• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Tepung Ampas Kelapa Difermentasi Aspergillus Niger Dan Ragi Tape Terhadap Kualitas Daging Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Tepung Ampas Kelapa Difermentasi Aspergillus Niger Dan Ragi Tape Terhadap Kualitas Daging Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Potensi Ampas Kelapa sebagai Pakan Ternak

Tanaman kelapa termasuk dalam famili Palmae dan membutuhkan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan dan produksinya. Kelapa dapat

tumbuh pada berbagai kondisi lahan, tanah dan iklim sehingga penyebarannya

cukup luas. Kelapa dapat tumbuh pada ketinggian di bawah 500 m diatas

permukaan laut dan di daerah tertentu masih dijumpai pada ketinggian 900 m dpl

(Davis, 1986).

Buah kelapa (Cocos nucifera Lin) selain sebagai sumber karbohidrat juga sebagai sumber lemak, protein, kalori, vitamin dan mineral. Nutrisi karbohidrat

yang terkandung dalam daging kelapa sebesar 10-14 g/100g berat basah

(Thieme, 1968). Buah kelapa juga mengandung serat kasar 30, 58%

(Rindengan et al., 1997). Analisis ampas kelapa kering mengandung 13% selulosa dapat berperan dalam proses fisiologi tubuh (Balasubbramaniam, 1976). Ampas

kelapa didapatkan dari parutan daging kelapa ditambah air diperas hingga keluar

santannya. Ampas kelapa merupakan hasil samping pembuatan santan, daging

buah kelapa yang diolah menjadi minyak kelapa dari pengolahan cara basah akan

diperoleh hasil samping ampas kelapa. Komposisi dari buah kelapa seperti yang

tertera pada gambar 1.

(2)

Untuk pengolahan minyak kelapa cara basah, dari 100 butir kelapa

diperoleh ampas 19,50 kg. Ampas kelapa dapat digunakan sebagai bahan baku

pembuatan tepung. Tepung ampas kelapa adalah tepung yang diperoleh dengan

cara menghaluskan daging ampas kelapa (Yulvianti et al., 2015) seperti yang tertera pada gambar 2. Balasubbramaniam (1976), melaporkan bahwa analisis

ampas kelapa kering (bebas lemak) mengandung 93% karbohidrat yang terdiri

atas: 61% galaktomanan, 26% manosa dan 13% selulosa. Sedangkan

Banzon dan Velasco (1982), melaporkan bahwa tepung ampas kelapa

mengandung lemak 12,2%, protein 18,2%, serat kasar 20%, abu 4,9%, dan kadar

air 6,2%. Hasil analisis yang dilakukan Rindengan et al., (1997) pada tepung ampas kelapa dari Genjah Kuning Nias dan Dalam Tenga (GKN x DTA) adalah

sebagai berikut: kadar air 4,65%, protein 4,11%, lemak 15,89%, serat kasar

30,58%, karbohidrat 79,34% dan abu 0,66%.

Hasil analisa yang dilakukan oleh Miskiyah et al., (2006), menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar protein ampas kelapa setelah fermentasi dari

11,35% menjadi 26,09% atau sebesar 130% dan penurunan kadar lemak sebesar

11,39%. Kecernaan bahan kering dan bahan organik meningkat masing-masing

dari 78,99% dan 98,19% menjadi 95,1% dan 98,82%.

Gambar 2. Tepung ampas kelapa yang berasal dari penggilingan ampas kelapa

Sumber :

Daging buah

(3)

Karakteristik Ternak Kelinci

Di Indonesia ternak kelinci mempunyai kemampuan kompetitif untuk

bersaing dengan sumber daging lain dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia

(kebutuhan gizi) dan merupakan alternatif penyedia daging yang perlu

dipertimbangkan pada masa yang akan datang, daging kelinci merupakan salah

satu daging yang berkualitas baik dan layak dikonsumsi oleh berbagai kelas

lapisan masyarakat. Bahkan dibandingkan dengan kondisi daging ayam dilihat

dari segi aroma, warna daging dan dalam berbagai bentuk masakan tidak

ditemukan perbedaan yang nyata (Dwiyanto et al., 1996).

Kelinci (Oryctolatuscuniculus) merupakan hewan herbivora non ruminansia yang dapat merubah hijauan menjadi bahan pangan secara efisien, hal

ini dapat dilihat dari konsumsi hijauan yang berprotein rendah atau bahan yang

tidak dimanfaatkan oleh manusia (sebagai bahan makanan) diubah menjadi

protein hewani yang berprotein tinggi ( Lebas et al., 1986).

Menurut Farrel dan Raharjo (1984) kelinci mempunyai potensi besar

sebagai penghasil daging. Secara teori seekor induk dengan bobot tiga sampai

empat kilogram dapat menghasilkan delapan puluh kilogram karkas pertahun.

