• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Infeksi Phaeophleospora Sp. Pada Klon Hibrid Eucalyptus Grandis X Eucalyptus Urophylla Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Infeksi Phaeophleospora Sp. Pada Klon Hibrid Eucalyptus Grandis X Eucalyptus Urophylla Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara Chapter III V"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

METODE PENELITIAN

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah klon turunan Eucalyptus

grandis x Eucalyptusurophylla yang berpenyakit dan yang sehat di PT. Toba Pulp

Lestari, Tbk, alkohol 70%, air steril, spritus, tisu dan kapas, serta PDA (Potato

Dextrose Agar), Aquadest, Top Soil, Alumunium foil, Kertas label,

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah kaca pembesar, plastik

sampel, sarung tangan, masker pernafasan, mikroskop, cawan petridish, labu

erlenmeyer, pinset, spatula, jarum ose, timbangan analitik, oven dan autoklaf,

kaca preparat, plastik wrap, kamera, polybag ukuran 40x15cm, gunting, sungkup

plastik, alat tulis, hand sprayer, kain kasa, Laminar air flow, kalkulator, kotak tray.

Prosedur Penelitian

Tahapan prosedur penelitian adalah:

a. Pengambilan sampel tanaman yang sakit dan yang sehat

Tanaman Eucalyptus sp. yang sakit atau yang bergejala digunakan sebagai

bahan isolasi untuk mencari patogen Phaeophleospora sp., sedangkan

(2)

sebagai bahan pengamatan setelah Patogen Phaeophleospora sp. Diperoleh

dan disemprotkan ke tanaman. Bibit yang digunakan adalah bibit hasil

persilangan Eucalyptus grandis x Eucalyptus Urophylla. Banyak bibit jenis

yang digunakan sebanyak tiga klon yakni IND 68, 69 73. Masing-masing klon

sebanyak sepuluh ulangan, dengan umur setiap bibit yakni dua bulan.

b. Isolasi Patogen

Tanaman yang sakit atau yang bergejala dibersihkan dengan menggunakan

alcohol 70%, setelah dibersihkan diambil dengan menggunakan pinset dan

dikeringkan lalu dipotong-potong dengan ukuran 1x1 cm, kemudian diisolasi

ke dalam cawan petri dengan media PDA (Potato Dextrose Agar). Setelah 3

hari dilakukan kembali pengisolasian tetapi isolasi yang dilakukan adalah

isolasi biakan murni dengan ketentuan tidak mengalami kontaminasi lagi.

Setelah 14 hari dan tidak terjadi kontaminasi maka dapat dilakukan

Biakan yang telah murni (berumur 14 hari) diambil lalu dimasukkan ke dalam

cawan petri yang telah diisi aquades sebanyak 10 ml dan kemudian dikikis

(3)

medianya. Setelah semua bagian permukaan terkikis lalu disaring dengan

menggunakan kain kassa. Hal ini dilakukan sebanyak 30 kali sesuai dengan

jumlah tanaman yang ada setelah selesai dimasukkan ke dalam tabung reaksi

dan diberi label.

e. Pelaksanaan inokulasi

Sebelum inokulasi dilakukan, bibit tanaman sehat dipindahkan ke dalam

polybag yang telah diisi top soil lalu dipindahkan ke dalam rumah kaca.

Tanaman dipelihara selama satu minggu untuk penyesuaian di rumah kaca.

Inokulasi dilakukan dengan metode penyemprotan inokulum (campuran 10 ml

aquades dengan spora Phaeophleospora sp.) ke tanaman. Setiap tanaman

disemprotkan sebanyak 10ml inokulan/tanaman dengan kerapata spora

5x104cfu/ml. Inokulasi dilakukan menggunakan hand sprayer dan dilakukan

secara bergantian terhadap tanaman. Setelah penyemprotan inokulum, tiap

tanaman lalu disungkup dengan menggunakan sungkup plastik selama 1 x 24

jam. Keesokan harinya sungkup dibuka dan dimulai pengamatan gejala yang

muncul pada daun tanaman. Pengamatan terhadap infeksi fungi

Phaeophleospora pada tanaman Eucalyptus spp. dilakukan selama 42 hari

dengan selang pengamatan enam kali.

f. Uji Infeksi.

