• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. yang berbentuk padat (Menteri Hukum dan HAM, 2008). Bertambahnya. sampah erat kaitannya dengan peningkatan aktivitas manusia dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. yang berbentuk padat (Menteri Hukum dan HAM, 2008). Bertambahnya. sampah erat kaitannya dengan peningkatan aktivitas manusia dan"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

1

1.1 Latar Belakang

Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau proses alam yang berbentuk padat (Menteri Hukum dan HAM, 2008). Bertambahnya sampah erat kaitannya dengan peningkatan aktivitas manusia dan pertambahan penduduk serta keanekaragaman kehidupan manusia. Hal ini berakibat pada menumpuknya sampah yang secara otomatis tidak dapat diuraikan oleh alam, hingga timbul berbagai pencemaran. Dengan demikian, sudah semestinya pada suatu daerah diperlukan sistem pengelolaan sampah tersebut. Begitu pula halnya dengan wilayah Kabupaten Jembrana, dengan bertambahnya jumlah penduduk maka bertambah pula bahan buangan atau sampah yang dihasilkan. Tingginya aktivitas penduduk di Kabupaten Jembrana secara tidak langsung akan mempengaruhi jumlah sampah yang dihasilkan setiap harinya.

Pemerintah Kabupaten Jembrana dalam mengelola sampah masih dengan cara sederhana yaitu sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Sampah-sampah domestik, baik dari bahan organik maupun anorganik dibuang begitu saja dalam satu bak/wadah dan tercampur satu sama lain dalam berbagai komposisi, dan kemudian melalui berbagai cara transportasi, sampah berpindah tempat mulai dari

(2)

tempat sampah di rumah, TPS (Tempat Pembuangan Sementara) sampai ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Pendekatan ini akan memberatkan beban TPA dengan lahan yang terbatas. Hal ini disebabkan karena variabel luas lahan TPA adalah konstan/tetap, sedangkan laju pertumbuhan dan penyebaran penduduk terus meningkat, yang berdampak juga pada peningkatan jumlah timbulan sampah yang dihasilkan. Lahan yang semakin terbatas tidak mampu mengimbangi peningkatan timbulan sampah yang terjadi sekarang maupun di masa datang.

Pengelolaan sampah di Kabupaten Jembrana, selama ini telah ditangani oleh Kantor Lingkungan Hidup Kebersihan Pertamanan. Berdasarkan data dari KLHKP tahun 2012 bahwa timbulan sampah di Kabupaten Jembrana sekitar 684.80 m3. Jumlah sampah yang ditangani Kantor Lingkungan Hidup Kebersihan Pertamanan dalam sehari yaitu sampah organik sejumlah 441,01 m³ dan sampah anorganik 189 m³. TPA Peh di Kabupaten Jembrana memiliki luas lahan 1 Ha dan sampai saat ini ketinggian sampah di TPA Peh mencapai 10 meter. Dengan ketinggian mencapai 10 meter dan luas lahan 1 Ha keadaan ini tentu saja sudah sangat mengkhawatirkan jika dilihat dari segi teknis suatu TPA. Jika dilihat dari segi teknis kapasitas dan umur, TPA yang baik dapat menampung sampah lebih banyak dan lebih lama. Namun untuk lahan di TPA Peh sendiri adalah konstan, sehingga diperlukanlah upaya pengelolaan sampah yang dapat memperpanjang umur pakai TPA.

(3)

Upaya peran serta masyarakat dalam mereduksi sampah disumber sampah masih belum terlihat, sedangkan kegiatan reduksi yang dilakukan pemulung di TPS masih sangat kecil, sehingga masih dibutuhkan reduksi sampah di TPA guna mengurangi sampah yang akan dibuang ke landfill (area penimbunan). Jika melihat timbulan sampah sebesar 684.80 m3, dan volume sampah yang setiap harinya terus bertambah, dikhawatirkan akan terjadi overload dan muncul dampak sosial yang baru seperti kekhawatiran masyarakat sekitar akan terjadinya longsor dari tumpukan sampah.

Permasalahan inilah yang mendorong diperlukannya perencanaan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di TPA Peh yang akan menerima beban penanganan sampah Kabupaten Jembrana.

Konsep Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) ini bertitik tolak pada aktivitas pengelolaan sampah untuk tujuan pemanfaatan kembali guna mereduksi sampah, didalamnya terdapat fasilitas untuk merubah sampah menjadi bentuk yang lebih berguna yang teknik pengolahan sampahnya seperti pemilahan sampah, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan dan pemprosesan akhir sampah (Menteri Hukum dan HAM, 2008).

Diharapkan dengan adanya TPST dapat menghemat lahan landfill dan memperpanjang umur pakai TPA, membuka lapangan kerja baru, serta memberikan nilai tambah ekonomi dan nilai guna terhadap sampah dari proses daur ulang.

(4)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah Perencanaan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) dalam Revitalisasi TPA Peh Kabupaten Jembrana dilihat dari aspek teknis sehingga dapat memperpanjang umur pakai TPA?

2. Berapakah kebutuhan biaya investasi, biaya operasional dan pemeliharaan serta penerimaan dari daur ulang sampah dalam Perencanaan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) dalam Revitalisasi TPA Peh Kabupaten Jembrana?

3. Bagaimanakah analisis lingkungan di TPA Peh Kabupaten Jembrana, sehingga diketahui kualitas air tanah di sekitar TPA?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Mendapatkan Perencanaan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) dalam Revitalisasi TPA Peh Kabupaten Jembrana dari aspek teknis sehingga dapat memperpanjang umur pakai TPA.

2. Mengkaji kebutuhan biaya investasi, biaya operasional dan pemeliharaan serta penerimaan daur ulang sampah dalam Perencanaan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) dalam Revitalisasi TPA Peh Kabupaten Jembrana.

(5)

3. Mengkaji aspek lingkungan di TPA Peh Kabupaten Jembrana, sehingga diketahui kualitas air tanah di sekitar TPA.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dapat diambil dari penelitian ini adalah :

1. Hasil kajian terhadap aspek teknis diharapkan dapat digunakan oleh Pemerintah Kabupaten Jembrana untuk menerapkan TPST yang sesuai dengan volume timbulan, komposisi dan potensi ekonomi di TPA Peh Kabupaten Jembrana sehingga dapat memperpanjang umur pakai TPA. 2. Memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Jembrana

khususnya Kantor Lingkungan Hidup Kebersihan Pertamanan (LKHP) dalam pengolahan sampah di TPA Peh Kabupaten Jembrana.

