• Tidak ada hasil yang ditemukan

ProdukHukum Perdagangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ProdukHukum Perdagangan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1999

TENTANG

PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya kesehatan bagi individu maupun masyarakat, oleh karena itu diperlukan berbagai kegiatan pengamanan rokok bagi kesehatan;

b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas, serta sebagai salah satu pelaksanaan ketentuan Pasal 44 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495; MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHTAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

1. Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiona tabacum, Nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan.

2. Nikotin adalah zat, atau bahan senyawa pirrolidin yang terdapat dalam Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang bersifat adiktif dan dapat mengakibatkan ketergantungan.

3. Tar adalah senyawa polinuklir hidrokarbon aromatika yang bersifat karsinogenik

(2)

5. Produksi adalah kegiatan atau peoses menyiapkan, mengolah, membuat, menghasilkan, mengemas, mengemas kembali dan atau mengubah bentuk bahan baku manjadi rokok

6. Iklan rokok adalah kegiatan untuk memperkenalkan, memasyarakatkan dan atau mempromosikan rokok dengan atau tanpa imbalan kepada mesyarakat dengan tujuan mempengaruhi konsumen agar menggunakan rokok yang ditawarkan, yang selanjutnya disebut Iklan.

7. Label rokok adalah setiap keterangan mengenai rokok yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada rokok, dimasukkan ke dalam, ditempatkan pada, atau merupakan bagian kemasan rokok, yang selanjutnya disebut Label

8. Tempat umum adalah sarana yang diselenggarakan oleh Pemerintah, swasta atau perorangan yang digunakan untuk kegiatan bagi masyarakat.

9. Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya. 10 Angkutan umum adalah alat angkutan bagi masyarakat yang

dapat berupa kendaraan darat, air dan udara.

11. Kawasan tanpa rokok adalah ruangan atau area yang

dinyatakan dilarang untuk kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi dan atau penggunaan rokok.

12. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dibidang kesehatan.

13. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun tidak.

BAB II

PENYELENGARAAN PENGAMANAN ROKOK Bagian Pertama

Umum Pasal 2

Penyelengaraan pengamanan rokok bagi kesehatan bertujuan untuk mencegah penyakit akibat penggunaan rokok bagi individu dan masyarakat dengan :

a. melindungi kesehatan mesyarakat terhadap insiden penyakit yang fatal dan penyakit yang dapat menurunkan kualitas hidup akibat penggunaan rokok ;

b. melindungi penduduk usia produktif dan remaja dari dorongan lingkungan untuk penggunaan rokok dan ketergantungan terhadap rokok ;

(3)

Pasal 3

Penyelengaraan pengamanan rokok bagi kesehatan dilaksanakan dengan pengaturan :

a. kadar kandungan nikotin dan tar ;

b. persyaratan produksi dan penjualan rokok ; c. persyaratan iklan dan promosi rokok ; d. penetapan kawasan tanpa rokok.

Bagian Kedua

Kadar Kandungan Nikotin dan Tar Pasal 4

(1). Kadar kandungan nikotin dan tar pada setiap batang rokok yang beredar di wilayah Indonesia tidak boleh melebihi kadar kandungan nikotin 1,5 mg dan kadar kandungan tar 20 mg. (2). Pemeriksaan kadar kandungan nikotin dan tar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan tata cara atau metode pemeriksaan yang berlaku.

Pasal 5

Setiap orang yang memproduksi rokok wajib melakukan pemeriksaan kadar kandungan nikotin dan tar pada setiap hasil produksinya.

Bagian Ketiga Keterangan pada Label

Pasal 6

(1). Setiap orang yang memproduksi rokok wajib mencantumkan keterangan tentang kadar kandungan nikotin dan tar pada Label dengan penempatan yang jelas dan mudah dibaca. (2). Pencantuman keterangan tentang kadar kandungan nikotin dan

tar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan persyaratan sebagai berikut :

a. dicantumkan pada setiap kemasan rokok pada sisi kecil ; b. dibuat kotak dan garis pinggir hitam 1 mm dengan dasar

kotak berwarna putih ;

c. tulisan digunakan warna hitam dengan ukuran 3 mm.

Pasal 7

(4)

a pencantuman kode produksi pada setiap kemasan rokok ; b. pencantuman tulisan peringatan kesehatan pada Label di

bagian kemasan rokok yang mudah terlihat dan terbaca. Pasal 8

(1). Peringatan kesehatan pada setiap Label harus berbentuk tulisan.

(2). Tulisan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa “merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin”.

