• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN INKLUSI MENURUT J DAVID SMITH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENDIDIKAN INKLUSI MENURUT J DAVID SMITH"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pendidikan adalah prioritas utama yang sangat penting karena

pendidikan dapat mengubah manusia dari tidak tahu menjadi tahu. Dari tidak

baik menjadi baik, Pendidikan mengubah semuanya. Begitu penting

Pendidikan, sehingga pendidikan merupakan suatu hak dan kewajiban bagi

setiap orang untuk menempuh dan memperolehnya.

Pendidikan nasional berusaha menciptakan keseimbangan antara

pemerataan kesempatan dan berkeadilan. Pemerataan kesempatan berarti

membuka kesempatan seluas-luasnya kepada semua warga negara dari

berbagai lapisan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan sesuai dengan

Undang-Undang Dasar tahun 1945, Setiap warga negara berhak mendapatkan

pendidikan dan pemerintah wajib untuk menyediakan sarana dan prasarana

pendidikan yang menunjang keberlangsungan pendidikan.

Pemerintah melalui pendidikan nasional diharapkan dapat memberikan

pendidikan yang berkualitas agar tercapainya tujuan pendidikan nasional yaitu

berkembangnya peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga

negara yang demokratis dan bertanggung jawab.1

Pada dasarnya tujuan pendidikan ialah menyediakan lingkungan yang

memungkinkan anak didik untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya

secara optimal, sehingga ia dapat mewujudkan dirinya dan berfungsi

sepenuhnya, sesuai dengan kebutuhan pribadinya dan kebutuhan masyarakat.

1 Murip Yahya, Pengantar Pendidikan, (Bandung: Prospect, 2008), h. 84

(2)

Sesungguhnya setiap anak mempunyai bakat dan kemampuan yang

berbeda-beda pula dan karena itu membutuhkan pendidikan yang berberbeda-beda-berbeda-beda pula.2

Di dalam Islam, pendidikan sangatlah penting terbukti dengan

diturunkannya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad SAW di Gua Hira

yaitu surat yang didalamnya berisi perintah membaca atau mencari ilmu.

Perintah itu terdapat dalam surat Al-‘Alaq ayat 1-5 :

                       

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Mulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya” (QS. Al-‘Alaq : 1-5).

Dari ayat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa karena kata Iqra

digunakan dalam arti membaca, menelaah, menyampaikan dan sebagainya,

dan arena objeknya bersifat umum, maka objek kata tersebut mencakup

segala yang terjangkau, baik ia merupakan bacaan suci yang bersumber dari

Tuhan maupun bukan, baik ia yang menyangkut ayat-ayat yang tertulis

maupun yang tidak tertulis. Alhasil perintah Iqra mencakup telaah terhadap

alam raya, masyarakat dan diri sendiri, serta bacaan tertulis, baik suci maupun

(3)

tidak.3 Apa saja yang harus dibaca atau dipelajari ? jika kita merujuk pada

ayat diatas, yang harus dipelajari adalah sebagai berikut4 :

1. Memahami wujud Allah dengan ilmu tauhid sehingga nilai-nilai

keilahian menjadi barometer dan tujuan Pendidikan dalam Islam.

2. Proses penciptaan yang dilakukan Allah terhadap alam dan isinya

sehingga manusia meyakini tugasnya sebagai khalifah dan kewajiban

memelihara jagat raya ini.

3. Perkembangan intelektualitas manusia sehingga manusia semakin

dewasa dalam menghadapi masalah dan memecahkannya.

Semua ilmu pengetahuan akan meningkatkan kecerdasan manusia dan

memberitahu kepada semua yang belum mengetahuinya.

Makhluk Allah yang mempunyai harakat dan martabat yang paling

tinggi di antara makhluk-makhluk lainnya adalah manusia. Manusia Sebagai

makhluk yang paling tinggi derajatnya, ia dianugerahi beberapa kemampuan

dasar atau potensi dasar. Potensi ini dalam dunia pendidikan Islam lebih

dikenal dengan istilah “al-fitrah”. Kemampuan dasar ini memiliki

kecenderungan tumbuh dan berkembang tahap demi tahap menuju ke arah

yang lebih sempurna.5

Ada dua unsur penting dari Struktur kejadian manusia yaitu unsur

fisik (jasmaniah) dan unsur psikis (rohaniah). Kedua unsur tersebut

mengalami perubahan-perubahan secara berkesinambungan. Keduanya

berkembang dan saling mempengaruhi, bahkan tidak bisa dipisahkan satu

sama lain. Keduanya dikenal dengan istilah psiko-fisik. Unsur psiko-fisik

3M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keseharian “Juz ‘Amma” jilid 15 (Jakarta, Lentera Hati, 2002), h. 393

4Beni Ahmad Saebani, Hendra Akhdiyat, Ilmu Pendidikan Islam 1, (Bandung , CV Pustaka Setia, 2009), cet. Ke-1, h. 10

