• Tidak ada hasil yang ditemukan

EMILVIAH YEPIN 1), SIPON MULADI 2) DAN EDI SUKATON 2) ABSTRACT. 32 Yepin dkk. (2002). Variasi Komponen Kimia Kayu Pendu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EMILVIAH YEPIN 1), SIPON MULADI 2) DAN EDI SUKATON 2) ABSTRACT. 32 Yepin dkk. (2002). Variasi Komponen Kimia Kayu Pendu"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

VARIASI KOMPONEN KIMIA JENIS KAYU PENDU

(

SCAPHIUM AFFINIS

PIERRE

.

) DAN KATIAU

(

GANUA MOTLEYANA

PIERRE.)

BERDASARKAN LETAK KETINGGIAN

DAN PENAMPANG MELINTANG BATANG

DARI POHON YANG BERBEDA

Variation of Chemical Components of Pendu (

Scaphium

affinis

Pierre.) and Katiau (

Ganua motleyana

Pierre.)

Based on Height and Cross Section Positions of Stem

from Different Trees

E

MILVIAH

Y

EPIN1)

,

S

IPON

M

ULADI2) DAN

E

DI

S

UKATON2)

ABSTRACT

The objective of the research was to identify variation and classification of chemical contents of Pendu (Scapium affinis Pierre) and Katiau (Ganua motleyana Pierre) woods based on the location in the stem.

This research showed that different location of the stem resulted in different percentage of chemical contents such as lignin, ashes and extractive substances, where at the base of the stem were higher than at the middle and the tip. These contents were higher at the heart-wood than at the soft-wood. The chemical contents of the both wood species were in the level of medium, except at the Katiau wood, extractive substance was in the level of high. Based on this research, the wood of the both species can be used as construction wood, veneer, plywood, laminated wood, particle board and pulp for paper.

Kata kunci: Pendu, Katiau, lignin, abu, ekstraktif, gubal, teras.

_______

1) Fak. Pertanian dan Kehutanan Unhas, Makassar

(2)

I. PENDAHULUAN

Kayu sebagai salah satu hasil hutan telah banyak dimanfaatkan oleh manusia, tidak hanya terbatas pada bahan bangunan dan kayu bakar, tetapi juga sebagai bahan yang produknya tidak berwujud kayu lagi seperti kertas, rayon dan bahan-bahan kimia lainnya. Produk-produk dari kayu tersebut diperoleh dari industri kayu yang terus mengalami peningkatan.

Produksi industri pengolahan kayu sangat tergantung kepada pemasokan bahan baku yang berlangsung secara terus menerus. Kebutuhan bahan baku pada industri dapat dipenuhi dari hutan Hutan di Indonesia yang cukup luas terdiri dari beragam jenis pohon baik yang dikenal maupun yang belum dikenal. Namun kenyataannya pemanfaatan kayu di Indonesia belum optimal dan baru terbatas pada beberapa jenis kayu tertentu atau yang dikenal saja, sedangkan kayu yang belum dikenal belum banyak dimanfaatkan. Padahal bila jenis-jenis ini sudah diketahui sifatnya, maka dapat dipakai sebagai pengganti jenis yang telah dikenal yang persediaannya semakin menurun.

Berdasarkan hal tersebut di atas, penelitian ini diarahkan untuk memanfaatkan jenis-jenis kayu dari hutan sekunder yang belum pernah diteliti dan digunakan secara komersial. Jenis kayu tidak komersil di antaranya adalah Pendu (Scaphium affinis Pierre.) dan Katiau (Ganua

motleyana Pierre.). Di daerah Sampit (Kalimantan Tengah), kayu Pendu dan

Katiau banyak digunakan oleh penduduk untuk papan, bangunan rumah dan kayu bakar, sedangkan di dalam industri pengolahan kayu, kedua jenis kayu tersebut masih kurang diminati, karena sifat-sifat dasarnya belum diketahui. Salah satu sifat dasar yang menentukan penetapan cara pengolahan kayu adalah sifat-sifat kimianya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variasi dan klasifikasi komponen kimia jenis kayu Pendu dan Katiau yang meliputi kandungan lignin, abu dan zat ekstraktif berdasarkan letak ketinggian dan penampang melintang dalam batang dari pohon yang berbeda.

Hasil dari penelitian diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan informasi ilmiah mengenai sifat-sifat kimia seperti lignin, abu dan zat ekstraktif dari dua jenis kayu lesser known species yaitu kayu Pendu dan Katiau dalam pengembangan riset pemanfaatan kayu yang lebih efektif, efisien, dan ekonomis.

II. METODE PENELITIAN

Kayu yang digunakan dalam penelitian adalah kayu Pendu dan Katiau yang berasal dari Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan

(3)

Tengah. Pohon yang digunakan adalah pohon yang berdiameter lebih besar dari 20 cm, di mana setiap jenis diambil 2 pohon. Metode yang digunakan untuk menganalisis kandungan kimia yang terdiri dari kandungan lignin, abu dan zat ekstraktif adalah Standar TAPPI. Analisis data digunakan Rancangan Acak Lengkap Pola Faktorial 5x2 dengan 2 kali ulangan dan analisis variasi kandungan kimia antar pohon digunakan uji-t.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Nilai rataan kandungan komponen kimia kayu Pendu dan Katiau secara keseluruhan disajikan pada Tabel 1 dan 2.

1. Lignin

Pada Tabel 1 dan 2 ditampilkan, bahwa kandungan lignin yang terbanyak pada kayu Pendu pohon ke-1 adalah pada bagian pangkal gubal (A1B1) = 29,860 % dan terkecil pada bagian ujung teras (A5B2) = 21,035 %, begitu pula pada pohon ke-2 terbanyak pada bagian pangkal gubal (A1B1) = 29,540 % dan paling sedikit pada bagian ujung teras (A5B2) = 21,530 %. Pada kayu Katiau pohon ke-1 kandungan lignin yang terbanyak terdapat pada bagian pangkal gubal (A1B1) = 32,530 % dan paling sedikit pada bagian pangkal teras (A1B2) = 30,325 %, sedangkan pada pohon ke-2 terbanyak terdapat pada bagian pangkal gubal (A1B1) = 33,000 % dan paling sedikit pada bagian ujung teras (A5B2) = 30,085 %.

