• Tidak ada hasil yang ditemukan

TERAPI REALITAS DENGAN TEKNIK SINDIRAN DALAM MENANGANI PERASAAN AVERSI (KETIDAKSUKARELAAN) DI KECAMATAN RUNGKUT SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TERAPI REALITAS DENGAN TEKNIK SINDIRAN DALAM MENANGANI PERASAAN AVERSI (KETIDAKSUKARELAAN) DI KECAMATAN RUNGKUT SURABAYA."

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

S K R I P S I

DiajukanKepadaUniversitas Islam NegeriSunanAmpel Surabaya UntukMemenuhi Salah SatuPersyaratanMemperolehGelar

SarjanaSosial Islam (S.Sos.I.)

Oleh:

DEWI MASITHO NIM : B33210042

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

(2)

TERAPI REALITAS DENGAN TEKNIK SINDIRAN DALAM MENANGANI PERASAAN AVERSI (KETIDAKSUKARELAAN) DI

KECAMATAN RUNGKUT SURABAYA

S K R I P S I

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu PersyaratanMemperoleh Gelar

Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I.)

Oleh:

DEWI MASITHO NIM : B33210042

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

(3)

PERNYATAAN

PERTANGGUNGJAWABAN PENELITIAN SKRIPSI

Bismillahirrahmaanirrahim.

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Dewi Masitho NIM : B33210042

Prodi : Bimbingan dan Konseling Islam

Alamat : Jl. Wisma Penjaringan Sari Blok D-27 Surabaya

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa:

1) Skripsi ini tidak pernah dikumpulkan kepada lembaga pendidikan tinggi manapun untuk mendapatkan gelar akademik apapun.

2) Skripsi ini adalah benar-benar hasil karya saya secara mandiri dan bukan merupakan hasil plagiasi atas karya orang lain.

3) Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini sebagai hasil plagiasi, saya akan bersedia menanggung segala konsekuensi hukum yang terjadi.

Surabaya, 29 Januari 2015 Yang Menyatakan,

(4)

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

Nama : Dewi Masitho NIM : B33210042

Prodi : Bimbingan dan Konseling Islam

Judul : Terapi Realitas dengan Teknik Sindiran dalam Menangani Perasaan Aversi (ketidaksukarelaan) di Kecamatan Rungkut Surabaya

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh dosen pembimbing untuk diujikan.

Surabaya, 29 Januari 2015 Telah disetujui oleh: Dosen Pembimbing,

(5)

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI Skripsi oleh Dewi Masitho ini telah dipertahankan di depan

Tim Penguji Skripsi Surabaya, 11Februari2015

Mengesahkan,

Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Dekan,

Dr. Hj. Rr. Suhartini, M.Si. NIP. 195801131982032 001

Ketua,

Agus Santoso, S.Ag, M.Pd NIP. 19700825 199803 1 002

Sekretaris,

Mohamad Thohir, M.Pd.I. NIP.197905172009011007

Penguji I,

Dr. Hj. Rr. Suhartini, M.Si. NIP. 195801131982032 001

Penguji II,

(6)

MOTTO

“ Boleh jadi kamu memBenci sesuatu, padahal ia amat Baik

Bagimu, dan Boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu,

padahal ia amat Buruk Bagimu; allah mengetahui sedang

(7)

PERSEMBAHAN

“Jangan resah andai ada yang membencimu, karena masih ramai yang mencintaimu di dunia, tetapi, resahlah andai Allah membencimu, karena tiada lagi yang mencintaimu di akhirat.

TerimaKasihku

Alhamdulllahirabbil’alamin…. Alhamdulllahirabbil ‘alamin…. Alhamdulllahirabbilalamin….

Akhirnyasayasampaiketitikini,

sepercikkeberhasilan yang EngkauhadiahkanpadakuyaRabb Takhenti-hentinyaakumengucapsyukurpada_MuyaRabb

Serta shalawatdansalamkepadaidolakuRasulullah SAW danparasahabat yang mulia

Semogasebuahkaryamungilinimenjadiamalsholehbagikudanmenjadi kebanggaan

bagikeluargakutercinta

Ku persembahkankaryamungilinikepada…

Allah SWT Bapakdan Ibu tercinta

Adikkutersayang

(8)

ABSTRAK

Dewi Masitho (B33210042),Terapi Realitas dengan Teknik Sindirandalam Menangani Perasaan Aversi (Ketidaksukarelaan) di Kecamatan Rungkut Surabaya

Fokus penelitian ini adalah (1) Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan timbulnya perasaan aversi (ketidaksukarelaan) di Kecamatan Rungkut Surabaya?,(2)Bagaimana prosesterapi realitas dengan teknik sindiran dalam menangani perasaan aversi (ketidaksukarelaan) di Kecamatan Rungkut Surabaya?, (3) Bagaimana hasil terapi realitas dengan teknik sindiran dalam menangani peransaan aversi (ketidaksukarelaan) di Kecamatan Rungkut Surabaya?

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Sedangkan teknik pengumpulan data melalui observasi dan wawancara. Adapun proses observasi dan wawancara kepada ketiga konseli, yaitu; Tina, Dela, Sara, ketiga orang tua mereka, dan teman terdekat.

Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa, perilaku-perilaku yang nampak pada diri konseliadalah membolos kuliah, sering melakukan kesalahan saat bekerja, tidak mau mengikuti kegiatan apapun di pesantren, dan hubungan dengan orang tua menjadi renggang. Dalam penelitian ini konselor menggunakan terapi realitas dengan teknik sindiran yang dilakukan pada saat proses konseling berlangsung, konselor memberikan sindiran-sindiran dengan gaya bahasa berupa majas. Konselor menggunakan tiga majas kepada ketiga konseli; Majas Perbandingan, Majas Penegasan atau Penguatan, dan Majas Pertentagan. Tujuannya adalah agar konseli dapat langsung menyadari kesalahan yang dilakukannya dan berpikir tidak akan melakukan kesalahannya lagi, karena perilakunya itu telah membuat dirinya sendiri rugi. Selain itu, konselor juga menerapkan cara mengonfrontasikan konseli dan menolak alasan apapun yang menjadikan konseli melakukan perilaku negatif serta konselor membantu konseli merumuskan rencana tindakan yang spesifik. Dengan begitu akan menyadarkan konseli dan konseli akan memperoleh apa yang mereka inginkan dan bahwa tingkah laku mereka merusak diri, maka konseli pasti akan merubah tingkah lakunya menjadi lebaik lagi.

Dalam penelitian ini hasil dari proses konseling dikategorikan berhasil, yang mana hasil tersebut dapat dilihat dari adanya penurunan dari tingkah laku klienyang kurang baik menjadi lebih baik, hubungan konseli dengan orang tuanya kini sudah tidak renggang lagi. Kuliah tidak pernah membolos lagi, fokus kuliah, mengikuti semua kegiatan di pesantren, setelah mendapatkan terapi realitas dengan teknik sindiran.

(9)

DAFTAR ISI

JUDUL PENELITIAN (SAMPUL) ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN PERTANGGUNGJAWABAN PENELITIAN SKRIPSI vi ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xii

DAFTARTABEL ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. TujuanPenelitian ... 8

D. ManfaatPenelitian ... 9

E. DefinisiKonsep ... 9

F. MetodePenelitian ... 12

G. SistematikaPembahasan ... 25

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 27

A. KajianTeoretik ... 27

1. Terapi Realitas ... 27

a. Sejarah Terapi Realitas ... 27

b. Pengertian Terapi Realitas ... 29

c. Konsep-Konsep Utama Terapi Realitas... 30

d. Tujuan Terapi Realitas ... 36

e. Fungsi dan Peran Konselor dalam Terapi Realitas ... 39

f. Hubungan antara Terapis dan Klien dalam Terapi Realitas .. 41

g. Teknik-teknik Terapi Realitas ... 43

2. Teknik Sindiran ... 45

a. Pengertian TeknikSindiran... 45

b. Macam-MacamTeknikSindirandengan Gaya Bahasa (Majas) ... 46

3. Perasaan Aversi... 52

a. Pengertian Perasaan ... 52

b. Pengertian Aversi ... 53

c. Faktor-Faktor Aversi ... 55

(10)

BAB III PENYAJIAN DATA ... 61

A. DeskripsiUmumObjekPenelitian ... 61

1. DeskripsiLokasiPenelitian ... 61

2. DeskripsiKonselor... 65

3. Deskripsi Klien ... 66

4. DeskripsiMasalah ... 69

B. DeskripsiHasilPenelitian ... 74

1. Deskripsi Faktor-Faktor yang Menyebabkan TimbulnyaPerasaanAversi (Ketidaksukarelaan) di KecamatanRungkut Surabaya... 74

2. Deskripsi Proses Terapi Realitas dengan Teknik Sindiran dalam Menangani Perasaan Aversi (Ketidaksukarelaan) di Kecamatan Rungkut Surabaya ... 76

3. Deskripsi Hasil Terapi Realitas dengan Teknik Sindiran dalam Menangani Perasaan Aversi (Ketidaksukarelaan) di Kecamatan Rungkut Surabaya ... 95

BAB IV ANALISIS DATA ... 98

A. Analisis DataFaktor-Faktor yang Menyebabkan TimbulnyaPerasaanAversi (Ketidaksukarelaan) di KecamatanRungkut Surabaya ... 98

B. Analisis DataProses Terapi Realitas dengan Teknik Sindiran dalam Menangani Perasaan Aversi (Ketidaksukarelaan) di Kecamatan Rungkut Surabaya ... 102

C. Analisis Data Hasil Terapi Realitas dengan Teknik Sindiran dalam Menangani Perasaan Aversi (Ketidaksukarelaan) di Kecamatan Rungkut Surabaya ... 104

BAB V PENUTUP ... 109

A. Kesimpulan ... 109

B. Saran ... 110

(11)
[image:11.612.133.492.168.564.2]

DAFTAR TABEL

(12)

A.Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna

dibandingkan dengan makhluk lainnya. Karena manusia mempunyai akal dan

pikiran untuk berfikir secara logis dan dinamis, serta bisa memilih perbuatan mana

yang baik (positif) atau buruk (negatif) untuk diri sendiri. Selain itu, manusia juga

memiliki perasaan didalam dirinya, dimana perasaan itu merupakan sesuatu

tentang keadaan jiwa manusia yang dihayati secara senang atau tidak senang.

