• Tidak ada hasil yang ditemukan

Semoga surat ini menemui teman-teman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Semoga surat ini menemui teman-teman"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Assalamu’alaikum wr wb dan salam sejahtera.

S

emoga surat ini menemui teman-teman

dalam keadaan sehat wal afiat dan makin produktif.

Saya menulis surat ini terkait dengan perkem-bangan baru yang datangnya amat cepat. Saya merasa perlu untuk mengirimkan surat ini se-cara pribadi karena selama ini kita telah bekerja bersama baik di Kelas Inspirasi atau Indonesia Menyala atau kegiatan lain sebagai bagian dari Gerakan Indonesia Mengajar. Selama ini kita telah sama-sama ikut aktif menata masa depan Indonesia tercinta. Ikhtiar ini, sekecil apapun kini, Insya Allah akan punya dampak yang besar di kemudian hari.

Beberapa waktu yang lalu, saya diundang untuk turut konvensi. Saya diundang bukan untuk jadi pengurus partai, tetapi untuk diseleksi dan di-calonkan dalam pemilihan presiden tahun depan. Saya semakin renungkan tentang bangsa kita, tentang negeri ini.

Para pendiri Republik ini adalah kaum terdidik yang tercerahkan, berintegritas, dan berkesem-patan hidup nyaman tapi mereka pilih untuk berjuang. Mereka berjuang dengan menjunjung tinggi harga diri, sebagai politisi yang negarawan. Karena itu mereka jadi keteladanan yang meng-gerakkan, membuat semua siap turun tangan. Republik ini didirikan dan dipertahankan lewat gotong royong. Semua iuran untuk republik: iuran

nyawa, tenaga, darah, harta dan segalanya. Mereka berjuang dengan cara terhormat kare-na itu mereka dapat kehormatan dalam catatan sejarah bangsa ini.

Kini makna “politik” dan “politisi” terdegradasi, bahkan sering menjadi bahan cemoohan. Teta-pi di wilayah politik itulah berbagai urusan yang menyangkut negara dan bangsa ini diputuskan. Soal pangan, kesehatan, pertanian, pendidikan, perumahan, kesejahteraan dan sederet urusan rakyat lainnya yang diputuskan oleh negara. Amat banyak urusan yang kita titipkan pada ne-gara untuk diputuskan.

Di tahun 2005, APBN kita baru sekitar 500-an triliun dan di tahun ini sudah lebih dari 1600 triliun. APBN kita lompat lebih dari tiga kali lipat dalam waktu kurang dari delapan tahun. Kemana uang iuran kita semua digunakan? Di tahun-ta-hun kedepan, negara ini akan mengelola uang iuran kita yang luar biasa banyaknya. Jika kita semua hanya bersedia jadi pembayar pajak yang baik, lalu siapa yang jadi pengambil keputusan atas iuran kita?

Begitu banyak urusan yang dibiayai atas IURAN kita dan atas NAMA kita semua. Ya, suka atau tidak, semua tindakan negara adalah atas nama kita semua, seluruh bangsa Indonesia. Haruskah kita semua membiarkan, hanya lipat tangan dan cuma urun angan?

(2)

D

i negeri ini, lembaga dengan tata kelola yang baik dan taat pada prinsip good governance masih amat minoritas. Mari kita lihat dengan jujur di sekeliling kita. Terlalu banyak lembaga, institusi dan individu yang masih amat mudah melanggar etika dan hukum semudah melanggar rambu-rambu lalu lintas. Haruskah kita menung-gu semua lembaga itu beres dan “bersih” baru ikut turun tangan?

Jika saya tidak diundang, maka saya terbebas dari tanggung-jawab untuk memilih. Tapi ken-yataannya saya diundang walau tidak pernah mendaftar apalagi mengajukan diri. Dan saya menghargai Partai Demokrat karena -apapun tujuannya- faktanya partai ini jadi satu-satunya yang mengundang warga negara, warga non partisan. Di satu sisi, Partai Demokrat memang sedang banyak masalah dan persepsi publik juga amat rendah. Di sisi lain konvensi yang dilakukan oleh Partai Demokrat adalah mekanisme baik yang seharusnya juga ada di semua partai agar calon presiden ditentukan oleh rakyat juga. Saya pilih untuk ikut mendorong tradisi konvensi agar partai jangan sekedar menjadi kendaraan bagi kepentingan elit partai yang sempit. Kini semua harus memperjuangkan agar konvensi yang dilaksanakan oleh Partai Demokrat ini akan terbuka, fair dan bisa diawasi publik. Saya per-caya bahwa penyimpangan pada konvensi sama dengan pengurasan atas kepercayaan yang sedang menipis.