(6)

6

2.1 Pengertian Sampah

Beberapa pengertian mengenai sampah yang dikemukakan beberapa sumber antara lain :

1Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau proses alam yang berbentuk padat (Menteri Hukum dan HAM, 2008).

2Sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari bahan organik dan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan (Badan Standarisasi Nasional, 2002).

3Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang yang merupakan hasil aktivitas manusia maupun alam yang sudah diambil unsur atau fungsi utamanya (Kuncoro, 2009).

2.2 Jenis Sampah

Berdasarkan undang-undang No.18 tahun 2008 jenis sampah yang dikelola (Menteri Hukum dan HAM. 2008) adalah :

a. Sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.

(7)

b. Sampah sejenis sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya.

c. Sampah spesifik adalah

• Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun.

• Sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun.

• Sampah yang timbul akibat bencana.

• Puing bongkaran bangunan.

• Sampah yang secara teknologi belum dapat diolah.

• Sampah yang timbul secara tidak periodik.

Di negara industri, jenis sampah atau yang dianggap sejenis sampah, dikelompokkan berdasarkan sumbernya (Tchobanoglous et al., 1993): 1. Pemukiman: biasanya berupa rumah atau aparteMenteri Jenis sampah

yang dihasilkan adalah sisa makanan, kertas, kardus, plastik, tekstil, kulit, sampah kebun, kayu, kaca, logam, barang bekas rumah tangga, limbah berbahaya dan beracun, dan sebagainya.

2. Daerah komersil: meliputi pertokoan, rumah makan, pasar, perkantoran, hotel dan lain-lain. Jenis sampah yang ditimbulkan antara lain kertas, kardus, plastik, kayu, sisa makanan, kaca, logam, limbah berbahaya dan beracun, dan sebagainya.

3. Institusi yaitu sekolah, rumah sakit, penjara, pusat pemerintahan, dan lain-lain. Jenis sampah yang ditimbulkan sama dengan jenis sampah pada daerah komersil.

(8)

4. Konstruksi dan pembongkaran bangunan: meliputi pembuatan konstruksi baru, perbaikan jalan, dan lain-lain. Jenis sampah yang ditimbulkan antara lain kayu, baja, beton, debu, dan lain-lain.

5. Fasilitas umum: seperti penyapuan jalan, taman, pantai, tempat rekreasi, dan lain-lain. Jenis sampah yang ditimbulkan antara lain rubbish, sampah taman, ranting, daun, dan sebagainya.

6. Pengolah limbah domestik seperti instalasi pengolahan air minum, instalasi pengolahan air buangan dan insinerator. Jenis sampah yang ditimbulkan antara lain: lumpur hasil pengolahan, debu dan sebagainya.

7. Kawasan industri: Jenis sampah yang ditimbulkan antara lain sisa proses produksi, buangan non industri, dan sebagainya.

8. Pertanian: Jenis sampah yang ditimbulkan antara lain sisa makanan busuk sisa pertanian.

Sedangkan berdasarkan sifatnya sampah dapat digolongkan ke dalam beberapa golongan, (Hadiwiyoto, 1983; dalam Widodo. 2007) yaitu :

a. Sampah organik

Sampah organik adalah sampah yang mengandung senyawa-senyawa organik yang tersusun oleh unsur-unsur karbon, hidrogen dan oksigen. Sampah yang termasuk dalam golongan ini adalah sampah basah, yaitu daun-daunan, kayu, kertas, karton, tulang, sisa makanan ternak, sayur dan buah yang mudah didegradasi oleh mikroba.

(9)

b. Sampah anorganik

Sampah anorganik ini terdiri dari kaleng, besi dan logam-logam lainnya, gelas, mika atau bahan yang tidak tersusun oleh senyawa-senyawa organik. Sampah ini tidak dapat didegradasi oleh mikroba.

2.3 Kuantitas dan Komposisi Sampah 2.3.1 Kuantitas Sampah

Kuantitas dan komposisi sampah merupakan faktor penting dalam perencanaan dan operasional pengelolaan sampah. Dalam penelitian ini, data komposisi sampah diperlukan untuk mengetahui prosentase sampah menurut jenisnya, sedangkan data kuantitas sampah diperlukan untuk mengetahui jumlah timbulan sampah kota yang terangkut ke TPA. Metode perhitungan jumlah timbulan sampah yang direkomendasikan (Tchobanoglous et al., 1993) adalah :

1. Analisis Perhitungan Beban (Load Count Analysis)

Pada metode ini kuantitas dan komposisi sampah ditentukan dengan menghitung volume dan komposisi fisik setiap beban sampah dalam periode waktu tertentu. Total massa dan distribusi setiap komposisi ditentukan dengan menggunakan rata-rata densitas setiap kategori sampah. Analisis perhitungan beban akan berpengaruh pada :

• Perkiraan kebutuhan alat berat

• Prosedur operasi

(10)

• Masa pakai lahan pembuangan akhir

Jumlah masing-masing volume sampah yang masuk ke TPA dihitung dengan mencatat : volume, berat, jenis angkutan, dan sumber sampah, kemudian dihitung jumlah timbulan sampah kota selama perioda tertentu.

2. Analisis Berat – Volume (Weight Volume Analysis)

Metode ini hampir sama dengan metode analisis perhitungan beban dengan penambahan perhitungan massa setiap beban. Jika densitas sampah tidak dianalisis secara terpisah setiap katagorinya, maka penentuan distribusi massa berdasarkan komposisi berupa nilai densitas rata-rata. Analisis massa – volume akan berpengaruh pada :

• Cara penanganan sampah

• Perkiraan reaksi yang terjadi, sehingga akan mempengaruhi sistem pengolahan lindi dan gas.

• Reaksi dekomposisi yang terjadi akan mempengaruhi tingkat penurunan (settlement) yang terjadi.

3. Analisis Kesetimbangan Bahan (Material Balance Analysis)

Analisis ini dapat menghasilkan data lebih lengkap untuk analisis timbulan ditiap sumber sampah. Cara ini sangat diperlukan untuk perencanaan program pengolahan sampah. Analisis mass balance di TPA merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui berapa besar potensi reduksi sampah kota dalam rangka memperpanjang masa pakai TPA. Data yang diperlukan untuk analisis mass balance ini adalah

(11)

data mengenai komposisi sampah yang masuk ke TPA. Dari data komposisi ini dapat dihitung besarnya potensi reduksi yang ada pada sampah kota.