Perasaan lebih erat hubungannya dengan pribadi seseorang dan berhubungan pula

dengan gejala-gejala jiwa yang lain. Oleh sebab itu, tanggapan perasaan seseorang

terhadap sesuatu tidak sama dengan tanggapan perasaan orang lain, terhadap hal

yang sama.

Perasaan yang biasa dialami seseorang yaitu perasaan senang dan perasaan

tidak senang. Perasaan senang merupakan suatu emosi yang menjadikan seluruh

dunia menjadi indah. Ketika seseorang itu mengalami perasaan yang senang sering

merasa bersatu dengan seluruh dunia dan dengan sesama.1 Rasa senang memang

merupakan rasa yang istimewa, tetapi mungkin tidak dapat dinikmati setiap hari.

Karena ada kalanya seseorang merasakan perasaan yang tidak senang, seperti

(13)

perasaan kecewa, marah, sedih, takut, dan keterpaksaan (ketidaksukarelaan).

Perasaan yang tidak menyenangkan itu, sangat sulit dikendalikan, sehingga

menyebabkan kerugian pada dirinya sendiri.

Perasaan yang ada didalam diri seseorang, baik itu perasaan senang

ataupun perasaan yang tidak senang akan terlihat dari raut wajah dan tingkah

lakunya. Seseorang yang merasakan perasaan yang senang, pasti terlihat dari

wajahnya yang tertawa atau tersenyum bahagia, melakukan sujud syukur,

memeluk erat seseorang yang ada disampingnya, dll. Sama halnya dengan

perasaan yang tidak senang, pasti akan terlihat dari raut wajahnya yang murung,

sedih, acuh tak acuh, dan pasti melakukan hal-hal yang negatif. Sebagai bentuk

pelampiasannya karena merasakan hal yang tidak menyenangkan tersebut. Hal

seperti ini pasti akan berdampak buruk terutama bagi diri sendiri dan juga bisa

berimbas pada orang tua serta orang-orang disekelilingnya.

Sebab-sebab dari timbulnya perasaan tidak menyenangkan itu

berbeda-beda pada umur yang berberbeda-beda-berbeda-beda. Pada masa kanak-kanak, perasaan tidak

menyenangkan itu lebih sering disebabkan oleh adanya pertentangan-pertentangan

sehubungan dengan hal-hal sehari-hari dan milik. Sedangkan sebab-sebab

munculnya perasaan tidak menyenangkan anak remaja kebanyakan bersifat sosial.

(14)

terganggu, terserang, malu, dll. Adapun orang dewasa merasa tidak menyenangkan

hanya apabila merasa keadilannya tersinggung.2

Perasaan yang muncul pada diri manusia pasti akan terlihat dari tingkah

lakunya. Banyak sekali anak-anak remaja yang tidak dapat mengendalikan

perasaan yang tidak menyenangkan itu yang sedang dirasakannya. Dan mereka

juga tidak tahu bagaimana mengendalikan perasaan yang menggangu itu, sehingga

seringkali orang-orang terdekatnya menjadi imbas karena tingkah lakunya yang

negatif. Seperti pada saat ini, banyak sekali para remaja, merasa dirinya sudah

dewasa dan merasa berhak mengambil keputusan apapun yang menjadi

keinginannya tanpa mengetahui resiko apa yang akan menimpanya nanti.

Kebanyakan remaja memang menghadapi sesuatu dengan tidak memikir panjang,

apa akibatnya nanti, bagaimana jika resiko yang tidak diinginkannya itu muncul,

bagaimana nanti menghadapi resiko yang tidak enak itu, dll. Yang dipikirkan anak

remaja memang hanya kesenangan diawal. Apa yang dirasakan itu menyenangkan

pasti ia akan melakukannya. Sehingga berakibat pada tingkah lakunya nanti, yaitu

tingkah laku yang negatif. Pasti akan terjadi penyimpangan pada tingkah lakunya

nanti yang pasti akan merugikan dirinya sendiri. Kebanyakan anak remaja, jika

sudah mempunyai masalah dia akan lari dari masalahnya tersebut. Karena sudah

muncul dalam dirinya perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan dalam dirinya.

Dan tindakan seperti ini tidak boleh terjadi, harus ada yang menasehati dan

(15)

memotivasi agar dia harus dan berani menghadapi masalahnya sendiri dan dari situ

pula nanti akan muncul kedewasaannya.

Rasa tanggung jawab harus selalu ditanamkan pada diri sejak dini.

Kebanyakan para remaja merasa sulit untuk melaksanakan tanggung jawab yang

harus diembannya. Keputusan-keputusan yang sudah diambilnya harus

dipertanggung jawabkan walaupun nantinya timbul perasaan tidak menyenangkan

dalam dirinya. Karena itu semua sudah resiko yang ia ambil, jadi enak ataupun

tidak enaknya nanti diakhir ia harus menerimanya dan menjalaninya. Dari situ

nanti akan terbentuk kedewasaannya. Semua itu memang sulit, apalagi

menjalaninya dengan perasaan yang tidak menyenangkan dalam dirinya. Sesuatu

hal apabila dilakukan dengan perasaan yang tidak meyenangkan pasti akan terasa

sangat berat dan sulit. Tapi, jika tidak dilakukan, anak remaja itu pun pasti akan

terjebak dengan masalahnya itu terus dan bisa-bisa akan terjadi tekanan dalam

dirinya. Perasaan yang dialami anak remaja ini disebut dengan perasaan aversi

(ketidaksukarelaan).

Aversi merupakan perasaan tidak senang terhadap sesuatu yang tidak ia

inginkan. Psikologis tidak menghendaki ketidaksukarelaan karena sering tidak

mungkin dipertahankan. Semua orang tidak menghendaki untuk mengerjakan

suatu perbuatan yang sama sekali tidak melintas dipikiran dirinya sendiri. Tetapi

apabila memikirkannya dan lebih-lebih sudah merenungkannya dan menimbang

(16)

mengerjakannya atau tidak mengerjakannya.3 Melakukan sesuatu tetapi tidak

dengan keinginan sendiri akan menimbulkan perasaan yang tidak nyaman serta

akan merasa sulit melaluinya. Dan pada akhirnya akan banyak tingkah laku yang

menyimpang yang dilakukan oleh sang anak untuk melampiaskan perasaan yang

tidak ia senangi ini.

Perasaan aversi ini telah dialami oleh beberapa remaja yang tinggal di

daerah Kecamatan Rungkut dengan masalah yang berbeda. Remaja yang pertama

ini adalah seorang remaja yang baru saja lulus SMA, sebut saja namanya Tina

(nama samaran). Setelah lulus SMA, Tina ingin melanjutkan sekolah ketingkat

yang lebih tinggi. Tina sudah memilih universitas yang diinginkan dan

diimpikannya. Tetapi Tuhan berkata lain, Tina tidak lulus masuk ke universitas

yang ia inginkan. Tina keterima di universitas yang tidak ia harapkan. Hal itu

membuat Tina kecewa, sedih, dan merasa tidak senang, tetapi orang tua Tina

menyarankan untuk tetap masuk di universitas yang menerima Tina. Dari situlah

muncul perasaan aversi (ketidaksukarelaan) pada diri Tina. Karena orang tua Tina

memaksa Tina untuk tetap kuliah di universitas yang sebenarnya tidak Tina

inginkan, tetapi Tina tidak bisa menolak keinginan orang tuanya. Oleh karena itu,

Tina memiliki perasaan aversi (ketidaksukarelaan) dalam dirinya. Perasaan aversi

yang dirasakan Tina memebuat Tina sering membolos kuliah, jarang mengerjakan

tugas-tugas kuliah, lebih aktif dalam kegiatan organisasi, hubungan dengan orang

tuanya pun memburuk.

