• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEMOKRASI DAN KEKUASAAN POLITIK PETAHANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DEMOKRASI DAN KEKUASAAN POLITIK PETAHANA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

DEMOKRASI DAN KEKUASAAN POLITIK PETAHANA PADA PILKADA TAKALAR 2007

Ilham Yamin1

Leo Agustino2

Abstract

This article addresses the political power of the incumbent in the domain of local democracy in the reform era. The paper especially addresses the weak function of Election Supervisory Committee (Panwaslu)and identifies the position of the incumbent to remain in power. This paper also reveals the delays of the formation of Election Supervisory Committee, the dependency of the district election committee, and the utilization of the position and role of bureaucrats with the incumbent winning team. This paper uses a qualitative approach through case studies of the 2007 local elections in Takalar South Sulawesi, Indonesia. The samples were selected using purposive sampling method. The data were collected by means of observation and in-depth interviews. Overall, this paper aims to construct an understanding of local level of political practices that generate unflorishing democracy.

Key words: Democracy, local election, political party, incumbent, election supervisory committee

Demokrasi melalui pemilihan kepala daerah langsung (Pemilukada) merupakan pintu peralihan era orde baru yang sentralistik ke era reformasi melalui desentralisasi politik tingkat lokal. Erb & Priyambudi (2009:17) menyebutkan tahun 2004 masyarakat Indonesia mempunyai pengalaman untuk pertama kalinya memilih secara langsung pemimpin nasionalnya dan ini adalah momentum awal proses Demokratisasi di Indonesia. Lebih dalam menjelaskan bahwa Pemilihan Kepala daerah (Pemilukada) merupakan aspek terbaru transition of democracy yang selanjutnya menjadi demokratisasi. Demokratisasi merupakan kekuasaan masyarakat lokal membuat keputusan untuk kepentingan lokal dan memilih pemimpin daerahnya secara langsung. Namun gelanggang arena demokrasi dalam aras lokal melahirkan pembusukan politik di mana-mana. Pemilukada di Indonesia pertama kali dimulai bulan Juni tahun 2005. Dalam perjalanannya hingga saat ini, banyak terjadi permasalahan dalam pemilukada. Salah satu peneliti masalah pemilukada adalah Crouch (2010:220) yang mengungkapkan kasus-kasus pemilukada. Dalam setahun berlakunya pemilukada saja telah terjadi penyidikan kasus 7 gubernur, 45 bupati/walikota dan wakilnya. Bahkan, beberapa diantaranya telah dihukum pada awal tahun 2006 ( http://riangold.wordpress.com/2011/03/14/rekor-korupsi-di-indonesia-dari-30-gubernur-17-gubenur-dinonaktifkan-kerana-korupsi.html 10 januari 2011). Kemudian hasil kajian mengenai pemilukada Mietzner (2007) dalam Erb dan Priyambudi (2009:3-4) menyebutkan bahwa desentralisasi menggabungkan lahirnya preman (gangster), serta melahirkan politik uang (money politic) dan korupsi (corruption) di daerah. Selaras dengan itu, melalui workshop tentang masalah pemilukada bulan Mei 2006 di Singapura yang menyertakan sarjana Singapura, Australia, Inggris dan Indonesia menyimpulkan bahwa banyak pandangan pesimis melalui pemilihan langsung tersebut.

1Kandidat Ph.D pada Program Sains Politik, PPSPS FSSK, Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM), Malaysia. E-mail: ilham_mei@yahoo.com

2

(2)

Kekuasaan politik melalui praktik demokrasi lokal ternyata menyisakan permasalahan. Selanjutnya, paper ini akan menjelaskan hal tersebut dari konteks posisi sebagai incumbent dalam studi kasus pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada). Sebelum jauh membicarakan perkara ini tentunya kita melihat praktik kekuasaan

incumbent yang telah dikaji berbagai sarjana sebelumnya. Seperti studi tentang demokrasi dan kekuasaan politik oleh Gordon & Landa (2009:1481) melihat incumbent untuk bertarung kembali mempertimbangkan beberapa sumber daya seperti keuntungan memegang jabatan atau disebut juga diskon kampanye sehingga pembiayaan kampanye lebih sedikit dibanding penantangnya. Kemudian dukungan incumbent, keuntungan unik berguna membangun hubungan pengaruh kelompok kepentingan atau elit dalam sebuah distrik/kabupaten. Selain itu, La Venia (2011:9) yang menyebutkan sebagai pemegang kekuasaan politik, incumbent memiliki banyak keuntungan untuk maju ke pemilihan umum berikutnya. Hal ini berdampak berkurangnya nilai-nilai demokrasi dalam proses pemilihan umum, serta menjadi tidak fair bagi penantangnya. Selanjutnya, partai-partai politik dituntut mampu memenangkan kekuasaan melalui pemilihan umum.

Setelah menelaah berbagai kajian tersebut, posisi incumbent untuk level lokal seperti kabupaten/kota diberi jaminan konstitusi negara bagi pejabat yang telah berkuasa untuk bertarung dalam periode keduanya. “Ruangan” untuk maju dalam periode berikutnya secara harfiah disebut incumbent. Mengapa hal ini menjadi penting untuk dikaji? Pertanyaan ini penting untuk melihat arena demokrasi aras lokal tercemar oleh berbagai praktik politik yang menggunakan segala cara untuk mencapai tujuan, khususnya yang melibatkan incumbent. Intervensi kekuasaan politik melemahkan fungsi Panitia pengawas pemilihan Umum. Kontrol kekuasaan yang diperankan oleh masyarakat sipil seakan tak terbendung dengan derasnya pengaruh kekuasaan incumbent untuk maju berkuasa. Tulisan ini akan membahas kekuasaan politik incumbent melalui studi kasus Pemilukada Kabupaten Takalar 2007 yang tidak menyuburkan demokrasi. Juga akan mengungkapkan bagaimana intervensi-intervensi kekuasaan politik incumbent terhadap rezim pemilukada.