Undangan ini untuk ikut mengurusi negara yang kini sedang dihantam deretan masalah, yang hulunya adalah masalah integritas dan keper-cayaan. Haruskah saya jawab, “mohon maaf saya tidak mau ikut mengurusi karena saya ingin semua bersih dulu, saya takut ini cuma akal-akal-an. Saya ingin jaga citra, saya ingin jauh dari

kontroversi, saya enggan dicurigai dan bisa tak populer?” Bukankah kita lelah lihat sikap tidak otentik, yang sekedar ingin populer tanpa me-mikirkan elemen tanggungjawab? Haruskah saya menghindar dan cari aman saja? Saya sungguh renungkan ini semua.

Saat peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agutus 2013 adalah hari-hari dimana saya harus ambil keputusan. Saat itu saya menghadiri upacara di Istana Merdeka, bukan karena saya pribadi diun-dang, tetapi undangan ditujukan pada ahli waris

AR Baswedan, kakek kami, dan kami yang bera-da di Jakarta. Jadi saya bera-dan istri hadir mewakili keluarga.

Seperti biasa bendera merah putih itu dinaikkan dengan khidmat diiringi gelora Indonesia Raya. Dahulu bendera itu naik lewat jutaan orang iuran nyawa, darah dan tenaga hingga akhirnya tegak berkibar untuk pertama kalinya. Menyaksikan bendera itu bergerak ke puncak dan berkibar dengan gagah, dada ini bergetar.

Sepanjang bendera itu dinaikkan, ingatan saya tertuju pada Alm. AR Baswedan dan para perintis kemerdekaan lainnya. Mereka hibahkan hidupnya untuk memperjuangkan agar Republik ini berdiri. Mereka berjuang “menaikkan” Sang Merah-Pu-tih selama berpuluh tahun bukan sekedar dalam hitungan menit seperti saat upacara kini. Mereka tak pilih jalur nyaman dan aman. Mereka juga masih muda, namun tidak ada kata terlalu muda untuk turun tangan bagi bangsa. Berpikir ada yang terlalu muda, hanya akan membawa kita berpikir ada yang terlalu tua untuk turun tan-gan. Mereka adalah orang-orang yang mencintai bangsanya, melebihi cintanya pada dirinya.

(3)

S

uatu ketika saya menerima sms dari salah satu putri Proklamator kita. Ia meneruskan sms berisi Sila-Sila dalam Pancasila yang dipe-lesetkan misalnya “Ketuhanan Yang Maha Esa” diubah jadi “keuangan yang maha kuasa” dan seterusnya. Lalu ia tuliskan, “Bung Anies, apa sudah separah ini bangsa kita? Kasihan kakekmu dan kasihan ayahku. Yang telah berjuang tanpa memikirkan diri sendiri, akan ‘gain’ apa.”

Kini, saat ditawarkan untuk ikut mengurusi nega-ra maka haruskah saya tolak? sambil berkata, mohon maaf saya ingin di zona nyaman, saya ingin terus di jalur aman ditemani tepuk tangan? Haruskah sederetan peminat kursi presiden yang sudah menggelontorkan rupiah amat besar itu dibiarkan melenggang begitu saja? Sementara kita lihat tanda-tanda yang terang benderang, di sana-sini ada saja yang menguras uang ne-gara jadi uang keluarga, jadi uang partai, atau jadi uang kelompoknya di saat terlalu banyak anak-anak bangsa yang tidak bisa melanjutkan sekolah, sebuah “jembatan” menuju kemandirian dan kesejahteraan. Pantaskah saya berkata pada orang tua, pada kakek-nenek kita, bahwa kita tidak mau ikut berproses untuk mengurus ne-gara karena partai belum bersih? Haruskah kita menunggu semua partai beres dan “bersih” baru ikut turun tangan?

Saya pilih ikut ambil tanggung jawab tidak cuma jadi penonton. Bagi saya pilihannya jelas, mengu-tuk kegelapan ini atau ikut menyalakan lilin, men-yalakan cahaya. Lipat tangan atau turun tangan. Saya pilih yang kedua, saya pilih menyalakan cahaya. Saya pilih turun tangan. Di tengah dere-tan masalah dan goncangan yang mengempis-kan optimisme, kita harus pilih untuk terus hadir mendorong optimisme. Mendorong muncul dan

terangnya harapan. Ya, mungkin akan dicurigai, bisa tidak populer bahkan bisa dikecam, karena di jalur ini kita sering menyaksikan keserakahan dengan mengatasnamakan rakyat.

Tapi sekali lagi ini soal rasa tanggung-jawab atas Indonesia kita. Ini bukan soal hitung-hitun-gan untung-rugi, bukan soal kalkulasi rute untuk menjangkau kursi, dan bukan soal siapa diun-tungkan. Saya tidak mulai dengan bicara soal logistik atau pilih-pilih jalur, tetapi saya bicara soal potret bangsa kita dan soal tanggung-jawab kita. Tentang bagaimana semangat gerakan yang jadi pijar gelora untuk merdeka itu harus diny-alaterangkan lagi. Kita semua harus merasa turut memiliki atas masalah di bangsa ini.