(4)

manusia berkembang secara integral dan selalu berfungsi, berhubungan secara

timbal-balik dengan penuh keseimbangan dan bersifat harmonis dalam diri

manusia. Keduanya harus berjalan serasi dan selaras dalam seluruh gerak dari

fungsi organ-organ psikis dan fisiknya. Unsur-unsur fisik lebih sering

diistilahkan dengan “biologis” sedangkan unsur-unsur psikis lebih sering

disebut dengan istilah “psikologis”. 6

Di muka bumi ini tidak semua manusia beruntung, ada sebahagian

manusia yang tidak sempurna atau lebih dikenal dengan istilah cacat baik dari

segi fisik maupun dari segi mentalnya. Mereka mempunyai hak yang sama

seperti manusia normal di dalam memperoleh pendidikan. Dalam ajaran Islam

dijelaskan bahwa muslim laki-laki dan perempuan wajib menuntut ilmu atau

berhak dalam memperoleh pendidikan. Mereka juga berhak memperoleh

pendidikan seperti manusia normal pada umumnya. Jadi, tidak ada

diskriminasi di dalam memperoleh pendidikan maupun tempat berpendidikan

bagi anak yang tidak normal atau cacat.

Sebagai negara yang berpenduduk mayoritas muslim, pendidikan

Islam mempunyai peran yang sangat signifikan di Indonesia dalam

pengembangan sumber daya manusia dan pembangunan karakter, sehingga

masyarakat yang tercipta merupakan cerminan masyarakat Islami. Dengan

demikian Islam benar-benar menjadi rahmat bagi seluruh alam. Pendidikan

Islam bersumber pada nilai-nilai agama Islam di samping menanamkan atau

membentuk sikap hidup yang dijiwai nilai-nilai tersebut.7

Namun, hingga kini pendidikan Islam masih menghadapi beberapa

tantangan. Tantangan pendidikan Agama Islam terkait dengan tantangan

6Husnizar, Konsep Subjek Didik Dalam Pendidikan Islam, Cet I, h. 1

(5)

dunia pendidikan di Indonesia pada umumnya, terutama dalam meningkatkan

sumber daya manusia Indonesia, yaitu jika kualitas pendidikan menurun

maka kualitas sumber daya manusia juga menurun dan lemah pula dalam hal

keimanan dan ketakwaan.

Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan

peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat

tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik

(dosen, guru, instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan

keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna.

Efektifitas pendidikan di Indonesia sangat rendah. Setelah praktisi pendidikan

melakukan penelitian dan survey ke lapangan, salah satu penyebabnya adalah

tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelum kegiatan pembelajaran

dilaksanakan. Hal ini menyebabkan peserta didik dan pendidik tidak tahu

“goal” apa yang akan dihasilkan sehingga tidak mempunyai gambaran yang

jelas dalam proses pendidikan. Hal ini merupakan masalah terpenting jika

menginginkan efektifitas pengajaran dan masalah ini sebagian akan

terpecahkan dengan memperbaiki beberapa sektor di dalam pengajaran yang

dilakukan oleh pendidik di dalam kelas.

Pendidikan Inklusi merupakan pendidikan yang menampung semua

peserta didik yang beragam pada kelas yang sama. Sekolah ini

menyediakan program pendidikan yang sesuai dengan kemampuan dan

(6)

merupakan tempat setiap anak diterima menjadi bagian dari kelas tersebut

dan saling membantu agar kebutuhan individualnya dapat terpenuhi.8

Jika siswa, orangtua, guru, dan sekolah tumbuh dalam suatu

lingkungan dengan keterbukaan dan sensitifitas yang sangat kondusif bagi

tiap individu dan mempunyai kesadaran pembaruan untuk setiap misinya,

maka suasana kepercayaan dan kerjasama yang meningkat dapat tercipta.

Keterlibatan semua orang dalam mempersiapkan siswa-siswa yang

memiliki hambatan dalam kehidupan masyarakat yang lebih terbuka harus

saling dibicarakan. Akhirnya, pendidikan bagi siswa-siswa ini harus

dilakukan dengan usaha-usaha yang dirancang secara individual yang

sebenarnya, yang dapat menjamin baik kebutuhan inklusi, kebutuhan bagi

layanan pembelajaran khusus, maupun lingkungan yang mendukung

sehingga siswa-siswa dapat memperoleh keberhasilan akademis. semua

pendidik harus punya ‘rasa memiliki’ pada semua siswa, termasuk yang

menyandang hambatan. Pada saat bersamaan, penting bahwa lingkungan

dan jaminan bagi program pendidikan individual, dukungan keterlibatan

orangtua, tersedianya guru yang dilatih secara khusus sebagai ahli terapi,

serta ketetapan pelayanan remidi pengembangan dan terapis, hendaknya

selalu dipertahankan. Pencapaian program layanan pendidikan individual

bagi setiap siswa merupakan suatu proses yang dinamis. Karena itu,

keputusan-keputusan mengenai perpaduan layanan pendidikan khusus

(7)

yang efektif dan praktik Inklusi harus terus dikaji kembali dan diperbarui

untuk memberikan yang terbaik bagi siswa-siswa.9

Salah satu tokoh dalam pendidikan Inklusi yaitu J. David Smith,

beliau memberikan cara pandang mengenai inklusi dengan pembahasan yang

luas dan memadai dan pemikiran beliau sangat berguna bagi para guru untuk

lebih mengenali karakter anak berkebutuhan khusus dan anak normal. Smith

ialah sosok pendidik, pemikir dan juga peneliti yang menawarkan

pemikirannya tentang pendidikan inklusi untuk masyarakat pada umumnya

dan anak-anak yang masih sekolah pada khususnya. Melalui bukunya

Inclusion, School for All Student” yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa

