• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian Kekakuan Kayu Secara Non Destruktif Gelombang Ultrasonik dan Kekuatan Lentur Secara Destruktif Contoh Kecil Kayu Jati (Tectona grandis. Linn. f.).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengujian Kekakuan Kayu Secara Non Destruktif Gelombang Ultrasonik dan Kekuatan Lentur Secara Destruktif Contoh Kecil Kayu Jati (Tectona grandis. Linn. f.)."

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

SECARA DESTRUKTIF CONTOH KECIL

KAYU JATI (

Tectona grandis.

Linn. f.)

IRFAN HANDRIAN

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SECARA DESTRUKTIF CONTOH KECIL

KAYU JATI (

Tectona grandis

. Linn. f.)

IRFAN HANDRIAN

E24102057

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Kehutanan

pada

Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

Judul Penelitian : Pengujian Kekakuan Kayu Secara Non Destruktif Gelombang

Ultrasonik dan Kekuatan Lentur Secara Destruktif Contoh Kecil

Kayu Jati (

Tectona grandis

. Linn. f.).

Nama Mahasiwa : Irfan Handrian

NIM

: E24102057

Disetujui :

Dr. Lina Karlinasari S.Hut, M.Sc. F

Effendi Tri Bahtiar, S.Hut

Pembimbing I

Pembimbing II

Diketahui

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS.

Dekan Fakultas Kehutanan

(4)

Departemen Hasil Hutan

RINGKASAN

IRFAN HANDRIAN. E24102057. Pengujian Kekakuan Kayu Secara Non Destruktif Gelombang Ultrasonik dan Kekuatan Lentur Secara Destruktif Contoh Kecil Kayu Jati (Tectona grandis. Linn. f ). Dibimbing oleh Dr. Lina Karlinasari, S.Hut, M.Sc.F, dan Effendi Tri Bahtiar, S.Hut.

Dewasa ini telah berkembang dua macam pengujian kualitas kayu yaitu pengujian yang merusak bahan (destruktif) dan tanpa merusak bahan (non destruktif). Metode pembebanan lentur dalam pengujian destruktif antara lain metode one point loading/OPL (pembebanan terpusat di tengah bentang) dan third point loading/TPL (pengujian dua pembebanan dengan jarak antar beban sepertiga bentang). Variabel yang dapat diukur dari metode pengujian tersebut yaitu Esapparent, Estrue, dan MOR. Sementara itu, salah satu metode dalam pengujian non

destruktif ialah menggunakan gelombang ultrasonik. Variabel yang dihasilkan berupa cepat rambat gelombang ultrasonik (V) dan nilai kekakuan dinamis kayu (Ed). Hipotesis dasar untuk evaluasi non destruktif kayu dikemukakan pertama kali oleh Jayne (1959), yaitu sifat energi yang disimpan dan dikeluarkan dari suatu kayu yang diukur secara uji non destruktif, memiliki mekanisme yang sama dalam menjelaskan perilaku statis dari suatu bahan pada uji destruktif. Pada tingkat mikroskopik sifat energi yang disimpan diatur oleh orientasi sel dan komposisi struktural, dimana faktor tersebut berkontribusi terhadap elastisitas statis bahan. Sifat tersebut dapat diteliti melalui osilasi frekuensi pada getaran atau transmisi kecepatan suara. Mengenai sifat energi yang dikeluarkan oleh kayu dilakukan dengan pengukuran pelemahan gelombang akustik (Oliveira 2002). Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pengujian kekakuan kayu secara non destruktif dan kekuatan kayu secara destruktif pada contoh kecil kayu jati, kemudian menentukan hubungan pengujian non destruktif dengan destruktifnya, serta mencari kesetaraan pengujian destruktif antara metode one point loading (OPL) dan third point loading (TPL).

(5)

Departemen Hasil Hutan

Pengujian menggunakan metode TPL menghasilkan variabel modulus elatisitas

apparent (Es2apparent), modulus elatisitas true (Es2true) dan kekuatan lentur patah

(MOR2).

Hasil dari penelitian ini menunjukan nilai rata-rata sifat mekanis kayu jati pada metode OPL yaitu Ed1, Es1apparent dan MOR1 diperoleh berturut-turut

sebesar 20,51 GPa; 7,55 GPa; dan 62,96 MPa. Sementara itu pada metode TPL diperoleh nilai rata-rata Ed2, Es2apparent, Es2true dan MOR2 sebesar 20,86 GPa;

9,45 GPa; 12,74GPa; dan 61,21 MPa. Pada metode OPL nilai Ed1 lebih tinggi sebesar 63% terhadap nilai Es1apparent dan pada pengujian TPL nilai Ed2 lebih

tinggi sebesar 54% terhadap nilai Es2apparentdan Ed2 lebih tinggi sebesar 39%

terhadap nilai Es2true. Perbedaan nilai kekakuan kayu ini berkaitan dengan

(6)

skripsi ini dapat terselesaikan. Ucapan rasa terima kasih penulis kepada semua pihak

yang telah membantu dalam proses penelitian maupun dan penyusunan skripsi ini baik

secara langsung maupun tak langsung, pada kesempatan kali ini penulis ingin

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1.

Dr. Lina Karlinasari, S.Hut, M.Sc.F selaku dosen pembimbing pertama yang telah

banyak sekali memberikan bantuan materil, nasehat, saran serta arahan yang

sangat berharga pada diri penulis.

2.

Effendi Tri Bahtiar, S.Hut sebagai pembimbing kedua yang telah banyak sekali

meluangkan waktu untuk memberikan bantuan arahan teori, dan nasehat kepada

penulis.

3.

Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan, Ms selaku dosen penguji dari Departemen

Silvikultur.

4.

Ir. Jarwadi Budi Hernowo, M.Sc.F selaku dosen penguji dari Departemen

Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.

5.

Papa, mama, adiku tercinta (Gina), keluarga besar Bandung (Ua Cecep), Yuni W

yang selalu memberikan semangat, dorongan moril, materil, do’a, dan nasehat

spiritual yang amat berarti bagi penulis, untuk segera menyelesaikan studinya.

6.

Saudara Irfan laboran di Laboratorium Keteknikan Kayu Fakultas Kehutanan IPB

yang telah banyak sekali membantu sejak awal penelitian sampai dengan akhir

penelitian.

7.

Teman satu perjuangan dalam penelitian ini, Berlian Putri. N dan Danang. W

yang membantu dalam hal pemikiran dan pekerjaan sehingga penelitian ini dapat

terselesaikan, serta sahabat-sahabat yang memberikan bantuan nasehat,

pengetahuan dan pengalaman yang berharga (Mico, Wien, Ika. N, Idiw, Anie,

Irma, Budi, Itan, Enci, Nura, Doger, Dodi I, Dodi M)

(7)

Budiman dan Ibu Neni Anggraeni. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara

Penulis menempuh jalur pendidikan sejak tahun 1989 di TK Nugraha I Bogor.

Pada tahun 1996, penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Pengadilan

III, kemudian melanjutkan pendidikan formalnya pada tahun 1999, di SLTPN 4 Bogor,

dan pendidikan sekolah menengah umum di SMUN 2 Bogor sampai dengan tahun 2002.

Pada tahun 2000 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor di

Departemen Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, melalui jalur Undangan Seleksi

Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI).

Selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis pernah

mengikuti praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) dengan lokasi praktek

pengenalan di Cagar Alam Leuweung Sancang dan Kamojang, Garut, selama satu bulan,

serta praktek pengelolaan KPH Sukabumi selama satu bulan. Penulis juga aktif dalam

lembaga kemahasiswaan diantaranya sebagai panitia “ Seminar Bangunan Tahan

Gempa”, panitia pelepasan wisuda “Pemanenan” tahun 2003, ketua pengurus divisi

multimedia Departemen INFOKOM Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (Himasiltan)

periode 2004-2005, panitia pertandingan basket antar mahasiswa “E-competition” tahun

2005, penulis juga mengikuti Praktek Kerja Lapang (PKL) di Sinar Bogor.

Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kehutanan

IPB, penulis menyusun karya ilmiah yang berjudul

”Pengujian Kekakuan Kayu Secara

Non Destruktif Gelombang Ultrasonik Dan Kekuatan Lentur Secara Destruktif

Contoh Kecil Kayu Jati (Tectona grandis. Linn. f.) ”

sebagai salah satu syarat untuk

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI

...

i

DAFTAR TABEL

... iii

DAFTAR GAMBAR

... iv

DAFTAR LAMPIRAN

...

vi

PENDAHULUAN

...

1

A.

Latar Belakang ... 1

B.

Tujuan ... 2

C.

Hipotesis ... 2

D.

Manfaat ... 2

TINJAUAN PUSTAKA

...

3

A.

Pengujian Destruktif ... 3

B.

Pengujian Non Destruktif ... 4

C.

Gelombang Ultrasonik ... 4

D.

Sifat Mekanis Kayu ... 5

E.

Sifat Fisis Kayu ... 7

F.

Jati ...

8

BAHAN DAN METODE

...

10

A.

Waktu dan Tempat ... 10

B.

Alat dan Bahan ... 10

C.

Metode ... 10

1.

Pembuatan contoh kecil ... 10

2.

Pengujian contoh uji ... 10

2.1.Pengujian non destruktif ... 11

2.2.Pengujian destruktif ... 11

2.3.Pengujian sifat fisis kayu (kerapatan dan KA) ... 14

(9)

Halaman

HASIL DAN PEMBAHASAN

... 16

A.

Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis ... 16

B.

Hubungan Antara Pengujian Non Destruktif Dengan Destruktif ... 21

C.

Hubungan Antar Sifat Mekanis Pada OPL dan TPL. ... 31

KESIMPULAN DAN SARAN

... 37

A.

Kesimpulan ... 37

B.

Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA

... 38

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

1.

Sifat fisis dan mekanis pengujian kayu jati secara non destruktif dan

destruktif ... 16

2.

Modulus Elastis (E) kayu sajajar serat (PKKI’61 Pasal 5 daftar I)... 17

3.