Ini perjuangan, maka semua harus diusahakan, diperjuangkan bukan minta serba disiapkan. Tanggung-jawab kita adalah ikut berjuang -se-kecil apapun- untuk memulihkan politik sebagai jalan untuk melakukan kebaikan, melakukan perubahan dan bukan sekedar mengejar kekua-saan. Kita harus lebih takut tentang pertanggu-ngjawaban kita pada anak-cucu dan pada Tuhan soal pilihan kita hari ini: diam atau turun tangan. Para sejarawan kelak akan menulis soal pilihan ini.

Kita semua sadar bahwa satu orang tidak bisa menyelesaikan seluruh masalah. Dan cara efektif untuk melanggengkan masalah adalah dengan kita semua hanya lipat tangan dan berharap ada satu orang terpilih jadi pemimpin lalu menyele-saikan seluruh masalah. Tantangan di negeri ini terlalu besar untuk diselesaikan oleh satu orang, tantangan ini harus diselesaikan lewat kerja ko-losal. Jika tiap kita pilih turun tangan, siap ber-buat maka perubahan akan bergulir.

(4)

S

emangat ini melampaui urusan warna, ben-dera dan nama partai. Ini adalah semangat untuk ikut memastikan bahwa Republik ini adalah milik kita semua dan untuk kita semua, seperti kata Bung Karno saat pidato soal Pancasila 1 Juni 1945. Tugas kita kini adalah memastikan bahwa dimanapun anak bangsa dibesarkan, di perumahan nyaman, di kampung sesak-pengap tengah kota, atau di desa seterpencil apapun, ia punya peluang yang sama untuk merasakan ke-makmuran, keterdidikan, kemandirian dan keba-hagiaan sebagai anak Indonesia.

Saya tidak bawa cita-cita, saya mengemban misi. Cita-cita itu untuk diraih, misi itu untuk dilak-sanakan. Semangat dan misi saya adalah ikut mengembalikan janji mulia pendirian Republik ini. Sekecil apapun itu, siap untuk terlibat demi melunasi tiap Janji Kemerdekaan. Janji yang dit-uliskan pada Pembukaan UUD 1945: melindungi, mencerdaskan, mensejahterakan dan jadi bagian dari dunia.

Apalagi negeri ini sedang berubah. Tengok kon-disi keluarga kita masing-masing. Negara ini telah memberi kita amat banyak. Sudah banyak sau-dara sebangsa yang padanya janji kemerdekaan itu telah terlunasi: sudah terlindungi, tersejahter-akan, dan tercerdaskan. Tapi masih jauh lebih banyak saudara sebangsa yang pada mereka janji itu masih sebatas bacaan saat upacara, be-lum menjadi kenyataan hidup.

Di negeri ini masih ada terlalu banyak orang baik, masih amat besar kekuatan orang lurus di semua sektor. Saya temukan mereka saat ber-jalan ke berbagai tempat. Saat mendiskusikan

undangan ini dengan anak-anak generasi baru Republik ini, saya bertemu dengan orang-orang baik yang pemberani, yang mencintai negerinya lebih dari cintanya pada citra dirinya, yang tak ta-kut dikritik, dan selalu katakan siap turun tangan. Akankah kita yang sudah mendapatkan yang dijanjikan oleh Republik ini diam, tak mau tahu dan tak mau turun tangan? Pantaskah kita terus menerus melupakan -sambil tak minta maaf¬- pada saudara sebangsa yang masih jauh dari makmur dan terdidik?

Bersama teman segagasan, kami sedang mem-bangun sebuah platform www.turuntangan.org

untuk bertukar gagasan dan bergerak bersama. Ini bukan soal meraih kursi, ini soal kita turun tangan memastikan bahwa mereka yang kelak mengatasnamakan kita adalah orang-orang yang kesehariannya memperjuangkan perbaikan nasib kita, nasib seluruh bangsa.

Teman-teman juga punya pilihan yang sama. Lihat potret bangsa ini dan bisa pilih diam tak bergerak atau pilih untuk turut memiliki atas masalah lalu siap bergerak. Beranikan diri untuk bergerak, bangkitkan semangat untuk turun tan-gan, dan aktif gunakan hak untuk turut menen-tukan arah negara. Jalur ini bisa terjal dan penuh tantangan, bisa berhasil dan bisa gagal. Tapi nya-li kita tidak ciut, dada kita penuh semangat kare-na kita telah luruskan niat, telah tegaskan sikap. Hari ini kita berkeringat tapi kelak butiran keringat itu jadi penumbuh rasa bangga pada anak-anak kita. Biar mereka bangga bahwa kita tidak tinggal diam dan tak ikut lakukan pembiaran, kita pilih turun tangan.

