rs5186 PADA MASYARAKAT DI WILAYAH CIPUTAT
TIMUR DENGAN METODE REAL TIME PCR
“Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN”
OLEH: Ariyona Insani NIM 11161030000034
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Penelitian ini memiliki judul SINGLE
NUCLEOTIDE POLYMORPHISM GEN AGTR1 rs5186 PADA MASYARAKAT DI WILAYAH CIPUTAT TIMUR DENGAN METODE
REAL TIME PCR. Saat mengerjakan penelitian ini peneliti mendapatkan banyak
bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Hari Hendarto, Sp.PD-KEMD, Ph.D, FINASIM selaku Dekan FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. dr. Achmad Zaki, M.Epid, SpOT selaku Kaprodi Kedokteran FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Seluruh staf pengajar yang telah memberikan banyak ilmu selama saya menempuh pendidikan di Program Studi Kedokteran FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Pak Chris Adhiyanto, S.Si, M.Biomed, PhD dan dr. Siti Nur Aisyah Jauharoh, Ph.D selaku pembimbing pertama dan kedua yang selalu membimbing, memotifasi dan menyediakan waktunya untuk berdiskusi mengenai penelitian ini.
5. drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku Penanggung Jawab Modul Riset Program Studi Pendidikan Kedokteran 2016.
6. Dr. Zeti Harriyati, S.Si, M.Biomed dan drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku penguji pertama dan kedua saya.
7. Kedua orang tua saya Sunaryoko dan Ariana Machyuni yang selalu membimbing, manasihati, memotivasi dan memberikan dukungan penuh selama hidup saya.
8. Kedua adik laki-laki saya Yoga Ary Leksono dan Yosa Satrio Ary yang selalu membantu saya.
vi
9. Pak Chris Adhiyanto, M.Biomed, Ph.D selaku PJ Laboratorium Riset dan Dr. Zeti Harriyati, S.Si, M.Biomed selaku PJ Laboratorium Biologi yang telah memberikan izin untuk penggunaan laboratorium selama penelitian.
10. Laboran dan OB di laboratorium lantai 2, Mba Isur dan Pak Apung yang sudah banyak membantu selama proses penelitian.
11. dr. Yosa Rini dan dr. Sarry Anisah sebagai dokter di Puskesmas Pisangan yang telah membatu saya selama pengumpulan sampel.
12. Teman seperjuangan dalam penelitian ini yaitu Afifah Raisa Halim dan Chindy Maylawati Putri yang telah berjuang bersama melewati suka dan duka.
13. Teman dekat saya Afifah Raisa Halim, Sintia Nuri Puspasari, Ayu Namirah Filayeti, Sarah Hanifah, Putri Nur Baeti dan sejawat PACEMAKER FK UIN 2016 yang telah membatu saya selama menempuh pendidikan di FK UIN Jakarta.
14. Sahabat saya Katherine Maulidina dan Aliffa Rizky Dessisyenumi yang telah memberikan support kepada saya selama ini.
15. Seluruh responden penelitian, yaitu mahasiswa FK UIN angkatan 2016-2018 dan pasien di Puskesmas Ciputat Timur yang telah bersedia memberikan salivanya untuk penelitian ini.
16. Serta semua pihak yang telah membantu saya yang tidak dapat saya sebutkan seluruhnya pada penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak ditemukan kesalahan. Kritik dan saran yang membangun dari semua pihak akan sangat membantu untuk memperbaiki kesalahan tersebut. Diharapkan penelitian ini akan memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukan. Akhir kata, semoga Allah SWT memberikan balasan serta rahmat dan ridhonya bagi kita semua. Wassalamualaikum Wr. Wb.
Ciputat, 29 November 2019
vii ABSTRAK
Ariyona Insani. Program Studi Kedokteran. Single Nucleotide Polymorfism Gen AGTR1 rs5186 pada Masyarakat di Wilayah Ciputat Timur dengan Metode Real Time PCR. 2019.
Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAA) merupakan komponen protein yang meregulasi tekanan darah. Salah satu variasi genetik dari Sistem RAA adalah rs5186, merupakan bagian dari gen AGTR1 atau pengkode reseptor angiotensin II tipe I yang berkaitan dengan hipertensi esensial pada populasi Asia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran polimorfisme rs5186 dengan kejadian hipertensi esensial di wilayah Ciputat Timur. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross sectional dan metode purposive sampling. Responden penelitian berjumlah 120 orang, terdiri dari 60 orang normotensi dan 60 orang dengan hipertensi. Saliva dari kedua kelompok responden dilakukan isolasi DNA & diidentifikasi menggunakan RT PCR. Penelitian ini menunjukkan bahwa gambaran polimorfisme rs5186 pada kelompok normotensi adalah 65% genotip mutan, 27% heterozigot dan wild type sejumlah 8%. Sedangkan, persebaran pada kelompok hipertensi adalah 52% genotip mutan, 33% heterozigot, dan 15% wild
type. Gambaran polimorfisme rs5186 ditemukan genotip CC (mutan) lebih tinggi
dibanding AC (heterozigot) dan AA (wild type) pada masyarakat Ciputat Timur.
viii ABSTRACT
Ariyona Insani. Medical Study Program. Single Nucleotide Polymorfism of Gen AGTR1 rs5186 in Ciputat Timur Population using Real Time PCR. 2019. Renin Angiotensin aldosterone System (RAA) is a protein component that regulates the blood pressure. One of the genetic variation in the RAA system is rs5186 that was a part of the AGTR1 gene that encodes type I angiotensin II receptor which relates to essential hypertension in Asian populations. This research aims to determine the distribution of rs5186 polymorphism with the incidence of essential hypertension at Ciputat Timur region. This is a descriptive research with cross sectional design and purposive sampling methods. The number of respondents were 120 people, consisting of 60 normotensions and 60 hypertension patients. Saliva of both groups respondent were processed with DNA isolation & identified using RT PCR. This study showed that the distribution of rs5186 polymorphism on normotension consist of 65% mutant genotype, 27% were heterozygous and 8% were wild type. Meanwhile, the distribution in hypertension patients were 52% of mutant genotype, 33% of heterozygous, and 15% of wild type. The depiction of rs5186 polymorphism showed that the genotype of CC (mutants) were higher compared to AC (heterozygous) and AA (wild type) at Ciputat Timur area.
ix DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA. ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... iv
KATA PENGANGTAR ... v
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL. ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
DAFTAR SINGKATAN ... xv BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1.Latar Belakang ... 1 1.2.Rumusan Masalah ... 2 1.3.Tujuan Penelitian ... 2 1.4.Manfaat Penelitian ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1.Landasan Teori... ... 4 2.1.1. Hipertensi ... 4 2.1.1.1. Definisi Hipertensi ………...4 2.1.1.2. Klasifikasi Hipertensi……….. 4 2.1.1.3. Epidemiologi Hipertensi.………..6 2.1.1.4. Etiologi Hipertensi…………..……….8
2.1.1.5. Patogenesis dan Patofisiologis Hipertensi………8
2.1.1.6. Manifestasi Klinis Hipertensi……….14
2.1.1.7. Faktor Risiko Hipertensi……….14
x
2.1.1.9. Komplikasi Hipertensi………15
2.1.1.10. Prognosis Hipertensi……….15
2.1.1.11. Tata Laksana Hipertensi………...15
2.1.2. Single Nucleotide Polimorfisme Terhadap Hipertensi ... 18
2.1.1.1. DNA………...18 2.1.1.2. Mutasi Gen……….19 2.1.1.3. rs5186………22 2.1.3. Identifikasi DNA ... 25 2.1.1.1. PCR………25 2.1.1.2. Sekuensing DNA ………...27 2.1.1.3. Enzim Restriksi………..28 2.2.Kerangka Teori ... 29 2.3.Kerangka Konsep ... 30 2.4.Definisi Operasional ... 31
