• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebuah Studi Kasus pada Siswa Kelas XF SMA BOPKRI I Yogyakarta Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Sebuah Studi Kasus pada Siswa Kelas XF SMA BOPKRI I Yogyakarta Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika"

Copied!
190
0
0

Teks penuh

(1)

PEMAHAMAN SISWA TENTANG

PERAMBATAN, PEMANTULAN, DAN

PEMBIASAN CAHAYA

Sebuah Studi Kasus pada Siswa Kelas XF SMA BOPKRI I Yogyakarta

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi

Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh :

Meiliyani Wahyu Tri Bintarti Cicilia

NIM : 031424031

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

PEMAHAMAN SISWA TENTANG

PERAMBATAN, PEMANTULAN, DAN

PEMBIASAN CAHAYA

Sebuah Studi Kasus pada Siswa Kelas XF SMA BOPKRI I Yogyakarta

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi

Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh :

Meiliyani Wahyu Tri Bintarti Cicilia

NIM : 031424031

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

( )

( )

α

α

α

(6)
(7)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Meiliyani Wahyu Tri Bintarti Cicilia

Nomor Mahasiswa : 031424031

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

PEMAHAMAN SISWA TENTANG PERAMBATAN, PEMANTULAN, DAN PEMBIASAN CAHAYA;

Studi kasus pada siswa kelas XF SMA BOPKRI I Yogyakarta

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangakalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 30 Januari 2008

Yang menyatakan

(8)

ABSTRAK

MEILIYANI WAHYU TRI BINTARTI CICILIA. 2008. Pemahaman Siswa tentang Perambatan, Pemantulan, dan Pembiasan Cahaya. Sebuah studi kasus pada Siswa Kelas XF SMA BOPKRI I Yogyakarta. Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pemahaman siswa tentang : (1) perambatan cahaya, (2) pemantulan cahaya, dan (3) pembiasan cahaya. Penelitian dilaksanakan di SMA BOPKRI I Yogyakarta. Subyek penelitian yaitu siswa kelas XF yang berjumlah 20 siswa. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan dua langkah, yaitu tes tertulis dan wawancara. Tes tertulis diberikan berupa essai. Wawancara yang dilakukan bersifat bebas terstruktur.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman siswa tentang perambatan cahaya, pemantulan cahaya, dan pembiasan cahaya masih kurang. Sebagian besar siswa memahami cahaya memerlukan medium untuk merambat. Selain itu, masih ada miskonsepsi tentang ruang vakum, yang dipahami sebagai ruang yang masih terdapat udara. Siswa hanya memahami Hk Pemantulan cahaya yang kedua, yaitu sudut datang sama dengan sudut pantul dan hanya berlaku pada cermin datar. Siswa belum dapat menjelaskan proses pembentukan bayangan oleh cermin datar. Pada peristiwa pembiasan, siswa memahami saat sinar mengenai permukaan air, sinar dibiaskan. Siswa belum dapat menjelaskan proses pembentukan bayangan pada peristiwa pembiasan cahaya. Siswa tidak mempergunakan Hk Pembiasan untuk menjelaskan peristiwa pembiasan ini. Masih ada siswa yang memahami, saat sinar mengenai permukaan kaca plan paralel, sinar hanya dipantulkan karena kaca merupakan benda padat yang tak tembus cahaya.

(9)

ABSTRACT

MEILIYANI WAHYU TRI BINTARTI CICILIA. 2008. Students’ Understanding About Light Propagation, Reflection of Light, and Refraction of Light (a case study : students of XF, BOPKRI Senior High School, Yogyakarta)

Physics Education Study Program, Department of Mathematics and Science Education, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

The aims of the research were to find out students’ understanding about : (1) propagation of light, (2) reflection of light, and (3) refraction of light. Subject of the research consist of 20 students’. Collecting data for this research was done in two steps, there were written test and interview. The form of the written questions test is essay. The characteristics of the interview is free and structured.

Result of the research indicated that students understanding about propagation of light, reflection of light, and refraction of light are less. Many students understand, that medium is needed by light for propagation. Some students still had misconception about vacuum space. They thought that, the vacuum space is a space which had air inside. Laws of Reflection is the angle of incident equal angle of reflection. Laws of Reflection only can be applied on the plane mirror. Students’ can not described about the image formation process by plane mirror. In the refraction of light, students understand whenever a ray of light is incident on the boundary separating two different media, air and water, a ray is refracted as it enters in to the water. Students can not described a image formation by refraction. Students didn’t applied Laws of Refraction to described this phenomena. In otherwise, misconception being founded like, whenever a ray of light is incident on the plan parallel plate, a ray just reflected without refraction because the plane parallel is a solid state.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria atas berkat dan kemurahan kuasa-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Pemahaman Siswa tentang Perambatan, Pemantulan, dan Pembiasan Cahaya (sebuah studi kasus pada siswa kelas XF SMA BOPKRI I Yogyakarta)”. Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed, Ph.D, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan penuh kesabaran membimbing serta membantu penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Drs. Domi Severius, M.Si., selaku Kaprodi Pendidikan Fisika. 3. Kepala BAPEDA Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kepala Dinas

Perizinan Kota Yogyakarta, yang telah memberi izin penelitian.

4. Bapak Drs. R. Rohandi, M.Ed selaku Dosen Pembimbing Akademik Tahun 2003-2006 dan Pater Dr. Paul Suparno, SJ selaku Dosen Pembimbing Akademik Tahun 2006-sekarang.

5. Segenap Dosen penguji, yang telah banyak membantu.

6. Ibu Sri Rahayuningsih, S.Pd, selaku Kepala SMA BOPKRI I Yogyakarta. 7. Bapak Yohanes Suhartono, S.Pd, guru mata pelajaran Fisika kelas XF. 8. Teman-teman kelas XF yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini. 9. Kakek Subinun dan alm. Nenek Katilah, yang telah memberiku petuah

(11)

10.Ibuku Christiana Mowi Nardiah dan Bapak Supriyadi, yang dengan sabar memberiku semangat, nasehat di segala situasi, selalu menantiku untuk menyelesaikan studi & terima kasih atas segalanya.

11.FX Devan Budi Prabowo, be a wise & a good man.

12.Temanku Christina Titis Vidiarti (ti2s) & Eka Fitri Handani (nGoky), thanks 4 our friendship Keep Fighting together for Everything, in different ways, OK!!! Thanks, telah menamaiku Moy .

13.Pak Yanto, Bulik Sri, Diko, Venda, atas segala bantuannya.

14.Brilliant & Bu Ana, Pak Rustam, yang mengingatkanku agar cepat menyelesaikan yang satu ini & terima kasih telah mengundangku untuk berlibur di Serang.

15.Segenap dosen-dosen Pendidikan Fisika, yang telah mengubah pandanganku tentang fisika.

16.Ibu Nikki Anisa R, terima kasih atas nasehatnya.

17.Staff sekretariat JPMIPA, Bapak Narjo & Bapak Sugeng, Mas Agus. 18.Malaikat pelindungku & roh-roh penuntunku.

19.Teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan dan manfaat bagi perkembangan pendidikan dan ilmu pengetahuan. Penulis menyadari skripsi ini jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran untuk penyempurnaan tulisan ini sangat diharapkan dan diterima penulis dengan senang hati.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... . i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... . ii

HALAMAN PENGESAHAN ... . iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... . iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... . v

ABSTRAK ... . vi

ABSTRACT ... . vii

KATA PENGANTAR ... . viii

DAFTAR ISI ... . x

DAFTAR TABEL ... . xiii

DAFTAR GAMBAR ... . xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... . xvi

BAB I PENDAHULUAN ... . 1

A. Latar Belakang ... . 1

B. Landasan Teori ... 2

1. Tujuan Pembelajaran Fisika ... . 2

2. Pembentukan Pengetahuan ... . 3

a. Pengertian Belajar ... . 4

b. Hakikat Berpikir ... 5

c. Konsepsi ... . 6

d. Konsep ... . 6

e. Memahami Konsep ... . 7

f. Salah Konsepsi ... . 8

3. Tingkat Pemahaman ... 9

4. Pembatas Pembentukan Pengetahuan dan Faktor Perubahan Pengetahuan ... . 11

a. Faktor yang membatasi pembentukan pengetahuan ... . 11

(13)

5. Pemantulan Cahaya dan Pembiasan Cahaya ... . 12

a. Pemantulan cahaya ... 12

b. Pembiasan cahaya ... . 16

6. Hasil Penelitian tentang Perambatan, Pemantulan, dan Pembiasan Cahaya ... 20

C. Identifikasi Masalah ... . 23

D. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... . 23

E. Tujuan Penelitian ... . 24

F. Manfaat Penelitian ... . 24

BAB II METODOLOGI PENELITIAN ... . 25

A. Jenis penelitian ... . 25

B. Subyek Penelitian ... 26

C. Waktu dan Tempat Penelitian ... . 26

D. Desain Penelitian ... . 26

E. Metode Pengumpulan Data ... . 27

F. Instrumen Penelitian ... . 28

G. Metode Analisis Data ... . 30

BAB III HASIL PENELITIAN, ANALISIS DAN RANGKUMAN ... . 32

A. Hasil Penelitian ... . 32

1. Pemahaman siswa tentang perambatan cahaya pada ruang vakum ... . 33

2. Pemahaman siswa tentang pemantulan cahaya ... . 33

3. Pemahaman siswa tentang pembiasan cahaya ... . 34

B. Analisis ... . 35

1. Pemahaman siswa tentang perambatan cahaya pada ruang vakum ... . 35

2. Pemahaman siswa tentang pemantulan cahaya ... . 37

3. Pemahaman siswa tentang pembiasan cahaya ... . 63

C. Rangkuman Pemahaman tentang Perambatan, Pemantulan dan Pembiasan Cahaya ... . 79

(14)

