• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL BERPIKIR LATERAL DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA MATERI BANGUN DATAR PADA SISWA KELAS IX DI SMP NEGERI 1 SIDOARJO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PROFIL BERPIKIR LATERAL DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA MATERI BANGUN DATAR PADA SISWA KELAS IX DI SMP NEGERI 1 SIDOARJO."

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL BERPIKIR LATERAL DALAM

MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA

MATERI BANGUN DATAR PADA SISWA KELAS IX

DI SMP NEGERI 1 SIDOARJO

SKRIPSI

Oleh:

HALIMATUS SA’DIYAH NIM. D94211072

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPELSURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUN ALAM

(2)
(3)
(4)
(5)

PROFIL BERPIKIR LATERAL DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA MATERI BANGUN DATAR SISWA

KELAS IX DI SMP NEGERI 1 SIDOARJO

Halimatus Sa’diyah

ABSTRAK

Dalam pembelajaran matematika aspek pemecahan masalah menjadi semakin penting. Pemikiran pada matematika menekankan pada pemikiran logis, sehingga salah satu cara berpikir yang cocok digunakan adalah berpikir lateral. Berpikir lateral adalah berpikir dengan memproses informasi untuk memandang permasalahan dari berbagai sudut pandang yang berbeda dengan mencari berbagai macam alternatif penyelesaian yang berbeda-beda. Berdasarkan pemaparan di atas, tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan profil berpikir lateral siswa dalam menyelesaikan masalah matematika materi bangun datar berdasarkan aspek-aspek berpikir lateral.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subjek dalam penelitian ini diambil dari kelas IX-2 dan IX-9 di SMP Negeri 1 Sidoarjo yang dipilih berdasarkan pada siswa yang mampu berpikir lateral dalam menyelesaikan masalah matematika yang berjumlah 2 orang siswa. Pengumpulan data dengan tes tertulis dan wawancara. Tes tertulis dan wawancara dianalisis berdasarkan aspek-aspek berpikir lateral, yaitu mengenali ide dominan dari masalah yang sedang dihadapi, mencari cara-cara lain dalam memandang sesuatu, melonggarkan kendali cara berpikir yang kaku, dan memakai ide-ide acak untuk membangkitkan ide-ide baru.

Berdasarkan penelitian, didapatkan kesimpulan bahwa: siswa mampu menggunakan simbol-simbol, membuat lompatan berpikir dan melakukan penalaran logis, serta menemukan berbagai macam alternatif penyelesaian yang tidak lazim dan unik. Sedangkan profil berpikir lateral berdasarkan aspek-aspeknya, yaitu: (1) Siswa mampu membaca informasi yang ada pada soal dengan cara membacanya berulang kali kemudian membuat sketsa gambar bangun datar. (2) Siswa mampu menghasilkan cara lebih dari satu dan cara yang digunakan juga sederhana. (3) Siswa mampu menggunakan semua pengetahuannya untuk menyelesaikan soal dan tidak terpaku pada cara yang umum digunakan. (4) Siswa cenderung menggunakan representasi visual untuk membangkitkan ide-idenya kemudian mengaitkan antar unsur yang saling berhubungan, sehingga menghasilkan langkah-langkah penyelesaian yang tidak berurutan dan terkadang juga tidak melibatkan rumus matematika namun logis, serta jawaban yang dihasilkan benar.

(6)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 3

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Definisi Istilah ... 5

F. Batasan Penelitian ... 6

G. Sistematika Pembahasan ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Berpikir ... 7

B. Berpikir Lateral ... 9

(7)

D. Menyelesaikan Masalah dalam Matematika ... 22

E. Berpikir Lateral Dalam Menyelesaikan Masalah Matematika ... 25

F. Bangun Datar ... 26

1. Segitiga ... 27

2. Persegipanjang ... 28

3. Persegi ... 28

4. Trapesium ... 29

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 31

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 31

C. Subjek Penelitian ... 31

D. Teknik Pengumpulan Data ... 33

E. Instrumen Penelitian ... 34

F. Teknik Analisis Data ... 36

G. Prosedur Penelitian ... 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN A. Deskripsi Data dan Analisis Data Hasil Penelitian .. 39

1. Berpikir Lateral Subjek S1 ... 39

2. Berpikir Lateral Subjek S2 ... 69

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 95

BAB VI PENUTUP A.Simpulan ... 105

B.Saran ... 105

DAFTAR PUSTAKA ... 107

(8)

DAFTAR TABEL

2.1 Perbedaan Berpikir Vertikal dan Lateral ... 12

2.2 Indikator Berpikir Lateral ... 14

3.1 Hasil Berpikir Lateral Siswa ... 32

3.2 Daftar Subjek Penelitian ... 33

3.3 Daftar Validator Instrumen Penelitian ... 35

4.1 Tabel Hasil Pemaparan Data Penelitian Subjek S1 ... 65

4.2 Tabel Hasil Pemaparan Data Penelitian Subjek S2 ... 92

(9)

DAFTAR GAMBAR

2.1 Konsep Berpikir Vertikal dan Lateral ... 11

2.2 Alur Berpikir Vertikal dan Lateral ... 12

2.3 Peta Konsep Bangun Datar ... 26

2.4 a) Segitiga sama sisi, b) Segitiga siku-siku ... 27

2.5 Persegipanjang ... 28

2.6 Persegi ... 29

2.7 a) Trapesium sama kaki, b) Trapesium siku-siku ... 29

4.1 Jawaban Pertama Masalah 1 Subjek S1 ... 42

4.2 Jawaban Kedua Masalah 1 Subjek S1 ... 43

4.3 Jawaban Ketiga Masalah 1 Subjek S1 ... 44

4.4 Jawaban Keempat Masalah 1 Subjek S1 ... 45

4.5 Jawaban Pertama Masalah 2 Subjek S1 ... 57

4.6 Jawaban Kedua Masalah 2 Subjek S1 ... 58

4.7 Jawaban Pertama Masalah 1 Subjek S2 ... 72

4.8 Jawaban Kedua Masalah 1 Subjek S2 ... 73

4.9 Cara Coba-Coba Pertama Masalah 1 Subjek S2 ... 77

4.10 Cara Coba-Coba Kedua Masalah 1 Subjek S2 ... 77

4.11 Jawaban Pertama Masalah 2 Subjek S2 ... 84

(10)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A (Instrumen Penelitian)

1. Lembar Tes Berpikir Lateral ... 111

2. Alternatif Jawaban Tes Berpikir Lateral ... 113

3. Pedoman Wawancara Berpikir Lateral ... 129

4. Lembar Tes Berpikir Lateral Sebelum Revisi ... 132

5. Revisi Tes Berpikir Lateral ... 134

6. Lembar Validasi Tes Berpikir Lateral ... 143

7. Lembar Tes Berpikir Lateral Sesudah Revisi ... 147

8. Lembar Pedoman WawancaraSebelum Revisi ... 149

9. Revisi Pedoman Wawancara ... 152

10. Lembar Validasi Pedoman Wawancara ... 158

11. Pedoman Wawancara Sesudah Revisi ... 162

Lampiran B (Hasil Penelitian) 1. Jawaban Tertulis Subjek S1 Masalah 1 ... 165

2. Jawaban Tertulis Subjek S1 Masalah 2 ... 167

3. Jawaban Tertulis Subjek S2 Masalah 1 ... 169

4. Jawaban Tertulis Subjek S2 Masalah 2 ... 170

5. Hasil Wawancara Terhadap Subjek S1 Masalah 1 ... 172

6. Hasil Wawancara Terhadap Subjek S1 Masalah 2 ... 175

7. Hasil Wawancara Terhadap Subjek S2 Masalah 1 ... 177

8. Hasil Wawancara Terhadap Subjek S2 Masalah 2 ... 179

Lampiran C (Surat dan lain lain) 1. Surat Izin Penelitian... 181

2. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian... 182

3. Kartu Konsultasi ... 183

4. Biodata Peneliti ... 184

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pikiran adalah suatu sistem pembuat pola1. Manusia adalah sebuah mesin pola, ketika mereka sedang berpikir. Seseorang cenderung meletakkan hal-hal ke dalam pola untuk mempermudah dalam berpikir dan bertindak. Dengan cara memilih fokus berpikir terlebih dahulu, kemudian melakukan generalisasi, lalu mendistorsikan (mengolah) dalam berbagai hal, sehingga membentuk pola-pola. Untuk beberapa periode waktu memang menggunakan pola-pola yang sudah terbentuk sangat bermanfaat. Karena dengan menggunakan pola yang sama dapat membantu seseorang dalam membentuk kebiasaan dalam melakukan berbagai hal. Seseorang membutuhkan kebiasaan untuk melakukan banyak hal, karena seseorang tidak mungkin untuk berpikir setiap kali mereka mau melakukan hal-hal tersebut2.

