• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. nenek moyang yang diwariskan kepada keturunannya secara turun-temurun agar tetap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. nenek moyang yang diwariskan kepada keturunannya secara turun-temurun agar tetap"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

1

Budaya lokal di wilayah Jambi yang masih dilestarikan merupakan warisan nenek moyang yang diwariskan kepada keturunannya secara turun-temurun agar tetap dilestarikan dan dijaga sebagai bentuk penghargaannya kepada warisan leluhur. Warisa leluhur biasanya berupa tradisi, adat istiadat dan kebiasaan. Tradisi lebih berorintasi kepada kepercayaan dan kegiatan ritual yang berkembang dan mekar dimasyarakat menjadi sebuah kebudayaan.1

Adat, norma-norma ataupun kebiasaan berupa tradisi yang telah membudaya, sebagai hasil dari proses berfikir yang kreatif secara bersama-sama membentuk sistem hidup yang berkesinambungan. Tradisi artinya sesuatu kebiasaan seperti adat, kepercayaan, kebiasaan ajaran dan sebagainya yang turun-temurun dari nenek moyang terdahulu yang telah dilestarikan sebagai cerminan hidup masyarakat yang memiliki kebudayaan. Kemampuan masyarakat menciptakan dan memelihara budaya adalah bukti bahwa manusia yang hidup dalam lingkup masyarakat mampu membuktikan kemampuannya tersebut dalam mengekspos budayanya. Dalam masyarakat ada hukum adat yang mengatur adat atau kebiasaan yang dilakukan masyarakat yang merupakan

1 Risma, Skripsi Tradisi Anggauk-gauk dalam transformasi Budaya Lokal di Kabupaten Takalar (Makasar : Penerbit universitas, 2015), h.1. Lihat Juga Juliana M, Skripsi Tradisi Mappasoro Bagi Masyarakat Desa Barugariattang, Kecamatan Bulukumpa, Kabupaten Bulukumpa. H. 1

(2)

hukum yang tidak tertulis yang hidup dan berkembang sejak dahulu serta sudah berakar dalam masyarakat. Hukum adat lebih sebagai pedoman untuk menegakkan dan menjamin terpeliharanya etika kesopanan, tata tertib, moral dan nilai adat dalam kehidupan masyarakat.2

Adat istiadat pada hakikatnya sudah ada pada zaman kuno, yakni pra masuknya agama Hindu ke Indonesia. Pada waktu itu adat yang berlaku adalah adat-adat Melayu Polinesia. Lambat laun kultur Islam dan Kristen juga mempengaruhi kultur asli. Pengaruh kultur-kultur pendatang tersebut di atas adalah sangat besar sehingga akhirnya kultur asli yang sejak lama menguasai tata kehidupan masyarakat Indonesia itu tergeser, dan adat yang berlaku adalah merupakan akulturasi antara adat asli dengan adat yang dibawa oleh agama Hindu, Islam dan Kristen. Dengan demikian dalam perkembangan hukum adat pun di masyarakat sangatlah dipengaruhi oleh ketiga agama tersebut di atas.3

Adat merupakan inti atau Nukleus4 dari peradaban atau Sivilisasi5 Melayu. Dapat ditafsirkan bahwa adat dalam kebudayaan Melayu ini, telah ada sejak manusia Melayu ada. Adat selalu dikaitkan dengan bagaimana manusia mengelola dirinya, kelompok, serta hubungan manusia dengan alam (baik alam nyata maupun gaib atau

2 A. Suryaman Mustari, Hukum Adat Dulu, Kini dan akan Datang. (Makassar:Pelita Pustaka,

2009).h.12.

3 Eka Susylawati. “Eksisitensi Hukum Adat Dalam Sistem Hukum di Indonesia”. V ol . I V No . 1 J u n i 2 00 9. Hal 126.

4 Nukleus adalah Bagian dari sel yang dianggap penting sekali untuk melangsungkan kehidupan.

(3)

supernatural), dan hubungan manusia dengan Sang Pencipta. Dengan demikian adat memiliki makna yang “sinonim” dengan kebudayaan.6

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Adat adalah aturan (perbuatan) yang lazim di turut atau dilakukan sejak sejak dahulu kala, cara (kelakuan) yang sudah menjadi kebiasaan, wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan aturan satu dengan yang lain berkaitan menjadi suatu system. Karena istilah adat yang telah diserap kedalam Bahasa Indonesia menjadi kebiasaan maka istilah hukum adat dapat disamakan dengan hokum kebiasaan.7

Dalam masyarakat tradisi Alam Melayu, konsep adat memancarkan hubungan mendalam dan bermakna di antara manusia dengan manusia juga manusia dengan alam sekitarnya, termasuk bumi dan segala isinya, alam sosiobudaya, dan alam gaib. Setiap hubungan itu disebut dengan adat, diberi bentuk tegas dan khas, yang diekspresikan melalui sikap, aktivitas, dan upacara-upacara. Adat ditujukan maknanya kepada seluruh kompleks hubungan itu, baik dalam arti intisari eksistensi sesuatu, dasar ukuran buruk dan baik, peraturan hidup seluruh masyarakat, maupun tata cara perbuatan serta perjalanan setiap kelompok institusi.