Kelas kuat kayu (PKKI’61 lampiran II ) ... 17

4.

Hasil pengujian sifat mekanis lentur ... 17

5.

Hubungan antara pengujian lentur dinamis dan statis pada pembebanan

terpusat (OPL) dan dua pembebanan (TPL) ...

22

6.

Hubungan antara pengujian lentur dinamis dan statis pada pembebanan

terpusat (OPL)dan dua pembebanan (TPL) dengan transformasi logaritma .. 24

7.

Hubungan antara pengujian lentur dinamis dan kekuatan lentur patah

(MOR) pada OPL dan TPL dengan transformasi logaritma. ... 27

8.

Anova

uji kesejajaran dan keberimpitan antara Es1apparent dan Es2apparent...

32

9.

Anova

uji kesejajaran dan keberimpitan antara Es1apparent dan Es2true ...

34

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1.

One point Loading... 3

2.

Two point Loading ... 3

3.

Third point Loading ... 3

4.

Penempatan tranduser pada metode gelombang ultrasonik ... 11

5.

Contoh uji pada

one point loading

... 12

6.

Letak LVDT pada

third point loading

... 13

7.

Grafik histogram perbandingan antara Ed dan Es pada pengujian OPL dan

TPL ... 18

8.

Diagram gaya lintang / geser dan momen lentur pada OPL dan TPL ... 20

9.

Hubungan antara kekuatan lentur patah (MOR) dengan modulus elastisitas

statis (Es) pada kayu jati ... 25

10. Hubungan antara kekuatan lentur patah (MOR) dengan modulus elastisitas

dinamis (Ed) kayu jati ... 26

11. Hubungan antara Es1apparent dengan kecepatan rambat gelombang ultrasonik

(V1) pada metode OPL ... 28

12. Hubungan antara kekuatan lentur patah (MOR1) dengan kecepatan

rambat gelombang ultrsonik (V1) pada metode OPL ...

28

13. Hubungan antara Es2

apparent

dengan kecepatan rambat gelombang

ultrasonik (V2) pada metode (TPL) ...

29

14. Hubungan antara Es2

true

dengan kecepatan rambat gelombang ultrasonik

(V2) pada metode TPL ...

29

15. Hubungan antara kekuatan lentur patah (MOR2) dengan kecepatan

rambat gelombang (V2) pada metode TPL ...

30

(12)

Halaman

17. Hubungan antara Ed terhadap Es1

[app]

dan Es2

[app]

...

33

18. Hubungan antara Ed terhadap Es1[app] dan Es2[true] ...

35

19. Sylvatest Duo ... 53

20. UTM merk Instron untuk pengujian pembebanan terpusat

one point

loading

(OPL) ... 53

21. UTM merk senstar untuk pengujian pembebanan

third point loading

(TPL) . 53

22. Mata bor untuk membuat lubang penempatan transduser pada contoh uji ... 53

23. Mesin bor ... 53

24. LVDT, alat ukur defleksi statis ... 53

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1.

Uji-t saling bebas...

42

2.

Uji kesejajaran dan keberimpitan ...

43

3.

Nilai kadar air ...

44

4.

Data pengujian OPL ...

45

5.

Data pengujian TPL ...

48

6.

Perhitungan diagram gaya lintang/geser (Vx), momen lentur (Mx), dan

defleksi. ...

51

(14)

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Di pasaran, kayu tersedia dalam beragam kualitas dan kekuatan karena

adanya variasi dari tempat tumbuh, variasi antar pohon, dan variasi dari antar

bagian dalam batang. Pemilahan kayu diperlukan dalam rangka mengetahui

kualitas kayu tersebut. Untuk mengatasi adanya variasi ini, diperlukan adanya

suatu metode pengujian kualitas dan kekuatan kayu tersebut agar dapat

dikelompokkan ke dalam kelas mutu tertentu. Salah satu teknologi pengujian

terbaru untuk menduga kualitas dan kekuatan kayu adalah pengujian non

destruktif / non destructive testing or evaluation (NDT/E). Hipotesis dasar untuk

evaluasi non destruktif kayu dikemukakan pertama kali oleh Jayne (1959),

mengenai sifat energi yang disimpan dan dikeluarkan dari suatu kayu dapat diukur

oleh uji non destruktif, diatur oleh suatu mekanisme yang sama dalam

menjelaskan perilaku statis dari suatu bahan. Pada tingkat mikroskopik sifat

energi yang disimpan diatur oleh orientasi sel dan komposisi struktural, dimana

faktor tersebut berkontribusi terhadap elastisitas statis bahan. Sifat tersebut dapat

diteliti melalui osilasi frekuensi pada getaran atau transmisi kecepatan suara.

Mengenai sifat energi yang dikeluarkan oleh kayu dilakukan dengan pengukuran

pelemahan gelombang akustik (Oliveira 2002).

Jenis kayu yang masih menjadi pusat perhatian banyak orang dari sekian

banyak jenis kayu yang ada adalah kayu jati. Banyak sekali orang yang menyukai

kayu jati karena kekuatannya, selain sudah dipandang masyarakat sebagai fancy

wood (kayu indah) dan mewah. Tanaman jati merupakan tanaman tropika dan

subtropika yang sejak abad ke-9 telah dikenal sebagai pohon yang memiliki

kualitas tinggi dan bernilai jual tinggi (Sumarna 2003). Alasan-alasan inilah yang

mendorong permintaan terhadap jati tidak pernah sepi. Untuk memenuhi

perrmintaan tersebut saat ini produksi kayu jati terus diupayakan. Dalam beberapa

tahun terakhir produksi rata-rata hutan jati yang dikelola oleh Perum Perhutani

mencapai 800 ribu m3/tahun. Pada tahun 1999 diketahui produksi kayu jati

mencapai 639.818 m3/tahun, dan pada tahun 2000 produksi kayu jati mencapai

(15)

B. TUJUAN

Tujuan penelitian adalah :

a. Menguji kekakuan kayu secara non destruktif dan kekuatan kayu

secara destruktif

b. Menentukan hubungan pengujian non destruktif dengan destruktifnya

c. Mencari kesetaraan pengujian destruktif antara metode one point

loading (OPL) dan third point loading (TPL).

C. HIPOTESIS

Hipotesis penelitian ini adalah:

a. Pengujian destruktif dengan cara OPL dan TPL akan menghasilkan

Es(apparent) yang sama.

b. Nilai Es(apparent) yang dihasilkanpada OPL tidak sama dengan Es(true) yang dihasilkanpada TPL

c. Pengujian destruktif dapat disetarakan dengan hasil pengujian non

destruktif.

D. MANFAAT

Penelitian ini merupakan bagian kecil yang terintegrasi dengan payung

penelitian pengujian kualitas kayu secara non destruktif. Pada akhirnya

diharapkan pengujian kualitas kayu secara non destruktif dapat diterapkan di

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengujian Destruktif

Pengujian destruktif merupakan metode yang digunakan untuk menduga

kekuatan kayu dengan cara merusak kayu. Pada ASTM D 198-05dijelaskan

beberapa metode pengujian secara destruktif antara lain: (1) metode one point

loading (OPL) atau pengujian beban tunggal terpusat yaitu kasus pembebanan

dimana beban diterapkan/dibebankan di tengah bentang (mid-span); (2) metode

two point loading atau pengujian dua pembebanan yaitu kasus dimana beban

ditempatkan pada dua titik dengan jarak yang sama jauh dari titik reaksi tumpuan,

metode two point loading juga dikenal sebagai four point loading, sebab ada dua

beban dan dua titik reaksi yang bertindak pada balok; (3) metode third point

loading (TPL) yaitu kasus two point secara khusus dengan jarak penempatan

beban sepertiga dari panjang bentang diukur dari titik reaksi (tumpuan).

Selanjutnya dijelaskan oleh Gambar 1, 2, dan 3.

Gambar 1. Metode one point loading

Gambar 2.Metode two point loading

(17)

B. Pengujian Non Destruktif

Non destruktif Testing/ NDT adalah suatu metode yang tidak merusak

fungsi dari struktur bahan dan dapat dilakukan re-testing pada lokasi yang sama

untuk mengevaluasi perubahan sifatnya menurut waktu (Malik et al. 2002).

Evaluasi non destruktif didefinisikan sebagai suatu ilmu dalam

mengidentifikasi sifat fisik dan mekanis dari suatu unsur material yang ditentukan

tanpa mengubah kapasitas tujuan aplikasi akhirnya (Ross et al. 1998 dalam

Oliveira 2002).

Beberapa metode yang dilakukan untuk menduga kualitas kayu secara non

destruktif ( Malik et al. 2002) yaitu:

1. Mekanis dan optis : warna, patahan, dimensi, permukaan akhir.

2. Radiasi Penetrasi : Patahan, kerapatan, variasi kimia, objek asing, ketebalan.

3. Elektromagnetik dan elektronik : anisotropis, rongga, komposisi, kontaminasi,

korosi, patahan, konduktifitas listrik dan panas, ketebalan lapisan, kadar air,

polarisasi.

4. Sonik dan ultrasonik : degradasi, struktur tegangan permukaan, kekuatan tarik,

geser, dan tekan.

5. Panas dan infra merah : Ikatan, komposisi, emisifitas, kontur panas, porositas

reflektifitas, tegangan, konduktifitas panas, ketebalan.

C. Gelombang Ultrasonik

Berdasarkan zat antaranya, gelombang dibagi menjadi 2 yaitu gelombang

elektromagnetik dan gelombang mekanis. Gelombang elektromagnetik tidak

memerlukan medium atau zat antara dalam perambatannya sedangkan gelombang

mekanis memerlukan medium atau zat antara dalam perambatannya (Young

2003). Gelombang ultrasonik merupakan gelombang bunyi yang termasuk ke

dalam gelombang mekanis dimana gelombang tersebut dapat digunakan untuk

pengujian non destruktif.

Medium gelombang bunyi dapat berupa zat padat, cair, ataupun gas.