Indonesia berjudul “Inklusi Sekolah Ramah Untuk Semua”/ “Konsep dan

Penerapan Pembelajaran Sekolah Inklusi” memberi arti bahwa Inklusi bagi

semua siswa bukan hanya sekedar harapan belaka, akan tetapi menjadi tujuan

pendidikan yang harus dicapai bagi semua anak yang berusia sekolah,

termasuk anak berkelainan.10 Selain itu, beliau mengharuskan dalam

pengajaran dan tenaga pengajar mempunyai rasa penuh kasih sayang, kreatif,

serta berkemampuan cukup sehingga bisa menciptakan ruang kelas yang

Inklusi bagi semua siswa dan lingkungan pengajaran yang bisa menerima

berbagai ragam karakter siswa. 11

John David Smith, atau yang lebih dikenal dengan J. David Smith

adalah salah seorang tokoh pemerhati pendidikan dari Amerika Serikat dan

9 J. David Smith (Pen), Moh. Sugiarmin, MIF Baihaqi (ed), Konsep dan Penerapan Pembelajaran Sekolah Inklusi, h. 52-53.

10 J. David Smith (Pen), Moh. Sugiarmin, MIF Baihaqi (ed), Inklusi Sekolah Ramah Untuk Semua, (Bandung: Nuansa, 2009), Cet. II, h. 18.

(8)

beliau banyak mengungkapkan pemikirannya di dalam sebuah buku termasuk

buku tentang pendidikan Inklusi yang didalamnya terdapat beberapa

pemikiran beliau yang juga dapat diterapkan dalam pendidikan Islam di

Indonesia seperti Menciptakan suasana sekolah yang menghargai Multikultur,

kita mengetahui bahwa Indonesia memiliki beragam suku, budaya dan agama.

Jadi di dalam pendidikannya haruslah menghargai setiap suku, budaya, agama,

ras, kelas, kelamin, atau perbedaan lainnya, lebih menganggap sebagai

keserupaan daripada perbedaan. Menciptakan suasana persamaan gender di

sekolah, di dalam pendidikan Indonesia secara umum memang tidak terlihat

adanya diskriminasi gender, semua akan terlihat jika memasuki wilayah kelas

di sekolah, seperti contohnya sebagian guru banyak bicara pada murid

laki-laki karena anak laki-laki-laki-laki lebih berani dibandingkan anak perempuan untuk

berbicara selama diskusi dan guru-guru menerima sikap mereka. bila murid

perempuan bicara, sebagian guru tidak mendukung dan mengoreksi sikap

mereka. Anak laki-laki dalam penelitian yang dilakukan oleh Sadker dan

Stulberg mendapat lebih banyak perhatian dibandingkan anak perempuan.12

Menerima perbedaan manusia, lembaga sekolah harus menjadi lembaga yang

berperhatian, dimana siswa, guru, supir bus jemputan, penjaga kantin, kepala

sekolah dan semua yang lain menerima penegasan yang positif mengenai

kebaikan, empati, dan perhatian. Setiap orang yang turut serta di dalam

pendidikan butuh kesempatan bekerja dan menikmati kebersamaan,

membentuk kedekatan, serta membagi keberhasilan dan kegagalan.

(9)

Indonesia adalah negara yang berpenduduk mayoritas muslim, banyak

lembaga pendidikan Islam di Indonesia yang harus mengambil peran aktif

dalam pengembangan pendidikan Inklusi agar sumber daya manusia dan

pembangunan karakter masyarakat dapat tercipta dah merupakan cerminan

masyarakat Islami. Dengan demikian Islam benar-benar menjadi rahmat bagi

seluruh alam.

Inilah alasan utama pemikiran J. David Smith penting untuk dibahas

oleh peneliti dengan di relevansikan ke dalam Realisasi Pelaksanaan

pendidikan Islam di Indonesia dan Berangkat dari latar belakang masalah di

atas, maka peneliti tertarik melakukan Penelitian mengenai Pendidikan Inklusi

menurut J. David Smith, untuk mengetahui lebih dalam bagaimana Konsep

dan Penerapan Pembelajaran Pendidikan Inklusi menurut J. David Smith dan

bagaimana Relevansinya terhadap Realisasi Pelaksanaan Pendidikan Islam di

Indonesia Dewasa ini.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah diatas yang telah dipaparkan,

dapat diambil rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu :

1. Bagaimanakah Konsep Pendidikan Inklusi Menurut J. David Smith? 2. Bagaimanakah Konsep Pendidikan Islam di Indonesia ?

3. Bagaimanakah Relevansi Pendidikan Inklusi Menurut J. David Smith

dengan Pendidikan Islam di Indonesia ?

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan

dari penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui Konsep Pendidikan Inklusi Menurut J. David

Smith.

(10)

3. Untuk mengetahui Relevansi Pendidikan Inklusi Menurut J. David

Smith dengan Pendidikan Islam di Indonesia.

D. MANFAAT PENELITIAN

Setelah mengadakan dan melakukan penelitian ini, penulis sangat

berharap mendapat manfaat, minimal ada dua hal yaitu :

1. Dalam kerangka teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat

berguna memperkaya kepustakaan teoritis tentang Pendidikan

Inklusi menurut J. David Smith dan relevansinya dengan

Pendidikan Islam di Indonesia.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk

mengembangkan teori dalam praktik pendidikan guna mewujudkan

tujuan pendidikan.