Hukum Adat adalah hukum yang tidak tertulis atau tidak ditentukan seperti hukum-hukum lainnya yang berasal dari dunia barat (Kolonialis) seperti Hukum

6 Muhammad Takari bin Jilin Syahrial. “Adat dalam Peradaban Melayu” Penelitian 30 September 2015, Universitas Sumatera Utara. Hal 1. Diakses 14 April 2018 jam 13:02

7 Wikipedia Bahasa Indonesia, ensiklopedi bebas. Lihat juga H. Noor Ipansyah Jastan, S.H dan Indah Rahmadansyah . Hukum Adat . hal .15 diakses tanggal 6 April 2018. Jam 20:13

(4)

Pidana, Hukum Perdata, Hukum Dagang dan lain sebagainya. Walaupun Hukum Adat ini tidak tertulis, ia mempunyai kekuatan dan pengaruh yang besar dalam masyarakat jika dibandingkan dengan hukum-hukum yang tertulis atau dikodifikasikan8 tersebut. Adanya perbedaan pada kedua hukum ini berawal dari kelahiran atau keberadaannya ditengah masyarakat. 9

Hukum Adat, dapat digambarkan dengan skema, sebagai berikut :

Adapun Dasar hukum adat Daerah Jambi, adalah Adat yang bersendi Syara’ dan Syara’ bersendikan Kitabullah. Adat mengandung budaya dan Syara’ adalah wahyu Allah SWT oleh karena itu ia mangandung norma yang permanen (tetap) tidak bias berubah oleh manusia. Tetapi budaya adalah ciptaan manusia dan berkembang terus sesuai dengan perkembangan pikiran manusia yang sesuai dengan zamannya. Oleh karena itu perubahan-perubahan yang terjadi pada adat istiadat tersebut adalah perubahan yang mengenai budayanya.10

Perpaduan antara hukum syarak dan hukum adat sangat kental dan terlihat dalam implementasi pernyataan bahwa hukum syarak menjadi dasar bagi diterimanya suatu adat di dalam masyarakat. Apa yang dianggap tidak baik tidak baik atau

8 Kodifikasi adalah Pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.

9 Datuk Basyaruddin DKK, KEPEMIMPINAN DALAM MASYARAKAT ADAT DAN HUKUM

ADAT PUCUK JAMBI IX LURAH MELAYU JAMBI, Agustus 1990, Hal, 22

10 Ibid, hal 27

(5)

perbuatan dilarang menurut syarak, juga tidak tidak baik dan dilarang menurut hukum adat. Dengan demikian, apabila ada seseorang melanggar ketentuan atau norma-norma yang berlaku, orang itu dianggap telah melanggar norma agama dan adat. Spirit agama atau nilai-nilai religius dalam adat dan budaya di Provinsi Jambi menjadi hal yang tidak terbantahkan.Tepatlah kiranya bahwa warga masyarakat Jambi telah bersepakat menetapkan azaz : Adat Bersendi Syarak, Syarak Bersendi Kitabullah. Artinya Adat Jambi harus sesuai dengan syari’at ajaran Islam berdasarkan Al-Quran dan Hadits.

Salah satu dari lima dasar hukum adat Jambi adalah “Titian Teras Bertangga Batu”, maksudnya ketentuan yang bersumber dari Firman Allah SWT di dalam Al-Quran dan Hadits Nabi Muhammad SAW yang disebut “syarak” dijadikan tuntunan utama. Hal ini dijelaskan dalam seloko adat yang berbunyi:

Adat bersendi syarak, Syarak bersendi kitabullah. Syarak mengato adat memakai. Syarak berbuhulmati,

Adat berbuhul sentak.11

Didalam hukum adat dan syarak, adat di umpamakan seperti teras kayu yang keras yang terdapat didalam batang pohon kayu yang sudah tua. Adat haruslah keras, jika tidak dijalankan dengan keras, tidaklah namanya adat, dan tidak akan berjalan

11 Dr. Supian, S.Ag., M.Ag. “Menjaga Nilai-Nilai Religius dalam Adat dan Budaya Melayu

Jambi Di Era Globalisasi” Lihat juga di Lembaga Adat Provinsi Jambi, “ Pokok-pokok Adat, Hukum Adat Jambi” . diakses pada link Supian Ramli Google Scholar Citations, pada tanggal 30 maret 2018.