2. Pemantulan Cahaya ... . 80

3. Pembiasan Cahaya ... . 81

BAB IV PENUTUP ... . 84

A. Kesimpulan ... . 84

B. Saran ... . 85

DAFTAR PUSTAKA ... . 85

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Indeks bias berbagai macam zat ... . 17 Tabel 2. Distribusi soal tes tertulis ... . 29 Tabel 3. Distribusi soal wawancara ... . 29 Tabel 4. Pemahaman siswa tentang perambatan cahaya pada ruang vakum ... . 33 Tabel 5. Berkas sinar yang mengenai permukaan cermin datar ... . 33 Tabel 6. Berlakunya Hk Pemantulan ... . 33 Tabel 7. Garis normal pada cermin lengkung ... . 34 Tabel 8. Proses pembentukan bayangan benda yang terletak di depan dua

cermin yang berimpit membentuk sudut 900 ... . 34 Tabel 9. Berkas sinar yang berasal dari udara kemudian mengenai

permukaan air yang tenang ... . 34 Tabel 10. Berkas cahaya yang berasal dari udara mengenai permukaan kaca

plan paralel ... . 34 Tabel 11. Proses pembentukan bayangan saat pensil dicelupkan ke dalam air

sehingga tampak dangkal ... . 35 Tabel 12. Proses pembentukan bayangan oleh batu yang terletak di dasar

gelas yang berisi air ... . 35

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Pemantulan cahaya ... . 13

Gambar 2. Pembentukan bayangan pada cermin datar ... . 14

Gambar 3. Pemantulan pada bidang kasar ... . 15

Gambar 4. Garis normal pada permukaan cekung ... . 15

Gambar 5. Garis normal pada permukaan cembung ... . 16

Gambar 6. Pembiasan cahaya dari udara ke kaca ke udara lagi ... . 18

Gambar 7. Pembiasan pensil yang tercelup ke dalam air bening ... . 19

Gambar 8.Koin yang tercelup ke dalam air ... . 20

Gambar 9. Pemantulan cahaya pada cermin datar menurut siswa 13 ... . 38

Gambar 10. Pemantulan cahaya pada cermin datar menurut siswa 01 ... . 39

Gambar 11. Pemantulan cahaya pada cermin datar menurut siswa 06 ... . 40

Gambar 12. Garis normal pada cermin lengkung menurut siswa 03 ... . 42

Gambar 13. Garis normal pada cermin lengkung menurut siswa 13 ... . 42

Gambar 14. Garis normal pada cermin lengkung menurut siswa 09 ... . 44

Gambar 15. Pemantulan pada cermin cembung ... . 46

Gambar 16. Penerapan Hk Pemantulan menurut siswa 05 ... . 52

Gambar 17. Penerapan Hk Pemantulan menurut siswa 04 ... . 52

Gambar 18. Penerapan Hk Pemantulan menurut siswa 13 ... . 53

Gambar 19. Pembentukan bayangan menurut siswa 01 ... . 56

Gambar 20. Pembentukan bayangan menurut siswa 03 ... . 57

Gambar 21. Pembentukan bayangan menurut siswa 04 ... . 59

Gambar 22. Pembentukan bayangan menurut siswa 09 ... . 60

Gambar 23. Pembentukan bayangan menurut siswa 11 ... . 60

Gambar 24. Pembentukan bayangan menurut siswa 13 ... . 62

Gambar 25. Pembiasan cahaya dari udara ke air menurut siswa 01 dan 20 .... . 64

Gambar 26. Pembiasan cahaya dari udara ke air menurut siswa 06 ... . 65

Gambar 27. Pembiasan cahaya dari udara ke air menurut siswa 03 ... . 66

(17)

Gambar 29. Pembiasan cahaya dari udara ke air menurut siswa 19 ... . 67

Gambar 30. Cahaya yang mengenai kaca plan paralel menurut siswa 01 ... . 69

Gambar 31. Cahaya yang mengenai kaca plan paralel menurut siswa 03 ... . 70

Gambar 32. Cahaya yang mengenai kaca plan paralel menurt siswa 19 ... . 71

Gambar 33. Pembiasan pensil yang masuk ke dalam air menurut siswa 11 ... . 74

Gambar 34. Pembiasan pensil yang masuk ke dalam air menurut siswa 10 ... . 77

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Subyek penelitian ... . 87

Lampiran 2. Soal tes tertulis ... . 88

Lampiran 3. Rangkuman jawaban tes tertulis ... . 93

Lampiran 4. Gambar hasil tes tertulis ... . 97

Lampiran 5. Tabulasi jawaban tes tertulis ... . 116

Lampiran 6. Soal wawancara ... . 117

Lampiran 7. Gambar hasil wawancara ... . 119

Lampiran 8. Transkrip wawancara ... . 122

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konsepsi merupakan pengetahuan yang dimiliki seseorang menyangkut suatu konsep tertentu. Konsepsi dapat berupa pengetahuan tentang alam (fisika, biologi, kimia) maupun pengetahuan yang lain. Konsepsi dapat berkembang seiring dengan proses seseorang untuk menjadi lebih maju. Suatu konsep dapat ditemukan dengan cara berpikir ataupun eksperimen. Sedangkan konsep yang dipelajari di sekolah pada umumnya merupakan konsep yang sudah jadi. Sehingga dalam proses pembelajaran siswa dituntut untuk memahami konsep-konsep tersebut, mengembangkan ataupun menghubungkan dengan kejadian yang sehari-hari dijumpai, yang nantinya akan menjadi serangkaian konsepsi.

Pemahaman yang dimiliki siswa tentang suatu konsep dapat diperoleh melalui banyak cara, antara lain, informasi yang diperoleh dari buku, internet, guru, teman, ataupun orang-orang yang memahami tentang konsep yang ingin diketahui oleh siswa tersebut. Namun, terkadang pembelajaran yang dialami siswa tidak cukup untuk membangun suatu pemahaman. Sering dijumpai siswa yang hafal definisi tertentu tetapi tidak memahami esensi konsep yang terkandung dalam definisi itu. Sehingga, manakala dihadapkan pada suatu masalah, yang terjadi adalah siswa menjadi bingung untuk memecahkannya.

Proses berpikir menjadi aspek yang penting untuk mendapatkan pemahaman suatu konsep. Dari situ akan terlihat tingkat pemahaman tentang suatu konsep

(20)

yang telah dicapai murid. Di dalam pembelajaran fisika khususnya, murid diharapkan mampu memahami pembelajaran yang diberikan. Selain itu murid juga diharapkan menjadi kreatif dalam memecahkan suatu permasalahan dengan memikirkan segala kemungkinan yang ada. Sehingga murid menjadi pemikir yang kritis terhadap masalah yang dihadapinya. Hal ini akan sangat efektif bila murid memahami konsep dengan benar.

Penelitian ini ditujukan bagi siswa SMA kelas X yang telah mempelajari pokok bahasan Optika Geometrik. Dengan pembelajaran formal yang telah diterima, hendaknya menjadi landasan untuk berpikir dalam memecahkan suatu permasalahan menyangkut fenomena-fenomena yang terjadi di sekeliling kita, khususnya yang berkaitan dengan proses perambatan, pemantulan, dan pembiasan cahaya. Namun bagaimana pemahaman murid yang sebenarnya tentang konsep-konsep tersebut, apakah pemahaman konsep-konsep yang dimiliki sejalan dengan pengetahuan yang telah didapatnya atau tidak. Hal ini yang akan ditelusuri lebih lanjut oleh peneliti, oleh sebab peneliti memilih judul :

“PEMAHAMAN SISWA TENTANG PERAMBATAN, PEMANTULAN, DAN PEMBIASAN CAHAYA” (Sebuah Studi Kasus pada Siswa Kelas XF SMA BOPKRI I Yogyakarta).

B. Landasan Teori

1. Tujuan Pembelajaran Fisika

(21)

kebiasaan berpikir kritis dalam memecahkan masalah, ataupun dalam membangun pengetahuan. Sifat hakiki mata pelajaran fisika menurut Sumaji (1998:208), adalah fisika dipandang sebagai cara berpikir dan bertindak. Sifat ini sejalan dengan tujuan pembelajaran fisika seperti yang telah dikemukakan di atas.

Sedangkan menurut Kartika Budi (1998:166), tujuan pembelajaran fisika menekankan pada tiga aspek esensial, yaitu : membangun (1) pengetahuan yang berupa pemahaman konsep, hukum, dan teori beserta penerapannya; (2) kemampuan melakukan proses, antara pengukuran, percobaan, bernalar melalui diskusi; (3) sikap keilmuan, antara lain masalah-masalah sains, penghargaan pada hal-hal yang bersifat sains.