Frekuensi gelombang bunyi yang dapat diterima manusia berkisar antara 20 Hz

sampai dengan 20 KHz, atau dinamakan sebagai jangkauan yang dapat didengar

(18)

disebut infrasonik atau infra bunyi, sedangkan gelombang bunyi yang memiliki

frekuensi lebih dari 20 KHz disebut ultrasonik (Young 2003).

D. Sifat Mekanis Kayu

Sifat mekanis kayu adalah sifat yang berhubungan dengan kekuatan kayu

yang merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban atau gaya luar

yang bekerja padanya. Gaya yang timbul akibat suatu gaya luar disebut tegangan

(stress) dan gaya ini menimbulkan regangan yang bertendensi untuk mengubah

bentuk dan ukuran dari benda yang bersangkutan (Wangaard 1950)

Sifat mekanis kayu terdiri atas (Wangaard 1950):

1. Keteguhan lentur (Bending strength), terdiri atas :

a. Tegangan Pada Batas Proporsi (Fibre Stress at Proportional limit)

b. Tegangan Pada Batas Patah (Modulus of Rupture, MOR)

c. Modulus Elastisitas (Modulus of Elasticity, E)

2. Keteguhan tekan, terdiri atas :

a. Keteguhan tekan tegak lurus serat

b. Keteguhan tekan sejajar serat

3. Keteguhan tarik, terdiri atas :

a. Keteguhan tarik tegak lurus serat

b. Keteguhan tarik sejajar serat

4. Keteguhan geser (Shearing strength)

5. Sifat kekakuan (Stiffness)

6. Sifat keuletan (Toughness)

7. Sifat kekerasan (Hardness)

8. Sifat ketahanan belah (Cleavage Resistance)

Pengujian sifat mekanis kayu yang dilakukan pada penelitian ini berupa

modulus elastisitas(E)dan kekuatan lentur patah (MOR).

D.1.Modulus elastisitas (E)

Modulus elastisitas atau kekakuan bahan merupakan suatu nilai yang

konstan dan merupakan perbandingan antara tegangan dan regangan di bawah

(19)

sedangkan regangan adalah perubahan panjang per unit panjang bahan semula

(Haygreen dan Bowyer 2003).

Modulus elastisitas (E) merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan

perubahan bentuk atau lentur yang terjadi sampai dengan batas proporsi. Semakin

besar beban yang bekerja, semakin tinggi tegangan yang timbul dan semakin

besar perubahan bentuk yang akan terjadi sampai dengan batas proporsi.

Hubungan tegangan dan regangan membentuk garis lurus. Batas proporsi itu

adalah bila beban yang bekerja dilepaskan, benda akan kembali ke bentuk semula,

tetapi apabila beban melewati batas ini, benda tidak akan ke bentuk asal meskipun

beban telah dilepaskan. Haygreen dan Bowyer (2003), menyatakan bahwa E ini

berkaitan dengan regangan, defleksi, dan perubahan bentuk yang terjadi. Besarnya

defleksi dipengaruhi oleh besar dan lokasi pembebanan, panjangnya dan ukuran

penampang balok serta E kayu. Hubungan antara modulus elastisitas (E) dengan

defleksi yaitu apabila semakin tinggi E suatu balok, semakin berkurang

defleksinya dan semakin tahan terhadap perubahan bentuk. Berdasarkan

pengukuran terhadap nilai defleksi yang terjadi pada saat pembebanan, maka nilai

E dibagi menjadi 2, yaitu Eapparent dan Etrue. Nilai Eapparent, dipengaruhi oleh

defleksi akibat gaya geser. Sedangkan Etrue tidak terdapat pengaruh gaya geser

didalamnya. Dirumuskan yaitu Δ=ΔMG, dimana Δ adalah defleksi apparent,

ΔM yaitu defleksi true (akibat momen lentur), dan ΔG yaitu defleksi akibat gaya geser.

D. 2. Kekuatan lentur patah (MOR)

Tegangan yang dihitung dari beban maksimum (beban pada saat patah)

disebut tegangan patah. Kekuatan lentur patah atau Modulus of Rupture (MOR)

merupakan sifat mekanis kayu yang berhubungan dengan kekuatan kayu yaitu

ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban atau gaya luar yang bekerja

padanya dan cenderung mengubah bentuk dan ukuran kayu tersebut (Kollman dan

Cote 1968), dengan kata lain kekuatan lentur patah merupakan sifat kekuatan

kayu dalam menentukan beban yang dapat dipikul oleh suatu balok atau gelagar.

Sedangkan menurut Haygreen dan Bowyer (2003), tegangan patah adalah nilai

(20)

pada beban maksimum. Kekuatan kayu berbeda dalam arah longitudinal,

tangensial, dan radial. Namun sifat-sifat dalam arah radial dan tangensial

umumnya tidak berbeda banyak, sehingga untuk keperluan praktis seringkali

dianggap sama.

E. Sifat fisis kayu

Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar yang erat hubungannya dengan

struktur kayu itu sendiri. Haygreen dan Bowyer (2003) menerangkan bahwa sifat

fisikomekanik kayu ditentukan oleh tiga ciri: (1) porositasnya atau proporsi

volume rongga yang dapat diperkirakan dengan mengukur kerapatannya; (2)

Organisasi struktur sel yang meliputi struktur mikro dinding sel dan variasi serta

proporsi tipe sel; dan (3) kandungan air. Sifat fisis yang diuji pada penelitian ini

adalah kadar air, kerapatan dan BJ.

E.1. Kadar air (KA)

Menurut Haygreen dan Bowyer (2003), kadar air didefinisikan sebagai berat

air dalam kayu yang dinyatakan dalam persen terhadap Berat Kering Tanur

(BKT). Kadar air ini mempengaruhi kekuatan kayu. Jika terjadi penurunan kadar

air atau kayu tersebut mengering maka kekuatan kayu akan meningkat. Pengaruh

penurunan kadar air terhadap sifat kekuatan kayu akan tampak jelas apabila kadar

air berada di bawah titik jenuhserat. Air dalam kayu terdiri atas air bebas dan air

terikat dimana keduanya secara bersama-sama menentukan kadar air kayu. Dalam

satu jenis pohon kadar air segar bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan

umur pohon (Haygreen dan Bowyer 2003).

E.2. Kerapatan dan berat jenis

Definisi kerapatan menurut Tsoumis (1991) adalah perbandingan massa

suatu bahan terhadap volumenya, dan menurut Haygreen dan Bowyer (2003)

adalah perbandingan berat dan atau massa suatu bahan terhadap volumenya.

Kerapatan kayu mempunyai variasi, yaitu:

1. Variasi dalam satu pohon, dimana kerapatan bervariasi pada arah vertikal

(21)

2. Variasi antar pohon dalam spesies yang sama, dimana kerapatan dipengaruhi

oleh faktor lingkungan dan faktor keturunan (genetik).

Berat jenis merupakan perbandingan kerapatan suatu bahan dengan

kerapatan benda standar (Mandang dan Pandit 1997). Berat jenis (BJ) menurut

Haygreen dan Bowyer (2003) merupakan perbandingan antara kerapatan kayu

(atas dasar berat kering tanur dan volume pada kandungan air yang ditentukan)

dengan kerapatan air pada suhu 4oC. Air memiliki kerapatan 1g/cm3 atau 1000

kg/m3 pada suhu standard tersebut.

BJ dan kerapatan sangat mempengaruhi sifat-sifat higroskopisitas,

kembang-susut, mekanis, akustik, kelistrikan dan pengerjaan lanjutan lainnya.

Semakin tinggi nilai BJ atau kerapatan umumnya kayu makin kuat. Pertambahan

berat dari kayu oleh zat-zat ekstraktif yang terdapat dalam kayu hampir tidak

meninggikan kekuatan mekanisnya, tetapi pada umumnya pertambahan tebal dari

dinding sel kayu akan menyebabkan kenaikan kekuatan.

F. Jati

Tanaman jati yang ada di Indonesia berasal dari India, tanaman ini

mempunyai nama ilmiah Tectona grandis Linn. F. Secara historis nama Tectona

berasal dari Portugis yaitu tekton yang berarti tumbuhan yang memiliki kualitas

tinggi. Tanaman jati merupakan tanaman tropika dan subtropika yang sejak abad

ke-9 telah dikenal sebagai pohon yang memiliki kualitas dan nilai jual tinggi

(Sumarna, 2003).

Dalam klasifikasi, tanaman jati mempunyai penggolongan sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Angiospermae

Sub-kelas : Dycotyledonae

Ordo : Verbenales

Famili : Verbenaceae

Genus : Tectona

Spesies : Tectona grandis Linn. f.

Kayu jati merupakan famili Verbenaceae yang mempunyai nama daerah

(22)

lain memiliki kayu teras berwarna kuning emas kecoklatan sampai coklat

kemerahan sehingga mudah dibedakan dengan warna kayu gubal (berwarna putih

agak keabu-abuan), memiliki corak dekoratif yang indah berkat jelasnya lingkaran

tumbuh, sedikit buram dan berminyak. Lingkaran tumbuh tampak sangat jelas,

baik pada bidang melintang, arah radial, maupun tangensial, dan kayunya agak

keras. Bertekstur agak kasar sampai kasar dan tidak rata. Memiliki arah serat

lurus, bergelombang sampai agak berpadu. Ciri anatomi kayu jati yaitu pori

berbentuk bundar sampai bundar telur, pembuluh tata lingkar, diameter tangensial

bagian kayu awal sekitar 340-370 mikron, pada kayu akhirnya sekitar 50-290

mikron, bidang perforasi sederhana, berisi tilosis atau endapan berwarna putih.