Tabel 1. Nilai rataan (dalam %) komponen kimia kayu Pendu (Scaphium

affinis) Perla- kuan Lignin Abu Ekstraktif Air

dingin Air panas

NaOH 1% Alben P1 P2 P1 P2 P1 P2 P1 P2 P1 P2 P1 P2 A1 27,55 27,93 0,90 1,01 3,12 2,97 3,40 3,39 16,35 15,91 3,92 3,70 A2 27,35 27,92 0,87 0,86 2,70 3,01 2,98 3,59 15,12 15,57 3,38 3,57 A3 24,40 25,31 0,83 0,97 2,75 3,07 3,06 3,24 15,43 15,76 3,30 3,62 A4 24,02 25,19 0,79 0,73 2,28 2,80 3,16 3,48 15,08 15,29 3,17 3,47 A5 22,40 23,00 0,69 0,79 2,00 2,44 2,75 2,88 14,90 14,87 3,09 3,40 B1 26,90 27,50 0,79 ,086 2,57 2,84 2,80 3,10 15,12 15,36 3,19 3,50 B2 23,39 24,24 0,84 0,88 2,57 2,88 3,34 3,23 15,63 15,60 3,55 3,61 A1B1 29,86 29,54 0,86 0,99 3,07 2,83 3,44 3,12 16,14 15,68 3,41 3,65 A1B2 25,25 26,33 0,93 1,03 3,17 3,11 3,37 3,65 16,57 16,15 4,44 3,76 A2B1 28,89 29,42 0,84 0,82 2,81 2,74 2,78 3,45 14,78 15,18 3,39 3,54

(4)

Tabel 1 (Lanjutan) Perla- kuan Lignin Abu Ekstraktif Air

dingin Air panas

NaOH 1% Alben P1 P2 P1 P2 P1 P2 P1 P2 P1 P2 P1 P2 A2B2 25,82 26,43 0,90 0,90 2,60 3,28 3,17 3,73 15,46 15,97 3,36 3,61 A3B1 25,35 26,67 0,81 0,95 2,62 3,20 2,67 3,01 15,20 15,82 3,24 3,67 A3B2 23,44 23,96 0,83 0,99 2,87 2,94 3,44 3,47 15,67 15,70 3,36 3,57 A4B1 26,64 27,42 0,77 0,73 2,19 2,77 2,83 3,14 14,82 15,13 3,04 3,39 A4B2 21,41 22,97 0,82 0,72 2,37 2,84 3,50 3,83 15,34 15,44 3,31 3,56 A5B1 23,78 24,48 0,66 0,80 2,15 2,66 2,30 2,80 14,68 14,99 2,88 3,26 A5B2 21,03 21,53 0,73 0,79 1,86 2,22 3,21 2,95 15,12 14,75 3,31 3,55 Anonim (1976) rendah sedang tinggi <18 18-33 >33 <0,2 0,2-6 >6 <2 2-4 >4

Jika dibandingkan dengan klasifikasi komponen kimia kayu Indonesia menurut Anonim (1976), maka kayu Pendu dan Katiau kandungan ligninnya termasuk dalam kategori sedang (18 - 33 %). Kandungan lignin sebanyak itu dapat digunakan sebagai bahan konstruksi seperti kayu lapis, kayu pertukangan, kayu lamina, papan buatan dan sebagainya. Hal ini sejalan dengan pendapat Haygreen dan Bowyer (1989), bahwa dengan bertambahnya kandungan lignin dalam dinding sel akan menimbulkan kekuatan mekanik kayu.

Untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan terhadap kandungan lignin, maka dilakukan analisis sidik ragam yang disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan analisis sidik ragam (Tabel 3), ternyata semua perlakuan (bagian batang, gubal-teras dan interaksi) menunjukkan pengaruh sangat signifikan terhadap kandungan lignin. Untuk mengetahui perbedaan di antara faktor perlakuan perlu dilaksanakan uji beda nyata terkecil atau LSD (Least Significant Difference).

1.1. Faktor letak ketinggian dalam batang

Kandungan lignin kayu Pendu dan Katiau, baik pohon ke-1 maupun ke-2 pada faktor letak ketinggian dalam batang menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan setelah dilakukan analisis sidik ragam (Tabel 3) dan uji beda nyata terkecil. Kandungan lignin kayu Pendu dan Katiau yang terbanyak terdapat pada bagian pangkal dibandingkan bagian antara pangkal dan tengah, tengah, antara tengah dan ujung dan bagian ujung.

(5)

Tabel 2. Nilai rataan (%) komponen kimia kayu Katiau (Ganua motleyana)

Perla-kuan Lignin Abu

Ekstraktif Air

dingin

Air panas NaOH 1% Alben P1 P2 P1 P2 P1 P2 P1 P2 P1 P2 P1 P2 A1 31,42 32,26 1,72 1,59 4,15 4,14 6,19 6,20 18,22 18,09 4,28 4,79 A2 31,54 31,64 1,38 1,56 3,12 3,88 4,37 4,68 17,25 17,51 4,04 4,69 A3 31,54 31,16 1,45 1,49 3,27 3,30 4,15 5,05 16,94 16,81 3,88 4,45 A4 31,20 30,94 1,17 1,44 3,04 3,12 3,74 4,77 16,23 16,40 3,76 4,22 A5 31,04 31,04 0,98 1,35 2,62 2,82 3,30 4,05 15,76 15,78 3,47 4,00 B1 31,85 32,08 1,21 1,21 3,01 3,19 4,20 4,72 16,53 16,26 3,80 4,16 B2 30,84 30,60 1,46 1,76 3,47 3,71 4,50 5,17 17,23 17,58 3,97 4,70 A1B1 32,53 33,00 1,53 1,27 3,52 3,26 5,93 5,73 18,00 17,64 4,04 4,63 A1B2 30,32 31,52 1,91 1,91 4,78 5,02 6,46 6,67 18,44 18,55 4,53 4,95 A2B1 32,36 32,50 1,21 1,22 2,83 3,57 4,55 5,01 16,85 16,97 4,01 4,37 A2B2 30,73 30,78 1,55 1,90 3,42 4,20 4,19 4,35 17,64 18,05 4,08 5,01 A3B1 31,79 31,90 1,20 1,31 3,33 3,23 3,45 4,71 16,53 15,98 3,99 4,22 A3B2 31,29 30,42 1,71 1,66 3,22 3,37 4,85 5,39 17,34 17,64 3,78 4,67 A4B1 31,36 31,67 1,10 1,15 3,13 3,14 3,97 4,33 15,72 15,43 3,68 3,86 A4B2 31,03 30,21 1,24 1,74 2,95 3,11 3,51 5,21 16,75 17,37 3,84 4,59 A5B1 31,24 31,32 1,04 1,12 2,23 2,77 3,09 3,84 15,56 15,29 3,29 3,74 A5B2 30,84 30,08 0,93 1,57 3,00 2,87 3,51 4,26 15,96 16,28 3,64 4,27 Anonim (1976) rendah sedang tinggi <18 18-33 >33 <0,2 0,2-6 >6 <2 2-4 >4

Tabel 3. Analisis sidik ragam pengaruh kandungan lignin kayu Pendu dan Katiau dari pohon ke-1 dan pohon ke-2

Sumber keragaman Db F hitung F tabel Pendu Katiau 0,05 0,01 P1 P2 P1 P2 Perlakuan 9 26941,688** 5414,007** 19628,322** 31767,259** 3,02 4,94 Bag. batang 4 32523,402** 6783,302** 3974,600** 25485,292** 3,48 5,99 Gubal-teras 1 100220,496** 20818,984** 102616,900** 182040,334** 4,96 10,04 Interaksi 4 3040,272** 193,467** 14534,900** 480,958** 3,48 5,99 Galat 10 Jumlah 19

P1 = pohon ke-1. P2 = pohon ke-2. Db = derajat bebas. ** = berpengaruh sangat signifikan.