2.3.2 Komposisi Sampah

Komponen komposisi sampah adalah komponen fisik sampah seperti sisa-sisa makanan, kertas-karton, kayu, kain-tekstil, karet-kulit, plastik, logam besi-non besi, kaca dan lain-lain (Badan Standarisasi Nasional, 1995).

2.4. Pengelolaan sampah

Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah (Menteri Hukum dan HAM, 2008). Pengelolaan sampah didefinisikan sebagai kontrol terhadap timbulan sampah, pewadahan, pengumpulan, pemindahan dan pengangkutan, serta proses dan pembuangan akhir sampah dimana semua hal tersebut dikaitkan dengan prinsip-prinsip terbaik untuk kesehatan, ekonomi, keteknikan, konservasi, estetika, lingkungan dan juga terhadap sikap masyarakat (Tchobanoglous et al., 1993). Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya (Menteri Hukum dan HAM, 2008). Timbulan sampah dari sumber sampah dalam hal ini masyarakat harus melakukan pewadahan dan pemilahan. Proses selanjutnya adalah pengumpulan di TPS . Dari TPS sampah diangkut menuju tempat

(12)

pengolahan baik dengan Sanitary Landfill maupun penerapan 3R (Reduction, Reuse, Recycle). Secara skematis, keterpaduan antar kegiatan di dalam unsur-unsur fungsional dalam sistem manajeman persampahan tersebut seperti Gambar 2.1:

Gambar 2.1. Unsur-unsur fungsional dalam sistem manajeman persampahan (Menteri Hukum dan HAM, 2008)

Pemerintah daerah dapat menerapkan teknologi pengelolaan sampah sesuai dengan karakteristik sampah dan kemampuan sumber daya daerah setempat. Pemanfaatan teknologi pengelolaan sampah harus memenuhi standar teknis dan ramah lingkungan. Beberapa teknologi pengolah sampah yang berbasis recovery energy (Damanhuri, 2002) adalah sebagai berikut :

(13)

1. Teknologi termal sejenis insinerator dengan beragam nama : a. Waste to energy

Waste to energy Insinerator adalah satu teknologi yang menggunakan panas yang dapat mengubah sampah-ke-energi. Panas yang dihasilkan bisa dimanfaatkan sebagai energi pembangkit listrik.

b. Thermal converter

Thermal converter adalah teknologi insinerator sampah pada suhu diatas 1000 0C sehingga menghasilkan uap yang dapat menggerakkan turbin yang pada akhirnya membangkitkan generator listrik.

c. Floating resource recovery facility

Floating resource recovery facility yaitu recovery energi panas yang merupakan salah satu dari insinerator jenis baru.

2. Teknologi termal sejenis gasifikasi atau pirolisis :

Gasification adalah suatu proses perubahan bahan bakar padat

(sampah) secara termo kimia menjadi gas, dimana udara yang diperlukan lebih rendah dari udara yang digunakan untuk proses pembakaran. Media yang paling umum digunakan dalam proses gasifikasi adalah udara dan uap.

Energy generation adalah teknologi penghasil energi lain seperti

panas.

3. Teknologi yang terkait dengan proses anaerob, khususnya produksi gasbio dalam sebuah digester, pupuk padat dan cair, recovery biogas dari TPA.

(14)

Pengelolaan sampah termasuk seluruh kegiatan administrasi, pembiayaan, hukum, perencanaan dan fungsi-fungsi teknis dalam mengatasi seluruh masalah persampahan. Perkembangan pengelolaan sampah terjadi karena meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan dan kebersihan serta keindahan/estetika di suatu daerah/kota. Seluruh subsistem didalam sistem pengelolaan sampah harus dipandang sebagai suatu sistem yang memerlukan keterpaduan didalam pelaksanaannya. Timbulan sampah yang sangat cepat, dilanjutkan dengan penutupan landfill, dan keengganan masyarakat didirikannya incenerator telah memotivasi berbagai program daur ulang baik sekala nasional maupun lokal di beberapa negara. Daur ulang bahan sekarang ini jadi suatu yang penting dalam sistem pengolahan sampah terpadu (Chang dan Wang, 1994).

2.5. Pengelolaan Sampah Terpadu

Tempat pengolahan sampah terpadu adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan dan pemprosesan akhir sampah (Menteri Hukum dan HAM, 2008).

Sistem pengelolaan sampah terpadu (Integrated Solid Waste Management) didefinisikan sebagai pemilihan dan penerapan program teknologi dan manajemen untuk mencapai performasi sistem yang tinggi, dengan hirarki sebagai berikut (Tchobanoglous et al., 1993) :

(15)

sejak dari sumbernya, baik dari segi reduksi kualitas dan kuantitas timbulan sampah, terutama reduksi sampah yang mengandung B3 (bahan berbahaya dan beracun).

2. Recycling, proses mendaur ulang yang meliputi : a. Proses pemilahan dan pengumpulan sampah b. Persiapan penggunaan kembali.

c. Penggunaan kembali bahan-bahan daur ulang.

3. Waste Transformation, yang meliputi proses perubahan fisik, kimia dan biologi dari sampah. Perubahan tersebut dapat diaplikasikan untuk : a. Meningkatkan efisiensi sistem dan operasional pengelolaan sampah. b. Menggunakan kembali sampah yang masih bisa digunakan atau bisa

didaur ulang.

c. Menghasilkan barang lain yang bermanfaat dari sampah seperti kompos, dan energi dari gas methan.

4. Landfilling, merupakan akhir dari alur pengelolaan sampah, sehingga diharapkan sampah yang masuk ke tingkatan ini adalah :

a. Sampah yang tidak bisa didaur ulang dan tidak memiliki fungsi lagi. b. Residu dari sampah yang telah dipisahkan.

(16)

2.6 Aspek Pembiayaan dalam Pengelolaan Sampah

Aspek pembiayaan dalam sistem pengelolaan persampahan mempunyai peran penting dalam menjalankan roda operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana persampahan. Berbagai masalah penanganan sampah yang timbul pada umumnya disebabkan oleh adanya keterbatasan dana sehingga kualitas pelayanan sampah sangat ditentukan oleh harga satuan per m3 sampah.

Besarnya biaya satuan per m3 sampah dapat dijadikan indikator tingkat efisiensi atau keberhasilan pengelolaan sampah di suatu kota. Tanpa didukung dana yang memadai, akan sulit mewujudkan kondisi kota yang bersih dan sehat.