Parenkima termasuk tipe paratrakeal (bentuk selubung tipis, pada bagian

kayu-awal selubung itu agak lebar sampai membentuk pita marginal), di samping itu

terdapat juga yang bertipe apotrakeal (jarang ada, umumnya membentuk rantai

yang terdiri atas sekitar 4 sel). Struktur anatomi jati memiliki jari-jari homogen

lebar 50-10 μ, dan tinggi 500-2000μ, terdiri atas 4 seri atau lebih, jumlahnya

sekitar 4-7 per mm pada arah tangensial, komposisi selnya homoselular (hanya

sel-sel baring) dan tinggi sel jari-jari dapat mencapai 0,9 mm. Jati termasuk ke

dalam kelas awet I-II dan kelas kuat II, memiliki kegunaan untuk bahan

bangunan, bantalan kereta api, kusen jendela, perabot rumah tangga dan lain-lain

(23)

BAHAN DAN METODE

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari sampai Juni 2006 yang

berlokasi di dua tempat yaitu Laboratorium Keteknikan Kayu Departemen Hasil

Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor dan Pusat Penelitian

Pemukiman DPU, Cileunyi-Bandung .

B. Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah kayu jati (Tectona grandis

Linn. F) yang diperoleh dari hutan rakyat di daerah sekitar Dramaga-Bogor,

berupa balok dengan ukuran (8x15x200)cm. Alat-alat yang dipakai ialah alat uji

non destruktif gelombang ultrasonik merk Sylvatest Duo (f = 22KHz), alat uji

destruktif UTM (Universal Testing Machine) merk Instron (kapasitas beban

maksimum ± 5 ton), dan merk Senstar (kapasitas beban maksimum ±10 ton), bor

listrik dengan ukuran mata bor 5 mm, LVDT (Linear Variable Differential

Transformer), portable data logger, dan alat bantu lainnya seperti mesin circular

saw, gergaji tangan, mesin serut, oven, moisture meter, alat timbangan. Gambar

19 sampai Gambar 25 pada Lampiran 7 menyajikan alat-alat yang digunakan.

C. Metode

C.1. Pembuatan contoh uji kecil

Contoh uji kecil yang digunakan berasal dari balok (8 x 12 x 200) cm kering

udara yang kemudian dibuat potongan berukuran (2,5 x 2,5 x 41 cm) yang

mengacu pada secondary method specimen dalamASTM D 143-94 untuk metode

pengujian standar contoh kecil bebas cacat. Jumlah contoh uji yang digunakan

adalah 213 buah. Seluruh contoh uji dalam kondisi kering udara.

C.2. Pengujian Contoh uji

(24)

C.2.1. Pengujian non destruktif

Pengujian non destruktif dilakukan dengan cara mengukur kecepatan

gelombang ultrasonik. Pengujian dilakukan dengan menempatkan 2 buah

transduser di kedua ujung contoh uji kayu. Satu transduser sebagai pengirim

(transmitter, T) signal gelombang ultrasonik dan transduser lainnya sebagai

penerima signal gelombang ultrasonik (receiver, R). Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada Gambar 4 berikut.

\

Gambar 4. Penempatan tranduser pada metode gelombang ultrasonik

Kecepatan gelombang ultrasonik yang terbaca kemudian dicatat yang

selanjutnya dapat digunakan untuk menghitung modulus elastisitas (E) dinamis

(Ed) melalui persamaan Christoffel (Karlinasari 2005) :

( )

g V

Ed

ρ

2

= ... (1)

dimana:

Ed = modulus elastisitas dinamis (kg/cm2) ρ = kerapatan (kg/cm3)

g = konstanta gravitasi bumi (0,098 cm/detik2)

V = kecepatan rambat gelombang ultrasonik (cm/detik)

C.2.2. Pengujian destruktif

Pengujian destruktif dilakukan untuk mencari nilai sifat mekanis lentur

statis berupa nilai Es dan MOR, serta penentuan sifat fisis kayu berupa kerapatan

dan kadar air kayu.

Pengujian mekanis lentur statis dilakukan menggunakan dua metode yaitu

metode pembebanan terpusat (one point loading, OPL) dan metode dua

pembebanan (third point loading, TPL).

Pengujian mekanis untuk mengukur E dan MOR menggunakan UTM merk

Instron (untuk OPL) dan UTM merk Senstar (untuk TPL). Defleksi akibat

pembebanan dapat diukur dengan menggunakan LVDT dan nilainya dapat

diketahui melalui portable data logger untuk pengujian menggunakan UTM merk

(25)

Senstar. Untuk pengujian menggunakan UTM merk Instron, defleksi terbaca pada

komputer. Kecepatan pembebanan pada pengujian alat diatur sebesar 1,3

mm/detik berdasarkan metode sekunder pada ASTM D 143-94. Nilai beban

maksimum diperoleh sampai contoh uji mengalami kerusakan/patah permanen.

C.2.2.1. Pengujian metode one point loading

Metode ini mengukur sifat modulus elastisitas (Es) dan kekuatan lentur

patah (MOR) dengan pembebanan berada pada tengah contoh uji. Ukuran status

dari contoh uji disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Contoh uji pada one point loading

Perhitungan Es dan MOR one point loading dilakukan menggunakan rumus

(ASTM D 198-05):

y bh

PL app = 3Δ

3 ] [ 1 s 4

E ... (2)

2 2 3 bh L P

MOR= maks ... (3)

dimana:

Es1[app] = modulus elastisitas apparent pada OPL(kg/cm2)

P = perubahan beban di bawah batas proporsi (kg)

L = jarak sangga / panjang bentang (cm)

b = lebar penampang contoh uji (cm)

h = tinggi penampang contoh uji (cm)

MOR = modulus patah (kg/cm2)

Pmaks = beban maksimum (kg)

y = perubahan defleksi (cm)

Keterangan: 1 Pa = 10-5

kg/cm2

; 1 Mpa = 10 kg/cm2

; 1 GPa = 104

kg/cm2

C.2.2.2. Pengujian metode third point loading

Metode pengujian third point loading adalah kasus two point secara

khusus, di mana penempatan kedua beban pada jarak yang sama (sepertiga P

h=2,5cm b=2,5cm

½ L ½ L

L=36cm

(26)

panjang dari titik reaksi tumpuan) seperti terlihat pada Gambar 6. Gambar tersebut

menyajikan skema pengujian yang dilakukan termasuk defleksi akibat

pembebanan yang diukur menggunakan LVDT yang ditempatkan pada ketiga titik

di bagian bawah contoh uji.

Gambar 6. Letak LVDT pada third point loading

Perhitungan Es dan MOR third point loading dilakukan dengan rumus

(ASTM D 198-05):

3 1 3 ] [ 2 7 ,

4 ybh

PL Es app

Δ

= ... (4)

3 2 ] [ 2 4 bh PLL E Lb b true

s = Δ ... (5)

2 bh

L P

MOR= maks ... (6)

dimana:

Es2[app] = modulus elastisitas apparent pada TPL (kg/cm2)

Es2[true] = modulus elastisitas true pada TPL (kg/cm2)

P = perubahan beban di bawah batas proporsi (kg)

L = jarak sangga / panjang bentang (cm)

Lb = jarak sangga / panjang bentang di antara dua pembebanan(cm

y1 = perubahan defleksi pada LVDT 1 (cm)

∆Lb =perubahan defleksi di antara dua pembebanan (cm)

b = lebar penampang contoh uji (cm)

h = tinggi penampang contoh uji (cm)

MOR = modulus patah (kg/cm2)

Pmaks = beban maksimum (kg)

h=2,5cm 2,5cm

1/3 L 1/3 L 1/3 L

b=2,5cm

L=36cm

panjang c.u. 41cm P

(27)

Perhitungan perubahan defleksi di antara dua pembebanan (∆Lb),

dihasilkan melalui rumus:

) 2 y3 y2 ( -y1 Lb Δ + Δ Δ = Δ dimana:

∆y1 = perubahan defleksi pada LVDT 1(cm)

∆y2 = perubahan defleksi pada LVDT 2(cm)

∆y3 = perubahan defleksi pada LVDT 3(cm)

C.2.3. Pengujian sifat fisis kayu (kerapatan dan KA)

Pengujian kerapatan kayu dilakukan terhadap 20 contoh uji sampel secara

acak yang diambil dari contoh uji lentur yang telah rusak. Ukuran contoh uji

adalah (2,5 x 2,5 x 2,5) cm. Selanjutnya contoh uji ditimbang berat dan diukur

volumenya untuk kemudian dihitung kerapatan kayu dengan rumus :

V

BA

=

ρ

... (7)

dimana :

BA = Berat awal kayu (g) V = Volume kayu (cm3)

Sementara itu kadar air (KA) diperoleh dengan menggunakan rumus:

% 100 × − = BKT BKT BA

KA ... (8)

dimana :

KA = kadar air (%)

BA = berat awal kayu (gram) BKT = berat kering tanur (gram)

D. Analisis stasistik

Analisis stasistik yang dilakukan berupa analisis statistik deskriptif dan

analisis regresi yang terdiri atas analisis regresi linier sederhana dan analisis

regresi berganda dengan peubah boneka (Dummy Variable).

a. Analisis stastistik deskriptif berupa nilai rata-rata (mean), nilai maksimum,

nilai minimum, nilai standar deviasi (SD), dan koefisien variasi (CV) dimana

(28)

b. Uji-t saling bebas, digunakan untuk mengetahui perbedaan pengujian

destruktif antara Es(apparent) pada metode OPLdan Es(apparent) pada metode TPL, dan antara nilai Es(apparent) pada OPL dan TPL terhadap Es(true) pada TPL. c. Model regresi linier sederhana digunakan untuk mengetahui hubungan

pengukuran non destruktif dan pengukuran destruktif

X

Y =α + β ... (9)

dimana:

Y = peubah tak bebas x = peubah bebas α = intersep

β = kemiringan garis (slope)

d. Model regresi peubah boneka (dummy variable) untuk mengetahui kesetaraan

pengujian destruktif antara metode OPL dan TPL.

Z X Z X

Y =α+β123 . ... (10)

dimana:

Y = peubah tak bebas X = peubah bebas

Z = peubah boneka (dummy variable) α = intersep

β1,2,3 = kemiringan garis (slope)

Perhitungan dilakukan dengan bantuan personal computer (PC) didukung

(29)

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis

Sifat fisis dan mekanis kayu merupakan nilai karakteristik yang dapat

menentukan besar kecilnya kekuatan yang terdapat pada suatu kayu. Hasil

pengujian sifat fisis dan mekanis kayu Jati (Tectona Grandis. Linn. f.) disajikan

pada Tabel 1.