Daging kelinci memiliki kadar gizi yang tinggi yaitu protein sebesar

20,8% dan lemak yang rendah sebesar 10,2%, dibandingkan ternak lain seperti

sapi memiliki protein lebih rendah sebesar 16,3% dan lemak tinggi sebesar 22%

(4)

Tabel 2. Kadar gizi daging kelinci dibandingkan ternak lainnya

Jenis Ternak Protein (%) Lemak (%) Kadar Air (%) Kalori (%)

Kelinci 20,8 10,2 67,9 7,3

Ayam 20,0 11,0 76,6 7,5

Anak sapi 18,8 14,0 66,0 8,4

Kalkun 20,1 28,0 58,3 10,9

Sapi 16,3 22,0 55,0 13,3

Domba 15,7 27,7 55,8 13,1

Babi 11,9 40,0 42,0 18,9

Sumber : Sarwono (2007)

Rex merupakan salah satu dari berbagai macam jenis kelinci. Jenis Rex

pertama kali ditemukan oleh seorang petani bernama M. Caillon yang berasal dari

Perancis, kemudian diteruskan oleh Pat Abbe pada tahun 1919. Jenis Rex ini

kemudian diketahui sebagai hasil dari mutasi gen. mutasi gen ini menyebabkan

bulu sebelah dalam sama panjang dengan bulu luarnya, sehingga bulunya lebih

padat dan panjangnya seragam (Sandford, 1980). Cheeke et al. (1987) menambahkan bahwa bulu kelinci Rex sifatnya halus, panjangnya seragam dan

mempunyai variasi warna bulu yang menarik dan beragam sehingga sangat cocok

untuk dijadikan fur (kulit bulu) seperti yang terlihat pada Gambar 3. Kelinci Rex juga baik dan proporsional untuk produksi daging. Jenis ini mempunyai panjang

tubuh medium dan dalam, hips yang bulat dan loin yang berisi, sehingga cocok

pula untuk dijadikan sebagai kelinci pedaging. Bobot badan ideal untuk kelinci

Rex jantan adalah 3.6 kg, sedangkan untuk betina adalah 4.08 kg (Arba, 1996).

Kelinci Rex sangat bervariasi dengan produksi daging berkualitas sangat baik

(5)

Gambar 3. Kelinci Rex

Daging

Daging adalah bagian-bagian dari hewan yang disembelih yang belum

mengalami pengawetan atau pengolahan kecuali kulit, kuku, bulu, dan tanduk

(Ressang, 1982). Menurut Soeparno (1992) daging adalah semua jaringan hewan

dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk

dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya.

Kualitas daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan sesudah

pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas

daging adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan

dan bahan aditif (hormon, antibiotik dan mineral), sera keadaan stres.

Daging merupakan produk utama pemeliharaan ternak potong.

Ketersediaan pakan baik kuantitas maupun kualitas merupakan salah satu faktor

yang dapat mempengaruhi kualitas daging, sedangkan faktor penting lainnya

adalah bibit dan manajemen pemeliharaan. Pakan ternak potong sangat beragam

dapat berupa hijauan segar, biji-bijian, maupun limbah pertanian/limbah industri

(6)

kualitas pakan dapat mempengaruhi kualitas daging, yaitu dapat mempengaruhi

dressing yield, perbandingan daging tulang, perbandingan protein lemak, komposisi asam lemak, nilai kalori, warna, fisiko-kimia, masa simpan dan sifat

sensori.

Komposisi kimia daging terdiri dari air 56%, protein 22%, lemak 24%,

dan substansi bukan protein terlarut 3,5% yang meliputi karbohidrat, garam

organik, subtansi nitrogen terlarut, mineral, dan vitamin. Daging merupakan

bahan makanan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi, selain mutu

proteinnya yang tinggi, pada daging terdapat pula kandungan asam amino

essensial yang lengkap dan seimbang (Lawrie, 1998).

Menurut Soeparno (2005), daging adalah semua jaringan hewan dan

semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang dapat dimakan

serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsinya.

Sementara menurut Astawan (2004), daging merupakan bahan pangan yang

penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Protein merupakan komponen kimia

terpenting yang ada didalam daging, yang sangat dibutuhkan untuk proses

pertumbuhan, perkembangan, dan pemeliharaan kesehatan. Nilai protein yang

tinggi didaging disebabkan oleh asam amino esensialnya yang lengkap.