Konsep Demokrasi dan Kekuasaan Incumbent

Konseptualisasi demokrasi minimalis Schumpeter (2003:13) dapat kita pahami seperti pernyataannya sebagai berikut:

... is arguing for a minimalist conceptualization of democracy and that civil rights or ‘abiding by the will of the people directly’ is not necessary for a government to be a democracy and function accordingly. Democracy is merely a method of, and the institutions used in, choosing a government through competitive elections. Through these elections, representatives are chosen, and the common good is derived from the tally of votes. It is the competition for representation that drives democracy, and through this competition that the benefits that citizens acquire from democracy over other forms of government manifest themselves.

Selaras konsep tersebut pemilih memilih wakilnya melalui metode demokrasi pemilihan langsung sehingga tercipta pemerintahan yang akan melayani rakyatnya.

(3)

metode pemilihan berbasis hak asasi pemilih yang mereka nyatakan menghasilkan suatu pilihan, dimanifestasikan menjadi suatu bentuk pemerintahan. Bersandarkan hal tersebut peneliti demokrasi pemikiran Schumpeter dibedah oleh Bunce (2000:7) menghasilkan tentang pra kondisi untuk mengkonsolidasi demokrasi seperti yang disebutkan : ”... how governance infrastructure and democracy interact with one another, while jointly affecting states, has to do with the possibility that governance infrastructure is a pre-condition for a consolidated democracy.

Berangkat dari berbagai pemikiran sarjana di atas, aplikasi konsep demokrasi sebagai sistem politik yang bekerja dalam sistem pemerintahan di kaji khusus oleh Baird (2012:272) yang menemukan konsep infrastruktur pemerintahan terdiri atas empat unsur yang mendukungnya yaitu: (i) government effectiveness; (ii) regulatory quality; (iii) rule of law, (iv) control of corruption. Pemikiran Baird inilah menjadi pijakan yang mengungkapkan bagaimana arena demokrasi lokal melalui pemilukada Takalar 2007 oleh kekuasaan incumbent melalui penggunaan komisi pemilihan suara, penundaan pengawas pemilihan umum sehingga mampu berkuasa kembali.

Argumen lain tentang konsep demokrasi sebagai sistem politik menurut Diamond, Linz & Lipset (dlm. Vanhanen 1997:28-29) mendefenisikan demokrasi untuk menunjukan sebuah sistem pemerintahan:

... that meets 3 essential conditions: meaningful and extensive competition among individuals and organized groups (especially political parties) for all effective positions of government power, at regular intervals and excluding the use of power, at regular intervals and excluding the use of force; a highly inclusive level of political participation in the selection of the leaders and policies, at least through regular and fair elections, such that no major (adult) social group is excluded; and a level of civil and political liberties- freedom expressions, freedom the press, freedom to form and join organizations - sufficient to ensure the integrity of political competition and participation.

Perkembangan konsep dan teori demokrasi melahirkan pemikiran lebih maju oleh Dahl (1989:233) yaitu peranan lembaga-lembaga demokrasi yang bersandar normatif ke proses demokratis disebut poliarkis dengan karakteristik sebagai berikut; (i) pengawasan atas keputusan pemerintah yaitu secara konstitusional disembunyikan melalui pejabat terpilih, (ii) pejabat yang terpilih melalui pemilihan secara bebas, adil, dan secara berkala, (iii) secara praktik semua orang dewasa memiliki hak untuk memilih dalam pemilu, (iv) secara praktik semua orang dewasa memiliki hak untuk menjalankan dalam pemilihan pejabat, (v) warga negara memiliki hak untuk mengekspresikan secara bebas dalam berbagai persoalan politik, (vi) sumber alternatif informasi secara bebas dan legal dapat ditemukan, (vii) setiap orang memiliki hak untuk membentuk partai, kelompok penekan, dan lembaga independen negara.

(4)

negara demokrasi tahun 1984-2004 menemukan pengaruh kebijakan partai politik dan korupsi, yaitu elit politik menghadapi masalah kronis dalam mengumpulkan uang yang cukup untuk membiayai politik yang berbiaya tinggi dalam demokrasi. Selain itu, kajian mengenai partai politik yang kerap menggunakan taktik politik yang ilegal untuk tetap berkompetisi dan makmur dalam berpolitik terlihat di Bangladesh dan Kenya. Bryan & Baer (2005:33) pula menjelaskan melalui studinya di 22 negara bahwa partai politik memakai taktik pemilihan ilegal meliputi pembelian suara, menyewa preman untuk mengintimidasi lawan, mengisi kotak suara, dan menyuap petugas pemilihan umum.

Diskusi konsep demokrasi dan kekuasaan politik disebutkan oleh Haugaard (2010:1049) yang menjelaskan Demokrasi adalah sebuah bunga yang mudah rusak yang mensyaratkan bentuk khusus dari kekuasaan dan persepsi kewenangan. Ia menerangkan kekuasaan politik yaitu kekuasaan yang ditaklukan melalui kewenangan, didasari tindakan yang dilakukan. Kewenangan mensyaratkan sebuah perihal demokrasi yang dalamnya terkandung norma kesamaan, norma keseimbangan, tertib, bertanggung jawab. Untuk term kekuasaan politik disini akan membahas khusus incumbent oleh beberapa riset sarjana. Seperti yang dilakukan Gordon & Landa (2009) meneliti incumbent dengan mempertimbangkan sumber-sumber yang bermanfaat untuknya. Atau lebih dikenal dengan ‘diskon kampanye.’ Ini berdampak untuk biaya lebih kecil untuk kembali bertarung. Dibandingkan penantang dengan biayanya lebih meningkat untuk kampanye, dan dukungan incumbent memunculkan keuntungan unik dengan kemampuan menjalin hubungan kelompok kepentingan atau elit dalam sebuah kabupaten. Diskusi keuntungan