(6)

Lebih besarnya kandungan lignin pada bagian pangkal dibandingkan dengan bagian lainnya disebabkan bagian pangkal memiliki kerapatan yang lebih tinggi dari bagian-bagian di atasnya sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kerapatan maka kandungan lignin juga semakin besar. Dari hasil penelitian Herianto (2000), diperoleh kerapatan kayu Pendu dan Katiau yang dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4. Kerapatan normal dari kayu Pendu dan Katiau (g/cm3)

Jenis kayu Pohon

ke ..

Bagian batang Rataan

Pangkal Tengah Ujung

Pendu (S.affinis) 1 0,40 0,37 0,38 0,383

2 0,47 0,41 0,42 0,433

Katiau (G. motleyana) 1 0,57 0,55 0,56 0,56

2 0,59 0,56 0,62 0,59

Sumber: Herianto (2000)

Pada Tabel 4 dapat dilihat, bahwa bagian pangkal kayu Pendu dan Katiau memiliki kerapatan yang lebih besar dibanding bagian tengah dan ujung, sehingga kemungkinan peningkatan kandungan lignin seiring peningkatan kerapatan jenis kayu bersangkutan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Muladi (1984) tentang hubungan antara berat jenis dan kandungan lignin dari 6 jenis kayu daun lebar yang menunjukkan, bahwa semakin besar berat jenis suatu kayu, maka semakin besar pula kandungan ligninnya.

Peningkatan kandungan lignin juga erat hubungannya dengan tingkat kekerasan kayu, di mana pada bagian pangkal yang kerapatannya lebih tinggi memiliki kayu yang relatif lebih kuat dan keras, sedangkan bagian ujung yang kerapatannya lebih rendah, kayunya relatif lebih lunak. Hal ini sesuai dengan pendapat Fengel dan Wegener (1995), bahwa adanya lignin pada kayu dapat menaikkan sifat-sifat kekuatan mekaniknya sedemikian rupa sehingga tumbuhan yang besar seperti pohon yang tingginya lebih dari 100 m tetap dapat kokoh berdiri.

1.2. Faktor penampang melintang dalam batang

Hasil analisis sidik ragam (Tabel 3) dan uji beda nyata terkecil kandungan lignin kayu Pendu dan Katiau pada faktor penampang melintang dalam batang menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan, di mana kandungan lignin bagian kayu gubal lebih tinggi dari kayu teras.

Secara umum bisa saja kandungan lignin kayu gubal lebih tinggi dari bagian kayu teras. Hal ini dapat disebabkan oleh sel-sel parenkim pada kayu gubal masih hidup. Sesuai dengan pendapat Haygreen dan Bowyer (1989) yang menyatakan, bahwa sel-sel pada kayu gubal (sel parenkim) masih

(7)

hidup sehingga secara khas sel tersebut membentuk dinding sekunder yang tipis dan volume lignin ini terbesar pada bagian dinding sekunder.

1.3. Faktor interaksi letak ketinggian dan penampang melintang dalam batang

Hasil analisis sidik ragam (Tabel 3) dan uji beda nyata terkecil kandungan lignin kayu Pendu dan Katiau pada faktor interaksi letak ketinggian dan penampang melintang dalam batang menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan. Kandungan lignin kayu Pendu dan Katiau baik pohon 1 maupun pohon 2 pada faktor interaksi, terbesar pada bagian pangkal-gubal (A1B1). Hal ini disebabkan oleh sel-sel pada kayu gubal masih hidup dan dinding selnya terus mengalami proses lignifikasi. Hasil ini mendukung pendapat Fengel dan Wegener (1995), bahwa secara umum kayu gubal mengandung lignin yang lebih besar dibandingkan kayu teras. Hal ini disebabkan karena sel-sel kayu gubal masih aktif (hidup) untuk bermetabolisme dan juga dinding selnya terus mengalami proses lignifikasi.

Gambaran kandungan lignin kayu Pendu dan Katiau pada bagian batang dan penampang melintang disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 1.

Pendu Pohon 1 Pendu Pohon 2

20 25 30 35 A1 A2 A3 A4 A5 Bagian batang L ig n in (% ) Gubal Teras 20 25 30 35 A1 A2 A3 A4 A5 Bagian batang Li gn in (% )

Katiau Pohon 1 Katiau Pohon 2

30 31 32 33 A1 A2 A3 A4 A5 Bagian batang L ig ni n (% ) 29 30 31 32 33 34 A1 A2 A3 A4 A5 Bagian batang Li gn in (% )

Gambar 1. Grafik kandungan lignin kayu Pendu dan Katiau pada bagian batang yang berbeda (gubal-teras)

(8)

Pada Gambar 1, pohon 1 dan pohon 2 terdapat kecenderungan penurunan kandungan lignin dari bagian pangkal ke ujung dan dari bagian gubal ke teras, kecuali pada bagian teras Katiau pohon 1 terdapat kenaikan dari bagian pangkal ke ujung.

2. Abu

Berdasarkan Tabel 1 dan 2, kandungan abu terbesar terdapat pada kayu Pendu pohon 1 bagian pangkal-teras (A1B2) = 0,935 % dan terkecil pada bagian ujung-gubal (A5B1) = 0,66 %, sedangkan pada pohon 2 terbesar pada bagian pangkal-teras (A1B2) = 1,035 % dan terkecil pada bagian antara tengah dan ujung-teras (A4B2) = 0,725 %. Pada kayu Katiau pohon 1 terdapat pada bagian pangkal-teras (A1B2) = 1,915 % dan terkecil pada bagian ujung-teras (A5B2) = 0,930 %, sedangkan untuk pohon 2 kandungan abu yang terbesar terdapat pada bagian pangkal-teras (A1B2) = 1,915 % dan terkecil pada bagian ujung-gubal (A5B1) = 1,125 %. Jika dibandingkan dengan klasifikasi komponen kimia kayu Indonesia menurut Anonim (1976), maka kayu Pendu dan Katiau memiliki kandungan abu termasuk dalam kategori sedang (0,2-6 %). Kayu dengan kandungan abu sebesar itu dapat digunakan sebagai bahan bakar penghasil energi.