Seiring berjalannya waktu, beberapa pola tidak lagi sesuai dengan situasi. Karena cara pikiran bekerja adalah menciptakan pola konsepsi yang tetap, sehingga pola-pola lama ini menghalangi seseorang untuk berpikir di luar pola tersebut. Pola-pola ini menciptakan batasan dan membatasi pemikiran seseorang. Saat seseorang membutuhkan ide baru dan berbeda, pola-pola ini tidak mengijinkan orang tersebut untuk keluar dari kebiasaannya, dikarenakan orang tersebut lebih nyaman berpikir menggunakan pola yang sudah dikenal sebelumnya. Sehingga yang terjadi adalah seseorang tidak dapat menggunakan informasi baru dengan baik, kecuali jika mereka mempunyai beberapa cara untuk membangun kembali pola-pola lama, sehingga terbentuklah pola-pola baru dan menyesuaikannya dengan situasi yang baru3. Untuk itu, De Bono dalam bukunya “The Use of Lateral Thinking” tahun 1967, yang

dialihbahasakan oleh Sutoyo ke dalam bahasa Indonesia, membagi

1Edward de Bono. “Berpikir Lateral” Diterjemahkanoleh Sutoyo (Jakarta: Erlangga,

1991), 29 2

Hingdranata Nikolay. “Berpikir Lateral : About Lateral Thinking” diakses dari http://www.berpikirlateral.com/about_lateral_thinking, pada tanggal 13 Mei 2015

3

(12)

2

jenis berpikir menjadi dua yaitu berpikir vertikal dan berpikir lateral.

Berpikir vertikal berkaitan dengan pembuktian atau pengembangan pola konsepsi, sedangkan berpikir lateral berkaitan dengan pembangunan kembali pola seperti pemahaman dan pembangkitan sesuatu yang baru (kreativitas). Berpikir lateral dan berpikir vertikal saling mengisi. Keduanya sama-sama diperlukan. Sayangnya, tekanan dalam pendidikan umumnya hanya cenderung pada berpikir vertikal4.

Pemikiran pada matematika menekankan pada pemikiran logis, sehingga salah satu cara berpikir yang cocok digunakan adalah berpikir lateral. Salah satu hal yang dapat melatih berpikir lateral adalah dengan menyelesaikan masalah. Masalah matematika adalah masalah yang berkaitan dengan matematika sekolah. Hudojo menyatakan bahwa suatu merupakan masalah matematika jika memenuhi tiga syarat, yaitu: (1) menantang untuk diselesaikan dan dapat dipahami siswa; (2) tidak dapat diselesaikan dengan prosedur rutin; (3) melibatkan ide-ide matematika5.

Dalam pembelajaran matematika aspek pemecahan masalah menjadi semakin penting. Ini dikarenakan matematika merupakan pengetahuan yang logis, sistematis, berpola, artifisial, abstrak, dan yang tak kalah penting menghendaki justifikasi atau pembuktian. Sifat-sifat matematika ini menuntut pembelajar menggunakan kemampuan-kemampuan dasar dalam pemecahan masalah, seperti berpikir logis, berpikir strategik. Selain itu secara timbal balik maka dengan mempelajari matematika, siswa terasah kemampuan dalam memecahkan masalah. Hal ini dikarenakan strategi dalam pemecahan masalah matematika bersifat “universal” sesuai sifat matematika sebagai bahasa yang universal (artifisial, simbolik)6.

Dalam memecahkan masalah melibatkan emosi/afeksi siswa selama prosesnya. Memecahkan masalah juga dapat

4 Edward de Bono, Op.Cit., hal. 14

5Amira Yahya. Tesis: Proses Berpikir Lateral Siswa SMA Negeri 1 Pamekasan dalam Memecahkan Masalah Matematika Ditinjau Dari Gaya Kognitif Field Dependent dan Field Independent”. (Surabaya : UNESA, 2013), 17

6 Sumardyono ., “Bahan Ajar Pada Diklat Bidang Studi Matematika bagi Guru SMP

(13)

3

menantang pikiran dan bernuansa teka-teki bagi siswa sehingga dapat meningkatkan rasa penasaran, motivasi dan kegigihan untuk selalu terlibat dalam matematika7.

Dalam berpikir lateral seseorang diberikan kebebasan untuk menemukan solusi jawaban atau alternatif, karena kekayaan ragam pikiran merupakan faktor utama berpikir lateral. Dalam hal ini, siswa bebas menyelesaikan suatu masalah dari sudut pandang manapun, sehingga mereka bisa menghasilkan berbagai macam alternatif jawaban dari suatu masalah, terutama masalah matematika. Keragaman berpikir siswa dalam menyelesaikan suatu masalah, seharusnya tidak boleh dibatasi, agar kreativitas siswa dapat berkembang dengan baik. Oleh sebab itu, berpikir lateral dapat digunakan untuk meningkatkan kreativitas siswa. Karena dengan berpikir lateral dapat memaksimalkan semua kemampuan alami yang dimiliki oleh siswa untuk mencari ide atau suatu penyelesaian yang baru tanpa harus takut salah maupun benar.

Penelitian mengenai profil berpikir lateral siswa perlu dilakukan untuk melihat sejauh mana berpikir lateral siswa dalam menyelesaikan masalah matematika, khususnya bangun datar. Selain itu berpikir lateral merupakan bekal masa depan seorang anak. Anak perlu diarahkan agar mampu melihat suatu hal dari berbagai sudut pandang. Tentu saja berpikir lateral ini sangat berkaitan dengan kematangan kognisinya. Namun, pembiasaan akan sangat membantu anak sehingga ia terampil dalam mempertimbangkan kemungkinan untuk menyelesaikan masalah. Selain itu berpikir lateral berguna untuk menemukan gagasan-gagasan baru, memunculkan banyak solusi alternatif untuk sebuah masalah dan menemukan inovasi baru dalam ilmu pengetahuan dan teknologi di masa depan.

Materi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah materi bangun datar. Selain karena bangun datar ada dalam kehidupan sehari-hari, dan hampir ada di setiap konstruksi bangunan yang dibuat manusia, maka soal bangun datar dapat digunakan untuk melihat kemampuan berpikir lateral. Selain itu, soal bangun datar juga ada yang berupa soal tidak rutin. Sehingga soal-soal itu akan memiliki banyak alternatif jawaban, sesuai dengan kreativitas siswa.

7

(14)

4

Berdasarkan runtutan fenomena yang telah dipaparkan di atas, peneliti bermaksud meneliti lebih lanjut tentang kemampuan berpikir lateral siswa SMP dalam menyelesaikan masalah bangun datar. Oleh karena itu, penelitian ini berjudul, “Profil Berpikir Lateral dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Materi Bangun Datar pada Siswa Kelas IX di SMP Negeri 1 Sidoarjo”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti merumuskan pertanyaan penelitiannya yaitu,

Bagaimana profil berpikir lateral siswa kelas IX dalam menyelesaikan masalah matematika materi bangun datar di SMP Negeri 1 Sidoarjo?

Berpikir lateralnya siswa dalam menyelesaikan masalah matematika materi bangun datar dapat diketahui dari pertanyaan berikut:

1. Bagaimana kemampuan siswa pada aspek mengenali ide dominan dari masalah yang sedang dihadapi?

2. Bagaimana kemampuan siswa pada aspek mencari cara-cara lain dalam memandang permasalahan?

3. Bagaimana kemampuan siswa pada aspek melonggarkan kendali cara berpikir yang kaku?

4. Bagaimana kemampuan siswa pada aspek memakai ide-ide acak untuk membangkitkan ide-ide baru?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan profil berpikir lateral siswa dalam menyelesaikan masalah matematika materi bangun datar melalui aspek-aspek berikut ini:

1. Mengenali ide dominan dari masalah yang sedang dihadapi 2. Mencari cara-cara lain dalam memandang permasalahan 3. Melonggarkan kendali cara berpikir yang kaku

4. Memakai ide-ide acak untuk membangkitkan ide-ide baru

D. Manfaat Penelitian

(15)

5

1. Bagi Guru

Memberikan informasi kepada guru tentang gambaran berpikir lateral siswa dalam menyelesaikan masalah bangun datar. Dari informasi tersebut guru dapat memahami cara berpikir siswa dari berbagai sudut pandang yang berbeda. 2. Bagi Siswa

Untuk melatih berpikir lateral siswa yang penting digunakan untuk menyelesaikan masalah matematika yang kompleks, khususnya dalam menyelesaikan masalah bangun datar. 3. Bagi peneliti lain

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dan dijadikan pemikiran awal untuk penelitian selanjutnya. Selain itu dapat juga digunakan sebagai referensi untuk penelitian mengenai gambaran berpikir lateral siswa dalam menyelesaikan materi bangun datar.

E. Definisi Istilah

Agar tidak terjadi salah pengertian terhadap maksud penelitian ini, maka berikut ini diberikan definisi yang terdapat dalam penyusunan penelitian ini:

1. Profil adalah gambaran alami dan utuh tentang sesuatu atau seseorang berupa gambar atau kata-kata yang memberikan informasi yang bermanfaat.