BAB III METODE PENELITIAN ... 32
3.1. Desain Penelitian ... 32
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 32
3.3. Sampel Penelitian ... 32
3.4. Besar Sampel ... 32
3.5. Teknik Pengambilan Sampel ... 33
3.5.1. Kriteria Inklusi ... 33
3.5.2. Kriteria Ekslusi ... 33
3.6. Alur Penelitian ... 34
3.7. Prosedur Penelitian ... 35
3.8. Cara Kerja Penelitian ... 35
3.8.1. Pengumpulan Data ... 35
3.8.2. Isolasi DNA ... 36
3.8.3. Pengukuran Konsentrasi dan Kemurnian DNA ... 37
3.8.4. Real Time PCR (RT PCR) ... 38
xi
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43
4.1. Hasil ... 43
4.1.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 43
4.1.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 43
4.1.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Tekanan Darah ... 44
4.1.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Genotip ... 45
4.1.5. Frekuensi alel rs5186 ... 45
4.2. Pembahasan ... 46
4.3. Keterbatasan Penelitian ... 49
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 50
5.1. Simpulan ... 50
5.2. Saran ... 50
DAFTAR PUSTAKA ... 51
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC VIII ... 4
Tabel 2.2 Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO ... 5
Tabel 2.3 Klasifikasi Hipertensi Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia ... 5
Tabel 3.1 Komponen Campuran SNP untuk DNA Assay ... 38
Tabel 4.1 Karakteristik Jenis Kelamin Total Responden ... 43
Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 44
Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Tekanan Darah ... 44
Tabel 4.4 Karakteristik Sampel Berdasarkan Genotip ... 45
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Prevalensi Hipertensi Berdasarkan Hasil Pengukuran pada Penduduk
Umur > 18 Tahun Menurut Provinsi Tahun 2007, 2013, dan 2018 .... 6
Gambar 2.2 Prevalensi Hipertensi Berdasarkan Diagnosis Dokter pada Penduduk Umur > 18 Tahun Menurut Provinsi, 2018 ... 7
Gambar 2.3 Prevalensi Hipertensi (Diagnosis dokter) Menurut Kelompok Umur, Gender, dan Tempat Tinggal pada 2018 ... 7
Gambar 2.4 Faktor yang Memengaruhi Rerata Tekanan Arteri ... 9
Gambar 2.5 Pengaruh Persarafan Simpatis dan Parasimpatis Terhadap Rerata Tekanan Arteri ... 10
Gambar 2.6 Mekanisme Kompensasi Tubuh terhadap Perubahan Tekanan Darah ... 13
Gambar 2.7 Tahapan Terapi untuk Hipertensi ... 17
Gambar 2.8 Contoh Mutasi ... 21
Gambar 2.9 Komponen Halotype ... 22
Gambar 3.1 Langkah Isolasi Genom dengan Air Liur ... 37
Gambar 3.2 Penyusun Utama dari The LightCycler® 480 Instrumen ... 39
Gambar 3.3 Representasi Proses Endpoint Genotyping dengan Pewarna Berbeda ... 40
Gambar 3.4 Screen Genotyping Analysis ... 41
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 Susunan Basa Nitrogen gen AGTR1 pada Manusia ... 56
LAMPIRAN 2 Karakteristik Responden Hipertensi ... 69
LAMPIRAN 3 Karakteristik Responden Normotensi ... 71
LAMPIRAN 4 Karakteristik Sampel Hipertensi ... 73
LAMPIRAN 5 Karakteristik Sampel Normotensi... 75
LAMPIRAN 6 Alat dan Bahan ... 77
LAMPIRAN 7 Surat Persetujuan Etik ... 80
LAMPIRAN 8 Informed Consent ... 81
xv
DAFTAR SINGKATAN
SNP Single Nucleotde Polymorphism
AGTR1 Angiotensin II type 1 Receptor
AT1R Angiotensin II type 1 Receptor
AT2R Angiotensin II type 2 Receptor
RT PCR Real Time Polymerase Chain Reaction
JNC Joint National Committee
WHO World Health Organization
NO Nitrit Oksida
ACE Angiotensin Converting Enzyme
ENAC Amiloride-sensitive Epithelial Sodium
Channels
LDL Low Density Lipoprotein
HDL High Density Lipoprotein
TSH Thyroid Stimulating Hormone
PTH Parathyroid Hormone
DNA Deoxyribonucleic Acid
RNA Ribonucleic Acid
mRNA Messenger Ribonucleic Acid
GWAS genome wide assotiation study
RAAS Renin Angiotensin Aldosterone System
AGT Angiotensin
ADD1 Alpha Adducin
UTR Untranslated region
GPCR G protein-coupled receptor
dNTP Deoksiribonukleosidatrifosfat
ATP Adenosine Triphosphate
RFLP Restriction Fragment Length
Polymorphism
xvi
qPCR Quantitative Polymerase Chain
Reaction
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik melebihi 140 mmHg dan tekanan darah diastolik melebihi 90 mmHg ditemukan dalam dua kali pengukuran dengan jeda lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang.1 Kejadian hipertensi dari tahun ke tahun terus meningkat. Prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan RISKESDAS pada tahun 2018 adalah sebesar 34,1% dan apabila dilihat prevalensinya berdasarkan usia khususnya usia lebih dari 18 tahun, prevalensi paling tinggi terdapat di Kalimantan Selatan (44,1%) selanjutnya di Jawa Barat lalu diikuti oleh daerah Kalimantan Timur.2
Penyakit ini merupakan tantangan bagi dunia kesehatan baik di Indonesia maupun di dunia karena hipertensi sering muncul tanpa disertai gejala (asimptomatik) sehingga, para penderita tidak menyadari bahwa mereka sudah menderita hipertensi. Pasien baru akan menyadari apabila mereka menderita komplikasi pada organ jantung (hipertrofi ventrikel kiri, infark miokard, gagal jantung), otak (stroke), penyakit ginjal kronis, penyakit arteri perifer, dan retinopati.1
Hipertensi dapat disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang memengaruhi adalah gen pembawa dan faktor eksternal dapat bersumber dari pola hidup yaitu kegiatan fisik dan makanan yang dikonsumsi. Berdasarkan faktor penyebabnya maka hipertensi dibagi menjadi hipertensi primer (95%) tidak diketahui penyebabnya (pengaruh genetik) dan hipertensi sekunder merupakan penyakit multifaktoral (5%).3
Polimorfisme pada susunan genetik dapat memengaruhi prevalensi hipertensi karena gen tersebut berperan dalam mengode susunan alel tertentu yang berperan dalam hipertensi. Sudah banyak penelitian dilakukan untuk membuktikan hubungan antara gen tertentu dengan hipertensi, salah satu genom yang berperan adalah rs5186.4,5
Single Nucleotide Polymorphism ini merupakan bagian dari gen AGTR1
berperan dalam memediasi fungsi kardiovaskular dari angiotensin II. Beberapa fungsinya yaitu mengakibatkan vasokonstriksi, meningkatkan tekanan darah, dan memengaruhi kontraktilitas miokardium. Fungsi rs5186 tersebut berperan dalam meregulasi tekanan darah.6
Menurut meta-analisis yang dilakukan oleh Dong-Xing Liu et al menyatakan bahwa terdapat hubungan antara rs5186 dengan kejadian hipertensi pada populasi Asian dan Kaukasian.4 Sudhir et al menemukan bahwa rs5186 terdapat di dalam gen AGTR1(Angiotensin II Type 1 Receptor) dan memiliki nama lain AT1R dan AT2R1 berkaitan dengan hipertensi di populasi India.5 Sebaliknya, menurut Yu-Ling Yang et al rs5186 di populasi Cina tidak berkaitan dengan hipertensi.7 Adanya perbedaan hasil penelitian sebelumnya dan belum adanya penelitian tentang gambaran persebaran rs5186 di Indonesia mendorong peneliti untuk mengeksplorasi hal tersebut.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disebutkan diatas, peneliti dapat merumuskan pertanyaan penelitian, bagaimana gambaran Single
Nucleotide Polymorphism gen AGTR1 rs5186 pada masyarakat di Ciputat
Timur menggunakan teknik Real Time PCR?
1.3. Tujuan Penelitian
Mengetahui gambaran Single Nucleotide Polymorphism gen AGTR1 rs5186 pada masyarakat di Ciputat Timur menggunakan teknik Real Time PCR.