2. Pembentukan Pengetahuan

Dalam filsafat konstruktivisme, belajar dipandang sebagai proses konstruksi yang berlangsung sampai akhir hayat. Seperti yang dikatakan Suparno (1997:18), pengetahuan dianggap sebagai suatu proses pembentukan (konstruksi) yang terus-menerus, terus berkembang dan berubah. Proses ini akan berlangsung seiring interaksi siswa dengan lingkungannya.

(22)

tersebut akan lebih bermakna lagi jika siswa menghubungkannya dengan pengetahuan yang mereka miliki.

a. Pengertian Belajar

Menurut Winkel (2004:58) belajar merupakan kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari luar. Apa yang sedang terjadi di dalam diri seseorang yang sedang belajar, tidak dapat diketahui secara langsung hanya dengan mengamati orang itu. Belajar merupakan proses menjadi tahu ataupun menjadi lebih benar. Untuk mengetahui apakah seseorang itu telah belajar diperlukan

treatment yang dapat menampakkan hasil bahwa seseorang itu belajar.

(23)

dimilikinya tidak berkembang seiring dengan pembelajaran yang dialaminya, maka dapat dikatakan siswa tersebut tidak belajar. Seringkali dijumpai, setelah siswa mengalami pembelajaran formal, dan mungkin sudah sesuai dengan konsep yang benar menurut para ahli, tetapi siswa masih tetap berpegang pada konsepsi sebelumnya yang ternyata salah. Jika demikian, siswa tidak memahami esensi yang tekandung di dalam konsep tersebut.

b. Hakikat Berpikir

Proses pembentukan pengetahuan tidak terlepas dari proses berpikir seseorang. Menurut Bourne, dkk seperti yang dikutip Halpern (1984:4), pengertian berpikir adalah :

Thinking is a complex, multifaceted process. It is essentially internal (and possibly nonbehavioral), involving symbolic representation of events and object not immediately present, but is initiated by some external events (stimulus). Its function is to generate and to control overt behavior ....

(24)

mengenai berbagai bidang dan meningkatnya kemampuan membangun kombinasi-kombinasi baru dari pengetahuan.

c. Konsepsi

Konsepsi dapat dipandang sebagai hasil tafsiran dari suatu konsep yang bersifat individual. Konsepsi dari suatu konsep dibentuk dengan menangkap esensi atau hakikat dari konsep bersangkutan melalui proses generalisasi dari obyek-obyek, peristiwa-peristiwa, gejala-gejala, atau pengalaman khusus (Carin dan Sund, dalam Kartika Budi, 1998:253).

Tidak semua orang memiliki konsepsi yang sama, bisa karena adanya perbedaan tingkat pendidikan, perbedaan pengalaman, dan proses pembentukannya (Kartika Budi, 1998:254). Contohnya, pada konsep pemantulan, mungkin anak SD hanya menganggap pemantulan hanya terjadi pada cermin datar, sesuai dengan pengalaman sehari-hari. Namun, bagi siswa SMP atau SMA, saat mendengar kata pemantulan, mungkin akan terlintas konsepsi tentang hukum pemantulan atau bayangan.

d. Konsep

(25)

Ada bermacam-macam klasifikasi konsep. Salah satunya yang dikemukakan Bolton. Secara umum konsep dapat diklasifikasikan atas, (1) konsep fisis, (2) konsep logika matematis, dan (3) konsep filosofis. Namun yang ditekankan dalam IPA adalah konsep fisis, yang dapat dibedakan lagi atas konsep besaran dan konsep non besaran. Jika konsep besaran adalah konsep yang memiliki nilai yang dapat diukur dan memiliki satuan dan dapat ditanyakan pengertiannya, sedangkan konsep non besaran adalah konsep yang hanya dapat ditanyakan pengertiannya saja (Kartika Budi, 1998:253).

Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan Vygotsky, konsep dibedakan atas 2 macam, yaitu konsep spontan dan konsep ilmiah. Konsep spontan diperoleh dari kehidupan sehari-hari, dan konsep ilmiah diperoleh dari pelajaran di sekolah. Kedua konsep tersebut saling berkaitan terus-menerus. Perbedaan dari kedua konsep tersebut adalah ada atau tidaknya sistem. Konsep spontan didasarkan pada kejadian khusus dan tidak merupakan bagian yang berkaitan secara logis dari suatu pemikiran, sedangkan konsep ilmiah disajikan sebagai suatu bagian dari suatu sistem (Howe; Newman & Holzman; van der Veer & Valsiner dalam Suparno P, 1997:52). Dalam dunia pendidikan, konsep spontan biasanya disebut pengetahuan awal.

e. Memahami Konsep

Menurut Kartika Budi (1992:114), ada beberapa indikator untuk mengetahui pemahaman siswa, antara lain :

(26)

2) Dapat menjelaskan makna dari konsep bersangkutan kepada orang lain,

3) Dapat menganalisis hubungan antara konsep dalam suatu hukum, 4) Dapat menerapkan konsep untuk :

a) menganalisis dan menjelaskan gejala-gejala alam khusus, b) memecahkan masalah fisika baik secara teoritis maupun praktis, c) memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi pada

suatu sistem bila kondisi tersebut terpenuhi.

5) Dapat mempelajari konsep lain yang saling berkaitan dengan lebih cepat,

6) Dapat membedakan konsep yang satu dengan konsep yang lain yang saling berkaitan,

7) Dapat membedakan kosepsi yang benar dan konsepsi yang salah dan dapat membuat peta konsep dari konsep-konsep yang ada dalam suatu pokok bahasan.

f. Salah Konsepsi

(27)

Salah konsepsi atau miskonsepsi menurut Flower, merupakan pengertian yang tidak akurat akan suatu konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda-beda, dan hubungan hirarkis konsep-konsep yang tidak benar (Suparno, 1998:95).

3. Tingkat Pemahaman

Ada beberapa gagasan tentang tingkat pemahaman, seperti yang dirangkum oleh Wahyudi

(http://www.depdiknas.go.id/jurnal/36/tingkatpemahamansiswa.htm _22Sept06), sebagai berikut :

a. Menurut Richard Skemp (kata kunci : pemahaman instruksional, pemahaman relasional). Tingkat pemahaman siswa pada pembelajaran matematika dapat dibagi menjadi dua, yaitu pemahaman instruksional dan pemahaman relasional. Pada tingkat pemahaman instruksional, siswa baru berada pada tahap tahu atau hafal suatu rumus, dapat menggunakannya tapi belum tahu mengapa rumus tersebut dapat digunakan. Siswa tidak bisa menerapkan rumus tersebut pada keadaan yang baru. Sedangkan pada tingkat pemahaman relasional, siswa tidak hanya hafal, tapi tahu bagaimana dan mengapa rumus itu dapat digunakan serta dapat menggunakan pada situasi yang lain.

(28)

instruksional dan relasional, terlebih dahulu berada pada tingkat pemahaman antara, yaitu tingkat pemahaman intuitif dan tingkat pemahaman formal. Tingkat pemahaman intuitif dicapai sebelum sampai pada tingkat pemahaman instruksional. Siswa sering menebak jawaban berdasarkan pengalaman sehari-hari tanpa melakukan analisis terlebih dahulu. Meskipun siswa dapat menjawab dengan benar, tapi tidak dapat menjelaskan mengapa demikian. Tingkat pemahaman formal dicapai sebelum pemahaman relasional. Pada tingkat pemahaman formal, siswa terlebih dahulu menguasai/memahami simbol dan notasi yang digunakan dalam matematika atau sains, kemudian menghubungkan konsep-konsep yang relevan di dalam matematika atau sains dan menggabungkannya ke dalam rangkaian pemikiran yang logis.

(29)

pemahaman relasional, seperti yang dikemukakan Skemp. Pada tingkat pemahaman ini siswa tidak hanya tahu tentang penyelesaian suatu masalah melainkan juga dapat menerapkan pada situasi lain, baik yang relevan maupun yang lebih kompleks.

4. Faktor Pembatas Pembentukan Pengetahuan dan Faktor Perubahan

Pengetahuan

Pengetahuan yang dimiliki seseorang sangat dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain :

a. Faktor yang membatasi pembentukan pengetahuan

Bettencourt menyebutkan beberapa hal yang dapat membatasi proses pembentukan pengetahuan manusia, antara lain (1) konstruksi kita yang lama, (2) domain pengalaman kita, dan (3) jaringan struktur kognitif kita (Suparno, 1997:22). Pengetahuan awal yang lebih dulu tebentuk, akan terus diingat jika siswa tidak memahami konsep yang telah dipelajari di sekolah ataupun dari sumber lain yang benar. Pengalaman seseorang yang terbatas akan meng-hambat perkembangan pembentukan pengetahuan. Struktur kognitif merupakan suatu sistem yang saling berkaitan. Konsep, gagasan, gambaran, teori, dan sebagainya yang membentuk struktur kognitif

b. Faktor yang memungkinkan perubahan pengetahuan

(30)

membantu perubahan, yaitu (1) konteks tindakan, (2) konteks yang membuat masuk akal, (3) konteks penjelasan, dan (4) konteks pembenaran (justifikasi).

