• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN KEPATUHAN PERAWAT DALAM MELAKUKAN PENERAPAN STANDAR CUCI TANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN KEPATUHAN PERAWAT DALAM MELAKUKAN PENERAPAN STANDAR CUCI TANGAN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Antara Keperawatan Vol. 3 No. 2 Mei - Agustus Tahun 2020

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN KEPATUHAN PERAWAT DALAM MELAKUKAN PENERAPAN STANDAR CUCI TANGAN

Relationship Knowledge And Attitude With Nursing Compliance With The Application Of Hand Washing Standard

Bambang Sumardi1, Omega Dr Tahun2, Angel Berta Fau3 Jurusan Keperawatan, STIKes Abdi Nusantara Jakarta

ABSTRACT

Background: Hand washing is a process of mechanically removing dirt and dust from the skin of both hands

with soap and waterGener.

Methods Research: In data collection, researchers use primers, where data is taken using quantitative data that

is using questionnaires that are made by researchers by developing from several theories.

al Objective: To know the relationship of knowledge and attitude with the compliance of nurses in the

implementation of handwashing standards at UKI Jakarta Hospital 2018.

Result: The results of Chi-Square test show that p value of 0.018 is smaller than the significant level of 0.05 (p

<0.05), meaning there is a significant correlation between nurse knowledge with nurse compliance in Inpatient Room of UKI Jakarta Hospital. In addition, the value of odds ratio (OR) of 7,650 means that the well-informed nurse has a 7,650 chance of being obedient in applying handwashing standards compared to unskilled nurses.

Suggestion: It is important to raise awareness of nurses on the importance of hand washing as one of the safest

health services for patients and can reduce the risk of Health Care-Associated Infection (HCAI)

PENDAHULUAN

Infeksi nosokomial merupakan suatu masalah yang nyata di seluruh dunia dan terus meningkat (Alvarado 2000). Infeksi nosokomial /hospital acquired infection (HAI) adalah infeksi yang didapatkan dan berkembang selama pasien di rawat di rumah sakit (World Health Organization, 2004). Menurut Brooker (2009), infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat di rumah sakit terjadi pada pasien yang dirawat di rumah sakit paling tidak selama 72 jam dan pasien tersebut tidak menunjukkan gejala infeksi saat masuk rumah sakit. Angka kejadian infeksi nosokomial yang diperoleh dari berbagai sumber menunjukkan angka kejadian yang tinggi. Survei prevalensi yang dilakukan WHO di 55 rumah sakit dari 14 negara yang mewakili 4 kawasan WHO (Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik Barat) menunjukkan rata-rata 8,7 % dan Asia tenggara sebanyak 10 % pasien

rumah sakit mengalami infeksi nosocomial. Di amerika serikat, 2 juta orang pertahunnya menderita HAI serta menyebabkan 9000 kematian dan di inggris terdapat 100.000 kasus HAI serta menyebabkan 5000 kematian tiap tahunnya (WHO, 2007). Menurut Depkes RI (2011), angka kejadian infeksi di rumah sakit sekitar 3-12% (rata-rata 9%) atau lebih 1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit seluruh dunia. Di indonesia infeksi nosokomial mencapai 15,74% jauh diatas negara maju yang berkisar 4,8-15,5%(Firmansyah, 2007).untuk itu perlu adanya upaya untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial yang salah satunya dengan melakukan hand hygiene. Hand hygiene merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Mencuci tangan (hand hygiene) adalah proses membuang kotoran dan debu secara mekanis dari kulit kedua belah tangan

(2)

Jurnal Antara Keperawatan Vol. 3 No. 2 Mei - Agustus Tahun 2020 dengan memakai sabun dan air ( Larson

dkk 2001). Angka kepatuhan hand hygiene di indonesia juga masih sangat rendah, dilihat dari penelitian yang dilakukan Damanik (2011). Di dapatkan angka kepatuhan perawat dalam melakukan hand hygiene hanya sebesar 48,3%.

Infeksi nosokomial sekarang disebut sebagai infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan atau Health-care Associated infection ( HAIs) merupakan masalah penting dunia yang meningkat (Depkes RI,2012). Hasil Riskedas Tahun 2013, proporsi penduduk umur 10 Tahun yang berperilaku cuci tangan dengan benar di indonesia telah meningkatkan dari 23,2% pada 200 menjadi 45,1 persen pada tahun 2012 oleh karena itu, upaya besar perlu di lakukan dengan dukungan semua pihak agar perilaku cuci tangan pakai sabun menjadi kebiasaan sehari-hari seumur hidup (Depkes, 2014).

