendidikan dianggap dapat mempengaruhi sikap hidup seseorang
terhadap lingkungannya, suatu sikap yang diperlukan bagi peningkatan
kesejahteraan seluruh masyarakat
4. Pekerjaan dan Penghasilan
Hal ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena pekerjaan
seseorang akan menentukan beberapa penghasilan yang akan
diperolehnya. Pekerjaan dan penghasilan yang baik akan mencukupi
kebutuhan sehari-hari dapat mendorong seseorang untuk berpartisipasi
dalam kegiatan-kegiatan masyarakat. Pengertian bahwa untuk
berpartisipasi dalam suatu kegiatan, harus di dukung oleh suasana yang
mapan prekonomian.
Lamanya seseorang tinggal dalam lingkungan tertentu dan
pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan tersebut akan
berpengaruh pada partisipasi seseorang. Semakin lama ia tinggal
dalam lingkungan tertentu maka rasa memiliki terhadap lingkungan
cenderung lebih terlihat dalam pertisipasi yang besar dalam setiap
kegiatan lingkungan tersebut.
2.5.1 faktor Penghambat
Adapun yang akan menjadi kendala maupun pemasalahan dalam
pelaksanaan partisipasi masyarakat di indonesia menurut Dadang Juliantara
(2004:137) adalah:
1. Sering muncul dilema karena ada upaya untuk meghindari maupun
meniadakan partisipasi dengan alasan time consuming, costly, dan
masyarakat yang juga malas karena time consuming dan banyak
tantangan dari opposing intereset group
2. Permasalahan yang biasanya dihadapi tubuh pemerintah adalah:
1) Siapa yang berpartisipasi (scope of participation).
2) Bagaimana caranya pihak-pihak yang berpartisipasi tersebut
dapat saling berkomunikasi dalam mengambil keputusan (mode
of communication dan decisions).
3) Seberapa jauh yang didiskusikan dalam partisipasi itu di adopsi
atau diperhatikan dalam kebijakan atau kegiatan publik (exent
3. Tidak tersedianya ruang partisipasi yang cukup memungkinkan
masyarakat terlibat dalam proses-proses politik yang berhubungan
dengan kepentingan mereka.
4. Disisi lain bahwa keinginan masyarakat untuk Masih rendahnya akses
terhadap informasi publik mengenai kagiatan perencanaan
pembangunan dan pemerintah, hal ini menyebabkan kualitas
partisipasi masyarakat jadi rendah.
5. Masih rendahnya akses terhadap informasi publik mengenai kagiatan
perencanaan pembangunan dan pemerintah, hal ini menyebabkan
kualitas partisipasi masyarakat jadi rendah.
6. Proses partisipasi tanpa substansi, dalam hal ini banyak event-event
atas nama partisipasi hanya fokus pada prosedur dengan melupakan
substansi partisipasi sebagai wahana untuk kesetaraan relasi kekuasaan
dan keadilan distribusi sumber daya.
7. Rendahnya keterlibatan dan keterwakilan kelompok perempuan.
Hampir seluruh forum musyawarah dan lembaga perwakilan warga
masih mendominasi oleh kelompok laki-laki dan cenderung
mengabaikan keterwakilan kelompok perempuan.
8. Apatisme masyarakat, muncul akibat berbagai kegiatan yang
melibatkan partisipasi masyarakat tidak membuahkan hasil dan tidak
sesuai dengan keinginan dan cita-cita masyarakat sehingga masyarakat
merasa apatis terhadap partisipasi.
Dari beberapa defenisi yang telah disebut diatas, maka dalam penelitian ini
keikutsertaan/keterlibatan masyarakat dalam perencanaan dengan memberikan
sumbangan ide terhadap proyek pembangunan yang akan dilaksanakan, dimana
dalam hal ini masyarakat berfungsi sebagai subjek sekaligus sebagai objek
pembangunan yang mengetahui betuk kondisi di daerahnya sendiri, sehingga
pembangunan yang nantinya dilaksanakan di daerah mereka betul-betul seperti
yang mereka butuhkan.
