• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keamana Uni Eropa Pasca Perang Dingin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Keamana Uni Eropa Pasca Perang Dingin"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Keamanan Uni Eropa Pasca Perang Dingin Oleh : Gigih AL Islami

Abstraksi

European was estabilish trough existence of United State for decade, this was made by NATO as one of US tool to estabilish European stability. US had been being an hegmonic state at Europena region, to estabilish from any treat as long as cold war did. By the end of cold war, NATO and US at Europe have been irelevan. Some plitical intervence of US interest to the European Countries trough NATO was delegitimate US in Europe. Europe is growing to build it’s independence of security by European Security ang Defence Policy. Curent ESDP has been going to be next capter of Europe stability. How is ESDP and NATO been going in the curent estabilishment of Europe.

Key word: EU, ESDP, US, NATO

Pendahuluan

Usaha Masyarakat Batubara dan Baja Eropa (ECSC) sebagai cikal bakal integrasi eropa1 mengawali usaha pembentukan kerjasama mengenai keamanan dalam wadah

Komunitas Pertahanan Eropa (EDP). Diusung oleh Jean Monet, Ia mempromosikan ide tentang usaha kolektif enam Negara anggota ECSC untuk membentuk suatu usaha kolektif menangkal ancaman Uni Soviet sebagai usaha memperkuat potensi militer dan membentuk tentara Eropa yang beranggotakan enam Negara anggota ECSC. Usaha ini mengalami kegagalan setelah Prancis menolak proposal Monnet dengan alasan ketidaksetujuan pola federalisme kinerja EDC.2

Tidak lama setelah kegagalan perencanan ini, dilanjutkan dengan pengajuan perencanan Prancis untuk integrasi eropa. Dikenal dengan Fouchet Plan, rancangan yang diajukan Prancis ini bertumpu atas identitas Negara anggota. Hingga mencapai kerjasama yang bertujuan membentuk koordinasi kebijakan luar negri, kebijakan keamanan bersama dan memperkuat keamanan Negara anggota dari agresi militer. Kerjasama politik Eropa terbentuk dua tahun kemudian melalui penandatanganan Akta Tunggal Eropa (SEA) yang secara resmi menyertakan Kerjasama Politik Eropa (EPC) sebagai bagian dari Masyarakat Eropa (ME). SEA memiliki tiga sasaran utama di dalamnya; pembentukan pasar tunggal

1 European intergrations after world war II dalam artikel J. Sucheck dipublikasikan melalui http://www.kakanien.ac.at/beitr/fallstudie/JSuchacek1.pdf diakses pada 4/2/12 12 : 50 pm 2 CFSP dan Integrasi Uni Eropa oleh Zalvin Prakoso diakses melalui

(2)

eropa, merancang kebijakan luar negri dan keamanan bersama, dan memperluas ruang gerak Me ke bidang yang belum tersentun (bidang keamanan).3

Setelah berjalan SEA segera dihadapkan pada tantangan eksternal di daratan Eropa. Selain akibat unifikasi Jerman menjadi satu kesatuan, runtuknya Uni Soviet menumbuhkan suasana baru Eropa Kala itu. Mundurnya Uni Soviet dari perang dingin dengan AS memunculkan gelombang kemerdekaan Negara – Negara baru ekswilayah Soviet di Eropa Tengah dan Timur (ETT). EPC mengalami kelemahan menghadapi situasi ini, Eropa kurang mampu beradaptasi terhadap perkembangan dan perubahan situasi keamanan internasional masa itu.

