• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. PERKEMBANGAN PARIWISATA di PANTAI PANGANDARAN. Bab ini merupakan uraian analisis dari hasil penelitian di kawasan wisata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV. PERKEMBANGAN PARIWISATA di PANTAI PANGANDARAN. Bab ini merupakan uraian analisis dari hasil penelitian di kawasan wisata"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

PERKEMBANGAN PARIWISATA di PANTAI PANGANDARAN

Bab ini merupakan uraian analisis dari hasil penelitian di kawasan wisata Pantai Pangandaran untuk memberikan gambaran umum mengenai masyarakat sekitar kawasan wisata Pantai Pangandaran yaitu tentang ”Perkembangan Pariwisata di Pantai Pangandaran dan Dampaknya Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Tahun 1990-2005” sesuai dengan fakta-fakta dan sumber tertulis berupa buku-buku, dokumen dan arsip-arsip yang relevan dengan kajian yang penulis lakukan. Pembahansan dalam bab ini dikembangkan lagi menjadi tiga sub bab, yaitu 1) Gambaran umum kondisi kehidupan masyarakat Kecamatan Pangandaran, 2) Perkembangan kawasan wisata Pantai Pangandaran, 3) Dampak keberadaan kawasan wisata Pantai Pangandaran terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat sekitar.

4.1 Gambaran Umum Wilayah Kecamatan Pangandaran 4.1.1 Keadaan Geografis dan Administratif

Kecamatan Pangandaran merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Ciamis yang berlokasi di sebelah selatan ibukota kabupaten yang berjarak sekitar 91 km dari ibu kota Kabupaten Ciamis. Kecamatan Pangandaran juga merupakan kecamatan yang baru terbentuk pada tahun 2000. Sebelumnya kecamatan ini termasuk ke dalam Kecamatan Sidamulih. Namun pada tahun 2000 Kecamatan

(2)

Sidamulih mengalami pemekaran wilayah menjadi dua kecamatan yakni Kecamatan Pangandaran dan Kecamatan Sidamulih itu sendiri. Terjadinya pemekaran wilayah Kecamatan Sidamulih itu dikarenakan terlalu luasnya wilayah administratif Kecamatan Sidamulih sehingga banyak wilayah-wilayah yang tidak terperhatikan.

Kecamatan Sidamulih yang pada awalnya memiliki luas wilayah sebesar 138,75 Km² setelah terjadinya pemekaran wilayah, luas wilayah Kecamatan Sidamulih yaitu 73,85 Km², dan luas wilayah Kecamatan Pangandaran yaitu 64,90 Km². Terjadinya pemekaran wilayah Kecamatan Sidamulih ini berdampak positif terhadap wilayah Kecamatan Pangandaran yang merupakan daerah yang perkembangannya cukup pesat dikarenakan di wilayah Kecamatan Pangandaran ini terdapat objek wisata Pantai Pangandaran.

Kecamatan Pangandaran memiliki luas wilayah administratif sebesar 7.442,706 Ha, yang terdiri dari 880,635 Ha tanah pesawahan, 3.860.920 tanah kering, 232.520 Ha tanah basah, 634.000 Ha tanah hutan, 1.354,086 Ha tanah perkebunan, 137,000 Ha tanah keperluan fasilitas umum, dan sisanya 343,574 Ha yaitu tanah tandus dan tanah pasir (Kecamatan Pangandaran Dalam Angka Tahun 2005:1).

Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Pangandaran adalah sebagai berikut: • Utara berbatasan dengan Kecamatan Kalipucang

• Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia • Barat berbatasan dengan Kecamatan Sidamulih • Timur berbatasan dengan Kecamatan Jatinagara.

(3)

Gambar 4.1

Peta Kabupaten Ciamis Tahun 2005

(4)

Secara administratif Kecamatan Pangandaran terdiri dari 8 desa, 30 dusun, 329 RT, dan 88 RW. Pembagian wilayah tersebut untuk mempermudah pembinaan penduduk sebanyak 44.866 jiwa yang tersebar di seluruh desa di wilayah Kecamatan Pangandaran.

Tabel 4.1

Jumlah RW dan RT di Kecamatan Pangandaran Tahun 2005

Desa RT RW Wonoharjo 49 20 Pananjung 39 6 Pangandaran 45 9 Babakan 55 15 Sukahurip 37 13 Purbahayu 23 4 Sidomulyo 50 17 Pagergunung 21 4 Jumlah 329 88

Sumber: Kecamatan Pangandaran Dalam Angka Tahun 2005

Kecamatan Pangandaran berada pada lintasan antara Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Tasikmalaya. Berdasarkan letak kawasan dan sarana transportasi yang demikian lancar menyebabkan luas pemukiman di sekitar Pantai Pangandaran menjadi bertambah, hal ini dikarenakan adanya pertambahan jumlah penduduk, baik penduduk asli maupun penduduk pendatang. Wilayah tersebut juga merupakan salah satu objek wisata yang memiliki banyak tempat serta pemandangan yang indah, sehingga Pangandaran dikenal sebagai daerah tujuan wisata Kabupaten Ciamis.

(5)

4.1.2 Kondisi Kehidupan Masyarakat Kecamatan Pangandaran

Kehidupan masyarakat Kecamatan Pangandaran yang dilatarbelakangi oleh kehidupan pertanian, perikanan dan peternakan membentuk nilai budaya tersendiri di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan kebudayaan yang dicerminkan dalam berbagai kegiatan kesenian masyarakat telah memperkaya berbagai jenis kesenian. Sungai dan laut merupakan tempat yang digunakan untuk mengekspresikan kekuatan seni mereka melalui berbagai syukuran, festival, bentuk perahu dan lain-lain.

Dalam kehidupan sosial masyarakat, budaya kegotongroyongan masyarakat masih nampak sekali dalam kehidupan sehari-hari, misalnya dalam membangun rumah penduduk, tempat ibadah, perbaikan jalan, membantu hajatan seseorang dan lain sebagainya. Dalam hal ini masayarakat mengerjakan bersama-sama tanpa adanya suatu imbalan ataupun upah, kadang bantuan-bantuan itu juga berupa materi atau sumbangan pemikiran sebagai rasa kepedulian sosial yang tinggi terhadap sesama anggota masyarakat (wawancara dengan bapak Jajang pada tanggal 13 Juli 2009).

Mayoritas masyarakat Kecamatan Pangandaran beragama Islam. Menurut data yang ada di Pangandaran 99% adalah beragama Islam. Kegiatan yang ada khususnya agama Islam adalah berupa pengajian-pengajian, sholat berjamaah, dan kesenian yang bernuansa islami. Melalui media inilah penanaman moral, akhlak ditanamkan sejak usia dini dengan terbukti banyaknya TK-TPA Al-Qur’an yang terus tanpa hentinya memberikan wawasan dan penerangan. Dengan dijadikannya Pangandaran sebagai salah satu tujuan wisata tentunya sangat rentan dengan

(6)

berbagai masalah, seperti tumbuhnya kafe-kafe serta tempat hiburan. Ini merupakan fenomena di satu pihak Pangandaran merupakan masyarakat yang mayoritas beragama Islam tetapi di lain pihak Pangandaran merupakan kawasan wisata.

Dalam kehidupan keagamaan, selain menjalankan kewajiban beragama namun mereka juga masih memadukan antara agama dan adat. Hal ini menyebabkan susahnya untuk memisahkan antara agama dan adat karena kedua unsur ini erat serta telah menjadi adat kebiasaan dan kebudayaan masyarakat Kecamatan Pangandaran. Unsur ini masih sangat kuat, terlihat dari mayoritas masyarakat Pangandaran yang masih menggunakan sesajen apabila mereka akan melakukan suatu acara, misalnya upacara hajat laut dan hajat bumi. Hal tersebut terjadi dikarenakan masyarakat Pangandaran masih tetap berpegang teguh pada adat dan kepercayaan. (wawancara dengan Bapak Jasman tanggal 27 Agustus 2009).

Jumlah penduduk di Kecamatan Pangandaran dari tahun 1990 sampai tahun 2005 terus mengalami perkembangan yang cukup cepat. Hal ini terjadi karena pertumbuhan penduduk di Pangandaran diimbangi dengan tingkat kelahiran yang cukup baik serta banyaknya penduduk pendatang yang menetap menjadi penduduk Pangandaran. Besarnya jumlah penduduk di Kecamatan Pangandaran ini merupakan modal tenaga kerja dalam proses pembangunan, namun di lain pihak juga menimbulkan lahirnya masalah baru. Pemerintah dituntut untuk menyediakan lahan permukiman, kesempatan kerja yang luas serta

(7)

fasilitas pendidikan, kesehatan dan fasilitas umum lainnya yang mampu melayani kebutuhan masyarakat.

Pertumbuhan jumlah penduduk di sekitar objek wisata Pantai Pangandaran dari tahun 2001 sampai 2005. Pada tabel berikut ini akan diuraikan jumlah penduduk Kecamatan Pangandaran pada kurun waktu 2001-2005:

Tabel 4.2

Perkembangan Penduduk Kecamatan Pangandaran Tahun 1994-2005

Tahun Jenis Kelamin Jumlah

Laki-laki Perempuan 1994 31.265 31.723 62.988 1995 31.397 31.834 63.231 1999 31.486 31.973 63.459 2000 22.273 21.950 44.223 2001* 22.396 22.059 44.455 2002* 22.427 22.267 44.694 2003* 22.415 22.320 44.735 2004* 22.423 22.795 44.795 2005* 22.462 22.297 44.866

Keterangan: *: jumlah penduduk setelah mengalami pemekaran wilayah (sumber buku laporan Badan Pusat Statistik Kabupaten Ciamis. 1994-2005)

Data yang disajikan pada tabel di atas tidak berurutan berdasarkan tahun kajian yaitu dari tahun 1990-2005 karena keterbatasan sumber. Berdasarkan data penduduk pada tabel di atas, dapat terlihat sebelum tahun 2000 dan sesudah tahun 2000 jumlah penduduk Kecamatan Pangandaran mengalami perubahan yang signifikan. Hal ini dikarenakan sebelum tahun 2000 wilayah Kecamatan Pangandaran termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Sidamulih, namun pada tahun 2000 wilayah Kecamatan Sidamulih mengalami pemekaran yang menjadikan Kecamatan Sidamulih terbagi ke dalam dua kecamatan yaitu Kecamatan Pangandaran dan Kecamatan Sidamulih. Hal inilah yang

(8)

menyebabkan terjadinya perbedaan jumlah penduduk yang signifikan antara tahun 1999 dan 2000.

