• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah pada anak dengan asfiksia neonat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "makalah pada anak dengan asfiksia neonat"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Asfiksia Neonatorum 2.1.1 Pengertian

Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir (Prawiro Hardjo, Sarwono, 1997).

Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak bisa bernafas secara spontan dan adekuat (Wroatmodjo,1994).

Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan dengan sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut yang mungkin timbul. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, beberapa faktor perlu dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan asfiksia.

2.1.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi

Ada beberapa faktor etiologi dan predisposisi terjadinya asfiksia, antara lain sebagai berikut:

1. Faktor Ibu

Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian analgetika atau anesthesi dalam gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak karena pendarahan, hipertensi karena eklamsia, penyakit jantung dan lain-lain.

2. Faktor Plasenta

Yang meliputi solutio plasenta, pendarahan pada plasenta previa, plasenta tipis, plasenta kecil, plasenta tak menempel pada tempatnya.

3. Faktor Janin dan Neonatus

Meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit ke leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, gemelli, IUGR, kelainan kongenital dan lain-lain.

(2)

Meliputi partus lama, partus tindakan dan lain-lain.

2.1.3 Patofisiologi

Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.

Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer.

Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.

(3)
(4)

Gejala klinik Asfiksia neonatorum yang khas meliputi : a. Pernafasan terganggu

b. Detik jantung berkurang c. Reflek / respon bayi melemah d. Tonus otot menurun

e. Warna kulit biru atau pucat

2.1.6 Diagnosis

Asfiksia pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia atau hipoksia janin. Diagnosa anoksia / hipoksia dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukan tanda-tanda gawat janin untuk menentukan bayi yang akan dilahirkan terjadi asfiksia, maka ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatikan.

1. Denyut Jantung Janin

Frekuensi normal ialah 120 sampai 160 denyutan per menit, selama his frekuensi ini bisa turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyutan jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensinya turun sampai dibawah 100/menit, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.

2. Mekonium Dalam Air Ketuban

Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada prosentase kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan terus timbul kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada prosentase kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.

3. Pemeriksaan pH Pada Janin

Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya. Dengan penilaian pH darah janin dapat ditemukan derajat asfiksia yaitu :

(5)

NO Hasil Apgar Score Derajat Asfiksia Nilai pH penilaian Apgar Skor. Apgar mengambil batas waktu 1 menit karena dari hasil penyelidikan sebagian besar bayi baru lahir mempunyai Apgar terendah pada umur tersebut dan perlu dipertimbangkan untuk melakukan tindakan resusitasi aktif. Sedangkan nilai Apgar lima menit untuk menentukan prognosa dan berhubungan dengan kemungkinan terjadinya gangguan neurologik di kemudian hari. Ada lima tanda (sign) yang dinilai oleh Apgar, yaitu :

Tabel 1.2 Apgar Skor

Tidak ada <100 x/ menit >100 x/ menit

(6)

(usaha bernafas)

merintih, pernapasan lambat dan tidak teratur

dan teratur

Dari kelima tanda diatas yang paling penting bagi jantung karena peninggian frekuensi jantung menandakan prognosis yang peka. Keadaan akan memburuk bila frekuensi tidak bertambah atau melemah walaupun paru-paru telah berkembang. Dalam hal ini pijatan jantung harus dilakukan. Usaha nafas adalah nomor dua. Bila apnea berlangsung lama dan ventilasi yang dilakukan tidak berhasil maka bayi menderita depresi hebat yang diikuti asidosis metabolik yang hebat. Sedang ketiga tanda lain tergantung dari dua tanda penting tersebut.

Ada 3 derajat Asfiksia dari hasil Apgar Skor diatas yaitu : 1. Nilai Apgar 7-10, Vigorous baby atau asfiksia ringan.

Bayi dalam keadaan merintih, adanya retraksi sela iga, dengan nafas takipnea ( >60x/menit), bayi tampak sianosis, adanya pernafasan cupping hidung, bayi kurang aktifitas, pada pemeriksaan auskultasi terdapat .ronchi, rales, dan wheezing.

2. Nilai Apgar 4-6 Mild Moderat atau asfiksia sedang.

Pada pemeriksaan fisik akan dilihat frekuensi jantung menurun menjadi (60 – 80x/menit), usaha nafas lambat, tonus otot baik, bayi masih bereaksi terhadap rangsangan, bayi sianosis, tidak terjadi kekurangan O2 yang bermakna selama proses persalinan.

3. Nilai Apgar 0-3, asfiksia berat

Pada pemeriksaan ditemukan frekuensi jantung kecil ( <40x/menit),tidak ada usaha nafas, tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada, bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan, bayi pucat, terjadi kekurangan O2 yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan..

(7)

Segera setelah bayi baru lahir perlu diidentifikasi atau dikenal secara cepat supaya bisa dibedakan antara bayi yang perlu diresusitasi atau tidak. Tindakan ini merupakan langkah awal resusitas bayi baru lahir. Tujuannya supaya intervensi yang diberikan bisa dilaksanakan secara tepat dan cepat (tidak terlambat).