2.6 Unsur-Unsur partisipasi
Menurut Keith Davis dalam Santoso Sastropoetra (1998) terhadap tiga
buah unsur yang penting sehingga memerlukan perhatian yang khusus yaitu:
1. Bahwa partisipasi sesungguhnya merupakan keterlibatan mental dan
perasaan, lebih dari semata-mata atau hanya keterlibatan secara
jasmaniah.
2. Unsur kedua adalah kesediaan memberikan sumbangan kepada usaha
mencapai tujuan kelompok
3. Unsur ketiga adalah unsur tanggung jawab.
Berdasarkan uraian di atas. Maka partisipasi tidak saja identik dengan
keterlibatan secara fisik dalam pekerjaan dan tugas saja akan tetapi menyangkut
keterlibatan diri sehingga akan timbul tanggung jawab dan sumbangan yang besar
2.7 Bentuk dan Jenis Partisipasi Masyarakat
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bentuk adalah rupa atau wujud
sedangkan jenis adalah penggolongan, klasifikasi, bermacam-macam, atau sesuatu
yang mempunyai ciri-ciri yang khusus.
2.7.1. Bentuk-Bentuk Partisipasi
Dalam hal partisipasi di dalam pembangunan desa. Ndraha(1992)
mengemukakan tentang bentuk-bentuk partisipasi yaitu sebagai berikut:
1. Partisipasi dalam bentuk swadaya murni dari masyarakat dalam
hubungan dan pemerintah desa, seperti jasa/tenaga, barang maupun
uang.
2. Partisipasi dalam penerimaan/pemberian informasi
3. Partisipasi dalam bentuk pemberian gagasan
4. Partisipasi dalam bentuk manilai pembangunan
5. Partisipasi dalam bentuk pelaksanaan operasional pembangunan
Dari uraiaan diatas jelaslah bahwa partisipasi masyarakat dalam
pembangunan desa sangat luas bahkan dalam hal perumusan, perencanaan,
pengawasan, pelaksanaan serta pemanfaatan hasil pembangunan pun perlu
dilibatkan. Pembangunan yang dilakukan di pedesaan harus terpadu dengan
pengembangkan swadaya gotong royong. Terpadu di sini dimaksudkan
keterpaduan antara pemerintah dan masyarakat, antara sektor yang mempunyai
program pedesaan dan antara anggota masyarakat sendiri , hal tersebut sesuai
dengan apa yang di kemukakan oleh Daldjoeni (2003) bahwa: “Partisipasi
utama dan potensi yanag assensial dalam pelaksanaan pembangunan desa yang
selanjutnya tumbuh dan berkembang menjadi dasar kelangsungan pembangunan
nasional”
Peranan masyarakat dalam pembangunan sangatlah besar. Agar
peranannya efektif perlu diwadahi melalui lembaga-lembaga yang ada di
masyarakat. Cara mengefektifkan partisipasi masyarakat utamanya pada
masyarakat lapisan bawah menurut Santoso Sastropoetro (1998) adalah sebagai
berikut:
1. Iventarisir semua jenis kader yang ada di desa/kelurahan, guna
mengetahui kemampuan tenaga yang dimiliki.
2. Inventarisir kegiatan dan tujuan program dari masing-masing kader,
terhimpun data dan tujuan program masing-masing kader. Setelah data
diolah dan disimpulkan untuk memperoleh rencana lokasi kegiatan,
program kegiatan serta jangkauan keberhasilan.
3. Rencana kegiatan pelaksanaan program agar dicek pada mekanisme
penyusunan dan pelaksanaan kegiatan program pembangunan telah
masuk dalam rencana keputusan desa.
4. Tindak lanjut hasil program kegiatan yang pelaksanaannya
dilaksanakan oleh masyarakat bersama dengan pemerintah dengan
motor penggeraknya adalah kader, memerlukan pembinaan yang
berkesinabungan.