(6)

dengan baik. Hukum syarak itu dikatakan tangga batu, kerena batu juga adalah benda yang paling keras, yaitu adat yang tidak bisa disapih-sapih seperti kue. Misalnya jika syarak mengatakan bahwa babi itu haram, tidak satupun ada alasan yang dapat mengatakan bahwa babi tersebur dapat dikatakan halal. Itulah sebabnya dikatakan bahwa hukum syarak itu seperti tangga batu. 12

Kajian tradisi semakin marak dewasa ini, baik dalam hal praktik pelaksanaannya maupun tema-tema tradisi yang diangkat. Tradisi adalah suatu hal yang sangat dekat dengan kehidupan masyarakat sosial. Tradisi lahir dan mengakar dikalangan masyarakat sosial yang berkembang menjadi budaya atau kebudayaan berdasarkan masyarakatnya. Tradisi bagi masyarakat adalah suatu hal yang sangat sakral yang dilaksanakan oleh masyarakat terdahulu dan dilanjutkan oleh generasi penerusnya sampai sekarang ini.13 Banyak tradisi masyarakat yang tidak bertahan sampai sekarang. Meskipun demikian, masih banyak juga tradisi yang masih bertahan sampai sekarang, salah satunya adalah tradisi Turun Bataun di Desa Batang kibul.

Ritual Turun Bataun di Batang Kibul merupakan suatu ritual yang selalu dilaksanakan oleh masyarakat batang kibul. Ritual ini dilakukan untuk menyambut bulan puasa dan ketika ingin mengadakan kegiatan pertanian, berharap mendapatkan kelancaran disetiap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Batang Kibul. Ritual ini

12Eva Zulfita, kearifan tradisional masyarakat pedesaan dalam pemiliharaan lingkunangan

hidup di daerah jambi.Jakarta : departemen pendidikan dan kebudayaan , 1992, hlm 36

13 Soraya Rasyid, “Tradisi A’rera pada Masyarakat Petani di Desa Datara Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa (Suatu Tinjaua Sosial Budaya)”, Rihlah Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin, Makassar vol. II no.1 (2015),h.59

(7)

sempat tidak terlaksanakan pada tahun 2014-2015 karena adanya kesenjangan dalam kepemimpinan Desa Batang Kibul pada saat itu atau jarangnya pemimpin desa berada di Tempat, membuat Tradisi ini juga terabaikan atau tidak dilaksanakan pada saat itu.

Batang kibul merupakan sebuah desa yang ada di Kabupaten Merangin Jambi, desa yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam dan pada umunya masyarakat merangin dikenal dengan sifat ramah tamah. Hal itu sudah menjadi tradisi masyarakat merangin dengan para tetamunya dengan istilah adat:

“Siapa yang haus dapat minum,

Siapa yang lapar dapat nasi”.14

Ritual Turun Bataun di Desa Batang Kibul ini di pimpin oleh Datuk Tiang Panjang dalam pelaksanaannya. Datuk Tiang Panjang berperan sebagai kayu gedang

dalam negeri, rimbun tempat berteduh, gedang tempat bersandar, pergi tempat bertanyo, belik tempat berito. Datuk Tiang Panjang di Desa Batang Kibul juga

berperan sebagai pencipta kerukunana hidup masyarakat dalam desa/kelurahan melalui arah ajum, kusut diselesaikan saling patut, keruh dijernihkan sesuai dengan kewenangan yang ada padanya yaitu berkato dulu sepatah, berjalan dulu selangkah

14 Lembaga Adat Provinsi Jambi, “Dinamika Adat jambi Dalam Era Global”, CV. Lazuardi

(8)

memakan habis memancung putus, yang kesemuanya harus dilandasi dengan musyawarah untuk mufakat.15

Desa Batang Kibul mulai ada sejak tahun 1800 atau para orang tua di Desa Batang Kibul mengatakan bahwa Desa Batang Kibul sudah ada sejak “Nenek Moyang

Bokko Makan Kaloang”, semua itu ditandai dengan mulai adanya perkampungan kecil

di aliran sungai Batang Kibul. Pada awalnya masyarakat Desa Batang Kibul bermata pencaharian sebagai petani dan memanfaatkan hasil hutan seperti Rotan, Jenang, damar dan lain sebagainya. Hasil pertanian dan pemanfaatan hasil hutan ini kemudian dijual ke Kota dengan menggunakan rakit dan memanfaatkan aliran sungai sebagai mediasinya.

