• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL"

Copied!
353
0
0

Teks penuh

(1)

1

SEJARAH HUKUM

LINGKUNGAN

INTERNASIONAL

(2)

2

PILAR PERKEMBANGAN

HUKUM LINGKUNGAN

INTERNASIONAL

ADALAH

(3)

3

Apakah sudah ada Hukum

(4)

4

Hukum Lingkungan Internasional

Hukum Kebiasaan Internasional

Hukum Perjanjian Internasional

Praktek bangsa-bangsa

di dunia yang sudah berlangsung lama dan diterima sebagai hukum

Norma-Norma yang disepakati dan dituangkan dalam

(5)

5

KEBIASAAN

OPINIO JURIS NON OPINIO JURIS

CUSTOMARY NORMS USAGE

(6)

6

International Customary Law

Territorial Sovereignty

Sic Utere Tuo Ut Alienum Non Laedas

State

Responsibility

Trail Smelter Arbitration Nuclear Test Case Corfu Channel Case

(7)

7

(8)
(9)

Trail Smelter Case

Amerika Serikat Vs. Kanada

Di

Mahkamah Arbitrase Internasional

1941

(10)

Posisi Kasus

1.

Kanada mengoperasikan sebuah pabrik

smelter di provinsi British Columbia

2.

Pabrik tersebut mengeluarkan asap

beracun

3.

Dengan bantuan angin asap tersebut

menimbulkan kerusakan dan kerugian

materil bagi petani-petani di negara bagian

Washington Amerika Serikat.

(11)

Pembelaan Kanada

1.

Kanada belum memiliki hukum yang

mengatur tentang pencemaran udara:

2.

Perbuatan yang dituduhkan bukan

merupakan perbuatan negara karena

dilakukan oleh sebuah badan hukum

swasta;

(12)

12

KEPUTUSAN MAHKAMAH ARBITRASE

“…[U]nder the principles of international law, as well as the law of the United States, no state has the right to use or permit the use of its territory in such a manner as to cause injury by fumes in or to the territory of another or the properties of person therein ….”

(13)
(14)

14

Nuclear Test Case (1973)

(Australia &New Zealand vs. France)

Injunctive Relief

It did not ask for compensation but seeked for a declaration of ICJ to stop the French

(15)

15

Alasan Gugatan Australia

a. violate its rights to be free from atmospheric nuclear weapon tests by any country;

b. allow the deposit of radioactive fall-out on its territory and air space without its consent;

(16)

16

ALASAN NEW ZEALAND UTK MENGGUGAT

violate rules and principles of international law;violate of the rights of all members of

(17)

Corfu Channel Case

(Inggris Vs. Albania)

ICJ, 1949

(18)

Posisi Kasus

1. 22 Oktober 1946, Iring-Iringan Kapal Perang Inggris, termasuk penyapu mines (ranjau laut).

2. Memberitahu ke penjaga pantai dan meminta konfirmasi ttg apakah Selat Corfu aman untuk dilayari.

3. Penjaga Pantai Albania menyatakan bahwa Selat Corfu aman untuk dilayari.

4. Kapal Perang Inggris menabrak ranjau laut di Selat Corfu (perairan Albania)

5. Kapal tsb meledak dan karam

6. Awak kapal meninggal dan timbul kerugian materil

7. Inggris menuntut ganti rugi Albania

(19)

Alasan Menuntut

1.

Albania Melanggar Azas

Good

Neighborliness

(

sic utere tuo ut alienum

non laedas

)

2.

Lalai melakukan perlindungan terhadap

orang asing (alien) di perairannya

3.

Kurugian Inggris merupakan

tanggungjawab Pemerintah Albania (

State

Responsibility

)

(20)

Pembelaan Albania

1.

Inggris melanggar kedaulatan Albania

2.

Selat Corfu sdh dibersihkan dan aman

untuk dilayari. OKI, ini hanya kecelakaan

3.

Azas Territorial Sovereignty

(21)

Tuntutan Inggris

1.

Minta maaf

2.

Melakukan Remedi

3.

Mambayar Ganti Rugi

(22)

Keputusan MI

Albania diperintahkan untuk membayar

ganti rugi kepada Inggris atas kejadian tsb,

sebesar £ 844.000

(23)
(24)

Fakta Hukum

Arbitrase ini bersangkut dengan penggunaan air Danau Lanoux,

di Pyrenees. Dalam kasus ini Perancis berencana untuk

melaksanakan pekerjaan konstruksi tertentu untuk pemanfaatan air danau dan Spanyol takut kalau pekerjaan konstruksi itu akan menimbulkan kerusakan pada wilayah Spanyol dan akan

melanggar hak-hak dan kepentingan Spanyol, dan ini melanggar the Treaty of Bayonne of May 26, 1866, antara Perancis dan

Spanyol dan Undang-Undang Tambahan pada tanggal yang

sama. Berdasarkan Traktat ini, pekerjaan konstruksi seperti itu baru dapat dilaksanakan setelah ada perjanjian kedua belah

(25)

Pemerintah Spanyol meminta Tribunal untuk menyatakan

bahwa Perancis tidak semestinya melakukan pekerjaan konstruksi dimaksud untuk pemanfaatana air Danau

Lanouxsesuai dengan jaminan sebagaimana diatur dalam

Electricite de France project, karena jika tidak ada perjanjian sebelumnya yang mengatur tentang perairan dimaksud,

(26)

The French Government asked the Tribunal to declare that

it was correct in maintaining that in carrying out, without an agreement previously arrived at between the two

Governments, works for the utilization of the waters of Lake Lanoux on the conditions laid down in the French project and proposals mentioned in the Compromis

(27)

Keputusan

"It must first be determined what are the 'interests' which

have to be safeguarded. A strict interpretation of Article II would permit the reading that the only interests are those which correspond with a riparian right. However, various considerations which have already been explained by the Tribunal lead to a more liberal interpretation. Account

(28)

Keputusan

"The second question is to determine the method by which

these interests can be safeguarded. If that method

necessarily involves communications, it cannot be confined to purely formal requirements, such as taking note of

complaints, protests or representations made by the

(29)

Dapatkah the neighbouring states menutut

ganti rugi kepd Jepang atas pencemaran laut

dr reaktor nuklir

Di forum penyelesaian sengkata yg mana

sengketa dpt diselesaikan?