Dilakukan untuk mengetahui intensitas serangan dan luas serangan

Phaeophleospora sp. terhadap tanaman Eucalyptus sp. Agrios (1996)

mengungkapkan intensitas serangan/keparahan penyakit (KpP) didefinisikan

sebagai persentase luasnya jaringan tanaman yang terserang patogen dari total

(4)

persentase jumlah tanaman yang terserang patogen (n) dari total tanaman yang

diamati (N).

Parameter pengamatan Parameter yang diamati adalah:

a. Intensitas Serangan

Parameter yang diamati adalah perubahan yang dialami oleh daun setelah

inokulasi. Pengamatan dilakukan terhadap lima daun teratas. Daun yang

diamati diberi tanda dan disesuaikan dengan skala bercak daun (0-5). Skala

bercak terdiri dari:

Skala 0: tidak ada bercak pada daun

Skala 1: terdapat bercak daun 1/16 bagian

Skala 2: terdapat bercak daun 1/8 bagian

Skala 3: terdapat bercak daun 1/4 bagian

Skala 4: terdapat bercak daun 1/2 bagian

Skala 5: terdapat bercak daun pada seluruh bagian permukaan daun

Menurut Sinaga (2003) Nilai intensitas serangan dapat ditentukan dengan

(5)

v : Nilai dari skala pada daun yang terserang Phaeophleospora ke-i

(v=1,2,3,4,5)

N : Jumlah total daun setiap tanaman

Z : Skala tertinggi

Tabel 1. Penilaian tingkat intensitas dan luas serangan penyakit dan reaksi tanaman

No Nilai Intensitas dan Luas Serangan (%) Kategori Reaksi Tanaman

1 0% Imun

2 1 % - 25 % Resisten (R)

3 26 % - 50 % Agak Resisten (AR)

4 51 % - 75 % Agak Rentan (Ar)

5 76 % - 100 % Rentan (r)

b. Luas Serangan

Luas serangan ditentukan dengan cara menghitung jumlah tanaman yang

terserang Phaeophleospora kemudian membaginya dengan jumlah tanaman

yang diamati. Menurut Sinaga (2003). Adapun luas serangan penyakit

ditentukan dengan rumus:

A = x 100 %

Keterangan:

A : Luas serangan

n : Jumlah tanaman yang terserang Phaeophleospora sp.

(6)

Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini menggunakan

model rancangan acak lengkap (RAL) non faktorial dengan model linier sebagai

berikut:

Y ij = μ + τi + εij

Keterangan:

Y ij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

μ = rataan umum

τi = pengaruh perlakuan ke-i

εij = pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

i = perlakuan ke-i (1,2,3)

(7)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Isolasi dan Identifikasi Phaeophleospora sp

Isolasi daun yang terserang penyakit dilakukan di laboratorium Research

and Development PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. Hasil isolasi diperoleh berupa

biakan murni Phaeophleospora sp. Tampilan makroskopis Phaeophleospora sp.

disajikan pada Gambar 1.

A B

Gambar 1. Hasil isolasi biakan murni Phaeophleospora pada media PDA di Laboratorium R&D PT. Toba Pulp Lestari Tbk. A. Tampak Depan, B. Tampak Belakang

Biakan murni fungi Phaeophleospora sp. memiliki penampilan berwarna

merah muda (pink), pertumbuhannya lambat, teksturnya seperti berbulu putih dan

tebal, serta penyebarannya merata ke segala arah. Ciri-ciri biakan murni ini sesuai

dengan salah satu jenis fungi Phaeophleospora sp. yang dikemukakan oleh

Burgess (2004) bahwa patogen Phaeopleospora berwarna kemerahmudaan,

pertumbuhannya lambat, dan agak lembut. Biakan murni fungi Phaeophleospora

juga memiliki serabut-serabut yang panjang dan tipis. Selain pengamatan

makroskopis, dilakukan juga pengamatan mikroskopis terhadap biakan murni.