Desa Batang Kibul memiliki bahasa yang sangat mirip dengan Bahasa Padang/Minang, semua ini Menurut analisis penulis dikarenakan Desa Batang kibul berbatasan langsung dengan kabupaten Muaro Bungo yang berbatasan langsung dengan Padang, selain itu masyarakat Batang Kibul itu sendiri dikarenakan Nenek Moyang Desa Batang Kibul Kebanyakan dari orang padang itu sendiri, yang kita ketahui bahwa kebiasaan orang padang jika sudah menginjak usia dewasa pasti akan meninggalkan Rumah Nan Gadang. Hal ini sangat menarik untuk di teliti secara ilmiah apakah Desa Batang Kibul adalah tempat migrasi bagi orang Minang kabau yang merantau keluar daerahnya hingga Desa Batang Kibul memiliki percampuran budaya

(9)

antara budaya Jambi dan budaya Minangkabau. Dalam hal ini penulis akan melihat apakah Hukum Adat yang ada di Desa Batang Kibul sama dengan Hukum adat yang ada di Jambi atau justru lebih condong dengan Hukum Adat yang ada di Minangkabau dengan melihat dari sejarah dan pelaksanaan Ritual Turun Bataun di Desa Batang Kibul.

Untuk Prosesnya Ritual Turun Bataun di Desa Batang Kibul mula-mula masyarakat melakukan persiapan seperti membuka Rumah Godang16, pembuatan

Balerong (tenda tempat berkumpul), dan setiap masyarakat biasnya membuat Lemang

(sejenis mekanan yang dimasakan didalam bambu muda dengan bahannya seperti Beras dan Ketan) lemang tersebut kemudian akan dibagiakan kepada masyarakat dan tamu yang hadir pada Ritual Turun Bataun Tersebut. Dan dalam pelaksanaannya Ritual ini juga melakukan pencucian keris, Ziarah kubur dan pembacaan kembali Hukum Adat yang ada di Desa Batang Kibul, dan ditutup dengan makan bersama.

1.2 Perumusan dan Rumusan Masalah

Untuk lebih memudahkan pembahasan, maka penulis akan mengarahkan tulisan ini dengan rumusan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana Sejarah Desa Dan Sejarah Turun Bataun di Desa Batang Kibul? 2. Bagaimana Proses Pelaksanaan ritual turun bataun di Desa Batang Kibul?

16 Rumah Godang adalah Rumah yang digunakan untuk Musyawarah menentukan hari

pelaksanaan Ritual Turun Bataun. Rumah Godang merupakan rumah dari keturunan Datuk Tiang Panjang dan Datuk Penghulu.

(10)

3. Bagaimana Eksistensi Hukum Adat Lewat Ritual Turun Bataun di Desa Batang Kibul?

1.3 Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, maka dalam tulisan ini perlu dibuat pembatasan kajian spasial atau tempat dan temporal atau waktu. Dalam batasan spasial, peneliti membatasi ruang lingkup penelitian di Desa Batang Kibul, Kec. Tabir Barat, Kab. Merangin, Provinsi Jambi. Sedangkan batasan temporalnya peneliti memberikan batasan pada tahun 2000-2016.

Hal ini dikarenakan Desa Batang Kibul mulai mekar menjadi dua Desa dalam sistem pemerintahan pada tahun 2000, yaitu Desa Pulau Lebar dan Desa Batang Kibul. Sedangkan membatasi pada tahun 2016 dikarenakan Ritual Turun Bataun ini sempat hilang atau sempat tidak terlaksanakan pada tahun 2014-2015, dan kembali di laksanakan pada tahun 2016.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini secara garis besar untuk menjelaskan atau mendeskripsikan dan untuk mengetahui:

(11)

1. Sejarah Desa dan Sejarah Awal Mula Pelaksanaan Turun Bataun Di Desa Batang Kibul.

1. Pelaksanaan Ritual Turun Bataun di Desa Batang Kibul.

2. Eksistensi Hukum Adat lewat Ritual Turun Bataun di Desa Batang Kibul.

1.4.2 Manfaat Penelitian

1. Dari segi akademis penelitian ini di harapkan bisa menjadi bahan bacaan, menambah wawasan, pengetahuan akademis bagi mahasiswa pada umumnya, mahasiswa di Jambi khususnya dan menjadi sumber pembelajaran bagi yang berasal dari akademisi maupun non-akademisi. 2. Segi praktis, penelitian ini diharapkan bisa menjadi sumber informasi

dan wawasan yang berguna bagi masyarakat jambi dalam rangka untuk mengetahui secara teoritik bagaimana hukum adat yang ada di Jambi. 3. Secara teoritis, penelitian ini membantu untuk menambah pemahaman

penulis tentang keilmuan dibidang ilmu sejarah khususnya di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jambi.