Apa dasar pertimbangan yg dpt dgnkan hkm

dlm ng menyelesaikan/memutuskan sengketa

ini?

Kalau anda jadi hakim apa keputusan anda

dan sebutkan dasar pertimbangannya?

(30)

30

HUKUM KONVENSI INTERNASIONAL

SOFT LAW HARD LAW

DEKLARASI REKOMENDASI

RESOLUSI

(31)

31

Pengertian Soft Law

Soft law

is either “not yet law or not only

law”. Soft law is an important innovation in

international law-making that describes a

(32)

32

Soft Law

Stockholm Declaration

Nairobi Declaration

Rio

(33)

33

Soft Law Sebagai Alat Untuk Mengkodifikasi Hukum Kebiasaan

Deklarasi

1. Territorial Sovereignty 2. State Responsibility 3. Good Neighborliness

1. Sustainable Development 2. Precautionary Principle 2. Inter and Intra-generational Equity responsibilities

3. Common but differentiated responsibilities

WSSD

Good Sustainable Development

(34)

34

Aliran Transcendence Aliran Immanence

1. Zero-Economic Growth 2. Zero-Population Growth Dikotomi Antara Pembangunan & LH

(35)

35

Deklarasi Stockholm 1972

Konsep

Sustainable Development

Pembangunan hanya boleh dilakukan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang

(36)

36

Deklarasi Stockholm 1972

Hukum Lingkungan

Use-Oriented Law Environment-Oriented Law

(37)

37

DEKLARASI STOCKHOLM 1972

SOFT LAW

“States shall cooperate to develop further the international law regarding liability and compensation

for the victims of pollution and other environmental damage caused by activities within the jurisdiction or control of such states to areas beyond their jurisdiction.”

“Man has the fundamental right to freedom, equality andadequate conditions of life, in an

environment of a quality that permits a life of dignity and

well-being, and he bears a solemn responsibility to protect and

improve the environment for

(38)

38

DEKLARASI NAIROBI 1982

WCED

OUR COMMON FUTURE

“development that meets the needs of the present without compromising the ability of the future generations to meet

(39)

39

DEKLARASI RIO

Kompromi antara negara maju dengan

negara berkembang tentang

pembangunan dan lingkungan hidup

Penyeimbang antara tujuan

pembangunan ekonomi dan

(40)

40

PRINSIP 2

DEKLARASI RIO

“States have, in accordance with the Charter of the

United Nation and the principles of international law,

the sovereign right to exploit their own resources

pursuant to their own environmental and

developmental policies, and the responsibility to

ensure that activities within their jurisdiction or

(41)

41

Prinsip 7

“States shall cooperate in a spirit of global

partnership to conserve, protect and restore the

health and integrity of the Earth’s ecosystem. In

view of the different contributions to global

environmental degradation, States have common but

differentiated responsibilities. The developed

countries acknowledge the responsibility that they

bear in the international pursuit of sustainable

development in view of the pressures their societies

place on the global environment and the

(42)

42

Prinsip 11

“States shall enact effective environmental

legislation. Environmental standards, management

objectives and priorities should reflect the

environmental and developmental context to which

they apply. Standards apply by one country may

be inappropriate and of unwarranted economic and

social cost to other countries, in particular

(43)

43

Prinsip 18

“States shall immediately notify other States

of any natural disasters or other emergencies

that are likely to produce sudden harmful

effects on the environment of those States.

Every effort shall be made by the

(44)

44

DEKLARASI RIO 1992

SUSTAINABLE DEVELOPMENT

• State Sovereignty and Responsibility • Inter-Generational Equity Responsibility • Intra- Generational Equity Responsibility • Integral Development Process

• Common But Differentiated Responsibilities • Preventive Action

• Good Neighborliness • Precautionary Principle • Cost Internalization

(45)

45

Inter-Generational Equity

Responsibility Principle

Prinsip tanggung jawab antar generasi,

yakni generasi sekarang (present

generation) dan generasi yang akan datang

(future generation).

Negara negara diwajibkan membuat hukum

(46)

46

Intra-Generational Equity

Responsibility Principle

Prinsip tanggung jawab sesama satu generasi;

Negara negara harus mempersiapkan hukum ttg,

misal,

amdal,

jaminan untuk tidak dicemari,

hukum ttg ganti rugi,

izin,

(47)

47

Integral Developmen Process

Principle

Prinsip yang mengharuskan negara untuk

melaksanakan pembangunan yang

menyeluruh, holistik dan terpadu

Negara negara diharuskan membuat aturan

ttg amdal, proses pembangunan terpadu dg

cara menciptakan uu SDA yg terpadu

Menteri korrdinator pembangunan

(48)

48

Common But Differenciated

Responsibility Principle

Prinsip yang menyatakan bhw melindungi

lingkungan adalah tanggung jawab semua negara

tp tanggung jawab tersebut berbeda-beda

berdasarkan kemampuan ekonomi, ilmu

pengetahuan dan teknologi.

Negara maju hrs membantu negara berkembang

dlm melindungi LH.

Ngr berkembang diharuskan utk mengikuti

(49)

49

Preventive Action Principle

Prinsip yang mengharuskan negara untuk

mencegah pencemaran dan perusakan LH;

Negara negara diharus membuat peraturan

ttg pencegahan misnya: baku mutu

lingkungan, ambang batas emisi dan

effluen, monitoring, amdal

Ngr diharuskan menindak pencemar

(50)

50

Precautionary Principle

Prinsip yang mengharuskan negara tetap

bertindak menyelamatkan LH walaupun

secara saintifik masih ada keragu-raguan

(scientific uncertainty);

Ngr melalui pembuat uu atau penegak hk

(51)

51

Cost Internalization Principle

Prinsip yang mengharuskan ngr utk memasukan

biaya pencegahan pencemaran ke dlm biaya

produksi suatu industri dan melarang biaya itu

menjadi biaya sosial (social cost);

Ngr diharuskan membuat aturan ttg cost

(52)

52

Democracy and Public Participation

Principle

Prinsip ini mengharuskan ngr untuk

melibatkan peran serta masy dlm proses

pembangunan dan ini hrs dilakukan secara

demokratis.