Berdasarkan data di atas juga dapat diketahui bahwa jumlah penduduk di sekitar kawasan wisata Pantai Pangandaran mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2001 jumlah penduduk adalah sebesar 44.455 jiwa kemudian pada tahun 2005 mengalami peningkatan sebesar 0,20% yaitu mencapai 44.866 jiwa. Peningkatan ini disebabkan karena adanya pertambahan angka kelahiran serta bertambahnya jumlah pendatang yang menetap di Kecamatan Pangandaran. Hal ini dikarenakan Kecamatan Pangandaran yang merupakan daerah tujuan wisata memberikan kesempatan kerja sehingga menjadikan para pendatang merasa tertarik untuk menetap di Kecamatan Pangandaran.

Pertambahan jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan akan lapangan pekerjaan sangat diperlukan dan meningkat setiap tahunnya. Masyarakat Pangandaran terutama yang tinggal di sekitar kawasan objek wisata Pantai Pangandaran memiliki mata pencaharian yang cukup beragam. Ada yang bekerja sebagai petani, nelayan, pengusaha, pengrajin, pegawai/ pengelola pantai, buruh, pedagang, pegawai negeri sipil, dan lain-lain. Untuk lebih jelasnya mengenai mata pencaharian masyarakat Kecamatan Pangandaran dapat dilihat tabel berikut:

(9)

Tabel 4.3

Jumlah Masyarakat Kecamatan Pangandaran Berdasarkan Mata Pencahariannya

No Jenis Mata Pencaharian Jumlah

1 Pegawai Negeri Sipil 333

2 Petani 18.148 3 Pengusaha 1.815 4 Pedagang 4.457 5 Nelayan 1.871 6 Pengrajin 816 7 Buruh 4.143 8 TNI/POLRI 56 9 Pensiunan 432 10 Lain-lain 1.505

Kecamatan Pangandaran. 2005. Arsip Laporan Penduduk Kecamatan Pangandaran. Pangandaran: Kantor Kecamatan Pangandaran.

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa mata pencaharian atau pekerjaan masyarakat Kecamatan Pangandaran sebagian besar sebagai petani yaitu sebesar 54% dan sebagian lainnya 46% bekerja sebagai pedagang, nelayan, pengusaha, Pegawai Negeri Sipil (PNS), wiraswasta, buruh, dan lain-lain. Alternatif untuk memperoleh penghasilan bagi sebagian masyarakat sekitar objek wisata Pantai Pangandaran yang berpendidikan rendah dan tidak mempunyai banyak keahlian adalah bekerja di kawasan Pantai Pangandaran. Mereka bekerja sebagai pedagang, nelayan, pemandu wisata, tukang parkir, tukang foto, penyewa senter, tukang ojeg, tukang becak, berjualan dan lain-lain. Mereka tidak memerlukan pendidikan yang tinggi, akan tetapi mereka hanya memerlukan keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan pekerjaan tersebut.

Keberadaan Pantai Pangandaran memberikan pengaruh terhadap perubahan mata pencaharian masyarakat dan peningkatan pendapatan masyarakat setempat. Aspek yang paling mempengaruhi dari keberadaan objek wisata Pantai

(10)

Pangandaran terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat adalah tersedianya lapangan kerja baik dalam bidang pariwisata atau bidang lain. Dengan adanya Pantai Pangandaran, masyarakat sekitar Pantai Pangandaran mempunyai keragaman mata pencaharian, tidak hanya mengandalkan sektor pertanian meskipun saat ini sektor pertanianlah yang menjadi mata pencaharian dominan dari masyarakat Kecamatan Pangandaran. Dengan tersedianya lapangan kerja baik di sektor pariwisata atau sektor lainnya, seperti wirausaha maka pendapatan masyarakat menjadi meningkat.

Perkembangan pariwisata di Pangandaran juga memberikan kesempatan pada masyarakat untuk dapat mengenyam dunia pendidikan yang lebih baik dari kesempatan sebelumnya. Kondisi sosial ekonomi yang masih tetap sangat terbatas adalah kendala utama bagi sebagian besar masyarakat untuk dapat meraihnya, walaupun hanya sebatas meraih wajib belajar sembilan tahun saja. Keberhasilan pembangunan masyarakat sangat ditentukan pada kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia yang tinggi dapat dicapai melalui pendidikan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Tilaar (1997: 92), pendidikan merupakan suatu proses mengungkapkan potensi yang ada pada manusia sebagai individu, yang selanjutnya dapat memberikan sumbangan kepada masyarakat bangsanya, dan pada akhirnya kepada masyarakat global. Dalam hal ini pemerintah memiliki peranan yang tinggi dalam peningkatan SDM, yaitu dengan cara memberikan kesempatan yang sama kepada semua lapisan masyarakat untuk dapat mengecap pendidikan.

(11)

Perkembangan pendidikan masyarakat Kecamatan Pangandaran, khususnya di Desa Pangandaran yang merupakan daerah paling dekat dengan objek wisata Pantai Pangandaran dari jumlah siswa pada lembaga pendidikan formal tahun 1990-2005, setiap tahunnya mengalami peningkatan.

Tabel 4.4

Perkembangan Pendidikan Masyarakat Desa Pangandaran Pada Pendidikan Formal Tahun 1991-2005

Tahun Jumlah Siswa SD SMP SMA Perguruan Tinggi 1991 912 493 372 65 1995 1.201 710 575 116 1999 1.659 917 892 191 2000 1.780 992 950 217 2003 2.580 1.211 1.207 318 2005 3.177 1.592 1.436 355

Data Kantor Desa Pangandaran (1991-2005: Tanpa Halaman). Profil Desa Pangandaran. Pangandaran: Kantor Kepala Desa Pangandaran.

Berdasarkan tabel di atas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa pada umumnya tingkat pendidikan masyarakat di sekitar objek wisata Pantai Pangandaran yaitu sampai tingkat Sekolah Dasar (SD). Hal ini terjadi dikarenakan keterbatasan ekonomi. Berdasarkan penelitian, ada beberapa anak dari responden yang mengalami putus sekolah dengan alasan karena tidak ada biaya bahkan ada juga yang mengatakan bahwa mereka tidak berminat untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi dan lebih memilih untuk bekerja untuk membantu kedua orangtuanya baik itu menjadi nelayan ataupun petani. Hal ini membuktikan bahwa selain masalah perekonomian, pemahaman mereka tentang pentingnya pendidikan masih rendah.

(12)

4.2 Perkembangan Pariwisata di Pantai Pangandaran (1990-2005) 4.2.1 Letak, Luas, Status dan Sejarah Pengelolaan Kawasan

Kawasan Taman Wisata Alam Pangandaran merupakan semenanjung kecil yang terletak di pantai selatan pulau Jawa. Semenanjung ini merupakan sebuah pulau yang dihubungkan dengan daratan utama dan dipisahkan oleh jalur sempit yang diapit antara dua teluk selebar ± 200 meter. Semenanjung Pangandaran beriklim khusus dengan curah hujan rata-rata 3196 mm/tahun, dan suhu rata-rata berkisar antara 25°-30°C dan kelembaban berkisar antara 80%-90%.

Secara geografis kawasan Taman Wisata Alam Pangandaran terletak pada koordinat 108°39'05''- 108°39'43'' Bujur Timur dan 7° 42'23'' - 7°42'03'' Lintang Selatan, dengan luas ± 37,7 ha. Dengan batas wilayah sebagai berikut:

 Sebelah utara, berbatasan dengan Desa Pangandaran  Sebelah timur, berbatasan dengan Teluk Pangandaran

 Sebelah selatan, berbatasan dengan Cagar Alam Pangandaran  Sebelah barat, berbatasan dengan Teluk Parigi

Kawasan Konservasi Sumber Daya Alam Pananjung Pangandaran terdiri dari tiga kawasan, yang berstatus Taman Wisata Alam, Cagar Alam Darat dan Cagar Alam Laut adalah 1000 Ha. Seluas 37,7 Ha merupakan Taman Wisata Alam sisanya seluas 492, 3 Ha merupakan Cagar Alam Darat, dan 470 Ha adalah Cagar Alam Laut (BKSDA Jawa Barat II 2005:6).

Sejarah terbentuknya kawasan konservasi di Pangandaran yaitu pada tahun 1922 saat Residen Priangan (Y. Eycken) berkuasa, mengusulkan untuk menjadikan kawasan yang semula tempat perladangan menjadi taman baru.

(13)

Kemudian pada tahun 1934 dilaksanakan penunjukan kawasan Pananjung Pangandaran seluas 457 Ha menjadi Suaka Margasatwa berdasarkan GB. No.19 Stbl 669 yang dikeluarkan oleh Director Van Scomishe Zoken, tanggal 1934.

Pada tahun 1961, terjadi perubahan status dari Suaka Margasatwa menjadi Cagar Alam Pangandaran seluas ± 457 Ha berdasarkan SK Mentan No.34/KMP/1961, tanggal 20 April 1961 dengan ditemukannya bunga Rafflesia Patma. Pada tahun 1978 terjadi lagi perubahan fungsi sebagian kawasan Cagar Alam Pangandaran menjadi Taman Wisata Alam seluas 37,7 Ha, sehingga luas Cagar Alam Pangandaran menjadi 419,3 Ha berdasarkan SK Mentan No.170/Kpts/Um/1978 tanggal 10 Maret 1978. Pada tahun 1990 dilakukan penunjukan perairan pantai di sekitar Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Pangandaran seluas 470 Ha menjadi Cagar Alam Laut berdasarkan SK Menhut No.225/Kpts-II/1990 tanggal 8 Mei 1990.