1. Membuka Jalan Nafas

Tujuan : Untuk memastikan terbuka tidaknya jalan nafas. Metode :

a. Meletakkan bayi pada posisi yang benar.

Letakkan bayi secara terlentang atau miring dengan leher agak ekstensi/ tengadah. Perhatikan leher bayi agar tidak mengalami ekstensi yang berlebihan atau kurang. Ekstensi karena keduanya akan menyebabkan udara yang masuk ke paru-paru terhalangi.

Letakkan selimut atau handuk yang digulung dibawah bahu sehingga terangkat 2-3 cm diatas matras.

Apabila cairan/lendir terdapat bar dalam mulut, sebaiknya kepala bayi dimiringkan supaya lendir berkumpul di mulut (tidak berkumpul di farings bagian belakang) sehingga mudah disingkirkan.

b. Membersihkan Jalan Nafas

Apabila air ketuban tidak bercampur mekonium, hisap cairan dari mulut dan hidung, mulut dilakukan terlebih dahulu kemudian hidung.

Apabila air ketuban tercampur mekonium, hanya hisap cairan dari trakea, sebaiknya menggunakan alat pipa endotrakel (pipa ET).

Urutan kedua metode membuka jalan nafas ini bisa dibalik, penghisapan terlebih dahulu baru meletakkan bayi dalam posisi yang benar, pembersihan jalan nafas pada semua bayi yang sudah mengeluarkan mekoneum, segera setelah lahir (sebelum baru dilahirkan) dilakukan dengan menggunakan keteter penghisap no 10 F atau lebih. Cara pembersihannya dengan menghisap mulut, farings dan hidung.

(8)

Tujuan : Mencegah komplikasi metabolisme akibat kehilangan panas. Metode :

Meletakkan bayi terlentang dibawah pemancar panas (Infant warmer) dengan temperatur untuk bayi aterm 34°C, untuk bayi preterm 35°C.

Tubuh dan kepala bayi dikeringkan dengan menggunakan handuk dan selimut hangat, keuntungannya bayi bersih dari air ketuban, mencegah kehilangan suhu tubuh melalui evaporosi serta dapat pula sebagai pemberian rangsangan taktik yang dapat menimbulkan atau mempertahankan pernafasan.

Untuk bayi sangat kecil (berat badan kurang dari 1500 gram) atau apabila suhu ruangan sangat dingin dianjurkan menutup bayi dengan sehelai plastik tipis yang tembus pandang.

3. Pemberian Tindakan VTP (Ventilasi Tekanan Positif) Tujuan : untuk membantu bayi baru lahir memulai pernafasan. Metode :

Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar.

Agar VTP efektif kecepatan memompa (Kecepatan Ventilasi dan tekanan ventilasi harus sesuai, kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60 kali/menit.

Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut :

 Nafas pertama setelah lahir membutuhkan 30-40 cm H2O.

 Setelah nafas pertama membutuhkan 15-20 cm H2O.

 Bayi dengan kondisi / penyakit paru-paru yang berakibat turunnya compliance membutuhkan 20-40 cm H2O.

 Tekanan ventilasi hanya dapat diukur apabila digunakan balon yang mempunyai pengukur tekanan.

Observasi gerak dada bayi

Adanya gerakan dada bayi naik turun merupakan bukti bahwa sungkup terpasang dengan baik dan paru-paru mengembang. Bayi seperti menarik nafas dangkal. Apabila dada bergerak maksimum, bayi seperti menarik nafas panjang, menunjukkan paru-paru terlalu mengembang, yang berarti tekanan diberikan terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan pneumotoraks.

(9)

Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi yang efektif. Gerak perut mungkin disebabkan masuknya udara kedalam lambung.

Penilaian suara nafas bilateral

Suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara nafas di kedua paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang benar.

Observasi pengembangan dada bayi

Apabila dada terlalu berkembang, kurangi tekanan dengan mengurangi meremas balon. Apabila dada kurang berkembang, mungkin disebabkan oleh salah satu sebab berikut yakni perlekatan sungkup kurang sempurna, arus udara terhambat, atau tidak cukup tekanan.

4. Pemberian Obat-Obatan Penunjang

Obat-obatan diperlukan apabila frekuensi jantung bayi tetap 80 per menit walaupun telah dilakukan ventilasi adekuat (dengan oksigen 100%) dan kompresi dada untuk paling sedikit 30 detik atau frekuensi jantung nol.

Obat-obatan yang diperlukan pada bayi asfiksia :

a. Beri adrenalin (larutan 1 : 10.000) dengan dosis 0,1-0,3 ml/kg berat badan, apabila bayi mengalami bradikardia menetap diberikan sublingual atau diberikan intravena, sementara NaHCO3 tetap diberikan, disertai pernafasan buatan.

b. Natrium bicarbonat (NaHCO3) diberikan dengan dosis 2 ml/kg berat badan (cairan 7,5%) dilarutkan dengan Dextrose 10% dalam perbandingan 1 : 1 disuntikkan perlahan-lahan kedalam Vena umbilikus dalam waktu 5 menit.

c. Infus NaCl 0,9% atau Ringer laktat 10 ml/kg berat badan. 5. Penatalaksanaan Berdasarkan Penilaian Apgar Skor

a. Apgar skor menit I : 0-3

 Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan hipotermis dengan segala akibatnya. Jangan diberi rangsangan taktil, jangan diberi obat perangsang nafas lekukan resusitasi.

