• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kadar Komponen Kimia Kayu dan Kulit Jati (Tectona grandis Linn f.) Asal Jawa Barat dan Jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kadar Komponen Kimia Kayu dan Kulit Jati (Tectona grandis Linn f.) Asal Jawa Barat dan Jawa Timur"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

KADAR KOMPONEN KIMIA KAYU DAN KULIT JATI

(Tectona grandis Linn f.) ASAL JAWA BARAT

DAN JAWA TIMUR

RIKO FRANS FERNANDO SIBUEA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kadar Komponen Kimia Kayu dan Kulit Jati (Tectona grandis Linn f.) Asal Jawa Barat dan Jawa Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2013

Riko Frans Fernando Sibuea

(4)

ABSTRAK

RIKO FRANS FERNANDO SIBUEA. Kadar Komponen Kimia Kayu dan Kulit Jati (Tectona grandis Linn f.) Asal Jawa Barat dan Jawa Timur. Dibimbing oleh DEDED SARIP NAWAWI dan ANNE CAROLINA.

Jati (Tectona grandis Linn f.) adalah jenis pohon bernilai ekonomi tinggi karena memiliki keawetan, stabilisasi dimensi, dan kekuatan tinggi, serta sifat dekoratif pada kayu terasnya. Proses pengolahan kayu jati menjadi berbagai produk kayu olahan masih banyak menyisakan limbah biomassa, seperti sisa potongan dan kulit kayu. Potensi pemanfaatan limbah biomassa kayu jati bukan hanya sebagai bahan baku produk kayu tetapi juga sebagai sumber bahan kimia alami. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis komponen kimia kayu dan kulit jati asal Jawa Barat dan Jawa Timur meliputi kadar holoselulosa, alfa-selulosa, lignin Klason, lignin terlarut asam, nisbah siringil-guaiasil lignin, dan kadar ekstraktif. Kulit kayu jati memiliki kadar holoselulosa dan alfa-selulosa lebih tinggi dengan kadar lignin lebih rendah dibandingkan dengan bagian kayu. Selain itu, lignin bagian kulit jati memiliki nisbah siringil-guaiasil lebih tinggi dibandingkan dengan bagian kayu. Jati asal Jawa Barat mengandung holoselulosa, alfa-selulosa dan ekstraktif lebih tinggi dengan kadar lignin yang lebih rendah dibandingkan dengan jati asal Jawa Barat. Kadar polisakarida kayu tinggi dan kadar lignin rendah akan berkontribusi positif terhadap pemanfaatan limbah kulit jati sebagai bahan baku pulp dan bioetanol.

Kata kunci: limbah biomassa, komponen kimia, jati, Tectona grandis,

ABSTRACT

RIKO FRANS FERNANDO SIBUEA. The Content of Chemical Component of Teak (Tectona grandis Linn f) Wood and Bark From West Java and East Java. Supervised by DEDED SARIP NAWAWI and ANNE CAROLINA.

(5)

than teak wood from East Java. Due to high content of polysaccharides and low content of lignin, teak bark biomass might be promoted as raw materials for pulp and bioethanol productions.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Hasil Hutan

KADAR KOMPONEN KIMIA KAYU DAN KULIT JATI

(Tectona grandis Linn f.) ASAL JAWA BARAT

DAN JAWA TIMUR

RIKO FRANS FERNANDO SIBUEA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Kadar Komponen Kimia Kayu dan Kulit Jati (Tectona grandis

Linn f.) Asal Jawa Barat dan Jawa Timur Nama : Riko Frans Fernando Sibuea

NIM : E24080093

Disetujui oleh

Ir Deded Sarip Nawawi, MSc Pembimbing I

Anne Carolina, SSi MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Wayan Darmawan, MSc Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Maret 2012 dengan judul Kadar Komponen Kimia Kayu dan Kulit Jati (Tectona grandis Linn f.) Asal Jawa Barat dan Jawa Timur.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc dan Ibu Anne Carolina, S.Si M.Si selaku pembimbing, kepada staf Laboratorium Kimia Hasil Hutan khususnya Pak Supriatin dan Kang Gunawan atas bantuannya selama ini, kepada rekan satu bimbingan saya Ade Yunia Purnama Putri atas kerjasama dan dukungannya, kepada rekan-rekan seperjuangan di THH 45 dan PMK 45 IPB yang telah menemani selama di IPB, serta sahabat sepenanggungan yang ada di Pondok Salman atas kebersamaannya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya dan kepada Rina Lumbantobing S.Hut yang selalu memberikan dorongan dan semangat selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2013

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Bahan 2

Alat 2

Langkah Kerja 2

Persiapan Bahan Baku 2

Penentuan Kadar Air 2

Kelarutan Kayu dalam Etanol-Toluena (1:2) (TAPPI T 204 om-88) 3 Kelarutan Kayu dalam Air Panas (TAPPI T 207 Om-93) 3 Kelarutan kayu dalam Air Dingin (TAPPI T 207 Om-93) 4 Kelarutan Kayu dalam NaOH 1% (TAPPI 212 om-93) 4

Penentuan Kadar Holoselulosa (Browning 1967) 4

Penentuan Kadar alfa-selulosa (Browning 1967) 5

Penentuan Kadar Lignin Klason (TAPPI T 222 om 88) 5 Penentuan Kadar Lignin Terlarut Asam (TAPPI T250) 6 Penentuan Nisbah Siringil-Guaiasil Penyusun Lignin 6

Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Kadar Holoselulosa dan Selulosa 7

Lignin 8

Kadar Ekstraktif Terlarut Air 11

Kadar Ekstraktif Terlarut NaOH 1% 12

Kadar Ekstraktif Terlarut Etanol-Toluena (1:2) 12

SIMPULAN DAN SARAN 14

Simpulan 14

Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 14

(12)

DAFTAR TABEL

1 Klasifikasi komponen kimia kayu Indonesia (kayu daun lebar) 8 2 Nisbah S/G dan kadar lignin terlarut asam (Acid Soluble Lignin) 10 3 Kandungan kuinon dan senyawanya pada ekstrak kayu dan kulit jati asal Jawa