Ngr hrs membuat aturan yang

(53)

53

WSSD

GSDG

GOOD GOVERNANCE SUSTAINABLE

(54)

54 Pengelolaan yang efektif, efisien dan aspiratif oleh

negara menuntut iklim demokrasi dalam

pengelolaan sumber daya publik yang didasarkan pada prinsip-prinsip transparansi, akuntablitas

dan partisipasi masyarakat serta rule of law

Pelaksanaan kewenangan politik, ekonomi dan administrasi dalam mengelola masalah-masalah bangsa (nation affairs). Governance dikatakan baik

(good atau sound) apabila sumber daya dan masalah-masalah publik dikelola secara efektif,

efisien yang merupakan respon dari kebutuhan masyarakat (aspiratif) (UNDP, 1997)

(55)

55

Soft Law Sebagai Alat Untuk Mengkodifikasi Hukum Kebiasaan

Deklarasi

1. Territorial Sovereignty 2. State Responsibility 3. Good Neighborliness

1. Sustainable Development 2. Precautionary Principle 2. Inter and Intra-generational Equity responsibilities

3. Common but differentiated responsibilities

WSSD

Good Sustainable Development

(56)

56

HARD LAW

LAUT ATMOSFIR ALAM B-3

Konv. Basle CITES

CBD Konv. Ozon

UNFCCC Konv. Paris

(57)

SUMBER HLI

1. Environmental Treaties

2. International Customary Law 3. Principles of International Law 4. Decisions and Doctrines

(58)

International Treaties

Conventional Norms

International Environmental Treaties

General and Minor Ruling For Examples:

Outer Space Treaty, 1967 Moon Treaty, 1969

Complicated Ruling For Example:

Ozone Convention, 1985 UNFCCC, 1992

(59)

International Environmental Treaties ?

ANNEXES

(60)

INTERNATIONAL ENVIRONMENTAL TREATIES

Masalah Yang Sangat Ilmiah

Tak Memuat Angka Pengurangan (Controlled Measures)

(61)

CUSTOMARY INTERNATIONAL LAW

Sic Utere Tuo Ut Alienum Non Laedas

Norms deriving from general practices of states

accepted as opinio juris

Norms deriving from international Environmental Conferences

Formulating Non-Binding Principles

State Sovereignty State Responsibility

Duty To Cooperate

(62)

GENERAL PRINCIPLE OF LAW

Interpretation of legal rules at all levels of governance, from the global

to the municipal

Duty not to cause significant transboundary air pollution

Duty to assess potential effects of environment harming activities

(63)

JUDICIAL DECISIONS AND DOCTRINES

Subsidiary Means For Determining Rules of Law

Trail Smelter case

Corfu Channel Case

Lake Lanoux Arbitration

Silent Spring

(64)

INTERNATIONAL LAW FOR AIR POLLUTION CONTROL

CONVENTION ON OZONE LAYER DEPLETION

MONTREAL PROTOCOL 1987

AMENDEMENTS OF

MONTREAL PROTOCOL 1987

CLIMATE CHANGE CONVENTION

(65)

REGIONAL INTERNATIONAL LAW FOR AIR POLLUTION CONTROL

EROPAH DAN AMERIKA

Long-Range Transboundary Air Pollution Convention (LRTAP)

ASIA TENGGARA

AACNNR TSANWZ

(66)

Konvensi Ozon 1985

Tujuan utk mencegah penipisan lapisan ozon, yg

dirudak oleh beberapa gas/zat yg diproduksi dan

dikonsumsi olh mns

Bgm caranya? Negara hrs mengurangi produksi

dan konsumsi gas-gas perusak ozon diantaranya

CFC’s/freon dan halon

Berbentuk hard law yg berisikan soft regulation,

(67)

BUMI

MATAHARI

LAPISAN OZON

RERADIASI

(68)

Konvensi Ozone in Reality

Mewajibkan negara utk melakukan penelitian

lebih lanjut ttg penipisan lapisan ozon

Mewajibkan ngr anggota utk bekerjasama dan

saling bertukar informasi

Konvensi tdk mengatur mengenai angka-angka

pengurangan GPO/ODS

Konvensi ozon hanya bersifat soft regulation

(69)

WHY DOES IT HAPPEN?

Rusaknya lapisan ozon disebabkan oleh ngr maju

bukan olh ngr berkembang

Ngr berkembang khawatir bhw konvensi ini

merpkan alat neo colonialism trtm di bdg ekonomi

Ngr berkembang takut kalau proses

industrialisasinya terganggu

Ngr berkembang tdk punya kemampuan teknologi

(70)

Mengapa berisikan soft regulation?

Karena msh ada keraguan di pihak ngr maju ttg

kepastian ilmiah perusak ozon. OKI, konvensi

hanya meminta ngr anggota utk bekerjasama

melakukan penelitian dan berbagi informasi;

Semua ngr berkembang, kecuali Kenya, tidak

mau meratifiukasi Konvensi krn men. Mrk lapisan

dirusak olh ngr maju. OKI, ngr maju yg hrs

(71)

PROTOKOL MONTREAL

Pembuatan 1987

Berlaku Effektif 1989

Membuat lap. Produksi dan konsumsi 1986

1986 mrp base year

Misal Sebuah ngr anmggota memproduksi

(72)

MONTREAL PROTOCOL 1987

ANNEX A GROUP I CFC 11

CFC 12 CFC 113 CFC 114 CFC 115

ANNEX A GROUP II HALON 1211

(73)

EMISSIONS REDUCTIONMECHANISMS

CONSUMPTION FREEZE

EMISSION REDUCTION UP TO 20 %

EMISSION REDUCTION UP TO 50 %

1990

1994

1999

GRACE PERIODFOR

(74)

AMENDEMENTS TO MONTREAL PROTOCOL

ANNEX A GROUP I CFC 11

CFC 12 CFC 113 CFC 114 CFC 115

ANNEX A GROUP II HALON 1211

HALON 1301 HALON 2402

ANNEX B GROUP I Additional CFC ANNEX B GROUP II

Carbon Tetrachloride ANNEX B GROUP III

Methylchloroform ANNEX C

(75)

APA SANKSINYA

TRADE MEASURES (LARANGAN

PERDAGANGAN)

Ngr yg melanggar Protokol tdk boleh membeli

atau menjual kepada ngr anggota yang patuh

Dilarang berdagang dg ngr bukan anggota

Dilarang memberikan bantuan keuangan

(76)

The trade measures in the 1987 Amended

Montreal Protocol reflects the answers to the

critiques made to the 1987 Montreal Protocol by

many environmental lawyers. The measures now

include the ban of import and export of substances

containing controlled substances and the ban of

(77)

The critiques centre on the trade measure in which

the Montreal Protocol did not oblige the

Contracting Parties to ban the export and import

of ODS with the Non-Contracting Parties. The

absence of such provision was regarded to

discourage the non-contracting parties to become

state parties of the Protocol. Another important

reason of incorporating trade measure into the

Ozone Convention is discussed in O. Yoshida,

op.