Pengamatan mikroskopis dilakukan untuk memastikan apakah biakan murni yang

kita dapat memang benar jenis Phaeophleospora sp. yang kita inginkan. Hasil

(8)

Tabel 2. Hasil Pengamatan Mikroskopis Phaeophleospora sp

No Keterangan Karakteristik Mikroskopis

biakan murni

*Sumber: First Report of Phaeophleospora destructans in China (Burgess, 2004)

Hasil pengamatan mikroskopis pada biakan murni Phaeophleospora sp.

menunjukkan bahwa sporanya berbatang panjang, bersepta dua, dan tampilannya

tipis. Hal ini dipertegas dengan pernyataan Burgess (2004) tentang fungi

Phaeophleospora, bahwa spora Phaeophleospora berbentuk panjang dan tipis.

2. Gejala penyakit Phaeophleospora pada tanaman Eucalyptus

Bibit Eucalyptus yang digunakan sebagai sampel untuk uji infeksi

merupakan bibit hasil persilangan antara Eucalyptus grandis dengan Eucalyptus

urophylla. Bibit klon hibrid ini digunakan sebanyak tiga klon, yakni IND 68, IND

69, dan IND 73, serta berumur dua bulan, diulang sebanyak sepuluh kali. Pada

kenyataan dilapangan didapati bahwa banyak bibit yang terserang penyakit seperti

Cylindrocladium, Puccinia Psidii, Phaeophleospora, Mycosphaerella dll. Maka

untuk menghindari penyakit yang tersebar saya memilih bibit yang sehat untuk

digunakan sebagai sampel penelitian. Berikut adalah gambar tempat pembibitan di

(9)

A B C

Gambar 2. Tempat Pembibitan di PT. Toba Pulp Lestari A. Mother plant B. Mist house C. Lapangan terbuka

A B

Gambar 3. Tanaman Eucalyptus yang ada di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. A. Tanaman yang sehat, B. Tanaman yang terkena Phaeophleospora

Gejala awal yang ditunjukkan oleh penyakit ini adalah adanya bercak

kekuningan pada permukaan atas daun. Bercak ini menyebabkan hijau daun

memudar. Besar dan letak bercaknya berbeda-beda pada setiap daun. Pada awal

kemunculannya, tidak terdapat spora hitam pada permukaan bawah daun.

Tanaman sudah menunjukkan gejala pada pengamatan II setelah inokulasi. Gejala

lanjutan menunjukkan pada permukaan atas daun yang terdapat bercak

kekuningan kemudian muncul bercak kemerahan. Beberapa hari kemudian, pada

lokasi bercak kemerahan tersebut muncul spora hitam pada permukaan bawah

daun. Karakteristik lain dari gejala yang ditimbulkan oleh fungi Phaeophleospora

(10)

paling pangkal. Bila daun paling bawah sudah terjangkiti, biasanya setelah

beberapa hari akan diikuti oleh munculnya awal gejala pada daun di atasnya. Hal

yang sama sudah dipaparkan oleh Old (2003) apabila satu daun tanaman telah

terinfeksi patogen ini maka akan terjadi penularan penyakit pada daun yang

berdekatan hingga dapat mengakibatkan kematian bibit tanaman. Penularan sering

kali terlihat dimulai dari bagian pangkal bibit tanaman hingga mencapai daun

bagian ujung tanaman. Maka dari itu fungi ini tergolong sebagai patogen yang

agresif yang dapat menyebabkan gugurnya daun pada usia muda.

