DISTRIBUSI KOMPONEN KIMIA KAYU MAHANG (Macaranga hoseiKing) Chemical Distribution of Mahang Wood(Macaranga hosei King)
Evy Wardenaar, Yeni Mariani, Harnani Husni, Farah Diba, Hikma Yanti Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura. Jalan Imam Bonjol Pontianak 78124
Email : yeni_thh@yahoo.com ABSTRACT
This research aim was to know the chemical distribution of wood (Macaranga hosei King) based on its stem height/axial direction (base, middle and end of stem) and the depth of stem/radial direction (2/3 – 3/3 rays, 1/3 – 2/3 rays and 0 – 1/3 rays). The experimental includes the percentage of alcohol benzene-soluble extractive content, lignin content, holocellulose and α- cellulose. The result showed base on stem height that the percentage of alcohol benzene –soluble extractive, lignin, holocellulose and α- cellulose content decrease from the base, middle and to the end of stem. Base on depth of stem, the result showed that the percentage of alkohol benzena-soluble extractive content, lignin content, holocellulose and α -cellulose decreasing from 2/3 – 3/3 rays, 1/3 – 2/3 rays and to the part of 0 – 1/3 rays. The interaction of stem height and depth of stem has significantly affected to the percentage of alcohol benzene-soluble extractive content. The overall result showed that Mahang wood is suitable for used as sawn timbers, wood panels and raw materials for pulp and paper.
Keywords: chemical properties, Macarang hosei, stem height, stem depth. PENDAHULUAN
Mahang (Macarana hosei king) termasuk kedalam jenis kayu ringan dengan kelas kuat II-III dan kelas awet
IV-V, serta berat jenis 0,3-0,55
(Vademecum kehutanan Indonesia
1976 dan Anonim 2001). Mahang
merupakan tanaman pionir yang mudah tumbuh dengan cepat dan selama ini dianggap sebagai gulma dalam usaha budidaya tanaman kehutanan, hal ini
disebabkan karena pertumbuhannya
yang cepat dan menaungi tanaman budidaya. Oleh karena itu tanaman Mahang lebih banyak dibasmi daripada dimanfaatkan (Susanto, 2012).
Secara tradisional, tanaman
Mahang sudah dimanfaatkan oleh
masyarakat, kayunya sering digunakan untuk konstruksi sementara dan pada bagian rumah yang tidak berhubungan
langsung dengan tanah (Rahmanto,
2000). Pada umumnya kayu Mahang
lebih banyak diolah secara fisik
mekanik,seperti pembuatan meubel dan
komponen rumah, sedangkan
pemanfaatan secara kimia misalnya
pada pembuatan briket arang, pulp, kertas dan arang aktif belum banyak dilakukan (Susanto, 2012). Oleh karena itu, tanaman Mahang memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku industry sehingga meningkatkan nilai
ekonomis tanaman Mahang. Untuk
memanfaatkan kayu Mahang secara optimal, diperlukan data teknis
sifat-sifat kayu yang dapat menunjang
perencanaan penggunaan akhir.
Salah satu data dasar sifat kayu
adalah sifat kimia kayu, dengan
diketahui sifat kimia kayu ini
diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna dalam penggunaan untuk berbagai keperluan sesuai dengan sifat-sifatnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi komponen kimia
batang kayu Mahang yang meliputi kadar ekstraktif larut dalam alkohol
benzena, holoselulosa, α- selulosa dan
lignin berdasarkan pada arah aksial dan arah radial.
METODELOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di
Laboratorium Teknologi Kayu Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura dan dilaksanakan selama 3 bulan, mulai dari persiapan, pengujian dan analisis data. Bahan yang digunakan adalah pohon Mahang (M. hosei. King) yang berasal
dari Kecamatan Sungai Ambawang
Kabupaten Kubu Raya, Bahan kimia terdiri dari asam sulfat, asam asetat,
alkohol, benzena, aseton, natrium
hidroksida, akuades dan sebagainya.