(78)

Articles 1, 1

bis

and 1

ter

of the Amended Montreal

Protocol prescribe the prohibition of import of

controlled substances from non-State Parties to

(79)

The prohibition of exporting controlled

substances from State Parties to any

non-State Parties is regulated under Articles 2,

2

bis

and 2

ter

. Export of controlled

substances in Annex A was prohibited as of

1 January 1993. The export of controlled

substances in Annex B was banned as of 10

August 1993 and those in Group II of

(80)

The Amended Montreal Protocol also bans

(81)

Bans of import from non-Parties of products

produced with, but not containing, controlled

substances in Annexes A, B and Group II of

Annex C are established under Articles 4, 4

bis

and

4

ter

. Article 4 provides the ban of such products

one year of the Annex A having become effective.

Products in Annex B are prohibited one year of the

Annex B having become effective. Products in

(82)

SANKSI

Articles 1, 1

bis

and 1

ter

of the Amended Montreal

Protocol prescribe the prohibition of import of

controlled substances from non-State Parties to

(83)

SANKSI

(84)

CLIMATE CHANGE CONVENTION

GREEN-HOUSE GASES

CO2

CH4

CFC

(85)

CLIMATE CHANGE CONVENTION

Principle of

”common but differenciated responsibilities”

(86)

CLIMATE CHANGE CONVENTION

Precautionary Principle

(87)

KYOTO PROTOCOL

OBLIGATIONS OF PARTIES

ONLY DEVELOPED COUNTRIES ARE

BURDENED WITH OBLIGATIONS:

To reduce a basket of six gases in the period

between 2008 – 2012

The reduction is based on production of certain

years (base year, i.e., 1990 for carbon dioxide, methan and nitrogen oxide and 1995 for

(88)

KYOTO PROTOCOL

CARBON SINKS

BUBLING SCHEMES

FLEXIBILITY MECHANISM

EMISSIONS TRADING

JOINT IMPLEMENTATION

(89)

ASEAN ENVIRONMENTAL COOPERATION

ASEP I, II, & IIIASEAN Cooperation Plan onTransboundary Pollution 1995ASEAN Strategic Plan ofAction on the Environment

Haze Technical Task Force

Regional Haze Action Plan

(90)

ASEAN ENVIRONMENTAL LAW

SOFT LAW HARD LAW

Manila Declaration on the ASEAN Environment 1981

Bangkok Declaration on the ASEAN Environment 1984

Jakarta Resolution on Sustainable Development 1987

Kuala Lumpur Accord on Environment & Development 1990

Singapore Resolution on Environment & Development 1992

Bandar Seri Begawan Resolution on Environment & Development 1994

AACNN 1985

Treaty on Southeast Asia Nuclear Weapon-Free

Zone 1995

Asean Agreement on Transboundary Haze

(91)

Hukum Internasional Tentang Mitigasi

Dampak Perubahan Iklim

Oleh

(92)

KONVENSI PERUBAHAN IKLIM 1992

GAS RUMAH KACA

CO2

CH4

CFC

(93)

UNFCCC/ KONVENSI PERUNAHAN IKLIM

Prinsip

”common but differenciated responsibilities”

NEGARA BERKEMBANG TIDAK PUNYA KEWAJIBAN KECUALI KOMUNIKASI The parties should protect the cliate system for the benefit of present

And future generations of humankind , on the basis of equity and in Accordance with their common but differenciated responcipilities

And respective capabilities. Accordingly, the developed country Parties should take the lead in combating climate and the adverse

(94)

KONVENSI PERUBAHAN IKLIM

Prinsip

”Keberhati-hatian atau Precautionary”

“Where there are threats of serious or irreversible damage, lack of full scientific certainty shall not be

as a reason for postponing cost-effective

(95)

KYOTO PROTOCOL

Kewajiban Para Pihak

Negara Maju:

Mengurangi satu pake gas (a basket of six gases)

dalam kurun waktu 2008 – 2012

Pengurangan didasarkan pada produksi pada tahun

tertentu (base year):

1990 untuk carbon dioxide, methan and nitrogen oxide

and

1995 untuk hydrofluorocarbons, perfluorocarbons and

hexaflouride

Negara Berkembang

(96)

Pengurangan Emisi

Eropah Bersatu 8%

Amerika Serikat 7%

Jepang 7%

Kanada 6%

Islandia 10%

Australia 8%

Norwegia 1%

(97)

SISTEM PENGURANGAN EMISI

CARBON SINKS

BUBLING SCHEMES

FLEXIBILITY MECHANISM

EMISSIONS TRADING

JOINT IMPLEMENTATION

(98)

Carbon Sinks

Article 3

Mengurangi Karbon dioksida dg cara:

-

Menanam hutan kembali

-

Penghijauan

terhadap lahan yang berkurang kayunya

(99)

Carbon Sinks

Penerapan

carbon sink

sebagai sistem

pengurangan emisi mengalami ganjalan

dan mengganggu upaya pencapaian tujuan

Protokol secara umum sebab

sinks

dapat

(100)

Bubbling Scheme

Article 4

(101)

Bubbling Scheme

Article 4

Protokol Kyoto mengizinkan sekelompok

negara untuk secara bersama-sama memenuhi

kewajiban kelompok yang dibebankan oleh

Article 3 Protokol Kyoto.