Bila seseorang harus cepat bertindak atau memecahkan sesuatu secara terencana, ia akan terdorong untuk menganalisis situasi dan persoalan yang dihadapi. Dalam situasi seperti itu, ia dapat bertindak secara efisien dan membentuk pengetahuan atau konsep yang baru (Suparno, 1997:23).

5. Pemantulan Cahaya dan Pembiasan Cahaya

Gelombang elektromagnetik merupakan gelombang yang dapat merambat pada ruang vakum. Cahaya merupakan gelombang elektromagnetik. Ini terbukti dari sinar matahari yang dapat merambat sampai ke bumi. Gelombang elektromagnet merambat tegak lurus dengan arah getarnya. Di dalam ruang vakum, gelombang elektromagnetik menjalar dengan laju 3x108 m/detik.

Sifat-sifat cahaya antara lain, cahaya merambat lurus, dapat dipantulkan, dapat dibiaskan, dapat terdispersi, dapat terinterferensi, dapat terpolarisasi. Penelitian ini menekankan pada optika geometrik, yang berarti hanya sebagian dari sifat-sifat cahaya yang dimunculkan. Sebagian sifat-sifat cahaya tersebut antara lain, cahaya merambat lurus, cahaya dapat dipantulkan, dan cahaya dapat dibiaskan.

a. Pemantulan Cahaya

(31)

kejadian di mana sebagian energi datang dipantulkan dan sebagian ditransmisikan (diteruskan).

Terbentuknya gelombang baru tersebut berdasar pada Prinsip Huygens, yang menyatakan bahwa setiap titik pada bidang gelombang primer berkelakuan sebagai sumber anak gelombang sekunder yang kemudian berkembang dengan laju dan frekuensi yang sama dengan gelombang primernya (Tipler, 2001:442).

Gambar di bawah ini menunjukkan sebuah sinar yang mengenai permukaan udara-kaca.

Sudut θi yang terbentuk antara sinar datang yang jatuh pada batas medium dan garis normal disebut sudut datang, sedangkan sudut θr yang terbentuk antara garis normal dengan sinar pantul disebut sudut pantul. Sudut pantul yang terbentuk dari sinar pantul besarnya sama dengan sudut datang.

Hukum Pemantulan cahaya menyatakan bahwa :

i) sinar datang, garis normal, dan sinar pantul bertemu pada satu titik dan terletak pada satu bidang datar,

ii) θr = θi

Garis nornal

θr = θi

Penghalang (bidang batas)

Sinar datang Sinar patul

Gambar 1. Pemantulan cahaya

(32)

1) Pemantulan pada permukaan datar

Contohnya pada cermin datar yang mempunyai permukaan yang licin/halus. Pada cermin datar, cahaya yang mengenai permukaan hampir seluruhnya dipantulkan. Pemantulan pada cermin datar merupakan pemantulan teratur atau pemantulan spekuler. Dalam pembentukan bayangan oleh cermin datar digunakan Hk Pemantulan. Proses pembentukan bayangannya sebagai berikut :

Misalnya, ada sebatang pensil diletakkan di depan cermin datar, maka proses pembentukan bayangannya sebagai berikut :

i. Lukis dua sinar yang melewati ujung A, buat garis normal yang tegak lurus dengan cermin, kemudian lukis sinar pantulnya. Buat perpanjangan kedua sinar pantul. Kedua perpanjangan ini sinar pantul ini akan bertemu pada suatu titik A’.

ii. Lukis dua sinar yang melewati ujung B, buat garis normal yang tegak lurus dengan cermin, kemudian lukis sinar pantulnya. Buat perpanjangan kedua sinar pantul. Kedua perpanjangan ini sinar pantul ini akan bertemu pada suatu titik B’.

iii. Hubungkan titik A’ dengan B’. Penghubung ini merupakan bayangan yang dihasilkan cermin datar.

Gambar 2. Pembentukan bayangan pada cermin datar

Cermin datar

1

2

B’ A’

B A

(33)

Sifat bayangan yang terbentuk adalah maya, tegak, sama besar. 2) Pemantulan pada permukaan kasar

Contohnya, permukaan kertas. Pada permukaan kasar tetap berlaku Hk Pemantulan, namun pemantulan yang tidak teratur atau pemantulan baur atau pemantulan difusi (menyebar). Pemantulan yang tidak teratur ini menguntungkan, karena mata dapat melihat benda yang memantulkan cahaya ke segala arah.

Gambar 3. Pemantulan pada bidang kasar

3) Pemantulan pada permukaan lengkung

Pada permukaan lengkung, Hk Pemantulan tetap berlaku. Sedangkan garis normal pada permukaan lengkung dapat digambarkan dengan membuat garis singgung pada permukaan lengkungnya. Garis yang dibuat tegak lurus dengan garis singgung merupakan garis normal.

Pada permukaan cekung :

Gambar 4. Garis normal pada permukaan cekung Garis normal

Garis singgung

N N

(34)

Pada permukaan cembung :

Gambar 5. Garis normal pada permukaan cembung

b. Pembiasan Cahaya

Ketika seberkas cahaya mengenai sebuah permukaan bidang batas yang memisahkan dua medium berbeda, misalnya udara-kaca, cahaya tersebut dipantulkan dan sebagian lagi memasuki medium kedua, sinar yang ditransmisikan/diteruskan disebut disebut sinar bias. Peristiwa yang terjadi merupakan pembiasan.

Untuk cahaya yang memasuki kaca dari udara, ada sebuah ketertinggalan fase (phase lag) antara gelombang yang diradiasikan kembali dan gelombang datang. Demikian juga ada ketertinggalan fase antara gelombang hasil (resultan) dan gelombang datang. Ketertinggalan fase ini berarti bahwa posisi puncak gelombang dari gelombang yang dilewatkan diperlambat relatif terhadap posisi puncak gelombang dari gelombang datang di dalam medium tersebut.

Gelombang yang dilewatkan tidak berjalan di dalam medium sejauh gelombang datang aslinya. Jadi kecepatan gelombang yang dilewatkan lebih kecil daripada kecepatan gelombang datang (Tipler, 2001:446).

Garis singgung

(35)

Laju cahaya dalam medium ditentukan oleh indeks bias n. Indeks bias itu sendiri merupakan perbandingan laju cahaya dalam ruang vakum c terhadap laju tersebut dalam medium tertentu v :

v c n=

Dalam tabel di bawah ini, disajikan beberapa harga indeks bias pada berbagai medium untuk cahaya Natrium kuning (Tipler, 2001:451) :

Tabel 1. Indeks bias berbagai macam zat

Jenis Zat Indeks

Bias Jenis Zat

Indeks Bias Padat Es Kuarsa Intan Kaca Gelas ringan Gelas menengah 1,309 1,544 2,417 1,58 1,62 Gelas padat

Cairan pada 200 C

Air Terpentin Gliserin Bensin

Udara pada 1 atm 200 C

1,66 1,333 1,472 1,473 1,501 1,0003

(36)

Gambar 6. Pembiasan cahaya dari udara ke kaca ke udara lagi

Sudut bias lebih kecil daripada sudut datang, sehingga sinar bias dibelokkan mendekati garis normal

Hukum Pembiasan seperti yang dikemukakan Willebrod Snell pada tahun 1621, antara lain :

1) Sinar datang, garis normal, dan sinar bias terletak pada satu bidang datar,

2) n1 sin θ1 = n2 sin θ2

Penelitian ini hanya terbatas pada peristiwa pembiasan yang sering dijumpai, seperti terjadinya pembengkokan sebatang pensil jika dicelupkan ke dalam air bening dengan permukaan tenang dan koin yang dimasukkan ke dalam air.

Sinar bias 2

θ2 θ1

udara

kaca

Garis Normal

Sinar datang

(37)

1) Pembiasan sebatang pensil

Gambar 7. Pembiasan pensil yang tercelup ke dalam air bening

Prosesnya, gambar dua berkas sinar yang mengenai ujung pensil. Saat dua berkas sinar tersebut sampai pada batas permukaan air-udara, maka sinar akan dibiaskan menjauhi garis normal (Hk Pembiasan cahaya kedua). Buat perpanjangan dua sinar bias tersebut, yang kemudian akan bertemu di satu titik. Di titik inilah bayangan pensil terlihat lebih dangkal dari sebenarnya.

air

pensil

Bayangan pensil yang terlihat

Mata pengamat

(38)

udara

Bayangan koin yang terlihat

koin mata

air

2) Pembiasan koin yang berada di dasar kolam yang berisi air bening

Gambar 8. Koin yang tercelup ke dalam air

Prosesnya, saat sinar yang mengenai koin sampai ke permukaan batas, maka sinar dibelokkan menjauhi garis normal, lalu buat garis perpanjangan sinar bias. Ada sinar yang mengenai koin tegak lurus dengan permukaan batas air-udara, sinar ini tidak mengalami penyimpangan. Pertemuan antara perpanjangan sinar bias dan sinar yang tidak mengalami penyimpangan merupakan letak bayangan koin.