Tabel 1. Sifat fisis dan mekanis pengujian kayu jati secara non destruktif dan destruktif

KA (%) (n=20)

ρ

(g/cm3) (n=213)

Pengujian I (n=119) Pengujian II (n=94)

NDT Destruktif OPL NDT Destruktif TPL V 1 (m/detik) Ed 1 (GPa) Es1[app] (GPa) MOR1 (Mpa) V 2 (m/detik) Ed2 (GPa) Es2[app] (GPa) Es2[true] (GPa) MOR2 (MPa)

Rataan 17,12 0,76 5192.55 20,51 7,55 62,96 5157,26 20,86 9,45 12,74 61,21

max 26,58 0,96 6403,00 32,07 13,54 100,72 6238,00 27,75 14,52 27,44 97,62

min 12,05 0,55 3657,00 9,85 0,76 6,97 4136,00 13,30 4,42 4,95 26,99

SD 3,74 0,09 638,83 4,21 2,53 24,82 474,62 2,92 1,81 3,80 12,64

CV % 21,87 11,95 12,30 20,54 33,54 39,43 9,20 14,00 19,16 29,80 20,64

Keterangan: KA = kadar air; ρ = kerapatan; V 1 = kecepatan rambat gelombang ultrasonik (OPL); Ed1 = modulus elastisitas dinamis (OPL); Es1[app] = modulus elastisitas statis apparent (OPL); MOR1

= kekuatan lentur patah (OPL); V2 = kecepatan rambat gelombang ultrasonik (TPL); Ed2 = modulus elastisitas dinamis (TPL); Es2[app] = modulus elastisitas statis apparent (TPL); Es2[true]

= modulus elastisitas statis true (TPL); MOR2 = kekuatan lentur patah (TPL)

Dari Tabel 1 diperoleh nilai kadar air sebesar 17,12% dengan nilai

kerapatan kayu jati sebesar 0,76 g/cm3, sementara itu nilai kecepatan rambat

gelombang ultrasonik (V) yang diperoleh dari pengukuran pada kayu jati secara

garis besar berkisar antara 3.657-6.403 m/detik dengan nilai kecepatan rata-rata

sebesar 5.030 m/detik. Untuk nilai dari sifat mekanis kayu yaitu nilai Esapparent,

dan MOR diperoleh sebesar 7,55 GPa dan 62,96 MPa. Nilai tersebut

mengakibatkan kayu Jati masuk dalam kelas kuat III atau IV sesuai dengan Tabel

PKKI NI 5 tahun 1961. Tabel 2 dan Tabel 3 menyajikan nilai kelas kuat

berdasarkan PKKI’61. Sementara itu Tabel 4 menyajikan hasil pengujian sifat

(30)

Tabel 2. Modulus Elastisitas (E) kayu sejajar serat (PKKI’61 Pasal 5 daftar I)

Kelas kuat Es

[image:30.612.145.495.187.274.2]

(kg/cm2 ) I 125000 II 100000 III 80000 IV 60000

Tabel 3. Kelas kuat kayu (PKKI’61 lampiran II )

Kelas kuat Berat jenis Keteguhan lengkung mutlak Keteguhan tekan mutlak

(kg/cm2) (kg/cm2)

I II III IV V 0,90 0,60 - 0,90 0,40 - 0,60 0,30 - 0,40

0,30

1100 725 - 1100

500 - 725 300 - 500

300

650 425 - 650 300 - 425 215 - 300

215

keterangan 1 Pa = 1,00 x 10-5

kg/cm2

; 1 Mpa = 10,0 kg/cm2

[image:30.612.148.431.310.376.2]

; 1 GPa = 10.000 kg/cm2

Tabel 4. Hasil pengujian sifat mekanis lentur

Sifat mekanis lentur Es1

(GPa)

MOR1 (Mpa)

Hasil 7,72 62,95

Kelas kuat IV III

keterangan 1 Pa = 10-5

kg/cm2

; 1 Mpa = 10 kg/cm2

; 1 GPa = 104

kg/cm2

Tabel 4 diatas memperlihatkan bahwa kayu jati (Tectona grandis Linn. f.)

dalam penelitian ini termasuk ke dalam beberapa kelas kuat kayu, berdasarkan

nilai kekakuan lentur statis kayu jati pada penelitian ini termasuk ke dalam kelas

kuat IV, sedangkan berdasarkan nilai kekuatan lentur patah kayu jati pada

penelitian ini termasuk ke dalam kelas kuat III. Adanya perbedaan kelas kekuatan

kayu tersebut dikarenakan adanya cacat pada contoh kecil kayu jati untuk

penelitian ini, diketahui bahwa cacat berpengaruh terhadap sifat mekanis lentur,

Sedangkan merujuk pada PKKI contoh uji yang digunakan sebagai acuan

merupakan contoh kecil bebas cacat, sehingga keadaan ini jelas menghasilkan

perbedaan dalam hal kelas kuat. Selain itu kelas kuat dalam penelitian ini berbeda

dengan pernyataan Mandang dan Pandit (1997) bahwa kayu jati termasuk ke

dalam kelas kuat II, hal ini dikarenakan kayu sebagai salah satu bahan dari hasil

proses biologis melalui interaksi berbagai macam faktor seperti lingkungan

(tanah, air, iklim, dan faktor lainnya) sehingga akan berpengaruh terhadap

pertumbuhan suatu pohon dan juga akan mempengaruhi kekuatan kayu yang

dihasilkan. Selain itu mengingat kayu memiliki variasi kekuatan yaitu variasi

(31)

akan menghasilkan kekuatan yang berbeda pula. Kemudian perlakuan saat

pengolahan (konversi dari log menjadi balok atau sampai ukuran kecil) dapat

mempengaruhi kekuatan kayu yang dihasilkan.

Untuk nilai dari sifat mekanis kayu pada pengujian pembebanan terpusat

(OPL) yaitu nilai Ed1, Es1apparent, dan MOR1 diperoleh berturut-turut nilai

rata-rata sebesar 20,51GPa; 7,55 GPa; dan 62,96 MPa. Sementara itu pada pengujian

dua pembebanan (TPL) diperoleh nilai rata-rata Ed2, Es2apparent, Es2true dan

MOR2 sebesar 20,86 GPa; 9,45 GPa;12,74 GPa;dan 61,21 Mpa. Dari kedua

pengujian tersebut terlihat perbedaan nilai sifat mekanis lentur (Esapparent, Estrue,

Ed, MOR), hal ini sejalan dengan teori bahwa terdapat perbedaan dari metode

pengujian OPL dan TPL dimana pada OPL terdapat gaya geser yang berpengaruh

pada defleksi dan pada akhirnya akan mempengaruhi nilai E yang dihasilkan,

sedangkan pada TPL tidak terdapat gaya geser di tengah bentang diantara dua

beban sehingga defleksi yang terjadi pada posisi tersebut hanya disebabkan oleh

lentur murni (Bahtiar, 2005). Hoyle Jr (1978) menyatakan bahwa dalam

persamaan defleksi modulus geser merupakan nilai yang sering diabaikan.

Dari hasil diatas diketahui bahwa nilai Ed lebih tinggi dibandingkan nilai

Es. Pada pengujian OPL nilai Ed lebih tinggi sebesar 63% terhadap nilai Es1[app]

dan pada pengujian TPL nilai Ed lebih tinggi sebesar 54% terhadap nilai Es2[app]

dan Ed lebih tinggi sebesar 39% terhadap nilai Es2[true] .

Gambaran mengenai perbandingan antara nilai Ed dan Es dapat dilihat

melalui grafik histogram pada Gambar 7 berikut.

0 5 10 15 20 25

OPL TPL

Tipe Pembebanan

Modulus elastis (GPa)

Ed Es1,2[app] Es2[true]

63% 54%

[image:31.612.200.443.512.660.2]

39%

(32)

Pada grafik histogram tersebut terlihat bahwa nilai modulus elastisitas

dinamis (Ed) yang didapatkan secara non destruktif dengan gelombang ultrasonik

lebih tinggi daripada nilai (Es) yang dihasilkan dari defleksi statis. Hal ini

dikarenakan kayu merupakan suatu material yang bersifat viskoelastis dan

memiliki kemampuan menyerap yang tinggi. Hasil ini sejalan dengan yang

disampaikan pada penelitian yang dilakukan oleh Karlinasari et al. (2005)

terhadap sengon, manii, meranti, mangium, agathis dan pinus yang menunjukkan

bahwa nilai Ed lebih besar 50% daripada nilai Es.

Halabe et al. (1995) dalam Oliveira et al. (2002) menyatakan kayu

merupakan suatu material yang bersifat viskoelastis, dan memiliki kemampuan

menyerap pukulan yang tinggi (highly impact-absorbent material), kekuatan

elastisitas kayu berbanding lurus terhadap perubahan jarak (displacement) dan

kekuatan berbanding lurus terhadap kecepatan (velocity). Oleh karena itu ketika

gaya diberikan dalam waktu singkat material menunjukan tingkah laku elastisitas

yang solid, sedangkan pada aplikasi gaya yang lebih lama tingkah lakunya serupa

dengan viskos cair. Tingkah laku ini lebih terlihat pada pengujian lentur statis

pada jangka waktu lama daripada uji ultrasonik yang relatif singkat. Hal ini yang

mempengaruhi perbedaan nilai berkaitan dengan tingkat pembebanan pada

pengujian statis dimana efek ”creep” mempengaruhi pengukuran defleksi statis

dan juga berhubungan dengan sifat viskoelastisitas alami dari kayu. Istilah “creep”

atau efek rangkak adalah sebuah perubahan bentuk yang bertambah

perlahan-lahan secara permanen dari sebuah bahan yang mengalami tegangan (Scott 2001).