(102)

Flexibility Mechanism

Protokol Kyoto menggunakan

market-based

mechanisms

atau mekanisme berdasarkan

pasar (mekanisme pasar) untuk mencapai

kepatuhan terhadap target pengurangan emisi

melalui perdagangan atau pertukaran target

pengurangan emisi (

emission reduction

target

) antara sesama negara anggota dengan

(103)

Flexibility Mechanism

Emission Trading Joint Implementation (JI)

(104)

Emission Trading

Perdagangan emisi dapat diartikan sebagai suatu

keadaan dimana suatu Negara terbentur dengan

biaya tinggi dan menemui kesulitan dalam mencapai

assigned amount

permulaannya. Oleh karena itu

Negara tersebut dapat memperdagangkannya dengan

negara lain yang bersedia dan mampu melakukan

(105)

Emission Trading

Article 17 Protokol Kyoto mengizinkan Negara

Peserta Annex B untuk memperdagangkan emisi

dalam rangka untuk mencapai target pengurangan

emisi sebagaimana diwajibkan oleh Article 3

Protokol. Tapi perdagangan emisi tidak boleh

dilakukan dengan Negara Berkembang (Negara Non

Annex B) karena mereka tidak mempunyai

(106)

Joint Implementation

JI harus dilaksanakan dengan pendekatan dua sisi:

effektifitas

dan

effisiensi

. Pada fase pertama JI

secara primer merupakan aksi domestik untuk

mengurangi emisi. Kata kuncinya disini adalah

effektifitas. Oleh karena itu tindakan domestik

negara anggota dievaluasi untuk menentukan biaya

pengurangan selanjutnya. Pada fase kedua,

penekanan dipindahkan kepada langkah untuk

(107)

Syarat Melaksanakan Joint Implementation

proyek tersebut telah mendapat persetujuan dari

pihak yang terlibat;

proyek tersebut mengurangi emisi yang

diperkirakan akan terjadi atau tidak akan mampu

dikurangi oleh negara sumber;

proyek tersebut tidak akan memperoleh ERU

jika dia tidak memenuhi kewajiban Pasal 5 dan

7; dan

proyek yang dimaksud hanya merupakan

(108)

Clean Development Mechanism

CDM dirancang untuk 3 kepentingan:

Pertama, CDM membantu negara berkembang untuk

mencapai pembangunan berkelanjutan;

Kedua, CDM menyumbang untuk pencapaian tujuan

akhir Konvensi; dan

Ketiga, CDM membantu negara maju untuk

mencapai pelaksanaan kewajiban membatasi dan

mengurangi emisi secara kuantitatif (

quantified

emission limitation and reduction commitments

)

(109)

Misalnya

NORWEGIA

Kewajiban mengurangi 100.000 ton GRK

Kemampuan Norwegia 75.000 ton GRK

INDONESIA

Sisa Kewajiban 25.000 ton GRK

CDM Syaratnya

(110)

PROGRAM CDM

BALI ACTION PLAN COP KE 13 (2007)

GUIDELINE FOR REDD COP KE 15 (2009)

LONG-TERM COOPERATIVE ACTION

COP KE 16 (2010)

(a) Reducing emissions from deforestation; (b) Reducing emissions from forest

degradation; and

(111)

HUKUM NASIONAL

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1994 tentang Pengesahan United

Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka

Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan Iklim)

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Pengesahan Kyoto

Protocol to The United Nations Framework Convention on Climate

Change (Protokol Kyoto atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan

Bangsa-Bangsa Tentang Perubahan Iklim)

Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana

(112)

HUKUM NASIONAL

Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan

Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan

Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.68/Menhut-II/2008 tentang

Penyelenggaraan Demonstration Activities Pengurangan Emisi Karbon Dari Deforestasi dan Degradasi Hutan

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.30/Menhut-II/2009 tentang

Tata Cara Pengurangan Emisi Dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD)

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.36/Menhut-II/2009 tentang

(113)

INSTITUSI

1. Conference of the Parties;

2. Secretariat;

3. Subsidiary Body for Scientific and

Technological Advice;

(114)

Conference of the Parties

1. untuk memastikan pelaksanaan Konvensi secara effektif

dengan meninjau ulang secara reguler pelaksanaan Konvensi oleh negara anggota dan membuat keputusan-keputusan untuk mempromosikan penerapan Konvensi Perubahan Iklim yang effektif.

2. untuk meninjau ulang kepatutan komitmen para Pihak; untuk menyetujui metodelogi untuk mempersiapkan inventarisasi gas rumah kaca;

3. untuk mempertimbangkan pendirian proses konsultasi

multilateral untuk menjawab permasalahan yang timbul karena penerapan Konvensi; dan

4. untuk mengadopsi laporan-laporan reguler tentang penerapan Konvensi Perubahan Iklim

LEMBAGA TERTINGGI

(115)

SECRETARIAT

1. untuk memfasilitasi sidang-sidang CoP dan subsidiary bodynya; untuk mengkompilasi dan menyerahkan

laporan kepada semua Negara Peserta;

2. untuk membantu negara-negara berkembang dalam mempersiapkan laporan mereka;

3. untuk mempersiapkan laporan tentang kegiatan Sekretariat dan menyerahkannya kepada CoP;

4. untuk memastikan adanya koordinasi yang diperlukan dengan lembaga internasional yang relevan; dan

(116)

Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice

1. untuk menganalisa hal-hal saintifik yang berhubungan dengan perubahan iklim dan dampak dari peraturan-peraturan yang dibuat untuk menerapkan Konvensi Perubahan Iklim dan menyerahkan laporannya kepada CoP dan subsidiary bodynya.

2. untuk mengidentifisir teknologi yang relevan dan untuk memberi nasehat tentang cara-cara dan alat-alat untuk mempromosikan pembangunan dan alih teknologi.

(117)

Subsidiary Body for Implementation

Subsidiary Body for Implementation (SUBIM)

diberi tugas untuk menganalisa akibat menyeluruh

dari langkah-langkah yang diambil oleh para Pihak

dan untuk mempertimbangkan laporan-laporan

(118)

Financial Mechanism

1.

untuk menyediakan sumber keuangan, termasuk

biaya untuk alih tekhnologi, yang dibutuhkan

oleh Peserta negara berkembang untuk

membiayai semua pengeluaran yang disetujui

guna melaksanakan angka-angka pengurangan.

2.

Mekasnisme Keuangan merupakan perwakilan

yang adil dan seimbang dari semua Peserta

dengan sistem pemerintahan yang transparan.