Barat dan Jawa Timur 13

DAFTAR GAMBAR

1 Kadar holoselulosa dan alfa selulosa kayu dan kulit jati 7

2 Kadar lignin sampel kayu dan kulit jati 9

3 Hubungan nisbah siringil-guaiasil dengan lignin terlarut asam 11

4 Kelarutan kayu dan kulit jati dalam air 11

(13)

PENDAHULUAN

Jati (Tectona grandis Linn f.) merupakan salah satu jenis kayu yang sudah dikenal luas dan memiliki nilai ekonomi tinggi. Di Indonesia, tanaman jati tersebar di Jawa, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat (Sumbawa), Maluku dan Lampung (Martawijaya et al. 2005). Sampai saat ini kayu jati masih menjadi komoditas mewah yang banyak diminati masyarakat karena memiliki keunggulan dalam sifat keawetan, kekuatan, dan nilai dekoratif pada bagian kayu terasnya. Kayu ini tahan terhadap serangan rayap (Lukmandaru dan Takahashi 2008, Rudi et al. 2012) dan serangan jamur perusak kayu (Haupt 2003 dalam Lukmandaru dan Takahashi 2008). Oleh karena itu kayu ini banyak digunakan sebagai bahan konstruksi dan pemanfaaatan yang bersifat dekoratif seperti mebel, pintu, kusen, kerajinan kayu dan lainnya. Seiring dengan perkembangan teknologi, saat ini diversifikasi pemanfaatan kayu jati mulai mengarah pada pemanfaatan berdasarkan komponen kimianya.

Proses pengolahan kayu menjadi berbagai produk kayu olahan masih banyak menyisakan limbah biomassa karena rendemen produk yang masih rendah. Pengolahan kayu jati pada umumnya menghasilkan limbah seperti serbuk gergajian, sisa potongan kayu, dan kulit kayu. Saat ini pemanfaatan limbah pengolahan kayu jati terutama masih berbasis kayu, sedangkan pemanfaatan berdasarkan komponen kimianya masih relatif kurang. Hal ini dikarenakan kurangnya informasi tentang potensi limbah kayu jati sebagai bahan baku berdasarkan kandungan komponen kimianya.

Kayu jati, selain mengandung komponen selulosa, hemiselulosa dan lignin, juga mengandung senyawa kimia kelompok ekstraktif yang sangat berperan pada keunggulan sifat kayu jati. Ekstraktif merupakan hasil metabolisme sekunder pada kayu teras yang berperan sebagai bagian dari mekanisme pertahanan pohon terhadap serangan patogen atau serangan organisme dan warna kayu teras (Pereira

et al. 2003). Ekstraktif dari kelompok kuinon (khususnya tektokuinon) adalah jenis ekstraktif yang dianggap paling bertanggung jawab terhadap keawetan alami kayu jati (Haupt 2003 dalam Lukmandaru dan Takahashi 2008). Selain itu, tektokuinon (2-metilantrakuinon) memiliki aktifitas yang tinggi sebagai biolarvasida, seperti yang ditemukan pada kayu Criptomeria japonica (Cheng et al. 2008), dan memiliki sifat katalis yang sama dengan antrakuinon sintetis dalam pulping alkali (Leyva et al. 1998).

Sifat kimia kayu jati menjadi hal penting untuk diketahui karena selain berpengaruh terhadap sifat pengolahan dan penggunaan kayu, juga sebagai dasar dalam pemanfaatan kayu atau limbah kayu sebagai produk kimia alami. Sifat kimia kayu dapat dipengaruhi oleh jenis, umur, dan tempat tumbuh (Sjostrom 1981). Selain itu perbedaan sifat kimia juga ditemukan untuk bagian tumbuhan yang berbeda, seperti dalam kayu teras, kayu gubal, kulit, dan daun (Fengel dan Wegener 1989).

(14)

2

METODE

Bahan

Bahan yang digunakan yaitu sisa potongan kayu teras dan kulit jati (Tectona grandis Linn f.) yang berasal dari Jawa Barat dan Jawa Timur. Contoh uji kayu diambil dari pohon berumur hampir sama berdasarkan jumlah lingkaran tahun (sekitar 45 tahun). Bahan kimia yang digunakan antara lain natrium hidroksida, natrium klorit, asam asetat, asam asetat glasial, asam sulfat, etanol, dan toluena.

Alat

Alat yang digunakan antara lain Willey mill, oven, soxhlet, timbangan analitik, penangas air, desikator, aluminium foil, pH meter, kertas saring, peralatan gelas laboratorium, UV Visible Spectrophotometer SHIMADZU UV Pharma Spec. 1700, dan Pyrolisis Gas Chromatography Mass Spectrometry (Pyr-GC-MS).

Langkah Kerja

Tahapan penelitian ini terdiri atas persiapan bahan baku, penentuan kadar air, penyiapan sampel kayu bebas ekstraktif, penentuan kadar holoselulosa, alfa-selulosa dan lignin (lignin Klason, lignin terlarut asam, nisbah monomer penyusun lignin), serta ekstraktif terlarut etanol-toluena, air panas, air dingin, dan NaOH 1% panas.

Persiapan Bahan Baku

Sampel kayu untuk analisis komponen kimia disiapkan dalam bentuk partikel ukuran 40-60 mesh. Sampel yang digunakan adalah bagian teras dan kulit. Sampel dicacah dan dikeringudarakan, selanjutnya digiling menggunakan alat

willey mill dan disaring dengan alat saringan bertingkat. Serbuk kemudian disimpan dalam wadah tetutup.