Keunggulan lain, protein daging lebih mudah dicerna dibanding protein yang

berasal dari nabati. Bahan pangan ini juga mengandung beberapa jenis mineral

dan vitamin. Selain kaya protein, daging juga mengandung energi sebesar 250

kkal/100 g. Jumlah energi dalam daging ditentukan oleh kandungan lemak

(7)

Kualitas Daging

Faktor kondisi ternak pada saat pemotongan dapat menyebabkan

perbedaan komposisi kimia daging yang dihasilkan. Bobot karkas adalah salah

satu refleksi kondisi ternak. Bobot karkas dipengaruhi oleh interaksi antar bangsa

dan pakan yang menunjukkan bahwa efisiensi pemanfaatan energi, protein dan

mungkin mineral pakan secara relatif berbeda di antara bangsa dan perlakuan

pakan, tetapi tidak selalu direfleksikan terhadap perbedaan komposisi kimia

daging (Soeparno, 1992). Komposisi kimia dalam daging yang berhubungan erat

dengan nilai gizi adalah kadar air, mineral, protein, lemak dan vitamin. Berikut

adalah komposisi kimia daging dari berbagai jenis ternak berdasarkan bahan segar

seperti yang tertera pada Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Komposisi kandungan nutrisi daging dari berbagai jenis ternak

Sumber : State 4-H Rabbit Programming Committee (1992)

Nilai pH Daging

Perubahan pH sesudah ternak mati pada dasarnya ditentukan oleh

kandungan asam laktat yang tertimbun dalam otot, selanjutnya oleh kandungan

glikogen dan penanganan sebelum penyembelihan (Buckle et al., 1987). Otot yang mengalami penurunan pH sangat cepat akan menjadi pucat,daya ikat daging

(8)

basah. Disisi lain, otot yang mempunyuai pH tinggi selama proses konversi otot

menjadi daging dapat menjadi sangat gelap warnanya dan sangat kering di

permukaan potongan yang tampak (Aberle et al., 2001).

Penurunan pH otot postmortem banyak ditentukan oleh laju glikolisis postmortem serta cadangan glikogen otot dan pH daging ultimat, normalnya

adalah 5,4-5,8. Stres sebelum pemotongan, pemberian suntikan hormon atau

obat-obatan tertentu, spesies, individu ternak, macam otot stimulasi listrik dan aktivitas

enzim yang mempengaruhi gliokolisis adalah faktor-faktor yang dapat

menghasilkan variasi pH daging.

Penurunan pH karkas postmortem mempunyai hubungan yang erat dengan temperatur lingkungan (penyimpanan). Temperatur tinggi akan meningkatkan laju

penurunan pH, sedangkan temperatur rendah menghambat laju penurunan pH.

Pengaruh termperatur terhadap perubahan pH postmotem ini adalah sebagai akibat pengaruh langsung dari temperatur terhadap laju glikolisis postmortem

(Soeparno, 1992). Peningkatan pH akan menyebabkan meningkatnya daya ikat air

daging dan lapisan permukaan daging akan semakin kering, sehingga kualitas

daging akan semakin menurun. Ternak yang mengalami cukup masa istirahat

sesaat sebelum dipotong memiliki cadangan glikogen dalam otot yang cukup

tinggi (Lawrie, 2003). Dikemukakan juga bahwa glikogen yang tinggi didalam

otot akan diubah melalui proses glikolisis menjadi asam laktat. Tingginya asam

laktat yang terbentuk akan membuat pH daging menjadi rendah.

Susut Masak Daging

Susut Masak Daging ialah perbedaan antara bobot daging sebelum dan

(9)

fungsi dari temperatur dan lama dari pemasakan. Susut masak dapat dipengaruhi

oleh pH, panjang sarkomer serabut otot, panjang potongan serabut otot, status

kontraksi miofibril, ukuran dan berat sampel daging serta penampang lintang

daging. Susut masak dapat meningkat dengan panjang serabut otot yang lebih

pendek. Pemasakan yang relatif lama akan menurunkan pengaruh panjang serabut

otot terhadap susut masak.

Susut masak menurun secara linier dengan bertambahnya umur ternak.

Perbedaan bangsa ternak juga dapat menyebabkan perbedaan susut masak. Jenis

kelamin mempunyai pengaruh yang kecil terhadap susut masak pada umur ternak

yang sama. Bobot potong mempengaruhi susut masak terutama bila terdapat

perbedaan deposisi lemak intramuskuler. Konsumsi pakan dapat juga

mempengaruhi besarnya susut masak (Soeparno, 1992).

Nilai Tekstur Daging

Tekstur dan keempukan mempunyai tingkatan utama menurut konsumen

dan rupanya dicari walaupun mengorbankan flavor dan warna (Lawrie, 2003).