(119)

119

ASEAN Environmental

Policies and Laws

Controlling

Transboundary

Atmospheric Pollution

By

(120)

120

ASSOCIATION OF SOUTH EAST

ASIAN NATIONS (ASEAN)

1967 BANGKOK DECLARATION

INDONESIA MALAYSIA

THE PHILIPPINES SINGAPORE

THAILAND

(121)

121

ASEAN AS A BIG TEN

BRUNEI CAMBODIA

LAOS MYANMAR

VIETNAM

STRONG ECONOMIC PERFORMANCE

(122)

122

ENVIRONMENTAL CONSEQUENCES

ATMOSPHERIC POLLUTION

WATER POLLUTION

WIDESPREAD DEFORESTATION

DEGRADATION AND CONVERSION OF

AGRICULTURAL LAND

POOR URBAN QUALITY

DECLINING OF POPULATIONS OF

(123)

123

ENERGY & MINES FORESTRIES

FORESTRIES & PLANTATIONS

LAND & FOREST FIRES

(124)

124

ASEAN Environmental Law

To protect the

ASEAN Environment

To ensure the sustainability of natural resources

ASEAN Ministrial Meeting in 1981

Manila Declaration

(125)

125

ASEAN Environmental Law

SOFT LAW HARD LAW

ASEP I, II, & III

1981 Manila Declaration1984 Bangkok Declaration1987 Jakarta Resolution1990 Kuala Lumpur Accord1992 Singapore Resolution1994 B.S.B Resolution

1995 ACPTPASPAE

(126)

126

(127)

127

ASEP I (1978-1982)

Environmental Impact Assessment;

Nature Conservation and Terrestrial

Ecosystems;

Marine Environment;

Industry and Environment;

(128)

128

ASEP II (1983 – 1988)

CONTINUATION OF THE

UNFINISHED PRIORITY

(129)

129

ASEP III (1988 – 1992)

Environmental Management;

Nature Conservation and Terrestrial

Ecosystems;

Industry and Environment;

Marine Environment;

Urban Environment; and

Environmental Education, Training and

(130)

130

1981 Manila Declaration

On the ASEAN Environment

Foster a common awareness on the biological,

physical and social environment and its vital

significance for sustained development to

proceed upon;

Ensure that environmental considerations are

taken into account in development efforts;

Encourage the enactment and enforcement of

environmental protection measures; and

Foster the development of environmental

(131)

131

1984 Bangkok Declaration

On the ASEAN Environment

environmental management,

nature conservation,

marine environment,

urban environment,

environmental education,

environmental information system,

wider involvement in environmental management,

environmental legislation, and

(132)

132

1987 Jakarta Resolution

on Sustainable Development

recommends policy guidelines on the

implementation of the principle of sustainable

development;

facilitates the incorporation of environmental

considerations into the programmes and activities of

ASEAN committees;

monitors the quality of the environment and natural

resources to enable the periodic compilation of

ASEAN state of the environment reports; and

(133)

133

The 1990 Kuala Lumpur Accord

on Environment and Development

the importance of regional action in managing

natural resources and the environment,

particularly through the approach of

(134)

134

The 1992 Singapore Resolution

on Environment and Development

“Urgent Measures to Combat Climate

Change”

“The Immediate Implementation of the

Montreal Protocol Interim Multilateral

Fund”

“The Sustainable Management of all

(135)

135

1994 Bandar Seri Bengawan Resolution

on Environment and Development

adopt and implement the ASEAN Strategic Plan of

Action, which is primarily aimed at responding to

specific recommendations of Agenda 21

declare 1995 as the ASEAN Environment Year

adopt a set of Harmonized Environmental Quality

Standards for ambient air and river water quality

strengthen cooperation among ASEAN countries

to ensure the effective implementation of the

(136)

136

1995 ASEAN Cooperation Plan

on Transboundary Pollution

Transboundary Atmospheric

Pollution,

Transboundary Movement of

Hazardous Wastes, and

(137)

137

ASEAN Strategic Plan of Action

on the Environment 1994-1998

to respond to specific recommendations of Agenda 21;to introduce policy measures, and promote institutional

development that encourage the integration of environmental factors in all developmental processes;

to establish long term goals on environmental quality and

work towards harmonized environmental quality standards ;

to harmonize policy directions and enhance operational and

technical cooperation on environmental matters; and

to study the implications of AFTA on the environment and

(138)

138

(139)

139

1985 AACNNR

Indirect control of transboundary

atmospheric pollution;

To control all the activities which cause

(140)

140

SANKSI

NGR LAIN NEGARA

PELANGGAR

1. Penghentian Kegiatan 2. Ganti Rugi

3. Memadamkan api tanpa minta izin

(141)

141

ENTRY INTO FORCE

REALITA

(142)

142

Treaty on the Southeast Asia

Nuclear Weapon-Free Zone

The Treaty is of relevance to the

protection of the atmosphere because

it deals with nuclear weapon tests,

(143)

143

ASEAN Agreement on

Transboundary Haze Pollution

Sustainable Development Principle

Common But Differenciated

Responsibilities Principle

Precautionary Principle

Ecologically Sound and Sustainable Use

of Natural Resources

(144)

144

(145)

PENGATURAN LIMBAH B 3

KONVENSI LOME 1989

KONVENSI BASLE 1989

(146)

KONVENSI BASLE 1989

MULAI BERLAKU 5 MEI 1992

REZIM INTERNASIONAL DI BIDANG PERGERAKAN

DAN PEMBUANGAN LIMBAH B3 MELALUI PERDAGANGAN INTERNASIONAL

MENGHARUSKAN NEGARA ANGGOTA

MENGURANGI PERGERAKAN LIMBAH B3 LINTAS BATAS NEGARA MELALUI MENEJEMEN YANG

EFFISIEN DAN BERWAWASAN LINGKUNGAN

(147)

KEWAJIBAN UMUM (Art. 4)

Harus meminimalisir produksi dan pergerakan

limbah B3;

Menjamin pengelolaan yang berwawasan

lingkungan;

Tidak mengekspor limbah B3 ke negara anggota

lain yang mempunyai legislasi yang melarang

impor dimaksud

Tidak boleh mengekspor limbah B3 ke negara

(148)

pengelolaan yang yang berwawasan lingkungan

Ngr pengekspor harus memperoleh izin tertulis

dari pihak negara importir sebelum pengiriman

dilakukan

Ngr pengekspor harus memberikan informasi

(149)