2. Berpikir adalah suatu kegiatan mental yang dialami seseorang bila mereka dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang harus dikerjakan.

3. Berpikir lateral adalah berpikir dengan memproses informasi untuk memandang permasalahan dari berbagai sudut pandang yang berbeda dengan mencari berbagai macam alternatif penyelesaian yang berbeda-beda.

4. Seseorang dikatakan berpikir lateral apabila ia memenuhi semua aspek-aspek lateral berikut: (a) mengenali ide dominan dari masalah yang sedang dihadapi; (b) mencari cara-cara lain dalam memandang permasalahan; (c) melonggarkan kendali cara berpikir yang kaku; (d) memakai ide-ide acak untuk membangkitkan ide-ide baru.

(16)

6

6. Menyelesaikan masalah dalah mencari jalan keluar dari suatu masalah menggunakan keterampilan yang dimiliki dan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal.

7. Berpikir lateral dalam menyelesaikan masalah matematika adalah kemampuan siswa menggunakan simbol-simbol, membuat lompatan berpikir dan kemampuan siswa melakukan penalaran logis, sehingga siswa mampu menemukan berbagai macam alternatif penyelesaian.

8. Bangun datar adalah sebutan untuk semua bangun dua dimensi. Diantaranya lingkaran, segitiga dan segiempat.

F. Batasan Masalah

Untuk menjaga fokus penelitian, maka dirasa perlu untuk membatasi masalah penelitian. Batasan penelitian ini adalah materi yang digunakan yaitu materi definisi dan luas bangun datar yang meliputi persegipanjang, persegi, segitiga dan trapesium.

G. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab 1 : Pendahuluan berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, batasan penelitian, sistematika penelitian.

Bab 2 : Kajian pustaka berisi tentang definisi berpikir, berpikir lateral, masalah matematika, bangun datar. Bab 3 : Metode penelitian berisi tentang jenis penelitian, waktu dan tempat penelitian, subjek penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik analisis data, dan prosedur penelitian. Bab 4 : Hasil dan pembahasan berisi tentang analisis data

(17)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Berpikir

Allah SWT telah menganugerahkan akal pada diri manusia dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya. Akal sendiri memiliki sebuah kemampuan istimewa, yaitu kemampuan untuk berpikir. Hanya manusia makhluk ciptaan Allah SWT yang memiliki kemampuan berpikir dengan menggunakan akalnya.

Berpikir adalah daya jiwa yang dapat meletakkan hubungan-hubungan antara pengetahuan kita. Berpikir itu merupakan proses yang “dialektis” artinya selama seseorang berpikir, pikiran seseorang dalam keadaan tanya jawab, untuk dapat meletakkan hubungan pengetahuan tersebut. Dalam berpikir seseorang memerlukan alat, yaitu akal. Hasil berpikir itu dapat diwujudkan dengan bahasa1.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti kata berpikir yaitu menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu; menimbang-nimbang di ingatan2. Berpikir mencakup berbagai aktivitas mental3. Seseorang akan berpikir saat mencoba untuk memecahkan ujian yang diberikan oleh guru di kelas. Seseorang juga akan berpikir ketika melamun untuk menunggu bus datang, menulis artikel, membaca koran, memecahkan teka teki, menulis surat, menulis makalah, merencanakan liburan, memilih menu makanan, menyusun puzzle, bahkan ketika memecahkan pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru.

Berpikir adalah suatu kegiatan mental yang melibatkan kerja otak. Walaupun tidak bisa dipisahkan dari aktivitas kerja otak, pikiran manusia lebih dari sekedar kerja organ tubuh yang disebut otak. Kegiatan berpikir juga melibatkan seluruh pribadi manusia dan juga melibatkan perasaan dan kehendak manusia4.

1 Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar,(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2013),

31.

2

Kamus Besar Bahasa Indonesia Dalam Jaringan (Online). Yang diakses melalui kbbi.web.id/pikir pada tanggal 20 Mei 2015.

3Swesty Ismienar, dkk, “Psikologi : Berpikir” diakses dari

http://psikologi.or.id/mycontents/uploads/2010/11/thinking.pdf pada tanggal 12 Mei 2015.

4

(18)

8

Mengenai berpikir, berikut beberapa pendapat dari para ahli. Edward De Bono dalam bukunya Revolusi Berpikir mendefinisikan berpikir sebagai keterampilan mental yang memadukan kecerdasan dengan pengalaman5. Sedangkan menurut Siswono, berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang bila mereka dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan6.

Sejalan dengan hal itu, berpikir juga berarti berjerih-payah secara mental untuk memahami sesuatu yang dialami atau mencari jalan keluar dari persoalan yang sedang dihadapi. Dalam berpikir juga termuat kegiatan meragukan dan memastikan, merancang, menghitung, mengukur, mengevaluasi, membandingkan, menggolongkan, memilah-milah atau membedakan, menghubungkan, menafsirkan, melihat kemungkinan-kemungkinan yang ada, membuat analisis dan sintesis menalar atau menarik kesimpulan dari premis-premis yang ada, menimbang, dan memutuskan7. Sehingga dengan berpikir manusia dapat melakukan berbagai hal. Untuk itu aktivitas berpikir dalam kegiatan pendidikan diperlukan dalam usaha untuk memahami dan mengerti suatu materi pelajaran. Pemahaman tentang keterampilan berpikir sangat diperlukan dalam pembelajaran matematika, terutama bagi guru dan siswa.

Tate dan Johnson menegaskan bahwa salah satu indikator guru matematika yang berkualitas adalah bagaimana guru memahami proses berpikir dan penalaran peserta didik tentang matematika dan bagaimana memperluas kemampuan peserta didik tersebut8. Secara sederhana, berpikir adalah memproses informasi secara mental atau secara kognitif. Secara lebih formal, berpikir adalah penyusunan ulang atau manipulasi kognitif baik informasi

5 Edward de Bono, “Revolusi Berpikir. Diterjemahkan oleh Ida Sitompul dan Fahmy

Yamani”. (Bandung: Kaifa. 2007), 221.

6 Tatag Yuli Eko Siswono. Disertasi. Penjenjangan Kemampuan Berpikir Kreatif dan

Identifikasi berpikir Kreatif Siswa Dalam Memecahkan dan Mengajukan Masalah Matematika. (Surabaya: UNESA, 2007).

7 Swesty Ismienar, dkk, Loc.Cit.

8Nisa Nurul Hayati. Tesis: “Profil Berpikir Lateral Siswa Sekolah Menengah Kejuruan

(19)

9

dari lingkungan maupun simbol-simbol yang disimpan dalam long term memory9.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, maka berpikir adalah suatu kegiatan mental yang dialami seseorang bila mereka dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang harus dikerjakan.

B. Berpikir Lateral

Berpikir lateral diperkenalkan oleh Edward De Bono dalam bukunya Lateral Thinking: A Textbook of Creativity. Ada dua jenis cara berpikir menurut De Bono, yaitu berpikir vertikal dan berpikir lateral.

Berpikir vertikal merupakan lawan dari berpikir lateral. Berpikir vertikal adalah pola berpikir logis konvensional yang selama ini kita kenal dan umum dipakai. Pola berpikir ini dilakukan secara tahap demi tahap berdasarkan fakta yang ada, untuk mencari berbagai alternatif pemecahan masalah, dan akhirnya memilih alternatif yang paling mungkin menurut logika normal. Pola berpikir vertikal sangat erat dengan bernalar di matematika. Sehingga saat siswa belajar matematika, maka siswa tersebut, diharapkan memiliki keterampilan berpikir vertikal. Bila dilihat dari fungsi otak, maka berpikir vertikal lebih memfungsikan otak kiri yang bersifat logis, sekuensial, linier, dan rasional10. Berpikir vertikal bergerak ke suatu arah yang sudah ditetapkan dengan jelas ke arah pemecahan masalah, berpikir vertikal lebih menekankan pada kebenaran, sehingga hanya memiliki satu ragam pemikiran. Dalam berpikir vertikal, seseorang memilih pendekatan yang paling mungkin untuk mencari pemecahan masalah suatu situasi.

Ada beberapa definisi mengenai berpikir lateral di antaranya. Menurut Oxford English Dictionary menyatakan bahwa,

lateral thinking is a way of thinking which seeks the solution to intractable problems through unorthodox methods, or elements which would normally be ignored by logical thinking11. Yaitu suatu

9

Swesty Ismienar, Loc.Cit.

10 Rosnawati, “Berpikir Lateral Dalam Pembelajaran Matematika”

Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA. (Yogyakarta: UNY, 14 Mei 2011), PM-140.

11Thea, Ashev. “Membuka Scribd: Berpikir Lateral”. diakses

(20)

10

cara berpikir untuk memecahkan masalah melalui metode yang tidak lazim (nampaknya tidak logis), atau melalui unsur-unsur yang biasanya akan diabaikan oleh pemikiran logis.