Keempukan daging banyak ditentukan setidak-tidaknya oleh tiga komponen

daging, yaitu struktur miofibrilar dan status kontraksinya, kandungan jaringan ikat

dan jaringan silangnya, daya ikat air oleh protein daging serta juiceness daging (Soeparno, 1992). Kesan secara keseluruhan keempukan daging meliputi tekstur

dan melibatkan tiga aspek. Pertama, mudah tidaknya gigi berpenetrasi awal

kedalam daging. Kedua, mudah tidaknya daging tersebut dipecah menjadi

bagian-bagian yang lebih kecil. Ketiga, jumlah residu tertinggal setelah dikunyah

(10)

Kealotan daging juga dipengaruhi oleh kandungan protein kolagen dalam

daging. Kolagen adalah protein utama jaringan ikat. Jaringan ikat terdapat hampir

di semua komponen tubuh. Kolagen jaringan ikat mempunyai peranan yang

penting terhadap kualitas daging terutama terhadap kealotan daging. Kadar

kolagen daging berbeda diantara jenis daging, umur dan diantara daging pada

karkas yang sama. Kadar kolagen daging dipengaruhi oleh kandungan lemaknya.

Kadar lemak yang relatif tinggi akan melarutkan atau menurunkan kandungan

kolagen (Soeparno, 1992).

Keempukan daging adalah kualitas daging setelah dimasak yang

didasarkan pada kemudahan waktu mengunyah tanpa menghilangkan sifat-sifat

jaringan yang layak. Salah satu faktor penilaian mutu daging adalah sifat

keempukannya yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang mempengaruhi

keempukan daging ada hubungannya dengan komposisi daging itu sendiri, yaitu

berupa tenunan pengikat, serabut daging, sel-sel lemak yang ada diantara serabut

daging (Reny, 2009).

Aberle et al., (1981) menyatakan bahwa pengaturan ransum sebelum ternak dipotong mempengaruhi secara langsung variasi sifat urat daging setelah

pemotongan dan ternak – ternak yang digemukkan di dalam kandang akan

menghasilkan daging yang lebih empuk dibandingkan dengan ternak yang

digembalakan.

Bouton et al., (1978) menyatakan bahwa umur dalam kondisi tertentu tidak mempengaruhi keempukan daging yang dihasilkan. Ternak yang lebih tua

namun mendapatkan ransum dengan nutrisi dan penanganan yang baik dapat

(11)

dihasilkan dari ternak muda namun mendapatkan nutrisi ransum dan penanganan

yang kurang baik. Otot dapat tumbuh dan berkembang dengan baik jika

mendapatkan nutrisi dan penanganan yang baik. Otot yang baik mempunyai

jumlah kolagen per satuan luas otot yang lebih kecil dibandingkan dengan otot

dari ternak yang mendapat nutrisi dan penanganan yang kurang baik, dengan

demikian daging yang dihasikan akan lebih empuk.

Kadar Protein

Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien yang

mempunyai peranan lebih penting dalam pertumbuhan biomolekul daripada

sebagai sumber energi. Struktur protein selain mengandung unsur N, C, H, O juga

mengandung S, P, Fe, dan Cu yang membentuk senyawa kompleks

Sudarmadji et al., (2007). Protein daging lebih mudah dicerna dibandingkan dengan yang bersumber dari bahan pangan nabati. Nilai protein yang tinggi

disebabkan oleh kandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang.

Asam amino esensial merupakan pembangun protein tubuh yang harus berasal

dari makanan atau tidak dapat dibentuk di dalam tubuh. Kelengkapan komposisi

asam amino esensial merupakan parameter penting penciri kualitas protein.

Molekul protein sendiri merupakan rantai panjang yang tersusun oleh mata

rantai asam – asam amino. Asam amino adalah senyawa yang memiliki satu atau

lebih gugus karboksil (-CHHOH) dan satu atau lebih gugus amino (-NH2) yang

salah satunya terletak pada atom C tepat di sebelah gugus karboksil

(Fardiaz, 1992).

Protein bahan makanan dalam analisi proksimat ditentukan dengan

(12)

nitrogen bahan makanan berasal dari protein dan semua protein bahan makanan

mengandung N sebesar 16%. Protein bahan makanan ditentukan dengan

menganalisis kandungan nitrogennya. Hasil yang diperoleh dikalikan dengan 6.25

yaitu faktor kelipatan N yang diperoleh dari 100/16 (Ensminger et al., 1990). Komposisi protein dalam tubuh tidak banyak dipengaruhi oleh usia maupun

kondisi tubuh, dalam hal ini bobot hidupnya.