(3). Perubahan atau penambahan tulisan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 9

(1). Tulisan peringatan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dicantumkan dengan jelas pada Label di bagian kemasan yang mudah dilihat dan atau dibaca. (2). Tulisan peringatan kesehatan dilakukan dengan persyaratan

sebagai berikut :

a. dicantumkan pada setiap kemasan pada sisi lebar ;

b. dibuat kotak dengan garis hitam 1 mm dengan dasar kotak berwarna putih ;

c. tulisan digunakan warna hitam dengan ukuran huruf 3 mm.

Bagian Keempat

Produksi dan Penjualan Rokok Pasal 10

Setiap orang yang memproduksi rokok wajib memiliki izin di bidang perindustiran.

Pasal 11

(1). Setiap orang yang memproduksi rokok dilarang menggunakan bahan tambahan dalam proses produksi yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan.

(2). Ketentuan lebih lanjut tentang bahan tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Pasal 12

(1). Tembakau yang digunakan untuk produksi rokok harus diolah agar kadar kandungan nikotin dan tar pada produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

(5)

digunakannya ilmu pengetahuan dan teknologi untuk

menghasilkan tembakau dengan kadar kandungan nikotin dan tar sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3). Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan ilmu

pengetahuan dan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang perkebunan atau pertanian tembakau.

Pasal 13

(1). Menteri yang bertanggung jawab di bidang perindustrian menggerakkan, mendorong dan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam proses produksi rokok untuk

menghasilkan produk rokok dengan kadar kandungan nikotin dan tar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

(2). Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan mengenai penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam proses produksi rokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang perindustiran.

Pasal 14

Produk rokok yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia harus memenuhi kadar kandungan nikotin dan tar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 serta pencantuman kadar kandungan nikotin dan tar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan persyaratan tanda

peringatan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8 dan Pasal 9.

Pasal 15

(1). Semua produk rokok sebelum diedarkan wajib didaftarkan pada Departemen yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.

(2). Pendaftaran semua produk rokok dilakukan dengan membuktikan kadar kandungan nikotin dan tar memenuhi ketentuan Pasal 4.

(3). Pendaftaran dilakukan oleh setiap orang yang memproduksi rokok atau yang memasukkan rokok ke dalam wilayah Indonesia yang mempunyai lisensi dari pihak yang memproduksi di negara asal.

(4). Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan mengenai tata cara pendaftaran diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 16

(1). Penjualan rokok dengan menggunakan mesin layan diri hanya dapat dilakukan di tempat-tempat tertentu.

(6)

dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Bagian Kelima

Iklan dan Promosi Pasal 17

(1). Iklan dan promosi rokok hanya dapat dilakukan oleh setiap orang yang memproduksi rokok dan atau yang memasukkan rokok ke dalam wilayah Indonesia.

(2). Iklan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan di media cetak dan atau media luar ruangan

Pasal 18

Materi Iklan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dilarang :

a. merangsang atau menyarankan orang untuk merokok ; b. menggambarkan atau menyarankan bahwa merokok

memberikan manfaat bagi kesehatan ;

c. memperagakan atau menggambarkan dalam bentuk gambar, tulisan atau gabungan keduanya, rokok atau orang sedang merokok atau mengarah pada orang yang sedang merokok ; d. ditujukan terhadap atau menampilkan dalam bentuk gambar

atau tulisan anak dan atau wanita hamil ;

e. mencantumkan nama produk yang bersangkutan adalah rokok. Pasal 19

Iklan tidak boleh bertentangan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.

Pasal 20

(1). Setiap iklan pada media cetak atau media luar ruangan harus mencantumkan peringatan bahaya merokok bagi kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.

(2). Pencantuman peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditulis dengan huruf yang jelas sehingga mudah terbaca, dan dalam ukuran yang proporsional disesuaikan denga ukuran iklan tersebut.

Pasal 21

(7)

Pasal 22

(1). Setiap orang yang memproduksi rokok dan atau memasukkan rokok ke dalam wilayah Indonesia, dalam melakukan promosi rokok pada suatu kegiatan harus memenuhi ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dan Pasal 20.