Mula keadaan ini yang melatar belakangi kebutuhan EU untuk menjamin keberlanjutan Pasar Tunggal Eropa (PTE) dan Uni Moneter Eropa (UME) untuk mampu mempenetrasikan perluasan kepentingan Masyarakat Eropa menuju ranah internasional. Walaupun NATO telah menjadi salah satu elemen keamanan Eropa Barat melalui eksistensi AS dalam hal penyelaras keamanan Eropa, namun keadaan internasional yang berubah seiring perubahan konteks Pernag Dingin, merubah pula persepsi keamanan eropa. Keberadaan NATO sebagai wadah penangkal ancaman terbesar Eropa saat itu (Uni Soviet) berubah dengan runtuhnya Uni Soviet. Sementara itu alasan kehawatiran akan agresivitas Jerman segera terbantahkan dengan penyegeraan diri integrasi Jerman kedalam Eropa dengan pengorbanannya atas mata uang “Deutsch Mark” menyatukan diri kedalam UME. NATO disisi lain terlihat sebagai usaha AS melakukan Penetrasi kepentingan politiknya di daratan Eropa Barat melalui berbagai oprasi militernya. Sementara itu di sisi lain Jerman juga segera mendukung pembentukan “European rapid-response force”.4

Penetrasi kepentingan AS melalui NATO dapat segera terlihat setelah program agresi milter AS ke Irak melalui Nato pada tahun 2003. Kondisi ini memicu berbagai pertentangan ekonomi maupun politik. Seketika itu pula legitimasi atas kepemimpinan AS di Eropa memudar, hal lain adalah semakin terlihatnya kekeroposan AS setelah mengalami krisis Ekonomi akibat kebijakan yang offensive dalam kebijakan luar negrinya. Mengantisipasi hal ini, pula yang akhirnya merelevansikan uasaha keamanan Ekonomi ME membentuk mata uang tunggal Euro sebagai mata uang mereka. Tanda – tanda ini melatarbekangi kepercayaan

3 Duke, S. 2000, The Elusive Quest for European Security, St. Anthony’s Series, MacMillan Press dalam Zalvin Prakoso ibid.

(3)

diri UE untuk terus mengutamakan independensi setelah lama mngenatungkan keamanan melalui eksistensi AS.

Landasan Teoritis

Regional security complex/kompleksitas keamanan regional merupakan hasil interkasi unsur – unsur geografis, entitas dan budaya dalam satu wiayah, dimana keadaan ini akan mengakibatkan kesaling tergantungan antar aktor Negara yang akhirnya memicu terbentuknya keompleksitas keamanan regional. Regional scurity compleks dipahami sebagi suatu kedekatan yang muncul diantara sekumpulan negra dikarenakan satu dan lain hal, yang mengakibatkan keamanan dasar Negara – Negara tersebut tergabung dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain5. Dalam hal ini, keamana satu Negara sangat berhubungan erat

dengan Negara yang lain, sehingga keamanan nasional tidak mungkin ada tanpa memperhatikan keamanan wilayah. Meski demikian, tidak berati hubungan antar Negara dalam kawasan ini akan berlangsung harmonis, tetap terjadi persaingan dan perimbangan kekuasaan serta serta bentuk aliansi yang mungkin muncul di dalam kawasan, selain itu juga bermuara pada masuknya faktor eksternal kedalam kawasan dalam membentuk pola tertentu dalam regional.

Buzan dan Waefer juga menyebutkan empat variabel penyusun struktur esensial RSC6, yaitu:

1. batas wilayah (yang membedakan RSC dengan Negara sekitarnya), 2. struktur anarkis (RSC harus terdiri dari dua atau lebih unit-unit otonom), 3. polaritas (adanya penyebaran kekuasaan antar unit), dan

4. konstruksi sosial (yang meliputi pola persepsi amity dan enmity antar unit).

Dalam analisa regional security complex dapat dilakukan melalui pengamatan pola amity and enmity dan melalui pengamatan atas pola distribusi kekuasaan Negara – Negara utama/penting di kawasan.7 Yang dimaksud dengan amity oleh Buzan adalah hubungan antar

Negara yang terjalin berdasarkan mulai dari rasa persahabatan sampai pada ekspektasi (expectation) akan mendapatkan dukungan (support) atau perlindungan satu sama lain.