Untuk mengetahui adanya pengaruh antar perlakuan terhadap kandungan abu, maka dilakukan analisis sidik ragam yang disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Analisis sidik ragam pengaruh kandungan abu kayu Pendu dan Katiau dari pohon ke-1 dan pohon ke-2

Sumber keragaman Db F hitung F tabel Pendu Katiau 0,05 0,01 P1 P2 P1 P2 Perlakuan 9 75,569** 1033,089** 964,825** 641,621** 3,02 4,94 Bgn. batang 4 145,838** 2226,700** 1513,952** 128,458** 3,48 5,99 Gubal-teras 1 85,765** 168,200** 1512,000** 4997,441** 4,96 10,04 Interaksi 4 2,750ns 55,700** 278,905** 65,831** 3,48 5,99 Galat 10 Jumlah 19

Keterangan: P1 = pohon ke-1. P2 = pohon ke-2. Db = derajat bebas. ** = berpengaruh sangat signifikan, ns = non signifikan

Berdasarkan analisis sidik ragam di atas, ternyata hampir semua faktor perlakuan (bagian batang, gubal-teras dan interaksinya) menunjukkan pengaruh yang sangat signifikan, kecuali pada perlakuan interaksi kayu Pendu pohon 1 tidak menunjukkan pengaruh signifikan. Untuk mengetahui

(9)

perbedaan di antara perlakuan, maka dilakukan uji beda nyata terkecil (LSD).

2.1. Faktor letak ketinggian dalam batang.

Berdasarkan analisis sidik ragam (Tabel 5) dan uji beda nyata terkecil kandungan abu pada faktor letak ketinggian dalam batang kayu Pendu dan Katiau, baik pohon 1 maupun pohon 2 menunjukkan perbedaan sangat signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan bagian batang dari bagian pangkal ke bagian ujung menyebabkan perbedaan signifikan terhadap besarnya kandungan abu, di mana kandungan abu bagian pangkal lebih tinggi daripada keempat bagian lainnya. Hal ini disebabkan bagian pangkal pohon dekat dengan permukaan tanah (akar), sehingga banyak mineral-mineral yang terbawa dengan terisapnya makanan tumbuhan tersebut. Selain itu, bagian pangkal adalah yang pertama kali mendapatkan makanan sebelum naik ke bagian-bagian di atasnya.

2.2. Faktor penampang melintang batang

Berdasarkan analisis sidik ragam (Tabel 5) dan uji beda nyata terkecil kandungan abu pada faktor penampang melintang kayu Pendu dan Katiau, baik pohon 1 maupun pohon 2 menunjukkan perbedaan sangat signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan penampang melintang batang menyebabkan perbedaan signifikan pada besarnya kandungan abu, di mana kandungan abu pada bagian kayu teras lebih besar daripada kayu gubal. Hal ini disebabkan pada bagian kayu teras, proses kehidupan dari pohon (metabolisme) tidak berlangsung, sehingga

zat-zat mineral yang ada terakumulasi pada bagian tersebut, di samping itu adanya proses pengendapan dari zat-zat makanan dalam dinding sel dan lumen akibat kematian kayu teras yang tidak lagi berfungsi untuk menyalurkan makanan atau pengantar air seperti halnya fungsi kayu gubal. Hasil ini sesuai dengan pendapat Sjöström (1981), bahwa dengan terjadinya pengendapan zat-zat mineral dalam dinding sel dan lumen, maka kandungan abu lebih banyak. Menurut Fengel dan Wegener (1995), kandungan anorganik pada kayu akhir lebih rendah daripada kayu awal. Hasil analisis pada penampang melintang kayu Pinus menunjukkan suatu peningkatan kandungan mineral mulai dari bagian tepi terluar kayu gubal menuju kayu teras dan bagian inti (pith).

3. Faktor letak ketinggian dan penampang melintang batang

Hasil uji beda nyata terkecil kandungan abu pada faktor interaksi letak ketinggian dan penampang melintang kayu Pendu pohon 2 dan kayu Katiau pohon 1 dan pohon 2 menunjukkan, bahwa kandungan abu terbesar terdapat pada bagian pangkal-teras (A1B2). Hal ini disebabkan karena abu

(10)

yang merupakan komponen anorganik terletak atau terikat sebagian di dalam dinding sel dan juga diendapkan dalam rongga sel, maka bagian pangkal yang lebih dulu terbentuk dibanding bagian di atasnya dan bagian kayu teras, sel-selnya sudah berkembang menjadi lebih dewasa, sehingga dinding sel tersebut menjadi lebih tebal dan kokoh. Seiring dengan menebalnya dinding sel tersebut, maka akan terbentuk atau diendapkan bahan-bahan anorganik maupun organik. Hal ini sesuai dengan pendapat Soenardi (1976), bahwa dalam proses pembentukan kayu teras (peralihan dari kayu gubal ke kayu teras) akan menimbulkan warna gelap pada sebagian jenis kayu yang disebabkan karena dalam proses kematian sel-sel kayu gubal (sel parenkim) dihasilkan zat-zat organik (getah, tanin, bahan-bahan phenolat, zat warna, garam-garam dan sebagainya) yang diresapkan (infiltrasi) ke dalam dinding sel dan juga rongga sel.

Gambaran kandungan abu kayu Pendu dan Katiau berdasarkan faktor bagian batang dan penampang melintang disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 2. Pendu Pohon 1 0.6 0.7 0.8 0.9 1 A1 A2 A3 A4 A5 Bagian batang A b u ( % ) Gubal Teras Pendu Pohon 2 0.7 0.8 0.9 1 1.1 A1 A2 A3 A4 A5 Bagian batang A b u ( %) Katiau Pohon 1 0.5 1 1.5 2 A1 A2 A3 A4 A5

Bagian batang

A

bu

(%

)

Katiau Pohon 2 1 1.4 1.8 2.2 A1 A2 A3 A4 A5 Bagian batang A b u ( % )

Gambar 2. Grafik kandungan abu kayu Pendu dan Katiau pada bagian batang yang berbeda (gubal-teras)

(11)

3. Ekstraktif

Berdasarkan Tabel 1 dan 2, kandungan ekstraktif larut dalam air dingin pada kayu Pendu pohon 1 yang terbesar terdapat pada bagian pangkal-teras (A1B2) = 3,178 % dan terkecil pada bagian ujung-teras (A5B2) = 1,860 % dan pada pohon 2 kandungan ekstraktif larut dalam air dingin yang terbesar terdapat pada bagian antara pangkal dan tengah-teras (A2B2) = 3,282 % dan terkecil pada bagian ujung-teras (A5B2) = 2,220 %. Kandungan ekstraktif larut dalam air dingin kayu Katiau pohon 1 yang terbesar terdapat pada pangkal-teras (A1B2) = 4,780 % dan terkecil pada bagian ujung-gubal (A5B1) = 2,235 %, sedangkan untuk pohon 2 kandungan ekstraktif larut dalam air dingin yang terbesar terdapat pada bagian pangkal-teras (A1B2) = 5,020 % dan terkecil pada bagian ujung-gubal (A5B1) = 2,770 %.