incumbent serupa pengkaji lainnya yaitu Weisberg (2002:339) di Amerika. Persaingan presiden Amerika dari Partai Demokrat dan penantangnya dari Partai Republik. Terdapat keuntungan-keuntungan : (i) kelesuan politik: pemilih cenderung memilih incumbent yang relevan dengan pepatah “If ain’t broke, don’t fix it”; (ii) dapat belajar dari pengalaman masa pemilu sebelumnya yaitu biaya kesuksesan kampanye, pekerjaan politik apa saja selama menjabat, dan perbaikan kesalahan untuk ikut bertarung kembali;(iii) incumbent

mampu mempersatukan partai-partai, sehingga penantang kesulitan memperbaiki celah-celah pada waktu pemilihan; (iv) mampu mengontrol setiap kegiatan menstimulasi ekonomi, dan mampu mengontrol agenda-agenda; (v) dapat berkampanye tanpa harus selalu berkampanye—“The Rose Garden Strategy”; (vi) mengklaim bahwa mereka adalah kandidat yang mampu melalukan perubahan.

Kajian lain tentang kualitas capaian kerja incumbent di negara demokrasi membangun di Filipina yang lokusnya 48 kota dan kabupaten selama periode juni 2004 – juni 2008. Riset ini melihat kompetensi incumbent (usia, latar belakang pendidikan), status untuk kembali bertarung, dan masa jabatan. Penemuannya yaitu adanya inovasi lokal melalui tumbuhnya sumber daya keuangan lokal. Adapun faktor lain yang mempengaruhi

incumbent yaitu performa kerja sebelumnya dengan mempertimbangkan capaian tingkat kemiskinan dan capaian pelayanan administasi publik (Capuno 2011:49). Sebaliknya, penelitian tentang perihal kesulitan incumbent untuk berkuasa kembali oleh Lazarus (2008:109) di seluruh negara bagian Amerika untuk pemilihan gubernur mulai 1976 -1998. Ia mendapatkan kerentanan melaui kecaman akan kekurangannya selama menjabat. Ini berdampak terhadap penantang untuk masuk berkompetisi.

(5)

pembentukan Panwaslu dan (ii) campur tangan kekuasaan incumbent memanfaatkan posisi dan peran birokrat melalui tim pemenangan.

Lemahnya Fungsi Pengawasan Pemilukada: Penundaan pembentukan Panwaslu .

Kelemahan Fungsi pengawasan pemilukada merupakan salah satu indikator untuk melihat keberhasilan pemilihan kepala daerah sebagai bentuk pelaksanaan berdemokrasi aras lokal. Mengapa fungsi pengawasan menjadi lemah ? Untuk menjawab pertanyaan ini, paragraf selanjutnya menjelaskan beberapa faktor penyebabnya, yaitu: (i) penundaan pembentukan panitia pengawas pemilihan umum (Panwaslu); (ii) pengangkatan pegawai panitia pengawas pemilihan umum kecamatan ditentukan oleh Bupati Takalar, dan (iii) biaya operasionalisasi panitia pengawas pemilihan umum kecamatan melalui pemerintah lokal.

Faktor pertama penyebab kelemahan pengawasan yaitu penundaan pembentukan Panwaslu. Paragraf ini menjelaskan temuan penelitian dimulai dengan pemilihan kepala daerah takalar tahun 2007 menggunakan Undang Undang –Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum. Secara garis besar pelaksanaan Pemilukada melalui tiga tahap, yaitu: (i) tahap persiapan; (ii) tahap pelaksanaan dan; (iii) tahap penyelesaian. 3

Aturan tersebut dengan mudah dapat terabaikan melalui kewenangan pemerintah yang berkuasa. Ditemukannya Panwaslu terbentuk setelah melewati masa tahap persiapan. Hal

3Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Takalar tentang Tahapan, Program dan jadwal waktu Penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan wakil Kepala daerah kabupaten Takalar tahun 2007 ; Nomor : 001/P.KWK-TK/VII/2007 tanggal 20 juli 2007.tentang tahapan , program penyelenggaraan secara garis besarnya terdiri tiga tahap yaitu : (i) tahap persiapan; (ii) tahap pelaksanaan dan; (iii) tahap penyelesaian. Adapun bagian pelaksanaan dalam tahap persiapan, yaitu : (a) pemberitahuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten takalar kepada KPU Kabupaten Takalar mengenai berakhirnya masa jabatan Bupati dan Wakil Bupati Takalar; (b penetapan tahapan, program dan jadwal waktu penyelenggaraan; (c) penetapan kode etik penyelenggara pemilu; (d) penetapan Panitia pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) sebagai bagian pelaksana tahapan penyelenggaraan Pemilu; (e) pembentukan kelompok kerja penyelenggaraan dan kepanitiaan lainnya; (f) pembentukan kelompok kerja penyelenggaraan dan kepanitiaan lainnya; (g) pengukuhan PPK, PPS, KPPS selaku bagian penyelenggara dan rapat kerja KPU Kabuptaen takalar dengan PPK, PPS, KPPS se- Kabupaten Takalar; (h) bimbingan teknis PPK, PPS, KPPS; (i) penyerahan tahapan, program dan jadwal waktu penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah Takalar ke DPRD Takalar; (j) pembentukan dan pelantikan, rapat kerja dan bimbingan teknis PPK dan PPS; (k) pembentukan dan pelantikan, rapat kerja dan bimbingan teknis KPPS; (l) pemberitahuan dan pendaftaran pemantau Pemilu; (m) penerangan/penyuluhan/sosialisasi; dan (n) pelatihan operator pengolahan data elektronik hasil penghitungan suara.

Sedangkan tahap pelaksanaan terdiri dari beberapa point, yaitu: (a) pemutakhiran data pemilih; (b) pencalonan; (c) proses pengadaan dan pendistribusian logistik; (d) kampanye; (e) pemungutan dan penghitungan suara.