Peralatan yang dipakai antara lain
gergaji, mesin penggiling kayu, oven,
timbangan, soxlet, botol timbang,
cawan saring, erlemeyer, gelas ukur penangas air dan sebagainya.
Kayu Mahang (M. hosei King)
yang berdiameter ± 30 cm dan tinggi bebas cabang ± 6 meter ditebang, dipotong dan dibersihkan dari kulit dan
kotoran. Potongan setebal 30 cm
diambil pada tiap ketinggian 2 m. Dalam satu pohon diperoleh 3 buah lempengan (disk) yang berasal dari
bagian pangkal, tengah dan ujung
batang. Dari ketiga arah aksial batang
tersebut kemudian ditentukan arah
radialnya berdasarkan bagian 0- 1/3 jari-jari, 1/3 – 2/3 jari-jari dan 2/3 – 3/3 jari-jari. Kemudian dari ketiga arah
radial tersebut diambil bagian
tengahnya dan dipotong-potong dengan
panjang 2 cm, potongan tersebut
selanjutnya dibuat serbuk dengan
ukuran 40 mesh (Gambar 1).
Gambar 1. Skema Pengambilan Sampel (Sampling Scheme) P U 100 cm T 0-1/3 Jari-Jari 2/3 sd 3/3 Jari-Jari 1/3 sd 2/3 Jari-Jari
Komponen kimia kayu dianalisa secara kuantitatif mengacu pada ASTM (1976), yang meliputi kelarutan zat
ekstraktif dalam alkohol benzena
(ASTM D 1107 – 56), lignin (ASTM D 1106 – 56), holoselulosa (ASTM D
1104 – 56), α- selulosa (ASTM D 1103
– 60). Analisis komponen kimia
tersebut dilakukan dengan 3 (tiga) kali
ulangan. Penelitian ini mengggunakan
rancangan rancangan acak lengkap
dengan metode faktorial.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rerata komponen kimia kayu
Mahang selengkapnya dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Rerata Komposisi Kimia Kayu Mahang dan Klasifikasi Jenis kayu Daun Lebar Indonesia Berdasarkan Komponen Kimianya (The Average of Chemical Composition of Mahang Wood and the Indonesian Broad Leaf Wood Classification Based on its Chemical Compounds)
Komposisi Kimia Kayu Mahang
(%)
Klasifikasi Komponen Kimia*
Tinggi Sedang Rendah
Ekstraktif larut alkohol
benzena
2,607-5,397 >4 2-4 <2
Holoselulosa 66,204-73,955 >33 18-33 <18
α-selulosa 39,960-51,597 >45 40-45 <40
Lignin 31,103-32,977 >24 21-24 <21
*sumber : Pasaribu et.al, 2007
1. Zat ekstraktif larut dalam alkohol benzena
Zat ekstraktif merupakan
komponen organik yang secara luas larut dan dapat diambil dari kayu dengan menggunakan pelarut dengan polaritas yang cukup tanpa mengubah sebagian besar karakteristik struktur sel
(Pereira et al., 2003). Menurut Hillis
(1987), zat ekstraktif merupakan
senyawa-senyawa yang dapat diekstrak dari kayu atau kulit dengan pelarut polar dan non polar. Zat ekstraktif ini bukan merupakan bagian struktural dinding sel kayu, tetapi sebagai zat pengisi rongga
sel. Menurut Fengel dan Wegener
(1995), zat ekstraktif terkonsentrasi
dalam saluran resin dan sel-sel
parenkim jari-jari dengan jumlah yang
rendah dalam lamela tengah,
interseluler, dinding sel trakeid dan
serabut libriform. Senyawa-senyawa
organik yang terdapat dalam zat
ekstraktif antara lain terpene, lignan,
stilbene, flavonoid, aromatik lain,
lemak, lilin, asam lemak, alkohol,
steroid dan hidrokarbon tinggi (Fengel dan Wegener 1995).