(17)

Remaja yang kedua, adalah seorang remaja yang menjalani kesehariannya

dengan kuliah dan bekerja. Dela (nama samaran) adalah seorang mahasiswa di

salah satu universitas di Surabaya, tidak hanya itu Dela juga adalah seorang

karyawan di sebuah perusahaan swasta di Surabaya. Kuliah Dela selama ini

berjalan dengan lancar. Beda halnya dengan kerja Dela, pada awal bekerja Dela

sangat senang dan orang tua Dela sangat mendukung Dela. Setelah kurang lebih

enam bulan bekerja Dela mulai merasakan ketidaknyamanan dalam bekerja. Dela

merasa ada yang tidak senang pada dirinya sehingga membuat Dela sering ditegur

atasan Dela yang seolah-olah Dela yang melakukan kesalahan itu. Dela memang

sangat baru dalam dunia kerja, apalagi diusianya yang masih sangat muda Dela

tidak memiliki pengalaman kerja yang banyak dan baik. Dela merasa salah satu

teman kantornya itu memanfaatkan Dela, karena Dela yang paling muda di situ.

Dela pun sering menapat teguran dari atasan Dela. Dela merasa sangat tidak

nyaman dan tidak ada keadilan baginya. Dari situlah Dela ingin resign dari

perusahaan itu. Tetapi orang tua Dela melarang Dela resign dari kerjaannya,

dengan alasan karena mencari pekerjaan saat ini sangat susah, jadi enak tidak

enaknya pekerjaan di hadapi saja. Dela pun tidak bisa menolak keinginan orang

tuanya. Perasaan aversi (ketidaksukarelaan) muncul dalam diri Dela. Adanya

perasaan aversi dalam diri Dela, membuat hubungan Dela dan orang tuanya

menjadi renggang, Dela sering menyendiri di kamar, dan Dela sering

(18)

banyak bicara. Dela merasa sangat tertekan bila ia sedang bekerja. Dan kini kuliah

Dela terbengkalai, Dela jarang kuliah.

Remaja yang ketiga, sebut saja namanya dengan Sara (nama samaran). Sara

adalah seorang remaja yang duduk di bangku SMA kelas 1. Sara tinggal dengan

paman dan bibinya di Surabaya yang sudah merawatnya sejak kecil dan Sara

sudah menganggap paman dan bibinya adalah orang tuanya sendiri, sama halnya

dengan paman dan bibinya yang sudah menganggap Sara sebagai anaknya sendiri.

Karena kini Sara sudah SMA, paman dan bibinya berencana menaruh Sara di

pesantren dekat rumahnya. Tujuan mereka agar Sara bisa beljar agama lebih

mendalam lagi serta paman dan bibinya tidak ingin Sara sampai terjerumus dalam

pergaulan bebas yang memang sangat rawan di usia Sara saat ini. Ternyata,

keinginan paman dan bibinya sangat tidak diinginkan Sara. Sara tidak ingin tinggal

di pesantren, tapi Sara tidak bisa menolak keinginan paman dan bibinya. Dari

situlah Sara memiliki perasaan aversi (ketidaksukarelaan) dalam dirinya, Sara

tidak mengiginkan tetapi Sara pun tidak bisa menolaknya. Hal ini membuat Sara

banyak melakukan penyimpangan, seperti tidak pernah mau mengikuti kegiatan di

pesantren, Sara lebih sering berdiam diri, lebih banyak menghabiskan waktunya di

sekolah jadi sering pulang telat, hubungan dengan paman dan bibinya pun menjadi

tidak baik.

Gejala yang ada pada diri ketiga remaja ini, akan berdampak sangat

merugikan bagi dirinya sendiri. Perasaan aversi (ketidaksukarelaan) itu sangat

(19)

masalahnya dan akan mencari pelampiasan untuk perasaannya itu. Pelampiasan

itulah yang akan menimbulkan perilaku yang menyimpang. Perilaku menyimpang

yang dilakukannya adalah wujud pemberontakan para remaja karena adanya

perasaan aversi dalam dirinya. Banyak sekali remaja yang tidak meyadari bahwa

ini akan menjadi masalah yang besar jika tidak cepat-cepat diselesaikan dan

kebanyakan remaja tidak peduli akan masalah yang dihadapinya karena merasa

sudah tidak ada yang bisa dilakukannya lagi.

Berangkat dari masalah diatas, penulis termotivasi untuk mengangkat

penelitian dengan judul “Terapi Realitas dengan Teknik Sindiran dalam

Menangani Perasaan Aversi (Ketidaksukarelaan) di Kecamatan Rungkut

Surabaya”.

B.Rumusan Masalah

1. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan timbulnya perasaan aversi

(ketidaksukarelaan) di Kecamatan Rungkut Surabaya?

2. Bagaimana proses terapi realitas dengan teknik sindiran dalam menangani

perasaan aversi (ketidaksukarelaan) di Kecamatan Rungkut Surabaya?

3. Bagaimana hasil terapi realitas dengan teknik sindiran dalam menangani

perasaan aversi (ketidaksukarelaan) di Kecamatan Rungkut Surabaya?

C.Tujuan Penelitian

1. Mengetahui faktor-faktor yag menyebabkan timbulnya perasaan aversi

(20)

2. Mengetahui proses terapi realitas dengan teknik sindiran dalam manangani

perasaan aversi (ketidaksukarelaan) di Kecamatan Rungkut Surabaya

3. Mengetahui hasil terapi Realitas dengan teknik sindiran dalam menangani

perasaan aversi (ketidaksukarelaan) di Kecamatan Rungkut Surabaya

D.Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini, agar dapat menjadi catatan akademis yang

ilmiah maka peneliti berharap dapat muncul pemanfaatan dari hasil penelitian ini

secara teoritis dan praktis bagi para pembacanya, anatara lain sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Dengan tersusunnya penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan

ilmu bagi peneliti lain bagaimana menangani perasaan aversi.

b. Sebagai sumber informasi dan referensi menagani perasaan aversi.

2. Manfaat Praktis

Bagi konselor, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan

sebagai salah satu teknik pendekatan yang efektif dalam menangani perasaan

aversi (ketidaksukarelaan).

E.Definisi Konsep

Adapun definisi dari penelitian ini adalah:

1. Terapi Realitas

Terapi realitas berfokus pada saat sekarang, bukan kepada masa lampau.

Karena masa lampau seseorang itu telah tetap dan tidak bisa diubah, maka yang

(21)

menekankan kekuatan-kekuatan, potensi-potensi, keberhasilan-keberhasilan,

dan kualitas-kualitas yang positif dari klien, dan tidak hanya memperhatikan

kemalangan dan gejala-gejalanya. Glasser (1965) berpendapat bahwa klien

dipandang sebagai “ pribadi dengan potensi yang luas, bukan hanya sebagai

pasien yang memiliki masalah-masalah”. Ia menentang penggunaan waktu

terapi untuk penyajian masalah-masalah dan kegagalan-kegagalan serta

menganjurkan agar terapis mencari kekuatan-kekuatan klien dan

menegaskannya dalam percakapan-percakapan.4

Terapi realitas bertitik-tolak pada paham dasar bahwa manusia memilh

perilakunya sendiri dan karena itu ia bertanggung jawab, bukan hanya terhadap

apa yang ia lakukan, tetapi juga terhadap apa yang ia pikir. Maka terapi realitas

bertujuan untuk memberikan kemungkinan dan kesempatan kepada pasien agar

ia bisa mengembangkan kekuatan-kekuatan psikis yang dimilikinya untuk

menilai perilakunya sekarang dan apabila perilakunya tidak dapat memenuhi

kebutuhan-kebutuhannya, maka perlu memperoleh perilaku baru yang lebih

efektif.

Tujuan umun dari terapi realitas adalah agar pasien menemukan jalan

yang lebih efektif untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Ini meliputi

kegiatan terhadap pasien agar memeriksa apa yang ia lakukan, apa yang ia

(22)

pikir, apa yang ia rasakan, untuk menunjukkan apakah ada jalan lain yang dapat

berfungsi lebih baik.5

Pada penelitian ini, peneliti mengonfrontasikan konseli dan menolak

alasan apapun dari konseli. Dengan begitu konseli akan lebih memahami

masalah yang dihadapinya dan bisa menerima kenyataan tentang keadaannya

saat ini. Dengan begitu, sedikit demi sedikit perasaan aversi (ketidaksukarelaan)

akan hilang dalam dirinya. Dan konseli akan lebih bisa menerima kenyataan

yang terbaik untuk dirinya serta konseli akan tidak akan merasakan aversi lagi

dan perasaan itu akan berubah menjadi perasaan senang dan ikhlas. Tidak

hanya itu, nantinya peneliti juga akan melibatkan diri dengan konseli dalam

upayanya mencari kehidupan yang lebih efektif. Seorang konselor nantinya

akan melibatkan diri dengan konseli dalam mencari kehidupan konseli yang

lebih baik lagi. Konseli tetap menentukan sendiri tindakan apa yang mereka

inginkan setelah ini. Tetapi konselor tetap memberikan dukungan jika tindakan

yang konseli putuskan adalah tindakan yang positif dan jika tindakan yang

diambil tindaka yang berujung negatif, konselor akan memberikan

gambaran-gambaran tentang akibat keputusan yang diambilnya. Dengan begitu konseli

bisa berpikir tentang tindakan baik buruk yang diambilnya.