Status pengelolaan kawasan ini pada mulanya sampai tahun 1957 ditangani oleh Kebun Raya Bogor. Kemudian pada tahun 1957-1972 pengelolaannya ditangani oleh Jawatan Kehutanan, sedangkan dari tahun 1972-1978 ditangani oleh Seksi Perlindungan dan Pengawetan Alam Jawa Barat II yang berkedudukan di Bandung. Kemudian dari tahun 1978 sampai sekarang berada di bawah tanggung jawab Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam Pangandaran dan sekitarnya, yang berkedudukan di Pangandaran, Ciamis (BKSDA Jawa Barat II 2005: 6).

Sejak lama keberadaan Pantai Pangandaran sudah dikenal dan cukup banyak dikunjungi para wisatawan, akan tetapi jumlah para pedagang yang ada di

(14)

sekitar pantai belum begitu banyak dan suasana alami pantai pun masih begitu terasa. Sekitar tahun 1980 laut di kawasan Cagar Alam Pangandaran dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk mencari ikan, terumbu karang, pasir dan rumput laut. Seiring berjalannya waktu jumlah terumbu karang, pasir dan rumput laut semakin terbatas sehingga semakin sulit untuk dicari selain itu adanya larangan dan penertiban dari Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis terhadap pengambilan terumbu karang dan rumput laut karena dapat merusak habitat asli laut (Wawancara dengan Pak Suratman pada tanggal 05 Oktober 2009).

Akan tetapi pada tahun 1990-an setelah semakin ramainya Pangandaran dikunjungi para wisatawan maka mulai banyak para pendatang yang tertarik untuk mencari nafkah di Pangandaran yaitu sebagai pedagang, pengusaha, wiraswasta, nelayan dan buruh nelayan. Tahun 1990 usaha jasa pariwisata ini mulai berkembang pesat dengan adanya UU No. 9 tentang Kepariwisataan. Kegiatan berdagang yang dahulu hanya merupakan kegiatan sampingan dan hanya dilakukan di akhir pekan atau hari libur saja, kini kegiatan berdagang tersebut menjadi mata pencaharian utama masyarakat.

Seiring dengan semakin banyaknya masyarakat yang berdagang di sekitar Pantai Pangandaran, maka Pemda Ciamis pada tahun 1997 membangun pasar seni dan pada tahun 2002 dibangun pasar wisata yang letaknya berada di dalam kawasan wisata Pantai Pangandaran. Dengan harapan setelah dibangunnya pasar seni dan pasar wisata tersebut para pedagang lebih tertib dalam berjualan dan keindahan pantai tetap terjaga. Pihak pengelola Pantai dan Cagar Alam Pangandaran mulai melibatkan masyarakat sekitar di dalam pengelolaan objek

(15)

wisata pantai Pangandaran. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 18 Tahun 1994 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan yang di dalam salah satu pasalnya menyebutkan bahwa pengelolaan kepariwisataan harus selalu melibatkan masyarakat sekitar, pasal tersebut berisi sebagai berikut:

• Cinderamata yang disediakan merupakan cinderamata khas masyarakat setempat dengan mengutamakan hasil pengrajin masyarakat sekitar.

• Dalam wisata budaya mengutamakan seni budaya tradisional masyarakat setempat dan dilarang seni budaya asing maupun budaya yang bertentangan dengan nilai-nilai agama, kesusilaan atau ketertiban umum. Dengan adanya Peraturan Pemerintah tersebut memberikan kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk dilibatkan secara langsung di dalam pengelolaan objek wisata Pantai dan Cagar Alam Pangandaran. Hal ini berdampak sangat baik bagi masyarakat setempat dimana masyarakat diberikan peluang di dalam memperbaiki dan meningkatkan perekonomiannya.

4.2.2 Keadaan Ekosistem dan Biologi TWA Pantai Pangandaran 4.2.2.1 Ekosistem

Kawasan Taman Wisata Alam Pangandaran mempunyai beberapa tipe ekosistem, antara lain:

 Ekosistem pantai didominasi oleh Butun (Barringtonia asiatica), Ketapang (Terminalia cattapa), Nyamplung (Calophylum inophylum), Pandan (Pandanus tectorius).

(16)

 Ekosistem hutan daratan rendah, didominasi oleh jenis Laban (Vitex pubescens), Kondang (Ficus variegata), Marong (Cratoxylon formosum), Kisegel (Dilenia excelsa).

 Ekosistem hutan tanaman, didominasi oleh Jati (Tectona grandis) dan Mahoni (Swietenia macrophyla).

4.2.2.2 Flora

Sekitar 30% dari seluruh wilayah Taman Wisata Alam Pangandaran masih ditutupi oleh hutan sekunder tua yang umumnya antara 50 – 60 tahun. Selebihnya terdiri dari sisa-sisa hutan primer yang tidak luas dan terpencil letaknya terutama di sekitar tempat-tempat yang dianggap suci atau keramat. Hutan pantai dan hutan tanaman terdapat dalam beberapa bidang kecil yaitu di bagian utara semenanjung seluas ±20 Ha. Selain hutan sekunder, hutan primer, hutan pantai dan hutan tanaman, selebihnya merupakan padang perumputan. Diantaranya ada 2 padang perumputan yang sampai saat ini masih baik keadaannya yaitu Nanggorak dan Cikamal.

Hutan sekunder merupakan bagian yang terluas di kawasan ini. Tumbuhan yang hidup di hutan sekunder ditutupi oleh pepohonan yang terdiri dari berbagai jenis-jenis pohon. Ketinggian jenis pohon-pohon di hutan sekunder ini antara 20-30 m. Jenis flora yang ada di Kawasan Taman Wisata Alam Pangandaran diantaranya terdiri dari kelompok Pohon 249 species, Perdu 71 species, Liana 65 species, Semak 193 species, Rumput 53 species, Epyphyt 26 species, Parasit 10 species. Tumbuhan yang paling mendominasi di dalam kawasan Taman Wisata

(17)

Alam Pangandaran dan merupakan hutan tanaman yaitu jenis Jati (Tectona grandis) dan Mahoni (Swietenia macrophyla).

Di samping tumbuh-tumbuhan yang memiliki keanekaragaman jenis, ada satu jenis flora langka dan unik yang jarang ditemukan di daerah lain di Indonesia, jenis tersebut yaitu “Raflesia patma” suatu species yang tumbuh sebagai parasit pada jenis Liana Kibarera (Tetrastigma lanceolarium). Bunga ini pertama kali ditemukan di Cagar Alam Pangandaran oleh Mr. Apelman pada tahun 1939. Penemuan bunga ini telah mengubah status Kawasan Konservasi dari Suaka Margasatwa menjadi Cagar Alam pada tahun 1961 (BKSDA Jawa Barat II 2005: 20).

Raflesia patma merupakan tumbuhan yang bersifat endemik parasit sejati pada tumbuhan Liana Kibarera (Tetrastigma lanceolarium). Maka cara yang paling mudah untuk menemukan kuncup Raflesia patma adalah dengan mencari tumbuhan inangnya terlebih dahulu. Di Taman Wisata Alam Pangandaran bunga Raflesia Patma dapat ditemukan di Blok Wisma Wana dan Blok Gua Lanang. Perkembangan maksimum bunga Raflesia patma adalah antara bulan Juli sampai dengan September, bertepatan dengan musim hujan. Karena sifatnya yang endemik, khas, dan unik menjadikan jenis bunga Raflesia ini menjadi “maskot” Kabupaten Ciamis.

4.2.2.3 Fauna

Selain terdapat flora, di Taman Wisata Alam Pangandaran juga banyak terdapat jenis fauna yang cukup menarik dan perlu adanya upaya penanganan yang lebih serius sebagai upaya perlindungan. Jenis-jenis fauna tersebut yaitu:

(18)

kelompok Mamalia 30 jenis, Amphybia 5 jenis, Reftilia 16 jenis, dan Aves 99 jenis. Beberapa satwa yang dapat dijumpai di kawasan ini dari kelompok Mamalia antara lain: Banteng, Rusa, Mencek, Trenggeling, Lutung, Kera, Tando, Jelarang. Dari kelompok Aves antara lain: Kangkareng, Ayam hutan, Tulung tumpuk. Sedangkan dari kelompok Reftilia antara lain: Biawak dan berbagai jenis Ular (BKSDA Jawa Barat II 2005: 25).

4.2.3 Perkembangan Kawasan Wisata Pantai Pangandaran

Berkembangnya suatu daerah menjadi tempat wisata sehingga menarik wisatawan untuk berkunjung dapat dilihat dari hal-hal yang dapat dilihat dan dinikmati, wisatawan dapat beraktivitas dan membeli makanan atau cinderamata serta tempat tinggal sementara. Maryani (1997: 11) juga menambahkan bahwa berkembangnya suatu daerah wisata agar dapat menarik untuk dikunjungi oleh wisatawan dapat dilihat dari:

1. How to arrive, termasuk di dalamnya aksesibilitas. Bagaimana kita dapat mengunjungi objek wisata tersebut, kendaraan apa yang digunakan, dan berapa lama waktu yang diperlukan untuk dapat tiba di tempat wisata tersebut.

2. Something to see, artinya di tempat tersebut harus ada objek wisata yang berbeda dengan yang dimiliki oleh daerah lain. Dengan kata lain daerah itu harus mempunyai daya tarik khusus dan atraksi budaya yang dapat dijadikan “entertainment” bagi wisatawan. 3. Something to do, artinya di suatu objek wisata wisatawan dapat

beraktifitas, misalnya berenang, berselancar, berjemur, makan-makan, dan sebagainya.