Berdasarkan klasifikasi komponen kimia kayu daun lebar Indonesia (Tabel 1), kadar ekstraktif kayu Mahang (M. hosei) termasuk klasifikasi sedang hingga tinggi. Kadar ekstraktif kayu Mahang kurang lebih sama dengan kadar ekstraktif yang dimiliki oleh Acacia mangium (5,39%), akan tetapi
lebih rendah apabila dibandingkan
dengan kadar ekstraktif yang dimiliki oleh A. auriculiformis (5,96%), A.
digunakan sebagai bahan baku pulp
(Yahyaet al., 2010).
Kayu Mahang memiliki zat
ekstraktif yang termasuk dalam kisaran
“cukup” (5-7%) menurut syarat
komponen kimia bahan baku pulp
(FAO, 1998 dalam Syafei dan Siregar (2006)). Zat ekstraktif yang memiliki pengaruh yang kurang baik terhadap proses pulping dan kualitas kertas yang dihasilkan. Zat ekstraktif, terutama yang berupa minyak dan lemak akan dapat mengurangi kekuatan ikatan antar serat, memperbesar konsumsi alkali sehingga
proses pemasakan menjadi kurang
sempurna serta memperlambat proses delignifikasi (Fatriasari dan Hermiati, 2006), selain itu kandungan ekstraktif
yang tinggi akan menyebabkan
timbulnya noda hitam (pitch) pada kertas.
Hasil analisa keragaman terhadap kadar esktratif larut alkohol benzena menunjukkan bahwa interaksi antara faktor arah aksial dan arah radial berpengaruh secara signifikan terhadap kadar ekstraktif larut alkohol benzena kayu Mahang (M. hosei). Distribusi kandungan zat ekstraktif larut dalam
alkohol benzena kayu Mahang
cenderung menurun pada arah aksial dan radial. Nilai rerata kandungan zat
ekstraktif larut alkohol benzena
tertinggi terdapat pada bagian pangkal kemudian sedikit menurun kebagian
tengah dan bagian ujung batang.
Sedangkan pada arah radial nilai rerata tertinggi pada 2/3 – 3/3 jari-jari pohon kemudian menurun ke 1/3 – 2/3 jari-jari pohon dan bagian 0 – 1/3 jari-jari pohon. Adapun hasilnya secara lengkap tertera pada Gambar 1.
Gambar 1. Histogram Interaksi Antara Faktor Arah Aksial Pada Batang dan Arah
Radial Batang Terhadap Kadar Ekstraktif Larut Alkohol Benzena (%) (Histogram of the interaction between the axial and radial direction to the percentage of alcohol benzene – soluble extractive)
Panshin dan de Zeuw (1980)
mengemukakan bahwa penyebaran
kandungan resin secara vertikal di dalam batang tergantung dengan jenis
kandungan resin dan tanamannya.
Sebagai contoh, arabinogalaktan pada kayuLarix occidentalisNutt dilaporkan terjadai penurunan kearah atas dengan nilai maksimum dibagian dasar batang,
tetapi untuk kayu L. laricina meningkat
5.3974 4.9521 3.5727 3.1258 2.5313 1.8076 3.0242 3.0658 2.6071 0 1 2 3 4 5 6 7 2/3 sd 3/3
jari-jari 1/3 sd 2/3 jari-jari 0 sd 1/3 jari-jari
K ad ar Ek st ra kt if La ru tA lk oh ol B en ze ne (% ) Arah Radial Pangkal Tengah Ujung
ke arah atas di dalam batang, jenis
ekstraktif thujaplicin dari kayu Thuja
plicata Donn ex.D dan arabinogalaktan
dari kayu Larix sp menunjukkan
kandungan resin yang meningkat dari hati ke arah luar. Namun zat ekstraktif tidak tersebar secara merata di dalam
batang maupun dinding serat,
sedangkan untuk distribusi arah radial kandungan zat ekstraktif dalam kulit lebih tinggi dibandingkan di dalam kayu (Rowell et al, 2005).