1.4. Manfaan Penelitian 1.4.1. Bagi institusi
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dalam perpustakaan Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
1.4.2. Bagi peneliti
Menambah ilmu pengetahuannya tentang Single Nucleotide Polymorphism rs5186
1.4.3. Bagi masyarakat
Sebagai salah satu bahan acuan khususnya dalam faktor genetik sebagai faktor risiko untuk tindakan preventif bagi hipertensi
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Hipertensi 2.1.1.1. Definisi Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang.1
2.1.1.2. Klasifikasi Hipertensi
Hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yaitu dari tingkat keparahan:
Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC VIII.8 Klasifikasi Tekanan darah
sistolik(mmHg) Tekanan darah diastolik (mmHg) Normal <120 <80 Prehipertensi 120-139 80-89 Hipertensi stage 1 140-159 90-99 Hipertensi stage 2 >160 >100
Berdasarkan klasifikasi JNC VIII hipertensi dapat digolongkan menjadi prehipertensi apabila tekanan darah sistolik sudah melebihi 120 mmHg dan tekanan darah diastolik melebihi 80 mmHg, hipertensi stage 1 jika tekanan darah sistolik antara 140-159 mmHg dan diastoliknya antara 90-99 mmHg dan stage 2 dengan sistolik lebih dari sama dengan 160 mmHg dan diastolik lebih dari sama dengan 100 mmHg.8
Tabel 2.2 Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO.9 Klasifikasi Tekanan darah sistolik
(mmHg) Tekanan darah diastolik (mmHg) Normal <130 <85 Normal tinggi 130-139 85-89 Grade 1 140-159 90-99 Grade 2 160-179 100-109 Grade 3 > 180 >110
Sedangkan menurut klasifikasi WHO, hipertensi dibagi menjadi normal tinggi, grade 1, grade 2, dan grade 3. Dengan tekanan darah minimal sistolik sudah melebihi 130 mmHg dan diastolik sudah melebihi 85 mmHg. Klasifikasi ini dibuat pada tah2003.9
Tabel 2.3 Klasifikasi Hipertensi Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia.10
Klasifikasi Tekanan darah sistolik (mmHg) Tekanan darah diastolik (mmHg) Optimal <120 <80 Normal 120-129 80-84 Normal tinggi 130-139 84-89 Hipertensi derajat 1 140-159 90-99 Hipertensi derajat 2 160-179 100-109 Hipertensi derajat 3 >180 >110 Hipertensi sistolik terisolasi >140 <90
Hipertensi dapat di golongkan berdasarkan jenis tekanan darah yang mengalami peningkatan yaitu, Isolated Systolic Hypertension dimana yang meningkat hanya tekanan sistoliknya saja sedangkan Isolated
Diastolic Hypertension dimana peningkatan terjadi hanya pada tekanan
diastoliknya. Penggolongan ini dibuat oleh British Hypertension
Terdapat pula jenis hipertensi lain yakni hipertensi pulmonal. Hipertensi jenis ini adalah suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah pada pembuluh darah arteri paru-paru sehingga mengakibatkan sesak nafas, pusing, dan pingsan pada saat melakukan aktivitas. Kriteria diagnosis untuk hipertensi pulmonal merujuk pada National Institute of Health, bila tekanan sistolik arteri pulmonalis lebih dari 35 mmHg atau rerata tekanan arteri pulmonalis lebih dari 25 mmHg pada saat istirahat atau lebih 30 mmHg saat aktivitas dan tidak didapatkan adanya kelainan katup pada jantung kiri, penyakit miokardium, penyakit jantung kongenital dan tidak adanya kelainan paru.1
2.1.1.3. Epidemiologi Hipertensi
Indonesia memiliki prevalensi hipertensi 25,8% pada tahun 2013 dengan usia penderita diatas 18 tahun dan meningkat pada tahun 2018 menjadi 34,1%.Prevalensi tertinggi berada di provinsi Sulawesi Utara (13,2%) dan terendah di Papua (4,4%).2
Gambar 2.1 Prevalensi Hipertensi Berdasarkan Hasil Pengukuran pada Penduduk Umur >18 Tahun Menurut Provinsi Tahun 2007, 2013, dan 2018.2
Prevalensi hipertensi dari tahun ke tahun selalu mengalami perubahan pada setiap provinsi, di Kalimantan Selatan terjadi peningkatan prevalensi hipertensi begitu pula dengan DKI Jakarta serta
Banten dan secara keseluruhan di Indonesia. Terdapat penurunan prevalensi hipertensi dari tahun 2007 hingga tahun 2018 di DIY, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Sulawesi Tenggara dan daerah-daerah lainnya.2
Gambar 2.2 Prevalensi Hipertensi Berdasarkan Diagnosis dokter pada Penduduk Umur > 18 Tahun Menurut Provinsi Tahun 2018.2
Prevalensi hipertensi tertinggi di Indonesia per tahun 2018 adalah daerah Sulawesi Utara dengan persentase 13,2% dan diikuti oleh DIY, lalu pada posisi ke tiga terdapat Kalimantan Timur. Untuk prevalensi terendah di Indonesia adalah Papua dengan persentase 4,4%.2
Gambar 2.3 Prevalensi Hipertensi (Diagnosis dokter) Menurut Kelompok Umur, Gender, dan Tempat Tinggal Pada 2018.2
Prevalensi tersebut meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki serta lebih sering di daerah perkotaan dibanding pedesaan.2
2.1.1.4. Etiologi Hipertensi
Berdasarkan etiologinya hipertensi dibagi menjadi hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi dikatakan primer apabila penyebabnya tidak diketahui (90%) dan dikatakan sekunder apabila diketahui penyebabnya (10%) yaitu penyakit lain seperti penyakit ginjal kronik, Sindroma Cushing, koartasio aorta, obstructive sleep apnea, penyakit paratiroid, feokromositoma, aldosteronism primer, penyakit renovaskular, penyakit tiroid. Selain itu hipertensi juga dapat disebabkan oleh obat-obatan seperti prednison, fludrokortison, triamsinolon, amfetamin, antivascular endothelin growth factor agent, estrogen,
calcineurin inhibitor, dll. Makanan juga dapat menginduksi hipertensi
apabila dikonsumsi secara berlebihan seperti sodium, etanol, licorice.3 Terdapat juga potensial lain yang dapat menyebabkan hipertensi primer yaitu gangguan regulasi garam oleh ginjal, asupan garam berlebihan, diet kurang mengandung buah, sayuran, dan produk susu (rendah K+ dan Ca2+), kelainan membran plasma misalnya gangguan pompa Na+-K+, variasi dalam gen yang mengkode angiotensinogen, bahan endogen mirip digitalis, kelainan pada NO, endotelin, dan bahan kimia vasoaktif lokal lainnya, dan kelebihan vasopresin. Berikut adalah beberapa contoh hipertensi sekunder yaitu, hipertensi ginjal, hipertensi endokrin, hipertensi neurogenik.11
2.1.1.5. Patogenesis dan Patofisiologis Hipertensi
Untuk memahami patogenesis dan pilihan terapi untuk hipertensi, harus diketahui terlebih dahulu faktor yang memengaruhi tekanan darah normal ataupun patologis. Faktor utamanya adalah cardiac output dan resistensi perifer. Cardiac Output dipengaruhi oleh stroke volume dan denyut jantung, stroke volume berhubungan dengan kontraktilitas miokardium dan ukuran kompartemen pembuluh darah. Resistensi perifer dipengaruhi oleh perubahan ukuran diameter pada pembuluh darah kecil.12
Gambar 2.4 Faktor yang Memengaruhi Rerata Tekanan Arteri.11
A. Volume Intravaskular
Natrium merupakan penyusun ion ekstraselular dan determinan utama volume cairan ekstraseluler. Ketika intake NaCl melebihi kapasitas ekskresi natrium dari ginjal, volume vaskular dan cardiac
output akan meningkat. Tubuh dapat mendeteksi kejadian tersebut
sehingga, akan melakukan autoregulasi dengan cara meningkatkan resistensi perifer dan seiring waktu tekanan darah akan kembali normal.12 Ketika tekanan darah meningkat dalam respon terhadap asupan NaCl yang tinggi, ekskresi natrium akan meningkat untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit. Mekanisme ini melibatkan peningkatan bertahap laju filtrasi glomerulus, menurunnya kapasitas absorbsi dari tubulus ginjal, dan faktor hormonal seperti atrial natriuretic factors.12
Gambar 2.5 Pengaruh Persarafan Simpatis dan Parasimpatis Terhadap Rerata Tekanan Arteri.11
B. Sistem Saraf Otonom
Reflek adrenergik memodulasi tekanan darah dalam jangka pendek. Fungsi adrenergik bersamaan dengan hormon serta faktor yang terkait dengan volume darah berkontribusi terhadap regulasi jangka panjang untuk tekanan darah. Aktivitas reseptor adrenergik dimediasi oleh
guanosine nucleotide-binding regulatory proteins atau protein G dan
penurunan konsentrasi intraselular dari second messengers. Berdasarkan fisiologi dan farmakologinya, reseptor Adrenergik dibagi menjadi dua jenis utama yaitu α dan β. Jenis ini dibedakan lebih lanjut menjadi reseptor α1, α2, β1, dan β2.12
Reseptor α lebih teraktivasi oleh norepinefrin sedangkan reseptor β oleh epinefrin. Reseptor α1 terletak pada postsinap di sel otot polos dan mengakibatkan vasokonstriksi. Dalam ginjal, aktivasi reseptor α1 meningkatkan reabsorbsi natrium pada tubulus ginjal. Reseptor α2 terletak pada presinap membran terminal saraf postganglionik yang menghasilkan norepinefrin. Ketika teraktivasi oleh katekolamin, reseptor α2 berperan sebagai umpan balik negatif, menghambat sekresi dari norepinefrin.12