5 Barry Buzan dan Ole Waefer, ( 2003), Regions and Power : The Structure of International Security, Oxford, Cambridge University Press

6Ibid. p: 45 – 50

7 Barry Buzan, (1991), People, States, and Fear, London: Harvester Wheatsheaf p: 186 –

(4)

Enmity itu sendiri adalah digambarkan sebagai suatu hubungan antar Negara yang terjalin atas dasar kecurigaan (suspicion) dan rasa takut (fear) satu sama lain.

Pattern of amity/enmity dapat muncul dan berkembang akibat dari berbagai hal yang bersifat spesifik seperti sengketa perbatasan, kepentingan yang berkaitan dengan etnik tertentu, pengelompokan ideologi dan warisan sejarah lama, baik yang bersifat negatif maupun yang bersifat positif. Selain itu terdapat pula pola distribusi kekuasan di dalam kawasan yang dapat berupa pengaruh faktor internal mauun eksternal.

Dalam bentuk faktor internal, pergeseran kekuasaan dapat dipicu oleh peningkatan keberhasilan pembangunan oleh satu Negara. Sedangkan dalam bentuk faktor eksternal, pola arus kekuasaan dapat tercipta melalui tiga suasana. Yang pertama adalah dengan ikut bergabung langsung di dalam kawasan, bentuknya dapat berupa bantuan langsung militer terhadap Negara – Negara di dalam kawasan atau pun dengan menempatkan kekuatan militernya di dalam kawasan. Yang kedua, dapat dilakukan dengan pembentukan aliansi dengan Negara di dalam kawasasn. Dan yang terakhir adalah melalui penarikan diri dari dalam satu kawasan.

Teori ini akhirnya berimplikasi pada pembentukan pengaturan keamanan sebagai usaha regionalisasi yang berbasis keamanan kawasan. Terdapat lima model dalam pengaturan keamanan, integrasi, model pluralistik, kolektif, great power concert, dan power restraining power.

Model integrasi merupakan bentuk dimana kawasan akan membentuk lembaga supra-state yang memegang otonomi kusus untuk membentuk badan pertahanan kawasan, saat terjadi konflik, Negara tidak lagi bertindak atas nama Negara, melainkan atasnama badan supra state yang menaunginya. Model ini tercermin dalam uni eropa.

(5)

Terkahir adalah bentuk power restraining power, dimana keamanan regional merupakan hasil usaha pencapaian distribusi power di kawasan, konsep ini mengedepankan faktor penyeimbang dalam kawasan guna menghindari hegemon di kawasan tersebut.

Pembahasan

Eropa sempat diwarnai oleh dinamika peperangan antar Negara modern selepas perjanjian Westphalia. Perselisihan yang dapat terekam dalam sejarah adalah Perang Dunia. Terdapat tiga Peranng Dunia yang memiliki dampak yang besar dalam sejarah Eropa. Pertama adalah Perang Dunia I, sejarah mencatat masa ini merupakan masa yang kelam bagi Eropa. Banyak masyarakat sipil yang menjadi korban serta infrastruktur yang rusak berat.

Aktor dibalik kekacauan dunia masa itu adalah neagra, diawali dengan agresivitas Austria – Hungaria atas Bosnia, mengundang solidaritas Russia atas Bosnia. Masih atas dasar yang sama, Jerman mendukung Hungaria – Austria menghadapi Rusia. Secara serentak, Prancis menyertakan diri menghadapi Jerman bersama Rusia yang turut mengundang simpati UK melihat perilaku Jerman atas Belgium. Situasi ini mengawali pola persaingan antara Jerman dengan Negara – Negara adikuasa di Eropa.