Kandungan ekstraktif larut dalam air panas kayu Pendu pohon 1 terbesar terdapat pada bagian pangkal-gubal (A1B1) = 3,445 % dan terkecil pada bagian ujung-gubal (A5B1) = 2,3 % dan pada pohon 2 terbesar terdapat pada bagian antara tengah dan ujung-teras (A4B2) = 3,830 % dan terkecil pada bagian ujung-gubal (A5B1) = 2,808 %. Kandungan ekstraktif larut dalam air panas kayu Katiau pohon 1 terbesar terdapat pada bagian pangkal-teras (A1B2) = 6,462 % dan terkecil pada bagian ujung-gubal (A5B1) = 3,09 %, demikian pula pada pohon 2 kandungan ekstraktif larut dalam air panas terbesar juga terdapat pada bagian pangkal-teras (A1B2) = 6,675 % dan terkecil pada ujung-gubal = 3,848 %.

Kandungan ekstraktif yang larut dalam larutan NaOH 1 % pada kayu Pendu pohon 1 yang terbesar terdapat pada bagian pangkal-teras (A1B2) = 16,57 % dan terkecil pada bagian ujung-gubal (A5B1) = 14,682 % dan pada pohon 2 terbesar juga terdapat pada bagian pangkal-teras (A1B2) = 16,15 % dan terkecil pada bagian ujung-teras (A5B2) = 14,755 %. Pada kayu Katiau pohon 1 dan pohon 2, kandungan ekstraktif yang larut dalam pelarut NaOH 1 % yang terbesar terdapat pada bagian pangkal-teras (A1B2) dengan nilai berurut 18,445 dan 18,550 %, sedangkan terkecil pada bagian ujung-gubal (A5B1) dengan nilai berurut 15,568 dan 15,295 %.

Kandungan ekstraktif yang larut dalam alkohol benzena yang terbesar pada kayu Pendu pohon 1 maupun pohon 2 terdapat pada bagian pangkal-teras (A1B2) dengan nilai berurut 3,342 dan 4,51 %, sedangkan terkecil pada bagian ujung-gubal (A5B1), yakni 2,887 dan 3,260 %. Pada kayu Katiau pohon 1 kandungan ekstraktif yang larut dalam alkohol benzena yang terbesar terdapat pada bagian pangkal-teras (A1B2) = 4,535 % dan terkecil pada bagian ujung-gubal (A5B1) = 3,295 %, sedangkan pada pohon 2 kandungan ekstraktif yang larut dalam alkohol benzena yang

(12)

terbesar terdapat pada bagian antara pangkal dan tengah-teras (A2B2) = 5,015 % dan terkecil pada bagian ujung-gubal (A5B1) = 3,740 %.

Untuk mengetahui adanya pengaruh antar perlakuan terhadap kandungan ekstraktif larut dalam air dingin, ekstraktif larut dalam air panas, ekstraktif larut dalam NaOH 1 % dan ekstraktif larut dalam alkohol benzena, maka dilakukan analisis sidik ragam yang disajikan pada Tabel 6, 7, 8 dan 9.

Tabel 6. Analisis sidik ragam pengaruh kandungan ekstraktif larut dalam air dingin kayu Pendu dan Katiau dari pohon ke-1 dan pohon ke-2

Sumber keragaman Db F hitung F tabel Pendu Katiau 0,05 0,01 P1 P2 P1 P2 Perlakuan 9 21,506** 6,465** 8,333** 29,598** 3,02 4,94 Bag. batang 4 44,924** 9,010** 12,476** 38,235** 3,48 5,99 Gubal-teras 1 0,009ns 0,226ns 10,675** 43,842** 4,96 10,04 Interaksi 4 3,461* 5,840* 3,605* 17,401** 3,48 5,99 Galat 10 Jumlah 19

Db = derajat bebas. P1 = pohon ke-1. P2 = pohon ke-2. ** = berpengaruh sangat signifikan. * = berpengaruh signifikan. ns = non signifikan

Berdasarkan analisis sidik ragam (Tabel 6), kandungan ekstraktif larut dalam air dingin Pendu faktor bagian batang menunjukkan pengaruh sangat signifikan dan faktor interaksi menunjukkan pengaruh signifikan. Pada kayu Katiau ternyata semua faktor perlakuan (bagian batang, gubal-teras dan interaksinya) menunjukkan pengaruh sangat signifikan. Untuk mengetahui perbedaan di antara faktor perlakuan maka dilakukan uji beda nyata terkecil (LSD).

Tabel 7. Analisis sidik ragam pengaruh kandungan ekstraktif larut dalam air panas kayu Pendu dan Katiau dari pohon ke-1 dan pohon ke-2

Sumber keragaman Db F hitung F tabel Pendu Katiau 0,05 0,01 P1 P2 P1 P2 Perlakuan 9 5,732** 7,838** 92,125** 20,693** 3,02 4,94 Bag. batang 4 4,031* 9,416** 182,551** 36,534** 3,48 5,99 Gubal-teras 1 24,829** 27,318** 21,759** 14,867** 4,96 10,04 Interaksi 4 2,658ns 1,390ns 19,290** 6,308** 3,48 5,99 Galat 10 Jumlah 19

Db = derajat bebas. P1 = pohon ke-1. P2 = pohon ke-2. ** = berpengaruh sangat signifikan. * = berpengaruh signifikan. ns = non signifikan

(13)

Berdasarkan analisis sidik ragam (Tabel 7), kayu Pendu pohon 1 menunjukkan pengaruh signifikan, pada faktor bagian batang dan faktor gubal-teras menunjukkan pengaruh sangat signifikan, sedangkan pada pohon 2 selain faktor interaksi, semua faktor lain menunjukkan pengaruh sangat signifikan dan pada kayu Katiau ternyata semua faktor perlakuan (bagian batang, gubal-teras dan interaksinya) menunjukkan pengaruh sangat signifikan. Untuk mengetahui perbedaan di antara faktor perlakuan, maka dilakukan uji beda nyata terkecil (LSD).

Berdasarkan analisis sidik ragam (Tabel 8), pada kayu Pendu dan Katiau pohon 1, faktor bagian batang dan gubal-teras menunjukkan pengaruh sangat signifikan dan faktor interaksi tidak terdapat pengaruh signifikan. Pada pohon 2 faktor bagian batang dan gubal-teras menunjukkan pengaruh sangat signifikan dan pengaruh signifikan, sedangkan faktor interaksi tidak terdapat pengaruh signifikan. Untuk mengetahui perbedaan di antara faktor perlakuan, maka dilakukan uji beda nyata terkecil (LSD). Tabel 8. Analisis sidik ragam pengaruh kandungan ekstraktif larut dalam

NaOH 1 % kayu Pendu dan Katiau dari pohon 1 dan pohon ke-2 Sumber keragaman Db F hitung F tabel Pendu Katiau 0,05 0,01 P1 P2 P1 P2 Perlakuan 9 25,794** 11,213** 25,794** 11,213** 3,02 4,94 Bag. batang 4 46,444** 18,464** 46,444** 18,464** 3,48 5,99 Gubal-teras 1 44,857** 7,850* 44,857** 7,850* 4,96 10,04 Interaksi 4 0,379ns 4,802* 0,379ns 4,802* 3,48 5,99 Galat 10 Jumlah 19

Db = derajat bebas. P1 = pohon ke-1. P2 = pohon ke-2. ** = berpengaruh sangat signifikan. * = berpengaruh signifikan. ns = non signifikan

Berdasarkan analisis sidik ragam (Tabel 9), ternyata semua faktor perlakuan (bagian batang, gubal-teras dan interaksinya) menunjukkan pengaruh sangat signifikan. Untuk mengetahui perbedaan di antara faktor perlakuan, maka dilakukan uji beda nyata terkecil (LSD).