4. Bagi masyarakat penelitian ini berguna untuk mereka agar nantinya bisa menjadi bekal untuk diceritakan kepada generasi penerus nantinya.

1.5 Tinjauan Pustaka

Sejauh yang diketahui penulis sampai saat ini, tulisan yang dengan secara khusus membahas tentang Ritual Turun Bataun di Desa Batang Kibul belum ada. Dari

(12)

beberapa tulisan yang mengungkapkan mengenai tema tersebut yang dapat dijadikan perbandingan oleh penulis tentang sejauh mana masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini, yaitu :

Peneliti mengambil beberapa sumber yang dijadikan bahan untuk pembuatan tulisan ini berasal dari jurnal. Untuk sumber jurnal yang pertama, penulis mengutip dari jurnal yang ditulis oleh Muhammad Takari bin Jilin Syahrial. “Adat dalam Peradaban Melayu” pada jurnal ini Pak Muhammad Takari bin Jilin Syahrial Membahas tentang adat dalam Peradaban melayu, dan menjelaskan macam-macam jenis adat yang ada dalam masyarakat melayu seperti Adat yang sebenar adat (adat yang tidak bisa dianjak-alih, dirukar, dan diubah), adat yang di adatkan (adat yang berkerja pada satu landasan tertentu), adat yang teradat (kebiasaan yang secara berangsur-angsur berubah menjadi adat), adat istiadat (kumpulan dari berbagai kebiasaan, yang lebih banyak di artikan tertuju kepada upacara khusus seperti pernikahan/perkawaninan, penobatan raja, dan pemakaman raja)

Untuk Jurnal yang kedua, penulis menggunankan jurnal Ibu Eka Susylawati. “Eksistensi Hukum Adat Dalam Sistem Hukum di Indonesia”. Vol. IV No.1 Juni 200 9. Hal 126. Pada jurnal ini ibu Eka Susylawati mengambarkan bagaimana Eksistensi Hukum adat dalam sistem hukum di Indonesia lewat konsep hukum adat menurut para sarjana, dasar hukum berlakunya hukum adat di Indonesia dari zaman colonial hingga sekarang, jurnal ini juga membahas hukum adat dan hukum agrarian, hukum adat dan

(13)

hukum harta perkawinan, dan ditutup dengan konsep hukum adat menuju pembinaan hukum nasional.

Untuk jurnal yang ke tiga, penulis menggunakan jurnal ibu Lastuti Abubakar.

“Revitalisasi Hukum Adat Sebagai Sumber Hukum Dalam Membangun Sistem Hukum

Indonesia”. 320 Jurnal Dinamika Hukum Vol. 13 No. 2 Mei 2013. Hal 1. Dalam jurnal

ini ibu Lastuti Abubakar membahas hukum adat sebagai sumber dalam membangun sistem hukum Indonesia, dan mengkaji bidang-bidang hukum adat manakah yang masih relevan dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia dalam era globalisasi, dan bagaimana urgensi hukum adat sebagai landasan kebijakan pembangunan hukum nasional.

Untuk jurnal yang ke empat, penulis menggunakan makalah dari Dr. Supian, S.Ag., M.Ag. “Menjaga Nilai-Nilai Religius dalam Adat dan Budaya Melayu Jambi Di

Era Globalisasi”. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional “Rekontruksi Budaya Melayu Menuju Industri Kreatif Di Tengah Arus Globalisasi”, yang

dilaksanakan oleh Lembaga Penelitian Universitas Jambi dan Fak. Ilmu Budaya Univ. Jambi tanggal 3 September 2014, yangdiakses pada link Supian Ramli Google Scholar Citations. dalam makalah ini Dr. Supian, S.Ag., M.Ag. pada awalnya menerangkan tentang nilai-nilai religius dalam budaya melayu Jambi dengan agama Islam mejadi dasar dari system nilai yang menjadi pedoman bagi etnis mayoritas di Jambi, yakni Melayu. Selanjutnya implementasi nilai-nilai religius dalam adat dan budaya melayu

(14)

Jambi, dan terakhir ditutup dengan menjaga adat dan kebudayaan melayu jambi di era globalisasi.