(10)

 Ventilasi Biokemial

 Dengan melakukan pemeriksaan blood gas, kalau perlu dikoreksi dengan Natrium Bicarbonat. Bila fasilitas Blood gas tidak ada, berikan Natrium Bicarbonat pada asfiksia berat dengan dosis 2-4 mcg/kg BB, maksimum 8 meg/kg BB / 24 jam. Ventilasi tetap dilakukan. Pada detik jantung kurang dari 100/menit lakukan pijat jantung 120/menit, ventilasi diteruskan 40 x menit. Cara 3-4x pijat jantung disusul 1x ventilasi.

b. Apgar skor menit I : 4-6

 Seperti yang diatas, jangan dimandikan, keringkan seperti diatas.

 Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki, maksimum

15-30 detik.

 Bila belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong (lebih baik O2 yang dihangatkan).

 Skor apgar 4-6 dengan detik jantung kurang dari 100 kali permenit lakukan bag dan mask ventilation dan pijat jantung.

c. Apgar skor menit I : 7-10

 Bersihkan jalan nafas dengan kateter dari lubang hidung dahulu (karena bayi adalah bernafas dengan hidung) sambil melihat adakah atresia choane, kemudian mulut, jangan terlalu dalam hanya sampai fasofaring. Kecuali pada bayi asfiksia dengan ketuban mengandung mekonium, suction dilakukan dari mulut kemudian hidung karena untuk menghindari aspirasi paru.

 Bayi dibersihkan (boleh dimandikan) kemudian dikeringkan, termasuk rambut kepala, karena kehilangan panas paling besar terutama daerah kepala.

 Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya 2 jam sampai 4 jam.

2.1.8 Komplikasi

(11)

b. Pendarahan Otak c. Anuria atau Oliguria d. Hyperbilirubinemia

e. Obstruksi usus yang fungsional f. Kejang sampai koma

g. Komplikasi akibat resusitasinya sendiri : Pneumothorax 2.1.9 Prognosa

a. Asfiksia ringan / normal : Baik

b. Asfiksia sedang tergantung kecepatan penatalaksanaan bila cepat prognosa baik.

c. Asfiksia berat dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama, atau kelainan syaraf permanen. Asfiksia dengan pH 6,9 dapat menyebabkan kejang sampai koma dan kelainan neurologis yang permanent misalnya cerebal palsy, mental retardation.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Asfiksia Neonatorum

Asuhan keperawatan adalah tindakan yang berurutan dilakukan sistematis untuk menentukan masalah pasien, membuat perencanaan untuk mengatasinya, melaksanakan rencana itu/menugaskan orang lain untuk melakukan dan mengevaluasi keberhasilan secara efektif terhadap masalah yang diatasinya (Efendi. Nasrul, 1995 ; 3).

2.2.1 Pengkajian

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial dan lingkungan.

Dalam tahap pengkajian ini dibagi menjadi tiga meliputi pengumpulan data, pengelompokan data dan perumusan masalah.

(12)

Data subyektif adalah persepsi dan sensasi klien tentang masalah kesehatan.

Data subyektif terdiri dari a. Biodata atau identitas pasien :

Bayi meliputi nama tempat tanggal lahir jenis kelamin

b. Orangtua meliputi : nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku atau kebangsaan, pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan alamat.

Riwayat kesehatan

Riwayat antenatal yang perlu dikaji atau diketahui dari riwayat antenatal pada kasus asfiksia berat yaitu :

a. Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, hipertensi, gizi buruk, merokok ketergantungan obat-obatan atau dengan penyakit seperti diabetes mellitus, kardiovaskuler dan paru.

b. Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya kelahiran multipel, inkompetensia serviks, hidramnion, kelainan kongenital, riwayat persalinan preterm.

c. Pemeriksaan kehamilan yang tidak kontinyuitas atau periksa tetapi tidak teratur dan periksa kehamilan tidak pada petugas kesehatan.

d. Gerakan janin selama kehamilan aktif atau semakin menurun.

e. Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia kehamilan (kehamilan postdate atau preterm).

Riwayat natal komplikasi persalinan juga mempunyai kaitan yang sangat erat dengan permasalahan pada bayi baru lahir. Yang perlu dikaji :

a. Kala I : ketuban keruh, berbau, mekoneal, perdarahan antepartum baik solusio plasenta maupun plasenta previa.

b. Kala II : persalinan lama, partus kasep, fetal distress, ibu kelelahan, persalinan dengan tindakan (vacum ekstraksi, forcep ektraksi). Adanya trauma lahir yang dapat mengganggu sistem pernafasan.

Persalinan dengan tindakan bedah caesar, karena pemakaian obat penenang (narkose) yang dapat menekan sistem pusat pernafasan.