Persaingan yang menyeret Jerman menghadapi Inggris dan Prancis ini menjadi awal pola hubungan Negara Eropa sebelum perang dingin. Hal ini terlihat tidak lama stelah PD I berakhir. Kembali Jerman dibawah Adolf Hitler menunjukan agresifitasnya, kali ini Jerman berniat menyatukan dunia di bawah kekuasaan Jerman mlalui fasisme. Dengan segera Jerman menduduki sebagian besar daratan Eropa. Kondisi ini langsung memicu respon aktif negar lain di kaawasan kala itu, berbekal persaingan masa silam, Rusia yang kala itu segera menjadi sasran agresivitas Jerman; mengundang UK, Prancis dan AS untuk bergabung kembali menghadapi Jerman. Di fihak lain, Jerman menyertakan Italia dan Jepang atar landasan kesamaan tujuan dan fasisme.

(6)

Berakhirnya PD II menghadirkan kembali masa perang yang dikenal dengan istilah Perang dingin. Dilatari oleh persaingan ideologis antara AS dan Uni Soviet, menjamah daratan Eropa. Pada situasi ini, muncul gagasan mengenai usaha keamanan Eropa menghindari pecahnya perang. Melalui kerjasama batu bara dan baja (ECSC) melatari usaha ini, hingga akhirnya mulai muncul gagasan integrasi Eropa. Setelah kegagalan usaha pembentukan komunitas Pertahanan Eropa akibat penolakan Prancis, Prancis menggagas kembali pembentukan akta tunggal Eropa sebagai landasan integrasi Masyarakat Eropa (ME). Baik Inggris maupun Prancis masih menunjukan sisi sensitifitas atas segi politik (persoalan keamana) dalam kerjasama ini, meskipun telah terbentuk Pasar tunggal Eropa dan Uni Moneter Eropa yang menunjukan keberhasilan yang signifikan. Faktor keterpurukan masa silam atas perilaku Jerman mempengaruhi kekhawatiran Eropa untuk menyertakan Jerman dalam urusan keamanan mereka dalam bentuk integrasi keamanan.

Akhir perang dingin membawa dampak baru bagi hubunga Negara – Negara Eropa, terutama tanggapan atas Jerman. Setelah Jerman bersatu kembali akibat perselisihan ideologis semasa perang dingin, segera Jerman menunjukan itikad yang baik dalam mendukung integrasi Eropa. Setelah menyerahkan perubahan mata uangnya mengikuti aturan bersama Eropa, Jerman menyatakan dukungannya dalam perencanaan pembentukan pasukan pertahanan Eropa.

Situasi ini yang melatarbelakangi kelonggaran sikap Inggris dan Prancis menghadapi kerjasama politik, faktor lain adalah ketidak sesuaian identitas Eropa dengan NATO yang cenderung mengimplementasikan kepentingan politik AS atas Eropa. Hal ini jelas terlihat stelah agresi NATO atas Irak yang kala itu mendapat tentangan keras Negara – Negara Eropa Barat termasuk Inggris dan Prancis yang akhirnya harus turut serta dengan tanpa suka rela.

Keterbukaan atas hubungan keamanan bersama Jerman ditunjukan melalui penandatanganan kerjasama dalam deklarasi St. Paulo 1998. Perjanjian ini berisi tentang kebutuhan Eropa untuk memiliki kemampuan ayng otonom dalam berbagai tindakannya yang didukung dengan kemampuan militer yang memadai.8 Keberhasilan kerjasama yang

ditunjukan Negara – Negara Eropa Barat pasca perang dunia kedua merubah pola hubungan di antara mereka. Keberhasilan ini telah mapu mebawa integrasi di antara mereka untuk membentuk satu lembaga yang cenrung supra state untuk mengatur dan menjaga kstabilan

(7)

hubungan di antara mereka. Situasi ini memunculkan pola amity yang cukup kuat di antara Negara anggota Uni Eroap.

