• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kesesuaian Lahan untuk Pengembangan Komoditas Pertanian di Kabupaten Nias Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kesesuaian Lahan untuk Pengembangan Komoditas Pertanian di Kabupaten Nias Barat"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Penelitian Terdahulu

Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini adalah:

1. Muh. Aris Marfai dan Ahmad Cahyadi (2012). Fakultas Geografi UGM Yogyakarta dalam penelitiannya Kajian Kesesuaian Lahan untuk mendukung pengembangan komoditas pertanian di wilayah perbatasan negara Republik Indonesia (Studi kasus di Kabupaten Merauke, Propinsi Papua) menyimpulkan bahwa faktor utama penghambat pengembangan tanaman karet di wilayah penelitian adalah drainase yang sangat terhambat dan banjir yang sering terjadi, sementara faktor penghambat pengembangan tanaman padi juga disebabkan oleh drainase yang sangat terhambat dan dengan kemiringan > 8%.

2. Puji Fitri Andi (2006). Program Studi Magister Pembangunan Wilayah dan Kota Pasca Sarjana Universitas Diponegoro dalam penelitiannya perwilayahan komoditas unggulan di Kabupaten Kotawaringin Timur menyimpulkan potensi lahan dengan kelas kesesuaian Sangat Sesuai (S1) dan Cukup Sesuai (S2) memiliki luas yang besar untuk pengembangan komoditas pertanian. Faktor yang menjadi penghambat bagi kesesuaian lahan pertanian lahan basah adalah kedalaman tanah dan drainase sedangkan untuk tanaman karet faktor pembatasnya adalah kedalaman tanah juga iklim yang merupakan faktor yang tidak dapat dirubah.

(2)

hulu DAS Merao Kabupaten Kerinci Jambi menyimpulkan penggunaan lahan yang optimal untuk pengembangan usahatani kentang, kubis, cabe dan tomat perlu penerapan agroteknologi yang sesuai dengan karakteristik tanah dan kebutuhan tanaman, terutama peningkatan kejenuhan basa dan pH tanah (melalui pemberian kapur dan pupuk terutama pupuk organik atau kompos), pengaturan pola tanam sesuai ketersediaan air (curah hujan) dan penerapan teknik konservasi tanah yang memadai untuk mengendalikan erosi hingga kecil atau sama dengan erosi yang dapat ditoleransikan.

4. Siswanto dan Pancadewi Sukaryorini (2006). Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran dalam penelitiannya evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman hortikultura di Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek menyimpulkan bahwa hampir seluruh lahan di wilayah Kecamatan Watilimo, unsur hara merupakan faktor kendala yang utama dalam kesuburan tanah, disusul kemudian faktor iklim dan kondisi perakaran untuk tanaman hortikultura, sehingga untuk mengatasi permasalahan tersebut, perlu adanya pengolahan tanah yang baik.

2.2. Kawasan lindung dan kawasan budidaya

(3)

utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan.

Sementara dalam Keppres Nomor: 32 tahun 1990 tentang pengelolaan Kawasan Lindung mengartikan kawasan lindung sebagai kawasan yang ditetetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup, yang mencakup sumber daya alam, sumberdaya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Kawasan ini terbagi atas empat bagian yaitu :

1. Kawasan yang memberikan perlidungan kawasan di bawahnya terdiri dari hutan lindung, bergambut dan resapan air.

2. Kawasan perlindungan setempat terdiri dari sempadan pantai, sempadan sungai, sekitar danau/waduk dan sekitar mata air.

3. Kawasan suaka alam dan cagar budaya terdiri dari suaka alam/ cagar alam, suaka margasatwa, suaka alam laut dan perairan lainnya, pantai berhutan bakau, tanaman nasional, tanaman hutan raya, tanaman wisata alam dan kawasan budidaya/ilmu pengetahuan.

4. Kawasan rawan bencana terdiri rawan bencana gunung berapi, rawan gempa bumi, rawan gerakan tanah dan rawan gelombang pasang/banjir.

Menurut Adisasmita (2010), kriteria untuk kawasan budidaya didasarkan pada faktor kesesuaian lahan dan kemampuan lahan untuk dikembangkan. Pengembangan kawasan budidaya dilakukan, antara lain untuk :

a. Pemukiman

(4)

kawasan pemukiman dengan syarat diadakan pembatas kepadatan bangunan, sedangkan kemiringan > 25% dapat diterima tetapi harus didukung oleh teknologi dan biaya konstruksi yang cukup tinggi guna mematangkan lahan tersebut untuk menjamin keamanan dan keselamatan bangunan maupun tanah.

