• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Metode Ceramah Dan Diskusi Terhadap Peningkatan Pengetahuan Dan Sikap Siswa Tentang Perilaku Seksual Berisiko Di Sma Negeri 1 Langsa Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Metode Ceramah Dan Diskusi Terhadap Peningkatan Pengetahuan Dan Sikap Siswa Tentang Perilaku Seksual Berisiko Di Sma Negeri 1 Langsa Tahun 2015"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyuluhan

2.1.1 Pengertian Penyuluhan

Istilah penyuluhan sering kali dibedakan dari penerangan, walaupun keduanya merupakan upaya edukatif. Secara umum penyuluhan lebih menekankan “bagaimana”, sedangkan penerangan lebih menitikberatkan pada “apa”. Penyuluhan memiliki arti lebih luas dan menyeluruh. Penyuluhan merupakan upaya perubahan perilaku manusia yang dilakukan melalui pendekatan edukatif. Pendekatan edukatif diartikan sebagai rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematik, terencana, dan terarah dengan peran serta aktif individu maupun kelompok atau masyarakat, untuk memecahkan masalah masyarakat dengan memperhitungkan faktor sosial-ekonomi-budaya setempat. Dalam hal penyuluhan di masyarakat sebagai pendekatan edukatif untuk menghasilkan perilaku, maka terjadi proses komunikasi antar penyuluh dan masyarakat. Dari proses komunikasi ini ingin diciptakan masyarakat yang mempunyai sikap mental dan kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya (Suharjo, 2003).

2.1.2 Proses Adapsi dalam Penyuluhan

Menurut Rogers yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari

(2)

dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu, interest (tertarik), yakni orang tersebut mulai tertarik kepada stimulus, evaluasi, yakni orang tersebut mulai menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi, mencoba yakni orang tersebut telah mulai mencoba perilaku baru, adopsi yakni orang tersebut telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

2.2 Metode dan Media Penyuluhan 2.2.1 Metode Penyuluhan

Menurut Van Deb Ban dan Hawkins yang dikuti oleh Lucie (2005), pilihan seorang agen penyuluhan terhadap suatu metode atau teknik penyuluhan sangat tergantung kepada tujuan khusus yang ingin dicapai. Berdasarkan pendekatan sasaran yang ingin dicapai, penggolongan metode penyuluhan ada tiga, yaitu:

1. Metode berdasarkan pendekatan perorangan

Dalam metode ini, penyuluh berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan sasarannya secara perorangan. Metode ini sangat efektif karena sasaran dapat secara langsung memecahkan masalahnya dengan bimbingan khusus dari penyuluh.

2. Metode berdasarkan pendekatan kelompok

(3)

Dalam pendekatan kelompok ini dapat terjadi pertukaran informasi dan pertukaran pendapat serta pengalaman antara sasaran penyuluhan dalam kelompok yang bersangkutan. Selain itu, memungkinkan adanya umpan balik dan interaksi kelompok yang memberi kesempatan bertukar pengalaman maupun pengaruh terhadap perilaku dan norma anggotanya.

Dalam memilih metode penyuluhan kelompok harus mengingat besarnyakelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal pada sasaran. Untuk kelompokyang besar, metodenya akan berbeda dengan kelompok kecil. Efektifitas suatumetode akan tergantung pula padabesarnya sasaran penyuluhan. Metode inimencakup :

a. Kelompok besar, yaitu apabila peserta penyuluhan lebih dari 15 orang. Metode yang baik untuk kelompok ini adalah ceramah dan seminar.

b. Kelompok kecil, yaitu apabila peserta penyuluhan kurang dari 15 orang. Metode yang cocok untuk kelompok ini adalah diskusi kelompok, curah pendapat, bola salju, memainkan peranan, permainan simulasi.

3. Metode berdasarkan pendekatan massa

(4)

yang termasuk dalam metode ini antara lain rapat umum, siaran radio, kampanye, pemutaran film, surat kabar, dan sebagainya.

2.2.2 Metode Ceramah

Metode ceramah merupakan metode pertemuan yang paling sederhana dan paling sering diselenggarakan untuk menggugah kesadaran, minat sasaran, serta pembicara lebih banyak memegang peran untuk menyampaikan dan menjelaskan materi dengan sedikit memberikan kesempatan kepada sasaran untuk menyampaikan tanggapannya (Mardikanto, 1993).

Nurlaili (2009) mengatakan bahwa metode ceramah adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran dengan melalui penuturan (penjelasan lisan), metode ceramah ialah penerangan dan penuturan secara lisan. Peranan ceramah adalah mendengarkan dengan teliti dan mencatat pokok-pokok penting yang dikemukakan oleh orang yang memberikan ceramah tersebut.

Ceramah merupakan metode penyuluhan yang efektif pada kelompok sasaran yang besar yaitu lebih dari 15 orang.Metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah (Notoatmodjo, 2003). Pengaruh besarnya jumlah sasaran dalam metode ini seringkali dengan menggunakan alat bantu yang berupa materi tertulis dan gambar terproyeksi untuk menarik perhatian dan memperjelas materi yang disampaikan. Waktu penyelenggaraan ceramah juga harus dibatasi, maksimum 1-2 jam (Mardikanto,1993).

(5)

yang kurang jelas ditangkap peserta daripada proses membaca sendiri, lebih dapat dipastikan tersampaikannya informasi yang telah disusun dan disiapkan. Apalagi kalau waktu yang tersedia sangat minim, maka metode inilah yang dapat menyampaikan banyak pesan dalam waktu singkat.Selain keuntungan ada juga kelemahan menggunakan metode ceramah, salah satunya adalah pesan yang terinci mudah dilupakan setelah beberapa lama.