Berakhirnya perang dingin disisi lain, merubah pola hubunga politik internasional. Isu keamanan mulai meluas bukan hanya terbatas akan masalah perang dan damai, kondisi ini memunclkan inisiatif baru Uni Eropa untuk menjalankan fungsinya lebih mendalam. Setelah menyandarkan urusan keamanan militer kepada AS melalui NATO, kini tuntutan akan keadaan yang berubah mendorong EU untuk cepat melakukan langkah adaptif. Berbagai kebutuhan akan independensi demi efektifitas peranan EU kedepan menjaga stabilitas dan keamanan kawasan berdasarkan interpretasi mandiri melatari EU untuk memiliki kemampuan pengamanan secara mandiri.

Salah satu gagasan yang muncul adalah Kebijakan Keamanan dan Pertahanan Eropa (ESDP). Institusi ini dicanangkan sebagai wadah bagi integrasi keamanan bersama egara Uni Eropa, situasi integrasi ekonomi yang telah terbentuk akan melatari pola kerjasama ini menuju integrasi selanjutnya. Intergrasi Eropa dalam hal politik, menyandarkan kembali persoalan politik kepada NATO pasca Perang Dingin menjadi sedikit kurang relevan.

Beberapa yang melatari pandangan ini adalah perubahan yang signifikan di Eropa, NATO sebagai penangkal Russia telah kehilangan lawannya. Disisi lain fungsinya menjaga Eropa atas kehawatiran agresifitas Jerman talah tebantahkan dengan bergabungnya Jerman terintegrasi bersama kedalam EU. Faktor penetrasi AS atas NATO memunculkan skeptisme tersendiri atas NATO.

Perilaku AS yang tidak mencerminkan identitas Eropa sekarang ini menjadi penghalang bagi keberlanjutan fungsi EU. AS di satu sisi mengedepankan unipolaritas, penggunaan military power dalam urusan keamanan dan perang adalah alasan membela diri. Di sisi lain EU berpegang teguh dengan pengutamaan jalan damai dan diplomatik dalam penyelsaian sengketa, penegakan aturan dan norma dalam melakukan aksi politik luar negri dan mengagungkankan multipolaritas.9 Situasi ini memberkan peluang bagi perjalanan ESDP

kedepan untuk mendapat dukungan penuh identitas EU.

Pertentngan kepentingan dan sasaran tindakan antara EU dan NATO dapat dilihat pula melalui tujuan dan latar belakang berdirinya ESDP. Pertama yang harus diperhatikan adalah terkait sasaran pembentukan ESDP sebagai usaha penciptaan manajemen pertahanan mandiri

(8)

melalui Franco-British Summit di St-Malo Desember 1998. Prancis bersama Inggris mempelopori peningkatan kerjasama militer untuk meningkatkan CSFP untuk semakin terorganisir dengan kemampuan yang lebih mapan dalam melaksanakan oprasi militer yang berorientasi kepada eropa secara utuh. Semuanya ini dilakukan terkait kebutuhan EU untuk menanggulangi krisis eksternal yang berpengaruh kepada stabilitas “Euro” dalam pentas global, seperti maslah kehancuran Yugoslavia atau masalah Kosovo atau krisis yang sempat dialami dunia internasional. Pembentukan ESDP adalah untuk memastikan kapabilitas eropa untuk mengimplementasikan efektifitas kebijakan untuk memenejemen krisis eksternal.10

Dalam tindakan ini EU melaksanakan kebijakan yang berorientasi pembangunana dan penanggulangan jangka panjang untuk mengorientasikan pemulihan negara victim.