4. Something to buy, artinya di tempat tujuan wisata harus tersedia fasilitas untuk berbelanja terutama barang souvenir dan kerajinan rakyat sebagai oleh-oleh untuk dibawa pulang ke tempat asal. 5. How to stay, artinya bagaimana wisatawan akan tinggal untuk

sementara waktu selama dia berlibur di objek wisata tersebut, untuk itu diperlukan penginapan-penginapan baik hotel berbintang maupun losmen dan sebagainya.

(19)

Berdasarkan pemaparan di atas, maka selanjutnya akan dipaparkan mengenai objek daya tarik wisata, sarana dan prasarana, dan pengelolaan kawasan wisata.

4.2.3.1 Objek Daya Tarik Wisata

Di dalam suatu kawasan wisata, apapun jenis dan tema yang ditawarkan kepada wisatawan tidak bisa dipisahkan dengan aspek aktivitas dan fasilitas apa yang dapat dilakukan dan dinikmati oleh pengunjung yang datang. Oleh karenanya, diperlukan suatu perencanaan yang tepat bagi pengembangan kawasan wisata Pantai Pangandaran. Termasuk perencanaan aktivitas dan fasilitas apa saja yang akan tersedia serta dapat dinikmati khususnya aktivitas dan fasilitas yang berhubungan dengan rekreasi air.

Berdasarkan kondisi umum wilayah, potensi TWA Pangandaran meliputi unsur-unsur daya tarik, yaitu keunikan wilayah berbentuk semenanjung yang dikelilingi laut dan dihubungkan dengan tanah genting selebar ± 200 meter, perpaduan keindahan hutan dan pantai, gejala alam berupa susunan geomorfologi pada gua dan batu alam serta peninggalan budaya situs batu Kalde dan obyek sejarah Gua Jepang.

Objek wisata alam Pantai Pangandaran selain memiliki panorama alam yang indah juga terdapat beberapa pemandangan yang menarik untuk dilihat dan dinikmati oleh wisatawan, diantaranya:

1. Kehidupan nelayan

Pantai Pangandaran memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan objek wisata lain yang ada pada umumnya. Keunikannya dikarenakan di dalam lokasi objek wisata tersebut terdapat pemukiman

(20)

penduduk yang berpotensi sebagai nelayan. Hal ini dapat dijadikan daya tarik wisata karena kehidupan nelayan dan segala aktifitasnya sangat unik dan menarik. Wisatawan dapat melihat saat nelayan akan mencari ikan di laut dan pulang dari melaut. Perahu-perahu milik nelayan yang diparkir berjajar di pinggir pantai menjadi pemandangan unik. Selain itu perahu-perahu nelayan yang sedang berlalu lalang di tengah laut juga menjadi atraksi menarik yang dapat dinikmati.

2. Sentra kerajinan kerang

Apabila mengunjungi pantai Pangandaran, salah satu kesan yang unik yaitu adanya tempat kerajinan kerang (hasil-hasil laut) yang banyak diperjualbelikan di kios-kios yang terdapat di pasar seni dan pasar wisata maupun di sepanjang jalan masuk objek wisata pantai. Pengunjung dapat membeli kerajinan laut mulai dari gantungan lampu yang terbuat dari kerang, aksesoris sampai hiasan dinding yang besar-besar.

3. Sentra pembuatan ikan asin

Sebagai tempat kegiatan para nelayan, Pantai Pangandaran tidak terlepas dari aktifitas para nelayannya termasuk proses pengeringan ikan asin hasil tangkapannya. Di Pangandaran juga terdapat sentra pembuatan ikan asin dan juga pembuatan produk olahan hasil laut lainnya seperti terasi dan kerupuk. Usaha pembuatan ikan asin ini dikelola oleh pedagang asin itu sendiri, mereka membeli asin dari nelayan kemudian mengolahnya sendiri dengan keluarga masing-masing.

(21)

4. Kekayaan budaya masyarakat Kecamatan Pangandaran seperti sedekah/ hajat laut serta seni tari atau jaipong.

Upacara sedekah laut adalah acara ritual yang diselenggarakan setiap tahun oleh masyarakat nelayan Pangandaran yang pelaksanaannya jatuh pada hari Selasa Kliwon atau Jum’at Kliwon bulan Syura (Muharram). Acara ini terselenggara sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat nelayan atas hasil yang didapat dan keselamatannya. Sedangkan seni ibing atau tari jaipong adalah seni tari tradisi sunda yang masih dilestarikan dari generasi ke generasi, seni tari ini lahir dari masyarakat tradisional, yang biasa dipakai untuk hiburan dalam acara pernikahan, khitanan, dan acara-acara lain yang sifatnya mengungkapkan rasa kegembiraan.

Budaya yang ada dan biasa dilakukan oleh perorangan adalah tradisi “ngayun” yaitu suatu kegiatan dimana suatu keluarga mempunyai bayi dan baru pertama kali diayun, yang kemudian biasanya diteruskan dengan kegiatan lainnya jika seorang laki-laki dikhitan dan jika seorang perempuan “dimeser atau peperan” yaitu kegiatan untuk meratakan gigi atau membersihkan gigi yang tetunya akan dilanjutkan dengan resepsi dengan hiburan seni ibing atau jaipong yang terus dilestarikan.

Dari semua kegiatan sosial budaya di atas, semuanya merupakan suatu aktivitas yang bertujuan untuk menumbuhkembangkan dan memelihara adat-adat para leluhur dan memupuk rasa persaudaraan dan kebersamaan, yang kini mulai dirasakan sangat bebas keluar masuknya

(22)

budaya-budaya dari luar yang belum tentu kesemuanya sesuai dengan kultur wilayah Pangandaran.

5. Even wisata

Selain beberapa objek yang menarik yang dapat dilihat di Pantai Pangandaran, ada juga even wisata yang dapat disaksikan oleh wisatawan, diantaranya yaitu adanya festival layang-layang tingkat nasional. Walaupun even wisata tersebut diadakan setahun sekali saja. Selain itu wisatawan juga dapat melihat lomba memancing dan atraksi freestyle motor. Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil wawancara yang dilakukan peneliti, diketahui bahwa jenis objek dan atraksi yang dilihat oleh wisatawan pada saat penelitian sebagian besar menjawab melihat keindahan panorama alam seperti Pantai dan Cagar Alam Pangandaran 6. Goa-goa/ makam keramat

Selain memiliki kekayaan flora dan fauna, kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Pangandaran ini juga memiliki ekosistem yang masih utuh, dengan fenomena alamnya yang khas dan unik seperti batu karang, gua-gua alam, bekas benteng pertahanan Jepang, Pasir Putih, Air Terjun, Cirengganis, dan Batu Kalde. Obyek-obyek tersebut memiliki nilai-nilai geologis, historis maupun legendaris sehingga merupakan obyek-obyek yang menarik bagi para pengunjung.

a) Gua Panggung

Gua ini berukuran ± 30 meter menembus bukit batu gamping dan berakhir di Pantai Timur. Pada ujung gua yang menghadap ke laut terdapat

(23)

semacam panggung yang atapnya dihiasi beberapa stalaktit yang menarik dan kadang dipergunakan sebagai tempat burung wallet. Di gua ini terdapat sebuah makam yang konon adalah kemenakan Nyi Roro Kidul yang terletak di atas panggung. Gua ini memiliki nilai legendaris, dan terkadang dipakai untuk bersemedi oleh sebagian pengunjung.

b) Gua Parat

Letak gua ini berdampingan dengan Gua Panggung, tinggi mulut gua kurang lebih 1,5 meter. Di dalamnya terdapat beberapa stalaktit yang cukup besar. Gua ini tembus ke daerah Wisma Wana menghadap ke laut. Ruangan gua makin membesar di bagian tengah karena ruangan membelok mengakibatkan ruangan tengah gua cukup gelap. Lantai gua berongga-rongga dan tergenang air. Gua ini menembus bukit ke arah pantai timur yang di depannya terdapat 2 buah makam kuno peninggalan masa transisi Hindu dan Islam.

c) Gua Lanang

Gua ini terletak di atas bukit kecil di antara hutan jati. Di mulut gua ini terdapat stalagtit yang cukup unik tetapi di dalamnya terdapat ruangan yang besar dan luas dan tidak mempunyai stalagtit maupun stalagnit. Pada dinding di dalam gua terdapat relief alam yang mirip relief sebuah candi.

d) Gua Sumur Mudal

Gua ini terletak di bagian tengah dari kawasan Taman Wisata Alam, dimana pada mulut gua berbentuk setengah lingkaran dan hampir

(24)

tertutup oleh batu besar sehingga berbentuk celah saja. Pada dinding gua dihiasi relief yang indah.

e) Gua Jepang

Gua ini merupakan gua buatan yang dibuat pada zaman Jepang. Menurut sejarah gua ini berfungsi sebagai tempat pertahanan saat berlangsung Perang Dunia II. Gua ini mempunyai keunikan parit yang berliku-liku mengitari bukit-bukit kecil dimana gua berada. Di taman wisata ini terdapat dua lokasi gua Jepang, yaitu di Ciborok dan di dekat Taman Laut. Masing-masing gua ini memiliki keunikan tersendiri, gua di Ciborok di dalamnya berbelok-belok dan bentuk mulut gua teratur menyerupai persegi empat dan pada bagian akhir gua terdapat tangga-tangga yang berakhir dengan lubang kecil. Sedangkan gua yang letaknya dekat dengan Taman Laut berbentuk seperti benteng beton yang tertimbun tanah dimana di dalamnya terdapat lubang-lubang pengintai mengarah ke laut.

f) Batu Kalde

Di Taman wisata ini ada beberapa batu yang diperkirakan bekas peninggalan kebudayaan kuno zaman Hindu. Salah satu dari beberapa batu tersebut ada batu yang berbentuk seperti sapi jantan setinggi ±0,5 m. Dua ukiran pada bagian atas batu tersebut sudah hampir hilang akibat pelapukan, batu ini hampir menyerupai sebuah candi. Di antara batu-batu tersebut terdapat lima buah makam kuno yang menurut legendanya adalah makam pahlawan-pahlawan dari kerajaan Galuh yang berkuasa di Ciamis pada zaman Hindu.