E. PENELITIAN TERDAHULU

Penelitian Terdahulu merupakan uraian singkat tentang hasil-hasil

penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai masalah sejenis yang

masih terkait, sehingga dapat diketahui secara jelas tentang posisi dan

kontribusi peneliti. Sepanjang penelusuran yang telah dilakukan terhadap

karya ilmiah yang terkait dengan Pendidikan Inklusi dengan menelaah

pemikiran J. David Smith dan relevansinya dengan Pendidikan Islam di

Indonesia ini belum ada yang meneliti dengan serupa, namun setidaknya

sebelum penelitian ini dilakukan telah ada beberapa penelitian lain yang telah

membahas tentang Pendidikan Inklusi akan tetapi peneliti dapat menunjukan

perbedaan dalam hal tertentu.

Ada beberapa peneliti terdahulu yang pernah membahas dan mengkaji

(11)

1. Lilik Wiyono (2009),13 dengan Skripsinya yang berjudul “Pendidikan Agama Islam Dalam Kelas Inklusi di SMA N Mojotengah Wonosobo

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pelaksanaan pendidikan agama

Islam dalam kelas Inklusi yang memiliki keunikan dibandingkan dengan

pendidikan yang sama di kelas reguler bagi anak berkebutuhan khusus.

Penelitian ini terfokus pada pengelolaan kelas dalam pembelajaran PAI

untuk anak berkebutuhan khusus di kelas inklusi dan dibandingkan dengan

pembelajaran PAI di kelas regular.

2. Amir Ma'ruf (2010)14, dengan Tesisnya yang berjudul“Model Pendidikan Inklusi Di Man Maguwoharjo Depok Sleman Yogyakarta.” Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa MAN Maguwoharjo melaksanakan

pendidikan Inklusi sejak berdiri, yakni tahun 1967. Kurikulum yang

digunakan menggunakan kurikulum Departemen Agama. Dari pengalaman

yang telah lalu, ternyata siswa difabel dapat mencerna pelajaran yang

diberikan dan mempunyai kemampuan emosi dan sosial yang bagus, dan

meningkat secara signifikan. Hampir setiap tahun, siswa terbaik adalah

siswa difabel. Ini menunjukkan bahwa dengan pendidikan Inklusi, siswa

difabel diuntungkan dengan lingkungan belajar yang luas, mempunyai

kesempatan berinteraksi sosial dengan siswa yang normal, dan siswa yang

normal mampu belajar bahwa tidak semua orang memiliki kemauan yang

sama.

13 Lilik Wiyono, Pendidikan Agama Islam Dalam Kelas Inklusi Di SMA N Mojotengah Wonosobo, (Semarang: IAIN Walisongo Fakultas Tarbiyah)

(12)

Dari dua karya penelitian di atas menyinggung tentang anak

berkebutuhan khusus dengan pendidikan Inklusi, isinya lebih banyak terfokus

pada pelaksanaan pendidikan Agama Islam didalam kelas Inklusi dan juga

memfokuskan pada satuan pendidikan tertentu yang menerapkan pendidikan

Inklusi. Dua karya tersebut setidaknya memiliki titik sambung dengan

pembahasan yang akan peneliti susun, yaitu sama-sama membahas tentang

Pendidikan anak berkebutuhan khusus dengan pendidikan Inklusinya. Namun,

tentu saja banyak hal yang membedakan antara karya tersebut dengan tema

yang akan dipaparkan di sini, yaitu peneliti dalam karya ini lebih fokus dengan

penelitiannya mengenai konsep pendidikan Inklusi yang direlevansikan dengan

Pendidikan Islam di Indonesia dengan hasil menelaah pemikiran seorang tokoh

yaitu J. David Smith tentang kesetaraan pendidikan antara anak berkebutuhan

khusus dengan anak normal agar terwujudnya tujuan dari pendidikan dengan

lingkungan yang memungkinkan anak didik untuk mengembangkan bakat dan

kemampuannya secara optimal, sehingga ia dapat mewujudkan dirinya dan

berfungsi sepenuhnya, sesuai dengan kebutuhan pribadinya dan kebutuhan

masyarakat dimana tempat ia menetap.

F. KERANGKA PEMIKIRAN

Istilah anak luar biasa di gunakan sebagai istilah umum untuk semua

anak yang mempunyai keluarbiasaan, dan untuk menggantikan berbagai istilah

yang selama ini digunakan, seperti anak cacat, anak berkelainan atau anak

lemah mental. Penggunaan istilah ini masih menimbulkan silang pendapat,

(13)

baku. Istilah anak penyandang cacat, anak berkelainan, anak luar biasa, masih

dipakai secara bergantian. Namun dari nama sekolah yang dikhususkan bagi

anak-anak ini, yaitu Sekolah Luar Biasa (SLB). Istilah ini yang lebih halus

digunakan untuk menggambarkan kondisi setiap jenis penyimpangan,

terutama yang penyimpangannya berada di bawah normal,

seperti tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, dan tunalaras.15

Dengan adanya Sekolah Luar Biasa ini, dapat mengakibatkan anak

tidak akan pernah keluar dari kotak kenyamanannya dan tidak akan dapat

berkembang karena sangat jarang dan mungkin tidak pernah bersosialisasi

dengan anak normal dilingkungan rumahnya sendiri, kebanyakan mereka

dikucilkan dan akibatnya anak berkebutuhan khusus lebih banyak mengurung

diri dalam rumah, realita lainnya ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) yang

sudah lulus dari sekolah sangat sulit untuk mendapatkan pekerjaan dan

akhirnya mereka kembali lagi bermain hanya ke lingkungan sekolah luar

biasa.