Tabel 3. Variasi Gejala Serangan Penyakit Pheophleospora sp

No. Klon Masa Inkubasi Variasi Gejala Serangan

1. IND 68 8-11 Hari Timbulnya bercak kekuningan pada permukaan

daun dan kemudian berubah menjadi bercak merah.

2. IND 69 8-12 Hari Timbulnya bercak kekuningan pada permukaan

daun dan semakin berkembang.

3. IND 73 8-11 Hari Timbulnya bercak kekuningan pada permukaan

daun dan meluas.

Teori patogen menyatakan bahwa infeksi suatu patogen akan

menimbulkan reaksi atau gejala yang berbeda pada tanaman yang berbeda. Hasil

pengamatan dirumah kaca, Gejala awal yang ditunjukkan oleh serangan

Phaeophleospora sp. pada IND 68, IND 69, dan IND 73 adalah adanya bercak

kekuningan pada daun. Munculnya gejala awal lumayan cepat, yakni 11-12 hari

setelah penyemprotan inokulum. Perbedaan kecepatan atau lama waktu

terserangnya masing-masing klon menunjukkan adanya variasi gejala yang

timbul. Kemampuan setiap klon tidak sama dalam hal interaksi antara tanaman

dan penyakit yang diinfeksikan. Klon IND 68 dan klon IND 73 menunjukkan

(11)

penyakit Phaeophleospora sp. Hal ini menunjukkan bahwa pada tanaman jenis

yang sama (tetapi jenis klon yang berbeda), gejala yang muncul adalah sama dan

temuan ini berbeda dengan teori patogen.

3. Perkembangan Gejala Phaeophleospora sp

Bibit Eukaliptus yang digunakan untuk uji infeksi Phaeophleospora sp.

adalah bibit berumur 2 bulan hasil persilangan antara E. grandis x E. urophylla

sebanyak 3 klon yaitu IND 68, IND 69 dan IND 73 dengan sepuluh ulangan

untuk masing-masing klonnya. Pengamatan dilakukan selama enam minggu.

Gejala yang ditunjukkan oleh serangan Cylindrocladium sp. pada IND 68 adalah

adanya bintik kekuningan pada permukaan daun

Tabel 4. Perkembangan Gejala Phaeophleospora IND 68

No Gambar Keterangan

1 Terlihat pada pengamatan pertama, daun yang

ada masih hijau dan terlihat sehat.

2 Pada pengamatan kedua, muncul bercak

kuning pada daun. Hal ini berlanjut pada

(12)

3 Pengamatan keempat menunjukkan bahwa

bercak kuning telah berubah menjadi bercak

merah. Hal ini menunjukkan serangan infeksi

penyakit pada daun berhasil dan timbul spora

pada permukaan bawah daun.

Tabel 5. Perkembangan Gejala Phaeophleospora IND 69

No Gambar Keterangan

1 Tanaman sehat IND 69 diambil dari kloning

Eucalyptus sp dan selanjutnya diamati.

2 Pada pengamatan kedua, terlihat bercak

kekuningan pada daun.

3 Pada pengamatan ketiga dan seterusnya

bercak kekuningan berubah menjadi bercak

kemerahan dan dibawah daun terdapat spora

hitam.

Tabel 6. Perkembangan Gejala Phaeophleospora IND 73

(13)

1 Pengamatan pertama tanaman belum

menunjukkan gejala penyakit.

2 Pada pengamatan kedua, bercak kekuningan

mulai terlihat yang menandakan inokulasi

berhasil.

3 Pada pengamatan ketiga dan seterusnya serangan

semakin parah dan timbul bercak kemerahan

serta spora pada bagian bawah daun.

4. Intensitas Serangan

Pengamatan terhadap infeksi fungi Phaeophleospora pada tanaman

Eucalyptus spp. dilakukan selama 42 hari dengan selang pengamatan enam kali.