(6)

ini semakin diperburuk ketika pelaksanaan pengawasan tidak berjalan dan telah memasuki tahap pelaksanan, tahap ini merupakan tahap penting. Mengapa penting? Karena tahap pelaksanaan ini adalah pemutakhiran data pemilih/pendaftaran pemilih tambahan.4 Adapun

beberapa kegiatan dalam kegiatan pemutakhiran data pemilih/pendaftaran pemilih tambahan yang tidak terlaksana pengawasannya, yaitu : (a) penyampaian hasil daftar penduduk pemilih potensial Pemilu oleh KPU ke PPK, PPS se-Kabupaten Takalar; (b) penyampaian daftar penduduk pemilih potensial pemilu oleh KPU Takalar ke PPK, PPS se-Kabupaten Takalar; (c) penyusunan daftar pemilih sementara oleh PPS; (d) pengumuman daftar pemilih sementara oleh PPS; (e) perbaikan daftar pemilih sementara dan pendaftaran pemilih sementara dan daftar pemilih tambahan oleh PPS; (f) pengumuman daftar pemilih tambahan oleh PPS; (g) pengesahan dan penetapan hasil erbaikan daftar pemilih sementara dan daftar pemilih tetap oleh PPS; (h) pengumuman daftar pemilih tetap oleh PPS; (i) penyusunan salinan daftar pemilih tetap oleh PPS; (j) penyusunan rekapitulasi jumlah pemilih terdaftar oleh KPU Kabupaten Takalar; (k) penyusunan rekapitulasi dan penetapan jumlah pemilih terdaftar oleh KPU Kabupaten Takalar.

Idealnya, untuk pelaksanaan pemilihan umum kegiatan seperti pendaftaran pemilih, perbaikan pendaftaran pemilih hingga penetapan daftar pemilih merupakan ‘area’ yang wajib mendapat pengawasan baik oleh lembaga resmi pengawas pemilihan umum maupun melalui kelompok masyarakat sipil lainnya. Sebaliknya, kasus Pemilukada Takalar menjadi penemuan penting yaitu semua proses pendaftaran pemilih tidak mendapat pengawasan oleh Panwaslu Takalar. Sekali lagi, ini merupakan bukti bahwa pelaksanaan pemilihan kepala daerah tidak patuh terhadap aturan hukum negara. Fakta tersebut menunjukkan kesesuaian kajian Baird (2012:272) bahwa interaksi antara demokrasi dan infra struktur pemerintahan salah satunya didukung dengan ketaatan terhadap aturan hukum. Juga, penggunaan kekuasaan incumbent untuk melemahkan lembaga pengawasan pemilihan umum merupakan salah satu taktik yang dapat melemahkan demokrasi yang oleh pemikiran Bryan & Baer, (2005:33) menerangkan bahwa dalam pemilihan umum terdapat penggunaan taktik yang ilegal dalam memenangkan persaingan.

Lemahnya pengawasan sejak awal tahapan pemilukada mempunyai dampak terhadap munculnya beberapa pelanggaran yang ditemukan seperti kasus penghitungan ulang di Desa Patani. Panwaslu mendapatkan kecurangan yang dilakukan oleh Bostan Tika sebagai orang dekat Ibrahim Rewa (bupati incumbent).5 Dia melakukan pemungutan

suara sebanyak dua kali yaitu di Tempat Pemungutan Suara (TPS) Kelurahan Sombala Bella dan Desa Patani. Ini merupakan kelalaian dari petugas Komisi Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di dua desa tersebut. Penyebab awalnya adalah kelalaian petugas KPPS dalam pendataan daftar pemilih tetap (DPT) di dua desa itu. Untuk hal ini pelanggaran terhadap kelemahan DPT dapat diminimalkan melalui fungsi pengawasan yang dijalankan oleh Panwaslu Takalar. Sayangnya, seperti diungkapkan paragraf sebelumnya tugas pengawasan pendaftaran pemilih tetap (DPT) tidak dapat dilaksanakan karena lembaga ini belum terbentuk. Selanjutnya, akibat perbuatannya menghasilkan

4 Hasil wawancara dengan Jussalim Sammak, SH mantan Ketua panitia Pengawas Pemilihan Umum Takalar tahun 2007 tanggal 25 Juli 2012 di Kabupaten Takalar

(7)

pidana pemilu. Pelanggaran administrasi pemilu ditanggung oleh KPU Takalar, yaitu 350 orang wajib pilih melakukan pemungutan suara ulang di TPS Desa Patani. Terungkapnya praktik kecurangan ini memberikan pemahaman yang selaras dengan kajian La Venia (2011:9) yang menyebutkan incumbent menyebabkan pemilu menjadi tidak fair bagi penantangnya.

Faktor kedua, yaitu proses pengangkatan pegawai Panwaslu Kecamatan ditentukan oleh Bupati Takalar. Panwaslu Kabupaten Takalar tidak memiliki kewenangan untuk menempatkan pegawai Panwaslu tingkat kecamatan. Pengangkatan pegawai panwaslu tingkat kecamatan, keseluruhannya melalui usulan Camat dan diputuskan melalui Surat Keputusan Bupati Takalar. Setiap Panwaslu kecamatan mempekerjakan Pegawai Negeri Sipil sebanyak tiga orang, keseluruhan pegawai merupakan orang dekat incumbent. Hal inilah yang melemahkan fungsi pengawasan di tingkat kecamatan. Untuk hal ini, kasus pembagian beras miskin di kelurahan Pabundukang menjadi bukti kuat ketidaknetralan /tidak independennya panwaslu kecamatan. Dua hari sebelum pemilukada terdapat pembagian beras miskin ke masyarakat yang dilakukan oleh Daeng Tutu . Dia juga merupakan imam kelurahan Pabundukang. Beras miskin tersebut menggunakan label partai pengusung kandidat yaitu Partai Golkar dan stiker pasangan calon Bupati Ibrahim Rewa – A. Makmur. Namun, karena ditemukan oleh panwaslu kecamatan Polsel sehingga kasus ini dapat segera ditutupi.6