PEMBAHASAN

A.Hasil Pembahasan Univariat

Hasil uji univariat menunjukkan bahwa terbanyak responden berusia 31-40 tahun (45,7%), dan paling sedikit responden berusia >40 tahun (11,4%). Menurut Notoadmojo (2007), usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua. Selain itu orang usia madya akan lebih

banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca.

Hasil uji univariat menunjukkan bahwa terbanyak responden berjenis kelamin perempuan (88,6%), dan paling sedikit responden berjenis kelamin laki-laki (11,4%). Tidak ada perbedaan yang konsisten antara laki-laki dan perempuan dalam kemampuan memecah masalah, keterampilan analisis, dorongan kompetitif, motivasi, sosiabilitas, atau kemampuan belajar. Dalam hal ini tidak ada perbedaan yang berarti dalam hal kepatuhan antara laki-laki dan perempuan. Hasil uji univariat menunjukkan bahwa terbanyak responden berpendidikan D3 Keperawatan (57,1%), dan paling sedikit responden berpendidikan S1 Keperawatan (42,9%). Menurut Notoadmojo (2007), dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang di dapat tentang kesehatan. Secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal.

Hasil uji univariat menunjukkan bahwa terbanyak responden bermasa kerja ≤5 tahun (45,7%), dan paling sedikit responden bermasa kerja >20 tahun (8,6%). Semakin lama masa kerja, maka semakin banyak pengalaman yang diperoleh perawat. Menurut Notoadmojo (2007), pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali

(3)

Jurnal Antara Keperawatan Vol. 3 No. 2 Mei - Agustus Tahun 2020 pengetahuan yang diperoleh dalam

memecahkan masalah yang dihadapi di masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan profesional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya. Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang. B. Hasil Pembahasan Bivariat

Hubungan Pengetahuan Perawat dengan Kepatuhan Perawat

Hasil uji bivariat menunjukkan bahwa perawat patuh terbanyak pada perawat berpengetahuan baik sebanyak 17 orang, sedangkan perawat tidak patuh terbanyak pada perawat berpengetahuan tidak baik sebanyak 9 orang.

Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara pengetahuan perawat dengan kepatuhan perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit UKI Jakarta. Hal ini ditunjukkan dengan p value 0,018 lebih kecil dari taraf signifikan 0,05 (p < 0,05). Selain itu diketahui bahwa perawat berpengetahuan baik berpeluang 7,650 kali patuh dalam melakukan penerapan standar mencuci tangan dibandingkan perawat berpengetahuan tidak baik.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Wahyuni (2014) yaitu hubungan yang positif kuat antara pengetahuan dan kepatuhan dalam melakukan cuci tangan (p=0,000). Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan perawat berhubungan dengan kepatuhan perawat dalam mencuci tangan. Cuci tangan menjadi salah satu langkah yang efektif untuk memutuskan rantai

transmisi infeksi, sehingga insidensi nosokomial dapat berkurang. Tim Depkes (2011) menyatakan bahwa mencuci tangan adalah membersihkan tangan dari segala kotoran, dimulai dari ujung jari sampai siku dan lengan dengan cara tertentu sesuai dengan kebutuhan.

WHO (2006) mengungkapkan bahwa kurangnya pengetahuan tentang cuci tangan merupakan salah satu hambatan untuk melakukan cuci tangan. Hal ini didukung pendapat Pittet (2001), bahwa salah satu faktor yang berhubungan dengan kepatuhan melakukan cuci tangan adalah kurangnya pengetahuan seseorang akan pentingnya melakukan cuci tangan dalam mengurangi penyebaran bakteri dan terjadinya kontaminasi pada tangan dan kurang mengerti tentang teknik melakukan cuci tangan yang benar.

Selain itu menurut Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (2011), secara umum alasan kurangnya kesadaran mencuci tangan adalah tingginya mobilitas perawat dan dokter sehingga secara praktis lebih mudah menggunakan sarung tangan, hal tersebut memicu tingginya penggunaan sarung tangan yang didukung kelalaian untuk cuci tangan sebelum dan setelah menggunakannya.