2. Holoselulosa
Semua karbohidrat (selulosa,
hemiselulosa dan pektin) dalam kayu
dikenal sebagai holoselulosa yang
merupakan komponen utama dari kayu.
Berdasarkan klasifikasi komponen
kimia kayu daun lebar Indonesia (Tabel 1), kadar holoselulosa batang Mahang (M. hosei) temasuk ke dalam klasifikasi
tinggi. Akan tetapi, apabila
dibandingkan dengan A. mangium dan
A. auriculiformis yang memiliki kadar holoselulosa 80,43% dan 71,3% (Yahya et al., 2010), maka kayu Mahang memiliki kadar holoselulosa yang lebih
rendah. Berdasarkan persyaratan sifat kayu untuk bahan baku pulp (FAO, 1980 dalam Syafii dan Siregar (2006), batang kayu Mahang termasuk ke dalam kriteria “baik” sebagai bahan baku pulp
dengan kadar holoselulosa lebih dari
60%.
Holoselulosa merupakan kombinasi selulosa (40-45%) dan hemiselulosa (15-25%). Holoselulosa dalam kayu umumnya 65-70% berdasarkan berat
kering (Rowell, 2005). Kadar
holoselulosa yang tinggi
meng-gambarkan bahwa rendemen pulp yang diperoleh dari proses pemasakan kayu akan tinggi pula.
Distribusi holoselulosa pada
batang Mahang, baik secara aksial dan
radial (Gambar 2) mempunyai
kecenderungan untuk menurun. Hal ini
diduga disebabkan karena adanya
pertumbuhan meninggi yang ditentukan
oleh jaringan meristem, sedangkan
untuk arah radial disebabkan karena pengaruh pertumbuhan sekunder dari kambium (Panshin dan de Zeuw (1980).
Gambar 2. Distribusi Kandungan Holoselulosa Pada Arah Aksial dan Radial dalam Batang Mahang (Holocellulose Distribution Content on Axial and Radial direction of Mahang Stem)
73.611 71.970 71.774 71.810 68.829 68.625 70.258 68.090 67.274 60 62 64 66 68 70 72 74 76
2/3 sd 3/3 jari-jari 1/3 sd 2/3 jari-jari 0 sd 1/3 jari-jari
K ad ar H ol os el ul os a (% ) Arah Radial Pangkal Tengah Ujung
3. Selulosa
Berdasarkan klasifikasi komponen kimia kayu daun lebar Indonesia (Tabel 1), kayu Mahang memiliki komponen
α- selulosa yang termasuk kedalam
klasifikasi sedang hingga tinggi.
Sedangkan apabila dibandingkan
dengan kandungan selulosa yang
dimiliki oleh A. mangium dan A.
auriculaformis yaitu berturut-turut 80,43% dan 71,3% maka kayu Mahang memiliki kandungan selulosa yang lebih rendah.
Distribusi selulosa pada batang Mahang, baik pada arah aksial dan arah
radial memiliki mempunyai
kecen-derungan menurun (Gambar 3).
Kandungan selulosa tertinggi pada
bagian pangkal dan kemudian sedikit menurun ke arah tengah batang dan kembali turun menuju ujung batang. Pada arah radial, kandungan selulosa dari arah 2/3 sampai dengan 3/3 jari-jari sedikit menurun ke arah 1/3 sampai dengan 2/3 jari-jari dan kembali turun menuju 0 sampai dengan 1/3 jari-jari atau menurun dari arah dekat kulit menuju empulur.
Gambar 3. Distribusi Kandungan Selulosa Pada Arah Axial dan Radial Dalam
Batang Mahang (Cellulose Distribution on Axial and Radial Direction of Mahang Wood)
Menurut Syafii dan Siregar (2006), kandungan selulosa dalam kayu dapat
digunakan untuk memperkirakan
besarnya rendemen pulp yang
dihasilkan dalam proses pulping,
dimana semakin besar kadar selulosa dalam kayu maka semakin besar pula rendemen pulp yang dihasilkan. Kadar
selulosa berbanding lurus dengan
rendemen pulp, daya afinitas terhadap larutan dan warna pulp yang dihasilkan.