Faktor ketiga, yaitu pembiayaan operasionalisasi kelembagaan Panwaslu kabupaten dan Panwaslu kecamatan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Takalar tahun 2007. Jumlah total pembiayaannya hanya sebesar Rp.400.000.000. untuk seluruh kegiatan Panwaslu Kabupaten Takalar dan tujuh Panwaslu kecamatan. Selain itu, mekanisme tanggung jawab keuangan melalui Pemerintah Daerah Takalar, tidak melalui Badan Pengawas pemilihan Umum tingkat provinsi ataupun tingkat pusat. Hal inilah yang semakin melemahkan fungsi pengawasan Panwaslu.7 Dengan demikian,

penjelasan faktor kedua dan ketiga di atas menunjukkan bahwa kenetralan penyelenggaraan Lembaga Pengawas Pemilihan Umum terlalu mudah dintervensi oleh pejabat yang berkuasa untuk dapat memenangkan persaingan, sehingga kajian oleh Dahl (1989:233) selaras yang disebutkan bahwa pejabat yang terpilih sedianya melalui pemilihan umum secara bebas dan adil.

Instrumen Kekuasaan Incumbent : Pengalaman Partai Golkar dan Pegawai Negeri Sipil

Pemilukada di Kabupaten Takalar diselenggarakan pada 5 November 2007 yang diikuti oleh empat pasangan kandidat. Mereka adalah (diurutkan sesuai nomor urut Pemilukada) pasangan Hasanuddin Tisi dan Nashar Baso yang diusung oleh gabungan partai seperti PPP, PBSD, PPD, PBR, PPNU, PKPB, PKB dan PDIP; pasangan Ibrahim Rewa dan Makmur A. Saddadiusung partai Golkar; pasangan Burhanuddin Baharuddin dan Syamsari Kitta diusung oleh PNBK, PAN, Partai Merdeka, PKS, Partai Pelopor, PSI dan PKPI; dan

6Wawancara dengan Ketua Partai Merdeka Takalar , Syamsuddin Daeng Kio pada 6 Agustus 2012 di kediamannya Kelurahan Canrego Polsel, Kabupaten Takalar

(8)

pasangan Said Pammusu dan Ikrar Kamaruddin yang diusung oleh Partai Demokrasi Kebangsaan Sokongan partai yang ramai tidak menjamin perolehan suara yang banyak pula. Ini karena pasangan Ibrahim Rewa dan Makmur A. Sadda yang hanyadiusung oleh satu partai (Partai Golkar) telah berhasil memperoleh suara terbanyak dalam Pemilukada tahun 2007 sebanyak 60.353 suara. Sedangkan, pasangan lain yang diusung oleh beberapa partai justru tertinggal jauh; Burhanuddin Baharuddin dan Syamsari Kitta hanya memperoleh 34.829 suara, pasangan Hasanuddin Tisi dan Nashar Baso memperoleh 29.618 suara dan bahkan pasangan Said Pammusu dan Ikrar Kamaruddin hanya memperoleh 16.844 suara. 8

Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Sebab, asumsinya semakin banyak partai, maka semakin besar suara yang diperoleh. Tetapi kenyataannya tidak, satu yang tidak dapat ditutupi adalah karisma Ibrahim di Takalar yang besar, sehingga dominasi partai dapat ditumbangkan oleh dominasi individu. Karisma Ibrahim sudah mulai dipupuknya sangat lama, ini misalnya bisa dilihat dari jejak rekamnya berorganisasi.9 Pengalaman ini jugalah

yang merupakan modal utama Ibrahim dalam membangun karisma dan citranya di Takalar, sekaligus juga menjelaskan mengapa Ibrahim Rewa berani bersaing untuk berkompetisi pada pemilihan Bupati Takalar periode sebelumnya (2002-2007).10

Selain itu, hubungan dekat dengan Gubernur Sulawesi Selatan, H.M. Amin Syam yang sekaligus juga Ketua DPD Golkar Sulawesi Selatan menjadikan Ibrahim Rewa hampir mustahil ditandingi. Mengapa dikatakan demikian? Satu yang pasti Ibrahim adalah bupati yang secara langsung maupun tidak langsung memiliki basis massa yang tersebar di beberapa kecamatan. Selain itu, jika diperhatikan profil para pesaing Ibrahim pada Pemilukada tahun 2007 (Hasanuddin Tisi, Said Pammussu dan Burhanuddin Baharuddin) semuanya hanya kuat di kecamatan yang mereka tinggali saja.11

8Keputusan KPU Kabupaten Takalar 2007 Nomor 22/P.KWK-TK/XI/2007 tentang Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Penetapan Pasangan Calon Terpilih Kepala Daerah Dan Wakil Kepala daerah Tahun 2007

9Dengan pengalaman organisasi partai politik Golongan Karya serta organisasi kemasyarakatan yang berafiliasi dengan Partai Golkar membuat pengalaman dan kiprah politik Ibrahim Rewa semakin matang. Pengalaman sebagai Komandan Brigade DPD II AMPI Takalar (1980-1985), Ketua I DPD II. KNPI Takalar (1978-1982), Ketua Umum DPD II KNPI Takalar (1982-1985), Ketua MDI Kab. Takalar (1978-1985), Ketua Bagian Pengembangan Sarana DPD II GOLKAR Takalar (1978-1983), Sekretaris DPD II GOLKAR Takalar (1983-1988), Wakil Ketua DPD II GOLKAR Takalar (1988-1993), Ketua IPHI Takalar (1988-2003), Ketua DPD II GOLKAR Takalar (1993-1998), Ketua DPD II GOLKAR Takalar (1998-2004), Sekwan Pembina Kosgoro Takalar (1985-1990), Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Takalar (1978-1999), Anggota Dewan Pakar ICMI Takalar (1993-sekarang), Ketua Dekopin Kab. Takalar (1985-2004), Anggota Dewan Pembina KONI Takalar (2002-sekarang), Ketua DPD II GOLKAR Takalar (2004-2009), Pembina DPD II GOLKAR Takalar (2009). Selain itu, beliau pun merupakan pejabat karir yang memulai kerja birokrasinya sejak tahun 1970 (www.takalarkab.go.id/?pilih=hal&id=17nnu.htm 24 Juni 2012).