SANKSI

Negara anggota dilarang melakukan ekspor

limbah B3 ke negara non-anggota

Negara anggota dilarang mengimpor limbah

B3 dari negara non-anggota

Negara anggota dilarang membuang limbah

B3 ke daerah Antartika

Ekspor dan impor yang bertentangan

(150)

PENGATURAN LAND-BASED

MARINE POLLUTION

HUKUM KEBIASAAN INTERNASIONAL

(151)

HUKUM KEBIASAAN INTERNASIONAL

Territorial Sovereignty

Sic Utere Tuo Ut Alienum Non Laedas

State

Responsibility

CORFU CHANNEL &

(152)
(153)

Kasus Corfu Channel merupakan contoh penerapan hukum

kebiasaan internasional oleh ICJ. Dalam Kasus ini,

iring-ringan Kapal Perang Inggris, termasuk kapal penyapu ranjau laut – H.M.S. Maurilius, Saumarez, Leader dan H.M.S. Volage

pada 22 Oktober 1946 melakukan pelayaran damai (innocent passage) di Selat Corfu yang berdasarkan pemberitahuan

(154)

Tapi pada jam 14.45 H.M.S. Saumarez menabrak ranjau

laut yang dipasang di lajur pelayaran di bagian Utara Selat Corfu. H.M.S. Volage kemudian diperintahkan untuk

menarik Saumarez untuk penyelamatan tapi Volage sendiri kemudian juga menabrak ranjau laut lain. Akibatnya,

kedua kapal tersebut rusak berat dan tidak ada tawaran

bantuan pertolongan dari Albania. Baik Saumarez maupun

(155)

Posisi Kasus

1. 15 Mei 1946, Iring-Iringan Kapal Perang Inggris, termasuk penyapu mines (ranjau laut).

2. Memberitahu ke penjaga pantai dan meminta konfirmasi ttg apakah Selat Corfu aman untuk dilayari.

3. Penjaga Pantai Albania menyatakan bahwa Selat Corfu aman untuk dilayari.

4. Kapal Perang Inggris menabrak ranjau laut di Selat Corfu (perairan Albania)

5. Kapal tsb meledak dan karam

6. Awak kapal meninggal dan timbul kerugian materil

(156)

Issues in Question

Apakah Albania bertanggungjawab dalam hukum

internasional atas peledakan yang terjadi pada tanggal 22 Oktober 1946 di Perairan Albania dan atas kerugian dan kematian yang diakibatkan oleh peladakan itu dan adakah kewajiban Albania untuk membayar gantirugi?

Apakah menurut hukum internasional, Inggeris telah

melanggar kedaulatan Albania atas pelayaran iring-iringan kapal perang Inggeris pada tanggal 22 Oktober 1946 dan atas operasi pembersihan ranjau laut pada tanggal 12 – 13 November 1946 dan apakah ada kewajiban untuk

(157)

Alasan Menuntut

Albania Melanggar Azas

Good Neighborliness

(

sic utere tuo ut alienum non laedas

)

Lalai melakukan perlindungan terhadap orang

asing (alien) di perairannya

Kurugian Inggris merupakan tanggungjawab

(158)

Pembelaan Albania

Inggris melanggar kedaulatan Albania

Selat Corfu sdh dibersihkan dan aman untuk

dilayari. OKI, ini hanya kecelakaan

(159)

Tuntutan

Minta maaf

Melakukan Remedi

(160)

Keputusan

Albania diperintahkan untuk membayar

(161)

Pertimbangan Hukum

Tahu atau patut menduga hal itu akan

terjadi

Albania melanggar azas

Good

Neighborliness

(

sic utere tuo ut alienum

non laedas

)

Albania dinyatakan bertanggungjawab

(162)
(163)

Fakta Hukum

Arbitrase ini bersangkut dengan penggunaan air Danau Lanoux,

di Pyrenees. Dalam kasus ini Perancis berencana untuk

melaksanakan pekerjaan konstruksi tertentu untuk pemanfaatan air danau dan Spanyol takut kalau pekerjaan konstruksi itu akan menimbulkan kerusakan pada wilayah Spanyol dan akan

melanggar hak-hak dan kepentingan Spanyol, dan ini melanggar the Treaty of Bayonne of May 26, 1866, antara Perancis dan

Spanyol dan Undang-Undang Tambahan pada tanggal yang

sama. Berdasarkan Traktat ini, pekerjaan konstruksi seperti itu baru dapat dilaksanakan setelah ada perjanjian kedua belah

(164)

Pemerintah Spanyol meminta Tribunal untuk menyatakan

bahwa Perancis tidak semestinya melakukan pekerjaan konstruksi dimaksud untuk pemanfaatana air Danau

Lanouxsesuai dengan jaminan sebagaimana diatur dalam

Electricite de France project, karena jika tidak ada perjanjian sebelumnya yang mengatur tentang perairan dimaksud,

(165)

The French Government asked the Tribunal to declare that

it was correct in maintaining that in carrying out, without an agreement previously arrived at between the two

Governments, works for the utilization of the waters of Lake Lanoux on the conditions laid down in the French project and proposals mentioned in the Compromis

(166)

Keputusan

"It must first be determined what are the 'interests' which have to

be safeguarded. A strict interpretation of Article II would permit the reading that the only interests are those which correspond with a riparian right. However, various considerations which have

already been explained by the Tribunal lead to a more liberal interpretation. Account must be taken of all interests, of

whatsoever nature, which are liable to be affected by the works undertaken, even if they do not correspond to a right. Only such a solution complies with the terms of Article 16, with the spirit of the Pyrenees Treaties, and with the tendencies which are

(167)

Keputusan

"The second question is to determine the method by which these interests can be safeguarded. If that method necessarily involves communications, it cannot be confined to purely formal

requirements, such as taking note of complaints, protests or representations made by the downstream State. The Tribunal is of the opinion that:" according to the rules of good faith, the upstream State is under the obligation to take into consideration the various interests involved, to seek to give them every

(168)

HUKUM PERJANJIAN

INTERNASIONAL

1. KONVENSI PARIS 1974

2. MONTREAL GUIDELINES

1985

3. KONVENSI HUKUM LAUT

1982

(169)