6. Hasil Penelitian tentang Perambatan, Pemantulan, dan Pembiasan

Cahaya

(39)

a. Penelitian yang dilakukan Fred M. Goldberg dan Lilian McDermott

(1986)

Penelitian ini menekankan pada proses pembentukan bayangan oleh cermin datar. Dari hasil penelitian, ditemukan : (1) siswa percaya bahwa pengamat dapat melihat bayangan hanya jika bayangan terletak segaris dengan benda dan mengabaikan pemantulan pada permukaan cermin, (2) siswa menganggap jika bayangan diamati oleh pengamat yang berbeda maka letaknya juga akan berbeda juga, (3) siswa tidak menggunakan pernyataan sudut pemantulan sama dengan sudut datang untuk mengetahui letak bayangan.

b. Penelitian yang dilakukan Fred M. Goldberg dan Lilian McDermott

(1987)

Dalam penelitian ini, peneliti mendapati bahwa, (1) siswa tidak memahami tiga sinar istimewa yang digunakan untuk mengetahui posisi bayangan, (2) siswa tidak memahami hubungan antara komponen sistem optika, antara lain lensa, cermin, layar, (3) siswa kesulitan pada saat menggambar dan menafsirkan/mengartikan diagram sinar, ini menunjukkan kurangnya pemahaman tentang konsep sinar dan gambaran tentang peristiwa yang terjadi.

c. Penelitian yang dilakukan Mohapatra (dalam Suparno P, 2005:21)

(40)

siswa juga beranggapan bahwa cahaya hanya dipantulkan dari permukaan cermin yang halus, dan tidak dipantulkan dari permukaan yang tidak halus. Beberapa siwa tidak percaya bahwa cahaya akan dipantulkan oleh kertas yang tidak rata. Demikian juga yang ditemukan pada beberapa siswa SMP beranggapan bahwa cahaya yang berjalan mengenai benda transparan akan diteruskan tanpa mengalami perubahan arah atau penyimpangan.

d. Penelitian yang dilakukan Longley, Ronen, dan Eylon (1997)

Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa pada siswa tingkat 10, siswa kadang tidak menunjukkan arah jalannya sinar dalam proses pembentukan suatu bayangan. Sedangkan pada proses perambatan cahaya, siswa menggambarkan cahaya bukan berasal dari sumber cahaya melainkan berasal dari sekitar sumber cahaya. Pada proses pembentukan bayangan oleh cermin datar, siswa menggambarkan bayangan sebuah benda itu langsung terlihat oleh mata, bukan hasil pemantulan oleh cermin datar dari bendanya itu sendiri. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa belum memahami proses pembentukan bayangan maupun proses penyinaran dari sumber cahaya.

(41)

C. Identifikasi Masalah

Masalah-masalah yang ada menyangkut perambatan cahaya, pemantulan cahaya, dan pembiasan cahaya antara lain :

1. Bagaimana gagasan yang dimiliki siswa dalam peristiwa perambatan cahaya?

2. Bagaimana pemahaman siswa tentang pemantulan cahaya? 3. Bagaimana pemahaman siswa tentang pembiasan cahaya?

4. Bagaimana pemahaman siswa dalam proses pembentukan bayangan pada peristiwa pemantulan dan pembiasan?

5. Setelah dilakukan pembelajaran, apakah siswa masih mengalami salah konsepsi tentang pemantulan cahaya dan pembiasan cahaya?

D. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dari identifikasi masalah di atas, maka peneliti membatasi masalah pada pemahaman siswa yang terkait dengan peristiwa perambatan cahaya, pemantulan cahaya, dan pembiasan cahaya yang sering dujumpai dalam kehidupan sehari-hari. Dengan batasan tersebut, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut :

(42)

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pemahaman yang dimiliki siswa tentang konsep perambatan cahaya, konsep pemantulan cahaya, dan konsep pembiasan cahaya.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pemahaman siswa dalam peristiwa perambatan cahaya, peristiwa pemantulan cahaya, dan peristiwa pembiasan cahaya dalam kehidupan sehari-hari,

(43)

BAB II

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini termasuk dalam jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang dilakukan untuk mengetahui kualitas dari suatu hubungan, aktivitas, situasi, atau hal yang utama. Penelitian kualitatif ini menekankan pada keseluruhan aspek yang mempengaruhi objek penelitian. Sehingga hasil penelitian diharapkan dapat optimal.

Penelitian dilakukan dengan mengujikan beberapa soal essai yang menyangkut pemahaman siswa tentang perambatan cahaya, pemantulan cahaya, dan pembiasan cahaya. Dari jawaban tersebut, dapat diketahui pemahaman atau gagasan yang dimiliki masing-masing siswa. Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih menyeluruh, dilakukan wawancara. Wawancara yang bertujuan untuk menggali lebih dalam gagasan yang dimiliki oleh siswa.

Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian studi kasus, karena subyek penelitian yang diambil merupakan subyek tertentu dan tidak terdiri dari seluruh populasi, dan hanya satu kelas. Menurut Jack R. Fraenkel & Norman E. Wallen (1993:392) :

Case studies sometimes much can be learned from studying just one individual, one classroom, or one school district. This called a case study.

Lingkup studi kasus dapat dipelajari dari satu individu, satu kelas, atau satu wilayah sekolah.

(44)

Dalam penelitian ini akan lebih banyak diperoleh data yang berupa kata-kata, gambar-gambar, jawaban siswa, dan hanya sedikit angka-angka. Yang merupakan data dalam penelitian ini antara lain, jawaban siswa, transkrip wawancara, dan catatan lapangan. Hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan pada siswa lain atau kelompok lain.

B. Subyek Penelitian

Subyek yang dipilih dalam penelitian ini adalah siswa SMA BOPKRI I, kelas XF yang telah mempelajari pokok bahasan tentang Optika Geometrik. Dengan mengalami pembelajaran lebih dahulu, diharapkan siswa akan lebih menguasai. Namun tidak menutup kemungkinan jika ada yang tidak menguasai konsep yang telah disampaikan. Peneliti memilih SMA BOPKRI I karena peneliti pernah mengikuti Program Pengalaman Lapangan dan pernah melakukan penelitian di SMA tersebut. Hal ini memudahkan komunikasi peneliti dengan pihak sekolah maupun dengan siswanya.

C. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian berlangsung bulan April sampai bulan Mei. Tempat penelitian di SMA BOPKRI I Yogyakarta.

D. Desain Penelitian

(45)

Pada tahap pertama, kepada siswa diberikan soal tertulis yang berupa essai (uraian) tentang perambatan cahaya, pemantulan cahaya, dan pembiasan cahaya. Tujuan diberikannya soal ini adalah untuk mengetahui sejauh mana siswa memahami peristiwa perambatan, pemantulan, dan pembiasan cahaya setelah dilakukan pembelajaran formal. Hasil tes ini akan diperiksa selain untuk mengetahui pemahaman siswa juga untuk mengetahui apakah terjadi miskonsepsi atau tidak.

Berdasarkan hasil tes ini, kemudian dilakukan wawancara. Dalam wawancara ini hanya dilakukan pada siswa-siswa tertentu saja. Pemilihan berdasarkan tabulasi data dari tes tertulis yang akan diketahui siswa mana yang memiliki jawaban yang salah dan yang benar. Wawancara yang akan dilakukan sekitar 30-45 menit. Wawancara dari masing-masing siswa dilakukan secara terpisah, hal ini bertujuan untuk menghindari jawaban siswa yang hanya meniru jawaban siswa lain. Wawancara yang sedang berlangsung direkam menggunakan tape recorder. Dari wawancara ini peneliti dapat menanyakan alasan-alasan yang digunakan untuk menjawab pertanyaan dalam soal essai sebelumnya. Dari kedua treatment

tersebut, hasilnya akan dikelompokkan menurut pemahaman-pemahaman yang sama.

E. Metode Pengumpulan Data

(46)

kemudian akan diperdalam lagi melalui wawancara. Pemilihan soal tertulis berupa essai atau uraian dilakukan supaya siswa tidak terpaku pada pilihan jawaban yang disediakan. Jadi, apa yang dituliskan para siswa, murni berdasarkan apa yang dipikirkan. Wawancara yang akan dilakukan bertujuan untuk mengungkap pemahaman siswa secara mendalam berdasarkan jawaban pada tes tertulis. Wawancara yang akan dilakukan berupa wawancara bebas terstruktur. Dalam wawancara ini, peneliti dapat menanyakan apa saja yang dibutuhkan, sedangkan siswa dapat menjawab dengan bebas. Struktur wawancara dibuat sebelumnya berdasarkan jawaban yang telah diberikan dan pertanyaan alternatif yang mudah untuk diterima siswa. Sehingga diharapkan wawancara yang dilakukan dapat runtut, sistematis, detail dan tidak tersendat di tengah jalan. Dengan demikian data yang akan diperoleh berupa data hasil soal essai, data hasil wawancara, data hasil catatan lapangan.

Penentuan subyek wawancara didasarkan pada hasil tabulasi data tes tertulis. Dari tabulasi ini diketahui siapa saja yang menjawab dengan benar paling banyak dan siapa yang menjawab salah paling banyak. Dari masing-masing kriteria itu diambil 3 orang siswa. Jadi seluruh subyek yang diwawancarai berjumlah 6 orang.