Pada proses pulping, terutama
pulping kimia, selulosa merupakan
komponen kimia utama yang tersisa dan terdapat pada serat-serat. Oleh karena itu, selulosa merupakan penentu utama dari sifat-sifat pulp dan kertas, terutama sifat kekuatan akhir serat, ikatan serat serta karakteristik lembarannya. Fengel dan Wegener (1995) mengemukakan bahwa sifat-sifat mekanik lembaran pulp atau kertas ditentukan oleh ikatan 50.8705 50.5957 49.8083 50.586 46.040 44.759 46.422 42.526 42.347 0 10 20 30 40 50 60
2/3 sd 3/3 jari-jari 1/3 sd 2/3 jari-jari 0 sd 1/3 jari-jari
K ad ar A lp ha Se lu lo sa (% ) Arah Radial Pangkal Tengah Ujung
serat dan ikatan hidrogen (gugus OH-) pada selulosa yang melakukan interaksi satu dengan yang lain atau dengan
gugus O-,N-,S-. Berdasarkan hasil
penelitian, kayu Mahang memiliki
potensi yang besar untuk dijadikan bahan baku pulp dan kertas, hal ini
dikarenakan kadar α-selulosa yang
dimilikinya lebih besar dari 34%
(Nieschlag et al., 2004 dalam Khalil et
al., 2006). 4. Lignin
Lignin merupakan komponen
kimia kayu yang selalu bergabung
dengan selulosa dan bukan merupakan karbohidrat, melainkan didominasi oleh gugus aromatis berupa fenilpropana. Di dalam kayu, lignin terutama terdapat dalam lamella tengah dan dinding sel primer (Tsoumis, 1991; Fengel dan Wegener, 1995; Sjostrom, 1998).
Distribusi kandungan lignin pada batang Mahang baik pada arah aksial
maupun radial mempunyai
kecendrungan untuk menurun (Gambar 4). Hal ini diduga terjadi karena sel-sel yang terdapat pada bagian pangkal dan tepi batang telah mengalami lignifikasi sehingga lignin tidak saja terdapat pada lamella tengah tetapi juga pada dinding sel primer dan sekunder. Dinding sel
yang belum berlignifikasi akan
mengkerut lebih besar dibandingkan dinding sel yang telah delignifikasi (Tsoumis, 1991). Secara visual ini dapat dilihat dari warna ikatan pembuluh pada bagian tersebut yang lebih gelap dengan
pembuluh yang lebih kecil bila
dibandingkan ikatan pembuluh pada bagian atas dan dalam batang.
Gambar 4. Distribusi Kandungan Lignin Pada Arah Aksial dan Radial Dalam Batang
Mahang (Lignin Distribution on Axial and Radial Direction of Mahang
Wood)
Berdasarkan klasifikasi komponen kimia kayu daun lebar Indonesia (Tabel 1), kadar lignin kayu Mahang termasuk ke dalam klasifikasi tinggi. Apabila
dibandingkan dengan A. mangium dan
A. auriculiformis yang memiliki kadar
lignin 31,3% dan 34,1% (Yahya et al.,
2010) maka kayu Mahang memiliki kadar lignin yang sedikit lebih rendah. 32.7074 32.7515 32.2606 32.556 32.464 32.150 32.305 31.944 31.608 30 31 31 32 32 33 33 34 34 35
2/3 sd 3/3 jari-jari 1/3 sd 2/3 jari-jari 0 sd 1/3 jari-jari
K ad ar Li gn in (% ) Arah Radial Pangkal Tengah Ujung
Seperti halnya selulosa, kandungan lignin dalam kayu juga dapat digunakan untuk memprediksi sifat-sifat pulp yang dihasilkan, pada umumnya kandungan lignin yang tinggi
dalam kayu akan menyebabkan
tingginya akan konsumsi alkali yang akan diikuti oleh tingginya bilangan kappa, demikian pula sebaliknya (Syafii dan Siregar, 2006).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa komponen kimia kayu Mahang yang meliputi kadar ekstraktif larut alkohol benzena, kadar holoselulosa,
kadar α- selulosa dan kadar lignin
secara berturut-turut adalah 2,607%-5,397%; 66,204%-73,953%;
39,96%-51,597% dan 31,103%-32,977%.