Aktivasi reseptor β1 akan merangsang kecepatan dan kekuatan kontraksi otot jantung dan meningkatkan cardiac output secara bertahap. Selain itu stimulasi pada reseptor ini juga merangsang sekresi renin dari ginjal. Reseptor β2 yang teraktivasi oleh epinefrin menyebabkan relaksasi pada otot polos vaskular sehingga terjadi vasodilatasi.12 C. Renin Angiotensin Aldosteron
Sistem Renin Angiotensin Aldosteron berkontribusi terhadap regulasi tekanan darah melalui mekanisme vasokonstriksi yang disebabkan oleh angiotensin II dan fungsi retensi natrium oleh aldosteron.12 Ketika renin disekresi dan berada di sirkulasi, renin akan mengubah substrat angiotensinogen ke bentuk inaktif yaitu angiotensin I. Kemudian angiotensin I akan diubah oleh enzim ACE menjadi angiotensin II dengan melepaskan C-terminal histidyl-leucine dipeptide. ACE juga akan memecah peptida-peptida lain, salah satunya adalah inaktivasi vasodilator bradikinin. Angiotensinogen II pada Reseptor Angiotensin II Tipe 1 (AT1R) atau yang disebut AGRT1, berperan sebagai faktor utama sekresi aldosteron pada zona glomerulosa adrenal dan juga merupakan mitogen yang menstimulasi sel otot polos vaskular dan perkembangan miosit. Sehingga, angiotensin II juga diduga berperan dalam patogenesis ateroskeloris karena bekerja di dinding vaskular. Di sisi lain, Reseptor Angiotensin II Tipe 2 (AT2R) memiliki fungsi yang bertolak belakang dengan reseptor angiotensin II tipe 1. Reseptor AT2R menginduksi terjadinya vasodilatasi, ekskresi natrium dan inhibisi pertumbuhan sel dan matriks.13 Studi experimental menyatakan Reseptor Angiotensin II Tipe 2 (AT2R) berkontribusi terhadap regulasi laju filtrasi glomerulus. Angiotensinogen, renin, dan angiotensin II juga disintesis secara lokal di banyak jaringan yakni otak, hipofisis, aorta, arteri, jantung, kelenjar adrenal, ginjal, sel adiposit, leukosit, ovarium, testis, rahim, limpa, dan kulit.12
Terdapat tiga stimulus yang dapat meningkatkan sekresi renin, pertama adalah menurunnya transport NaCl pada bagian distal dari lengkung henle ascending yang berbatasan dengan makula densa. Kedua,
menurunnya tekanan atau regangan pada arteriol aferen ginjal (mekanisme baroreseptor). Ketiga, terstimulasinya sistem saraf simpatik sel yang menyekresi renin melalui adenoreseptor β1.12
Sebaliknya, sekresi renin akan dihambat apabila terjadi peningkatan kadar NaCl pada lengkung henle ascending, dengan cara meningkatkan peregangan arteriol aferen ginjal, dan blokade reseptor β1. Selain itu, angiotensin II langsung menghambat sekresi renin jika terdeteksi reseptor tipe 1 angiotensin II pada sel juxtaglomerular, dan sekresi renin akan meningkat apabila terjadi blokade farmakologis baik dari reseptor ACE atau angiotensin II. Setelah dikeluarkan ke sirkulasi, renin yang teraktivasi akan mengubah angiotensin menjadi angiotensin I. Sebuah enzim pengkonversi yang terdapat di sirkulasi pulmoner yaitu ACE kinase II mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II .12
Angiotensin II merupakan faktor utama yang meregulasi sintesis dan sekresi aldosteron pada zona glomerulosa korteks adrenal. Aldosteron adalah mineralokortikoid ampuh yang meningkatkan reabsorbsi natrium oleh Amiloride-Sensitive Epithelial Sodium Channels (ENaC) pada permukaan apikal sel di duktus kolektivus kortikalis ginjal. Keseimbangan elektrikal sel dipertahankan dengan cara menukar natrium dengan potassium dan ion hidrogen. Akibatnya, peningkatan sekresi aldosteron dapat menyebabkan hipokalemia dan alkalosis. Peningkatan aktivitas sumbu Renin Angiotensin Aldosteron tidak selalu terkait dengan hipertensi. Apabila terdapat kondisi intake rendah NaCl atau adanya perubahan kontraksi volume, tekanan darah dan volume homeostasis dapat dipertahankan dengan meningkatkan aktivitas sumbu Renin Angiotensin Aldosteron.12
D. Mekanisme Vaskular
Tekanan darah dipengaruhi juga oleh radius vaskular dan
compliance dari resistensi vaskular. Apabila terjadi sedikit penurunan
ukuran lumen pembuluh darah akan mengakibatkan perubahan besar terhadap resistensi vaskular. Pada pasien hipertensi, perubahan struktural, mekanis, dan fungsional dapat mengurangi diameter arteri dan
arteriol. Perubahan ini mengacu pada perubahan ketebalan dinding pembuluh darah tanpa disertai perubahan volume darah. Hipertrofi atau eutrofi vaskular menghasilkan penurunan ukuran lumen sehingga meningkatkan resistensi perifer. Diameter lumen juga dipengaruhi oleh elastisitas pembuluh darah. Pembuluh darah dengan tingkat elastisitas tinggi dapat mengakomodasi peningkatan volume dengan perubahan tekanan relatif sedikit, sedangkan pada sistem vaskular yang kaku, kenaikan kecil volume vaskular menginduksi kenaikan tekanan darah relatif besar.12
Susunan sel endothelial vaskular juga berperan dalam meregulasi fungsi vaskular. Apabila terjadi perubahan regangan vaskular, susunan substansi dalam sirkulasi, atau mediator inflamasi, sel tersebut akan merespon dengan cara mengeluarkan substansi vasoaktif yaitu nitrit oksida yang merupakan vasodilator kuat. Fungsi vasodilatasi dari nitrit oksida pada pasien hipertensi umumnya terganggu sehingga terjadi gangguan kompensasi terhadap peningkatan resistensi vaskular.12
Gambar 2.6 Mekanisme Kompensasi Tubuh Terhadap Perubahan Tekanan Darah.11
2.1.1.6. Manifestasi Klinis Hipertensi
Gejala hipertensi dapat bervariasi pada masing-masing individu dan hampir sama dengan gejala penyakit lainnya. Gejala-gejalanya itu adalah sakit kepala/rasa berat di tengkuk, pusing (vertigo), jantung berdebar-debar, mudah lelah, penglihatan kabur, telinga berdenging (tinnitus), dan mimisan.1
2.1.1.7. Faktor Risiko Hipertensi
Faktor risiko hipertensi adalah umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, genetik (faktor risiko yang tidak dapat diubah/dikontrol), kebiasaan merokok, konsumsi garam, konsumsi lemak jenuh, penggunaan minyak bekas pakai, kebiasaan konsumsi minum-minuman beralkohol, obesitas, kurang aktivitas fisik, stres, penggunaan estrogen.1,3
2.1.1.8. Diagnosis Hipertensi
Hipertensi dapat didiagnosis melalui 3 tahapan, pertama adalah anamnesis yakni gejala-gejala yang timbul, sejak kapan terjadi, faktor risiko pada pasien, riwayat penyakit pada keluarga pasien, indikasi adanya hipertensi sekunder, gejala kerusakan organ, dan pengobatan anti hipertensi sebelumnya.3
Tahap selanjutnya adalah pemeriksaan fisik dengan cara mengukur tekanan darah. Terakhir adalah pemeriksaan penunjang untuk memeriksa apakah komplikasi sudah terjadi yaitu, pemeriksaan darah rutin, glukosa darah (sebaiknya puasa), kolesterol total serum, kolesterol LDL dan HDL serum, trigliserida serum (puasa), asam urat serum, kreatinin serum, kalium serum, hemoglobin dan hematokrit, urinalisis (uji carik selup serta sedimen urin), elektrokardiogram.3
Memastikan ada tidaknya hipertensi sekunder dengan memeriksa fungsi tiroid (TSH, FT4, FT3), fungsi paratiroid kadar PTH, Ca2+, hiperaldosteronisme primer, feokromositoma, Sindroma Cushing, hipertensi renovaskular.3
2.1.1.9. Komplikasi Hipertensi
Komplikasi dari hipertensi berupa kerusakan organ target seperti pembesaran jantung, iskemia, aritmia, gangguan pembuluh darah, stroke, retinopati hipertensif, nefropati hipertensif, albuminuria, dan penyakit ginjal kronis.3
2.1.1.10. Prognosis Hipertensi
Hipertensi adalah penyakit yang akan berlangsung seumur hidup sampai pasien meninggal akibat kerusakan target organ. Setiap kenaikan sistolik/diastolik 20 atau 10 mmHg risiko morbiditas dan mortalitasnya akan meningkat dua kali lipat. Pemberian obat antihipertensi akan diikuti penurunan insiden stroke 35% sampai 40%, infark miokard 20% sampai 25% dan lebih dari 50% pada gagal jantung.3
2.1.1.11. Tata Laksana Hipertensi
Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan menggunakan obat-obatan ataupun dengan cara modifikasi gaya hidup apabila masih dalam tingkatan awal. Modifikasi gaya hidup dapat dilakukan dengan membatasi asupan garam tidak lebih dari 6 gram/hari, menurunkan berat badan, menghindari minuman berkafein, rokok, dan minuman beralkohol.1
Terdapat beberapa makanan yang harus dihindari atau dibatasi oleh penderita hipertensi yaitu, makanan berkadar lemak jenuh tinggi (otak, ginjal, paru, gajih), makanan dengan kadar garam tinggi, makanan dan minuman dalam kaleng atau diawetkan (dendeng, abon, ikan asin, telur asin), makanan dengan sumber protein hewani yang tinggi kolesterol (daging merah, kuning telur, kulit ayam), dan makanan atau minuman yang mengandung alkohol (durian dan tape).1
Olah raga yang dianjurkan bagi penderita hipertensi yaitu, jalan, lari, jogging, dan bersepeda dilakukan selama 20-25 menit dengan frekuensi 3-5 kali per minggu. Tidur cukup (6-8 jam/ hari) penting juga untuk kesehatan dan tentunya mengendalikan stres dengan cara melakukan