(2). Pimpinan atau penanggung jawab suatu kegiatan berkewajiban menolak bentuk promosi rokok yang tidak memenuhi

ketentuan Pasal 17 dan Pasal 20. Pasal 23

(1). Tempat umum dan atau tempat kerja yang secara spesifik sebagai tempat menyelenggarakan upaya kesehatan, proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, kegiatan ibadah dan angkutan umum dinyatakan sebagai kawasan tanpa rokok. (2). Dalam angkutan umum dapat disediakan tempat khusus untuk

merokok dengan ketentuan :

a. lokasi tempat khusus untuk merokok terpisah secara fisik/tidak bercampur dengan kawasan tanpa rokok pada angkutan umum yang sama ;

b. dalam tempat khusus untuk merokok harus dilengkapi alat penghisap udara atau memiliki sistem sirkulasi udara yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang perhubungan.

Pasal 24

Pimpinan atau penanggung jawab tempat umum dan tempat kerja harus mengupayakan terbentuknya kawasan tanpa rokok.

Pasal 25

Pimpinan atau penanggung jawab tempat umum dan tempat kerja harus menyediakan tempat khusus untuk merokok harus

menyediakan alat penghisap udara sehingga tidak mengganggu kesehatan bagi yang tidak merokok.

BAB III

PERAN MASYARAKAT Pasal 26

(8)

Pasal 27

Peran masyarakat diarahkan untuk meningkatkan dan

mendayagunakan kemampuan yang ada pada masyarakat dalam rangka penyelenggaraan pengamanan rokok bagi kesehatan.

Pasal 28

Peran masyarakat dapat dilakukan secara perorangan, kelompok, badan hukum atau badan usaha, dan lembaga atau organisasi yang diselenggrakan oleh masyarakat.

Pasal 29

Peran masyarakat dilaksanakan melalui :

a. pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan penetuan kebijaksanaan dan atau pelaksanaan program pengamanan rokok bagi kesehatan ;

b. penyelenggraan, pemberian bantuan dan atau kerja sama dalam kegiatan penelitian dan pengembangan

penangggulangan bahaya merokok terhadap kesehatan ; c. pengadaan dan pemberian bantuan sarana dan prasarana bagi

penyelenggrara pengamanan rokok bagi kesehatan ;

d. keikutsertaan dalam pemberian bimbingan dan penyuluhan serta penyebarluasan informasi kepada masyarakat berkenaan dengan penyelenggaraan pengamanan rokok bagi kesehatan ; e. kegiatan pengawasan dalam rangka penyelenggaraan

pengamanan rokok bagi kesehatan. Pasal 30

Peran masyarakat dalam rangka penyelenggaraan upaya

pengamanan rokok bagi kesehatan dilaksanakan berpedoman pada kebijaksanaan pemerintah dan atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Pasal 31

Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, Menteri

bekerjasama dengan Menteri yang bertanggung jawab di bidang penerangan/informasi dan instansi terkait lainnya untuk

menyebarluaskan informasi dan pengertian berkenaan dengan peran masyarakat dalam penyelenggaraan pengamanan rokok bagi

(9)

BAB IV

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Bagian Pertama

Pasal 32

Menteri dan Menteri terkait melakukan pembinaan atas pelaksanaan pengamanan rokok bagi kesehatan dengan mendorong dan

menggerakkan :

a. produk rokok memenuhi ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ;

b. terwujudnya kawasan tanpa rokok ;

c. berbagai kegiatan untuk menurunkan jumlah perokok.

Pasal 33

Pembinaan atas penyelenggaraan pengamanan rokok bagi kesehatan dilaksanakan melalui pemberian informasi dan penyuluhan, dan pengembangan kemampuan masyarakat untuk berperilaku hidup sehat.

Pasal 34

(1) Menteri dan Menteri terkait dalam melakukan pembinaan

penyelenggaraan upaya pengamanan rokok bagi kesehatan dapat : a. secara sendiri atau bekerja sama menyelenggarakan berbagai

kegiatan untuk pembinaan dalam penyelenggaraan upaya pengamanan rokok bagi kesehatan ;

b. bekerja sama dengan badan atau lembaga internasional atau organisasi kemasyarkatan untuk menyelenggarakan

pengamanan rokok bagi kesehatan ;

c. memberikan penghargaan kepada orang atau badan yang telah berjasa dalam membantu pelaksanaan pengamanan rokok bagi kesehatan.

(2) Menteri yang bertanggung jawab di bidang perkebunan dan atau pertanian tembakau mendorong dilaksanakan diversifikasi tanaman tembakau.

(3). Menteri yang bertanggung jawab di bidang perindustrian mendorong dilaksanakan diversifikasi industri rokok ke industri lain yang tetap memungkinkan.