F. Instrumen Penelitian

1. Soal untuk tes tertulis

(47)

cahaya, pemantulan cahaya, dan pembiasan cahaya. Soal yang dibuat menyangkut fenomena yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dan berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Pembagian masing-masing soal sebagai berikut :

Tabel 2. Distribusi soal tes tertulis

No soal Untuk mengetahui pemahaman siswa tentang

1 Perambatan cahaya

2, 3(a,b,c,d), 4, 5 Pemantulan cahaya, Hk Pemantulan, dan aplikasinya

6, 7, 8, 9 Pembiasan cahaya, Hk Pembiasan, dan aplikasinya

2. Soal untuk wawancara

Soal yang digunakan untuk wawancara berjumlah 6 buah, dapat dilihat pada lampiran 6. Masing-masing soal menyangkut fenomena yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Distribusi masing-masing soal sebagai berikut :

Tabel 3. Distribusi soal wawancara

No soal Untuk mengetahui pemahaman tentang 1, 2 - Pemantulan cahaya, Hk Pemantulan

cahaya, dan aplikasinya pada pembentukan bayangan.

3 - Pembiasan cahaya, Hk Pembiasan

cahaya, dan aplikasinya, Soal tes tertulis

no 2, 4, 7

(48)

3. Validitas soal

Untuk menyatakan valid atau tidak soal yang telah dibuat, maka soal-soal tersebut diserahkan kepada dosen pembimbing sebelum di berikan kepada siswa. Kemudian diujicobakan pada satu orang siswa kelas X, dua orang mahasiswa pendidikan fisika semester empat dan delapan. Hal ini bertujuan untuk menentukan ketepatan bahasa agar mudah dimengerti atau tidak soal yang akan diberikan. Sedangkan pada soal wawancara, diujikan terlebih dahulu pada salah seorang mahasiswa pendidikan fisika. Dari uji coba soal tersebut, ada sedikit pembahasaan yang harus diubah supaya dapat lebih dipahami.

G. Metode Analisis Data

1. Menyalin setiap jawaban yang diberikan masing-masing siswa. Jawaban yang ditulis ulang berupa deskripsi dari jawaban masing-masing soal, serta gambar yang ditulis oleh setiap siswa. Jawaban yang diberikan siswa sangat bervariasi, sehingga untuk memudahkan analisis dilakukan langkah no 2, 2. Melihat kembali gambar yang ditulis siswa, apakah deskripsi jawaban yang diberikan sesuai dengan yang telah digambarkannya,

3. Mengelompokkan jawaban yang memiliki makna yang sama. Dari sini dilihat inti jawaban yang diberikan,

(49)

5. Dari transkrip wawancara tersebut, dicari inti dari jawaban yang diberikan beserta alasan dan juga gambar yang telah dituliskan,

(50)

BAB III

HASIL PENELITIAN, ANALISIS, DAN RANGKUMAN

Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XF SMA BOPKRI I Yogyakarta yang berjumlah 23 orang, terdiri dari 8 putri dan 15 putra. Namun pada saat penelitian berlangsung ada 3 orang siswa putra yang tidak masuk. Maka seluruh subyek penelitian berjumlah 20 orang.

Penyajian bab ini diatur sebagai berikut : hasil penelitian yang telah dilakukan, pembahasan dari masing-masing hasil penelitian meliputi hasil dari tes tertulis maupun wawancara, yang kemudian dirangkum.

A. Hasil Penelitian

(51)

secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 8. Adapun hasil penelitiannya dikelompokkan sebagai berikut :

1. Pemahaman siswa tentang perambatan cahaya pada ruang vakum

(soal no 1)

Tabel 4

2. Pemahaman siswa tentang pemantulan cahaya

a. Berkas sinar yang mengenai permukaan cermin datar (soal no 2)

Tabel 5

b. Berlakunya Hk Pemantulan (soal no 3)

No Pemahaman siswa Jumlah

siswa 1 Hk Pemantulan berlaku pada cermin datar 7 2 Hk Pemantulan berlaku pada cermin datar dan permukaan

cermin yang kasar

2 3 Hk Pemantulan berlaku pada cermin datar dan cermin

cekung

2 4 Hk Pemantulan berlaku pada cermin datar dan cermin

cembung

2 5 Hk Pemantulan berlaku pada cermin datar, cekung,

cembung

4 6 Hk Pemantulan berlaku pada cermin datar, kasar, cekung,

cembung

3

Tabel 6

No Pemahaman siswa Jumlah

siswa

1 Cahaya memerlukan medium untuk merambat 14

2 Cahaya tidak memerlukan medium untuk merambat 6

No Pemahaman siswa Jumlah

siswa

1 Cahaya dipantulkan 19

(52)

c. Garis normal pada cermin lengkung (soal no 4)

Tabel 7

d. Proses pembentukan bayangan pada benda yang terletak di depan

dua cermin berimpit membentuk sudut 900 (soal no 5)

Tabel 8

3. Pemahaman siswa tentang pembiasan cahaya

a. Berkas sinar yang berasal dari udara kemudian mengenai

permukaan air yang tenang (soal no 6)

Tabel 9

b. Berkas cahaya yang berasal dari udara mengenai permukaan kaca

plan paralel (soal no 7)

Tabel 10

c. Proses pembentukan bayangan saat pensil dicelupkan ke dalam

air sehingga tampak dangkal (soal no 8)

No Pemahaman siswa Jumlah

siswa

1 Cermin lengkung memiliki garis normal 11

2 Cermin lengkung tidak memiliki garis normal 5

No Pemahaman siswa Jumlah

siswa 1 Siswa tidak memahami konsep pembentukan bayangan 18

No Pemahaman siswa Jumlah

siswa

1 Cahaya dibiaskan 17

2 Cahaya dipantulkan 1

3 Cahaya dibiaskan dan dipantulkan 2

No Pemahaman siswa Jumlah

siswa

1 Cahaya dipantulkan 8

2 Cahaya dibiaskan 11

No Pemahaman siswa Jumlah

(53)

Tabel 11

d. Proses pembentukan bayangan oleh batu yang terletak di dasar

kolam yang berisi air sehingga tampak dangkal (soal no 9)

Tabel 12

B. Analisis

1. Pemahaman siswa tentang perambatan cahaya pada ruang vakum

(Tabel 4)

Sebagian besar siswa memahami bahwa cahaya membutuhkan medium dalam perambatannya dan hanya sedikit yang memahami bahwa cahaya tidak membutuhkan medium untuk merambat. Ada berbagai macam alasan yang dikemukakan siswa (lampiran 3, tabel 1). Dari 20 siswa yang menjawab, terdapat 14 siswa yang menuliskan bahwa cahaya tidak dapat merambat pada ruang vakum karena cahaya memerlukan medium udara dalam perambatannya, 5 siswa menuliskan cahaya dapat merambat karena cahaya tidak membutuhkan medium untuk merambat. Dari 14 siswa tersebut, terdapat 2 siswa yang memahami cahaya dapat merambat karena pada ruang vakum terdapat udara sebagai mediumnya. Sedangkan dari 5 siswa yang memahami bahwa cahaya dapat merambat pada ruang vakum, hanya 1 siswa yang memberikan alasan dengan benar, 1 Siswa tidak memahami proses pembentukan bayangan oleh

pensil yang dicelupkan ke dalam air

19

No Pemahaman siswa Jumlah

siswa 1 Siswa tidak memahami proses pembentukan bayangan oleh batu

yang diletakkan di dasar kolam

(54)

yaitu cahaya merupakan gelombang elektromagnetik, sehingga tidak memerlukan medium untuk merambat.

Dari paparan di atas, 14 siswa memahami bahwa cahaya memerlukan medium dalam perambatannya, yaitu udara. Di ruang vakum tidak terdapat udara, siswa memahami cahaya tidak dapat merambat. 2 siswa yaitu, siswa 13 dan 16, memahami cahaya dapat merambat pada ruang vakum karena pada ruang vakum terdapat udara. Ruang vakum dipahami sebagai ruangan yang masih terdapat udara, sehingga cahaya tetap dapat merambat. Siswa 13 dan 16 belum memahami bahwa ruang vakum adalah ruang hampa udara, yang berarti tidak ada udara sama sekali. Dua siswa tersebut memahami cahaya memerlukan udara untuk merambat.

Di sisi lain, 5 siswa memahami cahaya tidak membutuhkan medium dalam perambatannya. Dari 5 siswa tersebut, 3 siswa menyebutkan contoh yang nyata, yaitu cahaya matahari dapat sampai ke bumi melewati ruang angkasa yang hampa udara. Satu siswa yaitu siswa 02 menjawab dengan tepat. Alasan yang dikemukakan siswa 02 yaitu, cahaya dapat merambat pada ruang vakum karena cahaya merupakan gelombang elektromagnetik sehingga tidak memerlukan medium untuk merambat. Alasan yang disebutkan merupakan sifat dari cahaya itu sendiri, yaitu cahaya merupakan gelombang elektromagnetik.

(55)

merambat. Ada beberapa siswa yang mengatakan bahwa cahaya dapat merambat pada ruang vakum, namun hanya 1 siswa yang mengemukakan alasan dengan benar. Masih ada siswa yang mengalami miskonsepsi pada pengertian ruang vakum. Ruang vakum dipahami sebagai ruang yang di dalamnya masih terdapat udara.

2. Pemahaman siswa tentang pemantulan cahaya

a. Pemantulan pada cermin datar (Tabel 5)

(56)

dengan hukum pemantulan. Namun hanya 2 siswa yang menggambarkan sinar menyentuh cermin datar. 4 siswa lain menggambarkan sinar memantul tanpa menyentuh cermin datar.