Aspek pembiayaan, dalam banyak hal seringkali menjadi faktor dominan untuk berjalannya suatu kegiatan. Demikian halnya dengan proses pengelolaan sampah. Perkiraan perbandingan pembiayaan dari total pengelolaan sampah yang diatur dalam tata cara pengelolaan sampah permukiman adalah biaya pengumpulan 20-40%, biaya pengangkutan 40-60% dan biaya pembuangan akhir 10-30% (Badan Standarisasi Nasional, 1994).

Biaya pengelolaan sampah juga harus dihitung berdasarkan biaya operasional dan pemeliharaan serta penggantian alat. Melihat tingginya porsi pembiayaan untuk pengumpulan dan pengangkutan sampah, dapat disimpulkan bahwa tahapan ini sangat penting dan memerlukan kajian yang mendasar dalam rangka memperoleh hasil yang optimal dan efisien.

(17)

Struktur biaya pengelolaan sampah meliputi biaya investasi, operasional dan pemeliharaan, penggantian peralatan serta retribusi.

Aspek Pembiayaan juga menyangkut dengan retribusi dimana penentuan tarif retribusi tersebut harus berdasarkan pada (Badan Standarisasi Nasional, 1994) :

1. Biaya pengelolaan.

2. Kemampuan pemerintah daerah mensubsidi (± 20 %). 3. Kemampuan masyarakat (± 1% dari income).

4. Prinsip cross subsidi. 5. Klasifikasi wajib retribusi. 6. Pembobotan yang memadai.

2.7 Aspek Lingkungan dalam Pengelolaan Sampah

Kondisi lingkungan disekitar lokasi TPA harus cukup aman terhadap lingkungan pemukiman serta sarananya. Hal ini perlu diperhatikan untuk mencegah kemungkinan terjadinya gangguan (Kamali,2002) :

a. Bising dan debu akibat lalu lintas kendaraan pengangkutan sampah dan alat – alat berat yang beroperasi di lokasi TPA.

b. Adanya vektor penyakit seperti lalat dan binatang pengerat.

c. Pencemaran udara oleh bau, gas yang ditimbulkan akibat proses dekomposisi.

(18)

e. Dampak sosial yang baru seperti kekhawatiran masyarakat sekitar akan terjadinya longsor dari tumpukan sampah.

Menurut Peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001, pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Oleh karena itu diperlukan upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta upaya pemulihan kualitas air untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air yang berlaku (Priambodho, 2005).

Pembuangan sampah secara rutin ke dalam TPA dapat menimbulkan pencemaran terhadap perairan baik di permukaan maupun di dalam tanah. Sampah yang bertambah secara terus-menerus akan mempengaruhi tingkat degradasi dari sampah tersebut (Pohland dan Harper, 1985). Penguraian sampah organik bisa menghasilkan zat hara, zat-zat kimia yang bersifat toksik dan bahanbahan organik terlarut. Semua zat tersebut akan mempengaruhi kualitas air, baik air permukaan maupun air tanah dan perubahan tersebut berpengaruh terhadap sifat fisik, kimia , dan biologi perairan (Pohland dan Harper, 1985).

(19)

2.8 Pencemaran Air Tanah

Pembuangan sampah secara rutin setiap hari ke TPA merupakan bentuk pengisian kembali (recharge), baik secara infiltrasi maupun perlokasi, sehingga peluang untuk terjadi kontaminasi air, terutama air tanah dangkal maupun air sumur gali menjadi gejala yang wajar.

Air lindi yang berasal akibat proses degradasi sampah dari TPA, merupakan sumber utama yang mempengaruhi perubahan sifat-sifat fisik air, terutama suhu, rasa bau, dan kekeruhan. Suhu limbah yang berasal dari lindi umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan air penerima. Hal ini dapat mempercepat reaksi-reaksi kimia dalam air, mengurangi kelarutan gas dalam air, mempercepat pengaruh rasa dan bau (Husin dan Kustaman, 1992). Indikator pencemaran air tanah oleh sampah organik ditandai dengan tingginya kadar zat organik (BOD, COD), nitrat, deterjen, dan terdapatnya bakteri coli (Kurniawan, 2006).

Pencemaran air tanah sekunder dapat berasal dari sampah-sampah industri, dengan indikator meningkatnya kadar logam berat (Hg, Pb, Cd) di dalam air. Unsur-unsur tersebut termasuk unsur hara mikro, yang dibutuhkan oleh manusia atau organisme air dalam jumlah sangat sedikit ( < 0,05 ppm ), dan bila melebihi kadar tersebut merupakan racun yang sangat berbahaya, dapat menyerang ikatanikatan belerang dalam enzim, sehingga enzim-enzim tersebut bersifat terikat dan tidak aktif (Clark, 1977).

Sesuai PP RI Nomor 82 Tahun 2001 disebutkan bahwa Baku Mutu Air adalah batas atau kadar mahluk hidup, zat, energi atau komponen lain

(20)

yang ada atau harus ada dan atau macam unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air pada sumber air tertentu sesuai dengan peruntukannya. Sesuai peraturan ini, air yang dimaksud adalah semua air yang terdapat di dalam dan atau berasal dari sumber air, dan terdapat di atas permukaan tanah, tidak termasuk air laut dan air bawah tanah. Dalam Peraturan Gubernur Bali No. 8 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup Dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup, ditetapkan pengkelasan air sesuai dengan peruntukannya, yaitu :

a. Kelas I : Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

b. Kelas II : Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. c. Kelas III : Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk

pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

d. Kelas IV : Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

(21)

2.9. Kondisi Eksisting Kabupaten Jembrana

Kabupaten Jembrana yang memiliki luas wilayah mencapai 84.180 hektar tersebut bergelombang dan berbukit di bagian utara, dan landai di bagian selatan. Rata-rata ketinggian wilayah Kabupaten Jembrana mencapai 306,84 meter di atas permukaan laut dengan titik tertinggi hanya 700 meter. (Badan Pusat Statistik, 2012).

Berdasarkan hasil registrasi penduduk tahun 2011 tercatat jumlah penduduk Kabupaten Jembrana sebanyak 273.918 jiwa yang terdiri dari 137.233 jiwa (49,90%) penduduk laki-laki dan 136.685 jiwa (50,10%) penduduk perempuan. Jumlah penduduk tahun 2011 ini naik 0,35% dari tahun sebelumnya. Dengan luas wilayah 841,80 km2 , maka kepadatan penduduk Kabupaten Jembrana telah mencapai 325 jiwa/km2 (Badan Pusat Statistik, 2012).

