• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSPEK DAN TANTANGAN PEMANFAATAN IPTEK NUKLIR DALAM BIDANG KEDOKTERAN DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROSPEK DAN TANTANGAN PEMANFAATAN IPTEK NUKLIR DALAM BIDANG KEDOKTERAN DI INDONESIA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PROSPEK DAN TANTANGAN PEMANFAATAN IPTEK NUKLIR

DALAM BIDANG KEDOKTERAN DI INDONESIA

Hussein S. Kartamihardja

Bagian Kedokteran Nuklir, Fakultas Kedokteran UNPAD –RS Dr. Hasan Sadikin, Bandung E-mail :

1.

PENDAHULUAN

Pemanfaatan teknologi nuklir dalam bidang kedokteran telah dirintis oleh para pionir dalam bidang ini sejak tahun 1930-an seperti penggunaan radionuklida dan senyawa bertanda (radiofarmaka) untuk kepentingan diagnosis atau pengobatan suatu penyakit.

Era teknologi nuklir di Indonesia ditandai dengan didirikannya reaktor nuklir pertama di Bandung yang mempunyai kapasitas 2 MW (Reactor Triga 2000) untuk kepentingan penelitian ilmu dan teknologi nuklir. Pada tahun 1982 sebuah reaktor untuk keperluan penelitian juga didirikan di Yogyakarta dengan kapasitas 300 KW dan dikenal dengan “Reaktor Kartini”. Pada tahun 1988 sebuah reaktor serba guna dengan kapasitas 30 MW di dirikan di Serpong Tangerang yang diberi nama “ Reaktor Atom Serba Guna Siwabessy”. Sejak didirikannya reaktor tersebut, perkembangan ilmu dan teknologi nuklir di Indonesia bertambah pesat khususnya dalam bidang kedokteran.

Era pemanfaatan teknologi nuklir dalam bidang kedokteran di Indonesia dimulai tidak lama setelah reaktor pertama didirikan di Bandung, yaitu pada tahun 1967 di tempat yang dikenal sebagai Pusat Reaktor Atom Bandung (PRAB). Sedangkan pelayanan kedokteran nuklir pertama di rumah sakit dimulai pada tahun 1971 di Bagian Kedokteran Nuklir RS Dr. Hasan Sadikin /Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran di Bandung.

Perkembangan kedokteran nuklir di Indonesia mengalami pasang surut dengan berbagai banyak peluang dan tantangan. Namun demikian sampai saat ini masih lebih banyak hambatan yang dihadapi dalam pengembangannya.

Ilmu Kedokteran Nuklir, merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran yang mandiri terpisah dari spesialisasi lain, hal ini dipertegas dengan definisi kedokteran nuklir yang dikeluarkan oleh IAEA dan WHO pada tahun

1988; Nuclear Medicine is defined as a medical specialty which uses the nuclear properties of matter to investigate physiology and anatomy, diagnosis diseases, and to treat with unsealed sources of radionuclide.

Teknologi kedokteran nuklir dalam bidang kedokteran seperti tercermin dari definisi tersebut, yaitu suatu teknologi yang memanfaatkan sumber radiasi terbuka yang berasal dari disintegrasi inti yang disebut dengan radionuklida buatan yang digunakan untuk tujuan diagnosis melalui pemantauan proses fisiologi dan anatomi dan untuk tujuan pengobatan. Perkembangan kedokteran nuklir kemudian memungkinkan teknologi ini digunakan dalam berbagai penelitian medik dan kemampuannya tidak hanya didasarkan pada proses fisiologis saja, tetapi dapat menganalisis sampai pada tingkat melekuler dan proses metabolisme.

Beberapa karakteristik ilmu kedokteran nuklir yang membedakannya dari cabang ilmu kedokteran lain termasuk radiologi, adalah sebagai berikut:

1. Radiasi yang digunakan adalah radiasi pengion yang merupakan sumber sinar terbuka yang berasal dari disintegrasi inti yaitu radionuklida buatan sebagai sumber radiasi,

2. Teknik diagnostik didasarkan atas proses fisiologis dan metabolisme dari organ yang diperiksa bahkan pada tingkat molekuler, melalui pencitraan statik dan dinamik atau studi non-pencitraan berupa angka atau grafik,

3. Pada umumnya teknologi ini bersifat non-invasif,

4. Prinsip pemeriksaan yang didasarkan pada proses fisiologis dan metabolisme memungkinkan pemeriksaan ini mempunyai tingkat sensitifitas yang tinggi, walaupun dengan spesifisitas kurang dibandingkan sensitifitasnya,.