Nilai gizi protein ditentukan oleh kandungan dan daya cerna asam-asam

amino essensial. Daya cerna akan menentukan ketersediaan asam-asam amino

tersebut secara biologis. Proses pengolahan selain dapat meningkatkan daya cerna

suatu protein, dapat pula menurunkan nilai gizinya (Muchtadi, 2003).Komposisi

kimia daging tergantung spesies hewan, kondisi hewan, jenis daging karkas,

proses pengawetan, penyimpanan dan metode pengepakan. Komposisi kimia

daging sangat dipengaruhi oleh kandungan lemaknya. Meningkatnya kandungan

lemak daging dan kandungan air menyebabkan kandungan protein akan menurun

(Soeparno, 1998).

Kadar Air

Air merupakan unsur penting dalam bahan makanan. Air dalam bahan

makanan sangat diperlukan untuk kelansungan biokimia organisme hidup, hal itu

antara lain disebabkan karena air dapat mempengaruhi kenampakan, tekstur, dan

citarasa makanan, serta dapat mempengaruhi daya tahan makanan dari serangan

mikrobia

Air adalah zat yang terdiri dari dua atom hidrogen dan satu atom oksigen

dengan rumus molekul H2O (Fardiaz, 1992). Ensminger et al., (1990) menyatakan bahwa kadar air tubuh erat hubungannya dengan usia. Kadar air

(13)

tubuh berkurang dengan kegiatan metabolisme. Hewan yang muda akan lebih

mampu menggunakan zat – zat makanan yang diperolehnya untuk membangun

tubuhnya sedangkan hewan yang lebih tua, akan menimbun kelebihan energi yang

diperolehnya untuk menjadi lemak tubuh. Menurut Soeparno (2009) kadar air

daging dipengaruhi oleh jenis ternak, umur, kelamin, pakan serta lokasi dan fungsi

bagian-bagian otot dalam tubuh. Kadar air yang tinggi disebabkan umur ternak

yang muda, karena pembentukan protein dan lemak daging belum sempurna.

Kadar Lemak

Lemak termasuk di dalam kelompok ester yang terbentuk dari reaksi

alkohol dalam asam organik. Komponen pembentuk lemak pada umumnya terdiri

dari satumolekul gliserol yang berikatan dengan tiga molekul asam lemak, dikenal

sebagai trigliserida (Fardiaz, 1992). Lemak yang dimaksud sebagai lemak daging

adalah lemak intramuskuler yang umumnya terdiri dari lemak sejati dan

mengandung fosfolipid dari fraksi –fraksi yang tidak tersabun, seperti kolesterol

(Lawrie, 2003).

Soeparno (1992) menyatakan bahwa kadar lemak mempunyai hubungan

yang negatif dengan kadar air. Jika kadar lemak tubuh meningkat yaitu bertambah

bobot hidupnya maka kadar airnya akan berkurang, dengan demikian

pertambahan usia akan meningkatkan kadar lemaknya. De Blass et al., (1977) melakukan penelitian dengan menggunakan kelinci betina Spanish Giant yang dipotong pada umur tiga, empat dan lima bulan, menunjukkan hasil bahwa kadar

lemak akan meningkat seiring dengan meningkatnya umur potong,

(14)

Pakan Ternak Kelinci

Pakan bagi ternak sangat besar peranannya. Pakan yang diberikan

hendaknya memberi persyaratan kandungan gizi perananya. Pemberian pakan

yang seimbang diharapkan dapat memberi produksi yang tinggi yang lengkap

seperti protein, karbohidrat, mineral, vitamin, digemari ternak dan mudah dicerna

(Anggorodi, 1994).

Pakan kelinci pada umumnya berupa umbi-umbian dan sayur-mayur serta

tumbuhan lain. Kelinci merupakan hewan herbivora yang rakus. Hewan yang satu

ini tidak mengenal kata kenyang. Pasalnya, setiap makanan yang diberikan seperti

sayuran, rumput, umbi, biji-bijian, dan pelet pasti segera dilahapnya. Meskipun

demikian, tetap harus memberi makanan kelinci secara teratur sesuai pola

pemberian pakan. Pakan yang diberikan pun harus dipilih dan diperhitungkan agar

kelinci tidak mengalami gangguan pencernaan (Priyatna, 2011).

Untuk mendukung kecukupan gizi yang seimbang pemberian hijauan

seimbang pemberian hijauan perlu diimbangi dengan konsentrat. Pada peternakan

kelinci intensif hijauan diberikan 60-80%, sisanya konsentrat. Ada juga yang

memberikan 60% konsentrat dan sisanya hijauan (Sarwono, 2007).