Efek creep semakin besar seiring dengan lamanya pembebanan.

Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pengujian destruktif antara

Es(apparent) dengan metode OPL dan Es(apparent) dengan metode TPL, dan apakah terdapat perbedaan nilai antara nilai Es(apparent) pada OPL dan TPL terhadap Es(true) pada TPL, maka dilakukan uji-t saling bebas dengan hasil sebagaimana terlampir.

Berdasarkan hasil uji t-saling bebas diketahui bahwa selang kepercayaan

95% dari selisih Esapparent metode OPL dan metode TPL adalah :

–2,49 < (Esapparent OPL - Esapparent TPL) < -1,32.

Oleh karena itu Esapparent metode OPL berbeda dengan Esapparent metode TPL. Hal

(33)

metode OPL dan metode TPL akan menghasilkan E yang sama. Perbedaan

tersebut terjadi dikarenakan nilai defleksi (lenturan) yang terjadi untuk

perhitungan nilai Es(apparent) merupakan nilai defleksi total yang dipengaruhi oleh nilai defleksi akibat momen lentur dan nilai defleksi akibat pengaruh gaya geser.

Pada metode OPL gaya geser terjadi di sepanjang bentang, sedangkan pada TPL

gaya geser hanya terjadi pada bentang diantara tumpuan dan beban di kedua

sisinya dan tidak terjadi gaya geser diantara dua beban (Gambar 8). Oleh karena

itu gaya geser memberikan sumbangan defleksi yang lebih besar pada OPL

daripada TPL. Lebih lanjut hal ini menyebabkan Eapparent metode TPL lebih tinggi

daripada Eapparent metode OPL, karena defleksi berbanding terbalik dengan

modulus elastisitas.

[image:33.612.138.509.295.414.2]

Gambar 8. Diagram gaya lintang / geser dan momen lentur pada OPL dan TPL

Kemudian untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan nilai antara

Es(apparent) baik pada OPL dan TPL terhadap nilai Es(true) pada TPL, dengan melakukan Uji-t saling bebas diperoleh hasil dengan selang kepercayaan 95% dari

selisih Esapparent metode OPL dan Estrue metode TPL adalah

–6,09 < (Esapparent OPL - Estrue TPL) < -4,29 .

Oleh karena itu Esapparent metode OPL berbeda dengan Estrue metode TPL.

Sementara itu untuk selang kepercayaan 95% dari selisih Esapparent metode TPL

dan Estrue metode TPL adalah:

–4,15 < (Esapparent TPL - Estrue TPL) < -2,43.

sehingga diketahui bahwa Esapparent metode TPL berbeda dengan Estrue metode

TPL.Perbedaan tersebut terjadi dikarenakan antara Es(apparent) baik pada OPL dan TPL nilai defleksi yang terjadi merupakan defleksi yang diakibatkan oleh momen

lentur dan defleksi akibat gaya geser, sedangkan Es(true) pada TPL nilai defleksi Keterangan : Vx: gaya lintang Mx: gaya geser

M x M x

P

½L ½L

L

A B

R R

Vx

V

x

½P

1/3L

L

A B

R R

½P

1/3L 1/3L

(34)

yang terjadi merupakan lentur murni, tanpa dipengaruhi oleh defleksi akibat gaya

geser.

B. Hubungan Antara Pengujian Non Destruktif Dengan Destruktif

Untuk mengetahui suatu model hubungan apakah tepat dan memiliki

hubungan linear antara variabelnya kita dapat mencari nilai koefisien korelasi (r)

dimana semakin besar nilai tersebut maka hubungan antara variabel x dan y yang

dianalisa semakin erat atau semakin linear, sedangkan koefisien determinasi (R2)

digunakan untuk menunjukkan tingkat ketepatan suatu model hubungan regresi

linear (Hines 1989).Perlu diingatkan bahwa koefisien korelasi antara dua peubah

adalah suatu ukuran hubungan linear antara kedua peubah tersebut, sehingga nilai

r = 0 berimplikasi tidak adanya hubungan linear, bukan bahwa antara kedua

peubah itu tidak terdapat hubungan, sedangkan koefisien determinasi (R2)

menunjukkan seberapa besar di antara keragaman dalam nilai-nilai y dapat

dijelaskan oleh hubungan linearnya dengan nilai x (Walpole 1995).

Pada Tabel 5 disajikan model hubungan antara pengujian lentur dinamis dan

statis pada metode pembebanan terpusat (OPL) dan dua pembebanan (TPL)

dengan menggunakan nilai-nilai dari sifat fisis dan mekanis lentur sebagai

variabelnya.

Model hubungan antara kecepatan rambat gelombang ultrasonik (V) dalam

menduga modulus elastisitas apparent (Esapparent) baik pada pengujian OPL dan

TPL memiliki nilai koefisien determinasi (R2) yang rendah masing-masing

sebesar 29,60% dan 33,70%. Serta V terhadap Estrue memiliki koefisien

determinasi sebesar 0,00%. Dengan kata lain V tidak mampu menjelaskan Estrue.

Kemudian untuk model hubungan antara kecepatan rambat gelombang (V)

terhadap MOR pada pengujian OPL dan TPL memiliki nilai koefisien determinasi

(R2) masing-masing sebesar 27,60% dan 18,80%. Rendahnya nilai koefisien

determinasi (R2) pada hubungan antara kecepatan rambat gelombang ultrasonik

(V) terhadap Es dan kecepatan rambat gelombang ultrasonik (V) terhadap MOR

menunjukkan bahwa kecepatan gelombang (V) secara tunggal kurang baik dalam

(35)
[image:35.612.129.509.107.368.2]

Tabel 5. Hubungan antara pengujian lentur dinamis dan statis pada pembebanan terpusat

(OPL) dan dua pembebanan (TPL)

Keterangan: ρ1=kerapatan(OPL); V1 = kecepatan rambat gelombang ultrasonik (OPL); Ed1 =modulus elastisitas dinamis (OPL); Es1[app] = modulus elastisitas apparent (OPL); MOR1=kekuatan lentur patah (OPL);

ρ2=kerapatan(TPL); V2=kecepatan rambat gelombang ultrasonik (TPL); Ed2 =modulus elastisitas dinamis (TPL); Es2[app] = modulus elastisitas apparent (TPL); Es2[true] = modulus elastisitas true (TPL);

MOR2=kekuatan lentur patah (TPL); r=koefisien korelasi; R2=koefisien determinasi; P=nilai probabilitas ;* =

nyata; ** = sangat nyata; tn = tidak nyata

Ada beberapa variabel yang mempengaruhi kecepatan rambat gelombang

ultrasonik (V) pada kayu, antara lain: karakteristik mikrostruktural kayu, dan

komposisi kimia yang disebabkan oleh perbedaan jenis kayu (konifer atau

dikotyledon), kondisi tanah, dan cuaca (Oliveira et al. 2002). Lebih dalam

beberapa faktor yang dapat dicatat mempengaruhi kecepatan gelombang

ultrasonik adalah (Karlinasari 2003):

1. Kadar air; peningkatan kadar air menyebabkan peningkatan kecepatan

gelombang.

2. Arah serat; kecepatan gelombang lebih cepat pada arah longitudinal (searah

serat), diikuti arah radial, dan yang terlama adalah pada arah tangensial. Selain itu

semakin panjang serat semakin cepat gelombang mengalir.

3. Dinding sel dengan porositas dan permeabilitas yang tinggi akan

memperlambat kecepatan gelombang ultrasonik.

Model hubungan r R2 P

Es1 [app] = - 3,77 + 0,00218 V1 0,54 29,60% 0,00**

Es2 [app] = - 2,09 + 0,00224 V2 0,58 33,70% 0,00 **

Es2 [true] = 8,39 + 0,000844 V2 0,00 0,00% 0,312tn

MOR1 = - 44,2 + 0,0206 V1 0,53 27,60% 0,00**

MOR2 = 0,4 + 0,0118 V2 0,43 18,80% 0,00**

Es1[app] = - 10,6 + 0,00263 V1 + 6,06 ρ1 0,57 32,90% 0,00 **

Es2[app] = - 15,4 + 0,00333 V2 + 9,87 ρ2 0,68 46,00% 0,00**

Es2[true] = - 8,34 + 0,00222 V2 + 12,4 ρ2 0,19 3,70% 0,068 tn

MOR1 = - 107 + 0,0248 V1 + 55,8 ρ1 0,55 30,40% 0,00**

MOR2 = - 68,7 + 0,0175 V2 + 51,4 ρ2 0,50 25,10% 0,00**

Es1[app] = 0,680 + 0,335 Ed1 0,55 30,40% 0,00**

Es2 [app] = 0,442 + 0,432 Ed 2 0,69 47,90% 0,00 **

Es2 [true] = 6,56 + 0,296 Ed 2 0,20 4,20% 0,027 *

MOR1 = - 0,94 + 3,12 Ed 1 0,52 27,30% 0,00**

MOR2 = 13,3 + 2,30 Ed 2 0,52 27,40% 0,00**

MOR1 = - 1,67 + 8,56 Es1[app] 0,87 76,00% 0,000**

MOR2 = 18,6 + 4,51 Es2[app] 0,64 41,20% 0,000**

(36)

4. Daerah kristalin pada dinding sel (kaya akan selulosa) lebih cepat

mengalirkan gelombang ultrasonik dibandingkan dengan daerah amorph (kaya

akan lignin dan hemiselulosa).

Kerapatan merupakan sifat fisis dari kayu yang merupakan salah satu

variabel yang mempengaruhi nilai kekuatan dari kayu itu sendiri, hal ini terlihat

pada model hubungan antara kecepatan rambat gelombang ultrasonik (V) terhadap

Esapparent dan MOR pada pengujian OPL dimana terjadi peningkatan nilai

koefisien determinasi ketika ditambahkan variabel kerapatan pada persamaan

tersebut, untuk hubungan V terhadap Esapparent ketika ditambahkan variabel

kerapatan (ρ) nilai koefisien determinasinya meningkat dari semula sebesar

29,60% menjadi sebesar 32,90%, sedangkan untuk hubungan V terhadap MOR

ketika ditambahkan variabel kerapatan (ρ) terjadi kenaikan dari sebesar 27,60%

menjadi sebesar 30,40% walaupun tidak besar tetapi tetap masih ada pengaruh.