Metode ceramah juga mempunyai keunggulan-keunggulan antara lain: cepat untuk menyampaikan informasi, informasi yang disampaikan bisa masuk pada sasaran yang cukup besar, sangat cocok digunakan oleh pengajar yang bukan berasal dari kalangan kelompok sasaran. Disamping keunggulan-keunggulan tersebut, metode ceramah juga memiliki kelemahan, dimana merupakan komunikasi satu arah sehingga sasaran menjadi pasif untuk bertanya atau mengeluarkan pendapat, pada metode ceramah tidak dapat diidentifikasi kebutuhan per individu, sasaran tidak diberi kesempatan untuk berfikir dan berperilaku kreatif, sasaran mudah menjadibosan jika waktu terlalu lama (LP3I Unair, 2009).

Penelitian yang dilakukan oleh Munawaroh (2010) tentang efektivitas metode ceramah dan leaflet terhadap prilaku seks bebas di SMA Ngrayun ditemukan bahwa metode ceramah lebih efektif dari pada metode leatflet terhadap peningkatan pengetahuan remaja tentang seks bebas di SMA Negeri Ngrayun. Penelitian ini dilakukan kepada 126 siswa yang dibagi menjadi dua kelompok.

(6)

Untuk itu penceramah harus mempersiapkan diri dengan mempelajari materi dengan sistematika yang baik, lebih baik lagi kalau disusun dalam diagram atau skema, mempersiapkan alat-alat bantu pengajaran (makalah singkat, slide, transparan, sound sistem dan sebagainya).

Hal-halyang perlu diperhatikan dalam menggunakan metode ceramah adalah (1) Tahap persiapan yaitu ceramah yang berhasil apabila penceramah itu sendiri menguasai materiapa yang akan diceramahkan, untuk itu penceramah harus mempersiapkan diri. Mempelajari materi dengan sistematika yang baik. Lebih baik lagikalau disusun dalam diagram atau skema dan mempersiapkan alat-alatbantu pengajaran. (2) Tahap pelaksanaan yaitu kunci keberhasilan pelaksanaan ceramah adalah apabila penceramah dapatmenguasai sasaran Untuk dapat menguasai sasaran penceramahdapatmenunjukkan sikap dan penampilan yang meyakinkan. Tidak bolehbersikap ragu-ragu dan gelisah. Suara hendaknya cukup keras dan jelas.Pandangan harus tertuju ke seluruh peserta. Berdiri di depan /dipertengahan,seyogianya tidak duduk dan menggunakan alat bantu lihat semaksimalmungkin.

2.2.3 Diskusi Kelompok Terarah

(7)

Prinsip dasar diskusi yaitu aturan atau prinsip-prinsip dasar di dalamnya, meliputi :

1. Menghindari terjadinya debat kusir. Debat kusir adalah perselisihan pendapat yang terjadi, tetapi tanpa dilandasi alasan yang jelas.

2. Menyanggah atau menolak pendapat orang lain harus didasari oleh argumentasi-argumentasi yang kuat dan meyakinkan.

3. Dalam diskusi setiap peserta dituntut untuk aktif menyampaikan pendapat-pendapatnya. Bahkan, seringkali terjadi saat seseorang menyampaikan pendapatnya, teman yang lain menyelanya.

4. Tidak ada pemenang dalam diskusi, yang dicari atau didapat dari diskusi adalah mufakat atau kesepakatan bersama yang didapat dari berbagai pendapat yang ada (Irwanto, 2006).

Diskusi kelompok terarah (DKT) pada dasarnya adalah wawancara yang dilaksanakan dalam kelompok untuk mengumpulkan informasi dari berbagai sudut pandang. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan FGD, yaitu (1) para peserta sebaiknya memiliki karakteristik yang hampir sama atau homogen, (2) dinamika kelompok perlu dikembangkan (Herdiansyah, 2010).

(8)

kelompok terarah adalah suatu tipe kelompok tertentu dalam arti tujuan, besarnya, komposisinys dan prosedurnya.

Pengambilan data kualitatif melalui diskusi kelompok terarah memiliki kelebihan dalam memberikan kemudahan dan peluang bagi peneliti untuk menjalin keterbukaan, kepercayaan, dan memahami persepsi, sikap, serta pengalaman yang dimiliki informan. Diskusi kelompok terarah memungkinkan peneliti dan informan berdiskusi intensif dan tidak kaku dalam membahas isu-isu yang sangat spesifik, juga memungkinkan peneliti mengumpulkan informasi secara cepat dan konstruktif dari peserta yang memiliki latar belakang berbeda-beda. Di samping itu, dinamika kelompok yang terjadi selama berlangsungnya proses diskusi seringkali memberikan informasi yang penting, menarik, bahkan kadang tidak terduga.

Hasil diskusi kelompok terarah tidak bisa dipakai untuk melakukan generalisasi karena diskusi ini memang tidak bertujuan menggambarkan (representasi) suara masyarakat. Meski demikian, arti penting diskusi kelompok terarah bukan terletak pada hasil representasi populasi, tetapi pada kedalaman informasinya. Diskusi kelompok terarah merupakan salah satu metode penelitian kualitatif yang secara teori mudah dijalankan, tetapi praktiknya membutuhkan keterampilan teknis yang tinggi. Melalui tipe diskusi ini, peneliti bisa mengetahui alasan, motivasi, argumentasi atau dasar dari pendapat seseorang atau kelompok.