2.10. Kondisi Persampahan Kabupaten Jembrana

Sumber utama timbunan sampah di kawasan perencanaan yaitu sampah domestik (rumah tangga) dan sampah non domestik meliputi sampah intitusional (sekolah, kantor, dll), sampah komersial (pasar, toko, dll), sampah aktivitas perkotaan (penyapuan jalan, lapangan, dll), sampah klinik, sampah industri, sampah konstruksi, dan lain sebagainya. Sistem pengelolaan sampah di Kabupaten Jembrana dikelola langsung oleh masyarakat secara perorangan atau berkelompok.

(22)

Untuk kebutuhan pengelolaan sampah, Kantor Lingkungan Hidup Kebersihan Pertamanan Kabupaten Jembrana memiliki alat berat berupa buldoser sebanyak 1 (satu) unit, Truck Loader sebanyak 1 (satu) serta armada truk yang terdiri dari Arm Roll sebanyak 7 (tujuh) unit, Dump Truck sebanyak 6 (enam) unit dan gerobak sebanyak 16 (enam belas) buah. Jumlah sampah yang ditangani dalam sehari yaitu sampah organik sejumlah 441,01 m³ dan sampah anorganik 189 m³. Volume total produksi sampah sehari di TPA berkisar antara 6 - 7 ton (KLHKP, 2012).

Kantor Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pertamanan merupakan salah satu unsur pelaksana Pemerintah Kabupaten Jembrana yang memiliki kewenangan dalam mengelola kebersihan dan keindahan Kabupaten Jembrana. Ruang Lingkup kebersihan meliputi pemusnahan sampah padat. Pemusnahan sampah padat dilakukan dari kegiatan penyapuan, pengumpulan sampah pada transfer depo dan kontainer-kontainer, kegiatan pengangkutan dan pemusnahan akhir pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Kegiatan Operasional Kantor Lingkungan Hidup Kebersihan dan Pertamanan dapat dilihat pada tabel 2.1.

(23)

Tabel 2.1.

Kegiatan Operasional Kantor Lingkungan Hidup Kebersihan dan Pertamanan

NO KETERANGAN JUMLAH

1 Jumlah Truk yang dimiliki a). Amroll Truk

b). Dam Truk

6 Unit 5 Unit 2 Jumlah Truk yang rusak

a). Dam Truk 1 Unit

3 Jumlah Pegawai Kebersihan 112 Orang

4 Jumlah Petugas Kebersihan Jalan dan Pasar 95 Orang

(KLHKP, 2012)

Pola pelayanan pengelolaan sampah di Kabupaten Jembrana hampir seluruhnya menggunakan pola individual tak langsung, artinya sampah melalui fase pengumpulan dan pemindahan sebelum diangkut ke TPA.

Sistem Pewadahan sampah merupakan mata rantai awal dari sistem pengolahan sampah yang berfungsi sebagai sarana tempat penampungan sampah pada setiap bangunan atau sumber sampah. Sistem pewadahan ini dapat berlaku secara murni individual pada masing-masing rumah, atau satu pewadahan besar untuk beberapa rumah sekaligus (komunal).

Sampah dari sumber domestik, pada umumnya ditempatkan pada wadah plastik/keranjang/bak pasangan bata yang diletakkan di depan perumahan. Sistem pengumpulan sampah dari rumah ke rumah, di Kabupaten Jembrana, rata-rata menggunakan gerobak sampah dengan

(24)

kapasitas tampung sebesar 1 m3 per gerobak. Operasional gerobak tersebut dilakukan secara manual oleh satu orang petugas. Pengumpulan sampah dari rumah ke rumah dengan menggunakan gerobak tersebut umumnya berada di bawah koordinasi Banjar/Lingkungan. Untuk kebutuhan pengelolaan sampah, Kantor Lingkungan Hidup Kebersihan Pertamanan Kabupaten Jembrana memiliki alat berat berupa buldoser sebanyak 1 (satu) unit, Truck Loader sebanyak 1 (satu) serta armada truk yang terdiri dari Arm Roll sebanyak 7 (tujuh) unit, Dump Truck sebanyak 6 (enam) unit dan gerobak sebanyak 16 (enam belas) buah.

Dump Truck dioperasikan untuk melayani pengangkutan dari TPS ke TPA yang berbentuk transfer depo. Aktivitas yang terjadi dalam proses pemindahan sampah dari TPS ke dalam Dump Truck adalah sebagai berikut: 1. Aktivitas menaikkan sampah ke atas truck umumnya dilakukan oleh empat orang petugas dimana tiga orang petugas bertugas memasukkan sampah ke dalam keranjang yang berada di bawah truck. Proses penaikkan sampah ke atas truk ini memakan waktu yang relatif lama, karena pemadatan sampah di atas truk dilakukan secara manual.

2. Aktivitas yang berlangsung dsini adalah menaikkan dan mengangkut sampah ke atas truk dari masing-masing depo. Untuk selanjutnya diangkut ke TPA.

Arm roll dioperasikan untuk melayani pengangkutan sampah dari TPS ke TPA yang berbentuk kontainer. Aktivitas yang terjadi dalam proses

(25)

pemindahan sampah dari TPS/kontainer ke dalam Arm roll adalah sebagai berikut:

a. Arm roll membawa kontainer kosong dari pool menuju lokasi kontainer yang sudah penuh berisi sampah.

b. Kontainer kosong diletakkan dan kontainer yang sudah penuh berisi sampah diangkut ke TPA.

c. Kontainer yang sudah kosong dari TPA diangkut menuju ke lokasi kontainer yang lain, demikian seterusnya sampai semua sampah di kontainer terangkut.

Untuk Arm roll tidak begitu banyak membutuhkan tenaga kerja, karena peletakkan dan pengangkutan kontainer dilakukan secara otomatis oleh Arm roll.

(26)

26

3.1 Kerangka Berpikir

Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang yang merupakan hasil aktivitas manusia maupun alam yang sudah diambil unsur atau fungsi utamanya (Kuncoro, 2009). Timbulan sampah di Kabupaten Jembrana cukup besar sekitar 684.80 m3. TPA Peh di Kabupaten Jembrana memiliki luas lahan 1 Ha dan sampai saat ini ketinggian sampah di TPA Peh mencapai 10 meter (KLHP, 2012). Pengelolaan sampah didefinisikan sebagai kontrol terhadap timbulan sampah, pewadahan, pengumpulan, pemindahan dan pengangkutan, serta proses dan pembuangan akhir sampah dimana semua hal tersebut dikaitkan dengan prinsip-prinsip terbaik untuk kesehatan, ekonomi, keteknikan, konservasi, estetika, lingkungan dan juga terhadap sikap masyarakat (Tchobanoglous et al., 1993). Tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan dan pemprosesan akhir sampah (Menteri Hukum dan HAM, 2008).