10Pada masa itu, pemilihan Bupati tidak diselenggarakan secara langsung, tetapi dilaksanakan melalui mekanisme pemilihan oleh anggota DPRD Takalar. Tahun 2002, Ibrahim Rewa tidak menang mudah seperti mana dalam Pemilukada 2007. Ini karena kemenangannya tipis dari pesaingnya Ichsan Yasin Limpo yang hanya dua suara—itu pun harus melalui putaran kedua. Manakala Ikhsan Yasin Limpo pada masa itu adalah anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan (periode 1999-2004) dan merupakan adik kandung Wakil Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin. Saat ini Syahrul menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Selatan untuk periode 2008-2013. Sedangkan Ichsan Yasin Limpo, sekarang ini, memangku sebagai Bupati Gowa untuk kali keduanya (periode I tahun 2005-2010 dan periode II tahun 2010-2015).

(9)

Hasanuddin misalnya, kendati beliau adalah putera daerah Takalar, tetapi kiprahnya lebih banyak dihabiskan di Jakarta sebagai pengusaha. Di samping itu, Hasanuddin dianggap membonceng nama besar ayahnya sebagai kolonel purnawirawan dan tokoh masyarakat di Kabupaten Takalar. Kelemahan Hasanuddin lainnya dapat diamati dari sisi finansial; majunya beliau turut dibantu oleh Ketua DPP Partai Persatuan Daerah, Oemar Sapta (pengusaha sukses yang bedomisili di Jakarta). Sama halnya dengan Hasanuddin, Said Pammussu pun setali tiga uang. Kendati beliau adalah seorang mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Takalar, wakil bupati, mantan anggota DPRD Takalar, dan Ketua Partai Demokrasi Kebangsaan (serta bersahabat rapat dengan pendiri PDK yaitu Prof. Dr. Ryaas Rasyid), tetapi Said hanya berakar di Kecamatan Mangarabombang. Elektabilitas yang tidak berakar ini juga ditemui dalam diri Burhanuddin (basis terbesarnya berada di Kecamatan Galesong Utara dan Galesong Selatan). Karena itu, kelebihan Ibrahim berbanding kandidat lainnya adalah citranya yang telah dikenal oleh banyak pemilih di banyak kecamatan di Kabupaten Takalar.

Hasil yang sama akan muncul ketika pertanyaan diarahkan pada kandidat wakil bupati dari masing-masing pesaing—mengapa Ibrahim Rewa hampir mustahil ditandingi? Nashar Baso yang berpasangan dengan Hasnuddin Tisi, hanya dikenal luas di Kecamatan Galesong. Ini pun karena beliau berasal dari daerah tersebut, lebih kurang sama halnya dengan Syamsari Kitta (pasangan Burhanuddin) dan Ikrar (pasangan Said); mereka hanya mempunyai basis di kecamatan Pattallassang dan di kecamatan Mangarabombang, kecamatan Mappakasunggu serta kecamatan Galesong. Malah Ikrar, diketahui berasal dari etnik bugis (Kabupaten Bone) sehingga dalam kalkulasi politik Pemilukada Kabupaten Takalar dianggap tidak merepresentasikan ‘keputeradaerahan’—yang diisyaratkan secara informal pada Pilkada Takalar pada tahun 2007. 12

Merujuk konfigurasi di atas, persoalannya sekarang, bagaimanakah Ibrahim Rewa dapat mempertahankan kekuasaannya pada Pemilukada 2007? Dan, kekuatan atau instrumen apakah yang digunakan beliau untuk mempertahankan kekuasaannya tersebut? Untuk pertanyaan pertama, beberapa paragraf sebelum ini paling tidak telah menjawabnya yakni selaku Bupati Takalar Ibrahim secara langsung ataupun tidak memiliki basis massa yang tersebar di beberapa kecamatan. Alasan kedua, selaku ketua Golkar Takalar periode 2004-2009, beliau mendapat sokongan mutlak lagi kuat dari Pengurus DPD II Golkar Kabupaten Takalar. Ini ditunjukkan melalui konvensi Golkar pada 26 Maret 2007 yang mengikrarkan beliau berpasangan dengan pejabat Wakil Bupati Takalar 2002-2007, Makmur Andi Sadda, yang juga ketua Ormas Kosgoro Kabupaten Takalar untuk maju pada Pemilukada takalar 2007. Pasangan ini kemudian lebih dikenali dengan sebutan ‘Irama’ selama kampanye Pemilukada. ‘Irama’ sendiri merupakan kependekan dari Ibrahim RewA

dan MAkmur Sadda. Satu lagi, indikasi kekuatan Ibrahim untuk kekal mempertahankan kursi bupati di Kabupaten Takalar adalah adanya peranan pengurus partai Golkar kecamatan di tujuh kecamatan menyatakan dukungannya kepada Ibrahim, dan siap membantunya dalam penyuksesan dirinya sebagai Bupati Takalar untuk periode 2007-2012.

(10)

Instrumen yang digunakan Ibrahim untuk mempertahankan kekuasaannya pada Pilkada 2007, adalah: pertama, memanfaatkan posisi dan peran birokrat yang sentral. Selaku kepala daerah, Ibrahim Rewa dengan mudah ‘menggunakan’ birokrat sebagai tim inti pemenangannya dalam Pemilukada. Ketua Tim Pemenangan beliau adalah Drs. Syarifuddin Hamzah, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat (Kabag Humas Kabupaten Takalar) yang berlatar belakang pegawai Kementerian Penerangan.13 Di bawah Ketua Tim

Pemenangan terdapat Manajemen Tim Pemenangan yang diperankan secara berlapis-lapis mulai dari Tim inti, Tim Keluarga dan Tim Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD).14

Semua tim bergerak dengan tujuan untuk memenangkan ‘Irama’ secara mutlak. Jika merujuk kajian Gordon & Landa (2009) incumbent menggunakan berbagai sumber daya yaitu pegawai pemerintah untuk mempertahankan kekuasaannya, entah untuk mendapatkan posisi, jabatan atau yang lainnya.