(25)

g) Pantai Pasir Putih

Pantai pasir putih terjadi akibat adanya ombak laut yang menghancurkan terumbu karang dan menghantarkan pecahan ke tepi pantai sehingga mengakibatkan penumpukan batu pasir. Pantai seperti ini terdapat di dua lokasi, yaitu di sebelah Timur Taman Wisata Alam dan sebelah Barat Cagar Alam. Di kedua pantai ini memiliki nilai keindahan tersendiri antara lain dapat menikmati terbit dan terbenamnya matahari, atau memandang perahu nelayan dan perahu pesiar.

h) Cirengganis

Cirengganis merupakan salah satu obyek yang mempunyai nilai geologis dan legendaris. Berupa air sungai yang keluar dari gua, airnya berasal dari dataran tinggi Nanggorak yang menghilang ke dalam tanah dan muncul dalam gua di kaki bukit kapur, sehingga nampak seperti mata air. Gua ini terletak di atas batu gamping yang di atasnya banyak ditumbuhi rimba. Hal ini bisa menjelaskan bagaimana sebenarnya fungsi hutan terhadap tata air.

Air Cirengganis dipercaya oleh sebagian orang karena mempunyai khasiat dapat membawa awet muda, sehingga pada malam Jum’at Kliwon seringkali orang mandi di sungai tersebut. Kepercayaan sebagian orang tersebut tidak terlepas dari nilai legenda Dewi Rengganis, yaitu seorang puteri dari kahyangan yang mandi di pemandian Raden Raja Mantri dan kemudian menjadi suaminya. Sejak saat itu pemandian tersebut diserahkan kepada Sang Dewi dan dikenal dengan Cirengganis.

(26)

i) Batu Layar

Batu yang berbentuk seperti layar ini terletak di Pantai Timur Semenanjung Pangandaran. Batu ini terlihat seperti bongkahan yang tergeser dari pantai yang curam. Kemungkinan besar terjadinya akibat adanya semacam kekuatan seperti pukulan ombak. Pecahan ombak itu pada awalnya terbatas pada lapisan teratas, tetapi lama-kelamaan menyebabkan rubuhnya dinding pantai.

4.2.3.2 Sarana dan Prasarana

Taman Wisata Alam Pangandaran merupakan lembaga milik pemerintah yang berada di bawah naungan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat II serta Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Ciamis. Setelah Pangandaran diresmikan menjadi tempat pariwisata, Pemerintah Daerah Ciamis membangun segala sarana dan prasarana penunjang pariwisata agar Pangandaran menjadi tempat wisata yang diminati oleh masyarakat. Pembangunan sarana dan prasarana Pangandaran tersebut meliputi pembangunan akses jalan menuju Pangandaran, pembangunan lahan parkir yang luas, pembangunan kios-kios agar para pedagang yang berjualan di area Pantai Pangandaran tersusun rapi, dan juga pembangunan sarana dan prasarana penunjang lainnya.

Sebagainmana yang telah digariskan di dalam program pengembangan daerah Kabupaten Ciamis, bahwa objek wisata Pantai Pangandaran harus memiliki sarana dan prasarana wisata agar kebutuhan wisatawan dapat terpenuhi. Kenyamanan dan kelengkapan sarana dan prasarana akan mempengaruhi perkembangan suatu objek wisata. Selama kurun waktu 1990-2005, pihak

(27)

pengelola TWA Pangandaran telah membangun beberapa fasilitas sebagai upaya untuk meningkatkan kunjungan wisatawan, yaitu berupa: pusat informasi, mushola, lokasi parkir, warung makan, toilet, pembuatan papan penunjuk arah, pembuatan pagar dan pintu masuk ke objek wisata, pembangunan panggung pentas kesenian di lokasi objek wisata, pembangunan tanggul penahanan tsunami, pembangunan pasar wisata dan pasar seni, dan lain-lain.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, sarana dan prasarana yang ada di objek wisata Pantai Pangandaran sudah dapat dikatakan memadai dan mampu menyediakan kebutuhan pengunjung yaitu seperti adanya toilet, mushola, panggung terbuka, serta tempat bermain/berenang anak-anak. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sudah seharusnya penyediaan sarana dan prasarana harus lebih ditingkatkan dan disesuaikan dengan aturan-aturan yang berlaku serta tidak merusak lingkungan, sehingga Pantai Pangandaran bisa tetap bersaing dengan kawasan wisata lain.

(28)

Tabel 4.5

Pelayanan Pengunjung di Taman Wisata Alam Pangandaran

No Jenis Fasilitas

1 Informasi  Pusat informasi pengunjung  Rambu-rambu penunjuk arah  Papan informasi utama  Papan informasi khusus

2 Perbelanjaan  Restaurant/Cafe/Rumah Makan  Kios kebutuhan pribadi wisatawan  Pasar wisata dan Pasar seni

3 Peribadatan  Mesjid dan Gereja

4 Pengamanan  Pos pengamat pantai/ Menara Baywatch

5 Keselamatan  Pos P3K

 Medical Center

 Ambulance

6 Kebersihan  Kamar Mandi/WC Umum

 Tempat Sampah  Gerobak Sampah

8 Pos Pembelian Tiket  Ruang pembelian tiket masuk

Taman Wisata Alam Pangandaran juga relatif mudah dicapai lewat jalan raya dari beberapa kota, antara lain:

 Dari Jakarta (400 km), Bandung (223 km), Tasikmalaya (108 km), dan dari Ciamis (91 km). Jalan-jalan tersebut secara umum sudah memadai namun untuk kelancaran arus wisata perlu beberapa pengembangan.  Dari Cirebon (291 km) dengan rute:

Cirebon-Kuningan-Panawangan-Kawali-Ciamis-Banjar-Banjarsari-Pangandaran.

 Dari Jawa Tengah: Purwokerto-Majenang-Karangpucung-Banjar-Banjarsari-Pangandaran.

(29)

 Lapangan terbang yang kusus untuk komersil telah dibangun di Nusawiru, Cijulang ± 26 km dari Pangandaran yang sudah dapat didarati pesawat jenis CN 250, dan sampai sekarang sudah digunakan untuk kegiatan olahraga dirgantara.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa jika suatu objek wisata memiliki aksesibilitas yang baik maka jumlah wisatawan yang berkunjung akan semakin banyak, dan sebaliknya jika aksesnya kurang baik maka jumlah wisatawan yang berkunjung akan semakin sedikit. Salah satu faktor yang menyebabkan objek wisata Pantai Pangandaran cepat berkembang salah satunya yaitu mudahnya akses menuju objek wisata ini, karena jaringan transportasi, kondisi jalan, jenis angkutan, waktu tempuh, dan tarif angkutan merupakan hal yang dapat mempengaruhi aksesibilitas.

4.2.3.3 Pengunjung

Sebagai tempat wisata, Pangandaran telah dikenal baik oleh wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara. Sebagian besar pengunjung yang datang yaitu pada akhir pekan atau hari-hari libur umum. Bulan Juli dan Agustus merupakan bulan yang penuh kunjungan wisatawan, dan biasanya kunjungan terbanyak mencapai puncaknya pada saat lebaran Idul Fitri serta Natal dan Tahun Baru. Ketertarikan pengunjung untuk datang di daerah TWA Pangandaran adalah karena daya tarik pantainya yang terkenal indah dan mempesona.

Taman Wisata Alam Pangandaran mengalami perkembangan yang sangat pesat baik dari segi jumlah pengunjung maupun sarana dan prasarana penunjangnya. Hal ini dikarenakan Pangandaran sebagai tempat wisata mampu

(30)

memberikan keanekaragaman wisata alam yang pada masa sekarang ini wisata alam sudah menjadi kebutuhan bagi masyarakat. Perkembangan pariwisata di Pantai Pangandaran dapat dilihat dari data jumlah pengunjung Taman Wisata Alam Pangandaran berikut ini:

Tabel 4.6

Perkembangan Jumlah Pengunjung Taman Wisata Cagar Alam Pangandaran Tahun 1991-2005

No Tahun Bulan Wisnu Wisman Jumlah Pendapatan

1 1991 Jan s/d Des 221.367 7.565 228.932 110.653.150 2 1992 Jan s/d Des 154.692 8.708 163.400 164.848.000 3 1993 Jan s/d Des 148.620 9.280 157.900 150.200.000 4 1994 Jan s/d Des 191.446 7.854 199.300 194.050.000 5 1995 Jan s/d Des 198.642 8.135 206.777 204.553.000 6 1996 Jan s/d Des 175.584 6.207 181.791 186.160.500 7 1997 Jan s/d Des *) *) 81.796 94.433.000 8 1998 Jan s/d Des *) *) 89.055 97.477.000 9 1999 Jan s/d Des 36.541 137.637 180.690 185.931.700 10 2000 Jan s/d Des 64.304 150.386 217.980 235.951.000 11 2001 Jan s/d Des 69.304 151.696 221.000 256.938.900 12 2002 Jan s/d Des 148.201 77.465 225.666 262.575.000 13 2003 Jan s/d Des 183.474 42.757 226.231 266.042.700 14 2004 Jan s/d Des 220.443 9.148 229.591 376.840.800 15 2005 Jan s/d Des 230.479 1.256 231.735 440.296.500 Keterangan: *) data tahun 1997 dan 1998 tidak mencatatat secara rinci

(Sumber diperoleh dari buku data KPH Ciamis Perum Perhutani tahun 2005 dan Laporan Bulanan Satuan Kerja Pangandaran tahun 1991-2005)

Berdasarkan data di atas penulis mengambil sebuah kesimpulan bahwa jumlah pengunjung Pantai Pangandaran setiap tahunnya mengalami peningkatan. Walaupun di beberapa tahun seperti tahun 1997, 1998, dan 1999 Pantai Pangandaran sempat mengalami penurunan jumlah pengunjung. Faktor penyebab penurunan ini diakibatkan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu karena kurang adanya penambahan objek daya tarik wisata serta terjadinya krisis moneter namun

(31)

secara keseluruhan selama 15 tahun terakhir pengunjung Pantai Pangandaran terus mengalami peningkatan. Maka dapat dikatakan bahwa Pantai Pangandaran mengalami perkembangan yang cukup baik dari segi pengunjung, hal ini menggambarkan bahwa kebutuhan masyarakat akan pariwisata alam mulai meningkat. Kebutuhan akan wisata alam ini bukan lagi hanya sebagai pelengkap, melainkan sudah menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat Indonesia.