istirahat sejenak. Untuk pemilihan serta penggunaan obat-obatan hipertensi disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu.1
Terdapat banyak sumber yang menjelaskan alur tatalaksana hipertensi, salah satunya yaitu JNC VIII yang dikeluarkan tahun 2014. Penatalaksanaan awal digolongkan berdasarkan ada tidaknya penyakit lain seperti gagal ginjal kronik atau diabetes, apabila tidak terdapat keduanya maka akan digolongkan berdasarkan kelompok umur untuk menentukan target tekanan darah. Untuk kelompok dengan diabetes dan atau tanpa gagal ginjal kronik dan sebaliknya, langkah selanjutnya adalah penggolongan target tekanan darah tanpa memerhatikan usia.8
WHO merekomendasikan diuretik dosis kecil sebagai pilihan utama pengobatan hipertensi berdasarkan pertimbangan faktor harga dan efektifitasinya. JNC VIII menyarankan untuk dilakukannya program pencegahan dengan cara memperbaiki gaya hidup pada pasien dengan klasifikasi prehipertensi. Untuk pilihan pertamanya direkomendasikan golongan tiazid, dan dapat dikombinasi dengan golongan antihipertensi lain apabila sudah masuk ke dalam keadaan mengkhawatirkan.8
Hipertensi tanpa penyulit dapat diberikan monoterapi, JNC VIII menyarankan tiazid sebagai pilihan pertama dengan persentase mencapai tekanan darah normal kurang lebih sebesar 40% dan untuk meningkatkan persentasenya dapat dikombinasikan penggunaan dua obat atau lebih.8
2.1.2. Single Nucleotide Polimorfisme Terhadap Hipertensi 2.1.2.1. DNA
DNA adalah materi genetik yang diwariskan oleh organisme dari induknya serta merupakan penyusun gen dan tersusun dari dua rantai polinukleotida yang saling mengikat atau bisa disebut double helix dan disatukan oleh ikatan hidrogen oleh interaksi Van der Waals. Asam nukleat adalah makromolekul yang terdapat sebagai polimer dengan nama polinukleotida dan merupakan penyusun dari rantai ganda DNA. Polinukleotida tersusun dari nukleotida, dengan setiap bagiannya mengandung basa nitrogen, gula berkarbon lima (pentosa), dan gugus fosfat.14
Terdapat dua family basa nitrogen, yaitu pirimidin dan purin. Pirimidin mempunyai cincin beranggotakan enam atom yang terdiri dari karbon dan nitrogen, contohnya adalah sitosin (C), timin (T), dan urasil (U). Purin berukuran lebih besar daripada pirimidin dan cincinnya beranggota enam yang menyatu dengan cincin beranggota lima, contohnya yaitu adenin (A) dan guanin (G).Chargaff's rule ditemukan
oleh Erwin Chargaff menyatakan bahwa jumlah Adenin selalu sama dengan jumlah Timin, dan jumlah Guanin selalu sama dengan Sitosin yang merupakan gugus fosfat dari komponen DNA. 14
Gen adalah unit fungsional yang diatur oleh transkripsi dan mengode produk RNA yang akan ditranslasi menjadi protein intra atau ekstra sel. Exon merupakan bagian dari gen yang akan melalui proses splicing untuk membentuk mRNA. Intron adalah daerah antara exon tempat dilakukannya splicing dari prekursor RNA saat pembentukan RNA. Saat ini diperkirakan terdapat 20,687 gen pengkode protein pada genom manusia. Ekspresi tiap gen diatur oleh protein DNA-binding.12
2.1.2.2. Mutasi Gen
Bukti bahwa gen spesifik terdapat pada suatu kromosom muncul pada tahun 1900an dinyatakan oleh Thomas Hunt Morgan dari Universitas Kolombia. Hal ini semakin mendukung teori dari Mendel. Setiap organisme memiliki sepasang alel pada suatu gen. Apabila alel tersebut sama maka disebut sebagai homozigot, jika alelnya berbeda disebut heterozigot. Setiap gen akan mengekspresikan sifat yang dibawanya, apabila sifat tersebut nampak akan disebut sebagai fenotip dan jika tidak akan disebut genotip. Genotip yang umum terlihat pada populasi disebut wild type.14
Informasi genetik yang terdapat pada kromosom DNA bisa ditransmisikan dengan replikasi secara langsung atau melalui beberapa proses seperti pindah silang, rekombinasi, transposisi, dan konversi gen.15 Beberapa enzim juga berperan dalam replikasi, perubahan, dan perbaikan DNA. Adanya mutasi karena perubahan susunan basa pada DNA diduga akibat kesalahan saat replikasi, transposisi, atau perbaikan DNA yang terjadi setiap 106 pembelahan sel.15
Abnormalitas produk gen (RNA, fungsi protein, ataupun jumlah) dapat terjadi karena mutasi saat transkripsi protein koding dan nonprotein koding DNA atau nontranscribed regulatory-region DNA. Faktor seperti virus, bahan kimia, sinar ultraviolet, dan radiasi ionisasi meningkatkan jumlah mutasi. Mutasi juga berefek pada sel somatik tetapi hanya di transfer secara horizontal atau hanya di dalam suatu organisme. Mutasi sel germinal ditransmisikan secara vertikal sehingga dapat menyebabkan penyakit bawaan.15 Perubahan kromosom selama proses meiosis dan fertilisasi merupakan penyebab sebagian besar variasi muncul di setiap generasi melalui proses pemilahan bebas pada kromosom, pindah silang dan fertilisasi acak.14
Mutasi dapat diartikan sebagai perubahan susunan nukleotida primer pada DNA terlepas dari konsekuensi fungsionalnya. Beberapa mutasi mungkin mematikan, dan lainnya tidak, beberapa bahkan ada yang menguntungkan. Mutasi saat proses perkembangan disebut mosaicism
dimana jaringan terdiri dari sel yang mempunyai susunan gen berbeda. Mutasi sangat bervariasi, dapat melibatkan seluruh genom, seperti triploidi (kelebihan satu set kromosom) atau perubahan kecil dalam jumlah atau struktur setiap gen individu.12
Mutasi terjadi di tingkat kromosom dapat diakibatkan karena terjadinya kesalahan saat meiosis atau agen perusak yang menyebabkan kromosom terpisah. Terdapat empat jenis mutasi di tingkat kromosom yaitu delesi yang terjadi jika suatu fragmen kromosom hilang, duplikasi yang mengakibatkan sebuah segmen berulang, inversi yaitu terjadinya pembalikan sebuah segmen dalam sebuah kromosom, dan translokasi merupakan perpindahan segmen dari satu kromosom ke kromosom nonhomolog.14 Delesi besar-besaran dapat memengaruhi beberapa bagian atau seluruh gen, crossing over yang terganggu antara gen homolog dapat menyebabkan mutasi fusi pada gen. 12
Mutasi yang melibatkan nukleotida tunggal disebut sebagai mutasi titik (point mutation), tipe dari mutasi titik yaitu substitusi, insersi, atau delesi.14 Substitusi adalah penggantian satu nukleotida dan pasangannya dengan sepasang nukleotida lain, contohnya adalah transisi apabila purin diganti dengan basa purin lainnya (A-G) atau jika pirimidin diganti dengan pirimidin lainnya (C-T). Perubahan dari purin dan pirimidin atau sebaliknya disebut sebagai transversi. Apabila sekuensi DNA mengalami perubahan pada regio koding DNA merubah asam amino menjadi asam amino lain, maka disebut sebagai mutasi salah makna (missense
mutation). Mutasi titik yang mengubah kodon untuk asam amino menjadi
kodon stop disebut mutasi tidak bermakna (nonsense mutation).12,14 Insersi (penyisipan) dan delesi (penghapusan) adalah penambah atau pengurangan pasangan nukleotida pada gen yang mungkin mengubah bingkai pembacaan pesan genetik, penggugusan tripley basa pada mRNA yang dibaca saat translasi. Mutasi tersebut disebut mutasi pergeseran bingkai pembaca (frameshift mutation).14
Gambar 2.8 Contoh mutasi gen.12
Polimorfisme adalah variasi sekuens yang mempunyai frekuensi tidak lebih dari 1%. Biasanya tidak menyebabkan perubahan fenotip. Tersusun dari substitusi basa tunggal yang tidak menganggu sekuensi koding protein dari kode genetik, tetapi dapat merubah kestabilan mRNA, translasi, atau sekuensi asam amino.12
Single Nucleotide Polymorphism adalah variasi satu pasang basa
pada DNA. SNP merupakan variasi sekuensing tersering (90%). Biasanya terjadi setiap 100-300 basa dan merupakan faktor utama dari herterogenetik. Tetapi sekuens DNA primer pada manusia memiliki 99,9% kesamaan apabila dibandingkan dengan manusia lainnya. SNP yang memiliki kemiripan bisa disebut sebagai haplotype. HapMap atau
haplotype map information menjelaskan tentang lokasi dari tiap haplotype SNP dan bagaimana penyebarannya di tiap individu dan
diantara populasi. Sehingga sangat membantu dalam GWAS (Genome
Wide Assotiation Study) untuk memahami interaksi antara beberapa gen
Gambar 2.9 Komponen Haplotype.12
2.1.2.3. rs5186
Salah satu contoh dari penyakit multi faktoral adalah hipertensi karena dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Telah banyak penelitian dilakukan untuk memahami gen apa saja yang ikut mengambil peran menyebabkan hipertensi, sehingga dapat membantu memahami patofisiologi penyakit dan dapat bermanfaat dalam pemilihan obat antihipertensi, serta membantu mengenali mereka yang memiliki risiko hipertensi agar dapat mencegahnya.