Dengan demikian sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat
pembangunan fisik maupun nonfisik. Di samping itu untuk mensukseskan
pembangunan, proses penyusunan dan pelaksanaan harus direncanakan dengan
matang, dengan melibatkan komponen masyarakat, sehingga tujuan pembangunan
akan tercapai.
2.7.2 Jenis-Jenis Partisipasi
Menurut Davis, seperti yang dikutip oleh Santoso Sastropoetro (1998),
mengemukakan jenis-jenis partisipasi masyarakat, yaitu sebagai berikut:
1. Pikiran (psyhological participation)
2. Tenaga (physical participation)
3. Pikiran dan tenaga (psycholigical dan physical participation)
4. Keahlian (participation with skill)
5. Barang ( material participation)
6. Uang (money participation)
2.8. Prasyarat Partisipasi
Menurut Davis dalam Sastropoetro (1998), prasayarat untuk dapat
melaksanakan partisipasi secara efektif adalah sebagai berikut:
1. Adanya waktu
2. Kegiatan partisipasi memerlukan dana perangsang secara terbatas.
3. Subyek partisipasi hendaklah berkaitan dengan organisasi dimana
individu yang bersangkutan itu tergabung atau sesuatu yang menjadi
4. Partisipasi harus memiliki kemampuan untuk berpartisipasi dalam arti
kata yang bersangkutan memiliki pemikiran dan pengalaman yang
sepadan
5. Kemanpuan untuk melakukan komunikasi timbal balik
6. Bebas malaksanakan peran serta sesuai dengan persyaratan yang telah
ditentukan.
7. Adanya kebebasan dalam kelompok, tidak adanya pemaksaan atau
penekanan.
Selanjutnya Hamidjojo dan Iskandar dalam Santoso Sastropoetro (1998)
mengemukakan prasyarat partisipasi adalah sebagai berikut:
1. Senasib dan sepenanggungan
2. Keterlibatan terhadap tujuan hidup
3. Kemahiran untuk menyesuaikan dengan perubahan keadaan
4. Adanya prakarsa
5. Iklim partisipasi
6. Adanya pembangunan itu sendiri.
Dari kedua rumusan rumusan diatas pada dasarnya didalam berpartisipasi,
pertisipasi hendaknya mempunyai suatu kemampuan yang dapat
disumbangkannya sesaui dengan tujuan yang hendak dicapai. Partisipasi didasari
pula oleh adanya kecocokan atau kebutuhan dari partisipasi itu sendiri, kebutuhan
mereka, maka mereka berpartisipasi memanfaatkan dan memeliharanya. Partispasi
masyarakat terhadap pelaksanaan kebijakan publik merupakan proses dan wujud
Jadi dapat disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat akan menunjukan
tingkat dukungan masyarakat terhadap kebijakan publik. Besarnya partisipasi
masyarakat dipengaruhi oleh tingkat kesadaran diri sendiri, kesadaran hukum dan
kesadaran politik masyarakat di dalam suatu negara. Pentingnya partisipasi
masyarakat dalam perumusan kebijakan publik menunjukan kebijakan publik
yang ditetapkan oleh pemerintah akan sesuai dengan kehendak masyarakat.
2.9. Pentingnya Partisipasi dalam Pembangunan
Menurut Bintoro Tjokromidjojo (1998), ada 4 (empat) aspek penting
dalam rangka partisipasi masyarakat dalam pembangunan, yaitu:
1. Keterlibatan dan keikutsertaan rakyat tersebut sesuai dengan
mekanisme proses politik dalam suatu negara, turut menentukan arah,
strategi dan kebijakan pembangunan yang dilakukan pemerintah.
2. Meningkatkan akultirasi (kemampuan) untuk merumuskan
tujuan-tujuan dan terutama cara-cara dalam merencanakan tujuan-tujuan itu
sebakliknya.
3. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan-kegiatan nyata yang konsisten
dengan arah, strategis dan rencana yang telah ditentukan dalam proses
politik.