Pendidikan Inklusi menjadi solusi untuk ABK, pendidikan Inklusi

menurut Stainback adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas

yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak,

menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa,

maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar

anak-anak berhasil. Lebih dari itu, sekolah Inklusi juga merupakan tempat

setiap anak dapat diterima, menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling

(14)

membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota masyarakat

lain agar kebutuhan individualnya dapat terpenuhi.16

Dengan memberikan kesempatan yang sama antara anak normal

dengan anak berkebutuhan khusus dalam menuntut ilmu di sekolah manapun

akan mencegah adanya diskriminasi pada anak. Di dalam Pendidikan Islam

sendiri telah diajarkan tentang pendidikan yang tidak mengenal akan

pengkotak-kotakan atau diskriminasi. Pendidikan Islam yaitu sistem

pendidikan yang diselenggarakan atau didirikan dengan hasrat dan niat untuk

mengejawantahkan ajaran dan nilai-nilai Islam dalam kegiatan

pendidikannya.17

Banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli mengenai

pendidikan Islam, tetapi pada intinya ada dua, yaitu: pertama, pendidikan

Islam merupakan aktivitas pendidikan yang diselenggarakan atau didirikan

dengan hasrat dan niat untuk mengejawantahkan ajaran nilai-nilai Islam.

Kedua, pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang dikembangkan dari

dan disemangati oleh ajaran dan nilai-nilai Islam. Dalam pengertian yang

kedua ini, pendidikan Islam mencakup: kepala sekolah/madrasah atau

pimpinan perguruan tinggi yang mengelola dan mengembangkan aktivitas

kependidikannya yang atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam, serta

tenaga-tenaga penunjang pendidikan (seperti pustakawan, laboran, teknisi

sumber belajar, dan lain-lain) yang mendukung terciptanya suasana, iklim dan

budaya keagamaan Islam di sekolah/madrasah atau perguruan tinggi tersebut.

16Waryono AG, Pendidikan Inklusi dalam Islam Rahmatan Lil'alamin,

Webpribadinyahttp://waryono.com., http://nujogja.blogspot.com/2012/10/pendidikan-Inklusi-dalam-islam-rahmatan.html,diakses pada tanggal 13 Januari 2015 pada pukul 11.50 WIB.

(15)

Dan komponen-komponen aktivitas pendidikan, seperti kurikulum atau

program pendidikan, peserta didik tidak sekedar pasif-reseptif, tetapi aktif dan

kreatif, personifikasi pendidik/guru, konteks belajar atau lingkungan,

alat/media/sumber dan lain-lain yang berkaitan dengan jiwa nilai-nilai Islam18.

Banyak orang merancukan pengertian istilah “pendidikan agama

Islam” dan ”pendidikan Islam”. Kedua istilah ini dianggap sama, sehingga

ketika seseorang berbicara tentang pendidikan Islam ternyata isinya terbatas

pada pendidikan agama Islam, atau sebaliknya ketika seseorang berbicara

tentang pendidikan agama Islam justru yang dibahas di dalamnya adalah

tentang pendidikan Islam. Padahal kedua istilah itu memiliki substansi yang

berbeda.

Pendidikan Agama Islam dimaksudkan untuk peningkatan potensi

spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman

dan bertaqwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia. Akhlak mulia

mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan

agama. Peningkatan potensi spiritual mencakup pengamalan, pemahaman,

dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut

dalam kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan

potensi spiritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai

potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan

martabatnya sebagai makhluk Tuhan.19 Pendidikan Islam tidak hanya

18 Muhaimin. Rekontruksi Pendidikan Islam. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), h. 14-15

(16)

diberikan kepada anak yang mempunyai kelengkapan fisik saja, tapi juga

diberikan kepada anak yang mempunyai kelainan dan kekurangan fisik atau

mental, karena manusia mempunyai hak yang sama di hadapan Allah SWT.

Dalam QS. An Nuur ayat 61: pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, makan (bersama-sama mereka)……. (QS. An Nuur : 61)

Manusia diciptakan dengan berbeda-beda baik jenis kelamin maupun

suku dan bangsanya tetapi semua tetap sama di hadapan Allaah SWT,

sebagaiman di jelaskan dalam QS. Al Hujarat ayat 13 :

       

“ Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal”. (Q.S Al-Hujarat : 13).20