Sistem pengelolaan sampah terpadu (Integrated Solid Waste Management) didefinisikan sebagai pemilihan dan penerapan program teknologi dan manajemen untuk mencapai performasi sistem yang tinggi

(27)

(Tchobanoglous et al., 1993). Pengelolaan sampah termasuk seluruh kegiatan administrasi, pembiayaan, hukum, perencanaan dan fungsi-fungsi teknis dalam mengatasi seluruh masalah persampahan. Aspek pembiayaan, dalam banyak hal seringkali menjadi faktor dominan untuk berjalannya suatu kegiatan. Demikian halnya dengan proses pengelolaan sampah. Perkiraan perbandingan pembiayaan dari total pengelolaan sampah yang diatur dalam tata cara pengelolaan sampah permukiman adalah biaya pengumpulan 20-40%, biaya pengangkutan 40-60% dan biaya pembuangan akhir 10-30% (Badan Standarisasi Nasional, 1994). Kondisi lingkungan disekitar lokasi TPA harus cukup aman terhadap lingkungan pemukiman serta sarananya. Pembuangan sampah secara rutin ke dalam TPA dapat menimbulkan pencemaran terhadap perairan baik di permukaan maupun di dalam tanah. Sampah yang bertambah secara terus-menerus akan mempengaruhi tingkat degradasi dari sampah tersebut (Pohland dan Harper, 1985).

Maka dalam Perencanaan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) sebagai Revitalisasi TPA Peh Kab Jembrana harus menitik beratkan pada aspek teknis, biaya dan lingkungan.

3.2 Konsep

Dari kerangka berpikir dapat dituangkan dalam kerangka konsep seperti pada gambar 3.1.

(28)

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Jumlah sampah yang

harus diterima TPA Peh Kab.Jembrana sangat besar. TPA Peh memiliki luas lahan 1 Ha dan ketinggian sampah sampai saat ini mencapai 10 m. TPA Peh sampai saat ini menggunakan sitem

Open Dumping. Volume

sampah yang setiap

harinya terus

bertambah, akan terjadi overload dan muncul dampak sosial yang baru

PERMASALAHAN

Analisis Teknis

Analisis Biaya

Analisis Lingkungan Aspek teknis pengolahan sampah

ditentukan oleh jumlah timbulan sampah, komposisi sampah, dan densitas sampah.

Jumlah timbulan sampah berkaitan dengan jumlah penduduk, semakin bertambah penduduk maka bertambah pula timbulan sampah yang terjadi. Maka diperlukan teknologi dalam mengatasi masalah tersebut.

Aspek pembiayaan pengelolaan sampah ditentukan oleh biaya investasi, biaya operasional, dan pemeliharaan.

Analisis lingkungan khususnya kualitas air tanah sekitar TPA

Standar baku kualitas air berdasarkan Pergub Bali No.8 tahun 2007

1. Timbulan sampah,

komposisi sampah dan densitas sampah menentukan aspek teknis.

2. Biaya investasi, biaya

operasional dan pemeliharaan menentukan aspek pembiayaan pengelolaan sampah 3. Analisis Lingkungan diperlukan untuk

mengetahui kualitas air tanah sekitar TPA.

(29)

29

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian diperlukan untuk menentukan tahapan-tahapan dalam suatu penelitian dengan melihat sistematika yang ada sehingga dapat dilihat dengan jelas tahapan apa yang memerlukan penekanan perhatian ataupun kendala-kendala yang mungkin terjadi selama penelitian sampai dengan penulisan. Langkah-langkah untuk mengantisipasi dapat dipersiapkan dan strategi untuk mendapatkan solusi yang tepat dapat ditentukan. Penelitian yang akan dilakukan dituangkan dalam diagram tahapan penelitian yang tercantum pada Gambar 4.2.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi Penelitian adalah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kabupaten Jembrana yang terdapat di Dusun Peh, Desa Kaliakah. dengan TPA Peh memiliki luas 1 ha. Terletak di dataran tinggi wilayah pertanian yang jarang penduduk. Sampah yang ada di TPA Peh Kab. Jembrana telah menumpuk hingga mencapai tinggi 10 meter. Sistem yang digunakan di TPA Peh sampai saat ini adalah open dumping.

Tempat Pembuangan Akhir sampah di Peh ini sudah bertahun-tahun digunakan untuk tempat pembuangan akhir. Sebelumnya, sistem yang

(30)

digunakan adalah mesin pembakar sampah. Lokasi TPA Peh dapat dilihat dari Gambar 4.1.

Gambar. 4.1 TPA Peh Kabupaten Jembrana

Waktu penelitian ini adalah 3 (tiga) bulan yaitu bulan Juli sampai dengan September 2013, dengan rincian pengumpulan data primer dan skunder selama 2 (dua) minggu, serta analisis data yang meliputi analisis teknis, analisis biaya dan analisis lingkungan selama 2,5 bulan.

4.3 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian dibuat untuk menunjukkan batas-batas bidang yang diteliti. Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah: 1. Sistem pengelolaan sampah di TPA Peh Kabupaten Jembrana

(31)

2. Perencanaan TPST dari aspek Tenis, Biaya dan Lingkungan.

3. Sampel yang digunakan adalah Sampah di TPA Peh Kabupaten Jembrana.

4. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survai, observasi, deskriptif dan analitis.

4.4 Penentuan Sumber Data

Dalam penelitian ini diperlukan data-data yang terbagi dalam data primer dan data sekunder.

4.4.1 Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh dari penelitian secara langsung dengan melakukan pengamatan lapangan maupun pengukuran. Metode yang dilakukan dalam pengumpulan data primer (Tchobanoglous et al., 1993) adalah sebagai berikut :

1. Data timbulan sampah, dilakukan untuk mengetahui seberapa besar jumlah timbulan sampah yang dihasilkan setiap harinya yang masuk ke TPA Peh Kabupaten Jembrana.

2. Data komposisi sampah, dilakukan untuk mengetahui persentase komposisi sampah menurut jenisnya baik sampah basah, sampah kering, sampah logam dan lainnya. Data komposisi sampah itu juga digunakan dalam menentukan nilai recovery factor dari masing-masing jenis timbulan sampah tersebut.

(32)

3. Data densitas sampah, pengukuran densitas sampah di atas truck dilakukan dengan mengukur berat sampah di atas kendaraan.