Berdasarkan beberapa penyebab hipertensi, Sistem Renin Angiotensin Aldosteron disebutkan berperan dalam meregulasi tekanan darah dan hemostasis vaskular. Komponen RAAS seperti angiotensinogen, produk dari AGT merupakan satu-satunya prekursor protein yang diaktifkan oleh renin untuk menghasilkan angiotensin I. Angiotensin I merupakan prekursor dari angiotensin II. Angiotensin
Converting Enzyme (ACE) merupakan suatu enzim untuk hidrolisasi
angiotensin I menjadi angiotensin II. 13,16
Angiotensin II merupakan vasokonstriktor paten dan akan meningkatkan tekanan resistensi perifer serta meningkatkan darah balik
vena, kemudian meningkatkan tekanan darah. Selain itu angiotensin II juga menyebabkan retensi garam dan air pada ginjal melalui dua mekanisme. Mekanisme pertama adalah mekanisme langsung melalui konstriksi arteri renal yang akan menurunkan aliran darah, sehingga menurunkan tekanan pada kapiler peritubular. Penurunan tekanan kapiler ini akan meningkatkan reabsorpsi cairan dari tubulus kemudian menurunkan output urin dan meningkatkan tekanan darah. Kedua, apabila RAAS teraktivasi maka kadar sekresi aldosteron juga akan meningkat dan mengakibatkan peningkatan reabsorbsi sodium oleh tubulus ginjal. Peningkatan reabsorbsi sodium mengakibatkan peningkatan kadar sodium pada total cairan ekstraseluler tubuh. Sehingga terjadi retensi cairan dan peningkatan volume cairan ektraselular yang akan menyebabkan tekanan darah lebih tinggi.13,16
Sehingga dapat disimpulkan bahwa variasi genetik komponen RAAS yaitu angiotensinogen (AGT), angiotensin 1 converting enzim (ACE), Angotensin II Tipe 1 Reseptor (AGTR1) dan adducin (ADD1) dapat dilogikakan berhubungan dengan regulasi tekanan darah, seperti yang dinyatakan kohli S et al16, martinez-rodriguez et al 17, jia-li wang et
al18.
Gen AGTR1 terletak pada kromosom 3q21-25, dengan panjang 55 kb dan terdiri dari 5 exon dan 4 intron dengan 4 exon pertamanya mengode 5' Untranslated Region (UTR) dan exon yang ke 5 berada pada regio koding.19 Gen ini mengode membran protein dengan 359 asam amino, yang terbagi menjadi 7 bagian transmembran.20 Terdapat perubahan susunan basa (polimorfisme) pada 3' untranslated region AGTR1/AT1R dari adenin (A) ataupun sitosin (C) pada posisi 1166 (A/C
transversion) dan dinamakan AT1R A1166C (rs5186). Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa polimorfisme ini berhubungan dengan hipertensi esensial.18,21
AGTR1 mengode reseptor tipe 1, yang memediasi efek kardiovaskular dari angiotensin II termasuk vasokonstriksi dan stimulasi reabsorpsi Na+ serta sekresi aldosteron. Gen ini merupakan efektor
penting dari faktor pengontrol tekanan darah dan sistem kardiovaskular.20 Reseptor angiotensin II tipe 1, merupakan G
Protein-Coupled Receptor (GPCR) yang meregulasi kerja Sistem Renin
Angiotensin pada sel target. Apabila reseptor ini berikatan dengan senyawa agonis, akan mengaktivasi phospholipase C melalui protein Gq, memobilisasi penyimpanan kalsium intraseluler dan protein kinase C.22 Fungsi GPCR berkaitan dengan konsep aktivasi konstitutif melalui point
mutations yang menstabilitaskan reseptor dengan cara konformasi
bersama ligan secara langsung. Hal tersebut menyebabkan aktivasi permanen jalur persinyalan.23 Karenanya, pada mild phenotype dari gen ini dengan aktivasi konsekutif dan delesi alel C pada reseptor menyebabkan gangguan fosforilasi dan internalisasi, menghilangkan desensitasi, dan meningkatkan hiperaktivitasnya terhadap angiotensin II.24
Beberapa penelitian menyatakan adanya hubungan antara rs5186 dari AGTR1 dengan peningkatkan sensitifitas dinding vaskular dan memengaruhi fungsi vasomotor, dan variasi alel rs5186 (A1166C) dapat menyebabkan stroke hemorhagik.25 Polimorfisme rs5186 terletak pada regio nonkoding dari gen AGTR1, karenanya tidak menyebabkan pengaruh langsung terhadap transkripsi dan translasi gen ini. Alel rs5186 (A1166C) diduga memiliki hubungan disequilibrium dengan sekuensi nukleotida fungsional dari AGTR1, sehingga memengaruhi regulasi gen angiotensin.26
Receptor angiotensin II type 1 (AT1R) atau gen AGTR1 khususnya
rs5186 berperan penting dalam meregulasi tekanan darah dan berpotensi untuk menimbulkan hipertensi jika mengalami polimorfisme.4 Seperti yang terdapat pada penelitian meta-analisis Wang et al pada 2010 menyatakan adanya hubungan antara AT1R (A1166C) atau rs5186 dengan hipertensi di populasi China, mengindikasikan bahwa pembawa alel rs5186 akan memiliki prevalensi kejadian hipertensi lebih tinggi.18 Niu dan Qi et al juga melakukan penelitian meta-analisis dan menemukan hasil serupa.27
Penelitian yang dilakukan di Thailand oleh Charoen P. et al merupakan penelitian pertama dan terbesar pada populasi Thai untuk mengklarifikasi fungsi polimorfisme pada gen yang berhubungan dengan RAAS (rs1799752, rs699, rs5186, dan rs1799998). Hasil penelitian ini menyatakan bahwa tidak ditemukannya hubungan antara polimorfisme tersebut dengan tekanan darah pada populasi Thai. Chaoren P. et al juga menyatakan penelitian yang dilakukannya tidak memenuhi kriteria statistik karena jumlah sampel tidak cukup mempresentasikan populasi.28
2.1.3. Identifikasi DNA 2.1.3.1. PCR
Dalam teknik PCR dibutuhkan 2 primer oligonukleotida, ukurannya antara 17-30 nukleotida agar nantinya dapat membentuk sekuens DNA target yang akan disalin. Salah satu primer memiliki sekuens yang sama dengan untai DNA (Primer sense) sementara, primer lain memiliki sekuens yang sama dengan untai DNA lainnya (primer antisense).
Primer sense akan terikat, melalui interaksi komplementer pasangan basa
dengan primer antisense dan akan menginisiasi sintesis untai sense DNA baru. Primer antisense juga akan berikatan dengan untai sense DNA dan akan terbentuk untai antisense DNA baru.29
PCR melibatkan beberapa tahap atau siklus dimana masing-masing akan menduplikasi target DNA untai ganda. Untai ganda template akan dipisahkan dengan denaturasi termal dan akan didinginkan hingga suhu tertentu agar primer dapat menempel (annealing primer) pada target DNA. Kemudian, target DNA tersebut akan diperpanjang dengan bantuan DNA Polimerase dan buffer lain yang sesuai. Reaksi PCR dibagi menjadi 3 tahap terpisah dan dalam prosesnya menggunakan suhu yang berbeda-beda. Tahap tersebut yaitu denaturasi, annealing dan ekstensi, dan akan diulang selama 20-40 siklus untuk mendapatkan hasil amplifikasi sekuens DNA spesifik yang memuaskan. Tahapan pada PCR tersebut terdiri dari proses: 30
A. Denaturasi
Kedua untai target molekul DNA dipisahkan melalui proses pemanasan. Proses ini bersifat reversibel terhadap proses peningkatan dan penurunan suhu.
B. Annealing
Kedua untai target kemudian didinginkan untuk nantinya bereaksi dengan primer. Salah satu primer akan membaca dan terikat dengan satu untai DNA target, dan primer mengikat untai lainnya. Kedua
primer didesain dengan ujung 3’ bebas agar keduanya dapat saling
berhadapan tepat pada regio yang ingin di amplifikasi. Suhu pada proses annealing bergantung pada panjang dan sekuens dari primer serta level spesifisitas yang dibutuhkan pada reaksi PCR. Umumnya suhu yang digunakan yaitu antara 45-60°.