(13)

Yang perlu dikaji antara lain :

a. Apgar skor bayi baru lahir 1 menit pertama dan 5 menit kedua AS (0-3) asfiksia berat, AS (4-6) asfiksia sedang, AS (7-10) asfiksia ringan.

b. Berat badan lahir : kurang atau lebih dari normal (2500-4000 gram).

Preterm/BBLR < 2500 gram, untu aterm  2500 gram lingkar kepala

kurang atau lebih dari normal (34-36 cm).

c. Adanya kelainan kongenital : Anencephal, hirocephalus anetrecial aesofagal.

Pola nutrisi

Yang perlu dikaji pada bayi dengan post asfiksia berat gangguan absorbsi gastrointentinal, muntah aspirasi, kelemahan menghisap sehingga perlu diberikan cairan parentral atau personde sesuai dengan kondisi bayi untuk mencukupi kebutuhan elektrolit, cairan, kalori dan juga untuk mengkoreksi dehidrasi, asidosis metabolik, hipoglikemi disamping untuk pemberian obat intravena.

Kebutuhan parenteral

Bayi BBLR < 1500 gram menggunakan D5% Bayi BBLR > 1500 gram menggunakan D10%

Kebutuhan nutrisi enteral BB < 1250 gram = 24 kali per 24 jam

BB 1250 - < 2000 gram = 12 kali per 24 jam BB > 2000 gram = 8 kali per 24 jam

Kebutuhan minum pada neonatus : Hari ke 1 = 50-60 cc/kg BB/hari

Hari ke 2 = 90 cc/kg BB/hari Hari ke 3 = 120 cc/kg BB/hari Hari ke 4 = 150 cc/kg BB/hari

Dan untuk tiap harinya sampai mencapai 180 – 200 cc/kg BB/hari

Pola eliminasi

(14)

BAK : frekwensi, jumlah

Latar belakang sosial budaya

Kebudayaan yang berpengaruh terhadap kejadian asfiksia, kebiasaan ibu merokok, ketergantungan obat-obatan tertentu terutama jenis psikotropika

Kebiasaan ibu mengkonsumsi minuman beralkohol, kebiasaan ibu melakukan diet ketat atau pantang makanan tertentu.

Hubungan psikologis

Sebaiknya segera setelah bayi baru lahir dilakukan rawat gabung dengan ibu jika kondisi bayi memungkinkan. Hal ini berguna sekali dimana bayi akan mendapatkan kasih sayang dan perhatian serta dapat mempererat hubungan psikologis antara ibu dan bayi. Lain halnya dengan asfiksia karena memerlukan perawatan yang intensif

2. Data Obyektif

Data obyektif adalah data yang diperoleh melalui suatu pengukuran dan pemeriksaan dengan menggunakan standart yang diakui atau berlaku (Effendi Nasrul, 1995)

a. Keadaan umum

Pada neonatus post asfiksia berat, keadaannya lemah dan hanya merintih. Keadaan akan membaik bila menunjukkan gerakan yang aktif dan menangis keras. Kesadaran neonatus dapat dilihat dari responnya terhadap rangsangan. Adanya BB yang stabil, panjang badan sesuai dengan usianya tidak ada pembesaran lingkar kepala dapat menunjukkan kondisi neonatus yang baik.

b. Tanda-tanda Vital

Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila penanganan asfiksia benar, tepat dan cepat. Untuk bayi preterm beresiko terjadinya hipothermi

bila suhu tubuh < 36 C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh <

37 C. Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5C – 37,5C, nadi normal antara 120-140 kali per menit respirasi normal antara 40-60 kali permenit, sering pada bayi post asfiksia berat pernafasan belum teratur.

(15)

1. Sirkulasi

a. Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt.

b. Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).

c. Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.

d. Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan. e. Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena. 2. Eliminasi

a. Dapat berkemih saat lahir. 3. Makanan/ cairan

a. Berat badan : 2500-4000 gram b. Panjang badan : 44 - 45 cm

c. Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi) 4. Neurosensori

a. Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.

b. Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).

c. Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang) 5. Pernafasan

a. Skor APGAR : 1 menit s/d 5 menit dengan skor optimal harus antara 7-10.

b. Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.

c. Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.

6. Keamanan

(16)

b. Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat, warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata, antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin ada (penempatan elektroda internal)

.

3. Data Penunjang

Data penunjang pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakkan diagnosa atau kausal yang tepat sehingga kita dapat memberikan obat yang tepat pula.

Pemeriksaan yang diperlukan adalah : 1) Darah

a) Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :

Hb (normal 15-19 gr%) biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung turun karena O2 dalam darah sedikit.

Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena bayi preterm imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi.

Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct)

Distrosfiks pada bayi preterm dengan post asfiksi cenderung turun karena sering terjadi hipoglikemi.

b) Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :

pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis metabolik.

PCO2 (normal 35-45 mmHg) kadar PCO2 pada bayi post asfiksia cenderung naik sering terjadi hiperapnea.

PO2 (normal 75-100 mmHg), kadar PO2 pada bayi post asfiksia cenderung turun karena terjadi hipoksia progresif.