Dari paparan di atas disebutkan bahwa terdapat 15 siswa yang mengatakan cahaya memantul sesuai dengan Hk Pemantulan. Dari 15 siswa tersebut, 2 siswa (13 dan 19) menggambarkan sinar datang menyentuh permukaan cermin datar, ada garis normal, lalu sinar datang memantul. 2 gambar tersebut sesuai dengan keterangan yang telah dituliskan. Salah satu gambarnya dapat dilihat di bawah ini :

Gambar 9. Pemantulan pada cermin datar menurut siswa 13.

Pada cuplikan wawancara di bawah ini, siswa 13 memahami Hk Pemantulan berbunyi sudut datang (i) = sudut pantul (r), dan ini berlaku saat sinar datang mengenai cermin datar.

P : ini ada sinar datang menuju ke cermin datar, apa yang akan terjadi pada sinar tersebut?

S : ya..mantul,

P : memantul maksudnya? S : iya.

P : ada aturan yang kamu gunakan untuk menggambarkan sinar pantulnya itu tidak?

S : e....[diam beberapa saat] ada, P : apa?

S : hukum pemantulan, P : bisa disebutkan?

S : sudut datang sama dengan sudut pantul! P : itu saja?

(57)

P : i yang kamu tuliskan itu apa? S : ya sudut datangnya,

P : kalau yang r? S : sudut pantulnya!

Selanjutnya, dari 15 siswa yang mengatakan sinar datang akan memantul, terdapat 6 siswa menggambarkan sinar datang tidak menyentuh permukaan cermin datar namun sinar tersebut memantul. Representasi keenam gambar tersebut berbeda dengan apa yang dituliskan pada jawaban tes tertulisnya. Siswa yang menjawab demikian salah satunya adalah siswa 01. Dalam jawabannya dikatakan bahwa sinar akan memantul sesuai Hk Pemantulan. Deskripsi jawaban tersebut digambarkan sebagai berikut :

Gambar 10. Pemantulan cahaya pada cermin datar menurut siswa 01

Pada gambar di atas, sinar datang memantul tanpa mengenai cermin datar. Gambar di atas tidak menunjukkan penerapan Hk Pemantulan seperti yang telah dituliskan pada jawaban tes tertulis. Sedangkan pada saat wawancara, siswa 01 mengatakan sinar memantul namun tidak menyentuh cermin, hal ini disebabkan pembiasan cahaya. Cuplikan wawancara siswa 01 yang mengatakan bahwa yang terjadi adalah pembiasan sebagai berikut :

(58)

P : ini ada sinar datang menuju ke cermin datar, apa yang akan terjadi selanjutnya?

S : e…..jadi seperti yang kemaren itu bu, sinarnya mantul ke sana? P : memantul?

S : iya.

P : yang kamu gambarkan ini tidak menyentuh cerminnya? S : tidak.

P : mengapa bisa memantul jika tidak menyentuh cerminnya? S : em....kenapa ya....[diam sebentar]

P : kenapa?

S : ya memantul saja,

P : jadi bisa memantul tanpa menyentuh cerminnya? S : iya,

P : kira-kira disebabkan karena apa? S : apa ya ... e...pembiasan!

P : jadi, ini kamu namakan pembiasan? S : iya.

Pada jawaban tes tertulis, siswa 01 mengatakan sinar memantul sesuai dengan Hk Pemantulan. Namun saat wawancara, siswa 01 mengatakan sinar memantul karena pembiasan. Hal ini menunjukkan bahwa, siswa 01 masih mencampuradukkan dua konsep yang berbeda ke dalam satu fenomena yang hanya menerapkan salah satu konsep, yaitu pemantulan. Siswa belum memahami konsep pemantulan dengan benar.

Dari 20 subyek penelitian, terdapat 4 siswa yang mengatakan sinar mengalami pemantulan, salah satunya adalah siswa 06. Jawaban tersebut digambarkan sebagai berikut :

(59)

Pada gambar 11 di atas, sinar datang tidak menyentuh cermin, namun memantul. Sinar datang pada gambar tersebut tidak dapat dikatakan memantul karena tidak menyentuh permukaan cermin. Siswa 06 tidak konsisten terhadap jawabannya sendiri. Dari keempat siswa yang mengatakan cahaya akan memantul, hanya 2 siswa (17 dan 20) yang menggambarkan cahaya memantul pada saat mengenai permukaan cermin datar.

Ada beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari paparan di atas, antara lain : secara keseluruhan, siswa belum memahami konsep pemantulan cahaya dengan benar. Sebagian besar siswa memahami bahwa saat sinar menuju ke sebuah cermin datar, sinar dipantulkan. Namun sinar memantul tanpa menyentuh permukaan cermin datar. Ada beberapa siswa yang menjawab berdasarkan Hk Pemantulan, namun hanya 2 siswa yang menggambarkan berdasar pada Hk Pemantulan. Hk Pemantulan hanya dipahami sebagian yaitu : sudut datang sama dengan sudut pantul. Hk Pemantulan yang pertama tidak diungkapkan. Selain itu pula, masih ada siswa yang memahami bahwa peristiwa yang terjadi adalah pembiasan, bukan pemantulan. Siswa masih mencampuradukkan dua konsep yang berbeda, yaitu konsep pemantulan dan pembiasan.

b. Garis normal pada cermin lengkung (Tabel 7)

(60)

tersebut, 6 siswa menggambarkan garis normal dengan benar, namun saat wawancara, siswa menggambarkan garis normal secara langsung tanpa ada proses yang harus dilalui. Proses yang dimaksudkan di sini adalah proses menggambarkan garis normal itu sendiri, yaitu pada cermin lengkung dibuat garis singgung terlebih dahulu, lalu ditarik garis yang tegak lurus dengan garis singgung pada permukaan cermin lengkung tersebut, garis inilah yang dinamakan garis normal. Sedangkan gambar 5 siswa lain bertentangan dengan jawaban yang dituliskan. Saat wawancara, siswa mengatakan garis normal digambarkan langsung.

Jika dilihat pada lampiran 4, soal no 4, ada 11 gambar yang menunjukkan pada cermin lengkung terdapat garis normal. Garis normal tersebut digambarkan langsung. Misalnya dari gambar siswa 03 dan siswa 13 berikut ini :

Gambar 12. Garis normal pada cermin lengkung menurut siswa 03.

(61)

Dari gambar 12 dan 13 di atas, siswa 03 dan 13 menggambarkan garis normal langsung, tanpa ada proses-proses tertentu. Saat wawancara, siswa 03 mengatakan, garis normal digambar langsung dan agar garis normal dapat digambar, maka harus ada sinar yang dilewatkan. Jadi, kalau tidak ada sinar yang dilewatkan, garis normal tidak dapat digambarkan. Kutipan wawancaranya sebagai berikut :

P : di sini kamu menuliskan kalau pada cermin lengkung ada garis normal ya?

S : iya.

P : nah, bagaimana prosesnya? Ada atau tidak? S : maksudnya?

P : jadi, e....yang saya tanyakan tuh bagaimana caranya supaya kamu bisa menggambarkan garis normal ini?

S : ya pake penggaris biar lurus, waktu itu aku ga bawa jadi ga bisa lurus.

P : maksud saya bagaimana cara nggambarinnya? S : ya digambar gitu aja,

P : nah, di gambarmu ini, yang garis ini garis apa? S : ya itu sinarnyalah

P : jadi harus ada sinar atau gimana untuk menggambarkan garis normalnya?

S : iya

P : jadi kalo nggak ada sinarnya, nggak bisa gambar gitu.

Sedangkan menurut siswa 13, garis normal digambarkan langsung dan letaknya harus ditengah-tengah cermin. Garis normal tidak boleh digambarkan di pinggir. Cuplikan wawancaranya sebagai berikut :

P : nah sekarang yang ini nih, kamu menuliskan ada garis normalnya ya!

S : iya,

P : ada cara untuk menggambarkan garis normalnya itu nggak? S : ya...harus ditengah-tengah cerminnya

P : ada lagi nggak? S : kayaknya nggak.

P : e...jadi harus ditengah-tengah ya, kalo dipinggir nggak boleh? S : he e [iya]

(62)

S : [mengangguk = iya]

Siswa lain yang diwawancarai yaitu siswa 01. Siswa 01 juga mengatakan garis normal digambarkan langsung begitu saja. Sedangkan siswa 04 dan 11 tidak menyebutkan bahwa pada cermin lengkung tidak terdapat garis normal. Di sisi lain siswa 09 juga menuliskan pada cermin lengkung terdapat garis normal. Namun garis normalnya digambarkan sebagai berikut :

Gambar 14. Garis normal pada cermin lengkung menurut siswa 09.

Pada gambar 14 di atas, garis normal seakan-akan digambarkan terhubung antara ujung-ujung cermin itu sendiri. Pada saat wawancara siswa 09 mengatakan bahwa garis normal itu digambarkan langsung dan sejajar dengan cerminnya. Cuplikan wawancaranya sebagai berikut :

P : sekarang yang ini, S : iya,

P : yang kamu gambarkan ini garis apa? S : garis normal,

P : menurut kamu garis normal tuh kayak gitu?

