• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Walking Exercise Terprogram Terhadap Perubahan Kadar Glukosa Darah pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Samudera Kabupaten Aceh Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Walking Exercise Terprogram Terhadap Perubahan Kadar Glukosa Darah pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Samudera Kabupaten Aceh Utara"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 Latar Belakang

Diabetes mellitus merupakan penyakit gangguan sistem endokrin yang ditandai dengan fluktuasi abnormal kadar glukosa darah akibat gangguan produksi insulin dan gangguan metabolisme glukosa (Mohamed, 2014). Diabetes mellitus type 2 (DMT2) merupakan 90% dari seluruh diabetes mellitus. Diabetes mellitus merupakan satu penyakit kronis yang paling umum di hampir semua negara, dan terus meningkat dalam jumlah yang signifikan (Guariguata, Whiting, Hambleton, Beagley, Linnenkamp, & Shaw, 2014).

Statistik dari International Diabetes Federation (IDF) (2014) mengungkapkan jumlah orang yang hidup dengan diabetes mellitus di dunia pada tahun 2014 mencapai 387 juta orang dan jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 592 juta orang pada tahun 2035. Proporsi DMT2 di Indonesia menurut IDF (2014) tahun 2014 adalah sebesar 5,8% atau sekitar 9,1 juta orang, dan jumlah penderita DMT2 ini diperkirakan akan meningkat sampai 6,67% pada tahun 2035 atau sekitar 14 juta orang. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, jumlah orang yang didiagnosa DMT2 di daerah Aceh sekitar 57 ribu orang atau sekitar 1,8% dari jumlah populasi penduduk yang berusia 15 tahun (Kemenkes RI, 2014).

(2)

Februari 100 orang, Maret 82 orang, April 82 orang, Mei 85 orang, Juni 96 orang, Juli 91 orang, Agustus 98 orang, September 96 orang, Oktober 99 orang, November 121 orang dan bulan Desember 122 orang, sehingga total jumlah penderita diabetes mellitus pada tahun 2015 sebesar 1162 orang sedangkan jumlah penderita DMT 2 dari bulan Januari sampai dengan Juni 2016 sebesar 886 orang, dari data tersebut menunjukkan bahwa dalam periode 6 bulan jumlah penderita DMT2 cukup meningkat dibanding periode 6 bulan pada tahun 2015 (535 orang).

DMT2 dikenal sebagai silent killer karena sering tidak disadari oleh penderitanya dan saat diketahui sudah terjadi komplikasi. Hiperglikemia yang terjadi dari waktu ke waktu dapat menyebabkan kerusakan berbagai sistem tubuh terutama saraf dan pembuluh darah. Beberapa komplikasi yang sering terjadi dari diabetes antara lain : meningkatnya risiko penyakit jantung dan sroke, neuropati (kerusakan saraf) di kaki yang meningkatkan ulkus kaki dan penyebab utama amputasi tungkai bawah, retinopati diabetikum yang merupakan penyebab utama kebutaan, diabetes mellitus juga merupakan penyebab utama gagal ginjal dan penderita diabetes mellitus mempunyai risiko kematian dua kali lipat dibandingkan yang bukan penderita diabetes mellitus (Kementerian kesehatan RI, 2014).

(3)

Prevalensi retinopati (kerusakan mata) berkisar 10,17% - 55,0%. Prevalensi penyakit jantung koroner pada penderita DMT2 berkisar 1,8% - 43,4%, sedangkan prevalensi stroke akibat DMT2 berkisar 2,8% - 12,5%. Resiko serangan jantung dan stroke menjadi dua kali lipat apabila penderita diabetes mellitus menderita hipertensi. Komplikasi lain yang dapat terjadi pada penderita DMT2 antara lain penyakit pembuluh darah perifer, gangguan pada hati, penyakit paru, gangguan saluran cerna dan infeksi (Ndraha, 2014).

Banyaknya komplikasi yang dapat terjadi pada DMT2 yang sebagian besar mengenai organ vital dan untuk menurunkan angka kesakitan serta angka kematian akibat DMT2 dapat dilakukan dengan menitikberatkan pada 4 pilar penatalaksanaan DM yaitu edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani, dan intervensi farmakologis, untuk itu dapat juga partisipasi penderita dalam mengatur gaya hidup secara kompleks seperti: minum obat secara teratur, pengaturan diet, latihan fisik, pemantauan (monitoring) glukosa darah dan perawatan kaki (Ndraha, 2014; Chang, Lin, Chao, Yu, & Chen, 2014).

(4)

Penelitian lain yang terkait dengan pentingnya aktivitas fisik pada pengelolaan DMT2 yang dilakukan oleh Annesi dan Johnson (2013) menyatakan bahwa peningkatan aktivitas fisik berpengaruh terhadap haemoglobin A1c (hemoglobin terglikasi/glycohemoglobin). Peningkatan aktivitas fisik menimbulkan efek unggul terhadap glukosa darah, dimana melalui aktivitas fisik meningkatkan pengeluaran energi yang berkaitan dengan peningkatan fungsi mitokondria sel otot tulang sebagai prediktor kuat terhadap kontrol glukosa. Penelitian yang dilakukan oleh Arsa, Lima, Santos, Cambri, Campbell, Lewis, dan Simoes (2015) menyatakan bahwa latihan dengan intesitas sedang yang dilakukan selama 10 - 20 menit efektif dalam mengurangi glikemia, terutama bila itu dilakukan pada periode postporandial.