4. Adanya perumusan dan pelaksanaan program-program partisipatif
2.10Cara Menggerakan Partisipasi
Berdasarkan penelitian Goldsmith dan Blutin (Taliziduhu
Ndaraha,2004:104) berkesimpulan bahwa masyarakat tergerak untuk
berpartisipasi jika:
1. Paritisipasi itu dilakukan melalui organisasi yang sudah di kenal atau
yang sudah ada di tengah-tengah masyarakat
2. Partisipasi itu memberikan manfaat langsung kepada masyarakat yang
bersangkutan
3. Manfaat yang di peroleh melalui partisipasi itu dapat memenuhi
kepentingan masyarakat setempat.
4. Dalam proses partisipasi itu terjamin adanya kontrol yang di lakukan
oleh masyarakat. Partisipasi masyarakat ternyata kurang jika mereka
tidak atau kurang berperan dalam mengambil keputusan.
Menurut Ndaraha (2004) Salah satu strategi menggerakan kegiatan
perorangan, keluarga dan masyarakat dengan melaksanakan kegiatan Gerakan
Jumat Bersih. Gerakan jumat bersih ini merupkan suatu upaya yang di pelopori
masyarakat dan dilandasi oleh kehidupan sosioal-religius-budaya, serta
merupakan wujud kepedulian dan partisipasi sebagai masyarakat, di samping itu
dilakukan serangkaian kegiatan yang dapat di kembangkan oleh instansi
1. Kegiatan di rumah tangga, mencakup seluruh kebiasaan keluarga
berkaitan dengan masalah peningkatan kebersihan pribad, kebersihan
rumah dan lingkungannya.
2. Kegiatan di masyarakat, yang mencakup gotong royong dalam
pemeliharaan sarana dan prasarana lingkungan, tempat- tempat ibadah,
tempat pendidikan dan tempat-tempat umum. Kesediaan masyarakat
untuk berpartisipasi merupakan tanda adanya kemampuan awal
masyarakat untuk berkembang secara mandiri.
Menurut Rukminto (2003: 252 )Partisipasi masyarakat atau keterlibatan
masyarakat dalam pembangunan dapat dilihat dalam beberapa tahapan yaitu :
1. Tahap assesment, dilakukan dengan mengidentifikasi masalah dan
sumber daya yang dimiliki. Untuk ini masyarakat di libatkan secara
aktif merasakan permasalahan yang sedang terjadi yang benar-benar
keluar dari pandangan mereka sendiri.
2. Tahap perencanaan alternatif program atau kegiatan. Di lakukan
dengan melibatkan warga untuk berfikir tentang masalah yang mereka
hadapi dan cara mnegatasinya dengan memikirkan alternatif program
3. Tahap pelaksanaan (implementasi) program atau kegiatan. Dilakukan
dengan melaksanakan peogram yang sudah di rencanakan dengan baik
agar tidak melenceng dalam pelaksanaannya di lapangan sehingga
tahapan ini dianggap sebagai tahapan yang paling krusial
4. Tahapan evaluasi ( termasuk evaluasi input, proses dan hasil).
Dilakukan dengan adanya pengawasan dari masyarakat dan
2.11. Pembangunan
Menurut Suroto (1983:78), pembangunan adalah usaha untuk
meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat. Guna penempatan tujuan dan sasaran
pembangunan pada tiap tahap, untuk alokasi sumber-sumber serta untuk
mangatasi rintangan keterbatasan dan pertentangan ini dan untuk melakukan
koordinasi kegiatan, diperlukan kebijakan yang memuat program dan cara-cara
yang relevan dan efektif yang harus diksanakan untuk mencapai tujuan
pembangunan. Dengan kata lain, kebijaksanaan berisi tujuan keseluruhan dan
tujuan tiasp program yang hendak dicapai pada tiap tahap pembangunan, cara
mengalokasikan sumber-sumber pembangunanan yang optimal, serta cara
melakukan koordinasi semua kegiatan yang efektif.