Berdasarkan hasil analisa keragaman diketahui bahwa interaksi antara factor arah aksial dan arah radial pada batang berpengaruh terhadap zat ekstraktif larut
alkohol benzena. Kayu Mahang
memiliki potensi untuk dijadikan
sebagai bahan baku pembuatan pulp dan kertas.
Saran
Perlu dilakukannya penelitian
mengenai sifat dasar lain dari kayu Mahang seperti sifat struktur anatomi,
sifat fisik dan mekanik untuk
melengkapi informasi sifat dasar kayu Mahang.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2001. Laporan Uji Coba
Pengembangan Pemanfaatan
Kayu Kurang Dikenal Untuk Bahan Kerajinan. Departemen
Perindustrian dan Perdagangan. Samarinda.
ASTM Standard. 1976. Annual book of ASTM standard. Philadelphia.
Fengel D dan G Wegener, 1995. Kayu; Kimia Ultra Struktur.
Reaksi-reaksi (Terjemahan) Gadjah
Mada University Press
Khalil, A.H.P.S., M.S., Alwani,
A.K.M., Omar. 2006. Chemical Composition, Anatomy, Lignin
Distribution and Cell Wall
Structure of Malaysian Plant
Waste Fibers. BioResouces
Journal 1 (2), 220 – 232.
Khalil, A.H.P.S., M.S., Alwani,
A.K.M., Omar. 2006. Chemical Composition, Anatomy, Lignin
Distribution and Cell Wall
Structure of Malaysian Plant
Waste Fibers. BioResouces
Journal 1 (2), 220 – 232.
Malik,, J., Santoso, A., Rachman, O.
2007. Sari Hasil Penelitian
Mangium (Acacia mangium
Willd.), Puslitbang Dephut,
Jakarta.
Panshin, A.J. and J.E., de Zeeuw. 1980. Textbook of Wood Technology. Vol.1: Structure, Identification,
Properties, and Use of the
Commercial Wood of the United States and Canada. McGraw-Hill Book. Company. New York Pasaribu, G., Sipayung B., dan Pari, G.
2007. Analisis Komponen
Kimia Empat Jenis Kayu Asal
Sumatera Utara. Jurnal
Penelitian Hasil Hutan Vol. 25 (4) : 327-333.
Syafii, W dan Siregar, I.Z. 2006. Chemical Properties and Fiber Dimension of Acacia mangium Wild From Three Provenance. J. Tropical Wood Science & Technology Vol. 4 (1): 28-32. Syostrom E 1998 . Kimia Kayu ;
Dasar-dasar dan Penggunaan
(Terjemahan) Gadjah Mada
Universyti Press. Yogyakarta TAPPI. 1991. Tappi Standars Volume I
Tsoumis,G. 1991. Science and
Technology of Wood;
Structure, Properties.
Utilization. Van nonstrard
Reinhold. Newyork.
Vademecum Kehutanan Indonesia,
1976. Departemen Pertanian
Indonesia. Jakarta.
Yahya, R., Sugiyama, J., Silsia, D., Grill. 2010. Some anatomical features of an Acacia hybrid, A. mangium and A. auriculiformis grown in Indonesia with regard to pulp yield and paper strength.
Journal of Tropical Forest
Science 22 (3) : 343 – 351.
Yuniarti. 2011.Sifat Kimia Tiga Jenis
Kayu Rakyat. Jurnal Riset
Industri Hasil Hutan Vol. 3 No.