Artinya bahwa EU tidak memproyeksikan aksi militer dalam berbagai usahanya menghadapi konflik, keamanan EU lebih diarahkan untuk menunjang stabilitas ekonomi. Sebagaimana dalam kasus Iraq, disaat NATO melancarkan aksi militer, meskipun dengan alsan yang sama yaitu untuk menegakan HAM dari rezim ortoriter, namun dalam aksinya EU mempromosikan melalui cara yang berbeda. EU pada 2005 melakukan penanggulangan krisis di Iraq melalui program EUJUST LEX (Integrated Rule-of-Low for Iraq). Program ini telah dilaksanakan hingga 2009, EU melakukan misinya melalui ESDP untuk menggelontorkan bantuan dana dalam bentuk program pelatihan dan pembentukan kader profesional untuk kepolisian, lembaga kehakiman serta sektor lembaga permasyarakatan (penjara) untuk meningkatkan dan mepromosikan kepedulian akan hak asasi manusia. Program ini di laksanakan EU bekerjasama dengan Yordania dan Mesis sebagai tuan rumah penylenggara kegiatan selama pelatihan berlangsung. Untuk tahapan awal pelaksanaan pada 2005, EU menggelontorkan dana hingga 10 juta euro, kemudian pada 2007 di lanjutkan dengan pendanaan mencapai 21 juta euro dan ditutup hingga 2009 dengan jumlah 8 juta euro.11

EU juga melaksanakan aksi serupa untuk banyak wlayah krisis lainya, seperti EUPM di bosnia dan Hersegovina pada 2003 dengan pelaksanaan program jangka panjang. Ddalam program ini EU juga melakukan pendekatan diplomatis dengan membantu pendanaan pelaksanaan pelatihan ini hingga mencapai angka 122, 3 juta euro.12 Begitu juga dengan

fYROM di Concordia dengan melakukan peace keeping untuk pelaksanaan implementasi

10 Institute for Security Studies, 2004, EU security and Defence Policy: The First Five Years (1999-2004), European Union: Prancis. P. 12

11 Institute for Security Studies, 2009, EU security and Defence Policy: The First Ten Years (1999-2009), European Union: Prancis. P. 231 – 140.

(9)

Ohird Framework Agreement dengan pendanaan mencapai 6, 2 juta euro.13 Hingga banyak

lagi program EU yang berorientasi pembangunan jangka panjang dan menghindari oprasi militer untuk melaksanakan pembangunannya. Semisal dalam oprasi EU dalam kasua Afganistan, EU menerjukan EUPOL sebagai program ESDP. Program ini ditunjukan kepada segi institusional di Afganistan untuk menlaksanakan pelatihan, pengawalan, pembimbingan dan pengawasan perihal institusional kelembagaan di Afganistan untuk mempromosikan penegakan HAM dengan menciptakan pembentukan standar oprasional pelaksanaan kelembagaan pemerintahan.14

Gambaran situasi yang dicerminkan EU melalui ESDP ini dapat menggambarkan sasaran EU untuk menciptakan standar oprasional yang tersendiri dalam pelaksanaan oprasinya yang berorientasi keamanan. Bukan berorientasi militersristik semta namun dalam hal ini adalah melaksanakan program jangka panjang yang sangat bertentangan dengan standar opraasional yang diterapkan NATO yang lebih menggunakan pendekatan militeristik.

Situasi di atas yang menggambarkan dualisme kepemimpinan di Eropa antara EU dan NATO dalam segi keamanan. Orientasi EU yang mengedepankan stabilitas melalui kemapanan ekonomi yang dapat terlihat dari pelaksanaan kebijakan kedalam maupun keluar untuk memprioritaskan pembangnunan menjadi orientasi utama EU. Sementara NATO melalui dominasi AS dalam berbagai aktifitasnya seperti di Afganistan dan Iraq yang hingga kini belum usai memberikan tantangan bagi orientasi EU ini. Keanggotaan NATO yang juga didominasi oleh anggota – anggota EU memaksa mereka untuk melakukan standar oprasional NATO. Maka ESDP mengalami tantangan dalam pelaksanaan tujuan – tujuannya yang mencitrakan tujuan dan standar oprasional sebagaimana telah dilaksanakan di berbagai aksi ESDP.