De Bono menyatakan bahwa berpikir lateral adalah suatu cara berpikir untuk menggunakan pikiran yang berkaitan dengan pembangunan kembali pola, seperti pemahaman dan pembangkitan sesuatu yang baru (kreativitas). Dia juga menyatakan bahwa dalam berpikir lateral sedapat mungkin dikembangkan sebanyak-banyaknya pendekatan alternatif12. Sedangkan Syutaridho mendefinisikan berpikir lateral sebagai cara berpikir yang memperhatikan masalah perubahan konsep dan persepsi, sehingga berpikir lateral merupakan salah satu langkah untuk dapat berpikir secara lebih terbuka, fleksibel, dan kreatif terhadap rangsangan dari lingkungan sekitar dan dapat mencari alternatif pemecahan masalah dari berbagai sudut pandang13.

Sejalan dengan itu, Rosnawati berpendapat bahwa berpikir lateral adalah memecahkan masalah melalui langsung dan pendekatan kreatif, dengan menggunakan fakta-fakta yang ada dan melibatkan ide-ide yang mungkin tidak diperoleh dengan hanya menggunakan langkah-langkah berpikir vertikal14. Sedangkan Asmin menyatakan bahwa berpikir lateral adalah berpikir dengan memproses informasi sehingga mengarah pada pola berpikir yang bervariasi dan beragam sera suatu pemikiran yang tidak biasa yaitu tidak mengikuti metode konvensional untuk menciptakan sesuatu yang baru (tidak biasa)15.

Berpikir lateral berhubungan erat dengan kreativitas. Namun, apabila kreativitas seringkali hanya merupakan deskripsi suatu hasil, berpikir lateral merupakan deskripsi suatu proses. Kita hanya dapat mengagumi suatu hasil, tetapi kita dapat belajar menggunakan suatu proses16. Hal ini dikarenakan dengan berpikir

12 Edward de Bono. Berpikir Lateral (Jakarta: Erlangga, 1991), 14.

13Amira Yahya. Tesis : “Proses Berpikir Lateral Siswa SMA Negeri 1 Pamekasan dalam

Memecahkan Masalah Matematika Ditinjau Dari Gaya Kognitif Field Dependent dan Field Independent”. (Surabaya : UNESA, 2013), 30.

14 Rosnawati, Op.Cit. PM-144.

15Asmin. “Implementasi Berpikir Lateral dalam Proses Pembelajaran di Sekolah”. Jurnal

Pendidikan dan Kebudayaan. No.055 tahun ke-11. (2005), 549.

16

(21)

11

lateral ide baru dapat dihasilkan, yang diperoleh dari perubahan persepsi dan sudut pandang dalam mengamati permasalahan.

Tujuan dalam berpikir lateral adalah memandang sesuatu dengan cara yang berbeda, menyusun kembali pola, dan mengembangkan alternatif17. Berpikir lateral juga mempunyai peranan dalam melepaskan diri dari belenggu konsepsi gagasan lama. Peranan ini menghasilkan perubahan sikap dan pendekatan untuk mengamati masalah dengan cara yang berbeda, yang semula senantiasa diamati dengan cara yang sama18.

Prinsip yang paling mendasar dalam berpikir lateral adalah bahwa setiap cara khusus untuk melihat sesuatu hanyalah satu diantara banyak kemungkinan cara lain19. Dalam pencarian lateral untuk mendapatkan alternatif, seseorang mencoba untuk menghasilkan sebanyak mungkin alternatif yang berbeda, sedangkan dalam pencarian vertikal, seseorang lebih memilih pendekatan yang paling mungkin memberi harapan pada suatu masalah. Seperti pada gambar di bawah ini

Vertikal

Lateral

Gambar 2.1

Konsep Berpikir Vertikal dan Lateral20

Pada Gambar 2.1, dengan berpikir vertikal, menyeleksi rancangan yang paling memberi harapan terhadap masalah dan menemukan cara terbaik untuk melihat suatu situasi. Dengan berpikir lateral menghasilkan sebanyak mungkin mencari rancangan yang berlainan hingga menemukan rancangan yang

17 Ibid., 131. 18 Ibid., 12. 19 Ibid., 65. 20

Ibid., 41.

(22)

12

memberi harapan. Dengan berpikir lateral menghasilkan sebanyak mungkin rancangan bahkan sesudah mendapatkan rancangan yang memberikan harapan.

Dengan berpikir lateral seseorang bukan bergerak supaya dapat mengikuti arah, tetapi untuk mengembangkan arah. Dengan berpikir lateral semua langkah tidak mesti berurutan, seseorang dapat melompat ke depan pada titik baru, dan kemudian mengisi celah-celah lompatan itu. Seperti pada gambar di bawah ini.

Lateral

Gambar 2.2

Alur Berpikir Vertikal dan Lateral21

Pada Gambar 2.2 berpikir vertikal berjalan mantap dari A ke B ke C dan ke D secara berurutan. Sedangkan berpikir lateral, dapat mencapai D lewat G, dan setelah sampai di D kita dapat melangkah kembali ke A.

Menurut De Bono, ada beberapa perbedaan antara berpikir vertikal dan berpikir lateral, antara lain22:

Tabel 2.1

Perbedaan Berpikir Vertikal dan Lateral No. Berpikir vertikal Berpikir lateral

1. Bersifat selektif (berdasarkan pada kebenaran)

Bersifat generatif (berdasarkan pada kekayaan ragam pemikiran)

2. Bergerak sesuai arah untuk menuju ke arah pemecahan masalah

Bergerak untuk

mengembangkan arah

3. Bersifat analitis Bersifat provokatif

4. Bergerak secara berurutan Bergerak dengan cara

21 Ibid., 42. 22

Ibid., 40-46.

A B C D

A B C D

G

(23)

13

No. Berpikir vertikal Berpikir lateral (selangkah demi selangkah) membuat lompatan

5. Harus tepat pada setiap langkah Tidak harus tepat pada setiap langkah

6. Menggunakan kaidah negatif, agar dapat menutup jalur jalan tertentu

Tidak ada kaidah negatif

7. Memusatkan perhatian dan mengesampingkan sesuatu yang tidak relevan

Menerima semua

kemungkinan dan pengaruh dari luar

8. Kategori, klasifikasi, dan label-label bersifat tetap

Kategori, klasifikasi, dan label-label bersifat tidak tetap 9. Mengikuti jalur yang paling

tepat

Menjelajahi jalur yang paling tidak tepat

10. Proses yang terbatas Proses yang serba mungkin

Konsep berpikir lateral dalam belajar matematika sangat diperlukan terutama dalam menyelesaikan masalah yang membutuhkan berpikir yang tepat banyak alternatif penyelesaian. Keterampilan berpikir merupakan suatu keterampilan yang luas, berarti mengetahui cara menghadapi berbagai situasi, gagasan kita sendiri, yang mencakup pengambilan keputusan, mengamati fakta, menebak, kreativitas dan berbagai aspek berpikir lainnya. Asmin juga menyatakan bahwa konsep berpikir lateral sangat dibutuhkan dalam pembelajaran matematika, terutama dalam kemampuan mencari berbagai macam alternatif yang berbeda untuk memecahkan masalah23.

Ada beberapa aspek seseorang dikatakan berpikir lateral. Menurut Sloane, De Bono mendefinisikan empat aspek utama berpikir lateral, yaitu: 1) The recognition of dominant polarizing ideas; 2) The search for different ways of looking at things; 3) A relaxation of the rigid control of vertical thinking; 4) The use of

chance24. Sedangkan menurut Nexusnexia, De Bono

mengidentifikasi empat langkah utama lateral thinking (berpikir lateral), yaitu: (1) mengenali ide dominan dari masalah yang sedang dihadapi; (2) mencari cara-cara lain dalam memandang

23 Asmin. Op.Cit.,

24Syutaridho. “Berpikir Lateral Dalam Matematika”. Jurnal Pendidikan Matematika FKIP

(24)

14

permasalahan; (3) melonggarkan kendali cara berpikir yang kaku; (4) memakai ide-ide acak untuk membangkitkan ide-ide baru. Dari keempat langkah tersebut, langkah empat yang sering mendapatkan penekanan. De Bono beralasan bahwa dengan menggunakan ide-ide acak acak dapat menarik kita keluar dari pola berpikir vertikal25.

Sejalan dengan pendapat di atas, Syutaridho menyimpulkan indikator orang memiliki kemampuan berpikir lateral jika: (1) dapat membuat lompatan dalam berpikir; (2) mencari cara-cara lain dalam memandang permasalahan (3) menjajagi jalan yang paling tidak mungkin (solusi penyelesaian berbeda dari orang lain); (4) memakai ide-ide acak untuk membangkitkan ide-ide baru (menggunakan langkah-langkah penyelesaian yang tidak sesuai dengan struktur namun logis sehingga menghasilkan langkah-langkah baru atau menghasilkan jawaban yang benar)26.