Penentuan Kadar Air

Serbuk kayu (2 g) dikeringkan dalam oven selama 24 jam pada suhu 103±2

o

(15)

3 Kadar Air (%) =A-B

B x 100 Keterangan:

A= Berat kering serbuk awal (g)

B= Berat kering serbuk kering oven (g)

Kelarutan Kayu dalam Etanol-Toluena (1:2) (TAPPI T 204 om-88)

Pengujian kelarutan kayu dalam etanol:toluena merujuk pada TAPPI T 204 om-88, namun dalam pengujian ini penggunaan benzena sebagai pelarut digantikan dengan toluena. Serbuk jati sebanyak 10 g diekstraksi dengan campuran pelarut etanol-toluena (1:2 v/v) selama 8 jam. Setelah itu, sampel dicuci dengan etanol hingga larutan bening, kemudian dikeringudarakan dan dioven pada suhu 103±2°C dan ditimbang. Untuk penyiapan sampel bebas ekstraktif, setelah ekstraksi etanol:toluena dilanjutkan dengan ekstraksi air panas selama 3 jam. Kadar zat ekstraktif yang larut dalam etanol toluena (1:2) dihitung dengan rumus:

Kelarutan (%) = BKTA-BKTB BKTA x100 Keterangan:

BKTA = berat kering serbuk sebelum ekstraksi (gram) BKTB = berat kering serbuk setelah ekstraksi (gram)

Kelarutan Kayu dalam Air Panas (TAPPI T 207 Om-93)

Serbuk kayu (2 g) diekstraksi dengan 100 ml air destilata panas dalam erlenmeyer 250 ml. Sampel dipanaskan dengan penangas air pada suhu 100°C selama 3 jam dan diaduk sesekali. Setelah itu, sampel disaring dan dicuci dengan air destilata panas. Pengeringan dilakukan dalam oven bersuhu 103±2°C sampai beratnya konstan. Kadar zat ekstraktif terlarut air panas dihitung dengan rumus:

Kelarutan (%) = BKTA-BKTB BKTA x100 Keterangan:

BKTA= Berat kering serbuk awal (g)

(16)

4

Kelarutan kayu dalam Air Dingin (TAPPI T 207 Om-93)

Serbuk kayu (2 g) diekstraksi dengan 300 ml air destilata dingin dalam gelas piala 400 ml selama 48 jam pada suhu kamar. Setelah itu, serbuk disaring melalui kertas saring dan dicuci dengan air destilata dingin sebanyak 200 ml. Pengeringan dilakukan pada oven bersuhu 103±2°C sampai beratnya konstan. Kadar zat ekstraktif larut air dingin dihitung dengan rumus:

Kelarutan (%) = BKTA-BKTB BKTA x100 Keterangan:

BKT A= Berat kering serbuk awal (g)

BKT B= Berat kering serbuk setelah ekstraksi (g)

Kelarutan Kayu dalam NaOH 1% (TAPPI 212 om-93)

Serbuk kayu (2 g) diekstraksi dengan 100 ml NaOH 1% pada suhu 100 oC selama 1 jam sambil diaduk setiap 5, 10, 15, dan 25 menit pertama. Selanjutnya sampel disaring lalu dicuci dengan air destilata panas hingga filtrat tidak berawarna. Sampel dibilas dengan 25 ml asam asetat 10% sebanyak 2 kali dan dicuci dengan air destilata panas hingga bebas asam. Sampel dikeringkan dalam oven bersuhu 103±2 oC hingga beratnya konstan. Kadar zat ekstraktif yang larut dalam NaOH 1% dihitung dengan rumus:

Kelarutan (%) = BKTA-BKTB

BKTA x100

Keterangan:

BKT A= Berat kering serbuk awal (g)

BKT B= Berat kering serbuk setelah ekstraksi (g)

Penentuan Kadar Holoselulosa (Browning 1967)

Serbuk kayu bebas ekstraktif ekuivalen 2 g bobot kering ditempatkan dalam Erlenmeyer 250 ml lalu ditambahkan 80 ml air destilata, 1 g natrium klorit dan 0.5 ml asam asetat glasial, kemudian sampel dipanaskan dengan menggunakan alat penangas air pada suhu 70 oC. Setelah itu sampel ditambahkan lagi 1 g natrium klorit dan 0.5 ml asam asetat glasial setiap interval pemanasan selama 1 jam sampai penambahan sebanyak empat kali. Sampel disaring dengan menggunakan

(17)

5 Holoselulosa (%) = BKTA

BKTB x 100 Keterangan:

BKTA= Berat kering holoselulosa (g) BKTB= Berat kering serbuk (g)

Penentuan Kadar alfa-selulosa (Browning 1967)

Sebanyak 2 g holoselulosa ditempatkan dalam gelas piala 250 ml lalu ditambahkan 10 ml larutan NaOH 17.5% pada suhu 20 oC dan diaduk. Setelah interval waktu 5 menit ditambahkan 5 ml larutan NaOH 17.5%. Penambahan dilakukan sebanyak tiga kali sehingga total volume NaOH 17.5% sebanyak 25 ml. Setelah penambahan terakhir sampel dibiarkan selama 30 menit sehingga total waktu perlakuan selama 45 menit. Ke dalam sampel ditambahkan 33 ml air destilata, diaduk dan dibiarkan selama 1 jam pada suhu 20 oC. Sampel disaring dengan menggunakan filter glass dan dibilas dengan 100 ml NaOH 8.3%, lalu dibilas kembali dengan air destilata. Setelah itu, sampel ditambah dengan asam asetat 10% dan dibilas kembali dengan air destilata hingga bebas asam. Sampel dikeringkan pada suhu 103±2 oC lalu ditimbang hingga bobotnya konstan. Kadar alfa-selulosa dihitung dengan rumus:

Alfa selulosa (%) = BKTA

BKTB x 100 Keterangan:

BKTA= Berat kering alfa selulosa (g) BKTB= Berat kering serbuk (g)

Penentuan Kadar Lignin Klason (TAPPI T 222 om 88)

Pengujian kadar lignin dilakukan berdasarkan TAPPI T 222 om 88 dengan modifikasi (Dence 1992). Serbuk bebas ekstraktif sebanyak 0.5 g dimasukkan ke dalam gelas piala 50 ml, kemudian ditambahkan 5 ml asam sulfat 72% secara perlahan sambil diaduk setiap 15 menit (suhu dijaga tetap pada 20±1°C). Sampel direaksikan selama 3 jam, kemudian diencerkan hingga mencapai konsentrasi asam sulfat 3%. Larutan direaksikan pada suhu 121°C selama 30 menit dengan alat autoclave. Lignin diendapkan, disaring dan dicuci dengan air destilata panas hingga bebas asam. Lignin dioven pada suhu 103±2°C, didinginkan kemudian ditimbang. Kadar lignin dihitung dengan rumus:

Kadar lignin (%) = BKTA

(18)

6

Keterangan:

BKTA= Berat kering lignin (g) BKTB= Berat kering serbuk awal (g)