(14)

Tabel 9. Analisis sidik ragam pengaruh kandungan ekstraktif larut dalam alkohol benzena kayu Pendu dan Katiau dari pohon ke-1 dan pohon ke-2 Sumber keragaman Db F hitung F tabel Pendu Katiau 0,05 0,01 P1 P2 P1 P2 Perlakuan 9 451,736** 89,293** 5392,903** 581,327** 3,02 4,94 Bag. batang 4 622,882** 123,460** 9367,313** 676,634** 3,48 5,99 Gubal-teras 1 695,340** 129,275** 3655,125** 2361,959** 4,96 10,04 Interaksi 4 219,688** 45,131** 1852,938** 40,862** 3,48 5,99 Galat 10 Jumlah 19

Db = derajat bebas. P1 = pohon ke-1. P2 = pohon ke-2. ** = berpengaruh sangat signifikan. * = berpengaruh signifikan. ns = non signifikan

3. 1. Faktor letak ketinggian dalam batang

Secara umum hasil uji beda nyata terkecil faktor bagian batang kayu Pendu dan Katiau baik pohon 1 maupun pohon 2 menunjukkan perbedaan sangat signifikan, di mana kandungan ekstraktif larut dalam air dingin, ekstraktif larut dalam air panas, ekstraktif larut dalam NaOH 1% dan ekstraktif larut dalam alkohol benzena terbesar terdapat pada bagian pangkal (A1). Besarnya kandungan zat ekstraktif yang larut dalam air dingin pada bagian pangkal dibanding keempat bagian lainnya menunjukkan bahwa karena letak bagian pangkal lebih dekat dengan akar dan tanah, maka air dan unsur hara (mineral-mineral) banyak terakumulasi pada bagian tersebut. Menurut Scharai-Rad (1983),kerapatan yang dimiliki setiap pohon mempunyai besaran yang bervariasi dan salah satu penyebabnya adalah kehadiran zat ekstraktif. Simatupang (1988) menyatakan, bahwa kayu dari cabang menunjukkan kadar ekstraktif yang umumnya rendah daripada batang dan bagian batang yang dekat dengan akar mempunyai kadar bahan ekstraktif paling tinggi.

3. 2. Faktor penampang melintang batang

Hasil uji beda nyata terkecil faktor penampang melintang batang kayu Katiau baik pohon 1 maupun pohon 2 menunjukkan perbedaan sangat signifikan dan kandungan ekstraktif larut dalam air dingin terbesar terdapat pada bagian kayu teras. Hal ini disebabkan pada saat pembentukan kayu teras disertai dengan akumulasi senyawa zat-zat ekstraktif. Hal ini sesuai dengan pernyataan Panshin dan de Zeeuw (1964), bahwa sel parenkim kayu gubal dengan cadangan makanan, akan dihidrolisis ke dalam karbohidrat cair yang seterusnya diubah menjadi bahan ekstraktif. Perkembangan kandungan kimia tambahan pada kayu teras ini bisanya ditandai dengan

(15)

gelapnya warna kayu teras. Menurut Simatupang (1988), umumnya konsentrasi zat ekstraktif kayu gubal lebih rendah daripada dalam kayu teras. Kenyataan ini dapat dilihat pada warna kayu teras yang umumnya lebih gelap daripada kayu gubal.

Kandungan ekstraktif larut dalam air panas pada kayu teras lebih besar dari kayu gubal disebabkan pada bagian kayu teras, selama pertumbuhan pohon terjadi proses pengendapan subtansi-subtansi organik pada sel-sel yang sudah tua (sel-sel mati) dan terdeposit pada bagian ini. Keadaan ini berhubungan dengan peningkatan proporsi kayu teras itu sendiri, di mana semakin tinggi proporsi kayu teras pada suatu bagian kayu, maka secara umum kandungan zat ekstraktif bagian kayu tersebut akan meningkat pula. Menurut Kollmann dan Cote (1968), matinya sel-sel kayu yang sudah tua berhubungan dengan peristiwa menumpuknya bermacam-macam substansi dalam dinding dan rongga sel. Peristiwa ini menandai terbentuknya kayu teras dan ekstraktif. Haygreen dan Bowyer (1989) berpendapat, bahwa salah satu penyebab matinya sel pada kayu gubal (sel parenkim) adalah bahan makanan yang diproduksi melebihi dari volume kebutuhan pohon. Kelebihan makanan ini secara tidak langsung bergerak terus menuju jari-jari dan menumpuk ke pusat batang. Dalam jangka waktu tertentu makanan tersebut akan mengalami penguraian menjadi bahan-bahan organik (gula, pati atau senyawa-senyawa baru). Peristiwa tersebut di atas juga menandai terbentuknya kayu teras dan zat ekstraktif. Dengan demikian kayu teras memiliki kandungan zat ekstraktif yang lebih besar daripada kayu gubal.

3.3. Faktor interaksi letak ketinggian dan penampang melintang batang Secara umum, hasil uji BNT terhadap faktor interaksi antara letak ketinggian dan penampang melintang batang kayu Pendu dan Katiau menunjukkan, bahwa sebagian besar perlakuan yang ada tidak menunjukkan perbedaan dan interaksi pangkal-teras (A1B2) mempunyai kandungan ekstraktif larut dalam air dingin yang tertinggi dibanding interaksi yang lainnya. Kandungan ekstraktif larut dalam air dingin pada bagian pangkal teras disebabkan oleh letak bagian pangkal dekat dengan akar yang menyimpan dan menyalurkan sari-sari makanan, sehingga zat ekstraktif berakumulasi pada bagian pangkal, sedangkan bagian kayu teras sel-sel parenkimnya telah mengalami kematian, sehingga zat-zat pati yang menumpuk pada bagian tersebut mengalami penguraian dan menghasilkan zat-zat organik yang dikenal sebagai ekstraktif.

Gambaran kandungan ekstraktif yang larut dalam air dingin, ekstraktif larut dalam air panas, ekstraktif larut dalam NaOH 1 % dan ekstraktif larut dalam alkohol benzena kayu Pendu dan Katiau pada bagian batang dan penampang melintang (gubal-teras) disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 3 sampai 6.