Pakan hijauan atau jerami yang berkualitas baik hendaknya selalu

diberikan bersama konsentrat. Mengubah ransum kelinci hendaknya dilakukan

secara bertahap selama 7 sampai 10 hari. Untuk melakukan hal tersebut,

campurkanlah sedikit pakan yang baru pada pakan yang lama. Pakan lama itu

sedikit demi sedikit dikurangi dan diganti yang baru sampai akhirnya seluruh

(15)

Kebutuhan Nutrisi Ternak Kelinci

Kandungan nutrisi yang terkandung didalam pakan kelinci yakni sebagai

berikut: air (maksimal 12%), protein (12-18%), lemak (maksimal 4%), serat kasar

(maksimal 14%), kalsium (1,36%), fosfor (0,7-0,9%) seperti yang tertera pada

Tabel 4 di bawah ini. Pakan kelinci bisa berupa pelet dan hijauan. Kelinci yang

dipelihara secara ekstensif, porsi pakan hijauan bisa mencapai 60-80% dan

sisanya menggunakan hijauan sebesar 40% (Masanto dan Agus, 2010).

Tabel 4. Kebutuhan nutrisi kelinci.

Nutrient Kebutuhan Nutrisi kelinci

Pertumbuhan Hidup pokok Bunting Laktasi Digestible Energy

Jumlah pakan yang diberikan harus memenuhi jumlah yang dibutuhkan

oleh kelinci sesuai dengan tingkat umur atau bobot badan kelinci. Pemberian

pakan ditentukanberdasarkan kebutuhan bahan kering. Jumlah pemberian pakan

bervariasi bergantung pada periode pemeliharaan dan dan bobot badan kelinci.

Sistem Pencernaan Kelinci

Kelinci merupakan ternak pseudo-ruminant yaitu herbivora yang tidak dapat mencerna serat kasar secara baik. Sistem pencernaan kelinci yang sederhana

dengan caecum dan usus yang besar seperti yang terlihat pada gambar 4,

(16)

rumput, dan sejenisnya. Bahan-bahan itu dicerna oleh bakteri disaluran cerna

bagian bawah seperti yang terjadi pada saluran cerna kuda. Kelinci

memfermentasikan pakan di usus belakangnya. Fermentasi hanya terjadi terjadi di

caecum (bagian pertama usus besar), kurang lebih merupakan 50% dari seluruh

kapasistas saluran pencernaannya, Sarwono (2007). Kemampuan kelinci

mencerna serat kasar dan lemak bertambah setelah kelinci berumur 5-12 minggu.

Tidak seperti halnya hewan mamalia yang lain, kelinci mempunyai

kebiasaan memakan feses yang sudah dikeluarkan. Sifat ini disebut coprophagy. Keadaan ini sangat umum terjadi pada kelinci dan hal ini terjadi berdasar pada

konstruksi saluran pencernaannya. Sifat coprophagy biasanya terjadi pada malam atau pagi hari berikutnya. Feses yang berwarna hijau muda dan konsistensi

lembek itu dimakan lagi oleh kelinci. Feses yang dikeluarkan pada siang hari dan

telah berwarna coklat serta mengeras, tidak dimakan. Hal ini memungkinkan

kelinci itu memanfaatkan secara penuh pencernaan bakteri di saluran bagian

bawah, yaitu mengkonversi protein asal hijauan menjadi protein bakteri yang

berkualitas tinggi, mensintesis vitamin B dan memecahkan selulose atau serat

menjadi energi yang berguna. Jadi sifat coprophagy sebenarnya memang menguntungkan bagi proses pencernaan (Blakely and bade, 1998).

Sekitar umur tiga minggu kelinci mulai mencerna kembali kotoran

lunaknya, langsung dari anus (proses ini disebut caecotrophy) tanpa pengunyahan. Kotoran lunak itu terdiri atas konsentrat bakteri yang dibungkus oleh mokus.

Walaupun memiliki caecum yang besar, kelinci ternyata tidak mampu mencerna bahan-bahan organic dan serat kasar dari hijauan sebanyak yang dapat dicerna

(17)

daun mungkin hanya 10%. Kemampuan kelinci mencerna serat kasar dan lemak

makin bertambah setelah kelinci berumur 5-12 minggu (Sarwono, 2007).

Gambar 4. Sistem Pencernaan Kelinci

Fermentasi

Fermentasi bahan pangan adalah sebagai hasil kegiatan beberapa jenis

mikroorganisme baik bakteri, khamir, dan kapang. Mikroorganisme yang

memfermentasi bahan pangan dapat menghasilkan perubahan yang

menguntungkan (produk-produk fermentasi yang diinginkan) dan perubahan yang

merugikan (kerusakan bahan pangan). Dari mikroorganisme yang memfermentasi

bahan pangan, yang paling penting adalah bakteri pembentuk asam laktat, asam

asetat, dan beberapa jenis khamir penghasil alkohol (Suprihatin, 2010).

Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah, mudah tersedia

(18)

substrat untuk fermentasi adalah tersedia dan mudah didapat, sifat fermentasi,

harga dan faktor harga (Suprihatin, 2010).

Aspergillus niger

Aspergilus niger adalah kapang anggota genus Arpergillus, family

Eurotiaceae, ordo Eutiales, subclass Plectomycetetidae, kelas ascomycetes, subdivisi ascomycotina dan divisi amastigmycota. Aspergillus niger dalam pertumbuhannya berhubungan langsung dengan zat makanan yang terdapat dalam

medium. Aspergillus niger menghasilkan beberapa enzim ekstraseluler seperti amylase, amiloglukosidase, pektinase, selulase, katalase dan glukosidase

(Hardjo, et al., 1989). Lehninger (1991) menambahkan Aspergillus niger

menghasilkan enzim urease yang memecahkan urea menjadi asam amino dan CO2

Aspergillus niger bersifat aerob, sehingga membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya. Temperatur optimum bagi pertumbuhannya adalah antara 35 yang selanjutnya digunakan untuk pembentuk asam amino.

0 C

– 370

Penelitian yang dilakukan oleh Susyawati et al., (2014), memperoleh hasil bahwa kadar protein meningkat selama proses fermentasi oleh Aspergillus niger. Hal tersebut berarti bahwa selama proses fermentasi berlangsung, Aspergillus niger melakukan biosintesis protein. Untuk melakukan proses biosintesis protein, C. Kisaran pH antara 2,0-8,5 dengan pH optimum antara 5,0-0,7 dan

membutuhkan kadar air media antara 65-70%. Aspergillus niger mempunyai cirri yaitu berupa benang tunggal yang disebut hifa berupa kumpulan

benang-benang padat menjadi suatu bahan yang disebut miselium, tidak mempunyai

klorofil dan hidupnya heterotrof serta berkembang biak secara vegetative dan

(19)

Aspergillus niger memerlukan sumber karbon sebagai komponen utama pembentuk protein. Unsur karbon diperoleh Aspergillus niger dari substrat fermentasi. Selama proses fermentasi berlangsung, Aspergillus niger

memproduksi enzim ekstraseluler yang dihasilkan di dalam sel dan dikeluarkan

dari sel ke medium fermentasi untuk menghidrolisis dan mendegradasi komponen

kompleks substrat menjadi senyawa yang lebih sederhana. Aspergillus niger

memproduksi enzim amilase yang berfungsi untuk menghidrolisis pati yang

terdapat dalam substrat fermentasi.

Semakin tinggi populasi Aspergillus niger akan menghasilkan besaran enzim selulase yang semakin tinggi pula sehingga kuantitas serat kasar yang

dirombak oleh enzim selulase semakin tinggi (Laskin dan Hubert, 1973). Enzim

selulase yang akan mengubah serat kasar (selulosa) menjadi molekul yang lebih

sederhana sehingga tidak lagi sebagai polisakarida (Wardani, 2014).

Enzim selulase termasuk sistem multienzim yang terdiri dari tiga

komponen yaitu endoglukanase, yang mengurai polimer selulosa secara random

untuk menghasilkan oligodekstrin dengan panjang rantai yang bervariasi,

eksoglukanase yang mengurai selulosa dari ujung pereduksi dan non-pereduksi

untuk menghasilkan selulosa ikatan pendek atau selobiosa, dan β-glukosidase

yang mengurai selobiosa untuk menghasilkan glukosa (Ikram et al., 2005).

Ragi Tape

Ragi merupakan organisme fakultatif yang mempunyai kemampuan

menghasilkan energi dari senyawa organik dalam kondisi aerob maupun anaerob

sehingga ragi dapat tumbuh dalam kondisi ekologi yang berbeda (Winarno, 2004).

(20)

Ragi tape berwujud padat dengan bentuk bulat pipih berwarna putih,

sedangkan ragi tempe berbentuk bubuk. Ragi tape terdiri mikroba bibit atau

disebut juga starter untuk membuat berbagai macam makanan fermentasi, seperti

tape ketan atau singkong, tape ubi jalar, brem cair atau padat dan lainnya

(Hidayat dkk, 2006).

Probiotik merupakan produk yang mengandung mikroorganisme hidup

dan nonpatogen, yang diberikan pada hewan ternak untuk memperbaiki laju

pertumbuhan, menstabilkan produksi pada ternak, efisiensi konversi ransum,

meningkatkan penyerapan nutrisi, kesehatan hewan, menambah nafsu makan

sehingga mempercepat peningkatan berat badan (Fuller, 1992). Menurut

Soeharsono (2010) mikrobia yang digunakan sebagai probiotik adalah bakteri,

khamir atau ragi, mould. Ahmad (2006) menyatakan bahwa probiotik merupakan

salah satu pendekatan yang memiliki potensi dalam mengurangi infeksi unggas

dan kontaminasi produk unggas Ragi tape terdiri dari kapang (Rhizopus oryzae, Mucor), khamir (Sacharomyces cerevisiae, Sacharomyces verdomanni, Candida utilis) dan bakteri (Pediococcus sp.dan Bacillus sp.) (Gandjar, 2003).