(2)

petugas pada umumnya relatif lebih rendah dibandingkan dengan pemeriksaan dengan sinar X.

Pelayanan Kedokteran Nuklir merupakan pelayanan yang bersifat multidisipliner, karena dalam pelaksanaannya melibatkan berbagai disiplin ilmu yaitu ilmu kedokteran, instrumentasi dan radiofarmasi. Ketiga unsur itu mutlak diperlukan dalam pelayanan kedokteran nuklir. Salah satu unsur tidak terpenuhi maka tidak akan ada pelayanan kedokteran nuklir yang optimal.

Radionuklida merupakan salah satu unsur yang diperlukan dalam pelayanan kedokteran nuklir. Radionuklida atau radiofarmaka yang akan digunakan harus memenuhi beberapa persyaratan farmakologis, karena penggunaannya dimasukan ke dalam tubuh baik melalui suntikan atau mulut. Radionuklida yang ideal untuk pencitraan adalah yang mempunyai karakteristik sebagai berikut :

1. Waktu paro fisik pendek, namun masih cukup untuk dilakukan proses penyiapan, transportasi dan aplikasi klinik,

2. Memancarkan radiasi gamma murni dengan tingkat energi antara 100 – 140 KeV, sehingga sangat ideal untuk sistem pendeteksian menggunakan kamera gamma,

3. Memilikii sifat fisik yang sesuai dengan tujuan pemeriksaan atau pengobatan, 4. Memenuhi persyaratan farmasetikal yang

bebas kontaminasi kimia maupun biologik serta tidak toksik,

5. Radiofarmaka hendaknya ikut secara spesifik pada proses fisiologis atau metabolisme organ yang akan diteliti. Berbagai jenis radionuklida telah banyak digunakan, namun saat ini yang dianggap paling ideal adalah Technetium-99m (Tc-99m), karena radionuklida ini memiliki sifat fisik yang memungkinkan untuk digunakan dalam menandai berbagai macam farmaka. Sifat fisik yang demikian tersebut memberikan keuntungan, yaitu dengan satu radionuklida dapat digunakan untuk pemeriksaan berbagai organ tubuh. Sedangkan untuk kepentingan pengobatan radiasi interna adalah radionuklida yang memancarkan sinar beta murni.

Radiofarmaka merupakan suatu senyawa antara bahan non-radioaktif (farmaka) dengan bahan radioaktif (radionuklida). Farmaka yang biasanya dipilih adalah zat yang apabila dimasukan ke dalam tubuh melalui suntikan atau mulut akan mengikuti proses metabolisme normal tanpa mengganggu fungsi normal organ

yang akan diteliti. Berbagai radiofarmaka memberikan kesempatan untuk mempelajari struktur dan melokalisasi antigen menggunakan antibody bertanda, reseptor, system enzim dan hormonal, lokalisasi infeksi, inflamasi dan deteksi dini kanker. Pencitraan tidak hanya didasarkan pada kelainan tingkat organ atau seluler tapi juga molekular.

Pemanfaatan teknologi nuklir dalam bidang kedokteran dapat digunakan untuk diagnosis yang meliputi diagnosis in-vivo dan in-vitro. Selain digunakan untuk tujuan diagnosis dapat juga digunakan untuk pengobatan yang dikenal dengan pengobatan radiasi interna. Pada pemeriksaan in-vivo penderita akan mendapat paparan radiasi melalui radiofarmaka yang dimasukan ke dalam tubuhnya. Sedangkan diagnostik in-vitro adalah metoda diagnostik menggunakan radionuklida untuk menentukan berbagai kadar zat tertentu dalam tubuh, misalnya kadar hormon, petanda tumor dan lain-lain dalam darah, urin atau air liur penderita. Dengan demikian pada diagnostik in-vitro penderita tidak mendapat paparan radiasi sama sekali.