C. Ekstensi
DNA polimerase akan terikat dengan ujung 3’ bebas dari oligonukleotida dan menggunakan dNTP untuk menyintesis DNA baru 5’-3’. Temperatur optimum untuk replikasi DNA dengan taq DNA polimerase terdapat pada suhu 72°C.30
Polimorfisme dapat dideteksi menggunakan real time PCR. Pada awalnya real time PCR dikembangkan sebagai variasi dari PCR konvensional. Perbedaan utama real time PCR dengan PCR konvensional adalah produk dari real time PCR dihitung pada saat reaksi PCR berlangsung atau secara real time bukan setelah reaksinya selesai.
Real time PCR menggunakan Flourescent detector dapat mengukur
fluoresense dari tiap sampel setiap siklus amplifikasi. Real time PCR
menggunakan fluorescence-detecting thermocyclers untuk memanjangkan sekuens asam nukleat spesifik dan menghitung konsentrasinya secara bersamaan.31,32
Real time PCR digunakan untuk menghitung jumlah ekspresi genetik
dan untuk mengonfirmasi perbedaan ekspresi genetik pada laboratorium riset. Pada laboratorium analitik, real time PCR digunakan untuk mengukur jumlah sekuensi DNA atau RNA tertentu. Kesamaan kedua
laboratorium ini adalah real time PCR dapat digunakan untuk mendeteksi mutasi dan single nucleotide polymorphism. 32
Kelebihan real time PCR adalah kemampuannya untuk mengukur DNA yang teramplifikasi secara simultan sehingga meningkatkan presisi perhitungan kuantitas sekuens target. Selain itu, real time PCR juga tidak terpengaruh terhadap beberapa perubahan apabila terdapat kesalahan dalam proses amplifikasi. Sensitifitas deteksi fluorometrik pada real time PCR dalam mengukur konsentrasi DNA target antara 105 atau 106 konsentrasi awalnya.32
Pendeteksi pada real time PCR terdiri dari pewarna yang akan berikatan dengan ikatan rantai ganda DNA atau probe oligonucleotide spesifik yang mengikat target diantara bagian annealing primer. Penggunaan pewarna fluoresensi lebih cocok untuk mendeteksi pada tingkat genus dan tidak cocok untuk penggunaan multipel. Pada probe oligonukleotida spesifik, dapat digunakan secara multipel karena setiap
probe memiliki reporter fluoresense spesifik sehingga hasilnya akan
lebih spesifik pada kelas spesies atau level untaian.31
2.1.3.2. Sekuensing DNA
Selain melalui real time PCR, polimorfisme atau perubahan susunan basa pada DNA dapat dideteksi melalui beberapa metode, salah satu metodenya adalah sekuensing. Fungsi dari metode ini adalah untuk menentukan urutan nukleotida molekul DNA sehingga dapat digunakan sebagai pendeteksi mutasi suatu gen. Sekuensing DNA pertama kali dilakukan pada tahun 1975 dan teknik ini terus berkembang sampai sekarang.33
Teknik sekuensing terbagi menjadi dua yaitu, manual dan automatis. Pada awalnya hanya terdapat dua metode sekuensing manual yaitu metode Sanger dan metode Maxam-Gilbert. Metode Sanger menggunakan dideoksinukleotida spesifik untuk menghentikan sintesis untaian DNA pada nukleotida tertentu saat untaian disintesis. Sedangkan metode Maxam-Gilbert menerapkan metode kimia pada nukleotida
spesifik untuk memutus molekul DNAnya.15,33 Sekuensing DNA terus berkembang, sehingga saat ini sekuensi juga dapat dilakukan dengan menggunakan metode Dye-terminator sequencing, Automation and
sample preparation, Large scale sequencing strategies, and new sequencing methods.34
2.1.3.3. Enzim Restriksi
Enzim yang dapat mengenali dan memotong kedua untaian DNA pada urutan pasang basa tertentu merupakan definisi dari enzim restriksi. Enzim ini akan mengenali sekuens spesifik pada DNA yang disebut sebagai restriction site, kemudian akan mengubah konformasi enzim dan DNA. Pengenalan ini dapat dideteksi secara in vitro sehingga, error yang terjadi dapat diukur secara kuantitatif. Metode ini pertama kali ditemukan pada tahun 1960an dan terus berkembang hingga saat ini. 35, 36, 37
Berdasarkan komposisi subunit enzim, kofaktor yang diperlukan, target sekuensi, dan posisi dari restriction site sekuens, enzim restriksi digolongkan menjadi 4 tipe. Tipe I memotong bagian yang jauh dari sekuens pengenalannya dan memerlukan ATP serta
S-adenosyl-L-methionine sebagai kofaktornya. Selanjutnya untuk tipe II, Enzim ini
akan memotong pada situs pengenalan atau situs DNA yang dekat dan memerlukan magnesium untuk bekerja. Tipe III akan mengenali dua sekuens dengan orientasi berlawanan dan menempel pada urutan sejauh 20-30 susunan basa dari situs pengenalnya serta membutuhkan ATP dan
S-adenosyl-L-Methionine untuk restriction digestion dan metilasi.
Sedangkan untuk tipe VI enzim restriksi mengenali DNA termodifikasi melalui proses metilasi, hidroksimetilasi, dan glucosyl-hydroxymethylasi.37
Enzim restriksi dapat digunakan untuk berbagai hal. Yaitu, untuk kloning gen dan ekspresi protein, mapping DNA, Restriction Fragment
Length Polymorphism (RFLP), mempelajari modifikasi epigenetik, dan
menganalisis ekspresi DNA. Pada analisis ekspresi DNA enzim restriksi yang sering digunakan adalah ApeKI untuk proses sekuensing.37
2.2. Kerangka Teori
Faktor Risiko
Angiotensinogen
Pengaruh ginjal Viskositas cairan ↓ Intake sodium ↑ Stres/emosional Gaya Hidup rs5186 (AGTR1) Polimorfisme Mutasi Genetik Usia Ekstrinsik Intrinsik Angiotensinogen I Angiotensinogen II Jantung Berikatan dengan Reseptor tipe 1 Kontraktilitas ↑ (+) Sel Otot Polos
vaskular Keluar renin saat aliran darah ke ginjal sedikit GFR ↓ Aliran darah ke ginjal ↓ Hipertensi ↑ Tekanan Darah Reabsorbsi H2O & Na Vasokontriksi Aldosteron ↑ Perubahan RAAS ↑ Volume Intravaskular
2.3. Kerangka Konsep Interpretasi Hasil rs5186 Mutasi Gen AGTR1 Genetik Ekstrinsik Faktor Resiko Hipertensi Intrinsik Analisa RT PCR Variabel yang diteliti Variabel yang tidak diteliti
2.4. Definisi Operasional
Dalam penelitian ini, digunakan istilah-istilah yang didefinisikan sebagai berikut:
No Variabel Definisi Operasonal
Alat ukur Skala Keterangan
1. rs5186 pada gen AGTR1 Reverence sequence 5186 pada gen AGTR1 yang termasuk ke dalam variasi genetik dari komponen RAAS. Menggunakan RT- PCR
Kategorik 1. Wild Type 2. Mutant 3. Heterozigot 2. Hipertensi Peningkatan tekanan darah melebihi kadar normal
Sfingmomanometer Kategorik Hipertensi Normotensi
32 BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross
sectional. Dalam jenis penelitian ini, peneliti melakukan observasi atau
pengukuran variabel pada satu saat. Hal ini berarti bahwa setiap subjek hanya diobservasi satu kali tanpa adanya pengulangan.38
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan mulai bulan Desember 2018 hingga Agustus 2019. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Sel dan Biologi Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.3. Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah responden dengan hipertensi yang terdiagnosis oleh dokter dan telah mengonsumsi obat antihipertensi secara rutin serta responden dengan normotensi yang tidak memiliki riwayat hipertensi pada keluarganya di wilayah Ciputat Timur.
3.4. Besar Sampel 𝑁=Z𝛼2 X P X Q 𝑑2 𝑁=1,9622 X 0,5 X 0,5 0,12 𝑁=96,4→97 Keterangan: N = besar sampel Zα = deviasi baku alfa
P = proporsi kategori variable yang diteliti Q = (1-P)
Ditetapkan alfa sebesar 5% oleh karena itu nilai Zα menjadi 1,962 dan pada penelitian ini presisi yang ditetapkan adalah 10%. Belum ada nilai dari kepustakaan sebelumnya, sehingga nilai proporsi kategori variabel yang diteliti ditetapkan 50%. Jika P=50% maka akan menghasilkan PxQ yang paling besar sehingga didapatkan jumlah N yang maksimal. 39
3.5. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Purposive Sampling.