Dengan demikian pada penelitian ini, patuhnya perawat dalam melaksanakan standar mencuci tangan menunjukkan baiknya pengetahuan perawat akan pentingnya melakukan cuci tangan dalam mengurangi penyebaran bakteri dan memutuskan rantai transmisi infeksi. Hubungan Sikap Perawat dengan Kepatuhan Perawat

Hasil uji bivariat menunjukkan bahwa perawat patuh terbanyak pada perawat bersikap positif sebanyak 18 orang, sedangkan perawat tidak patuh terbanyak

(4)

Jurnal Antara Keperawatan Vol. 3 No. 2 Mei - Agustus Tahun 2020 pada perawat bersikap negatif sebanyak 10

orang.

Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara sikap

perawat dengan kepatuhan perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit UKI Jakarta. Hal ini ditunjukkan dengan p value 0,002 lebih kecil dari taraf signifikan 0,05 (p < 0,05). Selain itu diketahui bahwa perawat bersikap positif berpeluang 15,000 kali patuh dalam melakukan penerapan standar mencuci tangan dibandingkan perawat bersikap negatif.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Setiaman (2015) yaitu adanya hubungan bermakna antara sikap dan kepatuhan cuci tangan. Hal ini menunjukkan bahwa sikap yang baik akan meningkatkan tingkat kepatuhan cuci tangan pada perawat.

Menurut taksonomi Bloom dikutip Pakowska (2013), perilaku merupakan fungsi dari faktor predisposisi, yaitu faktor yang ada dalam diri individu yang di dalamnya terdapat sikap dari individu. Sikap seseorang dapat mempengaruhi kepatuhannya dalam melakukan cuci tangan. Lebih lanjut menurut model teori perubahan terencana dari Godin dan Kok dikutip Setiaman (2015), kepatuhan cuci tangan dipengaruhi oleh sikap yang positif terhadap cuci tangan, adanya aturan cuci tangan yang harus diikuti oleh perawat, serta adanya persepsi yang baik terhadap cuci tangan.

Sementara itu Tohamik (2003) menemukan dalam penelitiannya bahwa kurang kesadaran perawat dan kurangnya fasilitas mencuci tangan menyebabkan kurang patuhnya perawat untuk cuci tangan. Peralatan mencuci tangan biasa yaitu wastafel yang dilengkapi dengan peralatan cuci tangan sesuai standar rumah sakit (misalnya kran air bertangkai panjang untuk mengalirkan air bersih, tempat sampah injak tertutup yang di lapisi kantong sampah medis atau kantong pembersih tangan yang berfungsi sebagai antiseptik, lotion tangan, serta di bawah plastik berwarna kuning untuk sampah yang terkontaminasi atau terinfeksi), alat pengering seperti tisu, lap tangan (hand towel), sarung tangan (gloves), sabun cair atau cairan wastafel terdapat alas kaki dari bahan handuk.

Dengan demikian sikap perawat berhubungan dengan kepatuhan perawat dalam melaksanakan standar mencuci tangan. Semakin positif sikap perawat, maka semakin patuh perawat dalam mencuci tangan.

HASIL PENELITIAN

Dari hasil penelitian berupa analisa univariat dan bivariat.

A.Analisa Univariat

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit UKI Jakarta

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit UKI Jakarta

Usia Frekuensi Persentase ≤20 tahun 0 0,0% 21-30 tahun 15 42,9% 31-40 tahun 16 45,7% >40 tahun 4 11,4% Jumlah 35 100,0%

(5)

Jurnal Antara Keperawatan Vol. 3 No. 2 Mei - Agustus Tahun 2020 Distribusi Frekuensi Responden

Berdasarkan Pendidikan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit UKI

Jakarta

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Masa Kerja di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit UKI Jakarta

B. Analisa Bivariat

Distribusi Frekuensi

RespondenBerdasarkan Pengetahuan Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah

Sakit UKI Jakarta

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit UKI Jakarta

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut :

Sebagian besar responden berusia 31-40 tahun (45,7%), berjenis kelamin perempuan (88,6%), berpendidikan D3 Keperawatan (57,1%), bermasa kerja ≤5 tahun (45,7%), berpengetahuan baik (60,0%), bersikap positif (60,0%), dan patuh dalam melakukan penerapan standar mencuci tangan (62,9%).

Terdapat hubungan signifikan antara pengetahuan perawat dengan kepatuhan perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit UKI Jakarta (p-value 0,018 < 0,05).