(16)

Pendu Pohon 1 1.5 2 2.5 3 3.5 A1 A2 A3 A4 A5 Bagian batang E k st rak ti f (%) Gubal Teras Pendu Pohon 2 1.5 2 2.5 3 3.5 A1 A2 A3 A4 A5 Bagian batang E k st rak ti f Katiau Pohon 1 2 3 4 5 A1 A2 A3 A4 A5 Bagian batang E k tr ak ti f (% ) Katiau Pohon 2 2 3 4 5 A1 A2 A3 A4 A5 Bagian batang Ek stra kt if (% )

Gambar 3. Grafik kandungan ekstraktif larut dalam air dingin kayu Pendu dan Katiau pada bagian batang yang berbeda (gubal-teras)

Pendu Pohon 1 2 2.5 3 3.5 4 A1 A2 A3 A4 A5 Bagian batang E k st ra k ti f (% ) Gubal Teras Pohon 2 2 2.5 3 3.5 4 A1 A2 A3 A4 A5 Bagian batang Ek st ra k ti f (% )

Gambar 4. Grafik kandungan ekstraktif larut dalam air panas kayu Pendu dan Katiau pada bagian batang yang berbeda (gubal-teras)

(17)

Katiau Pohon 1 2 4 6 8 A1 A2 A3 A4 A5 Bagian batang Ek strak ti f (% ) Katiau Pohon 2 2 4 6 8 A1 A2 A3 A4 A5 Bagian batang E ks tr ak ti f ( % Gambar 4. (Lanjutan) Pendu Pohon 1 14.5 15 15.5 16 16.5 17 A1 A2 A3 A4 A5 Bagian batang E kst rakt if ( % ) Gubal Teras Pendu Pohon 2 14.5 15 15.5 16 16.5 A1 A2 A3 A4 A5 Bagian batang E kst rakt if ( % ) Katiau Pohon 1 15 16 17 18 19 A1 A2 A3 A4 A5 Bagian batang Ek stra kt if (% ) Katiau Pohon 2 15 16 17 18 19 A1 A2 A3 A4 A5 Bagian batang E ks tr akt if ( % )

Gambar 5. Grafik kandungan ekstraktif larut dalam NaOH 1 % kayu Pendu dan Katiau pada bagian batang yang berbeda (gubal-teras)

(18)

Pendu Pohon 1 2 3 4 5 A1 A2 A3 A4 A5 Bagian batang E kst rakt if ( % ) Gubal Teras Pendu Pohon 2 2.8 3.2 3.6 4 A1 A2 A3 A4 A5 Bagian batang E ks tr akt if ( % ) Katiau Pohon 1 2 3 4 5 A1 A2 A3 A4 A5 Bagian batang E ks tr ak ti f ( % ) Katiau Pohon 2 3 4 5 6 A1 A2 A3 A4 A5 Bagian batang E ks tr ak ti f ( % )

Gambar 6. Grafik kandungan ekstraktif larut dalam alkohol benzena kayu Pendu dan Katiau pada bagian batang yang berbeda (gubal-teras)

Pada grafik Gambar 3 terlihat, bahwa kayu Pendu dari pohon 2 bagian tengah gubal (A3B1) dan Katiau pohon 1 dan 2 bagian antara pangkal dan tengah gubal (A2B1) mempunyai kandungan ekstraktif dalam air dingin tertinggi dibanding bagian lainnya. Hal ini disebabkan pada bagian tersebut pertumbuhan sel mencapai maksimum. Seperti yang dikemukakan oleh Suwinarti (1993), bahwa pada bagian tengah pertumbuhan selnya mencapai maksimum, sehingga pada bagian ini banyak mengandung ekstraktif tertentu yang mudah untuk diekstraksi.

Pada grafik Gambar 4 terlihat, bahwa kayu Pendu dari pohon 1 dan 2 bagian antara tengah dan ujung-teras (A4) memiliki kandungan ekstraktif larut dalam air panas yang tertinggi dibanding bagian lainnya. Seperti halnya pada kandungan ekstraktif larut dalam air dingin, pada kandungan ekstraktif larut dalam air panas juga disebabkan bagian tersebut pertumbuhan sel muda mencapai maksimum.

(19)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Nilai rataan kandungan lignin, abu dan zat ekstraktif jenis kayu Pendu

(Pterocymbium corymbosum) adalah sebagai berikut:

a). Bagian pangkal-gubal dan teras: lignin 29,7 % dan 25,975 %, abu 0,928 % dan 0,985 % dan kandungan ekstraktif yaitu air dingin 0,955 % dan 3,146 %, air panas 2,286 % dan 3,513 %, NaOH 1 % 5,916 % dan 16,360 % dan alkohol benzena 3,35 % dan 4,106 %.

b). Bagian antara pangkal dan tengah-gubal dan teras: lignin 29,068 % dan 26,125 %), abu 0,832 % dan 0,9 % dan kandungan ekstraktif yaitu air dingin 2,78 % dan 2,944 %, air panas 3,122 % dan 3,455 %, NaOH 1 % 14,985 % dan 15,72 % dan alkohol benzena 3,469 % dan 3,489 %. c). Bagian tengah-gubal dan teras: lignin 26,015 % dan 23,702 %, abu 0,885 % dan 0,912 % dan kandungan ekstraktif yaitu air dingin 2,912 % dan 2,908 %, air panas 2,844 % dan 3,46 %, NaOH 1% 15,51 % dan 15,688 % dan alkohol benzena 3,46 % dan 3,469 %.

d). Bagian antara tengah dan ujung-gubal dan teras: lignin 27,03 % dan 22,195 %, abu 0,752 % dan 0,775 % dan kandungan ekstraktif yaitu air dingin 2,483 % dan 2,607 %, air panas 2,986 % dan 3,665 %, NaOH 1 % 14,982 % dan 15,398 % dan alkohol benzena 3,219 % dan 3,435 %. e). Bagian ujung-gubal dan teras: lignin 24,13 % dan 21,282 %, abu 0,73 % dan 0,765 % dan kandungan ekstraktif yaitu air dingin 2,41 % dan 2,04 %, air panas 2,554 % dan 3,084 %, NaOH 1 % 14,839 % dan 14,938 % dan alkohol benzena 3,072 % dan 3,432 %.

2. Nilai rataan kandungan lignin, abu dan zat ekstraktif jenis kayu Katiau

(Ganua motleyana Pierre) adalah sebagai berikut:

a). Bagian pangkal-gubal dan teras: lignin 32,765 % dan 30,922 %, abu 1,405 % dan 1,915 % dan kandungan ekstraktif yaitu air dingin 3,396 % dan 4,9 %, air panas 5,836 % dan 6,569 %, NaOH 1 % 17,822 % dan 18,498 % dan alkohol benzena 4,335 % dan 4,745 %.

b). Bagian antara pangkal dan tengah-gubal dan teras: lignin 32,43 % dan 30,755 %, abu 1,215 % dan 1,728 % dan kandungan ekstraktif yaitu air dingin 3,2 % dan 3,814 % , air panas 4,782 % dan 4,27 %, NaOH 1 % 16,912 % dan 17,848 % dan alkohol benzena 4,192 % dan 4,548 %.