Penentuan Kadar Lignin Terlarut Asam (TAPPI T250)

Filtrat dari hasil penentuan lignin klason digenapkan volumenya menjadi 1000 ml kemudian diambil 15 ml untuk diuji dengan spectrophotometer UV. Sebagai larutan standar, sampel blanko dibuat dari 5 ml asam sulfat 72% yang digenapkan volumenya menjadi 1000 ml yang juga diambil sampel uji sebanyak 15 ml untuk pengujian dengan spectrophotometer. Panjang gelombang yang dipakai adalah 205 nm dan koefisien adsorbsi 110 L/g.cm. Kadar lignin terlarut asam dihitung dengan menggunakan rumus:

Konsentrasi lignin terlarut asam= A

100 x Df Lignin terlarut asam (%)= CV

1000 x BKT x 100

Keterangan:

C = Konsentrasi filtrat lignin terlarut asam (g/l) V = Volume total filtrat (ml)

A = Nilai absorban pada panjang gelombang 205 nm Df = Faktor pengenceran

ASL = Kadar lignin terlarut asam (%) BKT = Berat kering tanur serbuk kayu (g)

Penentuan Nisbah Siringil-Guaiasil Penyusun Lignin

Pengukuran monomer penyusun lignin (unit siringil dan guaiasil lignin) menggunakan alat Pyrolisis Gas Chromatography-Mass Spectrometry (Pyr-GC-MS). Pengukuran menggunakan kondisi suhu pirolisis 400oC selama 1 jam, suhu kolom awal 50oC, dan ditingkatkan perlahan hingga suhu mencapai 280oC, suhu tersebut dipertahankan hingga mencapai waktu total 1 jam. Suhu injektor 280oC dan suhu detektor relative. Gas helium digunakan sebagai carrier gas, split ratio

1:50, tekanan 208.3 kPa, total flow 105.0 mL/menit, dan column flow 2 mL/menit. Nisbah siringil-guaiasil (nisbah S/G) merupakan perbandingan antara konsentrasi relatif dari produk pirolisis siringil lignin terhadap guaiasil lignin (Dence 1992).

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara kuantitatif dengan bantuan program

(19)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Holoselulosa dan Selulosa

Holoselulosa merupakan polisakarida total penyusun dinding sel kayu yang terdiri dari selulosa dan hemiselulosa. Kadar holoselulosa kayu jati dari kedua lokasi berkisar 69.95 - 71.31% dalam bagian kayu dan 73.89-73.98% dalam bagian kulit. Kayu jati mengandung holoselulosa dengan kategori cukup tinggi, karena kadar holoselulosa kayu daun lebar berkisar 65-85% (Rowell 2005, Fengel dan Wegener 1989). Selain perbedaan bagian kayu dan kulit, perbedaan kadar holoselulosa terjadi pula antar sampel kayu jati berbeda lokasi tempat tumbuh (Gambar 1). Kayu jati dari Jawa Barat mengandung kadar holoselulosa yang lebih tinggi dibandingkan dengan kayu jati dari Jawa Timur, sedangkan bagian kulit kayu asal Jawa Barat dan Jawa Timur memiliki kadar holoselulosa yang hampir sama.

Kadar alfa-selulosa pada kulit berkisar 44.18-44.19%, sedangkan pada bagian kayu jati berkisar 37.28-37.64%. Kadar alfa selulosa tertinggi dimiliki oleh sampel kulit jati asal Jawa Barat (44.19%). Kadar alfa-selulosa yang diperoleh pada bagian kayu tergolong rendah karena berada di bawah 40% (Fengel dan Wegener 1989). Alfa-selulosa sering digunakan sebagai ukuran kadar selulosa murni dalam kayu. Perbedaan selulosa dalam kulit dan kayu dapat terjadi baik dalam jumlah maupun derajat polimerisasi dan kristalinitasnya, yaitu selulosa dalam kulit kayu cenderung lebih rendah dibandingkan selulosa bagian kayu (Sjostrom 1981).

Hasil penelitian sebelumnya yang dilaporkan Rowell (2005), Fengel dan Wegener (1989), dan Sjostrom (1981) menunjukkan bahwa kadar holoselulosa dan selulosa bagian kayu umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan bagian kulit kayu. Hasil berbeda ditunjukkan oleh sampel kayu jati dalam penelitian ini, yaitu bagian kulit kayu jati memiliki kadar holoselulosa (73.93%) lebih tinggi dibandingkan bagian kayu (70.63%). Hal yang sama ditunjukkan oleh kadar selulosa (yang dinyatakan sebagai alfa-selulosa), yaitu bagian kulit kayu jati

73.89 73.97 71.31

(20)

8

memiliki kadar selulosa (44.19%) yang lebih tinggi dibandingkan bagian kayu (37.46%). Pada umumnya kandungan selulosa pada bagian kayu lebih tinggi dibandingkan dengan bagian kulit. Kandungan selulosa pada bagian kayu berkisar antara 40-45% sedangkan pada bagian kulit hanya berkisar 16-41% (Rowell 2005, Sjostrom 1981). Berdasarkan lokasi tempat tumbuh, tidak ada perbedaan besar antara kadar selulosa kayu jati dari Jawa Barat dengan Jawa Timur (Gambar 1).

Berdasarkan hasil penelitian ini, selain kayunya yang sudah dikenal bernilai tinggi, bagian kulit kayu jati memiliki potensi yang besar dalam pemanfaatan berbasis komponen kimianya. Kadar holoselulosa yang tinggi dalam kayu sangat baik untuk penggunaan sebagai bahan baku pulp. Biomassa dengan kadar holoselulosa yang tinggi berpotensi menghasilkan pulp dengan rendemen tinggi, walaupun kesesuaian karakteristik biomassa untuk bahan baku pulp juga harus memperhatikan aspek dimensi serat, kadar lignin dan ekstraktif. Potensi pemanfaatan lainnya dari biomassa berkadar polisakarida tinggi adalah sebagai bahan baku energi biomassa. Selain melalui konversi energi dengan teknologi pembakaran langsung atau pirolisis (arang, briket kayu, briket arang, atau wood pellet), biomassa dengan kadar holoselulosa tinggi juga berpotensi sebagai bahan baku bioetanol. Kadar holoselulosa pada kulit kayu jati yang tinggi menunjukkan banyaknya kandungan gula (terutama glukosa) dalam bahan yang dapat dikonversi menjadi produk bioetanol.