Teknik ini merupakan teknik dengan cara memeberikan sebuah

pernyataan dan pertanyaan kepada konseli pada saat proses konseling

(23)

berlangsung. Pernyataan dan pertanyaan yang dilontarkan kepada konseli ini

merupakan kata-kata yang akan membuat konseli sadar akan masalahnya dan

tindakan yang dilakukannya selama ini. Sehingga dapat menyadarkan konseli

dalam menghadapi masalah yang sedang dihadapi konseli.

2. Teknik Sindiran

Sindir-menyindir: mengatakan sesuatu seperti mencela, mengejek, dan

sebagainya, tetapi tidak secara langsung atau tidak dengan terus terang.6

Menggunakan teknik sindiran ini layak untuk mengonfrontasikan klien

dengan tingkah lakunya yang tidak realistis. Dengan menggunakan teknik

sindiran yang diucapkan secara langsung dan kasar. Agar sindiran yang

diucapkan tidak terdengar kasar, teknik sindiran menggunakan gaya bahasa

(majas).

3. Aversi

Aversi merupakan sikap atau perasaan tidak senang terhadap sesuatu

yang disertai dengan implus untuk menjauhkan diri.7 Aversi juga dapat

diartikan sikap terpaksa atau ketidaksukarelaan.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan pedekatan kualitatif atau disebut

juga naturalistic. Dimana data yang diperoleh dinyatakan dalam keadaan yang

(24)

sebenarnya atau sebagaimana adanya, tanpa ada rekayasa atau manipulasi.

Dengan maksud dari penelitian kualitatif ini adalah proses penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dan perilaku

yang diamati dari subyek yang diteliti, kemudian diarahkan pada suatu latar

belakang dan individu secara holistic.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan prosedur

analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistic atau cara

kuantifikasi lainnya. Jelas bahwa pengertian ini mempertentangkan penelitian

kualitatif dengan penelitian yang bernuansa kuantitatif yaitu dengan

menonjolkan bahwa usaha kuantifikasi apapun tidak perlu digunakan pada

penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif didasarkan pada upaya membangun

pandangan mereka yang diteliti yang dirinci, dibentuk dengan kata- kata

gambaran holistic dan rumit. Definisi ini lebih melihat perspektif emik dalam

penelitian yaitu memandang sesuatu upaya membangun pandangan subjek

penelitian yang rinci, dibentuk dengan kata- kata, gambaran holistic dan rumit.8

Jadi didalam penelitian ini peneliti menggunakan metode kualitatif

dengan jenis studi kasus dimana peneliti mengumpulkan data yang erat

hubungannya dengan proses pelaksanaan konseling dengan terapi realitas

dalam menangani perasaan aversi di Kecamatan Rungkut. Data yang terkumpul

(25)

dalam penelitian ini berupa kata-kata dan bukan angka-angka. Serta memahami

fenomena yang diteliti secara terinci, mendalam dan menyeluruh dari hasil

lapangan.

2. Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat tiga subjek yang penulis teliti,

diantaranya:

a. Konseli

Dalam penelitian ini, konselor mengambil tiga konseli yang berjenis

kelamin perempuan, ketiga konseli adalah sebagai berikut:

1) Konseli Tina

Tina adalah seorang mahasiswa di salah satu universitas di

Surabaya. Tina adalah anak ke-2 dari 2 bersaudara. Tina memiliki

perasaan aversi (ketidaksukarelaan) dalam dirinya. Karena orang tuaya

memaksa untuk kuliah di Universitas yang tidak Tina senangi dankarena

perasaan yang tidak meyenangkan itu ada dalam diri Tina, kini Tina

sangat berubah. Tina sering sekali membolos kuliah, tidak pernah

mengerjakan tugas dari dosennya, lebih mementingkan kegiatan

organisasi yang diikutinya untuk melampiaskan perasaan aversinya

(26)

2) Konseli Dela

Dela adalah seorang mahasiswa di salah satu universitas di

Surabaya dan juga merupakan karyawan swasta di salah satu perusahaan

di Surabaya. Dela adalah anak ke-2 dari 2 bersaudara. Karena perbedaan

pendapat dengan orang tuanya, kini Dela memiliki perasaan aversi dalam

dirinya. Dela sering menyendiri di kamar, jika bekerja Dela sangat tidak

fokus dan sering melakukan kesalahan dalam bekerja. Kuliah Dela kini

pun terbengkalai, Dela jarang kuliah. Dela pun sering menghabiskan

waktunya di luar rumah. Hubungan dengan orang tuanya pun sangat

renggang.

3) Konseli Sara

Sara adalah seorang pelajar di salah satu sekolah menengah atas di

Surabaya. Sara tinggal di Surabaya bersama paman dan bibinya, orang tua

Sara tinggal di Jawa Tengah. Sara merupakan anak pertama dari 2

bersaudara. Semenjak tinggal di pesantren, Sara memiliki perasaan aversi.

Sara memang tidak ingin tinggal di pesantren, oleh karena itu untuk

melampiaskan ketidaksukarelaannya itu Sara tidak mau mengikuti

kegiatan di pesantrennya. Sara sering menyendiri, acuh tak acuh kepada

lingkungannya. Sara lebih memilih di hukum dari pada harus mengikuti

kegiatan di pesantren. Sara juga sering pulang terlambat karena Sara lebih

banyak menghabiskan waktu di sekolah. Sara juga menjadi benci kepada

(27)

b. Konselor

Konselor adalah seorang mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya

Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Prodi Bimbingan Konseling Islam

c. Informan

Informan dalam penelitan ini adalah orang tua konseli dan sahabat

terdekat konseli. Dan lokasi penelitian, berada di Kecamatan Rungkut

Surabaya.

3. Jenis dan Sumber Data

Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian ini adalah subyek

dari mana ia peroleh.

a. Jenis Data dalam penelitian ini adalah:

1.)Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung pada saat

penelitian dari sumber pertama sebagai sumber informasi yang dicari.

Yang mana dalam hal ini diperoleh dari deskripsi tentang latar belakang

dan masalah konseli, pelaksanaan proses konseling, serta hasil akhir

pelaksanaan konseling.

2.)Data sekunder adalah data yang diperoleh tidak langsung dari subyek

penelitian atau diperoleh lewat pihak lain. Diperoleh dari keadaan

(28)

b. Sumber Data

Untuk menghasilkan data yang akurat perlu adanya sumber data yang

tepat, dalam penelitian ini adalah informasi konseli yang bersangkutan yang

menggambarkan perasaan aversi. Adapun sumber data dalam suatu

penelitian terdiri dari dua sumber yaitu:

1) Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data

kepada pengumpulan data. Yakni informasi dari konseli dan peneliti yang

melakukan konseling.

2) Sumber data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung diperoleh

datanya dari informan. Dalam hal ini, peneliti memperoleh informasi dari

orang tua dan sahabat terdekatnya.

4. Tahap-Tahap Penelitian

Tahap- tahap penelitian terdiri atas:

a. Tahap Pralapangan

Dalam tahap ini langkah-langkah yang akan peneliti lakukan adalah:

1) Menyusun Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian terdiri dari latar belakang masalah, kajian

pustaka, pemilihan lapangan penelitian, penentuan jadwal penelitian,

pemilihan alat penelitian, rancangan pengumpulan data, rancangan

prosedur analisis data, rancangan perlengkapan (yang diperlukan dalam

(29)

2) Memilih Lapangan Penelitian

Setelah mengamati fenomena yang ada, peneliti mengambil

penelitian di Kecamatan Rungkut Surabaya.

3) Mengurus Perizinan

Setelah memilih lapangan penelitian, peneliti mengurus perizinan

sebagai bentuk birokasi dalam penelitian. Selain itu harus mengetahui

siapa saja yang berwenang untuk memberikan izin agar penelitian tidak

mengalami gangguan dan berjalan dengan lancar.

4) Menjajaki Dan Menilai Keadaan Lapangan

Peneliti berusaha mengenal segala unsur lingkungan sosial, fisik

dan keadaan alam serta menyiapkan perlengakapan yang diperlukan di

lapangan, kemudian peneliti mulai mengumpulkan data yang ada di

lapangan.

5) Memilih dan Memanfaatkan Informan

Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan

informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Informan yang

dipilih dengan kebaikannya dan atas dasar sukarela. Seorang informan

dapat memberikan pandangan dari segi orang dalam tentang nilai-nilai,

sikap, sifat, proses dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian

setempat. Informan dalam penelitian ini adalah orang tua dan sahabat

(30)

6) Menyiapkan Perlengkapan Penelitian

Peneliti menyiapkan pedoman wawancara, alat tulis, map, buku,

perlengkapan fisik, izin penelitian, dan semua yang berhubungan dengan

penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan deskripsi data lapangan dan

juga bertujuan untuk memperoleh deskripsi data secara global mengenai

obyek penelitian.