Dalam menghadapi perubahan dan tantangan masyarakat global, ada

beberapa persoalan mendasar internal pendidikan Islam yang harus

diselesaikan, yaitu : harus mengikis habis wawasan sejarah pendidikan Islam

(17)

dikotomik pendidikan Islam yang merupakan persoalan mendasar dari

perkembangan pendidikan Islam selama ini. Pendidikan Islam harus dijauhkan

dari dikotomik, menuju pada integrasi antara ilmu agama dan ilmu umum,

sehingga tidak melahirkan jurang pemisah antara ilmu agama dan ilmu bukan

agama. Integrasi tersebut dengan sekaligus menciptakan perangkat lunah yaitu

kerangka filosofis yang jelas dan baku. Ahmad Syafii Maarif, menyatakan

bahwa pendidikan Islam harus dijauhkan dari buaian hellenisme yang diberi

jubah Islam dan kita harus berada pada sumbu Islam, al-Qur’an, Hadis dan

karir yang pernah diraih nabi Muhammad Saw. Maka kita tidak perlu

berteriak, mari kita Islamkan ilmu modern”, yang hanya akan mengulangi hal

serupa, yaitu pendidikan Barat yang dijustifikasikan dengan ayat-ayat Qur’an.

Berkaitan dengan hal tersebut, yang pertama kali harus dimiliki adalah

kemandirian dalam segala aspek. Dengan kemandirian tersebut, akan

melindungi proses pengembangan pendidikan Islam dari berbagai intervensi

yang akan memperkosa proses pengembangan pendidikan Islam untuk tetap

bersiteguh berdiri pada konsep yang murni dari al-Qur’an dan al-Hadis untuk

memberdayakan bangsa yang mayoritas muslim ini, (Ahmad Syafii Maarif,

1997: 67). Selain itu, Salah satu komponen pokok terpenting dari pendidikan

adalah guru. Dan juga salah satu permasalahan yang dihadapi pendidikan

Islam sekarang adalah masalah guru. Guru dalam lembaga pendidikan Islam

masih kurang, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.

Salah seorang tokoh pemerhati pendidikan di dunia barat dan

(18)

mengungkapkan pemikirannya di dalam sebuah buku termasuk buku tentang

pendidikan Inklusi yang didalamnya terdapat beberapa nilai yang dijelaskan

dengan menggunakan dua simbol gambar, yaitu pertama adalah ‘tupai yang

sedang terbang’. Arti penting tupai yang sedang terbang bagi beliau akan lebih

jelas dalam kisah teman semasa kecilnya, Tiny dan pelajaran yang diajarkan

pada beliau mengenai binatang tupai. Ketika itu beliau memilih menggunakan

tupai yang sedang terbang sebagai simbol dasar metode pendidikan Inklusi

karena mereka adalah binatang-binatang yang mengagumkan yang dapat

melakukan sesuatu dengan cara berbeda. Kadang-kadang mereka terbang

selain memanjat dan melompat. Mereka berbeda namun menarik, indah, dan

berharga dalam perbedaannya. Mereka layak hidup di hutan. Hal ini berlaku

bagi siswa-siswa yang memiliki kemampuan berbeda namun kemampuan itu

dianggap sebagai ketidakmampuan. Mereka juga berbeda namun berharga.

Mereka layak menempati dunia yang menghargai mereka. 21

Gambar kedua adalah ‘malaikat kebaikan’, J. David Smith meminjam

simbol ini dari pidato pengukuhan pertama Abraham Loncoln. Dia menutup

pidatonya kepada majlis, dia sedih dan dipenuhi kemarahan sehingga

memanggil malaikat kebaikan dari sifat dasar kita. Dia berharap malaikat

kebaikan yang ada pada diri kita dapat membawa ke arah perdamaian dan

solidaritas. J. David Smith percaya bahwa ciri pendidikan yang lebih Inklusi

bagi seluruh siswa bergantung pada para guru yang terpanggil oleh ‘malaikat

kebaikan’ dari karakter dan komitmen sebagai pendidik.

(19)

Pendidikan Inklusi akan terwujud apabila jiwa kita telah terpanggil

dengan menerima semua anak itu sama karena dengan itu akan membuka

kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak berkebutuhan khusus bersekolah

di sekolah reguler bersama dengan para anak normal tanpa ada pembeda, hal

ini akan menunjukkan bahwa hak selaku anak berkebutuhan khusus tidaklah

berbeda jauh dengan anak normal pada umumnya. Kita selaku warga Negara

Indonesia dengan masyarakat yang majemuk haruslah menerima adanya anak

yang berkebutuhan khusus yang menjadi bagian dari kemajemukan itu sendiri

untuk menumbuhkan rasa keadilan yang seharusnya diperjuangkan oleh kita

yang memiliki semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”. Model pendidikan yang

menekankan pada nilai-nilai moral yang di dalamnya terkandung kasih

sayang, cinta, tolong menolong, toleransi, tenggang rasa, kebajikan

menghormati perbedaan pendapat, serta sikap-sikap kemanusiaan yang mulia

lainnya.22

Selain itu, Ada yang lebih dari pemikiran J. David Smith tentang

pendidikan Inklusi yang di tawarkan beliau, yaitu tentang Menciptakan

Suasana sekolah yang menghargai Multikultur, menciptakan suasana

persamaan gender di sekolah dan harus menerima perbedaan yang ada pada

manusia.