Pengukuran intensitas serangan dilakukan dengan metode skala pada lima daun

teratas tiap ulangan percobaan. Daun yang diamati diberi tanda dan disesuaikan

dengan nilai skala (0-5). Hasil dari nili skala tersebut kemudian ditransformasikan

ke dalam rumus nilai intensitas serangan. Nilai intensitas serangan (IS) setiap

selang pengamatan dapat dilihat pada tabel 7 berikut:

Tabel 7. Rata-rata Intensitas Serangan Pengamatan I-VI

(14)

I II III IV V VI

1 IND 68 0 4.4229 8.2228 15.5217 14.2191 12.4265

2 IND 69 0 3.909 12.6186 10.9963 7.282 6.146

3 IND 73 0 8.7496 13.958 17.2266 15.8329 14.0977

Gambar 4. Grafik Rata-rata Intensitas Serangan Pengamatan I-VI

Tanaman mulai menunjukkan gejala serangan pada 8-11 hari atau tepatnya

pada pengamatan minggu kedua. Tanaman yang menunjukkan respon yang cepat

adalah klon IND 73 dengan intensitas serangan mencapai 8,75% pada minggu

kedua. Sedangkan untuk dua klon yang lain masih menunjukkan respon dibawah

5%. Berlanjut ke pengamatan ketiga, respon yang ditunjukkan oleh IND 73 juga

meningkat, yakni sebesar 13,9%. Pada minggu keempat klon IND 73 juga

kembali naik yakni 17,2% namun pada pengamatan kelima intensitas serangan

turun menjadi 15,8% dan turun kembali menjadi 14% pada pengamatan keenam.

Pada klon IND 68 pengamatan minggu kedua terjadi kenaikan intensitas serangan

sebesar 4,4% pada minggu kedua lalu naik kembali menjadi 8,2% di pengamatan

(15)

pada IND 68 turun pada minggu kelima dan keenam. Pada IND 69 intensitas

serangan yang dihitung pada pengamatan minggu kedua tidak cukup signifikan

yakni 3,9% tetapi pada minggu ketiga terjadi lonjakan tajam nilai intensitas

serangan menjadi 12,6% naik sekitar 9%. Namun pada pengamatan ketiga inilah

puncak dari nilai intensitas serangan IND 69. Pada pengamatan keempat sampai

keenam perlahan-lahan terjadi penurunan. Dapat dilihat dari grafik bahwa ketiga

klon memiliki ketahanan dan karakter yang berbeda, hal ini menunjukkan bahwa

perbedaan sifat setiap tanaman walaupun berasal dari genus yang sama. Tetapi

dari ketiga klon menunjukkan bahwa nilai intensitas serangan Phaeophleospora

sp. pada ketiga klon hibrid E. grandis x E. urophylla tidak melebihi 25%. Menurut

Sinaga (2003) nilai intensitas antara 0-25% dikategorikan resisten, sehingga dapat

dikatakan bahwa ketiga klon hibrid diatas resisten terhadap penyakit

Phaeophleospora sp. Ketiga klon (IND 68, IND 69, IND 73) mengalami

penurunan intensitas serangan disebabkan karena patogen penyakit

Phaeophleospora sp. tidak intens lagi menyerang tanaman, selain itu laju

pertumbuhan daun tiap minggunya juga mengurangi tingkat intensitas serangan

karena produksi senyawa antimikroba (senyawa fenol) pada daun.

5. Luas Serangan (%)

Luas Serangan ditentukan dengan cara menghitung jumlah tanaman dalam

klon yang terserang kemudian dibagi dengan jumlah keseluruhan tanaman tiap

(16)

Pengamatan dilakukan setiap minggu sehingga diperoleh enam data. Nilai luas

serangan dapat dilihat pada tabel 8 berikut:

Tabel 8. Rata-rata Luas Serangan Pengamatan I-VI

No Klon Luas Serangan (A) (%)

I II III IV V VI

1 IND 68 0 40 90 100 100 100

2 IND 69 0 30 70 80 100 100

3 IND 73 0 80 100 100 100 100

Gambar 5. Grafik Rata-rata Luas Serangan Pengamatan I-VI

Pengamatan dilakukan mulai dari minggu pertama hingga minggu keenam.