7) Persoalan Etika Penelitian

Etika penelitian pada dasarnya menyangkut hubungan peneliti

dengan subjek penelitian baik secara perorangan maupun kelompok. Oleh

sebab itu peneliti harus mengetahui kebudayaan, adat istiadat, bahasa dan

kebiasaan tempat yang dijadikan penelitian.9

b. Tahap Pekerjaan Lapangan

1) Memahami Latar Penelitian

Untuk memasuki lapangan, peneliti perlu memahami latar

penelitian terlebih dahulu. Disamping itu, juga mempersiapkan diri baik

fisik maupun mentalagar penelitian berjalan dengan lancar dan efektif.

2) Memasuki Lapangan

Hal yang perlu diperhatikan saat memasuki lapangan adalah

menjalin hubungan keakraban dengan subyek penelitian dan informan.

Sehingga akan memudahkan peneliti untuk mendapatkan data. Disamping

(31)

itu juga harus mampu menggunakan bahasa yang mudah dipahami supaya

memudahkan dalam menjalin keakraban.

3) Berperan serta Sambil Mengumpulkan Data

Mengumpulkan data melalui wawancara mendalam dengan

menggunakan panduan yang bersifat terbuka, melakukan analisis hasil

wawancara, setiap hasil wawancara akan dikonfirmasikan ulang pada

tujuan penelitian, diadakan review terhadap hasil sementara untuk dikaji

mana yang akan dipertajam atau ditemukan suatu fenomena yang baru

atau berubah dari yang diharapkan.

c. Tahap Analisi Data

Analisis data diartikan sebagai upaya mengolah data menjadi

informasi, sehingga karakteristik atau sifat-sifat data tersebut dapat

dengan mudah dipahami dan bermanfaat untuk menjawab

masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan penelitian.

Peneliti menganalisis data yang telah dilakukan dalam suatu

proses yang berarti pelaksanaanya sudah mulai dilakukan sejak

pengumpulan data yang dilakukan dan dikerjakan secara intensif.

Teknik analisa yang digunakan peneliti dalam penelitian ini

adalah analisis deskriptif yaitu dengan cara mendeskripsikan beberapa

data dan menguraikan hasil dari pengumpulan data yaitu tentang perasaan

(32)

5. Teknik Pengumpulan Data

Salah satu tahap penting dalam proses penelitian adalah kegiatan

pengumpulan data. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik

pengumpulan data dengan menggunakan beberapa teknik, diantaranya:

a. Observasi

Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia

dengan menggunakan panca indra mata sebagai alat bantu utamanya selain

panca indra lainnya seperti telinga, penciuman, mulut, dan kulit. Karena itu,

observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya

melalui hasil kerja panca indera mata serta dibantu dengan panca indera

lainnya. Dari pemahaman observasi diatas, sesungguhnya yang dimaksud

dengan metode observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan

untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan.10

Dalam penelitian ini, peneliti akan memperhatikan dan mencatat

fenomena yang muncul ketika bersama subyek. Fenomena tersebut meliputi

motif, kepercayaan, perhatian, perilaku, kebiasaan, dan sebagainya pada diri

subyek selaku responden ini. Selain perilaku subyek, peneliti juga

melakukan observasi dengan melihat dan memperhatikan lokasi penelitian

daerah sekitar serta suasana yang melingkupinya.

(33)

b. Wawancara

Wawancara yang juga disebut interview merupakan pengumpulan

data melalui Tanya jawab sepihak yang dikerjakan secara sistematis.

Wawancara yang mendalam dan terbuka yang perlu dilakukan oleh peneliti.

Peneliti berusaha mendapatkan informasi tentang berbagai isu atau

permasalahan yang ada pada obyek.

Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar

informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan

[image:33.612.139.533.212.597.2]

makna dalam suatu topik tertentu.11

Tabel 1.1

Jenis Data, Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data

No. Jenis Data Sumber Data TPD

1. Gambaran tentang lokasi Penelitian

Konselor +

Informan W + O

2. Deskripsi tentang siswa dan

masalah Konselor + Konseli W + O

3. Deskripsi Konselor Konselor O

4. Proses Konseling Konselor + Konseli W

5. Hasil dari Proses Konseling Konselor + Konseli O + W

(34)

Keterangan:

TPD : Teknik Pengumpulan Data O : Observasi

W : Wawancara

6. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis

data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan

lain, sehingga dapat mudah difahami, dan temuannya dapat diinformasikan

kepada orang lain. Analisis data dilakukan dengan cara mengorganisasikan

data, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam

pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat

kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain.12

Analisis yang dilakukan adalah teknik analisis deskriptif komparatif

yaitu setelah data terkumpul dan diolah maka selanjutnya menganalisis data

tersebut. Analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor faktor yang

menyebabkan perasaan aversi, proses dan hasil konseling terapi realitas dengan

teknik sindiran dalam menangani perasaan aversi, dan membandingkan kondisi

konseli sebelum dan sesudah dilaksanakan proses konseling.

(35)

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Agar penelitian bisa menjadi sebuah penelitian yang dipertanggung

jawabkan, maka peneliti perlu untuk mengadakan pemikiran keabsahan data,

yaitu:

a. Perpanjangan keikutsertaan

Perpanjangan keikutsertaan yaitu lamanya keikutsertaan peneliti pada

penlitian dalam pengumpulan data serta meningkatkan kepercayaan data

yang dilakukan dalam kurun waktu yang relatif panjang.

Yang dimaksud disini keikutsertaan yaitu untuk membangun

kepercayaan klien terhadapa peneliti agar mendapatkan data-data yang valid.

b. Ketekunan pengamatan

Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri atau

unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang

sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara

rinci. Ketekunan pengamatan diharapkan sebagai upaya untuk memahami

pokok perilaku, situasi kondisi, dan proses tertentu sebagai pokok penelitian.

Oleh karena itu, ketekunan pengamatan merupakan bagian penting dalam

pemeriksaan keabsahan data, maka peneliti akan melakukan pengamatan

dengan teliti, memahami dan mampu menelaah terhadap proses konseling

(36)

c. Trianggulasi

Dalam teknik pengumpulan data, trianggulasi diartikan sebagai

teknik pengumpulan data yang besifat menggabungkan dari beberapa teknik

pengumpulan data dan sumber data yang telah ada.13 Bila peneliti melakukan

pengumpulan data dengan trianggulasi, maka sebenarnya peneliti

mengumpulkan data yang sekaligus menguji kebenaran data, yaitu mengecek

kembali data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber

data.

G.Sistematika Pembahasan

Dalam pembahasan skripsi ini, peneliti akan mencantumkan sistematika

pembahasannya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Yang berisi tentang: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, definisi konsep, metode penelitian. Dalam metode

penelitian meliputi: pendekatan dan jenis penelitian, sasaran dan lokasi penelitian,

jenis dan sumber data, tahap-tahap penelitian,teknik pengumpulan data,teknik

analisis data, teknik pemeriksaan keabsahan data, dan yang terakhir yaitu

sistematika pembahasan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

(37)

Membahas tentang Terapi Realitas, terdiri dari: sejarah terapi realitas,

pengertian terapi realitas, konsep-konsep utama terapi realitas,tujuan terapi

realitas,fungsi dan peran konselor dalam terapi realitas, hubungan antara terapis

dan klien dalam terapi realitas, teknik-teknik terapi realitas. Teknik Sindiran terdiri

dari: pengertian teknik sindiran, macam-macam teknik sindiran dengan gaya

bahasa (majas). Perasaan Aversi terdiri dari: pengertian perasaan, pengertian

aversi, faktor-faktor aversi.

BAB IIIPENYAJIAN DATA

Terdiri dari deskripsi umum objek penelitian. Deskriptif umum objek

penelitian membahas tentang: deskripsi lokasi penelitian, deskripsi konselor,

deskripsi klien, deskripsi masalah, dan selanjutnya yaitu tentang deskripsi hasil

penelitian yang berisi: deskripsi faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya

perasaan aversi (ketidaksukarelaan), deskripsi proses terapi realitas dengan teknik

sindiran dalam menangani perasaan aversi, deskripsi hasil terapi realitas dengan

teknik sindiran dalam menangani perasaan aversi (ketidaksukarelaan).

BAB IVANALISIS DATA

Yang mana analisis data dari faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya

perasaan aversi (ketidaksukarelaan), prosesTerapi Realitas Dengan Teknik

Sindiran Dalam Menangani Perasaan Aversi (Ketidaksukarelaan) sehingga akan

diperoleh hasil konseling terapi realitas dengan teknik sindiran dapat menangani

(38)

A.Kajian Teoritik

1. Terapi Realitas

a. Sejarah Terapi Realitas

William Glasser adalah psikiater yang mengembangkan konseling realitas

(reality therapy) pada 1950-an. Menurut Colvin pengembangan konseling realitas ini

karena merasa tidak puas dengan prati psikiatri yang ada dan dia mempertanyakan

dasar-dasar keyakinan terapi yang berorientasi pada Freudian, karena hasilnya terasa

tidak memuaskan.