Lignin

Lignin Klason dan Lignin Terlarut Asam

Penentuan kadar lignin dengan metode Klason menghasilkan lignin tidak terlarut asam (lignin Klason) dan lignin terlarut asam. Kadar lignin Klason dan lignin terlarut asam tersebut bervariasi bergantung pada jenis kayu dan metode yang digunakan. Menurut Fengel dan Wegener (1989) kandungan lignin dalam kayu pada umumnya berkisar 20-40% dari berat total kayu, sedangkan bagian kulit umumnya cenderung lebih tinggi yaitu berkisar 38-58% (Labosky 1979

dalam Rowell 2005). Kadar lignin Klason kayu dan kulit jati yang diteliti berkisar 21.56-31.51%. Berdasarkan klasifikasi komponen kimia kayu Indonesia (Tabel 1), kandungan lignin kayu jati tergolong dalam kelas komponen sedang.

Tabel 1 Klasifikasi komponen kimia kayu Indonesia (kayu daun lebar)

Komponen Kimia (%) Kelas Komponen

Tinggi Sedang Rendah

(21)

9 Kadar lignin pada bagian kayu (31.51%) lebih tinggi dibandingkan bagian kulit (22.72%) (Gambar 2), dan hal ini berbeda dari umumnya lignin kayu yang dilaporkan sebelumnya (Rowell 2005, Fengel dan Wegener 1989). Kulit kayu umumnya mengandung kadar lignin lebih tinggi dibandingkan dengan bagian kayu. Hal ini yang menyebabkan kulit kayu tidak cocok untuk bahan baku pulp karena biomassa berkadar lignin tinggi akan menyulitkan dalam proses pulping dan menghasilkan rendemen dan kualitas pulp rendah. Tingginya kadar lignin pada bagian kayu jati diduga berkontribusi pula terhadap sifat fisis dan mekanis kayu jati. Kadar lignin kayu yang tinggi dengan proporsi monomer guaiasil yang tinggi akan bersifat lebih padat (condensed) sehingga akan meningkatkan kerapatan dan kekerasan kayu (Timell 1984).

Sementara itu, kadar lignin rendah pada bagian kulit kayu jati akan mendukung potensi pemanfaatan kulit kayu jati sebagai bahan baku pulp atau bioetanol, karena kulit kayu jati juga mengandung holoselulosa dan selulosa yang tinggi (Gambar 1). Kadar holoselulosa dan selulosa tinggi berkontribusi terhadap potensi rendemen pulp (misalnya sebagai bahan pembuatan kertas) dan glukosa (sebagai bahan baku bioetanol) tinggi, sedangkan kadar lignin rendah akan berkontribusi terhadap proses delignifikasi yang lebih mudah dalam proses pulping. Akan tetapi, kesesuaian kulit kayu jati sebagai bahan baku pulp masih perlu didukung oleh penelitian kualitas serat (anatomi dan dimensi serat) yang berkorelasi dengan kualitas pulp (kekuatan pulp) yang akan dihasilkan. Dalam pembuatan bioetanol, keberadaan lignin menjadi salah satu penghalang dalam pengembangan bioetanol berbasis lignoselulosa karena dapat mengganggu kerja enzim amilase saat proses fermentasi berlangsung sehingga dalam penggunaannya lignin tersebut harus dihilangkan terlebih dahulu (Riyanti 2009).

Selain lignin Klason, lignin terlarut asam merupakan bagian dari kadar lignin yang berkorelasi dengan reaktifitas lignin karena pembentukan fragmen lignin terlarut asam berkaitan erat dengan jenis dan kelimpahan monomer penyusun lignin (Akiyama et al. 2005). Lignin terlarut asam adalah fraksi lignin yang terlarut dalam larutan asam saat penentuan lignin klason. Lignin terlarut asam pada kayu daun lebar berkisar antara 3–5% (Easty dan Thompson 1991,

Gambar 2 Kadar lignin sampel kayu dan kulit jati

(22)

10

Akiyama et al. 2005). Kadar lignin terlarut asam kayu jati yang diteliti berkisar 0.67-2.59%. Bagian kulit jati asal Jawa Barat memiliki lignin terlarut asam tertinggi (2.59%) sedangkan kadar lignin terlarut asam terendah terdapat pada sampel kayu asal Jawa Barat (0.67%). Bagian kulit jati memiliki kadar lignin terlarut asam yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagian kayu.

Nisbah Siringil-Guaiasil Lignin

Lignin kayu daun lebar disusun oleh unit monomer guaiasil dan siringil dengan perbandingan tertentu. Oleh karena perbedaan reaktifitas unit guaiasil dan siringil, maka sifat kimia lignin kayu daun lebar dan reaktifitasnya bisa diduga dengan nisbah unit monomer siringil terhadap guaiasil (nisbah S/G). Nisbah unit-unit monomer ini berperan penting dalam pembentukan lignin terlarut asam yang dihasilkan saat penentuan lignin Klason dan reaktifitas lignin dalam proses pulping. Dalam proses pulping, kayu yang mengandung lignin dengan nisbah S/G lebih tinggi akan lebih mudah didelignifikasi selama proses pulping dan menghasilkan rendemen pulp lebih tinggi dibandingkan dengan lignin dengan nisbah S/G lebih rendah (Del Rio et al. 2005).

Seperti pada umumnya jenis kayu daun lebar, lignin kayu jati disusun oleh unit siringil dan guaiasil. Nisbah S/G sampel kayu (0.29 dan 0.37) lebih kecil dibandingkan dengan sampel kulit kayu (1.03 dan 0.96) masing-masing untuk jati asal Jawa Barat dan Jawa Timur (Tabel 2).