Kesimpulan

Akhir dari perang dingi telah merubah dinamika keamanan Eropa, pencapaian integrasi menandai pola hubungan baru anta negara di kawasan ini. EU talah menandai babak baru perhatian atas Jerman, masa perang dingin yang berakhir telah membawa arah baru dalam perhatian di Eropa menuju pembangunan. Di sisi lain, NATO sebagai bagian dari tradisi perang merupakan warisan yang berdiri kokoh di tengah keberadaan EU. Perbedaan

(10)

dinamika keamanan dengan akhir perang dingin turut berimbas kepada orientasi keamanan Eropa dengan banyak pencapaian yang telah dilakukannya. EU membentuk ESDP untuk mencapai orientasi keamanannya yang lebih mandiri.

Keberadaan ESDP telah menebalkan dualisme antara NATO dan EU di Eropa pasca Perang Dingin. Perbedaan orientasi antara EU dan NATO mengarahkan standar oprasional yang berbeda dalam orientasi keamanan, NATO yang merupakan akses utama AS di Eropa, membawa Eropa pada beberapa kasus untuk melaksanakan hal yang berlawanan dengan tujuan EU. Seperti yang terjadi di Iraq dan Afganistan. Hal ini yang menjelaskan usaha EU membentuk ESDP untuk menciptakan standar oprasional aksi penunjangan keamanan. Hal ini dapat diliihat dalam banyak aksi yang digalang melalui oprasi ESDP, sebagaimana yang dilakukan di Iraq dan Afganistan.

Daftarpustaka

Barry Buzan dan Ole Waefer, ( 2003), Regions and Power : The Structure of International Security, Oxford, Cambridge University Press

CFSP dan Integrasi Uni Eropa oleh Zalvin Prakoso diakses melalui

http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/4108118138.pdf 21/042012 8:02

Duke, S. 2000, The Elusive Quest for European Security, St. Anthony’s Series, MacMillan Press dalam Zalvin Prakoso

European intergrations after world war II dalam artikel J. Sucheck dipublikasikan melalui http://www.kakanien.ac.at/beitr/fallstudie/JSuchacek1.pdf diakses pada 4/2/12 12 : 50 Institute for Security Studies, 2004, EU security and Defence Policy: The First Five Years

(1999-2004), European Union: Prancis.

Referensi

Dokumen terkait

As noted above, CIRCA does not know how long the light has been green when it is observed; therefore, in the worst case, it is assumed that the temporal transition to the yellow state

Apabila, selama Periode Pertanggungan, pada saat Tertanggung melakukan suatu Perjalanan, Tertanggung harus menanggung suatu kewajiban kepada suatu pihak ketiga, maka Perusahaan

KadangͲkadang ada kebutuhan untuk mengirimkan sebuah email kepada seseorang tapi kita tidak ingin orang tersebut tahu bahwa kita juga mengirimkan tembusannya kepada alamat orang

TATA KELOLA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DALAM MENINGKATKAN KUALITAS DAN DAYA SAING SUMBER DAYA MANUSIA INDONESIA.. Direktorat Pembinaan SMK ditpsmk ditpsmk

Setiap mahasiswa diminta untuk membuat sebuah paper dengan panjang maksimal 500 kata yang berisi rangkuman dan refleksi kritis atas tulisan Abraham van de Beek. yang berjudul

jumlah keluhan nasabah ialah adanya sistem teknologi yang memudahkan nasbah dalam menyelesaikan keluhan atas kegagalan transaksi juga dengan adanya layanan call centre gratis/bebas

Teori Investment : Individu yang kreatif akan menggunakan idea atau benda yang dirasakan oleh orang lain sebagai tidak bernilai kepada sesuatu yang bernilai dan dihargai oleh

Untuk itu penulis menyimpulkan definisi biological assets menurut petani apel adalah tanaman dan tanah; hewan; beserta ekologi yang mempengaruhinya yang merupakan pemberian