b. Tanaman tahunan/perkebunan

Kawasan pengembangan tanaman tahunan/perkebunan dalah kawasan yang diperuntukan untuk tanaman tahunan/perkebunan yang menghasilkan baik bahan pangan maupun bahan baku industri dengan kriteria ketinggian < 2.000 m, kelerengan < 40 %, kedalaman efektif lapisan tanah > 30 cm, curah hujan > 1.500 mm/tahun.

c. Tanaman pangan lahan kering

Kawasan tanaman tanaman pangan lahan kering adalah lahan peruntukan bagi tanaman pangan yang meliputi palawija, hortikultura atau tanaman pangan tahunan dengan kriteria ketinggian < 1.000 m, kelerengan < 40 % dan kedalaman efektif tanah lapisan tanah > 30 cm serta curah hujan antara 1.500 mm – 4.000 mm per tahun.

d. Budidaya perikanan.

Budiddaya perikanan adalah kegiatan untuk memelihara dan mengembangkan sumberdaya ikan. Usaha ini merupakan usaha meningkatkan produksi sekaligus langkah pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi.

(5)

2.3. Tanah

Menurut United Stated Departement of Agriculture (1952) tanah merupakan sumber daya fisik wilayah utama yang sangat penting untuk diperhatikan dalam perencanaan tataguna lahan. Tanah sangat diperlukan manusia baik sebagai tempat untuk mendirikan bangunan tempat tinggal dan bangunan- bangunan lain maupun tempat untuk bercocok tanam guna memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pada sektor pertanian, tanah adalah bagian terintegrasi dengan sistem ekologis seperti iklim, topografi, geologi dan lain-lain yang sangat mendukung produksi suatu tanaman. Tanah menyediakan hampir setengah dukungan fisik bagi tanaman sebagai tempat menampung air dan nutrisi penting bagi pertumbuhan tanaman (Sopher and Baird 1982)

Ditambahkan Ritung et al. (2007) faktor tanah dalam evaluasi kesesuaian

lahan ditentukan oleh beberapa sifat atau karakteristik tanah di antaranya drainase

tanah, tekstur, kedalaman tanah dan retensi hara (pH, KTK), serta beberapa sifat

lainnya diantaranya alkalinitas, bahaya erosi, dan banjir/genangan.

2.4. Lahan

Menurut Ritung et al. (2011) lahan merupakan bagian dari bentang

(landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim,

(6)

surut yang telah direklamasi atau tindakan konservasi tanah pada suatu lahan tertentu. Penggunaan lahan secara optimal perlu dikaitkan dengan karakteristik dan kualitas lahannya. Hal tersebut disebabkan adanya keterbatasan penggunaan lahan, bila dihubungkan dengan pemanfaatan lahan secara lestari dan berkesinambungan.

Pada peta tanah atau peta sumberdaya lahan, lahan dinyatakan sebagai satuan peta yang dapat dibedakan berdasarkan sifat- sifat, seperti iklim, landform (termasuk litologi, topografi/relief), tanah dan/atau hidrologi. Pemisahan satuan lahan/tanah sangat penting untuk keperluan analisis dan interpretasi potensi/kesesuaian lahan bagi suatu tipe penggunaan lahan (Land Utilization

Types= LUTs) (Ritung et al. 2011).

2.5. Kesesuaian Lahan

Menurut Rayes (2007) kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu. Kelas kesesuaian lahan suatu kawasan dapat berbeda-beda, tergantung pada penggunaan lahan yang dikehendaki. Klasifikasi kesesuaian lahan menyangkut perbandingan (matching) antara kualitas lahan dengan persyaratan penggunaan lahan yang diinginkan. Struktur klasifikasi kesesuaian lahan, menurut kerangka kerja FAO (1976), terdiri atas 4 kategori, yaitu :

a. Ordo (Order) : menunjukkan keadaan kesesuaian secara umum b. Kelas (Class) : menunjukkan tingkat kesesuaian dalam ordo c. Sub-kelas : menunjukkan keadaan tingkatan dalam kelas yang

(7)

perbaikan yang diperlukan dalam kelas.

d. Satuan (Unit) : menunjukkan tingkatan dalam subkelas didasarkan pada perbedaan-perbedaan kecil yang berpengaruh dalam pengelolaannya.

Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan potensial). Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data sifat biofisik tanah atau sumber daya lahan tersebut diberikan masukan- masukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala. Data Biofisik tersebut berupa karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi. Potensial menggambarkan kesesuaian lahan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan. Lahan yang dievaluasi dapat berupa hutan konversi, lahan terlantar atau tidak produktif, atau lahan pertanian yang produkstivitasnya kurang memuaskan tetapi masih memungkinkan untuk dapat ditingkatkan bila komoditasnya diganti dengan tanaman yang lebih sesuai (Ritung et al. 2007).