1. Menciptakan suasana sekolah yang menghargai multikultur.

Maksudnya, semua anak perlu kebanggaan keturunan dan rasa

memiliki sejarah pahlawan-pahlawan mereka dan semua orang yang

membuat mozaik negara yang luas ini. Penekanan pengetahuan

22Ahmad Fuad Fanani, Islam Mazhab Kritis: menggagas Keberagamaan Liberatif,

(20)

budaya menurut Edelman harus ada untuk menghargai setiap ras,

budaya, agama, kelas, kelamin, atau perbedaan lainnya, lebih

merupakan keserupaan dari pada perbedaan. Dia juga menghimbau

agar anak muda mengenal tanggungjawab kita bersama demi

kesejahteraan semua orang di masyarakat kita. Untuk

mengenalkannya perlu lembaga yaitu sekolah tempat para murid

menimba ilmu. 23

2. Menciptakan suasana persamaan gender di sekolah. Maksudnya,

berawal dari penelitian Sadker dan Stulberg yang mengemukakan

bahwa guru lebih banyak bicara pada murid laki-laki, anak laki-laki

delapan kali lebih berani dibandingkan anak perempuan untuk

berbicara selam diskusi tanpa menunggu giliran mereka. Guru-guru

cenderung menerima sikap mereka itu. Bila murid perempuan bicara,

mereka tidak mendukung dan mengoreksi sikap mereka. Guru

cenderung mengatakan pada murid-murid perempuan untuk

mengikuti aturan dan mengangkat tangan mereka. Ini membuktikan

bahwa anak laki-laki lebih banyak menerima perhatian dibandingkan

anak perempuan dan anak laki-laki lebih banyak menerima perhatian

positif seperti Pujian, Kritikan, Koreksi, Penerimaan berupa reaksi

kecil tertentu terhadap kontribusi siswa. 24

3. Harus menerima perbedaan manusia. Maksudnya, lembaga sekolah

harus menjadi lembaga yang berperhatian, dimana siswa, guru, supir

23 J. David Smith (Pen), Moh. Sugiarmin, MIF Baihaqi (ed), Konsep dan Penerapan Pembelajaran Sekolah Inklusi, h. 365

(21)

bus jemputan, penjaga kantin, kepala sekolah dan semua yang lain

menerima penegasan yang positif mengenai kebaikan, empati, dan

perhatian. Setiap orang yang turut serta di dalam pendidikan butuh

kesempatan bekerja dan menikmati kebersamaan, membentuk

kedekatan, serta membagi keberhasilan dan kegagalan. Rumah dan

sekolah yang mendidik anak-anak menjadi sensitif, adil, dan punya

rasa kasih sayang akan meningkatkan suatau warga yang lebih

Inklusi dalam atribut dan tindakannya. Guru harus bertindak secara

local di dalam kelas untuk mengajar anak-anak saling mengerti satu

sama lain. Dengan demikian akan membebaskan masyarakat dari

efek-efek prasangka yang merusak. 25

Islam mengajarkan betapa pentingnya memperoleh pendidikan bagi

setiap muslim dan muslimah. Di dalam Islam baik laki-laki maupun

perempuan, yang muda atau yang tua wajib memperolah dan mendapatkan

pendidikan. Demikian juga dengan anak-anak yang tidak normal atau dikenal

dengan istilah cacat, Mereka juga berhak sama-sama memperoleh kesempatan

untuk mendapatkan pendidikan yang layak seperti anak-anak normal yang

lainnya.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan secara ringkas bahwa nilai

lain dari Pendidikan Inklusi dari pemikiran J. David Smith yaitu :

1). Menciptakan suasana sekolah yang menghargai Multikultur,

(22)

2). Menciptakan suasana persamaan gender di sekolah,

3). Harus Menerima Perbedaan Manusia

Pendidikan Islam di Indonesia tidak terlepas dari landasan dasar Islam

yaitu Al qur’an dan As sunnah, di dalam QS. An nur ayat 61 dijelaskan bahwa

kita semua memiliki hak yang sama terutama dalam menempuh pendidikan

dengan tidak memandang apakah kita mempunyai kelainan atau tidak. Begitu

juga di dalam QS. Al hujarat ayat 13 yang menjelaskan bahwa kita

diciptakan dengan berbeda-beda, ada laki-laki dan perempuan, ada berbagai

suku dan bangsa juga. Inilah cerminan pendidikan Islam yang tidak

diskriminasi dalam pendidikannya. Selain itu, pendidik harus lah memiliki

suri tauladan yang baik sebagai seorang pendidik sebagaimana ketaudanan

(23)
(24)

-G. METODOLOGI PENELITIAN 1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian yang bersifat kualitatif dan jenis penelitiannya deskriptif.

Penilitian kualitatif menurut Zainal Arifin adalah :

“Suatu proses penelitian yang dilakukan secara wajar dan natural sesuai dengan kondisi obyektif dilapangan tanpa adanya manipulasi. Serta jenis data yang dikumpulkan terutama data kualitatif.26

Serupa dengan pendapat dari Sugiyono yang mengakatan bahwa

metode penelitian kualitatif digunakan untuk meneliti obyek yang

alamiah27. Karena metode ini penelitiannya dilakukan pada kondisi yang

alamiah.Sedangkan Penelitian deskriptif menurut Sugioyo adalah sebagai

berikut :

“Penelitian Deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variable mandiri, baik satu variable atau lebih (Independen) tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variable yang lain”.28

26 Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan ( Metode dan Paradigma Baru ), (Bandung: Rosda, 2012), H. 140

27 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 9

28 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, h. 9

K orelasi P endidikan Inklusif M enurut J. D avid S m ith dengan R ealisasi P elaksanaan

Pendidikan Islam D i Indonesia

Pendidikan Islam dalam realisasi pelaksanaannya harus

M enerim a sem ua karakter m urid

Pendidik yang Terpanggil Jiw anya

A dalah G uru PA I yang Profesional

(25)

Kesimpulannya bahwa metode deskriptif merupakan metode

penelitian dengan cara mengumpulkan data-data yang sebenarnya

kemudian disusun, diolah dan dianalisis untuk dapat memberikan

gambaran mengenai masalah yang ada pada rumusan masalah.