Glasser dilahirkan pada 1925 dan dibesarkan di Clavelend, Ohio. Pada

mulanya Glasser studi bidang teknik kimia pada Case Institute of Technology. Pada

usia 19 tahun Glasser dilaporkan sebagai penderita Shyness (rasa malu) yang akut.

Pada perkembangan selanjutnya Glasser tertarik studi psikologi, kemudian

dia mengambil program Psikologi Klinis pada Western Reserve University, dan

membutuhkan waktu tiga tahun untuk meraih Ph.D. Akhirnya Glasser menekuni

profesinya dengan menetapkan diri menjadi sebagai psikiater.

Setelah beberapa waktu melakukan praktik pribadi di bidang klinis, Glasser

mendapatkan kepercayaan diri California Youth Authority sebagai kepala psikiater

di Ventura School for Girl. Mulai saat itulah Glasser melakukan eksperimen tentang

prinsip dan teknik reality therapy. Dari kerja kerasnya sebagai psikiater, Glasser

menulis buku dan mempublikasikan karya tulisannya, diantaranya (1) Mental Health

or Mental Illness?, (2) Reality Therapy: School without Failure, dan (3) Identity

Society.

(39)

mengembangkan program-program untuk mencegah kegagalan sekolah. Banyak

pihak yang dilatih lembaganya ini, antara lain: perawat, pengacara, dokter, polisi,

psikolog, pekerja sosial, dan guru.

Teori yang dikembangkan Glasser ini dengan cepat memperoleh popularitas

dikalangan konselor, baik untuk kasus individual maupun kelompok dalam berbagai

bidang, misalnya sekolah lembaga kesehatan mental maupun petugas-petugas sosial

lain. Banyak hal yang psitif dari teori konseling realitas ini, misalnya mudah

dimengerti, non teknis, didasarkan atas pengetahuan masyarakat, efisien waktu,

sumber daya dan usaha-usaha yang dilakukan konselor.1

b. Pengertian Terapi Realitas

Terapi realitas adalah suatu sistem yang difokuskan pada tingkah laku

sekarang. Terapis berfungsi sebagai guru dan model serta mengonfrontasikan klien

dengan cara-cara yang bisa membantu klien menghadapi kenyataan dan memenuhi

kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan dirinya sendiri ataupun orang lain. Iti

terapi realitas adalah penerimaan tanggung jawab pribadi yang dipersamakan dengan

kesehatan mental. Glasser mengembangkan terapi realitas dari keyakinan bahwa

psikiatri konvensional sebagian besar berlandaskan asumsi-asumsi yang keliru.

Terapi realitas, yang menguraikan prinsip-prinsip dan prosedur-prosedur yang

(40)

masyarakat.

Terapi realitas adalah suatu bentuk modifikasi tingkah laku karena, dalam

penerapan-penerapan institusionalnya, merupakan tipe pengondisian operan yang

tidak ketat. Menurut hemat penulis, salah satu sebab mengapa Glasser meraih

popularitas adalah keberhasilannya dalam menerjemahkan sejumlah konsep

modifikasi tingkah laku ke dalam model praktek yang relatif sederhana dan tidak

berbelit-belit.2

c. Konsep-Konsep Utama Terapi Realitas

1) Pandangan Tentang Sifat Manusia

Terapi realitas berlandaskan premis bahwa ada suatu kebutuhan psikologis

tunggal yang hadir sepanjang hidup, yaitu kebutuhan akan identitas yang

mencakup suatu kebutuhan untuk merasakan keunikan, keterpisahan, dan

ketersendirian. Kebutuhan akan identitas menyebabkan dinamika-dinamika

tingkah laku, dipandang sebagai universal pada semua kebudayaan.

Identitas merupakan cara seseorang melihat dirinya sendiri sebagai

manusia dalam hubungannya dengan orang lain dan dunia luarnya. Setiap orang

mengembangkan gambaran identitasnya (identity imange) berdasarkan atas

pemenuhan kebutuhan psikologisnya. Anak yang berhasil menemukan

kebutuhannya, yaitu terpenuhinya kebutuhan cinta dan perhargaan akan

mengembangkan gambaran diri sendiri orang yang berhasil yang membentuk

identitasnya dengan (success identity) sebaliknya jika anak yang gagal

2

(41)

Menurut Glasser & Wubbolding di dalam terapi realitas disebutkan bahwa

pembelajaran manusia adalah proses seumur hidup yang berdasarkan pada

pilihan. Jika individu tidak belajar sesuatu di awal kehidupan, seperti bagaimana

cara berhubungan dengan orang lain, dia dapat memilih untuk mempelajarinya

nanti. Pada prosesnya dia dapat mengubah identitas dan caranya berperilaku.

Pandangan tentang manusia mencakup pernyataan bahwa suatu “kekuatan

pertumbuhan” mendorong kita untuk berusaha mencapai suatu identitas

keberhasilan. Sebagaimana dinyatakan oleh Glasser dan Zunin, “Kami percaya

bahwa masing-masing individu memiliki suatu kekuatan ke arah kesehatan atau

pertumbuhan. Pada dasarnya orang-orang ingin puas hati dan menikmati suatu

identitas keberhasilan, menunjukkan tingkah laku yang bertanggung jawab dan

memiliki hubungan interpersonal yang penuh makna”. Penderitaan pribadi bisa

diubah hanya dengan perubahan identitas. Pandangan terapi realitas menyatakan

bahwa, karena individu-individu bisa mengubah cara hidup, perasaan, dan

tingkah lakunya, maka mereka pun bisa mengubah identitasnya. Perubahan

identitas bergantung pada perubahan tingkah laku.

Maka jelaslah bahwa terapi realitas tidak berpijak pada filsafat

deterministic tentang manusia, tetapi dibangun di atas asumsi bahwa manusia

adalah agen yang menentukan dirinya sendiri. Prinsip ini menyiratkan bahwa

(42)

konsekuensi-Reality Therapy pada dasarnya tidak mengatakan bahwa perilaku individu

itu sebagai perilaku yang abnormal. Konsep perilaku menurut konseling realitas

lebih dihubungkan dengan berperilaku yang tepat atau berperilaku tidak tepat.

Menurut Glasser, individu yang berperilaku tidak tepat itu disebabkan oleh

ketidakmampuannya dalam memuaskan kebutuhannya, akhirnya kehilangan

“sentuhan” denga realitas objektif, dia tidak dapat melihat sesuatu sesuai dengan

realitasnya, tidak dapat melakukan atas dasar kebenaran, tanggung jawab, dan

realitas.

Meskipun konseling realitas tidak menghubungkan perilaku manusia

dengan abnormalitas, perilaku bermasalah dapat disepadankan dengan istilah

yang dikemukakakn Glasser yaitu identitas kegagalan. Identitas kegagalan itu

ditandai dengan keterasingan, penolakan diri dan irrasionalitas, perilakunya kaku,

tidak objektif, lemah, tidak bertanggung jawab, kurang percaya diri dan menolak

kenyataan. 4

3) Ciri-Ciri Terapi Realitas

Sekurang-kurangnya ada delapan ciri yang menentukan terapi realitas

sebagai berikut:

(a)Terapi realitas menolak konsep tentang penyakit mental. Ia berasumsi bahwa

bentu-bentuk gangguan tingkah laku yang spesifik adalah akibat dari

ketidakbertanggungjawaban. Pendekatan ini tidak berurusan dengan

diagnosis-diagnosis psikologis. Ia mempersamakan gangguan mental dengan tingkah

3

(43)

peraaan dan sikap-sikap. Meskipun tidak menganggap perasaan-perasaan dan

sikap-sikap itu tidak penting, terapi realitas menekankan kesadaran atas

tingkah laku sekarang. Terapis realitas juga tidak bergantung pada pemahaman

untuk mengubah sikap-sikap, tetapi menekankan bahwa perubahan sikap

mengikuti perubahan tingkah laku.

(c)Terapi realitas berfokus pada saat seakrang, bukan kepada masa lampau.

Karena masa lampau seseorang itu telah tetap dan tidak bisa diubah, maka

yang bisa diubah hanyalah saat sekarang dan masa yang akan datang.

Kalaupun didiskusian daam terapi, masa lampau selalu dikaitkan dengan

tingkah laku klien sekarang. Terapis terbuka untuk mengeksplorasi segenap

aspek dari kehidupan klien sekarang, mencakup harapan-harapan,

ketakutan-ketakutan, dan nilai-nilainya.