Tetapi seluruh tanaman baru terserang Phaeophleospora sp pada pengamatan

kedua. Seperti yang dapat kita lihat pada tabel dan grafik diatas bahwa yang

paling menunjukkan respon tercepat terhadap serangan penyakit yaitu klon 73,

karena pada pengamatan kedua klon tersebut sudah mencapai 80% yang

kemudian pada pengamatan ketiga sampai dengan keenam mencapai 100%. Klon

(17)

pengamatan ketiga hingga 90%. Kemudian pada pengamatan keempat sampai

dengan keenam klon 68 mencapai 100%. Sedangkan klon yang memiliki respon

paling lambat adalah klon 69. Pada pengamatan kedua luas serangan mencapai

30% selanjutnya naik menjadi 70% pada pengamatan ketiga. Kemudian pada

pengamatan keempat luas serangan kembali naik menjadi 80% lalu pada

pengamatan kelima dan keenam luas serangan mencapai 100%.

(18)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Gejala awal yang ditimbulkan oleh Pheophleospora sp pada ketiga klon

adalah adanya bercak kekuningan pada permukaan atas daun dan kemudian

berkembang. Gejala lanjutan berupa bercak daun berwarna kemerahan pada

permukaan atas daun dan adanya spora berwarna hitam pada bagian

permukaan bawah daun.

2. Ketiga klon ini mengalami variasi serangan yang berbeda yang diakibatkan

oleh penyakit Phaeophleospora sp dilihat dari masa inkubasi, perubahan

warna daun, dan perubahan bentuk daun.

3. Dilihat dari intensitas serangan dan luas serangan, ketiga klon masih

dikategorikan kedalam kategori resisten [R]

4. Terdapat perbedaan respon pada beberapa jenis klon turunan Eucalyptus

grandis x Eucalyptus Urophylla terhadap infeksi Phaeophleospora sp.

5. Terdapat variasi gejala yang disebabkan oleh Phaeophleospora pada ketiga

klon jenis Eucalyptus grandis x Eucalyptus Urophylla IND 68, 69, 73.

6. Terdapat perbedaan ketahanan ketiga klon jenis Eucalyptus grandis x

Eucalyptus Urophylla IND 68, 69, 73

Saran

Perlu dilakukan penelitian sejenis untuk mengetahui resistensi tanaman

Gambar

Tabel 1. Penilaian tingkat intensitas dan luas serangan penyakit dan reaksi tanaman
Gambar 1. Hasil isolasi biakan murni Phaeophleospora R&Dpada media PDA di Laboratorium  PT
Tabel 2. Hasil Pengamatan Mikroskopis Phaeophleospora sp
Gambar 2. Tempat Pembibitan di PT. Toba Pulp Lestari A. Mother plant B. Mist house C.
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

(4) Kegiatan Ekstrakurikuler Pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan Kegiatan Ekstrakurikuler yang dikembangkan dan diselenggarakan

Pesert a yang t idak mendaft arkan dan melakukan pengambilan Undangan, sert a pengambilan Dokumen Lelang, maka dokumen penaw aran yang diserahkan t ersebut dinyat

Pelaksanaan  Kegiatan Ekstrakurikuler  harus didukung dengan

Pesert a yang t idak mendaft arkan dan melakukan pengambilan Undangan, sert a pengambilan Dokumen Lelang, maka dokumen penaw aran yang diserahkan t ersebut dinyat akan

Berdasarkan hasil evaluasi Dokumen Penawaran yang dilanjutkan dengan klarifikasi dan pembuktian kualifikasi yang dilaksanakan pada tanggal 11 s/d 13 Oktober 2011

Undangan, sert a pengambilan Dokumen Lelang, maka dokumen penaw aran yang diserahkan t ersebut dinyat akan Tidak Sah / Gugur.. Evaluasi menggunakan “SISTEM

[r]