4. Data kualitas air tanah di sekitar TPA Peh Kabupaten Jembrana. Metode yang dilakukan dalam pengumpulan data primer adalah sebagai berikut :

a. Pengamatan/observasi lapangan, untuk mengetahui secara langsung penanganan sampah di TPA dan fasilitas yang tersedia. Pengukuran, dilakukan dengan mengukur secara langsung terhadap jumlah timbulan sampah, komposisi sampah, densitas sampah di TPA dan uji kualitas air tanah di sekitar TPA.

b. Wawancara langsung kepada pihak pengelola sampah (Kantor Lingkungan Hidup Kebersihan Pertamanan Kabupaten Jembrana). Wawancara dilakukan untuk mengetahui sistem penanganan sampah yang telah dilakukan serta data-data lain yang diperlukan baik dari aspek teknis, pembiayaan, dan lingkungan.

4.4.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain yang telah melakukan penelitian sebelumnya yang diakui secara umum akan keakuratan datanya atau mewakili populasi yang diteliti. Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber seperti Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Dinas Pekerjaan Umum, Biro Pusat Statistik (BPS), serta laporan hasil penelitian yang berkaitan dengan Tempat

(33)

Pengolahan Sampah Terpadu dan Tempat Pemprosesan Akhir. Data sekunder tersebut antara lain meliputi (Permana. 2010):

a. Kondisi Fisik Wilayah (geografi, topografi, kondisi iklim dan luas wilayah/area studi) serta peta wilayah (lokasi TPA, tata ruang kota, tata guna lahan, daerah layanan persampahan) yang diperoleh dari instansi terkait seperti BPS atau Bappeda.

b. Data kependudukan selama 5 tahun terakhir, yaitu data jumlah penduduk, kepadatan dan tingkat pertumbuhan penduduk yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik

c. Data mengenai TPA, yang berkaitan dengan luas lahan, sistem pengelolaan yang telah dilakukan maupun sarana dan prasarana persampahan dari Kantor Lingkungan Hidup Kebersihan Pertamanan Kabupaten Jembrana.

d. Data yang berkaitan dengan aspek finansial seperti APBD untuk pengelolaan sampah, biaya operasional dan pemeliharaan (BOP) di TPA, daftar harga satuan upah dan bahan serta data mengenai biaya restribusi yang dibebankan kepada masyarakat.

e. Data peraturan daerah dan kebijakan tata ruang kota yang diperoleh dari Dinas Tata Kota dan Bappeda.

(34)

4.5 Prosedur Penelitian

Prosedur dalam penelitian ini dilakukan sesuai standar ataupun petunjuk-petunjuk yang ada sehingga didapatkan data-data yang dibutuhkan. Adapun prosedur dalam penelitian adalah sebagai berikut: 1. Data timbulan sampah diperoleh dengan melakukan pengukuran

(pencatatan) secara langsung terhadap jumlah sampah yang masuk ke TPA Peh Kabupaten Jembrana, yaitu berdasarkan ritasi kendaraan pengangkut sampah yang berjumlah 13 unit yang terdiri dari arm roll sebanyak 7 unit dan dump truck sebanyak 6 unit serta volume (m3) masing-masing truck sampah tersebut, pencatatan ini dilakukan setiap hari berturut-turut selama 1 (satu) minggu (7 hari) (Badan Standarisasi Nasional, 1995).

2. Data komposisi sampah didapat dengan sampel yang dilakukan terhadap 2 buah truck pengangkut sampah, dan dipilih secara random dari 13 unit truck yang masuk ke TPA dan dilakukan selama 7 hari. Dari setiap truck tersebut diambil sampel sebanyak 100 kg timbulan sampah. Pengambilan sampel dilakukan dengan teori perempatan dimana sampah yang ada di truck dibagi atas 1/4 atau 1/8 atau 1/16 sampai didapatkan berat sampah 100 kg, kemudian dipilah-pilah untuk setiap jenis sampah dan ditimbang untuk mendapatkan persentasenya (Badan Standarisasi Nasional, 1995).

3. Data densitas sampah dilakukan dengan sampling terhadap 1 buah arm roll dan 1 buah dump truck, kedua sampel ditimbang di jembatan

(35)

timbang milik Dinas Perhubungan Kabupaten Jembrana atau Instansi lainnya yang memiliki jembatan timbang. Sampel ditimbang baik dalam keadaan kosong maupun terisi sampah dan dilakukan sebanyak 3 kali (Badan Standarisasi Nasional, 1995).

4. Data kualitas air tanah dilakukan dengan pengambilan sampel air sumur untuk 3 (tiga) titik pengambilan sampel menggunakan 3 buah botol plastik ukuran 1 liter. Untuk pengambilan sampel air keperluan pemeriksaan bakteri, digunakan botol steril berukuran 250 ml. Sampel air sumur dari sumur pantau TPA dan sumur penduduk yang bermukim di sekitar TPA (jarak 200 m – 300 m dari TPA). Pengambilan sampel air dilakukan pada kedalaman 50 – 10 m (Kurniawan, 2006).

4.6 Analisis Data

Analisis data dilakukan setelah diperoleh data primer maupun data sekunder. Analisis dilakukan untuk mencari jawaban dari permasalahan yang ada meliputi kajian terhadap aspek teknis, aspek finansial dan aspek lingkungan.

4.6.1. Analisis Aspek Teknis

Analisis teknis dilakukan untuk mengetahui besarnya volume timbulan sampah yang harus dikelola di TPA Peh Kabupaten Jembrana, komposisi sampah yang dihasilkan dan teknik pengolahan sampah yang

(36)

sesuai dengan potensi ekonomi sampah yang ada. Pada dasarnya dalam analisis aspek teknis ini dikaji mengenai Perencanaan TPST di TPA Peh Kabupaten Jembrana sehingga dapat mengatasi masalah persampahan kota. Adapun analisis teknis (Permana, 2010) yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Analisis proyeksi jumlah penduduk. Perhitungan proyeksi jumlah penduduk dilakukan untuk mengetahui perkembangan jumlah penduduk pada beberapa tahun kedepan dengan menggunakan beberapa metoda perhitungan yang tepat dan sesuai dengan tingkat perkembangan penduduk tahun-tahun sebelumnya.

b. Analisis proyeksi timbulan sampah. Dalam memproyeksikan timbulan sampah ini dilakukan dengan mempertimbangkan data timbulan sampah yang ada dan didasarkan pada proyeksi laju pertumbuhan penduduk. c. Analisis potensi ekonomi dan potensi reduksi dari sistem pengolahan

terpadu. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui potensi reduksi sampah yang harus dibuang setelah mengalami proses pemilahan dan pengolahan sampah yang mempunyai nilai ekonomi dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut:

1. Laju timbulan sampah yang masuk ke TPA dan komposisi sampah yang ada di TPA.

(37)

d. Analisis Mass Balance. Analisis ini dilakukan berdasarkan data komposisi sampah yang masuk ke TPA dan kemudian dilakukan analisis kesetimbangan massa dengan mempertimbangkan persentase reduksinya. e. Analisis kebutuhan sarana dan prasarana pada TPST. Analisis ini

dilakukan untuk mengetahui kebutuhan sarana dan prasarana serta tata letaknya yang sesuai untuk aktivitas yang akan dilaksanakan, menyesuaikan ketersediaan lahan yang ada untuk melaksanakan pengolahan sampah dengan sistem terpadu di TPA Peh Kabupaten Jembrana.