Pada metode TPL untuk hubungan V terhadap Esapparent nilai koefisien

determinasinya meningkat dari semula sebesar 33,70% menjadi sebesar 46,00%,

kemudian untuk hubungan V terhadap Estrue nilai koefisien determinasinya

meningkat dari semula sebesar 0,00% menjadi sebesar 3,70%, sedangkan untuk

hubungan V terhadap MOR dari sebesar 18,80% menjadi sebesar 25,10%.

Dalam mencari hubungan antar variabel yang dimiliki pada pengujian non

destruktif seperti yang tercantum pada persamaan (1) yaitu:

( )

g V

Ed

ρ

2

= ... .. (1)

hubungan antara modulus elastisitas dinamis (Ed) terhadap V dan kerapatan (ρ)

tidak linier sehingga diperlukan transformasi logaritma, menjadi:

) +

=2ln(V) ln( )-ln(g

ln(Ed) ρ ... (11)

Dikarenakan ln(g) merupakan suatu konstanta gravitasi yang konstan sehingga

dapat diabaikan nilainya, sehingga perhatian dipusatkan kepada hubungan antara

Ed dengan (V) dan (ρ) dengan persamaan.

) ln( 2ln(V)

ln(Ed)≅ + ρ ... (12)

Berdasarkan persamaan (12), secara teoritis diketahui bahwa terdapat

hubungan linear antara ln(Ed) dengan ln(V) dan ln(ρ). Nilai modulus elastisitas

(37)

batang. E merupakan karakteristik dari batang yang diuji sehingga diukur dengan

cara apapun E pada batang tersebut nilainya akan tetap sama. E pada batang selain

diduga dengan Ed bisa juga diukur dengan cara defleksi yang diketahui sebagai

modulus elastisitas statis (Es). Baik Esapparent yang diperoleh dengan OPL maupun

TPL, ataupun Estrueyang diperoleh melalui TPL. Oleh karena itu Ed seharusnya

ekuivalen terhadap Es.

)

(

Ed

Es

... (13)

Dengan mempertimbangkan persamaan (13) ke dalam persamaan (12),

maka diperoleh persamaan.

) ln( 2ln(V)

ln(Es)≈ +

ρ

... (14)

Sehingga persamaan regresi linier yang digunakan untuk menduga

hubungan Es dengan V dan ρ secara teoritis adalah:

c

)

ln(

ln(V)

a

ln(Es)

=

+

b

ρ

+

... (15)

Kemudian model tersebut diujikan pada penelitian dan diperoleh hasil

[image:37.612.133.507.408.504.2]

yang ditunjukkan oleh Tabel 6.

Tabel 6. Hubungan antara pengujian lentur dinamis dan statis pada pembebanan terpusat (OPL)dan dua pembebanan (TPL) dengan transformasi logaritma.

Model hubungan r R2 P

Ln Es1[app] = - 15.1 + 1.99 Ln V1 0.57 32.80% 0,00**

Ln Es2[app] = - 8.33 + 1.24 Ln V2 0.55 29.80% 0,00**

Ln Es2[true]= - 0.03 + 0.297 Ln V2 0.00 0.00% 0.341tn

Ln Es1[app]= - 22.6 + 2.32 Ln V1 + 0.702 Ln p 1 0.59 35.30% 0,00 **

Ln Es2[app] = - 20.4 + 1.93 Ln V 2 + 0.925 Ln p2 0.68 46.10% 0,00 **

Ln Es2[true] = - 10.2 + 0.883 Ln V 2 + 0.779 Ln p2 0.23 5.50% 0.028 *

Keterangan: Ln ρ1=kerapatan dengan transformasi logaritma(OPL); LnV1 = kecepatan rambat gelombang ultrasonik dengan transformasi logaritma (OPL); LnEs1[app] = modulus elastisitas apparent dengan transformasi logaritma

(OPL); Ln ρ2=kerapatan dengan transformasi logaritma (TPL); LnV2=kecepatan rambat gelombang ultrasonik dengan transformasi logaritma (TPL); Ln Es2[app] = modulus elastisitas apparent dengan transformasi logaritma

(TPL); Ln Es2[true] = modulus elastisitas true dengan transformasi logaritma (TPL); r=koefisien korelasi;

R2

=koefisien determinasi; P=nilai probabilitas ;* = nyata; ** = sangat nyata; tn = tidak nyata

Untuk hubungan antar sifat mekanis diketahui Es memiliki hubungan

linear yang erat terhadap MOR, sejalan dengan penelitian pada beberapa jenis

kayu sebelumnya, dilaporkan oleh Bahtiar (2003) tentang beberapa penelitian

mengenai hubungan antara Es terhadap MOR seperti yang dilakukan oleh Glos

(1994) yang melakukan pengujian pada kayu European spruce, Juanda (1990)

pada kayu Borneo, Tatang (1986) pada batang kelapa, Narmodo (1985) pada kayu

(38)

Dari seluruh penelitian tersebut dinyatakan bahwa E merupakan variabel tunggal

yang berkaitan erat dengan Es kayu. Pada penelitian ini Esapparent kayu jati

berkorelasi erat dengan MOR dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,87 dan

koefisien determinasi 76,00% untuk pengujian pembebanan terpusat. Hubungan

[image:38.612.162.460.180.358.2]

Es terhadap MOR ditunjukkan oleh Gambar 9.

Gambar 9. Hubungan antara kekuatan lentur patah (MOR) dengan Modulus elatisitas (Es) pada kayu jati.

Untuk mengetahui bahwa Es memberikan pengaruh yang signifikan

terhadap MOR dilanjutkan dengan uji signifikansi pada model hubungan tersebut.

Berdasarkan hasil uji tersebut diketahui bahwa Es memberikan pengaruh yang

sangat nyata terhadap MOR. Pada pengujian TPL hubungan antara Esapparent dan

MOR memiliki nilai koefisien determinasi dan korelasi yaitu R2 = 41% dan r =

0,64. Es memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap MOR. Dibandingkan

dengan hubungan antara Ed terhadap MOR yang memiliki koefisien determinasi

sebesar 0,27 baik pada OPL dan TPL, sebagaimana yang disajikan pada Gambar

10. Es masih lebih baik dalam menduga MOR karena nilai koefisien determinasi

Es terhadap MOR lebih besar dibandingkan Ed terhadap MOR. MOR1 = 8.56(Es[app]) - 1.67

R2 = 0.76

MOR2 = 4.51(Es2[app]) + 18.56

R2 = 0.41

MOR2= 1.002(Es2[true])+ 48.437

R2 = 0.09

0 20 40 60 80 100 120

0 5 10 15 20 25 30

Es(Gpa)

MO

R(M

P

a

)

(39)

MOR1 = 3,24 Ed - 0,94 R2 = 0.27

MOR2 = 2.2961Ed + 13.299 R2 = 0.27

0 20 40 60 80 100 120

0 5 10 15 20 25 30 35

Ed(GPa)

MO

R(MPa

)

[image:39.612.162.478.80.317.2]

Linear (MOR1) Linear (MOR2)

Gambar 10. Hubungan antara kekuatan lentur patah (MOR) dengan modulus elastisitas dinamis (Ed) kayu jati

Hal serupa diungkapkan oleh Halabe et al. (1995) dalam Oliviera (2002)

yang menyatakan hubungan antara Ed terhadap MOR memiliki koefisien yang

rendah, rendahnya nilai koefisien determinasi ini berkaitan dengan fakta bahwa

tegangan yang diinduksi pada kayu selama pengujian dinamis sangat sedikit,

dimana pengukuran dinamis yang didasarkan pada sifat mekanis hanya mencapai

batas elastis. MOR dihitung pada nilai tegangan yang lebih tinggi (higher stress)

dan setelah melewati batas elastis, sehingga menghasilkan korelasi yang rendah

dengan parameter pada pengujian non destruktif.

Lebih sulit untuk menghubungkan antara MOR dan Ed, karena kehadiran

cacat dan sudut arah serat lebih signifikan mempengaruhi MOR dibandingkan

pengaruhnya terhadap kecepatan rambat longitudinal gelombang. (Oliveira 2002).

Selanjutnya Surjokusumo dan Hadi (1982) menyatakan bahwa modulus

elastisitas mempunyai korelasi yang tinggi dengan kekuatan lentur patah dan sifat

mekanis lainnya seperti kekuatan tekan sejajar serat dan keteguhan tarik sejajar

serat.

Untuk memperoleh persamaan pendugaan MOR yang lebih baik

berdasarkan kecepatan rambat gelombang ultrasonik (V) dan kerapatan (ρ) maka

(40)

Es memiliki hubungan yang erat terhadap MOR maka dituliskan dalam bentuk

hubungan persamaan regresi linear, yaitu persamaan (16)

MOR = aEs + b……….(16)

Apabila kedua sisi dilakukan transformasi logaritma maka diperoleh persamaan.

lnMOR = ln(aEs + b)………(17)

Pada persamaan (16) Karena b adalah suatu konstanta, sehingga dengan

mengabaikan nilai konstanta tersebut maka diperoleh persamaan.

ln MOR ≈ ln a + ln Es……… (18)

Karena ln(a) juga konstanta, maka :

ln MOR ≈ ln Es...(19)

Dengan mensubstitusikan persamaan (19) ke dalam persamaan (15) diperoleh

persamaan regresi yaitu lnMOR = a ln(V) + b ln(ρ)+ c dengan hasil seperti pada

[image:40.612.130.515.359.419.2]

Tabel 7 berikut ini.

Tabel 7. Hubungan antara pengujian lentur dinamis dan kekuatan lentur patah (MOR) pada OPL dan TPL dengan transformasi logaritma.