Untuk yang ke lima, penulis menggunakan skripsi dari Juliana M, Skripsi Tradisi Mappasoro Bagi Masyarakat Desa Barugariattang, Kecamatan Bulukumpa, Kabupaten Bulukumpa. Dalam Skripsi ini Juliana memaparakan tentang tradisi

mappasoro dan pengaruh Agama Islam terhadap Tradisi tersebut. Tradisi Moppasoro

adalah tradisi pemberian atau pappasoro yang berupa pakaian, makanan dan terkadang berupa uang saja, kerumah Sandro’ (orang yang dianggap pintar) yang telah membantunya mengurusi dan meringankan beban ahli mayat yang telah ditimpa musibah kematian diantara mereka. Mappasoro merupakan suatu pemberian yang bernilai sedekah secara ihklas kepada pegawai syara’. Akan tetapi lama kelamaan amalan tersebut dianggap oleh sebagian masyarakat adalah suatu amalan yang wajib ditunaikan bagi setiap mereka yang telah ditimpa suatu musibah kematian.

Untuk jurnal ke enam, penulis menggunakan jurnal dari Nizwardi Jalinus, Fahri Rizal, Nofri Helmi, dan Youmil Abrian, yang berjudul “Peranan Ninik Mamak Dalam Melestarikan Adat Istiadat Minangkabau di Tengah Arus Globlisasi: Studi Kasus di Nagari Parambahan dan Nagari Labuah” Universitas Negeri Padang. Dalam jurnal ini Nizwardi Jalinus dkk menjelaskan bahwa Ninik Mamak adalah suatu lembaga adat yang terdiri dari beberapa orang penghulu yang berasal dari berbagai kaum yang ada dalam suku-suku minang kabau, Ninik Mamak adalah yang dituakan dalam adat Minangkabau yang memiliki tugas pokok yaitu Menjaga Sako (Gelar adat), dan Pusako

(15)

(Harta). Selain menjaga Sako dan Pusako, Ninik Mamak juga berperan memutuskan perkara yang terjadi ditangah masyarakat, dengan dua sistem yaitu Bodi Caniago dan

Kato Piliang.

Penelitian Ritual Turun Bataun di Desa Batang Kibul ini juga membahas tentang Hukum Adat, Namun lebih terfokus pada bagaimana cara masyarakat Desa Batang Kibul Menjaga Hukum Adat yang ada di Desa tersebut bisa bertahan hingga saat ini, Seperti apa dampak Hukum Adat bagai masyarakat, dan bagaimana pelaksanaan Ritual Turun Bataun tersebut. Selain itu penulis juga akan membahas tentang sejarah Ritual Turun Bataun.

1.6 Kerangka Teori

Dalam penelitian yang Berjudul “Eksistensi Hukum Adat Lewat Ritual Turun

Bataun di Desa Batang Kibul, Kec. Tabir Barat, Kab. Merangin 2000-2016”. akan

dijelaskan rancangan berpikir yang dipergunakan dalam penulisan. Penulisan ini menggunakan Teori Etnosentris, etnosentris adalah penilaian terhadap kebudayaan lain atas dasar nilai dan standar budaya sendiri. Orang-orang etnosentris menilai kelompok lain relatif terhadap kelompok atau budaya sendiri, khususnya bila berkaitan dengan Bahasa, prilaku, kebiasaan dan agama. Manusia pada dasarnya seorang yang individualis yang cenderung mengikuti naluri biologis mementingkan diri sendiri sehingga menghasilkan hubungan diantara manusia yang bersifat antagonitik (bertentangan yang menceraiberaikan). Agar pertentangan dapat dicegah maka perlu

(16)

adanya folkways17 yang bersumber pada pola-pola tertentu. Pola-pola itu merupakan kebiasaan (habits), lama-kelamaan menjadi adat-istiadat (costoms), kemudian menjadi norma-norma sosial (more), akhirnya menjadi Hukum (laws).

Kemudian peneliti menggunakan konsep Etnohistori. Etnohistori adalah studi yang menekankan penggunaan data dokumenter dan data etnografi atau arkeologi. Kemudian studi ini menggunakan kombinasi pendekatan historis dan antropologis.