Bagian Kedua Pengawasan

Pasal 35

(10)

Pasal 36

(1). Menteri dan Menteri terkait dapat mengambil tindakan administratif terhadap pelanggaran ketentuan dalam Peratuan Pemerintah ini. (2). Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan sesuai peratuan perundang-undangan yang berlaku. BAB V

KETENTUAN PIDANA Pasal 37

(1). Barang siapa memproduksi dan atau mengedarkan rokok yang tidak memenuhi kadar kandungan nikotin dan tar, dan atau persyaratan yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 14, Pasal 16 ayat (1), Pasal 17 dan atau Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 ( seratus juta rupiah ) sesuai dengan ketentuan Pasal 82 ayat (2) huruf e Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

(2). Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 15, Pasal 20 dan atau Pasal 21 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) sesuai dengan Pasal 86 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

BAB VI

KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 38

(1). Produk lain yang mengandung Nicotiana tabacum, Nicotianarustica dan spesies lainnya dan atau hasil olahannya termasuk pembuatan sintetis yang jenis dan sifatnya sama atau serupa dengan yang dihasilkan oleh Nicotiana spesiesnya termasuk dalam ketentuan peratuan ini.

(2). Produk lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

BAB VII

KETENTUAN PERALIAHAN Pasal 39

(1). Setiap orang yang memproduksi rokok buatan mesin atau yang memasukkan rokok buatan mesin ke dalam wilayah Indonesia yang telah ada pada saat ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini harus menyesuaikan persyaratan batas kadar maksimum kandungan nikotin dan tar sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini paling lambat dalam waktu 2 (dua) tahun setelah ketentuan ini ditetapkan.

(2). Setiap orang yang memproduksi rokok buatan tangan yang telah ada pada saat ditetapkannya Peratuan Pemerintah ini harus

(11)

Pemerintah ini paling lambat :

a. 5 (lima) tahun untuk setiap orang yang memproduksi rokok yang tergolong dalam industri besar ; dan

b. 10 (sepuluh) tahun untuk setiap orang yang memproduksi rokok yang tergolong dalam industri kecil.

(3). Setiap orang yang memproduksi rokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) selama masa peralihan baik sendiri maupun

bersama-sama melakukan berbagai kegiatan berupa penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, diversifakasi tanaman tembakau dan upaya lain yang dapat menghasilkan produk sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 40

Menteri dan Menteri yang bertanggung jawab di bidang pertanian dan atau perkebuan tembakau, Menteri yang bertanggung jawab di bidang

perindustrian selama masa peralihan sebagaimana dalam Pasal 30 secara sendiri maupun bersama-sama setiap orang yang memproduksi rokok melakukan berbagai upaya agar kadar kandungan nikotin dan tar produk rokok memenuhi ketentuan Peratuan Pemerintah ini.

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 41

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini maka semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur kegiatan pengamanan rokok bagi kesehatan yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan atau belum diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 42

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan

Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

Pada tanggal 5 Oktober 1999

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd

(12)

Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 5 Oktober 1999

MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

Ttd

M U L A D I

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 186

Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT KABINET R I Kepala Biro Peraturan

Perundang-undangan I,

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa artefak yang ditemukan baik dari hasil penggalian maupun yang sudah berada di permukaan tanah yaitu batu-batu berbentuk kala; makara; batu berelief guirlande, gapa, pilar

Selain itu karena agama Hindu di Pura Penataran Luhur merupakan agama Hindu yang bernuansakan Jawa, membuat masyarakat tidak menolak adanya umat Hindu dan pura

Maka secara keseluruhan faktor yang paling dominan mempengaruhi motivasi kerja pegawai pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pekanbaru adalah faktor pemeliharan,

Berkaitan dengan hal tersebut diatas maka penulis berminat untuk melakukan penelitian sesuai dengan latar belakang tersebut di atas, dimana penulis mempunyai minat untuk

Menjelaskan pengertian Laba yang ditahan Menjelaskan pengertian deviden dan dapat menyebutkan bentukbentuk deviden Mengerti dan memahami pembatasan terhadap deviden dan laba

a) Turbin yang sesuai dengan Pembangkit Listrik Tenaga Air Alternative Microhydro ini adalah turbin crossflow (turbin aarus silang), dengan turbin crossflow daya turbin

Berdasarkan analisis data kuesioner dari 21 responden yang berasal dari 8 perusahaan Kontraktor mengenai kompetensi project manager, maka didapat data mengenai

Sebagai contoh, dalam pesantren tahfiz tidak ada tingkatan kelas, tapi lebih didasarkan pada kemampuan perorangan atau kalaupun ada menggunakan tingkatan juz dengan