Model hubungan r R2 P

Ln MOR1 = - 18.9 + 2.68 Ln V1 0.59 35.10% 0,00**

Ln MOR2 = - 5.06 + 1.07 Ln V 2 0.43 18.80% 0,00**

Ln MOR1 = - 29.7 + 3.16 Ln V1 + 1.01 Ln p1 0.62 38.40% 0,00** Ln MOR2 = - 14.2 + 1.60 Ln V 2 + 0.701 Ln p2 0.51 26.30% 0,00**

Keterangan: Ln ρ1=kerapatan dengan transformasi logaritma(OPL); LnV1 = kecepatan rambat gelombang ultrasonik dengan transformasi logaritma (OPL); LnMOR1= kekuatan lentur patah dengan transformasi logaritma (OPL); Ln ρ2=kerapatan dengan transformasi logaritma (TPL); LnV2=kecepatan rambat gelombang ultrasonik dengan transformasi logaritma (TPL); LnMOR2= kekuatan lentur patah dengan transformasi logaritma (TPL); r=koefisien korelasi; R2

=koefisien determinasi; P=nilai probabilitas ;* = nyata; ** = sangat nyata; tn = tidak nyata

Untuk model hubungan dengan menggunakan transformasi logaritma secara

garis besar terjadi peningkatan nilai koefisien korelasi dan koefisien determinasi.

Dengan adanya peningkatan nilai koefisien korelasi tersebut dapat dikatakan

bahwa hubungan antara variabel tersebut dapat dikatakan memiliki hubungan

linier yang lebih baik melalui transformasi logaritma. Untuk penelitian ini

disampaikan bahwa pada hubungan V1 terhadap Es1[app]; V1 terhadap MOR1;

V1dan ρ1 terhadap Es1[app]; V2d an ρ2 terhadap Es2[true]; V1 dan ρ1 terhadap

MOR1; serta V2 dan ρ2 terhadap MOR2 terjadi peningkatan nilai r dan R2.

Kemudian pada hubungan V2 terhadap Es2[app] terjadi penurunan nilai r dan R2,

sedangkan pada hubungan V2 terhadap Es2[true]; V2 terhadap MOR2; serta V2 dan

(41)

R2 = 0,32

Es[app]= 0,00218V1‐3,77 R2 = 0,29

0 2 4 6 8 10 12 14 16

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000

v 1 ( m / de tik )

Es

[app](G

Pa)

Es[app](GPa) Es[app](Estimate)(linier) Es[app](estimate)(log aritmik)

lnEs[app] = 1,99lnV1‐15,1

Berikut disajikan Gambar model hubungan antara pengujian lentur dinamis dan

[image:41.612.175.492.120.355.2]

statis pada pembebanan terpusat (OPL) dan dua pembebanan (TPL) :

Gambar 11. Hubungan antara Es1apparent dengan kecepatan rambat gelombang

ultrasonik (V1)pada metode OPL.

Gambar 12. Hubungan antara kekuatan lentur patah (MOR1) dengan kecepatan

rambat gelombang ultrasonik (V1) pada metode OPL. MOR1 = 3,24 Ed - 0,94

R2 = 0.27

MOR2 = 2,30Ed + 13,29

R2 = 0,27

0 20 40 60 80 100 120

0 5 10 15 20 25 30 35

Ed(GPa)

MO

R

(M

P

a

)

[image:41.612.171.489.424.660.2]
(42)
[image:42.612.161.477.90.321.2]

Gambar 13. Hubungan antara Es2apparent dengan kecepatan rambat gelombang

ultrasonik (V2) pada metode TPL.

Gambar 14. Hubungan antara Es2true dengan kecepatan rambat gelombang

ultrasonik (V2) pada metode TPL R2 

= 0,00 R2 = 0,00

0 5 10 15 20 25 30

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000

v 2(m/detik) Es [t ru e ]( G P a )

E s [app] E s [app](E s timate)(linier) E s [app](es timate)(logaritmik)

E s 2[true]= 8,39+ 0,000844V 2

lnE s [true] = 0,297lnV 2‐0,03 R2 

= 0,29 R2 = 0,33

0 2 4 6 8 10 12 14 16

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000

v 2(m/detik) Es [a p p ]( G P a )

E s [app] E s [app](E s timate)(linier) E s [app](es timate)(log aritmik)

E s [app]= 0,00224V 2‐2,09

[image:42.612.162.480.390.641.2]
(43)

R2 = 0,18

R2 = 0,18

0 20 40 60 80 100 120

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000

V2(m/detik)

MOR

2

MOR(MPa) MOR1(Estimate)(linier) MOR1(Estimate)(logaritmik)

MOR2=0,0118 V2 + 0,4

[image:43.612.162.478.75.310.2]

Ln MOR2= 1,07 Ln V2 - 5,06

Gambar 15. Hubungan antara kekuatan lentur patah (MOR2) dengan kecepatan rambat gelombang (V2) pada metode TPL

Selain itu hubungan Ed terhadap Esapparent pada pengujian OPL memiliki

nilai koefisien korelasi sebesar 0,55 selanjutnya untuk hubungan Ed terhadap

Esapparent pada TPL memiliki nilai koefisien korelasi sebesar 0,69 dan hubungan

Ed terhadap Estruememiliki nilai koefisien korelasi sebesar 0,20. Sehingga dari

ketiga hubungan tersebut diketahui bahwa melalui regresi linier Ed lebih baik

dalam menduga Esapparent pada pengujian TPL. McDonald et al. (1990) dalam

Oliveira (2002 ) menyatakan bahwa terdapat korelasi yang tinggi antara Ed dan

(44)
[image:44.612.163.476.73.302.2]

Gambar 16. Hubungan antara modulus elastisitas statis (Es) dengan modulus elastisitas dinamis (Ed) pada kayu jati .

C. Hubungan Antar Sifat Mekanis Pada OPL dan TPL.

Untuk mengetahui hubungan antar sifat mekanis pada pengujian

pembebanan terpusat (OPL) dan pengujian dua pembebanan (TPL), perlu

dipertimbangkan adanya variabel kualitatif dalam hal ini adalah metode pengujian

OPL dan TPL yang berkaitan dengan variabel kuantitatif berupa nilai modulus

elastisitas statis (Es) dan nilai modulus elastisitas dinamis (Ed) yang dihasilkan.

Variabel kualitatif dapat diwakili dengan menggunakan suatu peubah boneka,

sehingga pengaruh deterministiknya dapat diperhitungkan.

Dalam menguji kesetaraan pengujian destruktif antara metode one point

loading (OPL) dan third point loading (TPL) melalui nilai pengujian non

destruktif, perlu diingat bahwa pada metode TPL terdapat dua buah nilai modulus

elastisitas yaitu modulus elastisitas apparent (Esapparent) dan modulus elastisitas

true (Estrue) dimana hal ini menimbulkan dua buah hipotesis, hipotesis pertama

yaitu pada Ed yang sama apakah nilai Estruepada metode TPL akan sama dengan

nilai Esapparent pada metode OPL dan hipotesis kedua yaitu pada Ed yang sama

apakah nilai EsapparentTPL akan sama dengan nilai Esapparentpada metode OPL.

Untuk asumsi pertama dengan menggunakan Dummy Variable melalui persamaan

regresi linear diperoleh persamaan Es[app]= 0,680 + 0,335Ed – 0,24 Z1 + 0,0969 Es1[app] = 0,335Ed + 0.680

R2 = 0,30

Es2[app] = 0,4319Ed + 0,4409

R2 = 0,47

Es2[true]= 0.2961Ed2 + 6.5653

R2 = 0,04

0 5 10 15 20 25 30

0 5 10 15 20 25 30 35

Ed1(Gpa)

Es(G

Pa

)

Es1app Es2app Es2true

(45)

Ed.Z1. Selanjutnya dilakukan uji kesejajaran dan uji keberimpitan untuk

mendapatkan kesetaraan pengujian destruktif dengan metode one point loading

(OPL) dan third point loading (TPL) dengan variabel Es1apparent dan Es2apparent,

sebagaimana tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu menguji

kesetaraan pengujian destruktif dengan metode one point loading (OPL) dan third

[image:45.612.162.471.216.291.2]

point loading (TPL).

Tabel 8. Anova uji kesejajaran dan keberimpitan antara Es1apparent dan Es2apparent.

keterangan : Db=derajat bebas; Jk=jumlah kuadrat; Kt=kuadrat tengah; Fhit= nilai F hitung; P=nilai probabilitas; Ftab=nilai F Tabel

Dari Tabel 8 diperoleh informasi untuk uji kesejaja

Gambar

Gambar 1. Metode one point loading
Gambar 5. Contoh uji pada one point loading
Gambar 6.  Letak LVDT pada third point loading
Tabel 1. Sifat fisis dan mekanis pengujian kayu jati secara non destruktif dan destruktif
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sumber dukungan bagi lansia bukan hanya berasal dari keluarga namun dapat berasal dari panti dan orang lain seperti siswa atau mahasiswa, aparat pemerintah, serta

[r]

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul “Efek Paparan DEET (Diethyltoluamide) Terhadap Gambaran Mikroskopis Esofagitis Korosif Pada mencit (Mus musculus)”

Suatu penangkapan yang baru dapat diteruskan dengan penahanan apabila ada dugaan keras telah melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup dan

Pemeriksaa iksaan n lapan lapangan gan adala adalah h peme pemeriksa riksaan an yang yang dilaku dilakukan kan terhadap wajib pajak di tempat wajib pajak yang dapat

Toni memiliki kawat 9 m untuk membuat limas dari kawat alasnya berbentuk persegi dengan panjang sisi 15 cm dan rusuk tegak 19 cm.. Jika seluruhnya dipergunakan,

Dalam konteks pembangunan yang berkelanjutan tersebut, tulisan berikut ingin mengkaji peranan dari sumbangan dan implikasi pengembangan sumber daya energi dan

Pernyataan berdasarkan standar ISO 27002:2005 digunakan untuk memudahkan auditor sebagai acuan membuat pertanyaan untuk wawancara audit keamanan sistem informasi dari beberapa