2.6. Kualitas dan Karakteristik lahan

Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal atau atribut yang bersifat

kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan

(perfomance) yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu

dan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan (land characteristics).

(8)

tetapi pada umumnya ditetapkan berdasarkan karakteristik lahan

(Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007).

Karakteristik lahan yang erat kaitannya untuk keperluan evaluasi lahan

dapat dikelompokkan ke dalam 3 faktor utama, yaitu topografi, tanah dan iklim.

Karakteristik lahan tersebut (terutama topografi dan tanah) merupakan unsur

pembentuk satuan peta tanah (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007).

2.7. Pemetaan

Dalam proses pemetaan, jenis tanaman dan pengelolaannya terpresentasi

dalam keragaman unit peta. Observasi sangat dibutuhkan untuk menggambarkan

masing-masing penggunaan dan pengelolaan masing-masing unit peta sesuai

dengan yang relevan dengan : (a) tipe hutan secara umum dan pengelolaan bagian

unit hutan; (b) padang rumput dan penggunaan lainnya; (c) kesesuaian untuk jenis

tanaman, varietas, dan rotasi ; (d) drainase; (e) irigasi; (f) kontur tanah;

(g) terasering; (h) teknik pengelolaan; (i) penggunaan kapur dan (j) penggunaan

pestisida.(Shoper and Baird,1982).

Pemetaan tanah dan evaluasi lahan merupakan pendekatan yang efektif

untuk mengetahui dan mencari lahan berpotensi secara spasial, termasuk kendala

yang harus diatasi, kebutuhan input, dan manajemennya.

Kegiatan pemetaan tanah dan evaluasi lahan, yang menyangkut kepentingan

pembangunan daerah, seyogianya dikukuhkan menjadi program bersama antara

(9)

2.8. Model Analisis

Model analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis kuantitatif. Analisis ini digunakan dalam membandingkan antara kondisi saat ini dengan arahan penggunaan lahan yang sesungguhnya dengan melalui pendekatan analisis spasial atau model matematis yang relevan dengan objek studi.

Analisis kuantitatif juga diterapkan dalam penentuan komoditi unggulan yang akan dikembangkan. Alat analisis yang dapat digunakan untuk memperoleh komoditas unggulan tersebut adalah lain Location quotion (LQ), Shift share dan Tipologi Klassen.

2.8.1. Analisis Spasial

Analisisis ini menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan metode tumpang susun (overlay) yang bertujuan untuk mengetahui karakateristik lahan saat ini dan kemudian dicocokkan dengan syarat tumbuh tanaman yang ada, sehingga memperoleh arahan pengembangan komoditi unggulan di Kabupaten Nias Barat. Proses pencocokkan dapat dilakukan dengan bantuan komputer dengan program Sistem Penilaian Kesesuaian Lahan (SPKL) versi 1.0 Tahun 2014 Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian (BBSDLP) Kementerian Pertanian Republik Indonesia atau secara manual. Hasil dari analisis ini berupa peta arahan penggunaan lahan di Kabupaten Nias Barat.

2.8.2. Location quotion (LQ)

(10)

penerapan teknologi produksi antar wilayah serta harga rata-rata diasumsumsikan sama dengan harga rata-rata provinsi. Nilai LQ diperoleh perbandingan luas tanam komoditas tertentu pada tingkat Kabupaten dibagi luas tanam total komoditas kabupaten dibandingkan dengan luas tanam komoditas tertentu pada tingkat provinsi dibagi luas tanam total komoditas provinsi. Apabila LQ > 1, maka komoditas yang bersangkutan merupakan komoditas basis/unggul, LQ= 1, komoditas yang bersangkutan tidak mempunyai keunggulan dan produksinya hanya untuk memenuhi kebutuhan kabupaten itu sendiri dan LQ< 1, komoditas yang dihasilkan belum dapat memenuhi kebutuhan daerah itu sendiri masih perlu diimport dari daerah lain (Bappeda Propinsi Sumatera Utara, 2004), dengan rumus sebagai berikut.

LQij : [yij / ∑i yij] : [∑j yij /∑i ∑j yij ]

Keterangan

yij : Luas tanam/nilai produksi/tenaga kerja pada komoditas pertaninan tertentu di Kabupaten Nias Barat.

∑i yij : Luas tanam/nilai produksi/tenaga kerja total komoditas Kabupaten Nias Barat

∑j yij : Luas tanam/nilai produksi/tenaga kerja pada komoditas pertaninan tertentu di Provinsi Sumatera Utara.