(17)

2) Urine

Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :

Natrium (normal 134-150 mEq/L)

Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)

Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)

3) Photo thorax

Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.

2.2.2 Analisa data dan Perumusan Masalah

Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkan data tersebut dalam konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan pasien (Effendi Nasrul,1995 : 23).

Tabel 1.3 Analisa Data dan Perumusan Masalah

Sign / Symptoms Kemungkinan Penyebab Masalah

1. Pernafasan tidak teratur,

2. Akral dingin, cyanosis pada ekstremmitas,

- Reflek menghisap lemah Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi.

(18)

kadar leukosit, kulit kuning, riwayat persalinan dengan ketuban mekonial

- Tindakan yang tidak aseptik

2.2.3 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik tentang respon individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah-masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial.

Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien post asfiksia berat antara lain:

1. Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 sehubungan dengan post asfiksia berat.

2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek menghisap lemah.

3. Resiko terjadinya hipotermia 4. Resiko terjadinya infeksi

2.2.4 Rencana Keperawatan

Rencana perawatan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan pasien. Langkah-langkah penyusunan rencana perawatan terdiri dari 3 kegiatan yaitu menetapkan urutan prioritas masalah, merumuskan tujuan perawatan yang akan dicapai, menentukan rencana tindakan perawatan.

 Prioritas masalah

(19)

No. Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

- Wajah dan seluruh tubuh

1. Letakkan bayi terlentang

1. Memberi rasa nyaman dan mengantisipasi flexi leher yang

2. Jalan nafas harus tetap

dipertahankan bebas dari lendir

(20)

4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian O2 dan pemeriksaan kadar gas darah arteri.

4. Menjamin oksigenasi jaringan yang adekuat terutama untuk jantung dan otak. Dan

peningkatan pada kadar PCO2 menunjukkan hypoventilasi 2. Resiko terjadinya

hipotermi sehubungan dengan adanya roses persalinan yang lama dengan ditandai akral

Tujuan

Tidak terjadi hipotermia Kriteria

Suhu tubuh 36,5 – 37,5°C Akral hangat

1. Letakkan bayi terlentang diatas pemancar panas (infant warmer)

1. Mengurangi kehilangan panas pada suhu lingkungan sehingga meletakkan bayi menjadi hangat

dingin suhu tubuh dibawah 36° C

Warna seluruh tubuh kemerahan 2. Singkirkan kain yang sudah dipakai untuk mengeringkan tubuh, letakkan bayi diatas handuk / kain yang kering dan hangat.

(21)

No. Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional 3. Observasi suhu bayi tiap

6 jam.

3. Perubahan suhu tubuh bayi dapat menentukan tingkat

- Bayi dapat minum pespeen / personde dengan baik.

1. Lakukan observasi BAB dan BAK jumlah dan frekuensi serta

konsistensi.

1. Deteksi adanya kelainan pada eliminasi bayi dan segera mendapat tindakan / perawatan yang tepat.

- Berat badan tidak turun lebih dari 10%.

(22)

put. cairan tubuh (balance) berat badan dapat di monito 4. Resiko terjadinya

1. Pada bayi baru lahir daya tahan tubuhnya kurang / rendah.

- Tidak ada tanda-tanda infeksi.

- Tidak ada gangguan fungsi tubuh.

2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.

2. Mencegah penyebaran infeksi nosokomial.

Tabel 1.4 Perencanaan / Intervensi

No. Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

3. Pakai baju khusus/ short waktu masuk ruang

(23)

4. Lakukan perawatan tali pusat dengan triple dye 2 kali sehari.

4. Mencegah terjadinya infeksi dan memper-cepat pengeringan tali pusat karena mengan-dung anti biotik, anti jamur, desinfektan. 5. Jaga kebersihan (badan,

pakaian) dan lingkungan bayi.

5. Mengurangi media untuk pertumbuhan kuman.

6. Observasi tanda-tanda infeksi dan gejala kardinal

6. Deteksi dini adanya kelainan

Tabel 1.4. Perencanaan / Intervensi

No. Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

7. Hindarkan bayi kontak dengan sakit.

7. Mencegah terjadinya penularan infeksi. 8. Kolaborasi dengan tim

medis untuk pemberian antibiotik.

(24)

laboratorat sesuai advis dokter yaitu pemeriksaan DL, CRP.

(25)

merupakan realisasi rencana tindakan yang telah ditentukan dalam tahap perencanaan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal

2.2.6 Tahap Evaluasi

Evaluasi adalah merupakan langkah akhir dari proses keperawatan yaitu proses penilaian pencapaian tujuan dalam rencana perawatan, tercapai atau tidak serta untuk pengkajian ulang rencana keperawatan. Evaluasi dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan petugas kesehatan yang lain. Dalam menentukan tercapainya suatu tujuan asuhan keperawatan pada bayi dengan post Asfiksia sedang, disesuaikan dengan kriteria evaluasi yang telah ditentukan. Tujuan asuhan keperawatan dikatakan berhasil bila diagnosa keperawatan didapatkan hasil yang sesuai dengan kriteria evaluasi.