Jadi, aspek-aspek kemampuan berpikir lateral dalam penelitian ini yaitu: (1) mengenali ide dominan dari masalah yang sedang dihadapi; (2) mencari cara-cara yang berbeda dalam memandang sesuatu; (3) melonggarkan kendali cara berpikir yang kaku; (4) memakai ide-ide acak untuk membangkitkan ide-ide baru.

Tabel 2.2

Indikator Kemampuan Berpikir Lateral

No. Aspek-Aspek Berpikir Lateral Indikator Berpikir Lateral 1. Mengenali ide dominan dari

masalah yang sedang dihadapi

Menyebutkan apa yang diketahui dan ditanyakan pada soal

2. Mencari cara-cara yang berbeda dalam memandang sesuatu

Menghasilkan cara lebih dari satu dalam menyelesaikan sebuah masalah

3. Melonggarkan kendali cara berpikir yang kaku

Menyelesaikan masalah dengan cara yang inovatif (tidak lazim) 4. Memakai ide-ide acak untuk

membangkitkan ide-ide baru

Menghasilkan langkah-langkah penyelesaian yang berbeda namun logis dan jawaban yang dihasilkan benar

25 Ibid., 24. 26

(25)

15

Berikut penjelasan mengenai aspek-aspek dari berpikir lateral.

1. Mengenali ide dominan dari masalah yang sedang

dihadapi.

Ide dominan adalah pengorganisasian gagasan dengan cara mengamati sebuah situasi27. Setiap orang yakin bahwa mereka tahu apa yang sedang mereka bicarakan,yang sudah mereka perbincangkan, dan yang sedang mereka tulis atau baca, tetapi bila mereka diminta untuk memilih gagasan yang dominan, mereka pasti mengalami kesulitan28. Karena sangat sulit untuk mengubah suatu pernyatan yang masih kabur menjadi suatu pernyataan yang pasti. Keterangannya akan menjadi terlalu panjang dan berbelit-belit atau bahkan akan ada banyak hal yang perlu dihilangkan. Karena terkadang aspek yang berlainan dengan subjek yang dihadapi tidak membentuk suatu tema29.

Apabila seseorang tidak dapat mengubah pernyataan yang masih kabur menjadi suatu pola/pernyataan yang pasti, maka akan sulit jadinya untuk membangkitkan pola alternatif dan cara alternatif untuk memandang sebuah situasi30. Apabila seseorang tidak bisa memilih gagasan dominan, maka ia akan didominasi oleh gagasan itu sendiri. Dengan cara apapun ia mencoba untuk mengamati situasi, ia akan didominasi oleh sebuah gagasan yang pernah ada, sekalipun dominasinya tidak pasti. Salah satu tujuan utama dari pemilihan gagasan dominan ialah agar seseorang bisa melepaskan diri dari dominasi yang kabur ini. Seseorang akan lebih mudah melepaskan diri dari sesuatu yang pasti, daripada sesuatu yang tidak pasti31. Pembebasan diri dari pola yang kaku dan pengembangan alternatif adalah tujuan berpikir lateral. Kedua proses ini dibuat jauh lebih mudah, jika seseorang bisa memilih gagasan yang dominan32.

27

Edward de Bono, Op.Cit., 127.

28

Ibid., 123.

29 Ibid., 123. 30 Ibid., 12. 31 Ibid., 123. 32

(26)

16

Gagasan dominan tidak terletak dalam situasi itu sendiri, melainkan terletak dalam pengamatan seseorang. Ada beberapa orang yang mahir dalam menemukan gagasan dominan. Mereka lebih mahir dalam memperoleh suatu bentuk yang jelas dari situasi yang sedang dihadapi hanya dengan satu kalimat saja. Mungkin karena mereka dapat memisahkan gagasan pokok dari hal-hal kecil atau mungkin mereka cenderung mencari pandangan yang lebih sederhana33. Misalnya, ketika anak-anak mencoba merancang mesin pemetik apel, gagasan dominannya adalah “meraih apel”. Anak-anak berpikir mengenai betapa sulitnya memetik buah apel ketika mereka ingin mendapatkan buah apel sewaktu-waktu34.

2. Mencari cara-cara yang berbeda dalam memandang

sesuatu.

Prinsip yang paling mendasar dari berpikir lateral adalah bahwa setiap cara khusus untuk melihat sesuatu hanyalah satu diantara banyak kemungkinan cara lain. Istilah “lateral” menunjukkan gerakan ke samping untuk mengembangkan pola-pola alternatif, dan bukan gerakan lurus ke depan dengan mengembangkan suatu pola khusus35.

De Bono menjelaskan ada perbedaan antara berpikir vertikal dan berpikir lateral dalam mengembangkan alternatif. Dalam pencarian alternatif vertikal, seseorang akan mencari pendekatan yang paling mungkin dan akan berhenti ketika menemukan suatu pendekatan yang paling memberikan harapan. Sedangkan dalam pencarian lateral, seseorang akan mencoba untuk menghasilkan sebanyak mungkin alternatif melalui pendekatan yang berbeda-beda dan seseorang mengakui adanya pendekatan yang memberikan harapan tersebut tetapi menggunakannya di lain waktu, lalu melanjutkan untuk mencari alternatif yang lain36.

Dalam pencarian alternatif vertikal, yang dicatat hanya alternatif yang masuk akal, sedangkan dalam pencarian lateral tidak perlu masuk akal. Pencarian alternatif vertikal lebih

33 Ibid., 124. 34 Ibid., 125. 35 Ibid., 65. 36

(27)

17

sering tertuju pada fakta. Sedangkan pencarian lateral berdasarkan kesengajaan37.

Perbedaan pokoknya ialah tujuan yang ada di belakang pencarian alternatif. Kecenderungan berpikir vertikal adalah mencari alternatif untuk mendapatkan yang terbaik. Tetapi dalam berpikir lateral tujuan pencarian adalah memperlunak pola yang kaku dan merangsang pola baru38. Hal ini menunjukkan bahwa cara-cara alternatif selalu tersedia dalam berpikir lateral apabila seseorang berusaha mencarinya dan membiasakan diri menyusun kembali pola-pola lama menjadi pola-pola baru.

3. Melongarkan kendali cara berpikir yang kaku.

Logika adalah suatu bagian penting dari berpikir vertikal. Inti logika adalah benar pada setiap tahap berpikir. Akan tetapi, dengan berpikir lateral, seseorang tidak perlu selalu benar pada setiap langkahnya, melainkan yang harus benar adalah kesimpulan terakhir. De Bono menjelaskan melalui suatu metafora berikut, berpikir lateral artinya masuk ke dalam lumpur dan mencari-cari di sekitar orang tersebut sampai ia menemukan suatu jalan raya alami. Lanjutnya, kebutuhan untuk menjadi benar pada setiap tahap dan setiap waktu adalah halangan terbesar bagi gagasan-gagasan baru39. Dalam hal ini seseorang diberikan kebebasan berpikir untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapinya. Tidak terpaku pada cara yang pernah ditemuinya maupun yang pernah diajarkan kepadanya. Meskipun cara yang digunakan tidak lazim, hal itu dibenarkan. Mengingat bahwa dalam berpikir lateral, kekayaan ragam pikiranlah yang diutamakan.

4. Memakai ide-ide acak untuk membangkitkan ide-ide baru.

Dengan rangsangan acak seseorang dapat menggunakan setiap informasi apapun. Tidak peduli ada hubungannya atau tidak, informasi apapun tidak mungkin disingkirkan karena dianggap kurang berguna. Makin tidak relevan suatu informasi, makin besar kemungkinannya dapat

37 Ibid., 65. 38 Ibid., 66.

39Ashev Thea, “Berpikir Lateral” Membuka Scribd, diakses dari

(28)

18

dipergunakan40. Ada dua jalan utama untuk menimbulkan rangsangan acak, yakni: keterbukaan dan pengembangan formal41.

Rangsangan acak hanya bekerja karena fungsi pikiran, sebagai sistem memori pemaksimalan diri42. Suatu masukan acak dapat pula bekerja sebagai suatu analogi. Suatu kata sederhana dari sebuah kamus menyajikan suatu keadaan yang mempunyai garis pengembangannya sendiri. Apabila ini dihubungkan dengan pengembangan masalah yang sedang dihadapi, seseorang akan mendapatkan efek analogi43.

Berpikir lateral perlu dilatihkan agar siswa dapat menghasilkan dan mampu melahirkan ide-ide baru dalam mnghadapi setiap masalah dalam matematika, juga dapat menghasilkan berbagai alternatif dalam menyelesaikan masalah matematika. Alternatif-alternatif tersebut memperkaya penyelesaian matematika dan juga dapat menumbuhkembangkan kreativitas berpikir.

Di bawah ini beberapa contoh berpikir lateral dalam matematika.

Contoh 1

Bagilah segitiga di bawah ini menjadi empat bagian44!

Dari permasalahan tersebut, orang yang berpikir vertikal akan memikirkan penyelesaian yang paling masuk akal, yaitu dengan membagi segitiga tersebut menjadi empat bagian sama besar. Seperti gambar di bawah ini45.