KONVENSI PARIS 1974

Pasal 3 (C)

i. Watercourses (aliran air)

ii. Coast, spt.: underwater or other pipelines (pantai, seperti pipa bawah air atau pipa lain)

iii. Man-made structures (bangunan buatan manusia)

Protokol

(170)

KEWAJIBAN NEGARA PESERTA

Pasal 4 (1) (a)

Ngr diminta menghapuskan zat dalam Bag. I Annex A:

gab. Organohalogen mercury

Cadmium

bahan sintetis persisten minyak persisten

hydrogen dr petroleum asli

Pasal 4 (1) (b)

Ngr diminta membatasi zat dlm Bag. II Annex A:

fospor silikon timah

minyak yg tdk persisten arsenik

chromium nikel

(171)

MONTREAL GUIDELINES 1985

GUIDELINE 2-9: KEWAJIBAN DASAR UTK

MENCEGAH, MENGURANGI DAN

MENGONTROL SEHINGGA TDK MENGGANGGU NGR LAIN

GUIDELINE 5: KEWAJIBAN UTK KERJASAMA

GLOBAL, REGIONAL DAN BILATERAL

GUIDELINE 6: KEWAJIBAN UTK TDK MERUBAH

WUJUD PENCEMARAN

GUIDELINES 9: KEWAJIBAN UTK MENOLONG

(172)

KONVENSI HUKUM LAUT 1982

Pasal 197 – kerjasama global dan regional

utk merumuskan standar, praktek dan

prosedur yg disepakati

Pasal 207 – mengharuskan ngr membuat

hukum dan kebijaksanaan nasional dan

menegakkannya secara konsisten

(173)

Pasal 213

States shall enforce their laws and regulations

adopted in accordance with article 207 and shall

adopt laws and regulations and take other

measuresnecessary to implement applicable

international rules and standards established

through competent international organizations or

diplomatic conference to prevent, reduce and

(174)

KONVENSI OSPAR 1992

MENGHARUSKAN NEGARA-NEGARA

ANGGOTA MEMBUAT

PROGRAM-PROGRAM UNTUK MENGURANGI

DAN MENGHAPUSKAN

(175)

PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

DALAM HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL

OLEH

(176)

Keanekaragaman Hayati

(Biological Diversity)

Keanekaragaman hayati (

biological diversity

)

merupakan suatu istilah yang menunjuk

kepada semua jenis fauna dan flora, termasuk

keragaman speciesnya, serta komunitas

ekologis darat, laut dan air dimana mereka

berada, misalnya hutan tropis, hutan beriklim

sedang, danau air tawar, lahan basah dan

(177)
(178)
(179)
(180)

ISSU PENTING

Jumlah species di dunia diperkirakan 12,5 juta, dimana hanya

1,7 juta yang diketahui. (Estimated total number of species is 12.5 million, of which only 1.7 million are known)

25% spesies mamalia terancam punah. (25% of mammal species are

at significant risk of extinction).

Hutan tropis memiliki lebih dari 90 % spesies dunia, tapi

hanya 8% dari permukaan bumi. (Tropical forests contain more than 90% of the world’s species, but cover only 8% of the world’s land surface).

Lebih dari setengah species yang terancam berada di hutan

(More than half of all threatened species are located in forests).

Air tawar dan habitat laut juga dalam keadaan terancam,

(181)

Kegunaan Keanekaragaman Hayati

Kekayaan keanekaragaman hayati sangat

penting keberadaannya bagi manusia karena

dia merupakan sumber kehidupan, baik

berupa makanan maupun obat-obatan dan

sumber genetika. Disamping itu,

keanekaragaman hayati juga berguna bagi

lingkungan hidup sendiri yaitu untuk saling

menopang sistem kehidupan dalam satu

(182)
(183)

Penyebab Berkurangnya Keanekaragaman Hayati

1.

Pertumbuhan penduduk dan meningkatnya

konsumsi atas sumberdaya alam baik hayati

maupun non-hayati;

2.

Pengabaian species dan ekosystem;

3.

Kebijaksanaan yang jelek;

4.

Effek dari sistem perdagangan global;

5.

Ketidakseimbangan distribusi sumberdaya; dan

6.

Kegagalan memberi nilai terhadap

(184)
(185)
(186)
(187)
(188)
(189)

Manfaat Perlindungan

1.

Pertama, keanekaragaman hayati memberikan

sumber nyata dan potensial bagi sumberdaya

hayati (termasuk makanan, obat-obatan dan

materi-materi berharga lainnya yang menopang

perikanan, kondisi tanah dan taman);

2.

Kedua keanekaragaman hayati menyumbang

bagi pemeliharaan biosfir dalam suatu kondisi

yang menopang kehidupan manusia dan mahluk

hidup lainnya; dan

3.

Ketiga keanekaragaman hayati berguna bagi

Referensi

Dokumen terkait

- Setiap LPTK mendapatkan kunjungan pendampingan sebanyak 4 kali per tahun oleh pendamping dari UPI/UNY/UM (1 orang narasumber Lesson Study untuk workshop, dan 3 kali

A typology of Code Mixing.Cambridge: Cambridge University Press.. Buku pedoman Program D-3 Studi

create a creature and then managed. Frankenstein has big ambitions like gita. Frankenstein is a novel written by Mary Shelley. This novel tells the story of the. main

bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a diatas, perlu ditetapkan pembatalan Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 10 Tahun 2002 tentang Usaha

Sehubungan dengan adanya Pemilihan Langsung dengan Pascakualifikasi Pengadaan Jasa Konstruksi pada Pemerintah Kota Tual Tahun Anggaran 2016, maka dengan ini

Penelitian lain yang dilakukan oleh Kusumajaya (2011 : 23) mengenai pengaruh struktur modal dan pertumbuhan perusahaan terhadap profitabilitas dan nilai perusahaan pada

Gerakan Politik Kaum Tarekat Telaah Historis Gerakan Politik Antikolonialisme Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah di Pulau Jawa.. Bandung:

Pemisahan analit dalam kolom kromatografi berdasarkan pada aliran fase gerak yang membawa campuran analit melalui fase diam dan perbedaan interaksi analit dengan permukaan fase