(5)

T

eman-teman juga punya pilihan yang sama. Lihat potret bangsa ini dan bisa pilih diam tak bergerak atau pilih untuk turut memiliki atas masalah lalu siap bergerak. Beranikan diri untuk bergerak, bangkitkan semangat untuk turun tan-gan, dan aktif gunakan hak untuk turut menen-tukan arah negara. Jalur ini bisa terjal dan penuh tantangan, bisa berhasil dan bisa gagal. Tapi nya-li kita tidak ciut, dada kita penuh semangat kare-na kita telah luruskan niat, telah tegaskan sikap. Hari ini kita berkeringat tapi kelak butiran keringat itu jadi penumbuh rasa bangga pada anak-anak kita. Biar mereka bangga bahwa kita tidak tinggal diam dan tak ikut lakukan pembiaran, kita pilih turun tangan.

Saya mendiskusikan undangan ini dengan kelu-arga di rumah dan dengan Ibu dan Ayah di Jogja. Mereka mengikuti dari amat dekat urusan-urusan di negeri ini. Ayah menjawab, “Jalani dan hadapi. Hidup ini memang perjuangan, ada pertarungan dan ada risiko. Maju terus dan jalani dengan lurus.” Istri mengatakan, “yang penting tetap jaga nama baik, cuma itu yang kita punya buat anak-anak kita.” Ibu mengungkapkan ada rasa kha-watir menyaksikan jalur ini tapi Ibu lalu katakan, “terus jalani dengan cara-cara benar. Saya titip-kan anak saya ini butitip-kan pada siapa-siapa, butitip-kan kita yang akan jadi pelindungnya Anies. Saya titipkan anak saya pada Allah, biarkan Allah saja yang jadi pelindungnya.”

Itu jawaban mereka. Saya camkan amat dalam sambil berdoa, Insya Allah suatu saat saya bisa kembali ke mereka dan membuat mereka ber-syukur bahwa kita ikut turun tangan, mau ikut ambil tanggung-jawab –sekecil apapun itu- untuk republik ini. Ini adalah sebuah jalur yang harus dijalani dengan ketulusan yaitu kesanggupan untuk tak terbang jika dipuji dan tak tumbang jika dikiritik. Bismillah, kita masuki proses ini dengan kepala tegak, Insya Allah terus jaga diri agar keluar dengan kepala tegak. Faidza ‘Azamta Fatawakkal ‘Alallah … bulatkan niat lalu berserah pada Sang Maha Kuasa.

Sebagai penutup, saya mengajak teman-teman untuk menengok video klip yang direkam dengan maksud sederhana untuk menyampaikan pertim-bangan saya saat memutuskan untuk menerima tawaran ikut turun tangan dalam konvensi Partai Demokrat di link berikut ini: http://www.youtube. com/watch?v=7QNJqG0Fqf0

Semoga Allah SWT selalu meridloi perjalanan di jalur baru dari perjalanan yang sama ini dan semoga semakin banyak yang menyatakan siap untuk turun tangan bagi Republik tercinta ini. Terima kasih dan salam hangat,

Referensi

Dokumen terkait

Dalam model komunikasi satu arah (linier), media massa dianggap memainkan peranan penting dalam pendekatan pembangunan, khususunya dalam penyampaian pesan yang persuasif dan

Untuk elemen perceived quality dengan menggunakan uji Mann-U Whitney serta diagram Performance -Important Analysis diketahui bahwa atribut mudah digunakan, mudah diperoleh,

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian adalah: (1) Gambaran kompetensi gur u di lapangan secara keseluruhan dilihat dari hasil penelitian yaitu kompetensi pedagogik

Permohonan pembukaan deposito dapat dilakukan melalui DAC, apabila Nasabah (pemberi instruksi) merupakan existing customer dan rekening dalam keadaan aktif dengan tetap

Oleh karena nilai signifikansi kurang dari 0,05 (0,000<0,05), maka Ho ditolak, artinya bahwa Kemampuan baca tulis hitung memiliki hubungan yang signifikan terhadap

Berdasarkan hasil uji Mann u whitney dan Wilcoxon untuk pretest, posttest, dan follow up kelompok eksperimen dan kontrol diperoleh kesimpulan bahwapembacan dan pemaknaan

Adapun maksud dari karya ilmiah ini adalah untuk memberikan aspirasi bagi pembaca betapa besar peluang dalam dunia e-Commerce juga dengan tantangan yang lua

dalam rata-rata penggunaan, maka penggunaan dengan variasi pada kondisi gas maksimum adalah variasi terbaik hasil dari hubungan dua variabel antara debit air dengan kondisi dengan