Untuk memudahkan penelitian penulis membuat kerangka sebagai berikut:

17 Folkways adalah adat istiadat yang secara lazim dan luas dianut oleh warga masyarakat, tetapi pelanggarannya hanya dikenakan hukum social tak resmi. Konsep ini dipakai sebagai lawan dari Mores dan dikembangkan oleh ahli sosiologi benama William Graham Sumner dalam bukunya yang berjudul Folkways 1906

Pelaksanaan Ritual Turun Bataun di Desa Batang Kibul

Awal Mula Pelaksanaan Turun Bataun Di Desa Batang Kibul

Eksistensi Hukum Adat Lewat Ritual Turun Bataun di Desa Batang Kibul

(17)

1.7 Metode Penelitian

Metode menyangkut cara, teknik, proses, langkah yang sistematik dalam melakukan seseuatu. Dalam melakukan pengumpulan data terjadi interaksi antara peneliti data dengan sumber data, dalam interaksi ini baik peneliti maupun sumber data mempunyai latar belakang, pandangan, keyakinan, nilai-nilai, kepentingan dan persepsi berbeda-beda.18 Penelitian ini termasuk dalam penelitian kulitatif untuk melihat lebih dalam suatu fenomena sosial19, karena selanjutnya akan di uji dengan pendekatan historis, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah, yaitu: Heuristik, Kritik sumber, Interpretasi dan Historiografi.

1. Heuristik

Heuristik adalah kegiatan mencari dan menemukan sumber yang diperlukan. Berhasil-tidaknya pencarian sumber, pada dasarnya tergantung dari wawasan peneliti mengenai sumber yang diperlukan dan keterampilan teknis penelusuran sumber. Pada kegiatan heuristik, dilakukan penyaringan atau penyeleksian tentunya dengan mengacu pada prosedur yang ada, yakni sumber yang factual dan keasliannya terjamin. Dalam sumber mengatakan bahwa verivikasi pada penelitian sejarah identic dengan kritik sumber. Kritik ini menyangkut dengan verivikasi sumber yaitu pengujian mengenai

18 Prof.Dr. Sugiono Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif. Bandung Alfabeta. 2014 Hlm. 11.

19 Prof. Dr. Rully Indrawan, Prof. Dr. R. Poppy Yuniawati “Metodologi Penelitian” Bandung: Rafika Aditama. Hlm. 67.

(18)

kebenaran atau ketepatan (akurasi) dari sumber itu dengan metode sejarah dikenal dengan cara melakukan kritik eksternal dan kritik internal.20

Berdasarkan bentuk penyajiannya, sumber-sumber sejarah terdiri atas arsip, dokumen, buku, majalah/jurnal, surat kabar, dan lain-lain. Berdasarkan sifatnya, sumber sejarah terdiri atas sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber yang waktu pembuatannya tidak jauh dari waktu peristiwa terjadi. Sumber primer diperoleh melalui dokumen dan lisan dari media cetak dan tokoh-tokoh yang terlibat langsung dalam penelitian Ritual Turun Bataun di Desa Batang Kibul. Sumber sekunder adalah sumber yang waktu pembuatannya jauh dari waktu terjadinya peristiwa. Sumber sekunder berupa buku, jurnal, skripsi dan internet. Peneliti harus mengetahui benar, mana sumber primer dan mana sumber sekunder. Dalam pencarian sumber sejarah, sumber primer harus ditemukan, karena penulisan sejarah ilmiah tidak cukup hanya menggunakan sumber sekunder. Agar pencarian sumber berlangsung secara efektif. Sumber yang kemungkinan paling banyak digunakan dalam penelitian ini adalah sumber lisan yang dapat berupa sejarah lisan, karena sumber tertulis atau dokumen untuk penelitian tersebut masih sangat kurang.

2. Kritik Sumber

Sumber untuk penulisan sejarah ilmiah bukan sembarang sumber, tetapi sumber-sumber itu terlebih dahulu harus dinilai melalui kritik ekstern dan kritik intern.

(19)

Dalam sumber mengatakan bahwa verifikasi pada penelitian sejarah identik dengan kritik sumber, yaitu kritik ekstern mencari otentisitas atau keotentikan (keaslian sumber) dan kritik intern yang menilai apakah sumber itu memiliki kredibelitas (bisa untuk dipercaya) atau tidak. Kritik sumber umunya dilakukan terhadap sumber-sumber pertama. Kritik ini menyangkut verifikasi sumber yaitu pengujian mengenai kebenaran atau ketepatan dengan cara melakukan kritik eksternal dan internal.21

Kritik eksternal adalah suatu penelitian atas asal-usul dari sumber, suatau pemeriksaan atas catatan atau peninggalan itu sendiri untuk mendapatkan semua informasi yang dibutuhkan untuk mengetahui apakah ada suatau waktu sejak asal mulanya sumber itu telah diubah oleh orang-orang tertentu atau tidak. Sementara yang dimaksud dengan kritik internal adalah kritik yang dilakukan dengan memperhatikan dua hal yaitu penelitian intinsik terhadap sumber-sumber, dan membanding-bandingkan kesaksian dari berbagai sumber agar sumber dapat dipercaya (kredibilitas). Terkait dengan penelitian ini, maka sumber yang digunakan lebih didominasi oleh sumber lisan. Cara melakukan kritik internal sumber lisan adalah perbandingan melalui wawancara yaitu perbandingan kesaksian sumber lisan dengan mewawancarai banyak sumber yang meliputi pelaku dan penyaksi sejarah.