2. PELAYANAN KEDOKTERAN NUKLIR DI INDONESIA

Banyak faktor yang berpengaruh terhadap pelayanan Kedokteran Nuklir di Indonesia, baik yang bersumber dari internal maupun ekternal. Indonesia sebenarnya memiliki 17 rumah sakit yang dapat dan pernah memberikan pelayanan kedokteran nuklir, namun karena kesulitan peralatan dan sumber daya manusia saat ini hanya tinggal 10 rumah sakit yang dapat memberikan pelayanan. Dari ke 10 rumah sakit tersebut juga tidak semuanya dapat memberikan pelayanan yang prima. Sebagian besar rumah sakit tersebut terletak di Jakarta, yaitu 6 rumah sakit dan hanya satu yang ada di luar pulau jawa yaitu di RS Dr. Djamil Padang.

Kendala pelayanan kedokteran nuklir di Indonesia meliputi kualitas dan keterjangkauan pelayanannya. Keberadaan pelayanan kedokteran nuklir yang hanya terkonsentrasi di pulau Jawa bahkan sebagian besar ada di Jakarta, maka masyarakat yang mempunyai akses ke pelayanan tersebut sangat terbatas, sehingga banyak pasien khususnya dari Sumatera yang lebih mudah berobat ke Penang Malaysia atau Singapore dari pada ke Jakarta atau Bandung.

(3)

Tabel 1. Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas dan jenis pelayanan kedokteran nuklir yang dapat diberikan.

Kota Rumah Sakit Fasilitas Catatan

Jakarta o Cipto Mangunkusumo o Pertamina

o Gatot Subroto o Kanker Dharmais o Jantung Harapan Kita o MMC

o Fatmawati

o Gading Pluit

In vivo, Therapy In vivo, In vitro, Therapy In vivo, In vitro, Therapy In vivo, Therapy In vivo – Cardiology In vivo

In vivo, In vitro, Therapy PET/CT - Cyclotron

Non-active Non-active

Bandung Hasan Sadikin In vivo,In vitro, Therapy Pusat Pendidikan Spesialit NM Yogyakarta Sardjito In vivo, Therapy

Semarang Kariadi In vivo, Therapy Non-active

Surabaya Sutomo In vivo

Malang Saiful Anwar Cardiology Non-active

Padang M. Djamil In vivo, Therapy Medan Adam Malik

Marta Fista

In vivo

In-vivo, Therapy

Non-active

Makassar RS Akademis In vivo Non-active

Kualitas pelayanan kedokteram nuklir sangat bergantung kepada kualitas peralatan, radiofarmaka dan sumber daya manusia khususnya dokter. Kendala utama yang dihadapi sebagian besar rumah sakit adalah peralatan khususnya kamera gamma. Sulitnya rumah sakit mendapatkan peralatan gamma kamera baru merupakan salah satu penyebab kualitas pelayanan kedokteran nuklir di Indonesia tidak memuaskan. Kesulitan tersebut disebabkan oleh pelayanan kedokteran nuklir bukan merupakan salah satu prioritas dalam program kesehatan Departemen Kesehatan. Sebagai contoh sejak didirikan pelayanan kedokteran nuklir di RSHS pada tahun 1971 sampai sekarang baru 3 kali pengadaan kamera gamma, yaitu awal pendirian, tahun 1985 dan terakhir tahun 2004. RSHS merupakan RS unggulan dan rujukan nasional untuk pelayanan kedokteran nuklir. RS Sardjito memiliki peralatan kamera gamma tahun 1987 demikian pula dengan RS Kariadi.

Kontinuitas dan kualitas ketersediaan radiofarmaka menjadi sangat penting untuk pelayanan kedokteran nuklir. Ketersediaannya dapat dipenuhi melalui import atau berasal dari produksi dalam negeri. Kendala utama dari penyediaan melalui import adalah selain harganya relatif lebih mahal, kendala lainnya adalah berkaitan dengan regulasi. Para importer sering menghadapi kendala pada saat transportasi dan clearance dari bea cukai. Tidak adanya aturan yang jelas dan faktor ketidak tahuan sering menjadi kendala.