Tujuan dari penelitian deskriptif adalah menghasilkan gambaran

akurat tentang sebuah kelompok, menggambarkan mekanisme sebuah

proses atau hubungan, memberikan gambaran lengkap baik dalam bentuk

verbal atau numerikal, menyajikan informasi dasar akan suatu hubungan,

menciptakan seperangkat kategori dan mengklasifikasikan subjek

penelitian, menjelaskan seperangkat tahapan atau proses, serta untuk

menyimpan informasi bersifat kontradiktif mengenai subjek penelitian.

2. Studi Literatur

Adapun studi yang dilakukan oleh peneliti merupakan penelitian

yang bersifat literer atau kepustakaan (Library Research) yaitu penelitian

yang dilakukan melalui riset kepustakaan atau Jenis penelitian

kepustakaan yang dilakukan dengan cara menganalisis isi buku untuk

menghasilkan suatu kesimpulan29. Peneliti melalukan riset dari berbagai

sumber rujukan utama berupa buku yang berhubungan dengan Pendidikan

Inklusi maupun Pendidikan Islam yaitu buku Konsep dan Penerapan

Pembelajaran Inklusi Sekolah karangan J. David Smith yang telah dialih

bahasakan oleh Mohammad Sugiarmin, MIF Baihaqi.

Buku-buku lainnya yang mendukung yaitu buku First Annual

Inclusive Education, Practices Conference, yang dieditori oleh Juang

Sunanto, dkk., buku Ilmu Pendidikan Islam karangan Beni Ahmad Saebani

(26)

dan Hendra Akhdiyat, dan buku Ilmu Pendidikan Islam karangan

Ramayulis. Dll.

3. Analisis Isi (Content Analysis)

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara

sistematis data yang diperoleh dari berbagai sumber rujukan utama30,

berupa beberapa buku yang berhubungan dengan Pendidikan Inklusi

menurut J. David Smith dan relevansinya dengan Pendidikan Islam.

Dalam analisis data ini, peneliti mengembangkan metode analisis

kritis yaitu teknik content analysis atau analisis isi, yakni pengolahan

data dengan cara pemilihan tersendiri berkaitan dengan pembahasan

dari beberapa gagasan atau pemikiran para tokoh pendidikan yang

kemudian disintesiskan, dibahas dan dikritik. Selanjutnya dikagorikan

(dikelompokkan) dengan data yang sejenis, dan dianalisa isinya secara

kritis guna mendapatkan formulasi yang konkrit dan memadai, sehingga

pada akhirnya dijadikan sebagai langkah dalam mengambil kesimpulan

sebagai jawaban dari rumusan masalah yang ada.31

Dengan menggunakan analisis isi, maka arah pembahasan tesis

ini untuk menginterpretasikan, menganalisis isi buku dan dikaitkan

dengan masalah-masalah pendidikan yang masih aktual untuk dibahas,

yang selanjutnya dipaparkan secara objektif dan sistematis.32

30Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, h. 335

31Nong Muhajir, Metode Penelitian Kualitatif, ( Yogyakarta: Rake Sarasin, 1991), h. 163

(27)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini yaitu, Kampanye literasi media telah dijalankan sesuai rencana, namun pelaksanaan evaluasinya tidak berjalan dengan semestinya, karena belum

Setelah dilakukan validasi soal post test menggunakan uji korelasi Pearson Product Moment, maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji One Way Anova antara nilai post

Berdasarkan analisis ragam terhadap data pengamatan pengaruh bio-urine pada jumlah helaian daun bibit karet okulasi asal stum mata tidur tidak menunjukkan

- jumlah pemakaman anggota KORPRI yang meninggal dunia Seksi PPUD Laporan seksi PPUD ∑ jumlah kegiatan pemakaman dalam satu tahun - jumlah buku satlinmas yang disususn Seksi

Untuk mengukur tingkat self esteem seseorang, peneliti menggunakan Rossenberg Self Esteem Scale (1965) dengan tingkat reliabilitas yang baik (α = .92). Kuesioner ini terdiri dari

Sejalan dengan itu, untuk indikator tersebut tidak perlu dilakukan penurunan target melainkan perlu upaya dan kerja keras dari seluruh pihak terkait agar di masa mendatang

Seperti halnya selulosa, kandungan lignin dalam kayu juga dapat digunakan untuk memprediksi sifat-sifat pulp yang dihasilkan, pada umumnya kandungan lignin yang tinggi. dalam kayu

Jumlah dan intensitas pita DNA yang dihasilkan setelah amplifikasi DNA dengan PCR sangat tergantung bagaimana primer mengenal urutan DNA komplementernya pada cetakan DNA