40

Edward de Bono, Op.Cit., 190.

41

Ibid., 191.

42 Ibid., 193. 43 Ibid., 195.

44 Syutaridho, Op.Cit., 26. 45

(29)

19

Atau membaginya pola yang sama, ke arah vertikal maupun horizontal. Seperti gambar di bawah ini46.

Sedangkan orang yang berpikir lateral akan membagi segitiga tersebut menjadi empat bagian dengan sembarang tanpa mempertimbangkan kesamaan bentuk maupun pola, namun penyelesaian tersebut tidak menyalahi aturan dan logis, serta dapat dipertanggungjawabkan. Seperti gambar di bawah ini47.

Contoh 2

Luas persegipanjang 24 cm2, lebarnya 2 cm kurang dari panjangnya. Tentukan ukuran persegi panjang tersebut48.

Jawab:

Orang yang berpikir vertikal akan menjawab sebagai berikut.

L = p x l L = p2 x ( p – 2 ) 24 = p2– 2p p2– 2p – 24 = 0 (p – 6) (p + 4) = 0 p = 6 atau p = - 4

46

Ibid., 26.

47 Ibid., 26.

48 Nisa Nurul Hayati. Tesis: “Profil Berpikir Lateral Siswa Sekolah Menengah Kejuruan

(30)

20

Maka, nilai p yang dipakai adalah yang bernilai positif yaitu 6, lebarnya adalah 6 – 2 = 4. Maka ukuran persegipanjang itu adalah panjangnya 6 cm dan lebarnya 4 cm49.

Pola berpikir di atas adalah berpikir vertikal. Sedang berpikir lateral tidak harus melalui proses di atas, cukup dengan difaktorkan bilangan 24 = 2 x 12, dan mencari selisih 12 – 2 = 10. Juga 24 = 3 x 8, maka selisih 8 – 3 = 5, dan 24 = 6 x 4 maka selisih 6 – 4 = 2, maka jawaban yang dipilih adalah panjangnya 6 cm dan lebarnya 4 cm, karena soal yang diminta adalah 2 cm kurang dari panjangnya50.

Jadi, berpikir lateral dalam penelitian ini adalah berpikir dengan memproses informasi untuk memandang permasalahan dari berbagai sudut pandang yang berbeda dengan mencari berbagai macam alternatif penyelesaian yang berbeda-beda.

C. Masalah matematika

Masalah yang dihadapi manusia yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda, dan dalam penyelesaiannya juga ada yang mudah dan ada juga yang sulit. Demikian juga dengan masalah yang ada dalam matematika, sebagian siswa menganggap bahwa masalah yang diberikan oleh guru sulit untuk diselesaikan, ada juga dari mereka yang menganggap bahwa masalah yang dihadapi adalah masalah yang mudah untuk diselesaikan.

Masalah menurut Resnick dan Glaser dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang melakukan tugasnya yag tidak ditemuinya di waktu sebelumnya51. Masalah pada umumnya timbul karena adanya kebutuhan untuk memenuhi atau mendekatkan kesenjangan antara kondisi nyata dengan kondisi yang diinginkan. Selain itu, Hudojo menyatakan bahwa suatu pertanyaan akan merupakan suatu masalah jika seseorang tidak mempunyai aturan tertentu yang segera dapat dipergunakan untuk menemukan jawaban pertanyaan tersebut52. Hudojo menyatakan bahwa suatu merupakan masalah matematika jika memenuhi tiga syarat, yaitu: (1) menantang untuk diselesaikan dan dapat dipahami

49

Ibid., 30.

50 Ibid., 31.

51 Bell, Gredler. Belajar dan Membelajarkan. (Jakarta: Rajawali, 2001), 257.

52 Hudojo, Herman, Pengembangan Kurikulum dan PembelajaranMatematika.(Malang:

(31)

21

siswa; (2) tidak dapat diselesaikan dengan prosedur rutin; (3) melibatkan ide-ide matematika53.

Thomas Butt dalam Sumardyono, memaparkan sudut pandang klasifikasi soal atau masalah sebagai berikut54:

1. Tipe soal ingatan (recognition)

Tipe ini biasanya meminta kepada siswa untuk mengenali atau menyebutkan fakta-fakta matematika, definisi, atau pernyataan suatu teorema dalil. Bentuk soal yang dipakai biasanya bentuk soal benar-salah, pilihan ganda, mengisi yang kosong, atau dengan format menjodohkan.

2. Tipe soal prosedural atau algoritma (algorithmic)

Tipe ini menghendaki penyelesaian berupa sebuah prosedur langkah demi langkah, dan seringkali berupa algoritma hitung. Pada soal tipe ini, umumnya siswa hanya memasukkan angka atau bilangan ke dalam rumus, teorema atau algoritma. 3. Tipe soal terapan (application)

Soal aplikasi memuat penggunaan algoritma konteks yang sedikit berbeda. Soal-soal cerita tradisional umumnya termasuk kategori soal aplikasi, dimana penyelesaiannya memuat: (a) merumuskan masalah ke dalam model matematika, dan; (b) memanipulasi simbol-simbol berdasarkan satu atau beberapa algoritma. Pada soal tipe ini umumnya siswa mudah mengenal rumus atau teorema yang harus dipergunakan. Satu-satunya keterampilan baru yang harus mereka kuasai adalah bagaimana memahami konteks masalah untuk merumuskannya secara matematis.

4. Tipe soal terbuka (open search)

Berbeda dengan tiga tipe soal sebelumnya, maka pada tipe soal terbuka ini strategi pemecahan masalah tidak tampak pada soal. Soal-soal tipe ini umumnya membutuhkan kemampuan melihat pola dan membuat dugaan. Termasuk pada tipe soal ini adalah soal-soal matematika yang berkaitan dengan teka-teki dan permainan.

5. Tipe soal situasi

Salah satu langkah krusial dalam tipe ini adalah mengidentifikasi masalah dalam situasi tersebut sehingga

53 Amira Yahya. Op.Cit., 17. 54

(32)

22

penyelesaian dapat dikembangkan untuk situasi tersebut. Pertanyaan-pertanyaan dalam soal ni antara lain: “Berikan masukan atau pendapatkamu!”, ”Bagaimana seharusnya?”, ”Apa yang mesti dilakukan?”.

Dari beberapa pendapat di atas, suatu pertanyaan yang merupakan masalah bagi seseorang bergantung pada individu dan waktu. Artinya suatu pertanyaaan merupakan suatu masalah bagi siswa, tetapi mungkin bukan merupakan suatu masalah bagi siswa lain. Pertanyaan yang dihadapkan kepada siswa haruslah dapat diterima oleh siswa tersebut. Demikian juga suatu pertanyaan merupakan suatu masalah bagi seorang siswa pada suatu saat, tetapi bukan merupakan suatu masalah bagi siswa tersebut pada saat berikutnya, bila siswa tersebut telah mengetahui cara atau proses mendapatkan penyelesaian masalah tersebut. Hudojo menyatakan bahwa syarat suatu masalah bagi seorang siswa adalah sebagai berikut: 1) pertanyaan yang dihadapkan kepada seorang siswa haruslah dapat dimengerti oleh siswa tersebut, namun pertanyaan tersebut harus merupakan tantangan baginya untuk menjawabnya; 2) pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab dengan prosedur rutin yang telah diketahui siswa. Karena itu, faktor waktu untuk menyelesaikan masalah janganlah dipandang sebagai hal yang esensial55.

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini masalah matematika adalah suatu soal matematika yang tidak dapat diselesaikan dengan prosedur rutin yang sudah diketahui siswa.

D. Menyelesaikan Masalah dalam Matematika

Penyelesaian atau pemecahan masalah adalah bagian dari proses berpikir56. Memecahkan suatu masalah merupakan aktifitas dasar bagi seseorang, jika seseorang berhadapan dengan suatu masalah, maka ia harus mencari penyelesaiannya. Meskipun menggunakan berbagai macam cara untuk penyelesaiannya. Hal itu sejalan dengan pandapat Anggraeny menyatakan bahwa penyelesaian masalah adalah cara yang dilakukan siswa dalam

55 Herman Hudoyo, Pengembangan Kurikulum Matematika Dan Pelaksanaannya Didepan

Kelas (Surabaya: Usaha Nasional, 1979), 157.

56BluehawkdowN. “Membuka Kamus Wikipedia : Penyelesaian Masalah”, diakses dari

(33)

23

menemukan solusi dari masalah yang diberikan57. Penyelesaian masalah berkaitan dengan pemecahan masalah.