Kedua, mengintervensi penetapan anggota PPK, PPS, KPPS jelang Pemilukada. Ini karena penentuan calon anggota PPK, PPS dan KPPS hanya boleh diusulkan melalui Camat dan Kepala Desa/Kelurahan.15 Akibatnya, PPK, PPS dan KPPS bercenderungkan

memihak kepada incumbent. Jika demikian, maka persaingan menjadi tidak sehat sehingga prinsip demokrasi yang disyaratkan oleh Dahl (1992:19), seperti adanya lembaga demokratik dalam menyelenggarakan pemilihan serta wujudnya pemilihan yang bebas dan adil tidak terpenuhi. Apatah lagi, incumbent tanpa bersalah kerap menggunakan sarana dan prasarana pemerintah desa atau kelurahan sebagai sekretariat misalnya (seluruh sekretariat

13Pengalaman hampir 25 tahun sebagai Juru Penerangan di tingkat kecamatan dan kemampuannya berdakwah di Masjid membuatnya memiliki simpul-simpul massa di tingkat akar rumput hingga pelosok desa. Kedudukan sebagai Ketua Tim Pemenangan merupakan kepercayaan yang diberikan Ibrahim Rewa untuk mengomandoi tim pemenangan, selain juga karena alasan kedekatan secara individual. Pengamatan lapangan secara langsung oleh penulis pada bulan Februari dan Juni 2012.

14

Tim Inti merupakan gabungan ‘elit-elit’ dari berbagai unsur yang dekat dengan Ibrahim seperti pengusaha lokal (MM, Kontraktor yang memiliki 2 Perusahaan CV. Tiga-Tiga Jaya DAN CV. Karya Palapa serta S.S. yang memiliki 3 perusahaan jasa konstruksi PT. Ikram Tiga Berlian, PT. Harfiah Graha Perkasa, PT. Sinar Jaya Abadi CC, SKPD/Birokrat, LSM (AE dan SK) dan media cetak lokal (Inti Berita dan Aktualita). Sumber wawancara Wartawan pedoman Rakyat, J.S tgl 25 juli 2012 di Takalar, dan Wawancara salah satu Pejabat Dinas PU Kab. Takalar, AF tgl 25 juli 2012 di Kabupaten Takalar)

Tim Keluarga merupakan tim lapis kedua yang terdiri dari gabungan keluarga dekat dari pasangan Ibrahim-Makmur yang memiliki pekerjaan sebagai pengusaha, aktivis LSM dan juga birokrat. Tidak hanya itu, Tim Keluarga juga mendapat dukungan dari para sukarelawan ormas-ormas yang berafiliasi dengan Golkar seperti AMPG (Angkatan Muda Partai Golongan Karya), Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Pengajian Alhidayah Golkar, Kosgoro, AMPI, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, dan lainnya.

Sementara itu, Tim SKPD merupakan gabungan dari aparat pelbagai Kantor, Dinas, Badan, Kelurahan dan Kecamatan. Tim SKPD memiliki mekanisme atau tugas khusus untuk mendekati masyarakat. Misalnya, Dinas Koperasi diarahkan untuk mendekati kelompok-kelompok koperasi rakyat di tingkat dusun dengan tujuan meraih suara sebanyak mungkin bagi pemenangan ‘Irama.’ Demikian pula dengan Dinas Pertanian, Dinas Perikanan, Dinas Keluarga Berencana, Dinas kesehatan (menggerakkan karyawan di level Puskesmas dan Bidan Desa), Dinas Sosial (menggerakkan Taruna Siaga Bencana), Dinas Pendidikan (menggerakkan tujuh Unit pelaksana Teknis Dinas (UPTD) pada setiap Kecamatan yang memiliki PNS dari tingkat TK hingga SMA, dan juga pengawas lingkup Dinas Pendidikan). Semua informasi ini merupakan intisari dari wawancara penulis dengan Ketua Tim Pemenangan Incumbent, S.H. pada 20 Juni 2012 di Takalar.

(11)

PPK menggunakan salah satu ruangan kantor camat dan sekretariat PPS menggunakan kantor desa atau kelurahan). Impak negatifnya, netralitas panitia penyelenggara Pemilukada dipertanyakan.

Tidak berbeda dengan PPK, PPS dan KPPS, Panwaslu pun dipertanyakan keindependenannya. Mengapa demikian? Ini karena beberapa kasus dibiarkan oleh Panwaslu, seperti: (i) surat suara yang disembunyikan oleh Kepala Desa Parangmata (Kecamatan Galesong Utara) sebanyak lebih dari 120 surat suara; (ii) tiga hari sebelum Pemilukada, Ibrahim Rewa dibiarkan membagikan Raskin kepada masyarakat meskipun telah masuk masa tenang, dan lainnya. Meski begitu, bukan berarti ‘Irama’ tidak bekerja keras. Misalnya ‘Irama’ berusaha sebaik mungkin menyediakan pelayanan perobatan secara cuma-cuma, memberikan bantuan kepada seluruh mesjid melalui safari keliling Jumat melalui Bantuan Sosial mesjid (Bagian Kesejahteran Sosial Setda Kabupaten Takalar), mengadakan kegiatan olahraga seperti bola Voli (Ibrahim Rewa Cup yang diselenggarakan oleh organisasi motor Vespa Takalar SOG 777) dan lain-lain. Dan hasilnya, ‘Irama’ terpilih menjadi pasangan bupati dan wakil bupati Takalar untuk periode 2007-2012. Fakta ini sejalan pemikiran Haynes (2001:12) mengenai lemahnya kontrol yang diperankan oleh masyarakat sipil

Setelah terpilih kembali sebagai Bupati Takalar Ibrahim Rewa kemudian melakukan perombakan terhadap ‘kabinet’ nya. Mereka yang sehaluan selama pelaksanaan Pemilukada dipromosi dan mereka yang berseberangan didemosi. Hal ini adalah umum berlaku pada pemerintahan pasca pemilukada. Mereka yang berjasa dalam pemenangan Bupati akan mendapat posisi-posisi yang strategis, sebaliknya yang menjadi lawan politik dalam proses Pemilukada akan ‘diparkir.’ Sayangnya penempatan para pendukungnya sarat dengan nepotisme dan tidak berdasarkan kompetensi jabatan.