3. Interpretasi

(20)

Setelah fakta untuk mengungkap dan membahas masalah yang diteliti cukup memadai, kemudian dilakukan interpretasi, yaitu penafsiran akan makna fakta dan hubungan antara satu fakta dengan fakta lain. Penafsiran atas fakta harus dilandasi oleh sikap obyektif. Kalaupun dalam hal tertentu bersikap subyektif, harus subyektif rasional, jangan subyektif emosional. Rekonstruksi peristiwa sejarah harus menghasilkan sejarah yang benar atau mendekati kebenaran.

Setelah data penelitian ini diperoleh dari perpustakaan, dokumen masyarakat dan wawancara maka dipergunakan metode komparatif dalam sejarah, yaitu menganalisi dengan jalan membanding-bandingkan data atau pendapat para ahli yang satu dengan yang lainnya kemudian menarik kesimpulan.

4. Historiografi

Kegiatan terakhir dari penelitian sejarah (metode sejarah) adalah merangkaikan fakta berikut maknanya secara kronologis/diakronis dan sistematis, menjadi tulisan sejarah sebagai kisah. Kedua sifat uraian itu harus benar-benar tampak, karena kedua hal itu merupakan bagian dari ciri karya sejarah ilmiah, sekaligus ciri sejarah sebagai ilmu.

Selain kedua hal tersebut, penulisan sejarah, khususnya sejarah yang bersifat ilmiah, juga harus memperhatikan kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah umumnya.

(21)

• Bahasa yang digunakan harus bahasa yang baik dan benar menurut kaidah bahasa yang bersangkutan. Kaya ilmiah dituntut untuk menggunakan kalimat efektif.

• Merperhatikan konsistensi, antara lain dalam penempatan tanda baca, penggunaan istilah, dan penujukan sumber.

• Istilah dan kata-kata tertentu harus digunakan sesuai dengan konteks permasalahannya.

• Format penulisan harus sesuai dengan kaidah atau pedoman yang berlaku, termasuk format penulisan bibliografi/daftar pustaka/daftar sumber.

Kaidah-kaidah tersebut harus benar-benar dipahami dan diterapkan, karena kualitas karya ilmiah bukan hanya terletak pada masalah yang dibahas, tetapi ditunjukkan pula oleh format penyajiannya.

1.8 Sistematika Penulisan

Untuk mendapat gambaran singkat dan mempermudah pemahaman yang akan dibahas dalam penelitian ini, maka penulis akan mendeskripsikan sistematika penulisan ini sebagai Berikut

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

(22)

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5 Tinjauan Pustaka

1.6 Landasan Teori 1.7 Metode Penelitian 1.8 Sistematika Penulisan

BAB II Gambaran Umum Desa Batang Kibul Kec. Tabir Barat Kab. Merangin

BAB III Sejarah Desa Batang Kibul dan Sejarah Turun Bataun di Desa Batang kibul

BAB IV Pelaksanaan dan Eksistensi Hukum Adat lewat Ritual Turun Bataun di Desa Batang Kibul

Referensi

Dokumen terkait

Pada dimensi cognitive, sebanyak 77% dari 100 responden menyatakan bahwa mereka memiliki keinginan untuk berkunjung ke NuArt Sculpture Park setelah membaca ulasan di situs

PENGARUH BIAYA PRODUKSI, HUTANG JANGKA PENDEK DAN HUTANG JANGKA PANJANG TERHADAP LABA BERSIH PADA PERUSAHAAN INDUSTRI BARANG KONSUMSI YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK

Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk menemukan bukti empiris apakah interaksi informasi sistem akuntansi manajemen dan gaya kepemimpinan dengan total

Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antara pengetahuan dan sikap sebelum dan sesudah edukasi pada kelompok intervensi (pengetahuan: p= 0,002;

Penelitian menyimpulkan bahwa pemberian 90% pakan hijauan beragam (rumput, gamal, dan waru) dengan 10% konsentrat ”Molamix” dapat menghasilkan peningkatan kecernaan

PJA Andriani yang dikutip oleh (Mariana, 2018) mengemukakan bahwa pajak merupakan iuran rakyat atau masyarakat pada negara yang bisa dipaksakan dan terhutang bagi yang wajib

Perbandingan hukum pidana Islam dan hukum pidana positif terhadap tindak pidana pembunuhan bayi yang dilakukan oleh orang tuanya yaitu dalam hukum Islam tidak

[r]