Randy dan Nugroho (2006:10) memberikan defenisi pembangunan secara
sederhana, yaitu pembangunan secara sederhana diartikan sebagai suatu
perubahan tingkat kesejahteraan secara terukur dan alami. Dalam
menyelenggarakan tindakan pembangunan, pemerintah memerlukan dana untuk
membiayai kegiatan. Dana tersebut terhimpun dari warga negara dalam bentuk:
pajak dan laba perusahaan publik. Kesejahteraan manusia marupakan fokus dari
tujuan pembangunan, motivasi pelaku pembangunan, dan prioritas pembiayaan
pembangunan.
Michel P Todaro (2000) menyatakan bahwa pembangunan bukan hanya
fenomena semata, namun pada akhirnya pembangunan tersebut harus melampaui
sisi materi dan keuangan dari kehidupan manusia. Todaro mendefenisikan
perubahan-perubahan struktur sosial, sikap masyarakat, lembaga-lembaga nasional, sekaligus
peningkatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan dan pemberantasan kemiskinan.
Menurut todaro (2000) defenisi di atas memberikan beberapa implikasi
bahwa:
1. Pembagungan bukan hanya diarahkan untuk peningkatan income,
tetapi juga pemerataan
2. Pembangunan juga harus memperhatikan aspek kemanusaian, seperti
peningkatan:
1. Life sustenance: Kemampuan untuk memenuhi kebutuha dasar
2. Self-Esteem: Kemampuan untuk menjadi orang yang utuh yang
memiliki harga diri, dan bernilai.
3. Freedom From Survitude : Kemampuan untuk melakukan berbagai
pilihan dalam hidup, yang tentunya tidak merugikan orang lain.
2.12 Desa
Menurut undang-undang NO. 6 tahun 2014 menyatakan bahwa desa
adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut
Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum memiliki batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah, kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal-usul dan atau hak
tradisional yang di ketahui dan di hormati dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Posisi pemerintah yang paling dekat dengan masyarakat adalah pemerintah
selaku Pembina, pengayon dan pemberian pelayanan kepada masyarakat sangat
berperan dalam menunjang mudahnya masyarakat digerakan untuk berpartisipasi
(Widjaja,2001:42)
Adapun menurut Syarif dalam Purwoko (2004:60) secara umum tujuan
dari otonomi dan desentralisasi yang dimaksud adalah meningkatkan
kesejahteraan rakyat, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat,
mengembangkan kreatifitas daerah, menciptakan pemerataan pembangunan,
memberikan kekeluasaan kepada daerah dalam mengelola sumber daya yang
dimiliki dan mewujudkan demokrasi ditingkat lokal terutama pada tingkat
pemerintah desa.
Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal- usul
desa dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat, dan pembentukan desa
sebagai mana yang di maksud harus memenuhi syarat:
1. Jumlah penduduk
2. Luas wilayah
3. Bagian wilayah kerja
4. Perangkat dan
5. Sarana dan perasaranah pemerintahan
Sebagai wujud demokrasi, dalam penyelenggaraan pemerintah desa di
bentuk Badan Permusyawaratan Desa dan Musyawarah Perancanaan
pembangunan desa ( Musrenbang Desa) yang berfungsi sebagai lembaga
pengaturan dan penyelenggaraan pemerintahan desa, seperti dalam pembuatan dan
keputusan kepala Desa. Di desa di bentuk lembaga kemasyarakatan yang
berkedudukan sebagai mitra kerja Pemerintah Desa dalam pemberdayakan
masyarakat desa.