(26)

2.3 Jurnal

[Pengetahuan ibu tentang asfiksia lahir: Kebutuhan untuk berbuat lebih banyak ]

Pengenalan

Pendidikan kesehatan telah digambarkan sebagai kombinasi dari kesempatan belajar dan kegiatan mengajar yang dirancang untuk memfasilitasi adaptasi sukarela perilaku yang mempromosikan kesehatan. [1] Dari tersebut, pendidikan kesehatan merupakan komponen penting dari perawatan kesehatan primer. Dengan demikian, setiap pekerja kesehatan terlatih dan diharapkan dapat memberikan pendidikan kesehatan yang relevan dengan keadaan kesehatan klien mereka, dan di setiap kesempatan. Salah satu kondisi tersebut adalah perawatan rutin ibu hamil. Pelayanan antenatal adalah komponen kunci dari layanan kesehatan anak ibu dan disediakan di semua tingkat perawatan di Nigeria termasuk sektor publik dan swasta. [2]

(27)

tidak mengadopsi sikap preventif yang tepat. Jelas, hubungan terjalin antara pengetahuan dan sikap tidak bisa terlalu ditekankan.

Lahir asfiksia merupakan penyebab utama kematian perinatal dan neonatal di Sagamu, Nigeria. [8], [9] Ini juga merupakan penyebab utama dari kondisi masa handicapping umum seperti cerebral palsy di Sagamu. [10] Meskipun beban berat ini, belum ada penelitian yang menilai pengetahuan ibu tentang asfiksia dalam lingkungan ini. Sebagai bagian dari upaya untuk mengurangi beban asfiksia lahir, penting untuk memeriksa pengetahuan ibu tentang kondisi. Informasi ini mungkin berguna dalam merancang intervensi yang efektif yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi ibu untuk bekerja sama dengan sistem kesehatan dalam pencegahan asfiksia lahir. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai pengetahuan ibu, yang menerima-fasilitas kesehatan berbasis pelayanan antenatal selama kehamilan terakhir mereka, tentang asfiksia lahir dan berhubungan pengetahuan mereka ke tempat-tempat di mana mereka menerima perawatan antenatal.

Bahan dan Metode

Survei ini cross-sectional dari ibu yang membawa bayi dengan baik mereka ke Imunisasi Klinik dari Rumah Sakit Pendidikan Olabisi Onabanjo University, Sagamu, Ogun State, Nigeria, dilakukan antara Juli dan Oktober 2010. Selain menawarkan layanan pediatrik khusus untuk anak-anak dari dalam dan luar Ogun State of Nigeria, rumah sakit juga menawarkan perawatan primer dalam pengaturan perawatan tersier. Ini termasuk pelayanan kesehatan ibu dan anak seperti perawatan antenatal dan imunisasi.

Izin etika kelembagaan diperoleh. Jenis nyaman sampling yang digunakan; maka ibu berturut-turut yang memenuhi kriteria inklusi dan memberikan informed consent dilibatkan dalam penelitian tersebut. Kriteria inklusi utama untuk studi ini menerima perawatan antenatal berbasis fasilitas kesehatan selama kehamilan anak indeks. Ibu yang tidak menerima segala bentuk perawatan antenatal atau yang mengunjungi rumah kelahiran spiritual dan rumah kelahiran tradisional untuk perawatan antenatal dikeluarkan. Juga dikecualikan adalah ibu yang adalah pekerja kesehatan klinis (dokter, perawat, fisioterapis, dan apoteker).

(28)

khusus, responden ditanya apakah mereka dikonseling tentang kelahiran asfiksia oleh tenaga kesehatan (digambarkan sebagai ketidakmampuan bayi yang baru lahir menangis spontan pada saat lahir) selama kunjungan klinik antenatal. Kuesioner juga mencari informasi tentang pengetahuan responden tentang faktor umum risiko, efek, dan langkah-langkah pencegahan untuk asfiksia lahir pada "Ya" atau "Tidak" dasar. Jawaban yang benar diberi skor satu tanda setiap saat respon yang salah dan nonattempts diberi skor nol. Skor itu dijumlahkan untuk setiap bagian dari pengetahuan (faktor risiko, efek, langkah-langkah pencegahan). Skor minimal 50% dianggap sebagai memuaskan sementara skor di bawah 50% dianggap sebagai tidak memuaskan. Skor pengetahuan yang berkaitan dengan tempat perawatan antenatal serta sejarah konseling tentang asfiksia lahir.

Klasifikasi sosial ekonomi keluarga dilakukan dengan menggunakan pendidikan orang tua dan pekerjaan ini. Para profesional dan paling berpendidikan tinggi milik kelas I sedangkan pengangguran, buruh dan paling berpendidikan milik kelas V. [11] Untuk studi ini, kelas I dan II dianggap sebagai bagian atas sementara kelas III adalah kelas menengah dan IV dan V dianggap sebagai lebih rendah. Para responden dikelompokkan ke dalam kelompok umur (≤30 tahun atau> 30 tahun), kelompok paritas (primipara atau multipara), kelompok pendidikan (tersier atau sekunder dan bawah), kelompok sosial-ekonomi (atas atau bawah), dan juga didasarkan pada pribadi pengalaman dengan anak sesak napas. Berbagai strata responden dibandingkan pengetahuan mereka secara keseluruhan tentang asfiksia lahir menggunakan analisis bivariat.