(20)

c). Bagian tengah-gubal dan teras: lignin 31,848 % dan 30,855 %, abu 1,258 % dan 1,688 % dan kandungan ekstraktif yaitu air dingin 3,286 % dan 3,296 %, air panas 4,083 % dan 5,125 %, NaOH 1 % 16,26 % dan 17,496 % dan alkohol benzena 4,11 % dan 4,228 %.

d). Bagian antara tengah dan ujung-gubal dan teras: lignin 31,52 % dan 30,622 %, abu 1,125 % dan 1,49 % dan kandungan ekstraktif yaitu air dingin 3,135 % dan 3,038 %, air panas 3,924 % dan 4,364 %, NaOH 1 % 15,575 % dan 17,06 % dan alkohol benzena 3,772 % dan 4,215 %. e). Bagian ujung-gubal dan teras: lignin 31,282 % dan 30,462 %, abu 1,082 % dan 1,252 % dan kandungan ekstraktif yaitu air dingin 2,502 % dan 2,94 %, air panas 3,469 % dan 3,889 %, NaOH 1 % 15,432 % dan 16,122 % dan alkohol benzena 3,518 % dan 3,96 %.

3. Perbedaan letak ketinggian dalam batang dan penampang melintang batang pada kayu Pendu dan Katiau berpengaruh terhadap kandungan lignin, abu dan zat ekstraktif, di mana bagian pangkal lebih tinggi daripada bagian antara pangkal dan tengah, tengah, antara tengah dan ujung dan bagian ujung serta bagian kayu teras lebih tinggi dari bagian kayu gubal, kecuali kandungan lignin, bagian kayu gubal lebih tinggi dari kayu teras.

4. Mengacu pada kandungan lignin dan ekstraktif yang termasuk dalam kategori sedang, maka kayu Pendu dan Katiau dalam pemanfaatannya, misalnya digunakan sebagai bahan baku pulp dan kertas sudah memenuhi persyaratan.

5. Penggunaan kayu Katiau sebagai bahan baku finir atau kayu lapis perlu diadakan perlakuan awal pada bahan baku untuk menurunkan kandungan zat ekstraktif yang persentasenya agak tinggi. Kandungan lignin, abu dan akstraktif jenis kayu Pendu dan Katiau berada dalam kategori kelas sedang. Berdasarkan sifat tersebut maka kayu Pendu dan Katiau dapat diusahakan sebagai bahan kayu konstruksi, finir dan kayu lapis, kayu lamina, papan partikel, papan serat dan sebagainya.

Saran

Beberapa saran yang perlu dipertimbangkan adalah:

1. Perlu diadakan penelitian lanjutan untuk komponen kimia kayu lainnya, misalnya kandungan holoselulosa dan selulosa serta jenis zat ekstraktif yang larut dalam pelarut air dingin, air panas, NaOH 1 % dan alkohol benzena sehingga dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam kebijakan pemanfaatan kedua jenis tersebut.

2. Untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap tentang kandungan komponen kimia kayu Pendu dan Katiau maka perlu dilakukan penelitian dengan perbedaan tempat tumbuh dan umur pohon.

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1976. Vademecum Kehutanan Indonesia. Departemen Kehutanan. Direktorat Jenderal Kehutanan, Jakarta.

Fengel, D. dan G. Wegener. 1995. Kimia Kayu, Ultrastruktur, Reaksi-Reaksi. Suatu Pengantar (Terjemahan). Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Haygreen, J.G. dan J.L. Bowyer. 1989. Forest Products and Science. An Introduction. The Iowa State University Press, Arnes, Iowa. (Terjemahan oleh Sutjipto A. Hadikusumo). Gajahmada University Press, Yogyakarta.

Herianto. 2000. Struktur Anatomi dan Sifat Fisik Mekanika Jenis Kayu Pendu (Pterocymbium corymbosum) dan Katiau (Ganua motleyana Pierre). Tesis Magister Program Studi Ilmu Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda.

Kollmann, F.F.P. dan W.A. Cote Jr. 1968. Principles of Wood Science and Technology. Volume I. Solid Wood, Springer-Verlag, New York. Muladi, S. 1984. Hubungan antara Berat Jenis dan Kandungan Lignin dari 6

Jenis Kayu Daun Lebar. Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda.

Panshin, A.J. dan C. de Zeeuw. 1964. The Textbook of Wood Technology. Volume I. McGraw-Hill Book Company Inc., New York.

Scharai-Rad, M. 1983. Diktat Kuliah Kimia Kayu. Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda.

Simatupang, M.H. 1988. Bahan Ekstraktif Kayu, Kimianya dan Pengaruhnya pada Sifat-sifat Kayu. Bahan Kuliah pada Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda.

Sjöström, E. 1981. Wood Chemistry. Fundamentals and Applications. Academic Press Inc., New York.

Soenardi 1976. Sifat-sifat Kimia Kayu. Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Suwinarti, W. 1993. Analisis Kandungan Abu, Zat Ekstraktif dan Lignin pada Kayu Kelapa (Cocos nucifera Linn.) Berdasarkan Kerapatan dan Letak Kayu dalam Batang. Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda.

(22)

Gambar

Tabel  1.  Nilai  rataan  (dalam  %)  komponen  kimia  kayu  Pendu  (Scaphium
Tabel 2. Nilai rataan (%) komponen kimia kayu Katiau (Ganua motleyana)
Tabel 4. Kerapatan normal dari kayu Pendu dan Katiau (g/cm 3 )  Jenis kayu  Pohon
Gambar  1.  Grafik  kandungan  lignin  kayu  Pendu  dan  Katiau  pada bagian batang yang berbeda (gubal-teras)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pengujian serologis tersebut dapat disimpulkan bahwa semua sampel dari RPH Kapuk, Jakarta menunjukkan hasil negatif yang be- rarti semua

Oleh karena itu,dalam tugas akhir kali ini akan dilakukan perancangan dengan metode ANFIS dalam pengendalian kecepatan motor listrik untuk membantu ICE mencapai

Program pemuliaan yang tidak terkontrol dalam genotip berbeda yang terseleksi dari pejantan dan induk melalui kawin IB dapat merupakan faktor penyebab

Terciptanya sebuah perangkat berbasis VR yang dapat digunakan untuk membantu mata kuliah praktikum yang diberikan secara online agar peserta didik dapat merasakan

Kabupaten Kudus memiliki upaya pelayanan publik yang terus dikembangkan untuk memberikan kemudahan akses bagimasyarakat. Salah satu konsep manajemen pemerintahan yang

Hal ini karena serbuk Cu memiliki nilai densitas yang tinggi dibandingkan dengan bahan lain yaitu sebesar 8,9 gr/cm 3 [7] sehingga semakin besar jumlah serbuk Cu yang

Setelah melakukan penimbangan maka krani timbang akan membuat Print Out Timbang (POT) dengan menginput ke dalam TrPOT dan membaca dari TrSPPB, Print Out Timbang (POT)

Ruangan di bagian bawah dari ruang luncur yang fungsinya memberikan kesempatan kereta untuk menghabiskan tenaga kinetik yang diredam oleh buffer pada saat lift mengalami jatuh