(d)Terapi realitas menekankan pertimbangan-pertimbangan nilai. Terapi realitas

menempatkan pokok kepentingannya pada peran klien dalam menilai kualitas

tingkah lakunya sendiri dalam menentukan apa yang membantu kegagalam

yang dialaminya. Terapi ini beranggapan bahwa perubahan mustahil terjadi

tanpa melihat pada tingkah laku dan membuat beberapa ketentuan mengenai

sifat-sifat konstruktif dan destruktifnya. Jika para klien menjadi sadar bahwa

mereka tidak akan memperoleh apa yang mereka inginkan dan bahwa tingkah

laku mereka merusak diri, maka ada kemungkinan yang nyata untuk terjadinya

perubahan positif, semata-mata karena mereka menetapkan bahwa

(44)

pribadi. Terapi realitas menghimbau agar para terapismenempuh cara

beradanya yang sejati, yakni bahwa mereka menjadi diri sendiri, tidak

memainkan peran sebagai ayah atau ibu klien. Glasser menyatakan bahwa para

klien tidak mencari suatu pengulangan keterlibatan di masa lampau yang tidak

berhasil, tetapi mencari suatu keterlibatan manusiawi yang memuaskan dengan

orang lain dalam keberadaan mereka sekarang. Terapis bisa menjadi orang

yang membantu para klien dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka

sekarang dengan membangun suatu hubungan yang personal dan tulus.

(f)Terapi realitas menekankan aspek-aspek kesadaran, bukan aspek-aspek

ketaksadaran. Teori psikoanalistik, yang berasumsi bahwa pemahaman dan

kesadaran atas proses-proses ketaksadaran sebagai suatu prasyarat bagi

perubahan kepribadian, menekankan pengungkapan konflik-konflik tak sadar

melalui tekni-teknik seperti analisis transferensi, analisis mimpi,

asosiasi-asosiasi bebas, dan analisis resistensi. Sebaliknya, terapi realitas menekankan

kekeliruan yang dilakukan oleh klien, bagaimana tingkah laku klien sekarang

hingga dia tidak mendapatkan apa yang diingingkannya, dan bagaimana dia

bisa terlibat dalam suatu rencana bagi tingkah laku yang bertanggung jawab

dan realistis.

(g)Terapi realistis menghapus hukuman. Glasser mengingatkan bahwa pemberian

hukuman guna mengubah tingkah laku tidak efektif dan bahwa hukuman

untuk kegagalam melaksanakan rencana-rencana mengakibatkan perkuatan

(45)

mengalami konsekuensi-konsekuensi yang wajar dari tingkah lakunya.

(h)Terapi realitas menekankan tanggung jawab, yang oleh Glasser didefinisikan

sebagai “kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sendiri dan

melakukannya dengan cara tidak mengurangi kemampuan orang lain dalam

memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka”. Belajar tanggung jawab adalah

proses seumur hidup. Meskipun kita semua memiliki kebutuhan untuk

mencintai dan dicintai serta kebutuhan untuk memiliki rasa berguna, kita tidak

memiliki kemampuan bawaan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu.

Glasser menyatakan bahwa mengajarkan tanggung jawab adalah

konsep inti dalam terapi realitas. Jika kebanyakan hewan didorong oleh naluri,

manusia mengembangkan kemampuan untuk belajar dan mengajarkan

tanggung jawab. Oleh karenganya, terapi realitas menekankan fungsi terapis

sebagai pengajar. Terapis mengajari para klien cara-cara yang lebih baik dalam

memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dengan mengeksplorasi

keistimewaan-keistimewaan dari kehidupan sehari-harinya dan kemudian membuat

pernyataan-pernyataan direktif dan saran-saran mengenai cara-cara

memecahkan masalah yang lebih efektif . terapi menjadi suatu pendidikan

khusus di mana rencana-rencana dibuat serta alat-alat yang realistik dan

bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pribadi diuji.

d. Tujuan Terapi Realitas

Sama dengan kebanyakan sisitem psikoterapi, tujuan umum terapi realitas

(46)

mereka serta menggembangkan rencana-rencana yang bertanggung jawab dan

realistis guna mencapai tujuan-tujuan mereka. Terapi realitas membantu orang-orang

dalam menentukan dan memperjelas tujuan-tujuan mereka. Selanjutnya, ia

membantu mereka dalam menjelaskan cara-cara mereka menghambat kemajuan

kearah tujuan-tujuan yang ditentukan oleh meraka sendiri. Terapis membantu klien

menemukan alternatif-alternatif dalam mecapai tujuan-tujuan, tetapi klien sendiri

yang menetapkan tujuan-tujuan terapi.

Glasser dan Zuni sepakat bahwa terapis harus memiliki tujuan-tujuan tertentu

bagi klien dalam pikirannya. Akan tetapi, tujuan-tujuan itu harus diungkapkan dari

segi konsep tanggung jawab individual alih-alih dari segi tujuan-tujuan behavioral

karena klien harus menentukan tujuan-tujuan itu bagi dirinya sendiri. Mereka

menekankan bahwa criteria psikoterapi yang berhasil sangat bergantung pada

tujuan-tujuan yang ditentukan oleh klien. Meskipun tidak ada kriteria yang kaku

yang pencapaiannya menandai selesainya terapi kriteria umum mengenai pencapaian

tingkah laku yang bertanggung jawab dan pemenuhan tujuan-tujuan klien

menunjukkan bahwa klien mampu melaksanakan rencana-rencanaya secara mandiri

dan tidak perlu lagi diberi treatment.5

Tujuan utama dari terapi realitas adalah membantu klien menjadi rasional

dan memiliki mental yang kuat, serta menyadari bahwa dia mempunyai pilihan

dalam memperlakukan diri sendiri dan orang lain. Tujuan pertama ini berkaitan

dengan tujuan kedua: untuk membantu klien mengklarifikasi apa yang

5

(47)

273-lingkungan dan penghambatnya. Klien yang bertanggung jawab untuk memilih

perilaku yang memenuhi kebutuhan pribadi. Tujuan ketiga dari terapi realitas adalah

membantu klien merumuskan rencana yang realistis, untuk mencapai tujuan dan

harapan pribadi.

Terakhir, terapi realitas bertujuan untuk menghapus dukungan dan dalih dari

kehidupan klien. Seringkali, klien berdalih bahwa dia tidak dapat menjalankan

rencana karena takut terkena hukuman jika gagal, baik dari konselor maupun

orang-orang di lingkungan luar. Tetapi realitas membantu klien memformulasikan suatu

rencana baru, jika rencana yang lama tidak berjalan dengan baik.6

e. Fungsi dan Peran Konselor dalam Terapi Realitas

Tugas dasar terapis adalah melibatkan diri dengan klien dan kemudian

membuatnya menghadapi kenyataan. Glasser merasa bahwa, ketika terapis

menghadapi para klien, dia memaksa mereka itu untuk memutuskan apakah mereka

akan atau tidak akan menempuh “jalan yang bertanggung jawab”. Terapis tidak

membuat pertimbangan-pertimbangan nilai dan putusan-putusan bagi para klien,

sebab tindakan demikian akan menyingkirkan tanggung jawab yang mereka miliki.

Tugas terapis adalah bertindak sebagai pembimbing yag membantu klien agar bisa

menilai tingkah lakunya sendiri secara realistis.

Terapis diharapakan memberikan pujian apabila klien bertindak dengan cara

yang bertanggung jawab dan menunjukkan ketidaksetujuan apabila mereka tidak

bertindak demikian. Para klien membutuhkan tipe penilaian semacam itu, menurut

(48)

menciptakan kebahagiaannya sendiri dan bahwa kunci untuk menemukan

kebahagiaanadalah penerimaan tanggung jawab. Oleh karena itu, terapis tidak

menerima pengelakan atau pengabaian kenyataan, dan tidak pula menerima tindakan

klien menyalahkan apa pun atau siapa pun diluar dirinya atas ketidakbahagiaannya

pada saat sekarang. Tindakan yang demikian akan melibatkan klien dalam

“kenikmatan psikiatrik” yang segera akan hilang dan mengakibatkan penyesalan.

Fungsi penting lainnya dari terapis realitas adalah memasang batas-batas,

mencakup batas-batas dalam situasi terapeutik dan batas-batas yang ditempatkan

oleh kehidupan pada seesorang. Glasser dan Zunin menunjuk penyelenggaraan

kontrak sebagai suatu tipe pemasangan batas. Kontrak-kontrak, yang sering menjadi

bagian dari proses terapi, bisa mencakup pelaporan klien mengenai keberhasilan

maupun kegagalannya dalam pekerjaan di luar situasi terapi. Acap kali suatu kontrak

menetapkan suatu batas yang spesifik bagi lamanya terapi. Pada akhir waktu, terapi

bisa diakhiri, dan klien diperbolehkan menjaga dirinya sendiri. Sebagian klien

berfungsi lebih efektif apabila mereka menyadari bahwa banyaknya pertemuan

terapi dibatasi sampai jumlah tertentu.