Data dikelola dengan Paket statistik untuk Ilmu Sosial (SPSS), versi 15, dengan menggunakan statistik deskriptif dan inferensial. Proporsi dibandingkan dengan menggunakan rasio odds (OR) dan interval kepercayaan 95% (CI). CI termasuk 1,0 signifikansi statistik didefinisikan.

Hasil Top

Gambaran umum responden

(29)

dan 4 (1,2%) yang multipara dan grandmultiparous masing-masing. Sebagian besar responden (221; 62,4%) memiliki pendidikan tinggi sedangkan sisanya 95 (26,8%) dan 38 (10,8%) memiliki pendidikan menengah dan pendidikan dasar masing-masing. Distribusi menurut kelas sosial-ekonomi menunjukkan bahwa 212 (59,9%) berasal dari kelas bawah, sementara 126 (35,6%) dan 16 (4,5%) milik kelas menengah dan atas masing-masing.

Seratus dua puluh waktu tujuh (35,9%) responden sebelumnya memiliki bayi yang sesak napas saat lahir: 48 (37,7%) yang disampaikan dalam fasilitas pribadi, 29 (22,8%) yang disampaikan di rumah sakit pendidikan, 22 (17,3%) di tradisional rumah kelahiran, 14 (11,0%) di rumah kelahiran spiritual, dan 14 (11,0%) di fasilitas kesehatan umum lainnya.

Tempat perawatan antenatal

Seratus dua puluh satu (34,2%) memiliki pelayanan antenatal di fasilitas pribadi sementara 233 (65,8%) memiliki pelayanan antenatal di berbagai rumah sakit umum. Fasilitas ini kesehatan masyarakat termasuk rumah sakit pendidikan (177; 50,0%), rumah sakit umum (40; 11,3%) dan pusat kesehatan primer (16; 4,5%).

Proporsi responden yang memiliki pendidikan tinggi di antara mereka yang menghadiri rumah sakit pendidikan dan fasilitas umum dan swasta lainnya untuk perawatan antenatal yang mirip {107/177 (60,5%) vs 114/177 (64,4%); OR = 0,8; CI = 0,54, 1,33}. Di sisi lain, proporsi responden yang berasal dari kelas sosial ekonomi atas di antara peserta dari rumah sakit pendidikan yang lebih rendah dibandingkan dengan peserta dari fasilitas lain {56/177 (31,6%) vs 86/177 (48,6% ); OR = 0,5; CI = 0,31, 0,77}.

(30)

demikian, responden yang menghadiri rumah sakit pendidikan yang 16 kali lebih mungkin untuk konseling tentang asfiksia lahir (OR = 16,3; CI = 9,25, 29,07). Di sisi lain, dengan pengecualian dari responden yang menghadiri rumah sakit pendidikan, tidak ada perbedaan dalam proporsi responden yang dikonseling saat menghadiri fasilitas pribadi untuk perawatan antenatal dibandingkan dengan mereka yang dikonseling saat menghadiri fasilitas umum {32/121 ( 26,4%) vs 16/56 (28,6%); OR = 0,9, CI = 0,33, 2,48}.

Diskusi

Penelitian ini menunjukkan bahwa lebih dari separuh responden yang disurvei menerima konseling tentang asfiksia lahir selama kunjungan klinik antenatal. Ini mungkin muncul terpuji, meskipun masih jauh berbeda dari yang diharapkan. Namun, itu berarti bahwa hampir setengah dari wanita yang memiliki perawatan antenatal di fasilitas pada populasi ini, mungkin tidak diharapkan untuk menjadi akrab dengan atau mengadopsi sikap pencegahan yang tepat sehubungan dengan asfiksia lahir selama kehamilan mereka berikutnya. Ini menyoroti bagaimana kekurangan dalam sistem kesehatan dapat berkontribusi pada pelestarian beberapa penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak usia seperti yang diamati sebelumnya. [12]

(31)

publik biasanya disubsidi, dan dengan demikian, menarik pelanggan besar, sektor swasta mahal dan dengan demikian, biasanya dilindungi oleh lebih sedikit dan sosial-ekonomi diuntungkan klien (data tidak dipublikasikan. Perbedaan-perbedaan ini dapat mempengaruhi kualitas dan intensitas pendidikan kesehatan yang diterima sebagai bagian dari perawatan antenatal di fasilitas kesehatan publik dan swasta. Pengamatan tentang tingkat dasar dan menengah perawatan dalam survei ini adalah pemikiran karena fasilitas ini adalah port pertama yang diharapkan dari panggilan ketika mencari perawatan kesehatan , termasuk layanan bersalin. Oleh karena itu, ada kebutuhan mendesak untuk meninjau ruang lingkup kegiatan pelayanan antenatal di berbagai tingkat pelayanan kesehatan di negara ini dan menegaskan kembali posisi utama pendidikan kesehatan sehubungan dengan, bukan hanya kehamilan, tetapi juga dengan hormat dengan komplikasi yang mungkin timbul saat melahirkan dan mungkin memiliki dampak serius pada bayi.