4.3 Pengelolaan Objek Wisata Pantai Pangandaran

Kawasan pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata (sesuai dengan Undang-undang Nomor 9 tahun 1990, pada bab I Ketentuan Umum Pasal 1 butir 7). Taman Wisata Alam Pangandaran ini pengelolaan kawasannya berada di bawah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Ciamis dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat II sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis dari Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Departemen Kehutanan.

Penunjukkan Kawasan Cagar Alam (Darat) Pangandaran berdasarkan SK. Menteri Pertanian No. 34/KMP/1961 tanggal 20 April 1961, dan Penunjukan Cagar Alam Laut Pangandaran berdasarkan SK. Menteri Kehutanan No. 225/Kpts-II/90 tanggal 8 Mei 1990. Tujuan pengelolaan kawasan ini adalah untuk memanfaatkan potensi keindahan alam dan budaya guna mendorong perkembangan pariwisata dengan memperhatikan kelestarian nilai-nilai budaya, adat istiadat, mutu dan keindahan alam untuk mewujudkan pembangunan yang

(32)

berkelanjutan. Usaha pengembangan pariwisata memiliki keterkaitan sektoral yang tinggi, berarti keberhasilan bergantung pada banyak pihak, baik pemerintah, instansi yang terkait, masyarakat, pengusaha swasta serta Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Daerah.

4.3.1 Peran Pemerintah

Dalam upaya optimalisasi fungsi TWA Pangandaran, pada tahun 1966 Izin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) blok pemanfaatan TWA Pangandaran seluas 20 Ha diberikan oleh Perum Perhutani sebagaimana pemberian izin pengusahaan pariwisata alam berdasarkan SK Menhut No. 341/Kpts-II/1966 Tgl 4 Juli 1996. Kegiatan pengusahaan pariwisata di Pantai Pangandaran yang sudah dilakukan diantaranya yaitu:

(33)

Tabel 4.7

Kegiatan Pengusahaan Pariwisata di TWA Pangandaran Setelah IPPA Diberikan Kepada Perum Perhutani

No Tanggal Uraian Keterangan

1 8 Mei 1990 Penunjukan perairan pantai di sekitar CA dan TWA Pangandaran menjadi Cagar Alam Laut

SK Menhut No.225/Kpts-II/1990

2 4 Juli 1996 Surat Izin pengusahaan pariwisata alam kepada Perum Perhutani

SK Menhut No.341/Kpts-II/1996

3 11 Oktober 1999

Serah terima fisik penguasahaan TWA Pangandaran

4 Tahun 2000 Perum Perhutani melaksanakan renovasi kecil terhadap MCK, kantin, shelter serta pemeliharaan pintu gerbang masuk

5 21 November 2001

Pencabutan izin pengusahaan pariwisata alam Perum Perhutani pada Taman Wisata Alam Pangandaran

Surat Kepala Balai KSDA Jabar II No.2603/BKSDA-2/2001

6 4 Januari 2004 Pengembangan fasilitas TWA Pangandaran. Bekerjasama dengan PT. Tirtagangga Gitawana

Surat Kepala Balai KSDA Jabar II No.485/BKSDA.JB.II/2004

7 18 Maret 2004 Penandatanganan MOU antara BKSDA JB II, Unit III Perum Perhutani dan PT. Tirtagangga

Kerjasama pengusahaan wisata alam di TWA Pangandaran

8 7 Mei 2005 Pengembangan pariwisata alam di TWA Pangandaran dengan PT Tirtagangga Gitawana

Surat Kepala Balai KSDA Jabar II no.s.202/IV.K-12/WA/2005

9 21 Juni 2005 Tindak lanjut pengusahaan Pariwisata Alam oleh Perum Perhutani

Surat Dirjen PHKA no.s.397/IV-WA/2005

10 30 Agustus 2005

Usulan pencabutan izin pengusahaan pariwisata alam di TWA Pangandaran oleh Perum Perhutani

Surat Kepala Balai KSDA JB II no 3176/IV-K.12/2005

23 September 2005

Rencana kerjasama pengusahaan TWA Pangandaran - Jawa Barat

Surat Dirut Perum Perhutani no.141/043.7/Prod/Dir

Sumber diperoleh dari buku data KPH Ciamis Perum Perhutani tahun 2005 dan Laporan Bulanan Satuan Kerja Pangandaran tahun 1990-2005.

(34)

Di dalam tinjauan kebijaksanaan dasar Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis tahun 2005 telah disebutkan ada beberapa kebijakan pembangunan ekonomi khususnya dalam sektor pariwisata sebagai berikut:

1. Menciptakan peran sektor pariwisata sebagai penggerak perekonomian Kabupaten Ciamis melalui penciptaan lapangan kerja, peningkatan infrastruktur dan peningkatan pajak dan pendapatan daerah.

2. Promosi potensi wisata.

3. Peningkatan sarana prasarana wisata.

4. Peningkatan kesadaran masyarakat terhadap arti pentingnya pariwisata. Upaya pemanfaatan secara optimal potensi sumber daya alam yang bercirikan keunikan dan kekhasan alam setempat, dilakukan oleh pemerintah Ciamis dalam rangka memenuhi kebutuhan wisatawan akan obyek wisata alam dengan tetap memperhatikan lingkungan dan kelestariannya. Upaya tersebut ditempuh antara lain dengan menunjuk sebagian Cagar Alam Pananjung yang berbatasan dengan tanah milik, diubah fungsinya menjadi Taman Wisata Alam.

Berbagai obyek wisata yang ada dapat diklasifikasikan sesuai dengan potensi yang dimilikinya yaitu: Wisata Alam, Wisata Budaya/Sejarah, Wisata Ilmiah dan Wisata Bahari. Keanekaragaman potensi tersebut merupakan aset wisata yang dapat diunggulkan dan dapat saling menunjang dalam melengkapi sebagai suatu paket wisata daerah Tujuan Wisata Priangan Timur. Rincian jenis wisata dirinci dalam bentuk kegiatan dan sarananya, seperti pada tabel berikut:

(35)

Tabel 4.8

Jenis Kegiatan Wisata yang Dikembangkan di TWA Pangandaran

No Jenis Wisata Bentuk Kegiatan Sarana

1 Wisata Alam - Lintas Alam - Bersepeda - Camping - Photo Hunting - Menikmati panorama - Piknik - Jalan - Jalan setapak - MCK - Shelter - Bangku-bangku - Tenda-tenda 2 Wisata Budaya - Melihat peninggalan

sejarah dan tempat-tempat keramat

- Jalan setapak - MCK

- Shelter 3 Wisata Bahari - Lintas Alam

- Berenang - Bersampan - Berperahu motor - Memancing - Snorkeling - Scuba diving - Berjemur di pantai - Pelampung - Tambatan perahu - Pondok Club Diving

Shelter

- Kamar ganti, bilas & MCK

- Menara Pengawas

4 Wisata Ilmiah - Studi Tour - Studi Banding - Penelitian

- Labolatorium & pustaka konservasi - Ruang serba guna - Perlengkapan

audiovisual

Sumber diperoleh dari buku laporan tahunan TWA Pangandaran (2005) Penerbit UPT BKSDA Pangandaran.

4.3.2 Peran Masyarakat

Peran serta masyarakat dalam usaha pengembangan pariwisata mutlak diperlukan. Menurut Prayogo (1976: 47) partisipasi penduduk dalam pengembangan pariwisata ada dua jenis, yaitu:

1. Partisipasi langsung, merupakan partisipasi penduduk secara sadar yang memang diarahkan untuk pengembangan pariwisata, meliputi pengembangan secara gotong royong, pentas-pentas pertunjukan yang dijadikan atraksi wisata, kerelaan penduduk untuk memenuhi peraturan-peraturan dalam zoning suatu daerah karena sadar daerah

(36)

tersebut untuk kepentingan pengembangan pariwisata yang akan bermanfaat bagi masyarakat.

2. Partisipasi secara tidak langsung, meliputi pemeliharaan kebersihan lingkungan, pembinaan seni budaya yang bermutu, pembinaan kepribadian serta pemeliharaan keindahan.

Di dalam meningkatkan kepariwisataan masyarakat Pangandaran mempunyai peran tersendiri, yaitu dengan cara selalu menjaga kenyamanan dan keamanan bagi para wisatawan. Karena dengan adanya suasana yang nyaman dan aman, masyarakat menyadari bahwa wisatawan akan merasa nyaman untuk tinggal berlama-lama disana. Dan hal ini akan berdampak positif bagi orang-orang yang mengandalkan kehidupan perekonomiannya di sekitar Pantai Pangandaran, karena dengan banyaknya wisatawan yang berkunjung maka hal ini akan menjadikan terjadinya kegiatan ekonomi terhadap masyarakat (wawancara dengan bapak Wewen pada tanggal 3 Agustus 2009).

Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor Kecamatan Pangandaran, jumlah para pedagang yang ada di sekitar Taman Wisata Alam Pangandaran jumlahnya yaitu sekitar 2.500 pedagang, ini merupakan pedagang yang menetap di sekitar Taman Wisata Alam Pangandaran, sedangkan di waktu libur para pedagang di sekitar Taman Wisata Alam Pangandaran dapat bertambah dua kali lipat, hal ini dikarenakan bermunculannya pedagang musiman yang memanfaatkan situasi dan kondisi Pantai Pangandaran yang selalu ramai dikunjungi oleh wisatawan.

(37)

4.4 Dampak Keberadaan Pariwisata di Pantai Pangandaran Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar

Pariwisata adalah suatu kegiatan yang secara tidak langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat, sehingga membawa berbagai dampak terhadap masyarakat setempat (Pitana 2005: 109). Salah satu dampaknya yaitu terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat. Terutama masyarakat sekitar tempat dibangunnya usaha pariwisata tersebut. Hampir semua literatur dan kajian studi lapangan menunjukan bahwa pembangunan pariwisata di daerah mampu memberikan dampak-dampak bernilai positif, diantaranya peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan penerimaan devisa, peningkatan kesempatan kerja dan peluang usaha, peningkatan pendapatan pemerintah dari pajak, dan sebagainya.

Dampak ekonomi kegiatan pariwisata alam yang dilihat dalam kegiatan penelitian ini adalah dampak ekonomi wisata yang didapatkan oleh masyarakat sekitar dan juga kesempatan lapangan kerja yang terbuka dengan adanya kegiatan pariwisata di kawasan tersebut. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di kawasan wisata Pantai Pangandaran dan masyarakat sekitarnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana dampak dari adanya kawasan wisata Pantai Pangandaran terhadap masyarakat sekitar yang mengandalkan perekonomiannya dari keberadaan Pantai Pangandaran.

Pangandaran terletak pada jalur ramai yaitu di jalur utama antara Ciamis dan Tasik yang cukup banyak dilalui orang-orang. Selain itu juga, Pangandaran letaknya dekat dengan kawasan wisata lainnya seperti kawasan wisata Pantai

(38)

Batuhiu, Pantai Batukaras dan Green Canyon yang menjadikan kawasan wisata Pantai Pangandaran banyak didatangi oleh penduduk Ciamis, Tasik, Garut, Bandung dan berbagai kota lainnya.

Jumlah pengunjung yang datang ke Pangandaran pada tahun 2005 hampir mencapai 500.000 orang, pada tahun 2005 pengeluaran pengunjung yang datang tersebut tiap orangnya sekitar 25.000 sampai 100.000 perorang dan tujuan pengeluaran tersebut digunakan untuk transportasi, tiket masuk, makan, minum dan penginapan. Selain itu besarnya pengeluaran mereka tergantung dari tujuan mereka datang ke kawasan tersebut yaitu untuk rekreasi/piknik atau untuk mengunjungi goa-goa yang dianggap keramat yang terdapat di Cagar Alam Pangandaran.

Kegiatan wisata yang banyak dilakukan di kawasan Pantai Pangandaran adalah rekreasi, outbound, wisata, pendidikan untuk anak-anak, pertunjukan seni, pameran, berkemah dan foto hunting. Sedangkan jenis lapangan pekerjaan yang terbuka bagi masyarakat sekitar antara lain pedagang, mulai dari penjual makanan/minuman, penjual souvenir, penjual ikan asin, penjual pakaian, nelayan, penjual alat pancing, hasil dari melaut, dan lain-lain. Kemudian menjadi karyawan hotel/wisma penginapan, tukang ojeg, tukang becak, tukang parkir, dan juga pemandu wisata. Dari hasil yang didapat, terlihat bahwa keberadaan objek wisata Pantai Pangandaran memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar lebih banyak dibandingkan sebelum Pangandaran resmi menjadi tempat objek wisata.

Berdasarkan hasil penelitian, menurut sebagian besar masyarakat Pangandaran merasa diuntungkan dengan adanya Pantai Pangandaran.

(39)

Keberadaan objek wisata ini mengakibatkan sebagian besar masyarakat merasakan adanya peningkatan hidup, akan tetapi ada juga sebagian masyarakat yang tidak merasakan peningkatan apa-apa dengan keberadaan Pantai Pangandaran ini. Keberadaan suatu usaha pariwisata idealnya selain meningkatkan perolehan devisa, juga dapat memberikan kemakmuran dan kesejahteraan khususnya kepada masyarakat sekitar. Dalam perencanaan dan pengembangan pariwisata yang akan dilakukan, merupakan suatu prasyarat agar masyarakat setempat diikutsertakan termasuk dalam pengelolaan proyek yang akan dibangun. Hal ini dilakukan agar ke depannya tidak terjadi suatu pertentangan dari masyarakat karena masyarakat diikutsertakan dalam membuat suatu keputusan.

Perkembangan objek wisata Pantai Pangandaran telah mempengaruhi perubahan orientasi mata pencaharian penduduk dari sektor agraris ke sektor non agraris (jasa wisata). Tingkat pendapatan penduduk dengan adanya objek wisata ini telah mengalami peningkatan dibandingkan sebelum berkembangnya objek wisata di Pantai Pangandaran. Taman Wisata Alam Pangandaran merupakan suatu kawasan konservasi hutan yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan ilmu pengetahuan, penelitian, budaya, dan pariwisata.

Peningkatan jumlah pengunjung setelah tahun 1990 mengakibatkan masyarakat tertarik untuk bekerja di sekitar kawasan ini. Sebelum adanya peresmian Cagar Alam Laut oleh Menteri Kehutanan pada tahun 1990, masyarakat sekitar berjualan secara bebas di dalam kawasan Cagar Alam Pangandaran. Namun setelah adanya peresmian Cagar Alam Laut, pengelola

(40)

mulai melakukan relokasi pedagang di dalam kawasan Cagar Alam Pangandaran. Sehingga masyarakat sekitar dapat dengan leluasa berdagang pada tempat yang telah disediakan oleh pengelola, selain itu masyarakat juga mulai bekerja dalam bidang yang beragam. Pekerjaan yang ditekuni oleh masyarakat sekitar, yaitu seperti pedagang, nelayan, pemandu, tukang sewa sepeda, tukang ojeg, tukang becak, tukang senter, tukang sewa ban, dan pengelola Taman Wisata Cagar Alam Pangandaran sebagai penjaga keamanan serta penjaga kebersihan (Wawancara dengan Bapak Hadiat pada tanggal 14 Oktober 2009).

Berdasarkan pemaparan di atas, perkembangan sektor wisata yang ada di Kecamatan Pangandaran salah satunya yaitu Pantai Pangandaran, jelas memberikan dampak akan adanya mobilitas sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini, menjadikan transpormasi yang terjadi telah menciptakan lapisan-lapisan sosial baru dalam masyarakat yang semakin kompleks. Sikap mereka yang terbuka dan mau menerima perubahan yang berasal dari luar, karena terjalin interaksi sosial yang dilakukan oleh mereka dengan masyarakat luar menjadikan mereka tidak segan untuk menerima perubahan.

Kehidupan sosial suatu masyarakat pada dasarnya tidak bisa dilepaskan dari kehidupan ekonomi yang berkembang pada masyarakat tersebut. Untuk masyarakat sekitar Pantai Pangandaran yang mata pencahariannya mengandalkan keberadaan tempat wisata Pantai Pangandaran, kehidupan masyarakat sekitarnya dapat dikatakan bersifat sederhana. Penghasilan yang diperoleh hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dan untuk konsumsi saja, sedangkan untuk kebutuhan lainnya mereka harus mencari tambahan dengan

(41)

bekerja di luar atau sampingan, dengan kondisi tersebut mereka cenderung hidup seadanya. Namun, nilai-nilai Islam yang mendasari kehidupam masyarakat sekitar Pantai Pangandaran yang mengandalkan perekonomiannya dari sektor wisata membuatnya selalu berusaha keras dalam mengatasi kenyataan hidup. (hasil wawancara dengan bapak Suratman pada tanggal 8 Agustus 2009).

Kebijakan pengelola pada tahun 1995 untuk merelokasi pedagang ke dalam kawasan Cagar Alam Pangandaran memberikan semangat luar biasa kepada masyarakat sekitar. Kerjasama pengelola dengan masyarakat ini menghasilkan lapak-lapak dagang tempat mereka mencari nafkah. Mereka mulai mendirikan warung-warung dengan bahan dasar kayu dan bahan-bahan lain yang ramah lingkungan. Setiap hari mereka bekerja dari pagi sampai sore, sedangkan untuk hari libur mereka bisa menghabiskan waktu mereka seharian untuk bekerja karena pada hari libur biasanya pengunjung yang datang akan meningkat dibandingkan hari-hari biasa.

Di samping memberikan dampak terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat, Pantai Pangandaran juga dilain pihak berpengaruh luas terhadap banyak hal salah satunya bangsa dan negara. Jhon M Bryden (1973) dalam Abdurrachman dan Maryani (1998: 79) yang menyebutkan suatu penyelenggaraan kegiatan pariwisata dan objek wisata dapat memberikan setidaknya ada 5 butir dampak positif, adapun dampak positif tersebut yaitu:

1. Penyumbang devisa negara 2. Menyebarkan pembangunan 3. Menciptakan lapangan kerja

4. Wawasan masyarakat tentang bangsa-bangsa didunia semakin luas 5. Mendorong semakin meningkatnya pendidikan dan keterampilan

(42)

Disamping itu dalam Abdurrachmat dan Maryani (1998:80) menjelaskan pula dampak-dampak negatif yang timbul dari pariwisata secara ekonomi yaitu:

a. Semakin ketatnya persaingan harga antar sektor. b. Harga lahan yang semakin tinggi.

c. Mendorong timbulnya inflasi.

d. Meningkatnya kecenderungan import. e. Menciptakan biaya-biaya yang banyak.

f. Perubahan sistem nilai dan moral, etika, kepercayaan, dan tata pergaulan dalam masyarakat. Misalnya mengikis kehidupan bergotong-royong, santun, dan lain-lain.

g. Memudahkan kegiatan mata-mata dan penyebaran obat terlarang. h. Dapat meningkatkan pencemaran lingkungan seperti sampah,

vandalisme (corat-coret), rusaknya habitat flora dan fauna tertentu, polusi air, udara dan tanah, dan sebagainya.