Terdapat hubungan signifikan antara sikap perawat dengan kepatuhan perawat di Jenis Kelamin Frekuensi Persentase Laki-laki 4 11,4% Perempuan 31 88,6% Jumlah 35 100,0%

Sikap Perawat Frekuensi Persentase

Positif 21 60,0%

Negatif 14 40,0%

Jumlah 35 100,0%

Pendidikan Frekuensi Persentase

D3 Keperawata n 20 57,1% S1 Keperawata n 15 42,9% Jumlah 35 100,0%

Masa Kerja Frekuensi Persentase ≤5 tahun 16 45,7% 6-10 tahun 9 25,7% 11-20 tahun 7 20,0% >20 tahun 3 8,6% Jumlah 35 100,0% Pengetahuan Perawat Frekuensi Persentase Baik 21 60,0% Kurang Baik 14 40,0% Jumlah 35 100,0%

(6)

Jurnal Antara Keperawatan Vol. 3 No. 2 Mei - Agustus Tahun 2020 Ruang Rawat Inap Rumah Sakit UKI

Jakarta (p-value 0,002 < 0,05). SARAN

1. Perlu ditingkatkan lagi kesadaran perawat terhadap pentingnya cuci tangan sebagai salah satu upaya pelayanan kesehatan yang aman untuk pasien dan dapat menurunkan risiko

Health Care-Associated Infection

(HCAI).

2. Melaksanakan higiene diri merupakan hal yang sangat penting untuk menjaga diri dari tertularnya penyakit, maka sebaiknya kepada semua tenaga kesehatan sebelum dan sesudah melakukan tindakan perawatan selalu membiasakan diri untuk cuci tangan. 3. Penelitian selanjutnya hendaknya

mencari faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kepatuhan perawat dalam melakukan penerapan standar mencuci tangan, serta perlu digunakan sampel dengan jumlah lebih banyak dari rumah sakit lain.

4. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam menerapkanprosedur cuci tangan enam langkah lima momen, untuk mencegah terjadinya phlebitis dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan menurunkan resiko kejadian infeksi nosokomial.

5. Tim PPI agar melakukan supervisi dan penilaian handhygiene perawat yang bekerja di rumah sakit, serta memberikanreward kepada perawat yang memiliki profesional dalam bekerjadan memberikan punishment kepada perawat kurang profesional dalam bekerja.

UCAPAN TERIMA KASIH

1. Dr.Dominggus Efruan, MARS. Direktur utama RS UKI Jakarta dan seluruh staf

2. Kepada Ketua yayasan Abadi

Nusantara Jakarta Hj. Lilik Susilowati, SKM, M.Kes, MARS.

3. Ketua Stikes Abdi Nusantara Jakarta Feva Tridiyawati, M.Kes, M.Keb besertaseluruh staf-stafnya.

4. NS. Bambang

Sumardi,M.Kep,Sp.Kep.Jc selaku

dosen pembimbing yang telah

menyediakan waktu, pikiran dan tenaga dalam mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini juga sebagai penguji sidang skripsi ini. 5. Kepada seluruh Dosen Stikes Abdi

Nusantara Jakarta baik dari dalam maupun dari luar Stikes yang sudah berbagi ilmu Pengetahuan dibidang Keperawatan.

6. Kedua orangtuaku yaitu Bapak

imanuel buala Fau dan Ibu Magdalena hasrati Manao ,terima kasih

sebsar-besarnya karena senantiasa

mendoakan dan memberikan

semangat baik moral maupun materi kepada saya.

7. Kepada Adik-Adikku dan Keluarga Besarku yang senantiasa memberikan dukungan moral dan materi kepada saya yang telah dengan rela hati mengijinkan saya dalam melakukan penelitian untuk penyusunan riset. 8. Tak lupa juga Saya ucapkan terima

kasih kepada teman – teman dan sahabat seperjuangan yang saling membantu baik dalam materi maupun dalam pembuatan skripsi hingga selesai.

(7)

Jurnal Antara Keperawatan Vol. 3 No. 2 Mei - Agustus Tahun 2020 DAFTAR PUSTAKA

1. Darmadi. (2008) Infeksi Nosokomial, problematika dan Pengendaliannya. Jakarta: Salemba Medika

2. Departemen Kesehatan RI dan perhimpunan Pengendalian Infeksi Indonesia (Perdalin). (2008). Pedoman Managerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah

Sakit dan Fasilitas Kesehatan

Lainnya. Jakarta

3. Damanik, M., S. (2012). Kepatuhan Hand Hygiene di Rumah Sakit Immanuel Bandung.

4. Dibuka tanggal 10 Januari 2018 Pada: http://dowload.portalgaruda.org/article .php?article=103815&val=1378&tittle =20HAND%20HYGIENE%20RUM AH%20SAKIT%20IMMANUEL%20 BANDUNG

5. Depkes RI. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan RI Tentang Keselamatan Pasien. Dibuka tanggal 10 Januari 2018 pada:http://www.hukor.depkes.go.id/u p prod pemenkes/PMK%20No.%201691%20 ttg%20Keselamatan@20 pasien%20Sakit.pdf.