S : ...[diam beberapa saat], iya seperti itu, kan harus sama dengan cermin cembung dan cermin cekung.

P : maksudnya sama itu bagaimana? S : ya berdirinya sama kayak cerminnya! P : maksudmu sejajar atau bagaimana? S : ...iya sejajar.

(63)

Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : sebagian besar siswa memahami pada cermin lengkung terdapat garis normal. Meskipun demikian, hanya 6 siswa yang dapat menggambarkan dengan benar, namun tidak dapat mendeskripsikan proses tertentu yang harus dilewati saat menggambarkan garis normal. Sebagian besar siswa memahami bahwa garis normal dapat langsung digambarkan begitu saja. Masih ada beberapa siswa yang memahami bahwa pada cermin lengkung tidak terdapat garis normal.

c. Pemantulan pada cermin cembung

Persoalan pemantulan pada cermin cembung ini diberikan kepada subyek yang diwawancarai, hal ini bertujuan untuk memperdalam jawaban yang telah diberikan pada soal sebelumnya, yaitu penerapan garis normal pada cermin lengkung. Dari 6 siswa yang diwawancarai diperoleh bahwa, menurut siswa 01, 04, dan 09, sinar datang, garis normal, dan sinar pantul tidak menyentuh permukaan cermin cembung. Sedangkan menurut siswa 03, saat sinar datang mengenai cermin cembung sinar memantul langsung, tanpa melibatkan garis normal. Di sisi lain, siswa 11 menggambarkan hanya garis normal yang menyentuh permukaan cermin cembung, namun sinar datang masih tetap dapat memantul tanpa menyentuh permukaan cermin cembung. Siswa 13 menggambarkan sinar datang tidak menyentuh cermin cembung, namun sinar pantulnya menyentuh cermin cembung, sedangkan garis normal tidak terlibat dalam peroses pemantulan ini.

(64)

Gambar 15. Pemantulan pada cermin cembung.

Pada gambar 15 di atas, siswa 01 menunjukkan bahwa sinar datang, garis normal, dan sinar pantul tidak menyentuh permukaan cermin cembung. Pada awalnya menurut siswa 01, hal ini disebabkan oleh pembiasan cahaya, namun selanjutnya siswa 01 tetap meyakini bahwa peristiwa tersebut adalah pemantulan cahaya. Siswa 01 menggunakan aturan dalam menggambarkan sinar pantul yaitu hukum pantul. Menurutnya, hukum pantul berbunyi : sinar datang, garis normal, sinar pantul membentuk sudut sama besar. Sudut dari sinar datang ke garis normal sama dengan sudut dari garis normal ke sinar pantul. Cuplikan wawancara yang menyiratkan pemahaman tersebut adalah sebagai berikut :

siswa 01 siswa 03 siswa 04

(65)

P : ...No 1 tuh ada sinar datang yang mengenai permukaan cermin cembung, lalu yang ditanyakan ke mana sinar pantulnya? S : sini.

P : situ? Yang kamu gambarkan ini sinar datangnya tidak menyentuh cermin?

S : nggak! [tidak]

P : nggak? [tidak?] kenapa bisa memantul kalau tidak menyentuh? S : o iya. E....pembiasan cahaya bu!

P : pembiasan cahaya? S : iya,

...

P : kamu namakan pembiasan cahaya ya? S : pemantulan cahaya.

P : pemantulan atau pembiasan? S : pemantulan.

P : pemantulan. Ada hukum-hukum tertentu yang kamu gunakan? S : hukum pantul.

P : hukum pantul? Bunyinya seperti apa?

S : sinar datang, garis normal, sinar pantul membentuk sudut sama besar.

P : sudut yang mana?

S : sudut dari sinar datang ke garis normal sama garis normal ke sinar pantul.

P : aturannya itu ya, lalu ada lagi mungkin? S : tidak ada.

Menurut siswa 01, sinar akan memantul tanpa menyentuh cermin cembung terlebih dahulu. Begitu pula dengan garis normal, tidak menyentuh permukaan cermin cemin cembung. Dalam menggambarkan proses pemantulan, siswa 01 menggunakan hukum pemantulan yang berbunyi : sinar datang, garis garis normal, sinar pantul membentuk sudut sama besar. Sudut yang dimaksudkannya adalah sudut dari sinar datang ke garis normal sama garis normal ke sinar pantul.

(66)

permukaan cermin cembung sinar tersebut memantul. Sinar datang dan sinar pantul digambarkan menyentuh permukaan cermin cembung. Cuplikan wawancaranya sebagai berikut :

P : ...sinar datang ini mengenai cermin cembung, hasil yang kamu gambarkan seperti itu, arahnya ke sana ya?

S : he e [iya]

P : ada aturan tertentu ga yang kamu gunakan saat kamu meng-gambarkan sinar pantulnya itu?

S : ya cuma pemantulannya. P : jadi?

S : sinar datang dari sini, trus dipantulkan! ...

P : peristiwa ini kamu namakan peristiwa apa? S : pemantulan.

P : biasanya kalo dalam pemantulan itu ada aturan tertentu, hukum tertentu, masih ingat tidak?

S : ya itu yang aku ga tau.

Sedangkan siswa 04 dan 09 menggambarkan sinar datang, garis normal, dan sinar pantul tidak menyentuh permukaan cermin cembung, hal ini bertentangan dengan penjelasan yang diberikan. Masing-masing siswa menyebutkan hukum pemantulan yaitu sudut datang = sudut pantul. Pemahaman siswa 04 tersebut, tersirat dalam cuplikan berikut :

P : ... Apakah ada aturan-aturan tertentu yang kamu gunakan untuk menggambarkan pantulan itu?

S : hukum pemantulan cahaya!

P : hukum pemantulan cahaya, bisa kamu sebutkan mungkin? S : sinar datang sama dengan sinar pantul!

P : sinar datang sama dengan sinar pantul, ada lagi? S : sudut datang sama dengan sudut pantul

P : sudut datang sama dengan sudut pantul, nah kalau di dalam gambarmu itu, yang mana sudut datang dan mana sudut pantul? S : sudut datangnya yang paling dekat dengan lensa [cermin]! P : ya,

S : terus kan ada garis normal,

(67)

P : ok. Saat kamu menggambarkan garis normal itu, apakah ada ketentuan yang digunakan saat kamu menggambarkan garis normal? Atau hanya digariskan saja?

S : garis normal berada di antara sudut datang, eh sinar datang dan sinar pantul!

P : sinar yang kamu gambarkan itu tidak menyentuh cerminnya ya? S : iya, tidak.

...

P : ... sekarang sudut datang itu yang mana? S : yang ini!

P : sudut datang yang itu, yaitu sudut yang dibentuk oleh cermin dan sinar datang,

S : sinar datang,

P : lalu sudut pantul, eh sinar pantul? S : ini sudut pantul

P : jadi yang terbentuk antara sinar pantul dan cermin. Lalu menurut kamu fungsinya garis normal itu untuk apanya?

S : sebagai patokan!

P : sebagai patokan? Patokan buat apa? S : biar tahu sinar pantulnya,

P : biar tahu sinar pantulnya? S : biar lebih sama

(68)

pantul digambarkan. Hal ini memperlihatkan bahwa siswa belum memahami konsep pemantulan dengan baik

Siswa 09 menggambarkan adanya garis pemisah. Garis pemisah ini berada di antara sinar datang dan sinar pantul. Namun garis pemisa

Gambar

Gambar 34. Pembiasan pensil yang masuk ke dalam air menurut siswa 10 ... .  77
Gambar di bawah ini menunjukkan sebuah sinar yang mengenai
Gambar 2. Pembentukan bayangan pada cermin datar
Gambar 3. Pemantulan pada bidang kasar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan keamanan data tersebut, maka dalam pembuatan laporan rekapitulasi gaji guru, pengontrolan dan keakuratan data akan lebih terjamin, sehingga gaji akan diterima oleh guru

Biyantu, (2007) MANAJEMEN PEMBELAJARAN (Studi tentang Pengaruh Kinerja Kepala Sekolah, Iklim Kerja Guru, Penghasilan Guru dan Mutu pembelajaran terhadap Kinerja

Dengan memperhatikan contoh soal, siswa dapat mengurai sebuah bilangan menjadi perkalian 3 bilangan satu angka dengan berbagai kemungkinan dengan cermat, percaya diri, dan tanggung

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis. © Wahyu Purnama 2014 Universitas

Kesimpulan ini akan mencakup (a) Sistem Pendidikan di Pondok Pesantren Modern Mathla’ul Huda Bandung; (b) Perencanaan program pendidikan karakter kedisiplinan di Pondok

Burung kolibri memiliki bent uk paruh yang kecil, runcing, panjang, dan melengkung dengan t ujuan memudahkan mengisap nekt ar pada bunga. Sedangkan bagian t umbuhan

Metoda yang dilakukan dalam evaluasi ini adalah meta analisis dari berbagai jurnal dan tulisan-tulisan ilmiah yang berhubungan dengan Henna, dengan cara mengevaluasi spesifikasi

sewaktu hidrasi merupakan faktor penentu bagi keutuhan beton. Tipe V: Semen penangkal sulfat. Digunakan untuk beton yang lingkungannya mengandung sulfat, terutama pada tanah/air