∑i∑j yij : Luas tanam/nilai produksi/tenaga kerja total komoditas Provinsi Sumatera utara

2.8.3. Shift- Share

Shift Share juga membandingkan perbedaan laju perkembangan berbagai

(11)

Regional Share : [yi (Yt/Y0 - 1)]

Proportionality Shift (Mixed Shift) : [yi(Yt i/ Y0i) – (Yt / Y0 )]

Differential Shift (Competitive Shift) : [yi (yit/ yi 0) – (Yti/ Y0i)]

Δyi = [yi (Yt

/Y0 - 1)] + [yi(Yt i/ Y0i) – (Yt / Y0 )] + [yi (yit / yi 0) – (Yt i/ Y0i)]

1. Regional Share adalah merupakan komponen pertumbuhan komoditas suatu

daerah yang disebabkan oleh dorongan faktor luar yaitu : peningkatan komoditas daerah akibat kebijaksanaan nasional yang berlaku kepada seluruh daerah, atau karena dorongan pertumbuhan komoditas daerah lain

2. Proportionality Shift adalah komponen pertumbuhan komoditas dari dalam

daerah sendiri yang disebabkan oleh struktur ekonomi daerah yang relatif baik, yaitu berspesialisasi pada komoditas-komoditas yang secara nasional dapat pertumbuhannya cepat.

3. Differential Shift adalah komponen lokasional atau regional adalah sisa

kelebihan. Komponen ini mengukur besarnya shift regional netto. Shift

regional netto yang diakibatkan oleh komoditas-komoditas industri tertentu

yang tumbuh lebih cepat atau lambat di daerah yang bersangkutan daripada tingkat provinsi atau nasional yang disebabkan oleh faktor- faktor lokasional

intern.

Keterangan

Δyi = perubahan nilai tambah komoditas i;

yi 0 = nilai tambah komoditas i di daerah pada awal periode; yit = nilai tambah komoditas i di daerah pada akhir periode;

(12)

Yti = nilai tambah komoditas i di tingkat nasional pada akhir periode.

2.8.4. Tipologi Klassen

Analisis ini digunakan untuk melihat daur atau arah perkembangan komoditi di suatu daerah. Arah perkembangan komoditi tersebut dapat di bagi dalam empat kuadran :

1. Pada Kuadran I : Komoditas Maju

2. Pada Kuadaran II : Komoditas Berkembang 3. Pada Kuadran III : Komoditas Tertekan 4. Pada Kuadran IV : Komoditas Tertinggal

2.9. Kerangka Pemikiran

Bertolak dari jumlah produksi komoditas pertanian di Kabupaten Nias Barat yang dihasilkan selama ini masih rendah, bahkan beberapa komoditas yang ada memiliki produktivitas yang sangat rendah di bawah produktivitas Provinsi Sumatera Utara dan Nasional. Salah satu penyebab rendahnya produksi tersebut karena petani masih belum memaksimalkan penggunaan lahan yang ada sesuai dengan karakteristiknya serta belum mengetahui komoditas unggulan yang harus dikembangkan untuk dijadikan prospek ekonomi ke depan dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya.

(13)

2

.7 Hipotesis Peneliti

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Potensi sumberdaya lahan belum

dimanfaatkan secara optimal bagi usaha yang produktif di sektor

pertanian

Analisa kesesuaian lahan Penentuan komoditas unggulan dengan metode Location Quotion (LQ),

shift share dan Tipologi Klassen

Arahan Penggunaan Lahan

Analisa Kesesuaian Lahan untuk Pengembangan komoditas pertanian

Petani melakasanakan proses budidaya tanpa melihat karakterik lahan Daerah Penelitian :

Kabupaten Nias Barat

Kondisi Lahan Eksisting : Produksi dan produktivitas rendah

Karakteristik lahan Komoditi Unggulan

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah: (a) Mendeskripsikan penggunaan model pembelajaran (CTL) Contextual Teaching and Learning dalam peningkatan pembelajaran Keterampilan

Ø Model standar kerja (work standards method) Ø Model peringkat (ranking method). Ø Model distribusi dipaksakan

Contoh yang terakhir ini bukan relasi maupun fungsi, dikarenakan ada anggota A (domain) yang tidak mempunyai pasangan. Karena syarat relasi adalah tiap anggota A mempunyai pasangan di

Based on the test results of the beta coefficient, proved that the firm’s performance with higher attainment discrepancy becomes less negative when

Sebagai dokumen perencanaan yang menjabarkan dari Dokumen RPJM Desa, maka seluruh rencana program dan kegiatan pembangunan yang akan dilakukan oleh desa secara bertahap

20 - 28 %:lla viljelypinta-alasta typpitase oli vuosina 2007 - 2009 pienempi kuin 0 kg/ha eli pellolta poistui sadon mukana enemmän ravinteita kuin sinne lannoitteiden mukana

Penonton tidak hanya di sajikan cerita dengan dramatik serta adegan yang kuat di film televisi “Jalan Pulang” namun diberikan pengalaman menonton yang berbeda dari segi visual