4.6.2. Analisis Aspek Finansial/Pembiayaan

Analisis aspek finansial meliputi analisis terhadap biaya yang dianggarkan oleh pemerintah Kabupaten Jembrana disektor persampahan, dan pembiayaan masing–masing kegiatan pengelolaan persampahan. Pada aspek pembiayaan ini dianalisis besarnya biaya yang dibutuhkan untuk investasi, operasional dan pemeliharaan (BOP), dan pengolahan di TPST. Kajian pembiayaan (Kamali, 2002) ini terdiri dari :

1. Biaya investasi, meliputi biaya pengembangan dan pengadaan sarana prasarana produksi yang diperlukan TPST, misalnya luas lahan, alat berat dan sebagainya. Sarana dan prasarana yang dikembangkan disesuaikan dengan sistem pengolahan yang akan dipilih.

2. Biaya operasional dan pemeliharaan, meliputi biaya gaji dan upah karyawan/pekerja, biaya administrasi, biaya transportasi (bahan bakar,

(38)

oli, accu/ biaya listrik, biaya air dan sebagainya), termasuk biaya pemeliharaan dan perbaikan sarana dan prasarana.

3. Pendapatan, diperoleh dari perhitungan potensi ekonomi pendauran ulang sampah, berupa penjualan barang-barang yang masih bisa dijadikan bahan baku untuk daur ulang dan hasil pengolahan sampah seperti kompos.

4.6.3. Analisis Aspek Lingkungan

Analisis aspek lingkungan khususnya kualitas air tanah dilakukan dengan uji laboratorium kualitas air pada instansi pemerintah yang berwenang dan kemudian hasil uji dibandingkan dengan standar baku kualitas air yang diijinkan sesuai Peraturan Gubernur Bali No. 8 Tahun 2007 (Gubernur Bali, 2007).

(39)

Gambar 4.2 Diagram Tahapan Penelitian PENGUMPULAN DATA Timbulan sampah Komposisi sampah Densitas sampah Recovery Factor Data kualitas air tanah

DATA PRIMER Pengamatan lapangan dan

pengukuran langsung

KAJIAN PUSTAKA Dasar teori persampahan SNI Persampahan

Teori pengelolaan sampah terpadu (TPST) Aspek Pembiayaan Pengelolaan Sampah Aspek Lingkungan

ANALISIS PENGELOLAAN

PERENCANAAN TPST DALAM REVITALISASI TPA PEH

KESIMPULAN DAN SARAN TUJUAN

PENELITIAN

1. Mendapatkan Dokumen Perencanaan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) dalam Revitalisasi TPA Peh Kabupaten Jembrana dari aspek teknis sehingga dapat memperpanjang umur pakai TPA.

2. Mengkaji kebutuhan biaya investasi, biaya operasional dan pemeliharaan dalam Revitalisasi TPA Peh dengan Perencanaan TPST.

3. Mengkaji aspek lingkungan di TPA Peh Kabupaten Jembrana, sehingga diketahui kualitas air tanah di sekitar TPA.

Evaluasi teknis pengelolaan sampah meliputi analisis : - Timbulan, Komposisi

(mass balance) - Jenis pengelolaan Analisis Potensi ekonomi .

ASPEK TEKNIS

Kebutuhan investasi

Kebutuhan Biaya Operasional dan Pemeliharaan ( BOP ) pengolahan

Analisis pemasukan dari daur ulang dan analisis kelayakan ASPEK PEMBIAYAAN

Uji kualitas air tanah Hasil uji dibandingkan Baku Mutu Kualitas Air

ASPEK LINGKUNGAN

Jembrana

Kondisi Fisik Wilayah (Geografis, Topografi, Iklim, Luas Wilayah) Peta lokasi TPA & area layanan sampah Data Kependudukan (Jumlah Penduduk, Kepadatan & Pertumbuhan Penduduk)

(40)

Gambar

Gambar 2.1. Unsur-unsur fungsional dalam sistem manajeman persampahan  (Menteri  Hukum dan HAM, 2008)
Gambar 3.1 Kerangka KonsepJumlah  sampah  yang
Gambar 4.2 Diagram Tahapan PenelitianPENGUMPULAN DATA Timbulan sampah Komposisi sampah Densitas sampah Recovery Factor Data kualitas air tanah

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan ini merupakan suatu pembelajaran yang berharga terutama dalam memperbaiki cara berpikir penulis yang berhubungan dengan prosedur

Lazizaa Rahmat Semesta, bentuk tanggung jawab yang dilakukan oleh perusahaan secara umum untuk menjaga trust dari para investor adalah “memberikan yang terbaik dari sisi

Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh, struktur antrian yang diterapkan pada pelayanan pembelian tiket di Bioskop 21 Mall Panakkukkang adalah Singel Channel Single

Infiltrasi adalah aliran udara luar yang tidak disengaja yang masuk melalui celah ataupun bagian yang terbuka dari gedung ketika tekanan udara di luar lebih tinggi dari tekanan

Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan dari Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor: 46 Tahun 2012 tentang Jabatan Fungsional Pengawas

Berdasarkan data-data yang telah dianalisa, pengkaji telah menyusun semula data yang dimasukkan ke dalam penulisan ilmiah yang lebih kepada pengkajian tentang

Skripsi berjudul Hubungan antara Pengetahuan Santri tentang PHBS dan Peran Ustadz dalam Mencegah Penyakit Skabies dengan Perilaku Pencegahan Penyakit Skabies

Kejadian infark miokard akut lebih banyak terjadi pada penderita dyslipidemia, yang mana dapat menjadi faktor risiko infark miokard akut karena proses terganggunya profil