Solso mengungkapkan bahwa pemecahan masalah adalah suatu pemikiran yang terarah secara langsung untuk menemukan suatu solusi/jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik58. Selain itu, Siswono juga menyatakan bahwa pemecahan masalah adalah suatu proses atau upaya individu untuk merespon atau mengatasi halangan atau kendala ketika suatu jawaban atau metode jawaban tampak belum jelas59. Hamzah mengatakan bahwa pemecahan masalah dapat berupa menciptakan ide baru, menemukan teknik atau produk baru60. Sedangkan menurut Dahar pemecahan masalah merupakan suatu kegiatan manusia yang menerapkan konsep-konsep dan aturan-aturan yang diperoleh sebelumnya untuk menemukan jalan keluar dari suatu masalah61.

Dalam pembelajaran matematika kemampuan siswa sangat dibutuhkan terutama dalam memecahkan suatu masalah. Davis & McKillip menyatakan “The ability to solve the problems is one of the most important objectives in the study of mathematics”. Kemampuan memecahkan masalah merupakan

salah satu tujuan yang paling penting dalam matematika. Davis & McKillip menambahkan bahwa pemecahan masalah dalam matematika, sains, bisnis, dan kehidupan sehari-hari merupakan tujuan pokok dalam belajar matematika. Demikian juga Suryadi menyebutkan bahwa pemecahan masalah matematika merupakan salah satu kegiatan matematika yang dianggap penting baik oleh

57Iga Erieani Laily. Skripsi: “Kreativitas Siswa SMP dalam Menyelesaikan Masalah

Segiempat dan Segitiga Ditinjau dari Level Fungsi Kognitif Rigorous Mathematical Thinking (RMT)”. (Surabaya: UNESA. 2014), 23.

58

Robert Solso, dkk.Psikologi Kognitif, (Jakarta: Erlangga, 2007), 434.

59Muhajir Almubarok, Tesis: “Penalaran Matematis Mahasiswa Calon Guru dalam

Memecahkan Masalah Geometri Ditinjau dari Gaya Kognitif Field Dependent Field Independent”, (Surabaya: UNESA, 2014), 23.

60

Grace Olivia Mahardika, Skripsi: “Profil Penalaran Matematis Siswa SMA dalam Memecahkan Masalah Trigonometri Dikelas XI-IPA Berdasarkan Kemampuan Matematika”, (Surabaya: UNESA, 2013), 35.

61 Fury Styo Siskawati, Tesis: “Penalaran Siswa SMP dalam Memecahkan Masalah

(34)

24

guru maupun siswa di semua tingkat, mulai dari SD sampai SMA bahkan perguruan tinggi62.

Menurut Siswono dalam kehidupan nyata banyak masalah yang memerlukan matematika untuk penyelesaiannya63. Menyadari peran penting matematika dalam menyelesaikan masalah sehari-hari, maka siswa perlu memiliki keterampilan dalam menyelesaikan masalah matematika.

Menurut Polya, pekerjaan pertama seorang guru matematika adalah mengerahkan seluruh kemampuannya untuk membangun kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah. Hal ini dikarenakan siswa (bahkan guru, kepala sekolah, orang tua, dan setiap orang) setiap harinya selalu dihadapkan pada suatu masalah, disadari atau tidak. Oleh karena itu, pembelajaran pemecahan masalah sejak dini diperlukan agar siswa dapat menyelesaikan problematika kehidupannya dalam arti yang luas maupun sempit64.

Dalam pembelajaran matematika ini aspek pemecahan masalah menjadi semakin penting. Hal ini dikarenakan matematika merupakan pengetahuan yang logis, sistematis, berpola, artifisial, abstrak, dan yang tak kalah penting menghendaki justifikasi atau pembuktian. Sifat-sifat matematika ini menuntut pembelajar menggunakan kemampuan-kemampuan dasar dalam pemecahan masalah, seperti berpikir logis, berpikir strategik. Selain itu secara timbal balik maka dengan mempelajari matematika, siswa terasah kemampuan dalam memecahkan masalah. Hal ini dikarenakan strategi dalam pemecahan masalah matematika bersifat “universal” sesuai sifat matematika sebagai bahasa yang universal (artifisial, simbolik)65.

Hudojo menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan suatu hal yang sangat essensial didalam pengajaran matematika, disebabkan (1) siswa menjadi terampil menyeleksi informasi yang relevan; kemudian menganalisanya dan akhirnya

62Desti Haryani, “Pembelajaran Matematika Dengan Pemecahan Masalah Untuk

Menumbuhkembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa” Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan Dan Penerapan MIPA,Fakultas MIPA, (UNY, 14 Mei 2011), PM-122.

63 Iga Erieani Laily,Op.Cit., 22. 64 Sumardyono. Op.Cit., 6. 65

(35)

25

meneliti hasilnya; (2) kepuasan intelektual akan timbul dari dalam; (3) potensi intelektual siswa meningkat66.

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini menyelesaikan masalah adalah mencari jalan keluar dari suatu masalah menggunakan keterampilan yang dimiliki dan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal.

E. Berpikir Lateral Siswa dalam Menyelesaikan Masalah

Matematika

Dalam penelitian ini, berpikir lateral dalam menyelesaikan masalah matematika adalah tentang tahap-tahap atau fase-fase yang dilalui seseorang dalam mengorganisasikan dan menstrukturkan ide-ide dan konsep-konsep matematika siswa berdasarkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki dalam hal ini berdasarkan kemampuan menggunakan simbol-simbol, kemampuan melakukan penalaran logis, dan/atau kemampuan menghitung, untuk digunakan dalam menemukan keteraturan-keteraturan (regularities), hubungan-hubungan (relation), dan struktur (structures) yang belum diketahui, berupa gambar atau kata-kata yang memberikan informasi yang bermanfaat, sehingga siswa dapat menemukan alternatif penyelesaian bahkan beberapa penyelesaian67.

Dari uraian di atas berpikir lateral siswa dalam menyelesaikan matematika dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa menggunakan simbol-simbol, membuat lompatan berpikir dan kemampuan siswa melakukan penalaran logis, sehingga siswa mampu menemukan berbagai macam alternatif penyelesaian.

66

Raudatul Husna, Sahat Saragih, “Peningkatan Kemampuan Pemecahan MasalahDan Komunikasi Matematik MelaluiPendekatan Matematika Realistik Pada SiswaSmp Kelas VII Langsa”, Jurnal Pendidikan Matematika PARADIKMA, 6: 2, (Februari, 2014), 177.

67Nisa Nurul Hayati, Tesis: “Profil Berpikir Lateral Siswa Sekolah Menengah Kejuruan

(36)

26

F. Bangun Datar

Gambar 2.3 Peta Konsep Bangun Datar

Bangun datar merupakan sebutan untuk bangun dua dimensi. Materi ini dipelajari oleh siswa sejak mereka masih SD

MATERI PRASYARAT Bangun Datar

Segiempat Segitiga MASALAH

OTENTIK

Jajar Genjang

Belah Ketupat

Trapesium

Layang-layang

Persegipanjang

Persegi

Unsur-unsur Segiempat

Titik sudut Sudut Sisi

Keliling

Luas Terdiri dari

Memuat

Memuat Memuat

Memiliki

Memiliki Me

Memiliki dua pasang sisi sejajar Memiliki sepasang sisi sejajar

(37)

27

sampai SMP kelas VII. Dalam kehidupan sehari-hari, hampir setiap konstruksi bangunan yang dibuat manusia memuat bentuk bangun datar, yang meliputi segiempat, segitiga dan lingkaran. Tetapi pada materi ini bangun datar yang digunakan hanyalah segiempat dan segitiga.

Adapun bangun yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, persegipanjang, persegi, segitiga dan trapesium.

Penjelasan tentang bangun datar di bawah ini. 1. Segitiga

Segitiga adalah bangun datar yang dibatasi oleh tiga buah sisi dan mempunyai tiga buah titik sudut68. Jenis-jenis segitiga berdasarkan panjang sisinya ada 3, yaitu: 1) Segitiga sebarang; 2) Segitiga sama kaki; 3) Segitiga sama sisi69. Sedangkan jenis-jenis segitiga berdasarkan besar sudutya ada 3, yaitu: 1) Segitiga lancip; 2) Segitiga siku-siku; 3) Segitiga tumpul70. Adapun jenis-jenis segitiga berdasarkan panjang sisi dan besar sudutnya ada 2, yaitu: 1) Segitiga siku-siku sama kaki, dan 2) Segitiga tumpul sama kaki71.

a b Gambar 2.4

a)segitiga sama sisi, b) segitiga siku-siku

Rumus keliling dan luas segitiga, yaitu72:

K = + + L = 1

2× ×

68

Dewi Nuharini dan Tri Wahyuni, Matematika 1: Konsep dan Aplikasinya untuk SMP/MTs Kelas VI,(Jakarta: CV. Usaha Makmur, 2008), 234.

69 Ibid., 235. 70 Ibid., 235. 71 Ibid., 236. 72

(38)

28

2. Persegipanjang

Persegipanjang adalah bangun datar segiempat yang memiliki dua pasang sisi sejajar dan memiliki empat sudut siku-siku73.