Merujuk berbagai realita Pemilukada Takalar 2007 jika didekatkan melalui konsep demokrasi oleh beberapa sarjana, maka ditemukan antara praktik yang menyimpang dengan konsepnya. Demokrasi hanya dijadikan sebagai tunggangan untuk melegalkan kekuasaan pejabat incumbent dalam mempertahankan kekuasaannya. Incumbent

memanfaatkan posisi dan peran birokrat yang sentral. Pegawai negeri sipil terlibat di berbagai tim pemenangan baik tim inti, tim keluarga maupun tim lembaga kantor pemerintah (SKPD). Selanjutnya, independensi penyelenggara pemilu dan kelemahan pengawasan masyarakat sipil berakibat demokrasi yang menurun di Takalar.

Simpulan

(12)

sipil di Takalar.

Rujukan:

Crouch, H. 2010. Political Reform in Indonesia After Soeharto, Institute of Southeast Asian studies. Singapore.

Dahl, R. A. 1989. Democracy and its Critics. Yale University Press . New Haven and London

Dahl, R.A. 1992. Demokrasi dan Para Pengkritiknya. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Erb, Maribeth & Priyambudi Sulistiyanto. 2009. Deepening Democracy Indonesia? Direct Elections forLocal Leaders (Pemilukada). Institute Of Southeast Asian Studies. Singapore.

Weisberg, H.F. 2002. Partisanship and Incumbency in Presidential Elections : Special Issues Parties and Partisanship, Part Three. Jurnal Political Behavior. 24(4) : 339-360.

Lazarus, Jeffrey. 2008. Incumbent Vulnerability and Challenger Entry in Statewide Elections. American Politics Research. 36 (1) : 108-129.

Vanhanen, Tatu. 1997. Prospect of Democracy a Study of 172 Countries. Routledge, London and New York.

Schumpeter , J. 2003. Capitalism, Socialism, And Democracy. In: Dahl R.A., Shapiro I, Cheibub JA (eds) The Democracy Sourcebook. Cambridge, MA: MIT Press.

Baird, R.G. 2012. Unpacking Democracy And Governance: Conceptualizing Governance Infrastructure. Social Science Information 51(2) : 263–279

Bunce ,V. 2000. Comparative Democratization: Big And Bounded Generalizations.

Comparative Political Studies 33(6/7): 703–734.

Bryan, Shari, & Baer, Denise. 2005. Money in politics: A study of party financing practices in 22 countries. National Democratic Institute forInternational Affairs. Washington DC.

Haugaard, M. 2010. Democracy, Political Power, and Authority. Social Research 77(4): 2010.

Yadav, Vineeta. 2012. Legislative Institutions and Corruption in Developing Country Democracies. Comparative Political Studies 45(8) : 1027–1058.

LaVenia, P.A. Jr. A. 201. Breaking the Iron Law: Robert Michels, The Rise of the Mass Party, and the Debate over Democracy and Oligarchy. Dissertation. The University at Albany, State University of New York, Rockefeller College of Public Affairs and Policy Department of Political Science.

Gordon, S. C. and Landa, D. 2009. Do the Advantages of Incumbency Advantage

Incumbents? The Journal of Politics. 71(4) : 1481–1498.

Capuno, J. J. 2011. Incumbents and Innovations under Decentralization: An Empirical Exploration of Selected Local Governments in the Philippines. Asian Journal of Political Science. 19(1) : 48-73.

(13)

Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Takalar 2007 Nomor : 001/P.KWK-TK/VII/2007 tentang Tahapan, Program dan jadwal waktu Penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah Kabupaten Takalar Tahun 2007.

Surat Keputusan KPU Kabupaten Takalar 2007 Nomor 163/P.KWK-TK/XI/2007 tahun 2007 tentang Tahapan, Program Penyelenggaraan Pemilihan Kepala daerah Dan wakil Kepala Daerah Takalar Tahun 2007.

Referensi

Dokumen terkait

Di sini jaringan pada jalur kultural keagamaan antara perempuan menjadi bagian paling ini ingin mengungkap lebih jauh peran dan potensi perempuan, khususnya

Dari penelitian yang penulis lakukan ada beberapa rekomendasi saran yang berkaitan dengan permasalahan perpustakaan tersebut yaitu : (1) Mengefektifkan program

• Transfusi darah atau komponen darah yang cukup dalam jangka waktu < 24 jam untuk mengganti. seluruh

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) strategi PNPM Mandiri-KP di Desa Prapag Kidul adalah dengan mengoptimalkan strategi pemungkinan, penguatan, perlindungan,

Keterangan dari Kapolres Kebumen AKBP Alpen, SH, SIK, MH saat memimpin upacara corp raport kenaikan pangkat yang digelar di Lapangan Tenis Polres Kebumen pada Jumat (30/12) sore,

Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yakni (1) penyiapan madu kontrol dan sampel, (2) penyempurnaan metode uji kemurnian yang dilakukan oleh Rachmawaty

Secara lebih rinci, pada tahun 2013 distribusi indeks dalam ketiga aspek demokrasi yang diukur terlihat aspek Hak-hak Politik dan Lembaga Demokrasi mengalami penurunan

hasil yang sangat baik. I)ua jenis ekstrak yang digunakan yaitu ekstrak selasih ungu dan selasih hijau dapat memerangkap lalat buah sebanyak empat spesies lalat buah, yakni