Tabel 2 Nisbah S/G dan kadar lignin terlarut asam

No Sampel Nisbah S/G Lignin terlarut asam

1 Kulit asal Jawa Barat 1.03 2.59

2 Kulit asal Jawa Timur 0.96 2.16

3 Kayu asal Jawa Barat 0.29 0.67

4 Kayu asal Jawa Timur 0.37 0.73

Berdasarkan nisbah S/G, lignin kayu jati termasuk ke dalam polimer lignin yang bersifat cenderung rapat (condensed) karena dominan disusun oleh unit guaiasil (nisbah S/G rendah). Karakteristik kimia lignin seperti ini dapat berkontribusi terhadap kerapatan dan sifat mekanis kayu yang lebih tinggi, akan tetapi akan menyulitkan proses pulping. Nisbah S/G lignin kulit kayu jati lebih tinggi dibandingkan dengan lignin bagian kayu. Hal ini akan mendukung potensi pemanfaatan kulit kayu jati sebagai bahan baku pulp atau bioetanol. Lignin yang disusun oleh unit siringil lebih banyak akan lebih mudah didelignifikasi (Del Rio

et al. 2005) sehingga akan memudahkan dalam proses pulping atau penyiapan bahan lignoselulosa untuk pembuatan bioetanol.

(23)

11

yang lebih tinggi pula dibandingkan dengan lignin bagian kayu yang memiliki nisbah S/G lebih rendah (Gambar 3).

Kadar Ekstraktif Terlarut Air

Kelarutan kayu jati dalam air dingin berkisar 3.22-13.82%, sedangkan kelarutan dalam air panas berkisar 4.41-15.36% (Gambar 4). Kelarutan dalam air dingin dari sampel kulit lebih tinggi dibandingkan dengan sampel bagian kayu. Nilai kelarutan dalam air yang tinggi menunjukan bahwa bagian kulit kayu jati mengandung tanin, gum, gula, dan zat warna yang lebih banyak dibandingkan bagian kayunya (Sjostrom 1981). Nilai kelarutan dalam air panas yang paling tinggi ditunjukkan oleh sampel kulit jati asal Jawa Barat (15.36%). Secara keseluruhan nilai kelarutan kayu dalam air panas yang paling tinggi terdapat pada sampel bagian kulit.

Kelarutan kayu dalam air panas lebih besar dibandingkan dengan kelarutan dalam air dingin. Hal ini disebabkan adanya pati yang ikut terlarut dalam air panas. Jika diasumsikan perbedaan kedua data kelarutan ini adalah pati, maka sampel bagian kulit mengandung kadar pati (1.70%) lebih tinggi dibandingkan dengan bagian kayu (1.00 %). Bagian kayu teras umumnya memiliki kandungan pati yang

y = 2.5238x - 0.1345

Gambar 3 Hubungan nisbah S/G dengan ASL

(24)

12

lebih rendah dibandingkan dengan bagian kulit karena pada saat pembentukan kayu teras disertai dengan penurunan yang tajam dari gula terlarut (Fengel dan Wegener 1989). Kadar pati tinggi dalam kayu akan berkontribusi negatif terhadap ketahanan kayu dari perusak biologis. Kayu berkadar pati tinggi akan disukai organisme yang memanfaatkan pati sebagai sumber makanannya.

Kadar Ekstraktif Terlarut NaOH 1%

Kelarutan kayu dalam NaOH 1% berkisar 13.55-33.59%. Kelarutan tertinggi terjadi pada sampel kulit jati asal Jawa Barat yaitu sebesar 33.59%. Secara umum kelarutan kayu dalam NaOH 1% pada bagian kulit lebih tinggi dibandingkan dengan bagian kayu (Gambar 5). Besarnya kelarutan dalam NaOH 1% dari bagian kulit berkorelasi dengan banyaknya karbohidrat dan lignin berbobot molekul rendah. Oleh sebab itu, kelarutan kayu dalam NaOH 1% sering digunakan untuk menduga tingkat kerusakan kayu akibat degradasi oleh faktor perusak biologis atau cahaya untuk kayu yang telah disimpan dalam jangka waktu lama.

Kadar Ekstraktif Terlarut Etanol-Toluena (1:2)

Kelarutan dalam etanol : toluena (1:2) sampel kayu dan kulit jati asal Jawa Barat dan Jawa Timur berkisar 4.48%-10.34%. Sampel kayu dan kulit jati memiliki kadar ekstraktif yang relatif tinggi dengan kadar >4% sehinggga termasuk ke dalam kayu berkadar ekstraktif tinggi (Dirjen. Kehutanan dalam

Iskandar 2005), dan sampel kulit jati asal Jawa Barat memiliki kadar ekstraktif tertinggi (Gambar 6). Perbedaan kadar ekstraktif dan komposisinya dipengaruhi oleh tempat tumbuh, umur dan bagian pada pohon. Pertambahan umur pohon dapat meningkatkan jumlah ekstraktif pada bagian kulit kayu (Sjostrom 1981, Maryati 2000).

Jawa Barat Jawa Timur

K

Gambar 5 Kelarutan kayu dan kulit jati dalam NaOH 1%

(25)

13

Lukmandaru dan Takahashi (2009) menemukan bahwa ekstraktif kayu jati didominasi oleh senyawa-senyawa yang termasuk kelompok kuinon. Hasil penelitian Puteri (2012) menunjukkan bahwa baik bagian kayu maupun kulit jati yang berasal dari Jawa Barat dan Jawa Timur mengandung senyawa kuinon dengan kadar berbeda (Tabel 3). Kandungan kuinon pada ekstraktif bagian kayu lebih banyak dibandingkan dengan bagian kulit. Kuinon dalam ekstraktif jati asal Jawa Timur lebih beragam dibandingkan jati Asal Jawa Barat (Puteri 2012). Senyawa kuinon berperan dalam keawetan alami jati (Haupt 2003 dalam

Lukmandaru dan Takahashi 2008).