(9)

terarah mengandung tiga kata kunci: diskusi (bukan wawancara atau obrolan), kelompok (bukan individual), terfokus/terarah (bukan bebas). Artinya, walaupun hakikatnya adalah sebuah diskusi, diskusi kelompok terarah tidak sama dengan wawancara, rapat, atau obrolan beberapa orang di kafe-kafe. Diskusi kelompok terarah bukan pula sekadar kumpul-kumpul beberapa orang untuk membicarakan suatu hal. Banyak orang berpendapat bahwa diskusi kelompok terarah dilakukan untuk mencari solusi atau menyelesaikan masalah. Artinya, diskusi yang dilakukan ditujukan untuk mencapai kesepakatan tertentu mengenai suatu permasalahan yang dihadapi oleh para peserta, padahal aktivitas tersebut bukanlah termasuk diskusi kelompok terarah, melainkan rapat biasa. Diskusi kelompok terarah berbeda dengan arena yang semata-mata digelar untuk mencari konsensus.

Sebagai alat penelitian, diskusi kelompok terarah dapat digunakan sebagai metode primer maupun sekunder. Dikatakan berfungsi sebagai metode primer jika digunakan sebagai satu-satunya metode penelitian atau metode utama (selain metode lainnya) pengumpulan data dalam suatu penelitian. Dan dikatakan sebagai metode penelitian sekunder adalah karena umumnya digunakan untuk melengkapi riset yang bersifat kuantitatif dan atau sebagai salah satu teknik triangulasi. Dalam kaitan ini, baik berkedudukan sebagai metode primer atau sekunder, data yang diperoleh dari diskusi kelompok terarah adalah data kualitatif.

(10)

(3) pengembangan produk atau program, (4) mengetahui kepuasan pelanggan dan sebagainya.

Diskusi kelompok terarah harus dipertimbangkan untuk digunakan sebagai metode penelitian sosial jika:

a. Peneliti ingin memperoleh informasi mendalam tentang tingkatan persepsi, sikap dan pengalaman yang dimiliki informan

b. Peneliti ingin memahami lebih lanjut keragaman perspektif di antara kelompok atau kategori masyarakat.

c. Peneliti membutuhkan informasi tambahan berupa data kualitatif dari riset kuantitatif yang melibatkan persoalan masyarakat yang kompleks dan berimplikasi luas.

d. Peneliti ingin memperoleh kepuasan dan nilai akurasi yang tinggi karena mendengar pendapat langsung dari subjek risetnya.

Diskusi kelompok terarah sebaiknya dilakukan bila: 1. Pemahaman dari berbagai sudut pandang perlu dikumpulkan

2. Kesenjangan atau hambatan komunikasi antar kelompok perlu dijembatani 3. Fakta yang lebih detail dan kaya perlu diungkap

4. Data hasil temuan perlu diverifikasi

Namun, diskusi kelompok terarah sebaiknya dihindari bila: 1. Topik yang dibahas mengandung beban emosional

(11)

4. Materi yang dibahas mengandung informasi rahasia (Herdiansyah, 2010)

Penyelenggaraan diskusi kelompok terarah hanya berlangsung 1-3 jam, namun memerlukan persiapan, kemampuan, dan keahlian khusus. Ada prosedur dan standar tertentu yang harus diikuti agar hasilnya benar dan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Irwanto (2006) mengemukakan tiga alasan perlunya melakukan diskusi kelompok terarah, yaitu alasan filosofis, metodologis, dan praktis.

Menurut Koentjoro (2005), kegunaan diskusi kelompok terarah di samping berfungsi sebagai alat pengumpul data, juga berfungsi sebagai alat untuk meyakinkan pengumpul data (peneliti) sekaligus alat re check terhadap berbagai keterangan/informasi yang didapat melalui berbagai metode penelitian yang digunakan atau keterangan yang diperoleh sebelumnya, baik keterangan yang sejenis maupun yang bertentangan.

Dari berbagai keterangan di atas, dapat disimpulkan dalam kaitannya dengan penelitian, diskusi kelompok terarah berguna untuk:

a. Memperoleh informasi yang banyak secara tepat

b. Mengidentifikasi dan menggali informasi mengenai kepercayaan, sikap dan perilaku kelompok tertentu

c. Menghasilkan ide-ide untuk penelitian lebih mendalam

d. Cross check data dari sumber lain atau dengan metode lain

e. Persiapan dan desain rancangan diskusi kelompok terarah

(12)

kelompok terarah dapat dilihat dari aktivitas utamanya, baik yang bersifat pokok (secara prosedural pasti dilakukan) maupun yang tentatif (hanya diperlukan jika memang situasi menghendaki demikian).

Peran-peran tersebut adalah (a) membuka diskusi, (b) meminta klarifikasi, (c) melakukan refleksi, (d) memotivasi, (e) probing (penggalian lebih dalam), (f) melakukan blocking dan distribusi (mencegah ada peserta yang dominan dan memberi kesempatan yang lain untuk bersuara), (g) reframing, (h) refokus, (i) melerai perdebatan, (j) memanfaatkan jeda, (k) menegosiasi waktu, dan (l) menutup diskusi.

Dalam pelaksanaannya, kunci utama agar proses diskusi kelompok terarah berjalan baik adalah permulaan. Untuk membuat suasana akrab, cair, namun tetap terarah, tugas awal moderator terkait dengan permulaan diskusi yaitu (1) mengucapkan selamat datang, (2) memaparkan singkat topik yang akan dibahas (overview), (3) membacakan aturan umum diskusi untuk disepakati bersama (atau hal-hal lain yang akan membuat diskusi berjalan mulus), (4) mengajukan pertanyaan pertama sebagai panduan awal diskusi. Untuk itu usahakan, baik pertanyaan maupun respon dari jawaban pertama tidak terlalu bertele-tele karena akan menjadi acuan bagi efisiensi proses diskusi tersebut (Irwanto, 2006).

(13)

observasi selama diskusi berlangsung, sedangkan pencatat bertugas mencatat dan merekam setiap pembicaraan yang terjadi.

Diskusi kelompok terarah kerap diperlukan dalam berbagai proyek yang kita lakukan. Peran yang kita ambil biasanya adalah sebagai fasilitator. Berikut beberapa keterampilan yang diperlukan oleh fasilitator (Herdiansyah, 2010):

1. Keterampilan mengungkap permasalahan 2. Keterampilan memotivasi dan menstimulasi

3. Kepekaan dalam menyimpulkan dan menarik benang merah 2.2.4 Media Penyuluhan

Media sebagai alat bantu menyampaikan pesan-pesan kesehatan sangat bervariasi, antara lain:

1. Leaflet

Leaflet adalah bentuk penyampaian informasi kesehatan melalui lembaran yang

(14)

2. Flip chart (lembar balik)

Lembar balik merupakan media penyampaian pesan atau informasi kesehatan dalam bentuk buku dimana tiap lembar berisi gambar peragaan dan lembaran baliknya berisi kalimat sebagai pesan kesehatan yang berkaitan dengan gambar. 3. Film dan video

Keuntungan penyuluhan dengan media ini adalah dapat memberikan realita yang mungkin sulit direkam kembali oleh mata dan pikiran sasaran, dapat memacu diskusi mengenai sikap dan perilaku, efektif untuk sasaran yang jumlahnya relatif kecil dan sedang, dapat dipakai untuk belajar mandiri dan penyesuian oleh sasaran, dapat dihentikan ataupun dihidupkan kembali, serta setiap episode yang dianggap penting dapat diulang kembali, mudah digunakan dan tidak memerlukan ruangan yang gelap.

4. Slide

Keuntungan media ini antara lain dapat memberikan berbagai realita walaupun terbatas, cocok untuk sasaran yang jumlahnya relatif besar, dan pembuatannya relatif murah, serta peralatannya mudah digunakan.

5. Transparansi OHP

(15)

6. Papan tulis

Keunggulan menggunakan papan tulis, murah dan efisien, baik untuk menjelaskan sesuatu, mudah dibersihkan dan digunakan kembali, tidak perlu ruangan yang gelap.

2.3 Konsep Perilaku 2.3.1 Definisi Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2006) perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari segi biologis makhluk hidup mulai dari binatang sampai manusia, mempunyai aktivitas masing-masing. Manusia sebagai salah satu makhluk hidup mempunyai kegiatan yang sangat luas, sepanjang kegiatan yang dilakukannya, yaitu berjalan, berbicara, bekerja, menulis, membaca, berpikir dan seterusnya.

Aktivitas manusia tersebut dikelompokkan menjadi 2 yakni:

a. Aktivitas-aktivitas yang dapat diamati oleh orang lain misalnya: berjalan, bernyanyi, tertawa dan sebagainya.

b. Aktivitas yang tidak dapat diamati orang lain (dari luar) misalnya: berpikir, berfantasi, bersikap dan sebagainya.

(16)

Skinner (1938) seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Namun dalam memberikan respon sangat tergantung pada karakteristik atau faktoor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku.

Determinan perilaku dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Determinan faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat givenatau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya.

2. Determinan faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini merupakan faktor dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

Skiner dalam Notoatmodjo (2007) merumuskan perilaku sebagai suatu respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan demikian perilaku manusia terjadi melalui proses : Stimulus  Organisme  Respons, sehingga akhirnya teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” (stimulus-organisme-respons).

Selanjutnya, teori Skiner menjelaskan adanya dua jenis respons, yaitu:

(17)

menimbulkan nafsu untuk makan, cahaya terang akan menimbulkan reaksi mata tertutup dan sebagainya.

b. Operan respons atau instrumental respons, yakni respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimuli atau rangsangan yang lain. Perangsang yang terakhir ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer, karena berfungsi untuk memperkuat respons.

Berdasarkan teori “S-O-R” tersebut maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu:

a. Perilaku tertutup (Covert behavior)

Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang, respon seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan, dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk “unubservable behavior” atau “covert behavior” yang dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

b. Perilaku terbuka (Overt behavior)

Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau “observable

behavior” (Notoatmodjo, 2007).

2.3.2 Ilmu-ilmu Dasar Perilaku

(18)

seseorang tersebut (factor eksternal), dan respons merupakan faktor dari dalam diri orang yang bersangkutan (factor internal) (Notoatmodjo, 2007). Faktor eksternal atau stimulus adalah faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, maupun non fisik dalam bentuk sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya.

Dari penelitian-penelitian yang ada faktor eksternal yang paling besar perannya dalam membentuk perilaku manusia adalah faktor sosial dan budaya dimana seseorang tersebut berada. Sedangkan faktor internal yang menentukan seseorang itu merespons stimulus dari luar adalah : perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, fantasi, sugesti dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).

Faktor sosial sebagai faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku antara lain, struktur sosial, pranata-pranata sosial dan permasalahan-permasalahan sosial yang lain. Ilmu yang mempelajari mengenai masalah ini adalah sosiologi. Faktor budaya sebagai faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku seseorang antara lain: nilai-nilai, adat istiadat, kepercayaan, kebiasaan masyarakat, tradisi dan sebagainya. Ilmu yang membahas tentang hal tersebut adalah antropologi. Sedangkan faktor-faktor internal yang mempengaruhi terbentuknya perilaku seperti perhatian, motivasim persepsi, intelegensi, fantasi dan sebagainya dicakup oleh psikologi. Dapat disimpulkan bahwa ilmu perilaku dibentuk atau dikembangkan dari 3 cabang ilmu, yaitu psikologi, sosiologi dan antropologi sehingga dalam ilmu perilaku terdapat konotasi atau pengertian jamak “ilmu-ilmu perilaku” atau “behavioral

(19)

2.3.3 Domain Perilaku

Perilaku adalah keseluruhan pemahaman dan seseorang yang merupakan hasil bersama antara faktor internal dan eksternal. Perilaku seseorang sangat kompleks dan mempunyai bentangan yang sangat luas (Notoatmodjo, 2007).

Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan, membedakan adanya 3 area wilayah, ranah atau domain perilaku ini yakni kognitif (cognitive), afekti (affective), dan psikomotor (psychomotor).

Kemudian oleh ahli pendidikan Indonesia, ketiga domain diterjemahkan ke dalam cipta (kognitif), rasa (efektif) dan karsa (psikomotor), atau peri cipta, peri rasa, dan peri tindak (Notoatmodjo, 2007). Dibawah ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai domain perilaku yang hanya dibatasi pada pengetahuan dan sikap saja. 2.3.4 Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan (knowledge) berarti apa yang telah diketahui, dalam kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa pengetahuan atau tahu ialah mengerti sesudah melihat atau tahu sesudah menyaksikan, mengalami atau diajar. Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang objek melalui indera yang dimilikinya seperti mata, telinga, hidung dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).

(20)

mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkatan pengetahuan yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (meningkat kembali) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima, oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

Kata kerja untuk mengukur bahwa orang mengetahui tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan lainnya.

b. Memahami (comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tertentu, tidak dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. Misalnya orang yang memahami cara pemberantasan penyakit demam berdarah, bukan sekedar menyebutkan 3 M (mengubur, menutup, dan menguras), tetapi harus dapat menjelaskan mengapa harus menutup, menguras dan sebagainya tempat-tempat penampungan air tersebut.

c. Aplikasi (aplication)

(21)

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.

2.3.5 Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Desmita (2006) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok:

a. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek

c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total

(22)

emosi memegang peranan penting. Menurut Purwanto (2002) sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap suatu objek. Ciri-ciri sikap adalah

a. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungannya dengan obyeknya. Sifat ini membedakannya dengan sifat-sifat biogenetis seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat.

b. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan karena itu pula sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.

c. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek. Dengan kata lain, sikap itu terbentuk, dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu objek tertentu yang dirumuskan dengan jelas.

d. Objek sikap itu dapat merupakan suatu hal tertentu, tetapi jua merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.

(23)

kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai objek tertentu.

Sikap dibedakan atas beberapa tingkatan: a. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulasi yang diberikan (objek).

b. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dan sikap.

c. Manghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

d. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang tinggi.

2.3.6 Teori Mengenai Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Ada beberapa teori yang berkaitan dengan perilaku, antara lain: 1. Teori WHO

WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang berperilaku tertentu adalah karena adanya 6 alasan pokok, yaitu:

(24)

b. Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek dan nenek. Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.

c. Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. d. Orang penting sebagai referensi. Perilaku lebih banyak dipengaruhi oleh

orang-orang yang dianggap penting. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka paa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh.

e. Sumber-sumber daya (resources), maksudnya adalah fasilitas-fasilitas uang, waktu, tenaga dan sebagainya. Semua itu berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau kelompok masyarakat yang dapat bersifat posistif ataupun negatif.

f. Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber-sumber di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup yang pada umumnya disebut kebudayaan (Notoatmodjo, 2007).

(25)

karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya. Determinan atau faktor eksternal yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor lingkungan ini merupakan faktor dominan yang mewarnai perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2007).

3. Menurut Bandura (1977), teori pembelajaran sosial didefinisikan sebagai satu pembelajaran yang berlaku dengan memperhatikan orang lain melakukan sesuatu atau menjadikan seseorang sebagai model tingkah laku. Ini berarti persekitaran dan juga orang-orang yang signifikan akan mempengaruhi tingkah laku. Bandura juga menyatakan seorang individu akan memperhatikan suatu tingkah laku daripada orang lain yang signifikan dengannya dan menyimpan maklumat yang diperhatikan secara kognitig dan seterusnya mempersembahkan tingkah laku tersebut. Justru itu, tingkah laku agresif dipelajari daripada persekitaran sosial deperti interaksi dengan keluarga, rekan sebaya, media massa dan konsep mandiri individu (Mahmod, 2001).

(26)

model yang menjadi ikutan. Ini menjelaskan kepada kita mengapa tingkah laku berbeda-beda mengikut masyarakat dan budaya.

5. Teori S – O – R (Skiner, 1938)

Pada penelitian ini model yang digunakan adalah model S – O – R (Stimulus, Organisme, Reson) atau selanjutnya akan disingkat menjadi SOR, yaitu manusia yang menjadi objek materialnya memiliki jiwa yang mencakup komponen-komponen sikap, opini, perilaku, kognisi, afeksi dan konasi. Menurut model ini, organism akan menghasilkan perilaku tertentu bila ada kondisi stimulus tertentu pula, dan efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus, sehingga dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antar pesan dan reaksi komunikan.

Asumsi dasar dari model ini adalah media massa menimbulkan efek yang terarah, segera dan langsung terhadap komunikan. Stimulus response theory atau S – R theory. Model ini menunjukkan bahwa komunikasi merupakan proses aksi-reaksi. Artinya model ini mengasumsi bahwa kata-kata verbal, isyarat non verbal, simbol-simbol tertentu akan merangsang orang lain untuk memberikan respon dengan cara tertentu. Pola SOR ini dapat berlangsung secara positif atau negatif, misalnya jika seseorang tersenyum, maka akan dibalas dengan senyum. Bila respon negetif maka akan dibalas dengan memalingkan muka. Model ini yang kemudian akan mempengaruhi suatu teori klasik komunikasi yaitu Hypodermic

needle atau jarum suntik. Asumsi dari teori inipun tidak jauh berbeda dengan

(27)

terhadap komunikan. Jadi unsur dalam model ini pesan (stimulus, S), komunikan (Organism, O), efek (Respons, R).

2.4 Perilaku Seksualitas Berisiko Remaja

Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak dengan masa dewasa yakni kematangan mental dan sosial relatif belum tercapai, sehingga mereka masih harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang bertentangan. Masa remaja disebut juga masa kritis, karena peristiwa kehidupan yang akan mereka hadapi bukan hanya menentukan kehidupan masa dewasa, tetapi juga sangat berpengaruh pada kualitas hidup generasi (Pramono, 2009).

Menurut Sarwono (2008), perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dari lawan jenisnya maupun dengan sesama jenisnya. Seperti yang kita ketahui umumnya remaja putra lebih mendominasi dalam melakukan tindak perilaku seksual bila dibandingkan dengan remaja putri. Hal ini dikarenakan banyaknya faktor yang membuat remaja putra untuk menyalurkan hasrat seksualitasnya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di beberapa negara maju menunjukkan bahwa remaja putra lebih banyak melakukan hubungan seksual pada usia lebih muda bila dibandingkan dengan remaja putri.

(28)

dekat dengan anus. Segi fisiologis, remaja putri akan mengalami menstruasi, sedangkan masalah-masalah lain yang mungkin akan terjadi adalah kehamilan di luar nikah, aborsi dan perilaku seks di luar nikah yang berisiko terhadap kesehatan reproduksinya. Dari segi sosial, remaja putri sering mendapatkan perlakuan kekerasan seksual. Risiko dari perilaku seksual yang berakibat pada kesehatan reproduksi remaja ini dapat ditekan dengan pengetahuan yang baik tentang kesehatan reproduksi remaja (KRR).

Minimnya pengetahuan remaja tentang KRR, perilau seksual dan penyimpangannya, meyebabkan banyak terjadi hal-hal negatif seperti hamil di luar nikah. Pengetahuan remaja tentang KRR ini dapat ditingkatkan dengan pendidikan kesehatan reproduksi yang dimulai dari usia remaja. Pendidikan kesehatan reproduksi di usia remaja bukan hanya memberikan pengetahuan tentang organ reproduksi, tetapi juga bahaya dari perilaku seksual akibat pergaulan bebas, seperti penyakit menular seksual dan kehamilan yang tidak diharapkan atau kehamilan berisiko tinggi (BKKBN, 2005).

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual yang terjadi pada remaja antara lain:

1. Faktor internal

a. Tingkat perkembangan seksual (fisik/psikologis)

(29)

b. Pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi

Anak yang memiliki pemahaman secara benar dan proporsional tentang kesehatan reproduksi cenderung memahami risiko serta alternatif cara yang dapat dipergunakan untuk menyalurkan dorongan seksual.

c. Motivasi

Perilaku yang pada dasarnya berorientasi pada tujuan atau termotivasi untuk memperoleh tujuan tertentu. Perilaku seksual seseorang memiliki tujuan untuk memperoleh kesenangan, mendapatkan perasaan aman dan perlindungan atau untuk memperoleh uang misalnya pekerja seks seksual (PSK).

2. Faktor eksternal a. Keluarga

Kurangnya komunikasi secaraa terbuka antara orang tua dengan remaja dapat memperkuat munculnya perilaku menyimpang pada remaja.

b. Pergaulan

Pada masa pubertas, perilaku seksual pada remaja sangat dipengaruhi oleh lingkungan pergaulannya dimana pengaruh dari teman sebaya sebagai pemicu terbedar dibandingkan orang tuanya atau anggota keluarga lainnya. c. Media massa

(30)

informasi yang tidak dibatasi umur, tempat dan waktu. Informasi yang diperoleh biasanya akan diterapkan dalam kehidupan kesehariannya.

Banyaknya perilaku seksual yang terjadi muncul karena adanya dorongan seksual atau kegiatan yang tujuannya hanya untuk mendapatkan kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku. Hal ini sejalan dengan pendapat Wahyudi (2004), beberapa perilaku seksual secara rinci dapat berupa:

1. Berfantasi merupakan perilaku membayangkan dan mengimajinasikan aktivitas seksual yang bertujuan untuk menimbulkan perasaan erotisme.

2. Pegangan tangan dimana perilaku ini tidak terlalu menimbulkan rangsangan seksual yang begitu kuat namun biasanya muncul keinginan untuk mencoba perilaku lain.

3. Cium kening berupa sentuhan pipi dengan pipi atau pipi dengan bibir 4. Cium basah berupa sentuhan bibir ke bibir

5. Meraba merupakan kegiatan pada bagian-bagian sensitif rangsang seksual seperti leher, dada, paha, alat kelamin dan lainnya.

6. Berpelukan, perilaku ini hanya menimbulkan perasaan tenang, aman, nyaman disertai rangsangan seksual (apabila mengenai daerah sensitif)

7. Masturbasi (wanita) atau onani (laki-laki) merupakan perilaku merangsang organ kelamin untuk mendapatkan kepuasan seksual dan dilakukan sendiri.

8. Necking merupakan sentuhan menggunakan mulut pada leher pasangan yang

(31)

9. Oral seks merupakan perilaku seksual dengan cara memasukkan alat kelamin ke dalam mulut lawan jenis. Jika dilakukan oleh laki-laki disebut dengan

cunnilungus, sedangkan jika dilakukan oleh perempuan dikenal dengan istilan

fellatio.

10. Petting merupakan seluruh perilaku yang non intercourse (hanya sebatas pada menggesekkan alat kelamin). Menurut Soetjiningsih (2008) petting adalah bersatunya tubuh individu dengan pasangan tanpa hubungan alat genital.

11. Hubungan seksual (sexual intercouse/senggama) merupakan aktivitas seksual dengan memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin wanita.

Bentuk perilaku sekual dapat berupa kontak secara langsung maupun tidak dengan kontak. Perilaku seksual dengan kontak yaitu mencium atau memeluk, menyentuh dan meraba sekitar alat kelamin, seks oral, seks anal atau vaginal, dan penetrasi vaginal atau anal dengan alat atau jari, sedangkan perilaku seksual tidak kontak meliputi ucapan atau panggilan mesum, seks maya (penawaran seks melalui internet), foto atau paparan seks, voyeurism (kepuasan seksual didapatkan dengan melihat atau mengkhayalkan), dan pertanyaan atau komentar berbau seks yang intrusif (United Nations International Children’s Emergency Fund, 2008).

(32)

seksual berisiko juga dipandang oleh masyarakat awam sebagai perilaku seksual dengan banyak pasangan seks (Paul et al, 2000).

Perilaku seksual berdasarkan nilai resiko terhadap dampak negatifnya terbagi menjadi dua bagian (McKinley 1995 dalam Miron & Charles, 2006) yaitu:

a. Tidak berisiko

Perilaku seksual tidak berisiko meliputi berbicara mengenai seks, berbagi fantasi, ciuman bibir pada pipi, sentuhan dan oral sex dengan penghalang lateks.

b. Berisiko

Perilaku seksual berisiko terdiri dari tiga bagian, yaitu agak berisiko, berisiko tinggi dan berbahaya. Perilaku seksual agak berisiko mencakup ciuman bibir, petting, anal sex maupun berhubungan seks dengan menggunakan lateks (kondom). Perilaku seksual berisiko tinggi meliputi petting dan oral sex tanpa penghalang lateks serta masturbasi pada kulit lecet atau luka. Perilaku seksual berbahaya yaitu melakukan anal sex maupun hubungan seksual tanpa menggunakan penghalang lateks.

2.4.1 Hubungan Seksual Pranikah

(33)

hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing individu (Anonim, 2005).

Berbagai perilaku seksual remaja yang belum saatnya untuk melakukan hubungan seksual secara wajar antara lain dikenal sebagai berikut:

1. Masturbasi atau onani yaitu suatu kebiasaan buruj berupa manipulasi terhadap alat genital dalam rangka menyalurkan hasrat seksual pemenuhan kenikmatan yang sering kali menimbulkan guncangan pribadi dan emosi

2. Berpacaran dengan berbagai perilaku seksual yang ringan seperti sentuhan, pegangan tangan sampai ciuman dan sentuhan-sentuhan seks yang pada dasarnya adalah keinginan untuk menikmati dan memuaskan dorongan seksual.

3. Berbagai kegiatan yang mengarah kepada pemuasan dorongan seksual yang pada dasarnya menunjukkan tidak berhasilnya seseorang dalam mengendalikan atau kegagalan dalam mengalihkan dorongan tersebut ke kegiatan lain yang masih dapat dikerjakan. Contohnya menonton atau membaca hal-hal yang berbau pornogrofi dan berfantasi

4. Dorongan atau hasrat untuk melakukan hubungan seksual selalu muncul pada remaja, oleh karena itu bila ada penyaluran yang tidak sesuai (pra nikah) maka harus dilakukan usaha untuk memberi pengertian dan pengetahuan mengenai hal tersebut (Gunarsa, 2000).

(34)

1. Waktu mengalami pubertas. Saat itu mereka tidak pernah memahami tentang apa yang dialaminya

2. Kontrol sosial kurang tepat yaitu terlalu ketat atau terlalu longgar

3. Frekuensi pertemuan dengan pacarnya. Mereka mempunyai kesempatan untuk melakukan , pertemuan yang makin sering tanpa kontrol yang baik sehingga hubungan akan makin mendalam

4. Kondisi keluarga. Mereka yang hidup dengan fasilitas yang berkecukupan akan mudah mendapatkan akses ke tempat-tempat rawan yang memungkinkan adanya kesempatan melakukan hubungan seksual. Sebaliknya kelompok yang ekonomi lemah tetapi banyak kebutuhan/tuntutan, mereka mencari kesempatan memanfaatkan dorongan seksnya demi mendapatkan sesuatu.

5. Tekanan dari teman sebaya. Kelompok sebaya kadang-kadang saling ingin menunjukkan kematangannya, misalnya: mereka (pria) ingin menunjukkan bahwa mereka mampu membujuk pasangannya untuk melakukan hubungan seks

6. Adanya keinginan untuk menunjukkan cinta pada pacarnya 7. Penerimaan aktivitas seksual dari pacarnya

8. Terjadinya peningkatan rangsangan seksual akibat peningkatan kadar hormon seksual.

2.4.2 Dampak dari Melakukan Hubungan Seksual Pranikah 1. Aspek Medis

(35)

a. Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) pada usia muda

Mudanya usia ditambah lagi minimnya informasi tentang “bagaimana seseorang perempuan hamil”, mempertinggi kemungkinan terjadinya kasus kehamilan yang tidak diinginkan. Menurut data PKBI (Perhimpunan Keluarga Berencana Indonesia) 37.700 perempuan mengalami kehamilan yang tidak diiginkan. Dari jumlahitu 30% adalah masih remaja; 27% belum menikah; 12,5% masih berstatus pelajar dan sisanya adalah ibu rumah tangga (Adiningsih, 2007).

b. Aborsi

Dengan status mereka yang belum menikah, maka besar kemungkinan kehamilan tersebut tidak dikehendaki dan aborsi merupakan salah satu alternatif yang kerap diambil oleh remaja. Setiap tahun terdapat sekitar 2,6 juta kasus aborsi di Indonesia, yang berarti setiap jam terjadi sekitar 300 tindakan pengguguran janin dengan risiko kematian ibu. Menurut Deputi Bidang Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Siswanto Agus Wilopo, sedikitnya 700 ribu diantaranya dilakukan oleh remaja (perempuan) berusia di bawah 20 tahun. Sebanyak 11,13% dari semua kasus aborsi dilakukan karena kehamilan yang tidak diinginkan (Adiningsih, 2007)

c. Terjangkitnya penyakit menular seksual (PMS)

(36)

berakibat serius bagi kesehatan reproduksi, seperti terjadinya kemandulan, kebutaan pada bayi yang baru lahir bahkan kematian. Ada banyak macam penyakit yang bisa digolongkan sebagai PMS. Di Indonesia yang banyak ditemukan saat ini adalah gonore (GO), sifilis (raja singa), herpes kelamin, kiamida, tikomoniasis vagina, kutil kelamin hingga HIV/AIDS (Djuanda, 2005).

2. Aspek Sosial Psikologis

Dari aspek psikologis, melakukan hubungan seksual pra nikah akan menyebabkan remaja menjadi memiliki perasaan dan kecemasan tertentu, sehingga bisa mempengaruhi kondisi kualitas sumber daya manusia (remaja) di masa mendatang. Kualitas SDM remaja ini adalah:

a. Kualitas mentalis

Kualitas mentalis remaja laki-laki dan perempuan yang terlibat perilaku seksual pra niikah akan rendah bahkan cenderung memburuk. Mereka tidak memiliki etos kerja dan disiplin yang tinggi, karena dibayangi masa lalunya. Cepat menyerah pada nasib, tidak sanggup menghadapi tantangan dan ancama hidup, rendah diri dari berkompetisi.

b. Kualitas kesehatan reproduksi

(37)

c. Kualitas keberfungsian keluarga

Seandainya mereka (remaja) menikah dengan cara terpaksa maka akan mengakibatkan kurang dipahaminya peran-peran baru yang disandangnya untuk membentuk keluarga yang sakinah

d. Kualitas ekonomi keluarga

Kualitas ekonomi yang dibangun oleh keluarga yang menikah karena terpaksa akan mengalami kurangnya persiapan dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga

e. Kualitas pendidikan

Remaja yang terlibat perilaku seksual pra nikah kemudian menikah tentunya akan memiliki keterbatasan terhadap pendidikan formal.

f. Kualitas partisipasi dalam pembangunan

Karena kondisi fisik, mental dan sosial yang kurang baik, remaja yang terlibat perilaku seksual ora nikah tidak dapat berpartisipasi dalam pembangunan (Iniany, 2005).

2.5 Landasan Teori

(38)

bila ada kondisi stimulus tertentu pula, dan efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus, sehingga dapat mengharapkandan memperkirakan kesesuian antar pesan dan reaksi komunikan.

Asumsi dasar dari model ini adalah media massa menimbulkan efek yang terarah, segera dan langsung terhadap komunikan. Stimulus response theory atau S – R theory. Model ini menunjukkan bahwa komunikasi merupakan proses aksi – reaksi, yang artinya model ini mengasumsi bahwa kata-kata verbal, isyarat non verbal, simbol-simbol tertentu akan merangsang orang lain untuk memberikan respon dengan cara tertentu. Pola SOR ini dapat berlangsung secara positif ataupun negatif. Model ini juga akan mempengaruhi teori klasik komunikasi yaitu teori jarum suntik.

Adapun keterkaitan model SOR dengan penelitian ini adalah

a. Stimulus yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pesan tentang perilaku seksual yang akan disampaikan dalam bentuk penyuluhan dengan metode ceramah dan diskusi

b. Organism yang dimaksud adalah siswa-siswi pelajar SMAN 1 Langsa

(39)

2.6 Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian dan landasan teori, maka kerangka konsep penelitian ini dapat digambarkan seperti berikut :

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Intervensi

Penyuluhan Kesehatan  Metode ceramah

 Metode Diskusi Kelompok Terarah

Pre Test

Pengetahuan dan sikap siswa tentang perilaku seksual

Post Test

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Hambatan dan kendala yang dihadapi ada dalam pencapaian target yang telah ditetapkan : Terbitnya Permentan RI Nomor : 091/Permentan/OT.140/12/2012 tentang Petunjuk

5 MAS Sunan Ampel Tenggumung Wetan Merpati II/1 Semampir 43.. 6 MAS Ibnu

Paket Hemat 2 terdiri dari Modul SD, SMP, Skill Count SD dan SMP, English Skill, Administrasi v.4 dengan Logo Aqila Course, Biaya bagi hasil sebesar Rp 1.000,- per siswa

Paket Hemat 2 terdiri dari Modul SD, SMP, Skill Count SD dan SMP, English Skill, Administrasi v.4 dengan Logo Aqila Course, Biaya bagi hasil sebesar Rp 1.000,- per siswa

Dinas Pendidikan Provinsi bekerjasama dengan Direktorat Pembinaan SMP dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dalam proses pemang- gilan dan keikutsertaan pemenang OSN SMP

Semen Portland Tipe III memberikan kuat tekan awal yang tinggi. Penggunaan Tipe III ini jika cetakan akan segera dibuka untuk.. penggunaan berikutnya atau kekuatan yang diperlukan

To estimate potential economic loss due to tidal inundation, it is needed a comprehensive study with more specific data about the impact of climate change phenomenon and

rias wajah fantasi berbeda dengan kosmetik yang digunakan untuk tata rias wajah sehari-hari. Pemilihan kosmetik harus yang tahan air sehingga riasan wajah tidak mudah luntur