Menangkal Pelanggaran di Pasar Modal
Seputar Indonesia (Koran Sindo), Wednesday, 07 January 2009
SATU lagi kasus penggelapan dana nasabah di pasar modal terungkap. Komisaris Utama PT Sarijaya Permana Sekuritas (SPS) diduga menggelapkan dana nasabah hingga Rp245 miliar.
Sebelumnya telah terjadi kasus penggelapan dana nasabah PT Antaboga Sekuritas yang juga nasabah Bank Century. Kasus di pasar modal memang biasanya bermunculan pada saat bearish. Bukan hanya di Indonesia, melainkan juga di Amerika Serikat (AS) seperti kasus Madoff. Jika kita telusuri masalahnya, penggelapan dana nasabah oleh Madoff dilakukan sudah puluhan tahun, tapi baru mencuat pada saat krisis likuiditas keuangan terjadi.
Demikian pula di Indonesia dengan berbagai kasus penyalahgunaan dana nasabah yang sangat diyakini telah berlangsung lama,tapi baru mencuat saat krisis. Andaikan kasus-kasus seperti ini dapat ditemukan sedini mungkin, kerugian tentu bisa dihindari. Salah satu cara untuk menghindarinya adalah dengan menciptakan ramburambu, antara lain dengan membangun sistem pelaporan pelanggaran (whistle blowing system/WBS). Kenapa mekanisme WBS dianggap sangat tepat?
Selain karena di beberapa negara diwajibkan oleh peraturan, sistem ini merupakan metode yang dianggap paling berhasil dalam menemukan pelanggaran dibandingkan metode lain. Sistem ini dinilai efektif untuk deteksi awal pelanggaran. Mekanisme whistle blowing juga dapat digunakan sebagai penampung informasi lain serta bermanfaat bagi organisasi dalam melakukan tindak lanjut demi mengurangi sorotan eksternal dari dampak penyimpangan organisasi.
WBS juga bermanfaat untuk mendeteksi penyimpangan sedini mungkin sebelum menjadi sulit untuk ditangani. Ada dua prasyarat penting agar sistem pelaporan pelanggaran ini dapat efektif, yakni kepastian perlindungan pelapor dan tindak lanjut pelaporan. Jika prasyarat ini terpenuhi, dalam jangka panjang, sistem ini akan mengubah perilaku setiap anggota organisasi dari diam, (menyimpan) fitnah atau surat kaleng menjadi jujur, terbuka, transparan dan amanah.
Mengapa demikian, karena sistem ini melibatkan semua pegawai dan stakeholder untuk menjadi pengawas atas dirinya dan lingkungan sekitarnya. Sisteminidibangundengan memanfaatkan teknologi informasi sehingga dapat dipastikanmendukungindependensi, perlindungan pelapor, dan proses investigasi secara akurat.
Perusahaan atau organisasi yang menggunakan sistem ini harus mempunyai komitmenuntukmenjalankan bisnis atau kegiatannya secara beretika.
Jika kegiatan perusahaan atau organisasi tersebut sering dilakukan secaratidakberetika,biasanya perusahaan atau organisasi tersebut enggan untuk menggunakan sistem ini. WBS yang efektif memerlukan struktur dan proses yang benar karena para pelapor memerlukan rasa aman dan jaminan keselamatan untuk mau
berpartisipasi dalam mencegah kecurangan dan korupsi. Rasa aman dan jaminan keselamatanbaiknyawa,harta benda maupun keluarga merupakan salah satu aspek penting penerapan WBS.
Pemerintah telah mempersiapkan berbagai perangkat peraturan perundang-undangan,termasuk mendirikan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk melindungi saksi maupun pelapor. Demi
memasyarakatkan cara membangun WBS, Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), 10 November 2008 lalu, telah meluncurkan Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran (Pedoman SPP) atau lebih dikenal dengan istilah Pedoman Whistle Blowing System.
Pedoman ini dapat digunakan sebagai rujukan perusahaan dalam mengembangkan manual sistem pelaporan pelanggaran di tiap perusahaan. Pedoman ini juga dapat digunakan oleh institusi atau organisasi lain dengan penyesuaian berdasarkan kebutuhan dan keunikan tiap organisasi. Tujuan pedoman ini adalah menyediakan suatu panduan bagi organisasi yang ingin membangun, menerapkan, dan mengelola WBS.
Panduan ini sifatnya generik sehingga suatu organisasi bisa mengembangkan sendiri sesuai kebutuhan dan keunikan masing-masing.Pedoman ini akan memberikan manfaat bagi peningkatan penerapan governance yang baik di Indonesia. Sistem ini diharapkan dapat meningkatkan tingkat partisipasi karyawan, stakeholder lain maupun masyarakat dalam melaporkan berbagai pelanggaran, termasuk di pasar modal. (*)
MAS ACHMAD DANIRI