Survei menunjukkan bahwa pengetahuan keseluruhan responden tentang faktor-faktor risiko dan gejala sisa dari asfiksia lahir miskin. Dalam survei ini, responden yang menghadiri rumah sakit pendidikan klinik antenatal memiliki pengetahuan terbaik tentang asfiksia lahir sedangkan peserta dari klinik antenatal swasta memiliki pengetahuan terburuk. Hal ini mencolok bahwa ada kebutuhan untuk melakukan lebih di semua tingkat perawatan baik di sektor kesehatan publik dan swasta.

(32)

langkah pencegahan yang tepat. Oleh karena itu, dampak dari langkah-langkah pencegahan berbasis klinik mungkin minimal. Demikian pula, dengan pengetahuan yang buruk dari faktor risiko asfiksia lahir, pendek-statured atau wanita hamil hipertensi tidak mungkin untuk mencari perawatan medis yang tepat yang pada akhirnya akan mencegah asfiksia pada bayi. Hal ini diperparah oleh fakta bahwa hanya sepertiga dari responden dihargai pengiriman luar fasilitas kesehatan ortodoks sebagai faktor risiko asfiksia lahir. Ini mungkin bertanggung jawab untuk praktek luas melahirkan di rumah bersalin tradisional dan spiritual [15] di mana terampil resusitasi bayi baru lahir adalah tidak ada.

Survei tersebut juga menunjukkan bahwa konseling, sebagai bentuk pendidikan kesehatan, meningkatkan pengetahuan tentang masalah kesehatan umum. Bahkan di antara peserta dari rumah sakit pendidikan klinik antenatal, responden yang tidak menerima konseling tentang asfiksia lahir memiliki pengetahuan yang lebih buruk tentang kondisi tersebut. Oleh karena itu, setiap sesi klinik di rumah sakit harus digunakan sebagai kesempatan untuk memberikan pendidikan kesehatan bagi klien. Hal ini penting untuk dicatat pengetahuan miskin responden yang menghadiri klinik antenatal pribadi tentang asfiksia lahir. Seperti kebanyakan wanita hamil di ini bagian dari negara memanfaatkan layanan bersalin swasta, [17] mungkin perlu berkonsentrasi kegiatan pendidikan kesehatan di fasilitas kesehatan tersebut. Tenaga kesehatan harus memiliki kesempatan untuk dilatih dan dilatih ulang tentang masalah kesehatan yang penting dan metode penyampaian program pendidikan berorientasi klien. Ini mungkin berguna untuk secara ketat membagikan periode khusus untuk pendidikan kesehatan tentang komplikasi persalinan termasuk asfiksia lahir. Modus pengiriman pendidikan dapat ditingkatkan dengan sederhana, audiovisual murah. Pamflet informasi Induk disiapkan dalam bahasa lokal juga dapat didistribusikan di tempat-tempat umum seperti pasar dan rumah-rumah agama.

(33)
(34)

DAFTAR PUSTAKA

Aminullah Asril. 1994. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina pustaka Sarwono Prawirohardjo

Effendi Nasrul. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC : Jakarta.

Manuaba, Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC

Gambar

Tabel 1.2  Apgar Skor
Tabel 1.4. Perencanaan / Intervensi
Tabel 1.4. Perencanaan / Intervensi
Tabel  1.4 Perencanaan / Intervensi
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dari keterangan itu, kita dapat menyatakan bahwa kurikulum pendidikan nasional yang mengabaikan sejarah sebagai mata pelajaran adalah sangat keliru, karena tanpa pemahaman

Dengan adanya jumlah Infak yang ditetapkan bagi calon jemaah Haji kota Palopo, maka timbullah keinginan penulis untuk mengkaji dan meneliti mengenai Infak Haji yang diputuskan

Berdasarkan data IHPB Provinsi Kalimantan Timur yang dicatat dalam bentuk bulanan dari bulan Januari 2002 - Desember 2006 dan Januari 2009 - September 2013 dilakukan

Pada kalimat (23) ~tsumori datta berada dalam kalimat lampau dan secara keseluruhan mengandung makna bahwa pembicara sebagai orang pertama sebelumnya telah

REFOLIS ISKANDAR Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

Dalam kurun waktu tahun 2011 sampai 2013 terdapat 25 orang responden penelitian kohort PTM yang selalu diperiksa status neurologinya karena pada saat skrining melalui

Tujuan akhir yang ingin dicapai perusahaan yang terpenting adalah memeperoleh laba atau keuntungan yang maksimal, disamping hal- hal lainnya. Dengan memperoleh laba yang

Adanya pengaruh dividen changet terhadap profitabilitas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nissim dan Ziv (2001) dan sejalan dengan hasil penelitian