Waryasz dan McDermott (2010) mengklasifikasikan aktivitas fisik meliputi berjalan (walking), berlari (running), bersepeda (cycling), berenang (swimming),

aerobics, dan kelas kebugaran aqua (aqua fitness classes). Walking exercise

merupakan salah satu bentuk latihan fisik yang mempunyai dampak resiko rendah dan disukai dikalangan penderita DMT2.

Peningkatan aktivitas fisik dapat meningkatkan toleransi glukosa dan mengurangi risiko DMT2 30 - 50%. Walking exercise merupakan pilihan aktivitas fisik paling populer dan dengan walking selama 150 menit/ minggu dibandingkan walkingselama < 60 menit/minggu telah terbukti 60% mengurangi risiko DMT2, menjaga langkah harian atau mempertahankan aktivitas walking

(5)

Penelitian yang dilakukan oleh Qiu, Schumann, Veiders, Sun, dan Steinacker (2014) didapatkan hasil bahwa walking exercise dapat menurunkan kadar HbA1c pada penderita DMT2. Walking exercise yang dilakukan 3-5 kali seminggu selama 2-3 jam per minggu memberikan keuntungan tambahan terhadap kontrol glukosa dalam darah pada penderita DMT2.

Penderita diabetes yang melakukan walking exercise minimal 2 jam / minggu, dibandingkan dengan individu yang tidak aktif, memiliki angka kematian 30% lebih rendah dan tingkat kematian akibat cardiovascular disease (CVD) 34% lebih rendah. Tingkat kematian terendah adalah untuk orang-orang yang melakukan walking exercise3 sampai 4 jam / minggu. Oleh karena itu, minimal, dokter harus menekankan latihan aerobik, seperti walking, ketika pasien dengan diabetes konseling ( White, & Mohr, 2013).

Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian tersebut penulis ingin mengidentifikasi pengaruh walking exercise terprogram terhadap perubahan kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus type 2.

1.2 Permasalahan

(6)

kejadian DMT2 dan komplikasinya, 52% dari penderita DMT2 dilaporkan mempunyai perilaku kurang beraktivitas (D Souza, Narkada, Venkatesaperumal, & Natarajan, 2015).

Penurunan tingkat aktivitas fisik dalam lima dekade terakhir dapat dikaitkan dengan faktor kombinasi yang mencakup: pekerjaan, dimana pekerjaan mengakibatkan fisik menjadi kurang aktif dan lebih banyak bekerja di belakang meja, ketergantungan pada transportasi bermotor daripada berjalan dan bersepeda (Bird & Hawley, 2012).

Beberapa faktor risiko diabetes, kegagalan terapi saat ini dan tingginya biaya/ keuangan untuk pengobatan penyakit ini mengakibatkan perlunya dikembangkan strategi terapi baru yang efisien dan langkah-langkah pencegahan yang tepat untuk kontrol DMT2.

Beberapa penelitian telah menunjukkan efisiensi programexerciseterhadap kontrol DMT2, yang disarankan sebagai salah satu jenis perawatan non-farmakologis terbaik untuk penduduk yang bersangkutan (penderita diabetes mellitus). Latihan aerobik (Walking exercise) dapat membantu dalam mengontrol glikemia diabetes melitus tipe 2 (DMT2), terutama pada peningkatan kebutuhan konsumsi glukosa oleh otot rangka dalam kegiatan dan efek hipoglikemik setelah dilakukan latihan (Asano, Sales, Browne, Moraes, Junior, & Simoes, 2014).

(7)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum.

Berdasarkan latar belakang penelitian dan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pengaruh

walking exercise terprogram terhadap perubahan kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus type 2.

1.3.2 Tujuan khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah 1) Mengidentifikasi karakteristik penderita DMT2. 2) Mengetahui kadar glukosa darah sebelum melakukanwalking exercise terprogram. 3) Mengetahui kadar glukosa darah setelah melakukan

walking exercise terprogram. 4) Mengidentifikasi perbedaan glukosa darah sebelum dan sesudah melakukanwalking exerciseterprogram.

1.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis pada penelitian ini adalah : Ada pengaruh terhadap glukosa darah setelah pemberian intervensiwalking exerciseterprogram .

1.5 Manfaat Penelitian

(8)

Referensi

Dokumen terkait

2) Kegiatan perekonomian untuk pengembangan penghidupan yang berkelanjutan di kabupaten/kota terpilih, sesuai yang telah diatur dalam Rencana Aksi Pusat Pengembangan

Asli Surat Keterangan dari Kepala Madrasah atau Ketua Lembaga yangf. mencantumkan data siswa dan Nomor KIP (Kartu

Model Lipsitch merupakan perluasan dari model SEIR ( susceptible-exposed-infected-recovered ) yang memiliki populasi exposed ( E ): individu yang terinfeksi penyakit, namun

Berdasarkan tindakan yang telah dilakukan, dapat ditarik simpulan bahwa: penerapan metode field trip dan media koran mampu meningkatkan kualitas proses dan

“ Suatu penyerahan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang

Papillary Hurthle cell car- cinoma are characterized by papillary architecture lined by oncocytic cells with nuclear features of papillary carcinoma but they usually lack

para wisatawan untuk menikmati bentuk- bentuk wisata yang berbeda dari biasanya. Dalam konteks ini wisata yang dilakukan memiliki bagian yang tidak terpisahkan dalam

Kesimpulan hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan strategi blended learning efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar