BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut WHO 2008 perbandingan kematian ibu di negara berkembang 240 per
100.000 kelahiran dibandingkan 16 per 100.000 kelahiran di negara maju. Indonesia
menjadi negara yang memiliki AKI yang tinggi 228 per 100.000 kelahiran hidup. Jika
dibandingkan dengan AKI tahun 2010 yakni 214 per 100.000 kelahiran hidup sudah
terjadi penurunan tetapi masih jauh dari target MDGS tahun 2015 yakni 102 per
100.000 kelahiran (Karnadi, 2010).
Secara umum MDG’S bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan umat manusia
dan merupakan tantangan utama dalam pembangunan di seluruh dunia. Salah satunya
adalah meningkatkan kesehatan ibu: antara lain mengurangi dua pertiga angka kematian
ibu melahirkan dan akses universal kepada pelayanan kesehatan reproduksi dan jaminan
ketersediaan kontrasepsi (Surjantini, 2014).
Di Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dimana angka kesakitan
dan kematian ibu masih cukup tinggi. Sesuai target MDGS yang ke 5 diharapkan pada
tahun 2015 angka kematian ibu di Indonesia dapat menurun menjadi 102 per 100.000
kelahiran hidup. Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SKDI) 2010 Angka
Kematian Ibu (AKI) masih tinggi yaitu 226 per 100.000 Kelahiran Hidup (KH). Angka
ini turun, bila dibandingkan angka kematian ibu tahun 2007 mencapai 228 per 100.000
kelahiran hidup dan tahun 2008 mencapai 4.692 ibu meninggal pada masa kehamilan,
Penyebab kematian ibu di Indonesia meliputi perdarahan (30,5%), infeksi (22,5%)
dan gestosis (17,5%). Salah satu penyebab infeksi postpartum, karena adanya luka pada
bekas perlukaan plasenta, laserasi pada saluran genital termasuk episiotomi pada
perineum, dinding vagina dan serviks. Luka pada perineum akibat episiotomi ruptura
uteri atau laserasi merupakan daerah yang tidak mudah kering (Manuaba, 2010;hal.38)
Angka kematian ibu hamil maupun melahirkan di Sumut mengalami tren
penurunan. Pada akhir tahun 2014 (per oktober) terdapat 152 ibu meninggal dunia,
sementara pada tahun 2013 jumlah kematian mencapai 249 orang dan 274 ibu
meninggal pada tahun 2012. Ini tentunya sebagai upaya untuk mendukung pencapaian
rangka pemenuhan capaian Program Millenium Development Goals (MDG's) 2015.
(Suwirno, 2014).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fristia yunita efendi jati & rizka
fatmawati (2014) tentang Hubungan tingkat pengetahuan ibu nifas tentang Infeksi
dengan perawatan luka perineum di Stikes PKU Muhammadiyah Surakarta memperoleh
hasil bahwa adanya hubungan antara pengetahuan ibu nifas tentang infeksi dengan
perawatan luka perineum nilai chi square sebesar 10,084 ditunjukan dengan nilai X2
hitung > X2 tabel (10,084 > 9,488) dan nilai P hitung < P Tabel (0,039 < 0,05).
Persalinan dipengaruhi oleh 5 faktor utama yang sering dikenal dengan sebutan 5
P yaitu passenger ( janin dan plasenta ), passage ( jalan lahir), power ( his ), psikis ibu
bersalin dan penolong. Faktor psikis ibu merupakan faktor yang sering terabaikan.
Faktor utama kurangnya nyeri dalam persalinan adalah ketakutan ibu. Maka sangat
diharapkan seorang ibu bersalin memiliki kondisi psikologis yang baik. Setiap bidan
yang memberi asuhan persalinan pada ibu haruslah menyadari pentingnya memberikan
keseimbangan 5 faktor ini karena dapat membantu kelancaran persalinan
(Rukiyah.2009).
Masa nifas disebut juga masa postpartum atau puerperium adalah masa atau
waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu
berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan dengan
kandungan, yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan
saat melahirkan (Suherni. 2010)
Perlukaan jalan lahir merupakan prediposisi yang kuat untuk terjadinya infeksi
pada masa nifas. Untuk mencegah terjadinya infeksi perlu diperhatikan khususnya pada
hari pertama pasca salin harus dijaga luka-luka ini tidak dimasuki kuman-kuman dari
luar. Oleh sebab itu semua alat dan kain yang berhubungan dengan alat genital harus
suci hama (Wiknjosastro.2006). Infeksi ini juga dapat disebabkan oleh pemeriksaan
dalam terlalu sering, persalinan lama, persalinan memanjang, infeksi lokal dan peralatan
yang digunakan tidak steril (Manuaba.2008)
Terjadi robekan perineum pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang
juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah
dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih
kecil dari pada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang
lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika. Bila ada laserasi jalan lahir
atau bekas episiotomi (penyayatan mulut serambi kemaluan untuk mempermudah
kelahiran bayi) lakukanlah penjahitan dan perawatan dengan baik (Suherni.2010)
Perawatan luka perineum bertujuan untuk mencegah infeksi, meningkatkan rasa
nyaman dan mempercepat penyembuhan. Perawatan luka perineum dapat dilakukan
dengan cara mencuci daerah genital dengan air dan sabun setiap kali habis BAK/BAB
sehingga tidak terjadi infeksi. Ibu diberitahu cara mengganti pembalut yaitu bagian
dalam jangan sampai terkontaminasi sama tangan. Pembalut yang sudah kotor harus
diganti paling sedikit 4 kali sehari. Ibu diberitahu tentang jumlah, warna, dan bau lochea
sehingga apabila ada kelainan dapat diketahui secara dini. Sarankan ibu untuk mencuci
tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan alat kelamin. Apabila
ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kapada ibu untuk menghindari
menyentuh daerah luka (Nurjanah.2013).
Sehubungan dengan alasan diatas bahwa luka perineum merupakan prediposisi
yang kuat untuk terjadinya infeksi pada masa nifas. Untuk mencegah terjadinya infeksi
perlu dilakukan perawatan luka perineum agar luka-luka ini tidak dimasuki
kuman-kuman dari luar, maka dari hasil observasi yang dilakukan peneliti di klinik Fajar
menunjukkan jumlah ibu pasca salin semakin meningkat, sehingga membuat tenaga
pelayanan kesehatan lebih berupaya untuk mencegah terjadinya infeksi perineum pada
ibu pasca salin, maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
tingkat pengetahuan ibu pasca salin tentang perawatan luka perineum.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah tingkat pengetahuan ibu pasca salin terhadap
perawatan luka perineum di Klinik Fajar tahun 2015”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum.
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tingkat
pengetahuan ibu pasca salin terhadap perawatan luka perineum di Klinik Fajar tahun
D. Mamfaat Penelitian.
1. Bagi Peneliti
Sebagai penerapan proses berfikir secara ilmiah dalam menganalisa suatu masalah
dan menambah wawasan peneliti untuk mengetahui pengetahuan ibu pasca salin
dalam perawatan luka peurenium.
2. Bagi Tempat Penelitian
Sebagai bahan informasi untuk meningkatkan strategi pengembangan dan masukan
untuk meningkatkan pelayanan kebidanan tentang perawatan luka peurenium.
3. Bagi Ibu
Dapat dijadikan masukan dan tambahan ilmu pengetahuan tentang perawatan luka