2.13. Pembangunan Desa
Menurut Ndara (1982: 71), pembangunan desa adalah setiap pembangunan
yang ada di dalam prosesnya masyarakat desa berpartisipasi aktif. Sedangkan
menurut T R Batten dan Ndraha (1982: 72) pembangunan desa adalah suatu
proses dimana organisasi atau masyarakat mulai mendiskusikan dan menetukan
keinginan mereka kemudian merencanakan dan mengerjakan bersama- sama
untuk memenuhi kebutuhan hidup
Dalam Peratutan Menteri Dalam Negari No 144 tahun 2014 tentang
pedoman pembangunan Desa pada Pasal 6 ayat 3 dinyatakan bahwa bidang
pelaksanaan pembangunan Desa antara lain:
1. Pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan insfratruktur dan
lingkungan desa antara lain:
1) Tambahan perahu
2) Jalan pemukiman
3) Jalan Desa antara pemukiman ke wilayah pertanian
4) Pembangkit listrik tenaga mikrohidro
5) Lingkungan pemukiman masyarakat Desa dan
6) Insfraktruktur Desa lainya sesuai kondisi Desa
2. Pembangunan, pemanfaatan dan memelihara sarana dan prasarana
1) Air bersih berskala Desa
2) Sanitasi lingkungan
3) Pelayanan kesehatan Desa seperti posyandu dan
4) Sarana dan prasarana kesehatan lainnya sesuai kondisi Desa.
3. Pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan prasarasa
pendidikan dan kebudayaan antara lain:
1) Taman bacaan masyarakat
2) Pendidikan anak usia dini
3) Balai pelatihan/ kegiatan belajar masyarakat
4) Pengembangan dan pembinaan sanggar seni
5) Sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan lainnya sesuai
kondisi Desa
4. Pengembangan usaha ekonomi produktif serta pembangunan,
pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana ekonomi antara
lain:
1) Pasar Desa
2) Pembangunan dan pengembangan BUM Desa
3) Penguatan permodalan BUM Desa
4) Pembibitan tanaman pangan
5) Penggilingan padi
6) Lumbung Desa
7) Pembukaan lahan pertanian
8) Pengelolahan usaha hutan Desa
10) Kapal penangkap ikan
11) Cold strorange( gudang pendinginan)
12) Tempat pelelangan ikan
13) Tambak garam
14) Kandang ternak
15) Intalasi biologis
16) Mesin pakan ternak
17) Sarana dan prasarana ekonomi lainya sesuai kondisi Desa
5. Pelestarian lingkungan hidup antara lain:
1) Penghijauan
2) Pembuatan terasering
3) Pemeliharaan hutan baku
4) Perlindungan mata air
5) Pembersihan daerah aliran sungai
6) Perlindungan trumbu karang dan
2.14. kajian-kajian Terdahulu
1. penelitian yang berjudul tentang Partisipasi Musyawarah Perencanaan
Pembangunan ( musrenbang ) di Kelurahan Pengirian Kecamatan Sempir Kota
Surabaya penelitian ini di lakukan untuk mendapat gambaran rinci bagaimana
partisipasi masyarakat dalam rencana pembangunan di kelurahan pengirian
kecamatan sempar kota surabaya. Hasil dari di lakukan oleh Fikri Azhar
musrenbang di pengirian kurang baik. Penelitian mengenai partisipasi dalam
musrenbang di kelurahan pengirian dengan melakukan teknik pengumpulan data
yang di gunakan adalah teknik wawancara dan dokumentasi. Fikri Azhar
menggunakan dalam penelitian tersebut sebagai pisau analisa yaitu teori tangga
partisipasi oleh Artein dan Teori level partisipasi Wilcox
2. Penelitian yang berikutnya adalah Partisipasi Masyarakat dalam Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Di Kecamatan Gajah Mungkur Kota Semarang yang
di teliti oleh Joseph Motte penelitian tersebut di lakukan untuk mencari variable
yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dan pada tingkat apa
partisipasi masyarakat yang ada di kecamatan gajah mungkur kota semarang.
Untuk menjawab pertanyaan terebut. Motte menngunakan metode kombinasi
malalui pendekatan korelasi untuk menguji data kuantitatif dengan menggunakan
tabulasi silang. Selain itu untuk membedah fenomena yang terjadi Motte
menggunakan teori Armstein mangklasifikasikan Partisipasi masyarakat ke dalam
8 tingkat partisipasi yaitu Manipulasi,Therapy, Informing, Consultation,
Placation, pertneship, Delegated power, Citizen Control. Dari penelitian tersebut
dalam kategori sedang. Tingkat partisipasi masyarakat yang sedang tersebut