Para pakar dalam bidang radiofarmasi di

Indonesia khususnya di Batan mempunyai kemampuan yang tinggi untuk membuat berbagai jenis farmaka paling tidak pada tingkat penelitian sudah teruji baik. Namun sayangnya masih ditemukan kendala pada skala untuk pelayanan rutin.

Kendala lain yang juga dihadapi adalah ketersediaan sumber daya manusia yang handal dalam pelayanan kedokteran nuklir, tidak hanya keterbatasan jumlah dokter spesialis kedokteran nuklir, tetapi juga sumber daya manusia lainnya. Di Indonesia jumlah dokter spesialis kedokteran nuklir berjumlah 30 orang yang harus melayani lebih dari 220 juta penduduk. Suatu jumlah yang sangat jauh dari optimal untuk memberikan pelayanan yang baik. Sejak didirikan program studi dokter spesialis kedokteran nuklir di FK Unpad/RSHS tahun 1998 baru menghasilkan 12 lulusan, suatu jumlah yang sangat minim. Minat untuk menekuni bidang ini sangat kurang diantara para dokter. Berbagai alasan dikemukan mengapa jarang sekali dokter yang berminat, antara lain faktor ketidaktahuan dan tidak menjanjikan dari segi finansial. Demikian pula apresiasi sejawat dokter lain terhadap kedokteran nuklir juga dirasakan sangat kurang. Hal ini banyak juga disebabkan oleh faktor ketidaktahuan.

Faktor ketidaktahuan tentang teknologi nuklir dalam bidang kedokteran dikalangan masyarakat juga sangat kurang. “Nuclear Phobia” masih kerap ditemui dikalangan masyarakat.

(4)

3. PERLUKAH PELAYANAN KEDOKTERAN NUKLIR DI INDONESIA

Pertanyaan semacam ini kerap timbul di berbagai kesempatan. Untuk bisa menjawab pertanyaan ini maka tentunya harus dipahami dulu pola penyakit yang ada di Indonesia dan bagaimana peranan kedokteran nuklir dalam pengelolaan berbagai penyakit.

Pola penyakit di Indonesia, seperti juga di negara lain terjadi perubahan dalam pola penyakit. Pola penyakit yang dulu didominasi oleh infeksi dan kekurangan gizi, maka sekarang mulai berubah kearah penyakit degeneratif dan metabolisme, penyakit jantung koroner dan kanker. Penyakit-penyakit tersebut menunjukan kecenderungan meningkat sangat signifikan.

Penelitian dalam bidang kedokteran sangat berkembang, baik dalam penelitian dasar maupun penelitian terapan termasuk penelitian biomedik yang melibatkan bidang ilmu terkait lainnya. Dari kedua sisi tersebut teknologi kedokteran nuklir memegang peranan yang sangat penting.

Dalam dunia kedokteran juga terjadi perubahan paradigma, yaitu konsep pelayanan kedokteran yang dulu berorientasikan pada organ, sekarang berubah menjadi berorientasikan molekuler. Diawali dengan biologi molekuler, kemudian kedokteran molekuler dan kedokteran nuklir molekular. Fokus perhatian dari kedokteran nuklir molekuler adalah proses metabolisme, immunologi dan studi reseptor pada endokrinologi, tumor dan neurotransmitter. Kedokteran nuklir menjadi jembatan yang menghubungkan kedokteran molekuler dengan

kedokteran klinik dan juga ilmu dasar yang berhubungan dengan penelitian dengan teknologi kedokteran.

Masa depan kedokteran nuklir terfokus pada masalah metabolisme, immunologi dan reseptor. Peranan kedokteran nuklir dalam bidang kardiologi meliputi studi perfusi miokard dan penentuan viabilitas miokard sangat penting untuk menentukan stratifikasi risiko penyakit jantung koroner. Selain itu juga berperan dalam pencitraan neurotransmitter jantung dan pencegahan terjadinya restenosis pada penderita yang menjalani revaskularisasi.

Penetuan derajat kanker dan monitoring hasil pengobatan penyakit kanker merupakan hal yang penting dalam pengelolaan penyakit kanker. Kedokteran nuklir mempunyai peranan yang sangat penting dalam hal tersebut. Selain berperan untuk kepentingan diagnosis kanker menggunakan teknologi radioimmuno scintigraphy, kedokteran nuklir juga berperan dalam pengobatan kanker melalui radionuclidetherapy atau radioimmunotherapy dan pengobatan paliatif pada nyeri akibat penyebaran kanker ke tulang.