Menurut hasil wawancara yang telah dilakukan, sejauh ini dampak positif yang dirasakan oleh masyarakat Pangandaran akibat dari adanya objek wisata Pantai Pangandaran ini diantaranya yaitu memperluas kesempatan kerja dan usaha bagi masyarakat sekitar, penghijauan di sekitar pantai khususnya di Cagar Alam lebih digalakkan lagi, kebersihan sekitar pantai lebih terjamin karena kebersihan pantai dan sekitarnya senantiasa dipelihara agar pengunjung merasa nyaman saat berkunjung, lingkungan sekitar pantai lebih tertata dengan rapi, serta keamanan dan ketertiban kawasan sekitar objek wisata pantai lebih terperhatikan. Namun di samping dampak positif, ada juga dampak negatif yang dirasakan oleh masyarakat Pangandaran diantaranya yaitu penambahan volume sampah akibat kegiatan wisatawan, kunjungan wisatawan yang kurang terkendali, terjadinya kerusakan lingkungan, polusi udara karena peningkatan jumlah kunjungan wisatawan yang membawa kendaraan bermotor (wawancara dengan Pak Hadiat pada tanggal 14 Oktober 2009).

(43)

Dari gambaran di atas, peneliti dapat menarik sebuah kesimpulan bahwa perkembangan pariwisata di Pantai Pangandaran memberikan dampak terhadap aspek lingkungan hidup. Hal ini menunjukkan bahwa pariwisata dapat mempengaruhi suatu lingkungan hidup yang telah ada sebelumnya. Selain itu keberadaan Pantai Pangandaran juga memberikan dampak terhadap adanya mobilitas sosial, pendidikan serta kesejateraan sosial masyarakat Pangandaran. Adapun pemaparannya yaitu:

4.4.1 Mobilitas Sosial

Mobilitas sosial dapat diartikan sebagai gerak dalam struktur sosial yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial. Mobilitas sosial terbagi menjadi dua macam yaitu gerak sosial horizontal dan vertikal. Gerak sosial horizontal merupakan peralihan individu atau objek sosial lainnya dari suatu kelompok ke kelompok sosial lainnya yang sederajat. Sedangkan gerak sosial vertikal dimaksudkan sebagai perpindahan individu atau objek sosial lainnya dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat (Soekanto, 2005: 249-250).

Kehidupan sosial di lingkungan masyarakat Pangandaran sebelum Pangandaran dijadikan sebagai objek wisata yang ramai dikunjungi wisatawan kehidupan sosialnya lebih mengedepankan kebersamaan, interaksi antar individu masyarakat berjalan penuh dengan ketulusan dan saling menghormati satu sama lain. Salah satu contoh menarik yang menggambarkan kebersamaan masyarakat Pangandaran diantaranya yaitu apabila ada salah satu warga yang sedang melaksanakan hajatan atau mengalami musibah baik diberitahu maupun tidak

(44)

mereka secara spontan akan datang untuk ikut merasakan apa yang dirasakan oleh warga masyarakat lainnya (wawancara dengan Bapak Jasman, tanggal 3 Agustus 2009).

Dijadikannya Pangandaran sebagai objek wisata telah memunculkan perubahan-perubahan terhadap lingkungan wilayah Kecamatan Pangandaran. Terbukanya akses pada kehidupan luar dan meningkatnya mobilitas warga serta membuka beragamnya mata pencaharian telah mendorong sikap konsumtif pada masyarakat, sehingga secara tidak langsung telah memunculkan persaingan-persaingan antar individu masyarakat.

Terbukanya lapangan pekerjaan menyebabkan terjadinya perpindahan struktur pekerjaan dan penghasilan masyarakat. Masyarakat sekitar mengalami perpindahan pekerjaan yang sederajat, seperti petani menjadi nelayan atau pedagang. Akan tetapi, hasil kerja mereka tidak terlalu besar pengaruhnya terhadap keberhasilan anak-anak mereka. Perpindahan ini tidak mempengaruhi status sosial mereka di masyarakat meskipun kesejahteraan sosialnya mengalami perubahan.

Masyarakat yang bekerja di sekitar Pantai Pangandaran menempati pelapisan sosial yang beragam. Ada sebagian pedagang yang telah berjualan selama 15 tahun akan tetapi status mereka di masyarakat tidak mengalami perubahan. Namun ada juga masyarakat yang pada awalnya hanya pengangguran bisa naik derajat dengan bekerja di UPT Pariwisata dan Kebudayaan atau BKSDA Pangandaran. Misalnya bapak Hadiat yang awalnya hanya bekerja sebagai honorer pengelola di BKSDA Pangandaran kemudian diangkat menjadi PNS.

(45)

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadinya transformasi dari petani ke pedagang atau buruh ke pegawai ini mengarah pada terjadinya mobilitas sosial. Sebelumnya masyarakat sekitar Pantai Pangandaran bekerja sebagai petani, buruh, dan pegawai. Namun setelah Pangandaran ramai dikunjungi wisatawan maka muncullah kelompok sosial lain yaitu pedagang, pengusaha, wiraswasta, penjual jasa (pemandu), nelayan, buruh nelayan, pengrajin, pegawai/pengelola pantai, dan lain-lain. Transformasi pekerjaan yang terjadi di sekitar objek wisata Pantai Pangandaran telah memperjelas munculnya mobilitas sosial.

Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya mobilitas sosial pada masyarakat Pangandaran yaitu karena struktur pekerjaan. Seperti contoh, seorang pegawai BKSDA Pangandaran akan mendapatkan penghasilan tetap dan lebih besar dibandingkan dengan seorang yang bekerja sebagai pedagang kaki lima atau tukang foto keliling. Kemudian faktor individu, faktor ini adalah faktor yang banyak mempengaruhi dalam menentukan siapa yang mencapai kedudukan tinggi di masyarakat. Meskipun seseorang telah bekerja sebagai pegawai BKSDA Pangandaran, namun apabila tidak didukung oleh faktor individu maka tidak akan terjadi mobilitas sosial vertikal.

Sebagian masyarakat Pangandaran ada yang berusaha untuk meningkatkan prospek mobilitas yaitu dengan cara memprioritaskan pendidikan bagi anak-anaknya. Seperti Bapak Hadiat yang mengutamakan pendidikan anak-anaknya, ia bertekad untuk menyekolahkan anak-anaknya sampai Perguruan Tinggi. Dengan

(46)

harapan kehidupan sosial ekonomi anak-anaknya kelak akan jauh lebih baik dari dirinya.

Namun tidak sedikit pula orang tua yang tidak mempunyai keinginan untuk menyekolahkan anak-anaknya dan pada akhirnya kehidupan anak-anaknya lebih buruk dari orang tuanya. Seperti yang terjadi pada keluarga Pak Darwin dan Ibu Enok. Pak Darwin yang bekerja sebagai nelayan lebih memilih anak-anaknya untuk membantunya bekerja sebagai nelayan dengan alasan kalau sekolah tinggi pun belum tentu bisa menjadi orang sukses.

Pendidikan merupakan salah satu cara yang dapat merubah status seseorang dalam lingkungan masyarakat. Dengan demikian upaya yang harus dilakukan untuk menaikkan status sosial masyarakat di sekitar objek wisata Pantai Pangandaran yaitu dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan. Data di lapangan menunjukkan bahwasannya secara keseluruhan pegawai UPTD Pariwisata dan Kebudayaan Pangandaran serta pegawai BKSDA Pangandaran lebih tinggi status sosialnya dibandingkan pedagang, buruh, pemandu, atau nelayan. Hal ini disebabkan kepemilikan barang seperti mobil, sepeda motor, TV, rumah yang permanen lebih banyak dimiliki oleh pegawai UPTD Dinas Pariwisata dan Kebudayaan serta BKSDA Pangandaran (PNS).

Berdasarkan pemaparan di atas, kehidupan masyarakat di sekitar objek wisata Pantai Pangandaran memang tidak menggambarkan adanya pelapisan sosial yang tegas, seperti layaknya masyarakat yang berkasta, namun bukan berarti tidak ada pelapisan sosial di sana. Sebagai buktinya, mereka masih membedakan kalau seorang itu dapat dikatakan sebagai orang biasa dan orang

Referensi

Dokumen terkait

yaitu Play dan Exit yang merupakan struktur navigasi hirarki. Jika memilih Play maka akan menampilkan tiga objek yaitu daun, batang, dan akar. Apabila memilih daun maka

Media tersebut juga dapat digunakan sebagai media pendamping untuk setiap siswa sehingga tercipta suasana kondusif dalam proses pembelajaran Media pembelajaran yang

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing. Mengarahkan, melatih, menilai, mengevaluasi peserta diidik pada pendidikan usia dini

Pengaruh yang positif bagi Pekon Kuala Stabas ini diantaranya sejak adanya destinasi wisata di Pekon ini membuat nama Kampung yang berada di Tengah- tengah

Besarnya nilai koefiensi menunjukkan bahwa apabila variabel kualitas layanan meningkat sebesar 1 satuan, maka pengunaan e-banking akan meningkat sebesar 0.231 satuan

Dugaan semula adalah bahwa Indeks Prestasi untuk matakuliah Metode Statistika I dan Matematika I dari mahasiswa program studi Statistika Terapan FMIPA yang mempunyai latar

yang harus disampaikan atau semakin sulitnya penjelasan materi yang disampaikan guru dapat dimengerti oleh siswa. Pada praktik di lapangan, peneliti menemukan seorang

Karena bimbingan dan konseling ini bisa membantu mencari solusi atas masalah yang terjadi didunia pendidikan.Seperti yang telah diketahui bahwa dalam kegiatan