Tabel 3 Kandungan kuinon dan contoh senyawanya yang terdapat pada ekstrak kayu dan kulit jati asal Jawa Barat dan Jawa Timur

Kadar (%) Jawa Barat Jawa Timur

Kayu Kulit Kayu Kulit

Total kuinon 8.44 1.97 25.74 6.38

Tektokuinon 7.47 1.50 21.81 6.38

Sumber: Puteri (2012)

Penelitian lainnya menunjukkan bahwa ekstrak dari kulit jati mengandung zat 5-hidroksi-1,4-naftalendion yang bermanfaat sebagai penghambat (inhibitor) terhadap bakteri patogen Listeria monocytogenes dan methicillin resistant Staphylococcus aureus (Neamatallah et al. 2005), sedangkan kandungan 2-metil-antrakuinon pada bagian teras kayu jati efektif digunakan sebagai larvasida alami untuk pengendali nyamuk vektor penyakit demam berdarah (Nugraha 2011). Leyva et al. (1998) melaporkan bahwa 2-metil-antrakuinon (tektokuinon) merupakan antrakuinon tersubtitusi yang memiliki sifat katalis yang sama dengan antrakuinon dalam proses pulping alkali. Kandungan fenolik pada ekstrak kayu jati khususnya tektokuinon juga telah diidentifikasi sebagai zat pelindung terhadap serangan rayap (Lukmandaru dan Takahashi 2008, Rudi et al. 2012). Ekstrak dari bagian kulit jati juga dapat digunakan dalam penyembuhan radang paru-paru, sedangkan untuk bagian kayu, dapat digunakan untuk mengobati penyakit pada rahim, leukoderma (penyakit yang ditandai dengan hilangnya pigmen pada kulit), disentri, sakit kepala dan ganguan pada hati (Goswami et al. 2010).

6.45

Jawa Barat Jawa Timur

K

Gambar 6 Kadar ekstraktif dengan pelarut etanol : toluena (1:2)

(26)

14

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kadar holoselulosa pada limbah kayu jati asal Jawa Barat dan Jawa Timur adalah 71.31% dan 69.95%, alfa selulosa 37.64% dan 37.28%, lignin klason 29.71% dan 31.51%, dan lignin terlarut asam 0.67% dan 0.73%. Kemudian, kelarutan dalam air dingin, air panas, NaOH 1%, dan Etanol:Toluena (1:2) masing-masing sebesar 3.22% dan 4.78%, 4.41% dan 5.59%, 13.55 dan 17.85%, 6.45% dan 8.94%, sedangkan kadar holoselulosa pada limbah kulit jati asal Jawa Barat dan Jawa Timur adalah 73.89% dan 73.97%, Alfa-selulosa 44.18% dan 44.19%, lignin Klason 21.56% dan 27.72%, dan lignin terlarut asam 2.59% dan 2.16%. Kemudian, kelarutan dalam air dingin, air panas, NaOH 1%, dan Etanol:Toluena (1:2) masing-masing sebesar 13.819% dan 6.08%, 13.36% dan 7.95%, 33.59% dan 24.56%, 10.39% dan 4.48%.

Berdasarkan komponen kimianya, kulit kayu jati dengan kadar polisakarida (holoselulosa dan alfa-selulosa) tinggi dan kadar lignin rendah berpotensi sebagai bahan baku pulp dan bioetanol. Selain itu, biomassa limbah pengolahan kayu jati berpotensi sebagai bahan energi biomassa yang baik karena selain memiliki kadar polisakarida yang tinggi, juga memiliki kadar lignin dan ekstraktif yang tinggi.

Saran

Untuk mendukung potensi pemanfaatan kulit kayu jati diperlukan penelitian lebih lanjut tentang komponen kimia dan sifat anatomi kulit jati berdasarkan perbedaan umur pohon, serta pengolahannya sebagai bahan baku pulp dan bioetanol.

DAFTAR PUSTAKA

Akiyama T, Goto H, Nawawi DS, Syafii W, Matsumoto Y, Meshitsuka G. 2005 Erythro/threo Ratio of β-O-4 Structures as an Important Structural Characteristic of Lignin. Part 4. Variation in The Erythro/Threo Ratio in Softwood and Hardwood Lignins and its Relation to Syringyl/Guaiacyl Ratio.

Holzforschung 59: 276-281. doi: 10.1515/HF.2005.045.

Cheng SS, Huang CG, Chen WJ, Kuo YH, Chang ST. 2007. Larvicidal Activity of Tectoquinone Isolated from Red Heartwood-type Cryptomeria japonica

Against Two Mosquito Species. Bio Res Tech. 99:3617-3622. [internet]. [Diunduh 2012 Sep 16] Tersedia pada http://ntur.lib.ntu.edu.tw/bitstream /246246 /177318/1/33.pdf.

(27)

15

Science and Technology: Wood Structure and Composition. New York (US): Marcel Dekker.

Del Rıo JC, Gutie´rrez A, Hernando M, Landı´n P, Romero J, Martı´nez AT. 2005. Determining The Influence of Eucalypt Lignin Composition in Paper Pulp Yield using Py-GC/MS. J. Anal. Appl. Pyrolysis 74: 110–115. [internet]. [Diunduh 2012 Sep 22] Tersedia pada http://www.researchgate.net/publication /222413723_Determining_the_influence_of_eucalypt_lignin_composition_in_ paper_pulp_yield_using_Py-GCMS/file/d912f50897a18c94f6.pdf.

Dence CW. 1992. The Determination of Lignin. Di dalam: Lin S.Y, Dence C.W, editor. Methodes in Lignin Chemistry. Berlin (DE): Springer-Verlag.

Easty DB, Thompson NS. 1991. Wood Analysis. Di dalam: IS, Lewin M, editor.

International Fiber Science and Technology: Wood Structure and Composition. New York (US): Marcel Dekker.

Fengel D, Wegener G. 1989. Wood: Chemistry, Ultrastructure, Reactions. Berlin (DE): Walter de Gruyter.

Goswami DV, Patil MJ, Modi A, Tiwari R. 2010. Pharmacognostic and Phytochemical Investigation of Stem Bark of Tectona grandis Linn. J Pharma and Bio Sci. V1(2):1-8. [internet]. [Diunduh 2012 Sep 18] Tersedia pada http://www.ijpbs.net/issue-2/85.pdf.

Iskandar SD. 2005. Analisis Komponen Kimia dan Dimensi Serat Kayu Dadap (Erythrina variegate Linn) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Leyva A, Dimmel DR, Pullman GS. 1998. Teak Extract as a Catalyst for The

Pulping of Loblolly Pine. TAPPI J. 81(5): 237-240. [internet]. [Diunduh 2012 Okt 2]. Tersedia pada http://www.tappi.org/Downloads/unsorted/UNTITLED---98May237pdf.aspx.