Selain fungsi-fungsi dan tugas-tugas tersebut, kemampuan terapis untuk

terlibat dengan klien serta untuk melibatkan klien dalam proses terapeutik dianggap

paling utama. Fungsi ini sering kali sulit, terutama apabila klien tidak menginginkan

konseling atau apabila dia meminta “tolong” sekedar coba-coba. Glasser

menunjukkan bahwa terjadinya keterlibatan antara dua orang yang asing banyak

(49)

kemampuan dan kesediaan terapi untuk menuntut, namun peka; memenuhi

kebutuhan-kebutuhannya sendiri dalam kenyataan; secara terbuka berbagi

perjuangannya sendiri; bersikap pribadi dan tidak memelihara sikap menjauhkan

diri; membiarkan nilai-nilainya sendiri ditantang oleh klien; tidak menerima dalih

bagi penghindaran tindakan yang bertanggung jawab; menunjukkan keberanian

dengan secara sinambung menghadapi klien, tanpa mengindahkan penentangan dari

para klien apabila mereka tidak hidup secara realistis; memahami dan merasakan

simpati terhadap klien; dan membangun keterlibatan yang tulus dengan klien. 7

f. Hubungan antara Terapis dan Klien dalam Terapi Realitas

Sebelum terjadi yang efektif, keterlibatan antara terapis dank lien harus

berkembang. Para klien perlu mengetahui bahwa orang yang membantu mereka,

yakni terapis, menaruh perhatian yang cukup kepada mereka, menerima dan

membantu mereka dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka di dunia nyata.

Berikut tinjauan ringkas atas prinsip-prinsip atau konsep-konsep yang spesifik yang

menyajikan kerangka bagi proses belajar yang terjadi sebagai hasil dari hubungan

antara terapi dan klien atau antara guru dan siswa, yang dikemukakan oleh Glasser

serta Glasser dan Zunin.

1. Terapi realitas berlandaskan hubungan atau keterlibatan pribadi antara terapis

dan klien. Terapis, dengan kehangatan penegertian, penerimaan, dan kepercayaan

atas kesanggupan klien untuk mengembangkan suatu identitas keberhasilan, harus

mengkomunikasikan bahwa dia menaruh perhatian. Melalui keterlibatan pribadi

7

(50)

274-penyalahan atau dalih-dalih dari klien.

2. Perencanaan adalah hal yang esensial dalam terapi realitas. Situasi terapeutik

tidak terbatas pada diskusi-diskusi antar terapis dan klien. Mereka harus

membentuk rencana-rencana yang, jika telah membentuk, harus dijalankan;

dalam terapi realitas tindakan adalah bagian yang esensial. Rencana-rencana

harus dibuat realistis dan ada dalam batas-batas motivasi dan

kesanggupan-kesanggupan masing-masing klien. Rencana-rencana bukanlah hal yang mutlak,

melainkan terutama merupakan cara-cara alternatif bagi klien untuk memecahkan

masalah-masalah dan untuk memperluas pengalaman-pengalaman hidup yang

penuh keberhasilan. Sejumlah besar rencana bisa diterapkan pada pemecahan

masalah. Jika suatu rencana tidak bisa terlaksanakan maka rencana tersebut harus

di evaluasi dan rencana-rencana lain bisa diajukan.

3. Komitmen adalah kunci utama terapi realitas. Setelah para klien membuat

pertimbangan-pertimbangan nilai mengenai tingkah laku mereka sendiri dan

memutuskan rencana-rencana tindakan, terapis membantu mereka dalam

membuat suatu komitmen untuk melaksanakan rencana-rencana itu dalam

kehidupan sehari-hari mereka. Pernyataan-pernyataan dan rencana-rencana tidak

ada artinya sebelum ada keputusan unuk melaksanaknnya. Oleh karena itu,

dengan menjalani rencana-rencana itu para klien diharapkan bisa memperoleh

rasa berguna.

(51)

cenderung menyingkirkan tanggung jawab pribadi. Selain itu, terapi realitas juga

tidak menggunakan diagnostik karena dianggap membuang waktu dan merusak

klien dengan menyematkan label pada dirinya. Teknik lain yang tidak digunakan

adalah: penafsiran, pemahaman, wawancara nondirektif, sikap diam berkepanjangan,

asosiasi bebas, analisis transferensi dan resistensi dan analisis mimpi.

Adapun fokus utama teknik realitas adalah mengembangkan kekuatan

potensi klien untuk mencapai keberhasilannya dalam hidup. Menurut Corey,

teknik-teknik yang dapat dilakukan berupa:

1. Terlibat dalam permainan peran dengan klien.

2. Menggunakan humor.

3. Mengonfrontasikan klien dan menolak alasan apapun dari klien.

4. Membantu klien merumuskan rencana tindakan secara spesifik.

5. Bertindak sebagai guru/model.

6. Memasang batas-batas dan menyusun situasi terapi.

7. Menggunakan terapi kejutan verbal atau sarkasme yang layak untuk

mengonfrontasikan dengan tingkah lakunya yang tidak realistis.

8. Melibatkan diri dengan klien untuk mencari kehidupan yang lebih efektif.

Pelaksanaan teknik tersebut dibuat tidak secara kaku. Hal ini disesuaikan

dengan karakteristik konselor dan klien yang menjalani terapi realitas. Jadi pada

(52)

2. Teknik Sindiran

a. Pengertian Teknik Sindiran

Pada dasarnya sindiran hendak menunjukkan kenyataan yang sebenarnya

merupakan kebalikan dari pada yang dikatakan. Oleh karena itu sesuatu baru

menjadi sindiran bila suatu kenyataan tampil cukup jelas, sehingga mengatakan yang

sebalikanya akan mempertajam kenyataan tersebut.

Sindiran ini tidak hanya menyiratkan kebalikan dari kenyataan, tetai juga

menegaskan absurditas. Anak yang malas belajar tidak cukup hanya dibilang bagus,

tetapi juga si anak malah mengira bisa jadi pintar dengan tidak belajar, suatu yang

tidak masuk akal.9

Dalam teknik sindiran ini, digunakan gaya bahasa seperti majas. Gaya bahasa

sindiran merupakan salah satu cara seseorang untuk mengungkapkan pikiran dan

perasaannya melalui bahasa dengan cara tidak langsung.

Gaya bahasa menurut Slamet Muljana adalah susunan perkataan yang terjadi

karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati penulis, yang menimbulkan suatu

perasaan tertentu dalam hati pembaca. Gaya bahasa disebut pula majas.10

Gaya bahasa seseorang pada saat mengungkapkan perasaannya, baik secara

lisan maupun tulisan dapat menimbulkan reaksi pembaca berupa tanggapan. Secara

8

Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori Dan Praktik, (Jakarta: Kencana, 2011), hal. 189.

9

(53)

Majas dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Majas Penegasan

a. Inversi

Adalah kalimat yang predikatnya terletak di depan subjek.

Contoh: Besar sekali rumahnya.

b. Retoris

Adalah kalimat tanya tak bertanya, yang menyatakan kesangsian atau bersifat

mengejek.

Contoh: Itukah bukti janji yang engkau ucapkan?

c. Koreksio

Adalah membetulkan kembali ucapan yang salah, baik dengan sengaja atau

tidak.

Contoh: Dia baru saja makan, oh bukan, dia tidur.

d. Repetisi

Adalah pengulangan kata-kata dalam bahasa prosa.

Contoh: Kita telah merdeka, kita telah membangun, kita telah bahagia.

e. Paralelisme

Adalah pengulangan kata-kata untuk penegasan dalam bahasa puisi.

f. Enumerasio

Adalah melukiskan suatu peristiwa atau keadaan dengan cara menguraikan

(54)

Adalah gaya bahasa yang menguraikan suatu keadaan secara berturut-turut

makin lama makin memuncak.

Contoh: Sejak dari kecil sampai dewasa, malah sampai setua ini perangainya

tidak pernah berubah.

h. Anti klimaks

Adalah gaya bahasa yang menguraikan suatu keadaan secara berturut-turut

Gambar

Tabel 1.1  :  Jenis Data, Sumber Data, danTeknikPengumpulanData  ........... 22
Tabel 1.1 Jenis Data, Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data
Tabel 3.1 Struktur Organisasi Kecamatan Rungkut
Tabel 4.1

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Ekstrak daun jambu biji diharapkan dapat efektif sebagai inhibitor pada sampel logam besi, tembaga, dan alumunium dalam medium larutan garam karena mengandung senyawa yang

dengan Pereduksian Sikap Apatis Siswa dalam mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MTs NU Mafatihul Ulum Sidorekso Kaliwungu Kudus Tahun Pelajaran 2016/2017,

Jika pemahaman sebelumnya merujuk pada ruang virtual ialah ruang yang tidak bergerak secara fisik, maka Pokemon Go mulai mematahkan teori tersebut dengan menghadirkan

Adapun faktor pendukung pembentukan karakter anak di Desa Pandes Kecamatan Wedi Kabupaten Klaten disekitarnya; dukungan dari keluarga dan masyarakat dalam

(2) Karena berdasarkan pada penelitian ini terbukti bahwa baik secara parsial maupun simultan EPS dan tingkat suku bunga SBI berpengaruh terhadap return saham,

Untuk menjelaskan fenomena kepuasan kerja karyawan yang dipengaruhi oleh Leader-member Exchange, Perceived Organizational Support, dengan motivasi kerja sebagai variabel

Gelombang laut pada umumnya timbul oleh pengaruh angin, walaupun masih ada faktor-faktor lain yang dapat menimbulkan gelombang di laut seperti aktifitas seismik di dasar