Purposive Sampling termasuk ke dalam teknik non probability sampling,
sehingga tidak semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk dijadikan sampel penelitian. Pada Purposive Sampling, peneliti menentukan kriteria inklusi dan kriteria ekslusi terlebih dahulu. Teknik ini dipilih karena peneliti sudah mempunyai kriteria yang ditentukan untuk dapat memenuhi pertimbangan-pertimbangan tertentu.40
3.5.1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:
A. Responden dengan rentan usia antara 18-75 tahun.
B. Responden hipertensi: pasien yang terdiagnosis dokter serta mengonsumsi obat antihipertensi.
C. Responden normotensi: orang yang memiliki tekanan darah normal dan tidak memiliki riwayat hipertensi dikeluarganya.
3.5.2. Kriteria Ekslusi
Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:
A. Responden yang menolak untuk diambil sampelnya
B. Responden yang memiliki komplikasi seperti stroke dengan parese nervus facialis atau ensefalopati hipertensi.
3.6. Alur Penelitian Informed consent Penentuan subjek Normotensi: mahasiswa FK UIN 2016-2018
Pasien hipertensi yang telah mengonsumsi obat antihipertensi Pengambilan Sampel: Sampel saliva Isolasi genom Hasil Riset
Identifikasi jumlah kejadian polimorfisme rs5186 (AGTR)
Interpretasi alel AA, AC, CC RT-PCR
Mengukur konsentrasi dan kemurnian DNA
3.7. Prosedur Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung sentrifuge plastik 15 ml untuk pengambilan sampel liur. Saat isolasi genom DNA dari liur digunakan Microsentrifuge tuba 1,5 mL steril, Water bath AS ONE TRW -42TP
60oC, GD Collum, 2 mL Collection Tube, Eppendorfcentrifuge 5417 R, Micropipet Nichipet Ex, Nichiryo (2 – 20 µL dan 20 – 200 µL), Micropipet BIORAD ukuran 100 – 1000 µL, Microtip Biologix ukuran 200 µL dan 1000
µL, dan Biomedical Freezer SANYO. Untuk pengukuran kemurnian dan konsentrasi hasil isolasi DNA digunakan Maestro nano drops, Aquadest, Micropipet 2,5-2 µL, Microtip Biologix 10 µL. Lalu dilakukan RT PCR dengan
Light Cycler 480.
Bahan yang digunakan sebagai sampel adalah air liur sebanyak 15 ml. Isolasi genom DNA dari liur menggunakan GB Buffer 200 µL, Ethanol
Absolute 200 µL, W1 Buffer 400 µL, Wash Buffer 600 µL, Elution Buffer 50
µL. Berikutnya digunakan Genom DNA sebanyak 1 µL, Blanko (Elution
Buffer) 1 µL untuk pengukuran kemurnian dan konsentrasi digunakan nano
drop. Pengenceran DNA dilakukan dengan menambahankan aquadest sesuai konsentrasi dan kemurniannya dengan perbandingan 1:2. Berikutnya adalah menambahkan larutan hasil pengenceran DNA dan larutan campuran yang berisi nuclease water, rhAmp SNP master Mix, rhAmp SNP Assay, dan rhAmp
SNP Reporter Mix Ke dalam plate PCR dan memasukannya ke dalam mesin Light Cycler 480 untuk dibaca alelnya.
3.8. Cara Kerja Penelitian 3.8.1. Pengumpulan Data
Menggunakan data primer dari responden yang sudah mengisi informed
consent dan menyetujuinya. Data berupa air liur dengan syarat subjek tidak
mengonsumsi makanan selama 1 jam sebelum pengambilan dan sudah berkumur sebelum pengambilan sampel di dalam tabung sentrifuge plastic sebanyak 15 cc dan kemudian sampel diberi label berupa nama dan tanggal pengambilan, lalu disimpan dalam suhu -200 C.
3.8.2. Isolasi DNA
Langkah pertama isolasi DNA dengan air liur adalah persiapkan sampel, dilakukan dengan cara menyentrifugasi 13-15 mL air liur selama 10 menit dengan kecepatan 3.000 rpm dengan sentrifuge. Kemudian, buang air liur dan sisakan endapannya. Lalu, tambahkan reagen GST 200 μl. Berikutnya, dihomogenkan dengan fortex dan pindahkan ke tube 1, 5 mL.
Kedua, adalah melakukan Cell Lysis dengan cara menambahkan 10 μl Protease ke dalam tube dan kocok kuat-kuat. Setelah itu, menginkubasi tabung selama 10 menit dengan suhu 60oC dalam Water Bath dan keluarkan lalu tunggu hingga suhu tabung turun menjadi suhu ruangan. Kemudian, tambahkan 200 μl GSB buffer ke dalam microsentrifuge tube. Lalu, inkubasi tabung dalam suhu 60o C selama 20 menit (dikocok pelan setiap 10 menit). Selama menunggu, siapkan tabung berisi Elution buffer sebanyak 50 μl dan inkubasi pada suhu 60o C sampai akan digunakan. Berikutnya, dinginkan
microsentrifuge tube pada suhu ruangan.
Ketiga, yaitu proses DNA Binding dengan cara menambahkan 200 μl
Ethanol absolute ke dalam Microsentrifuge tube kemudian kocok tabung
selama 10 menit, berikutnya siapkan GS column pada 2 ml Collection tube dan pindahkan campuran dari Microsentrifuge tube ke dalam GS column. Selanjutnya, sentrifugasi GS column selama 1 menit dengan kecepatan 14.000-16.000 rpm dan buang cairan yang tersaring ( pada 2 mL Collection
tube) lalu pasang kembali GS column ke Collection tube.
Langkah keempat isolasi DNA yaitu proses Wash, tambahkan 400 μl
W1 buffer ke dalam GS column lalu sentrifugasi selama 30 detik dengan
kecepatan 14.000-16.000 rpm dan buang cairan dalam Collection tube. Kemudian, letakan kembali GS column pada Collection tube. Berikutnya, tambahkan 600 μl Wash buffer ke GS column dan sentrifugasi dengan kecepatan 14.000-16.000 selama 30 detik. Selanjutnya, buang cairan pada
collection tube (yang sudah tersaring) lalu kembalikan GS column ke Collection tube. Kemudian, sentrifugasi GS column selama 30 detik pada
Setelah kering, dapat dilanjutkan ke tahap terakhir isolasi DNA yaitu
DNA Elution. Pindahkan GS column kering ke dalam Microsentrifuge tube
steril dan tambahkan 50 μl Elution buffer (yang sudah didinginkan menjadi suhu ruangan) dan dibiarkan selama 5 menit. Kemudian, sentrifugasi 14000 rpm selama 3 menit untuk mendapatkan hasil isolat DNA.
Gambar 3.1 Langkah Isolasi Genom Dengan Air Liur
3.8.3. Pengukuran Konsentrasi dan Kemurnian DNA
Nilai jumlah konsentrasi secara kuantitatif dan kejernihan DNA secara kualitatif dengan menggunakan nano drop. Konsentrasi diukur dengan menggunakan nano drop spektofotometer ND-1000. Template DNA diambil sebanyak 1 nano liter dan kemudian dibaca pada panjang gelombang 260 dan 280 nm. Kemurnian DNA didapat dari perbandingan absorbansi 260/280. Apabila hasilnya memenuhi kriteria minimum konsentrasi dan kejernihan DNA yang diperlukan, hasil isolasi kemudian disimpan di suhu 40C hingga dilakukan langkah selanjutnya.
3.8.4. Real Time PCR (RT PCR)
Setelah melakukan isolasi DNA hasil isolat diencerkan dengan aquadest dengan perbandingan 2:4 apabila konsentrasi hasil isolasi DNA lebih dari 50.000 dan 1:2 jika konsentrasinya dibawah 50.000. Berikutnya DNA yang sudah diencerkan dihomogenkan dengan campuran berisi
nuclease water, rhAmp SNP master Mix, rhAmp SNP Assay, dan rhAmp SNP Reporter Mix dengan menggunakan alat micro pippet ke dalam LightCycler® 480 Multiwell Plate 96 white kemudian ditutup dengan LightCycler® 480 Sealing Foil. Selanjutnya, LightCycler® 480 Multiwell Plate 96 white dihomogenkan menggunakan gerakan tangan secara
horizontal, lalu dimasukkan ke dalam The LightCycler® 480 Instrumen yang sudah dihidupkan.41
Tabel 3.1 Komponen Campuran SNP Untuk DNA Assay
Komponen dan konsentrasi bahan Volume akhir dalam larutan
Master Mix 0,95 x ((2n +1) x2,65) μl rhAmp® SNP 0,25 x (2n+1) μl
Reporter Mix 0,05 x ((2n+1) x2,65) μl
dH2O 2 x ( 2n +1) μl
Penelitian ini menggunakan kit rhAmp® SNP Assay, S, 750 rxn dengan
Catalog Number: 297884076, SNP Id: rs5186, dan SNP Type: Exon. The LightCycler® 480 merupakan instrumen rapid thermal block cycler yang
terintegrasi secara real time dengan kemampuan mendeteksi secara online. Setelan ini memungkinkan dilakukannya PCR homogeny, yaitu amplifikasi secara simultan dan deteksi target asam nukleat. Deteksi target asam nukleat dilakukan dengan menambahkan fluorescent
double-stranded-DNA-specific dye atau sequence-double-stranded-DNA-specific oligonucleotide probes yang dilabeli
oleh fluorophores. Kedua pewarna tersebut memungkinkan pengukuran produk PCR saat amplifikasi, yang merupakan dasar dari PCR Kuantitatif (qPCR).41