Lukmandaru G, Takahashi K. 2009. Radial Distribution of Quinones in Plantation Teak (Tectona grandis L.f.). Ann. For. Sci. 66:605. doi:10.1051/forest/2009051. Lukmandaru G, Takahashi K. 2008. Variation in The Natural Termite Resistance

of Teak (Tectona grandis Linn. Fil.) Wood as a Function of Tree Age. Ann. For. Sci. 65(7): 708-716. doi: 10.1051/forest:2008047.

Matsushita Y, Kakehi A, Miyawaki S, Yasuda S. 2004. Formation and Chemical Structures of Acid-Soluble Lignin II: Reaction of Aromatic Nuclei Model Compounds with Xylan in The Presence of a Counterpart for Condensation, and Behavior of Lignin Model Compounds with Guaiacyl and Syringyl Nuclei in 72% Sulfuric Acid. J Wood Sci 50:136-141. doi:10.1007/s10086-003-0543-9. Martawijaya A, Kartasujana I, Kadir K, Prawira SA. 2005. Atlas Kayu Indonesia.

Jilid I. Bogor (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor. Maryati D. 2000. Daya Racun Zat Ekstraktif Kulit Kayu Jati (Tectona grandis

L.f) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Neamatallah A, Yan L, Dewar SJ, Austin B. 2005. An Extract from Teak (Tectona grandis) Bark Inhibited Listeria monocytogenes and methicillin resistant Staphylococcus aureus. Appl Microbiol. 41: 94–96. doi:10.1111/j.1472-765X.2005.01680.x.

(28)

16

Pereira H, Graca J, Rodrigues JC. 2003. Wood Chemistry in Relation to Quality. Di dalam: Barnett JR, Jeronimidis G, editor. Wood Quality and its Biological Basis. Canada (US): Blackwell Publishing Ltd.

Putri AYP. 2012. Kadar Tektokuinon pada Ekstrak Kayu dan Kulit Jati (Tectona grandis L.f) Jawa Barat dan Jawa Timur [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Riyanti EI. 2009. Biomassa Sebagai Bahan Baku Bioetanol. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Jurnal Litbang Pertanian, 28(3):101-109. [internet]. [Diunduh 2012 Sep 24]. Tersedia pada http://www.pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/p328 3094.pdf.

Rowell RM, Pettersen R, Han JS, Rowell J, Tshabalala MA. 2000. Cell wall Chemistry. Di dalam: R. Rowell, editor. Handbook of Wood Chemistry and Wood Composite. London (GB): Taylor & Francis.

Rudi, Ul Haq Bhat I, Abdul KHPS, Naif A, Hermawan D. 2012. Evaluation if Antitermitic Activity ofg Different Extracts Obtained from Indonesian Teakwood (Tectona grandis L. f). Bioresource 7(2): 1452-1461. [internet]. [Diunduh 2012 Sep 27]. Tersedia pada http://www.ncsu.edu/bioresources/ BioRes_07/BioRes_07_2_1452_Rudi_HA_Eval_AntiTermite_Extracts_Teakw ood_2298.pdf.

Sjostrom E. 1981. Wood Chemistry: Fundamental and Application. London (GB): Academic Press.

TAPPI. 1996. TAPPI Test Methods. Atalanta (US): TAPPI Press.

(29)

17

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tarutung pada tanggal 11 Mei 1989 dari ayah Djonner Sibuea dan ibu Weda Deli Sinaga (alm). Penulis adalah putra ketiga dari lima bersaudara. Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Tarutung dan pada tahun 2008 penulis diterima di IPB melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) di Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Pada tahun 2011 penulis memilih Bagian Kimia Hasil Hutan sebagai bidang minat studi tugas akhir.

Selama mengikuti perkuliahan penulis terlibat aktif dalam Komisi Kesenian Unit Kegiatan Mahasiswa Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB. Penulis pernah mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Pangandaran dan Gunung Sawal, Jawa Barat dan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi. Penulis juga telah melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Pindo Deli Pulp and Paper Mills, Karawang. Penulis juga pernah mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) yang didanai oleh DIKTI pada tahun 2011.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dengan judul Kadar Komponen Kimia Kayu dan Kulit Jati (Tectona grandis

Gambar

Tabel 1 Klasifikasi komponen kimia kayu Indonesia (kayu daun lebar)
Gambar 3 Hubungan nisbah S/G dengan ASL
Gambar 5  Kelarutan kayu dan kulit jati dalam NaOH 1%
Tabel 3 Kandungan kuinon dan contoh senyawanya yang terdapat pada ekstrak

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan antara keeepatan perambatan gelombang ultrasonik (stress wave velocity) dengan. beberapa sifat mekanis kayu Jati temyata sangat

Senyawa 2-metilantrakuinon yang terkandung dalam serbuk kayu jati dapat digunakan sebagai larvasida nyamuk demam berdarah, namun dengan efektivitas rendah karena dapat

Serbuk gergaji kayu jati mengandung komponen-komponen kimia seperti selulosa, hemiselulosa, lignin dan zat ekstraktif, sehingga dapat digunakan sebagai absorben yang

Judul : Sintesis dan Karakterisasi Poliuretan Alam Melalui Polimerisasi Toluena Diisosianat (TDI) Dengan Lignin Isolat Dari Serbuk Kayu Jati (Tectona Grandis L.f.) dan

Hasil analisis sidik ragam pengaruh perlakuan pangkal, tengah dan ujung terhadap Keteguhan tekan sejajar serat pada kayu jati (Tectona grandis L.F) disajikan pada

Ditinjau dari sifat kimianya, kayu tekan pada kayu daun jarum dikenal dengan kandungan lignin yang lebih tinggi dan selulosa yang lebih rendah dibanding kayu normalnya, sedangkan

Ditinjau dari sifat kimianya, kayu tekan pada kayu daun jarum dikenal dengan kandungan lignin yang lebih tinggi dan selulosa yang lebih rendah dibanding kayu normalnya, sedangkan

Karakteristik paving block porous yang dihasilkan yaitu semakin banyak campuran serbuk gergaji kayu jati, maka kuat tekan dan densitas semakin rendah, sedangkan daya serap air dan laju