Mekanisme kerja bakteri Saccharomyces cerevisiae pada prinsipnya seperti probiotik lainnya yakni secara ferementatif dengan mula-mula

mensekresikan enzim α-galaktosidasedan β-glukosidase mengelilingi/menyerang ikatan senyawa sakarida untuk menguraikan senyawa oligosakarida (vebraskosa,

sciosa dan rafinosa) menjadi gula-gula sederhana (di dan mono sakarida) dan kemungkinan melepaskan zat-zat nutrisi yang terbungkus/terikat oleh senyawa

(21)

Hasil penelitian Tang et al., (2008) membuktikan bahwa suplementasi

Saccharomyces cerevisiae meningkatkan laju kecernaan serat, meningkatkan degradasi protein kasar dan NDF dan efisiensi mikrobial. Pemakaian

Saccharomyces cerevisiae dalam fermentasi kulit nanas diduga pula dapat meningkatkan kecernaan bahan kering (Wikanastri, 2012). Saccharomyces cerevisiae merupakan mikroba proteolitik yang mampu memecah protein dan komponen-komponen nitrogen lainnya menjadi asam amino (Winarno, 1995).

Penelitian yang dilakukan oleh Hidayati et al. (2013), memperoleh bahwa kadar protein meningkat selama proses fermentasi oleh ragi tape yaitu dari 3,99%

menjadi 4,95% yang disebabkan adanya aktivitas mikroorganisme optimal

melakukan pemecahan karbohidrat pada kulit singkong.

Teknologi Pakan Berbentuk Pelet

Ransum bentuk pelet dapat meningkatkan konsumsi pakan ternak,

mengurangi jumlah pakan yang terbuang, membuat pakan lebih homogen, dapat

memusnahkan pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan, memperpanjang

penyimpanan, mempermudah pengangkutan dan menjamin keseimbangan zat

nutrisi pakan yang terkandung dalam komposisi pakan (Suryanagara, 2006).

Proses pembuatan pelet dibagi menjadi tiga tahap, yaitu: 1) pengolahan

pendahuluan meliputi pencacahan, pengeringan, dan penggilingan, 2) pembuatan

pelet meliputi pencetakan, pendinginan, dan pengeringan, dan 3) perlakuan akhir

meliputi sortasi, pengepakan dan penggudangan. Tujuan pembuatan pakan dalam

bentuk pelet adalah untuk meringkas volume bahan, sehingga mudah dalam

proses pemindahan, dan menurunkan biaya pengangkutan

Gambar

Gambar 1. Komposisi Buah Kelapa
Gambar 2.  Tepung ampas kelapa yang berasal dari penggilingan ampas kelapa
Tabel 2. Kadar gizi daging kelinci dibandingkan ternak lainnya
Gambar 3. Kelinci Rex
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini bersesuaian dengan kenyataan yang terjadi di Sungai Opak bahwasanya spesies ini dijumpai dari hulu TS2 hingga hilir TS5 karena bagian sungai tersebut berarus lambat dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas ibu yang memiliki riwayat kehamilan usia dini di Desa Aliantan mengalami lebih dari satu permasalahan kesehatan ibu dan bayi

The result of the study shows that promotion has an effect on making the decision to become syariah bank customers, this result stated that promoting is a very important

Daryono [1] dari Universitas Muhammadiyah Malang menganalisa umur pegas daun pada kendaraan roda 4.Umur pemakaian pegas atau komponen yang bekerja dengan beban dinamis

Hasil dari penelitian menunjukan bahwa (1) Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa SMP pada materi keliling dan luas persegi panjang dengan pembelajaran open

Pada gambar 6 menunjukkan Port A diset pada mode output, dimana port PA1 (bit1), PA2, PA5 dan PA6 diset dalam kondisi high (logika 1); Port B juga diset pada mode

1887 KOPERTIS IX Universitas Bosowa PKM THAMRIN ABDUH IbM MINYAK NILAM DI DESA BATU KECAMATAN PITUMPANUA KABUPATEN WAJO PROVINSI SULAWESI SELATAN BARU. 1888 KOPERTIS IX

84 Malikul Mulk كلملا كلام Yang Maha Penguasa Kerajaan (Semesta). 85 Dzul Jalaali Wal Ikraam ماركلا و للجلا وذ Yang Maha Pemilik Kebesaran dan