Sifat-sifat persegipanjang, yaitu74:

a) Mempunyai empat sisi, dengan sepasang sisi yang berhadapan sama panjang dan sejajar.

b) Keempat sudutnya sama besardan merupakan sudut siku-siku (90o).

c) Kedua diagonalnya sama panjang dan berpotongan membagi dua sama besar.

d) Dapat menempati bingkainya kembali dengan empat cara.

Gambar 2.5 Persegipanjang

Rumus keliling dan luas persegipanjang, yaitu75:

K = 2 (�+�) L = ��

3. Persegi

Persegi adalah bangun segiempat yang memiliki empat sisi sama panjang dan empat sudut siku-siku76. Sifat-sifat persegi, yaitu77:

a) Semua sifat persegipanjang merupakan sifat persegi. b) Suatu persegi dapat menempati bingkainya dengan

delapan cara.

c) Semua sisi persegi adalah sama panjang.

73

Ibid., 251.

74 Ibid., 253. 75 Ibid., 254. 76 Ibid., 256. 77

(39)

29

d) Sudut-sudut suatu persegi dibagi dua sama besar oleh diagonal-diagonalnya.

e) Diagonal-diagonal persegi saling berpotongan sama panjang membentuk sudut siku-siku.

Gambar 2.6 Persegi

Rumus keliling dan luas persegi, yaitu78:

K = 4 L = ×

4. Trapesium

Trapesium adalah bangun segiempat yang mempunyai tepat sepasang sisi yang berhadapan sejajar79. Jenis-jenis trapesium ada 3, yaitu: a) Trapesium sebarang; b) Trapesium sama kaki, dan c) Trapesium siku-siku80.

a b

Gambar 2.7

a) Trapesium sama kaki, b) trapesium siku-siku

Sifat-sifat yang dimiliki trapesium, yaitu81:

a) Jumlah sudut yang berdekatan diantara dua sisi sejajar pada trapesium adalah 180o.

b) Trapesium sama kaki mempunyai sifat khusus, yaitu: a. Diagonal-diagonalnya sama panjang.

78 Ibid., 259. 79 Ibid., 273. 80 Ibid., 273-274. 81

(40)

30

b. Sudut-sudut alasnya sama besar.

c. Dapat menempati bingkainya dengan dua cara.

Rumus keliling dan luas trapesium, yaitu82:

K = + + + L = 1

2× + ×

82

(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan berpikir lateral siswa dalam menyelesaikan masalah matematika materi bangun datar. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati1. Sedangkan penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian seperti perilaku, persepsi, tindakan, dan lain-lain tanpa melakukan generalisasi terhadap apa yang didapat dari hasil penelitian2.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 8 dan 10 Desember 2015, semester ganjil tahun ajaran 2015/2016 dan bertempat di SMP Negeri 1 Sidoarjo.

C. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IX-1, IX-2 dan IX-9 SMP Negeri 1 Sidoarjo. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IX yang mampu berpikir lateral dalam menyelesaikan masalah matematika materi bangun datar. Dalam artian subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IX yang memenuhi semua aspek dari berpikir lateral ketika menyelesaikan masalah matematika materi bangun datar. Siswa kelas IX dipilih karena siswa pada kelas tersebut sudah mendapatkan semua materi tentang bangun datar pada kelas VII dan VIII. Dalam hal ini, sesuai dengan peneliti mencari siswa yang mempunyai kemampuan matematika tinggi yang relatif sama, karena menurut peneliti siswa yang berkemampuan matematika tinggi lebih mampu untuk

1 Lexy J Moleong,Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,

1996), 3.

2 Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitataif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial (Jakarta:

(42)

32

berpikir lateral sehingga dapat lebih mudah untuk diamati3. Hal ini dapat diperoleh dari hasil ulangan harian matematika siswa, selain itu juga dapat berkonsultasi langsung kepada guru pengajar matematika siswa tersebut.

Teknik pengambilan subjek dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling. Jadi, penentuan sampel dalam penelitian kualitatif dilakukan saat peneliti mulai memasuki lapangan dan selama penelitian berlangsung (emergent sampling design). Caranya yaitu peneliti memilih orang tertentu yang dipertimbangkan akan memberikan data yang diperlukan, selanjutnya berdasarkan data atau informasi yang diperoleh dari sebelumnya itu, peneliti dapat menetapkan sampel lainnya yang dipertimbangkan akan memberikan data lebih lengkap4.

Berdasarkan nilai ulangan harian matematika dan pertimbangan guru matematika di kelas IX-1, IX-2 dan IX-9 SMP Negeri 1 Sidoarjo, maka diperoleh data calon subjek penelitian sebagai berikut:

Tabel 3.1

Data Hasil Berpikir Lateral Subjek Penelitian

No Nama Memecahkan Masalah Matematika Ditinjau Dari Gaya Kognitif Field Dependent dan Field Independent. (Surabaya : Uiversitas Negeri Surabaya, 2013), 51

4 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D (Bandung : Alfabeta,

(43)

√ = Siswa yang memenuhi aspek dari berpikir lateral Χ = Siswa yang memenuhi aspek dari berpikir lateral

Karena subjek penelitian ini adalah siswa-siswa yang mampu berpikir lateral, maka dari tabel di atas dapat diambil kesimpulan bahwa subjek penelitian ini seperti tercantum pada tabel berikut.

Tabel 3.2 Daftar Subjek Penelitian

No. Nama Kode Subjek

1. AATA S1

2. RPU S2

D. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data tentang berpikir lateral siswa pada materi bangun datar digunakan teknik berikut.

1. Tes Berpikir Lateral

(44)

34

2. Wawancara

Pedoman wawancara digunakan sebagai arahan dalam wawancara untuk mewawancarai subjek penelitian. Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara semistruktur. Tujuan dari wawancara semistruktur adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawacara diminta pendapat dan ide-idenya5. Peneliti menggunakan alat perekam untuk menyimpan data hasil wawancara. Hal tersebut dilakukan agar tidak ada data yang hilang atau terlewatkan.

Hasil wawancara dalam penelitian ini digunakan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dan detail mengenai aspek memakai ide-ide acak untuk membangkitkan ide-ide baru. Wawancara dilaksanakan pada tanggal 8 – 10 Desember 2015. Wawancara ini dilaksanakan langsung setelah subjek selesai mengerjakan tes tulis. Karena jika dilaksanakan di lain hari, dikhawatirkan subjek lupa akan jawaban yang telah ditulisnya pada lembar jawaban.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Lembar Tes Berpikir Lateral

Masalah untuk mengukur berpikir lateral siswa disusun oleh peneliti sendiri berupa dua masalah uraian. Masalah uraian dirancang dengan tujuan untuk memudahkan peneliti mengetahui ide-ide dan langkah-langkah yang ditempuh oleh siswa dalam menyelesaikan masalah secara mendalam. Penyusunan masalah pada penelitian ini berdasarkan aspek-aspek berpikir lateral dalam menyelesaikan masalah yang disajikan secara lengkap pada BAB II. Adapun pedoman wawancara berpikir lateral siswa dapat dilihat di Lampiran A.1 dan A.2.

Sebelum digunakan untuk penelitian, instrumen penelitian terlebih dahulu divalidasi oleh para ahli untuk mengetahui apakah tes berpikir lateral tersebut layak digunakan atau tidak. Karena instrumen yang valid berarti

5Sugiyono, “

Gambar

Alur Berpikir Vertikal dan LateralGambar 2.2 21
Tabel 2.2
Gambar 2.3
a)Gambar 2.4  segitiga sama sisi, b) segitiga siku-siku
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis diperoleh kesimpulan bahwa (1) Ditemukan mahasiswa yang memiliki tingkat berpikir kreatif 1 dan 2 (2) Karakteristik dari

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul “Analisis Tingkat Berpikir Kreatif dalam Pengajuan Masalah Matematika Pokok Bahasan Bangun Ruang

65 Hal ini juga sesuai dengan indikator teori Zuhri tentang proses berpikir konseptual yaitu: siswa mampu menyatakan apa yang diketahui dalam.. soal dengan

sehingga ditemukan kombinasi yang benar atau seseorang itu menyerah.. Asosiasi ide-ide membentuk ide-ide baru. Jadi berpikir kreatif mengabaikan hubungan-hubungan yang sudah

Berdasarkan tujuan awal penelitian yaitu untuk menganalisis kesalahan siswa SMP kelas IX dalam menyelesaikan soal cerita kemampuan berpikir kritis matematis pada materi bangun ruang

11 Dari analisis tes yang dilakukan peneliti dengan tipe adversity quotient yang berbeda, diperoleh informasi yang lebih rinci mengenai permasalahan yang dihadapi siswa

Akhirnya, Peneliti memutuskan mengambil judul : “ Profil Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam Menyelesaikan Soal Materi Bangun Ruang Sisi Datar di Kelas VIII MTs Al-

Siswa bergender laki-laki (siswa 1 dan siswa 2) dalam memahami masalah menggunakan proses berpikir pembentukan pengertian, hal ini dapat dilihat dengan siswa bergender