Dalam bidang neurosciences kedokteran nuklir mempunyai peranan penting dalam pengelolaan penyakit serebrovaskuler, Alzheimer, schizophrenia, epilepsy dan studi neurotransmitter.

Berdasarkan uraian di atas, maka pelayanan kedokteran nuklir di Indonesia sangat diperlukan, bahkan tidak terbatas pada pelayanan kedokteran nuklir konvensional yang hanya mengandalkan pencitraan menggunakan radionuklida photon, tetapi juga positron dengan peralatan PET / CT.

Tabel 2.Status dan jumlah SDM pada pelayanan Kedokteran Nuklir di Indonesia

No Rumah Sakit Status Dokter SpKN Radiofarmasis

1 Cipto Mangunkusumo Subbag Radiologi 2

2 Pertamina Bagian 2

3 Gatot Subroto Subbag Radionuklir 4 4 Kanker Dharmais Subbag Radiologi - 5 Jantung Harapan Kita Bagian 1 6 Gading Pluit Bagian Radiologi -

7 Sardjito Subbag Radiologi 1

8 Sutomo Subbag Radiologi 1

9 M. Djamil Instalasi 1

10 Hasan Sadikin Bagian / UPF 7 (11 residen)

1 Catatan : 6 orang Dr. SpKN bekerja di BATAN, 5 orang non-aktif.

(5)

4. PROSPEK DAN TANTANGAN PELAYANAN KEDOKTERAN NUKLIR

Pemanfaatan teknologi nuklir dalam bidang kedokteran mempunyai prospek yang sangat baik di Indonesia dengan banyak faktor yang mendukung , sebagai berikut :

1.

Jumlah penduduk Indonesia lebih dari 220 juta jiwa merupakan pasar potensial untuk industri dalam dan luar negeri.

2.

Perubahan dalam pola penyakit serta paradigma dalam pengelolaan penyakit dengan pendekatan kedokteran molekuler memberikan ruang yang besar bagi peranan kedokteran nuklir.

3.

Batan mempunyai kemampuan

memproduksi radionuklida dan radiofarmaka untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri bahkan diekspor ke Negara tetangga.

4.

Pengakuan pelayanan kedokteran nuklir sebagai pelayanan kedokteran mandiri dari instansi terkait seperti Departemen Kesehatan dan Bapeten, merupakan peluang yang besar. Aturan yang mengharuskan instalasi kedokteran nuklir mempunyai organisasi tersendiri dan memenuhi standar pelayanan yang ditetapkan, memberikan peluang untuk mengembangkan kedokteran nuklir lebih leluasa. Sebagai konsekuensi logis dari Permenkes dan Kepmenkes, maka Depkes harus memenuhi kebutuhan sarana, prasarana dan kelengkapan SDM sesuai dengan standar pelayanan kedokteran nuklir.

5.

Beberapa program studi pendidikan dokter spesialis dan konsultan bidang tertentu, seperti PPDS penyakit jantung dan pembuluh darah (SpJP) serta konsultan endokrinologi mensyaratkan untuk menjalani stase di bagian kedokteran nuklir. Satu Fakultas Kedokteran apabila akan menyelenggarakan program studi dokter SpJP, maka rumah sakit tempat dilaksanakan program tersebut harus memiliki fasilitas pelayanan kedokteran nuklir khususnya dalam kardiologi nuklir. Selain peluang yang sangat besar untuk mengembangkan pemanfaatan teknologi nuklir dalam bidang kedokteran di Indonesia, namun saat ini masih banyak pula hambatan yang dihadapi dalam memberikan pelayanan kedokteran nuklir yang baik. Beberapa faktor kunci yang berpengaruh pada baiknya pelayanan

kedoketaran nuklir di Indonesia adalag sebagai berikut :

1. Pelayanan kedokteran nuklir sangat tergantung pada suplai dan logistik radiofarmaka yang baik. Sebenarnya Batan sudah mampu untuk memproduksi radionuklida dan radiofarmaka untuk berbagai keperluan dalam pelayanan kedokteran nuklir di Indonesia, namun sayangnya masih ditemui kendala yang sangat mengganggu dalam hal suplai dan logistik serta aspek legalitasnya. Untuk mengadapi masalah ini harus mengimport dari Negara lain yang juga tidak sederhana. Selain harganya mahal, kendala yang sering ditemui adalah masalah transportasi dan clearance dari bea cukai.