6. Hidayat, A. A. A., (2011). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik

Analisis Data. Jakarta: Salemba

Medika

7. Jamaluddin, J., Sugeng, S., Wahyu, I., Sondang, M. (2012). Kepatuhan Cuci Tangan 5 momen di Unit Perawatan Intensif. Dibuka tanggal 10 Januari 2018

8. Nasronudin., dkk. (2007). Penyakit Infeksidi Indonesia Solusi Kini dan

Mendatan. Surabaya: Airlangga

University Press

9. Pakowska. 2013. Observance of Hand Washing Procedures Performed by The Medical Personal Before Patient Contac Part 1. International Journal

of Occupational Medicine and

Enviromental Health. Vol. 26, no.1. 10. Pittet, D. 2001. Improving Adherence

to Hand Hygiene Practice : A Multidisiplinary Approach. Emerging Infections Desease. Vol. 7, No. 1. 11. Setiaman, Sobur. 2015. Hubungan

Sikap dan Kepatuhan Cuci Tangan pada Perawat Rawat Inap RSUD Kota Semarang. Skripsi. Program Studi S1 Keperawatan. Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan. Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang.

12. Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi. 2011. Audit 9. Cuci Tangan. Jakarta: RS Pantai Indah Kapuk. 13. World Health Organization. 2006. The

Global Patient Safety Challenge 2005-2006 “Clean Care is Safer Care”. Geneva: WHO.

14. Nursalam., dkk. (2007). Penyakit Infeksi di Indonesia Solusi Kini dan Mendatang. Surabaya: Airlangga University Press

15. Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

16. Nursalam. (2012). Konsep dan Penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

17. Notoatmodjo. S. (2010). Ilmu perilaku kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. 18. Notoatmodjo. S. (2011). Ilmu dan seni

perilaku kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

(8)

Jurnal Antara Keperawatan Vol. 3 No. 2 Mei - Agustus Tahun 2020 19. Notoatmodjo. S. (2007). Promosi

Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta :PT Rineka Cipta.

20. Potter, A. P., & Perry, A. G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC.

21. Schaffer, S. D., dkk. (2000). Pencegahan Infeksi &Praktik yang Aman. Jakarta :EGC.

22. Septiari, B. B. (2012). Infeksi Nosokomial. Jakarta: Nuha Medika 23. Setiadi. (2007). Konsep & Penulis

Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

24. Susiati, Maria. (2008). Keterampilan Keperawatan Dasar. Jakarta: Erlangga

Referensi

Dokumen terkait

Lebih jelas yang ditampilkan oleh diagram batang pada gambar 2 bahwa nilai rata-rata N-gain untuk kelas eksperimen adalah sebesar 0.87 dengan kategori tinggi sedangkan nilai

Simulasi numerik dilakukan menggunakan beberapa fungsi untuk membandingkan metode ini dengan beberapa metode lain seperti metode Newton, metode Abbasbandy, metode

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pemasaran ubi jalar yang ada di Desa Timbang masih kurang efektif, hal ini disebabkan petani hanya mengandalkan sistem

Lingkup pembahasan dalam projek pusat seni tari tradisional Bali. ini

Peranan formatif antologi Saksi Mata dilatarbelakangi oleh kondisi sosial politk Timor Timur, antara lain insiden Santa Cruz 12 November 1991, invasi militer

Tujuan penelitian ini adalah: (1) membuktikan bahwa self construal dengan dua faktor yaitu, independen dan interdependen sebagai faktor pribadi dapat

(2009), sebagai salah satu target kemampuan yang dapat dikembangkan lewat pembelajaran IPA berbasis SSI adalah kemampuan berpikir kritis (critical thinking) dan berpikir

Pembinaan PHBS RT dilakukan lima kali dalam satu tahun 5 Pembinaan PHBS Sekolah Bulan Januari, Februari, Maret,  Apri, September, Oktober, November dan Desember