2. Ketersediaan peralatan utama pelayanan kedokteran nuklir dan fasilitas pendukungnya merupakan hambatan yang sama besarnya. Banyak kamera gamma yang sudah sangat tua dan sering rusak, selain tidak dapat memberikan kualitas pencitraan yang baik, juga tidak mampu untuk mengikuti perkembangan ilmu kedokteran.

3. Jumlah sentra pelayanan dan dokter spesialis kedokteran nuklir saat ini masih sangat minim dibandingkan dengan jumlah penduduk. Selain itu profesi mitra dalam pelayanan kedokteran nuklir juga sangat minin. Saat ini belum ada institusi pendidikan resmi di Indonesia untuk radiofarmasis dan teknologis kedokteran nuklir. Sebagian besar mereka menjalani pelatihan non-formal.

4. Kesulitan untuk mendapatkan dokter yang berminat untuk mengembangkan profesinya dalam bidang kedokteran nuklir, menjadi hambatan utama dalam pemerataan pelayanan kedokteran nuklir di Indonesia.

5. “Nuclear phobia” masih merupakan kendala yang memerlukan perhatian. Edukasi tentang manfaat dan keselamatan radiasi dalam bidang kedokteran nuklir harus dilaksanakan terus menerus dengan memanfaatkan berbagai cara.

5. PENUTUP

Pemanfaatan teknologi nuklir dalam bidang kedokteran mempunyai peranan penting baik untuk kepentingan diagnosis dan pengobatan juga untuk pemantauan hasil pengobatan suatu penyakit. Kedokteran nuklir merupakan bidang

(6)

kedokteran yang dapat berperan sebagai jembatan penghubung antara ilmu dasar medik dan kedokteran klinik serta berperan penting dalam penelitian biomedik.

Kedokteran nuklir mempunyai peranan yang unik dalam pengelolaan berbagai macam penyakit, denagn karakteristik yang dimilikinya,

yaitu sangat sensitif dalam mendeteksi kelainan pada stadium dini bahkan pada tingkat metabolisme dan molekuler.

Masa depan kedokteran nuklir sangat tergantung pada penerimaan dan penghargaan yang baik dari pemegang kebijakan dan masyarakat serta dukungan fasilitas.

Gambar

Tabel 1. Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas dan jenis pelayanan kedokteran nuklir yang dapat  diberikan
Tabel 2.Status dan jumlah SDM pada pelayanan Kedokteran Nuklir di Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Laboratorium standardisasi radionuklida pada Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi – Badan Tenaga Nuklir Nasional telah dapat meningkatkan hasil

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peluang dan tantangan yang dihadapi industri komponen otomotif Indonesia. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang

Pelibatan mahasiswa dalam kegiatan riset merupakan salah satu strategi yang dapat ditempuh untuk menciptakan SDM handal dan berkualitas dalam bidang Nuklir khususnya yang

Berdasarkan referensi dokumen paten AS mengenai pemanfaatan teknologi nuklir untuk tanaman padi tahun 2007–2016, referensi paten sebagian besar berupa dokumen nonpaten, yakni 1.361

Mengingat industri energi nuklir di Indonesia terutama untuk pembangkit listrik masih dalam taraf pengenalan, unit kerja di bawah Deputi Bidang TEN yang khusus menangani

TANTANGAN DAN PELUANG INDONESIA DALAM PEMBENTUKAN ASEAN COMMUNITY 2015 DI

Indonesia sebagai salah satu negara di Asia Tenggara yang memiliki potensi uranium yang besar dan berkualitas baik di Kalimantan Barat, program pengembangan teknologi nuklir

228, jika di hubungkan dengan pemanfaatan teknologi kedokteran menurut penelitian yang telah dilakukan, bahwa adanya alat ultrasonografi (USG) untuk memastikan