• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN K

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN K"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

DENGAN KEJADIAN DIARE PADA PENDUDUK DI

KELURAHAN GUNG NEGERI KECAMATAN

KABANJAHE

Sebagai Syarat Menyelesaikan Pendidikan Program Studi

Diploma III

VIO ARDILLES PUTRA BRAHMANA

P00933011099

Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan

Jurusan Kesehatan Lingkungan

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam rangka peningkatan status kesehatan masyarakat, ada berbagai upaya yang bisa dilakukan di mana salah satunya adalah sanitasi lingkungan atau kesehatan lingkungan. Hal ini sesuai dengan konsep H.L.Blum yang menyatakan bahwa faktor yang paling besar memberikan kontribusi bagi status kesehatan masyarakat adalah faktor lingkungan. Faktor lingkungan ini terdiri dari unsur fisik, kimia, biologi dan radioaktif. Faktor inipun sangat bergantung atau selalu berinteraksi dengan faktor perilaku, keturunan dan pelayanan kesehatan.

Banyak upaya kesehatan lingkungan yang dilakukan antara lain program / kegiatan penyediaan air minum, pengelolaan dan pembuangan limbah cair, gas dan padat, mencegah kebisingan, mencegah kecelakaan, mencegah penyebaran penyakit bawaan air, udara, makanan, pemukiman dan bahan berbahaya (Soemirat, 1994).

Upaya kebersihan suatu kota sangat ditunjang oleh upaya pengawasan pembuangan dan penampungan sampah yang melibatkan berbagai sektor (Dinkes Prop.NTT, 1995). Sampah mempunyai pengaruh terhadap kondisi lingkungan dan status kesehatan masyarakat. Pola aktifitas dan kehidupan masyarakat juga berpengaruh terhadap volume, komposisi dan produksi sampah. Sampah yang dibuang begitu saja akan mudah mencemari lingkungan dan membahayakan masyarakat. Salah satu penyakit akibat sampah adalah diare.

Diare merupakan salah satu masalah kesehatan utama di negara berkembang, termasuk Indonesia. Di Indonesia ditemukan sekitar 60 juta kejadian diare setiap tahunnya dan merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian (Depkes RI, 2003).

(3)

Berdasarkan hasil Medical Record di Rumah Sakit Umum Kabanjahe priode tahun 2008-2009 angka kejadian diare mempunyai persentase paling tinggi, 106-207 yang terkena diare.

Dengan melihat kondisi sanitasi pemukiman penduduk yang buruk dan tempat penampungan sampah sementara (TPSS) yang kurang dari 5 buah di Kelurahan Gung Negeri dengan kondisi yang kurang baik serta tidak dimanfaatkan maka penulis tertarik untuk membuat penelitian ini.

1.2. Perumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara pembuangan sampah dengan kejadian diare pada penduduk di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa lima Kota Kupang?’

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1.

Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pembuangan sampah dengan kejadian diare di pada penduduk di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa lima Kota Kupang.

1.3.2.

Tujuan Khusus

Tujuan khususnya adalah

 Untuk mengetahui hubungan antara jenis TPSS dengan kejadian diare,

 Mengetahui hubungan antara jarak TPSS terhadap pemukiman penduduk dan SAB dengan kejadian diare,

 Mengetahui hubungan penggunaan TPSS dengan kejadian diare,

 Untuk mengetahui hubungan kebiasaan jajan dengan kejadian diare,

 Untuk mengetahui hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare,

 Untuk mengetahui hubungan kebiasaan menyimpan hidangan dengan kejadian diare,

 Untuk mengetahui hubungan antara kepadatan lalat dengan kejadian diare.

(4)

2.1. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini, manfaat yang bisa didapat antara lain adalah

Sebagai salah satu sumber informasi dan bahan masukan bagi peneliti selanjutnya.

Sebagai bahan masukan bagi pihak Pemerintah Daerah serta instansi terkait lainnya dalam menetapkan program pemeliharaan kesehatan lingkungan pemukiman, khususnya pembuangan dan penampungan sampah

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diare

2.1.1.Pengertian Diare

Menurut WHO 1980, diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari 3 kali sehari (Mansjoer, 1999).

Secara definisi, diare adalah defekasi (Buang Air Besar) lebih dari 3 kali sehari, dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja atau berubahnya konsistensi tinja menjadi lembek atau encer dengan frekwensi lebih dari 3 kali dalam 24 jam (Sarbini, 2005)

Secara operasional, diare adalah buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang frekwensinya lebih sering dari biasanya (3 kali atau lebih dalam sehari) dan berlangsung kurang dari 14 hari (Depkes RI, 2003).

(5)

Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6 golongan yaitu : Infeksi (virus, bakteri dan protozoa), alergi, keracunan, Imunodefisiensi, Malabsorpsi dan sebab-sebab lain (Depkes RI, 2003)

2.1.3.Penyebaran Diare

Diare ditularkan secara fecal oral, melalui masukan makanan/ minuman yang terkontaminasi, ditambah ekskresi yang buruk, makanan yang tidak matang atau yang disajikan tanpa dimasak. Penularannya adalah transmisi orang ke orang melalui aerosolisasi (Norwalk Rota Virus), tangan yang terkontaminasi (Clostridium Defficile) atau melalui aktifitas seksual (Mansjoer, 1999).

Kontaminasi dapat terjadi karena :

Makanan/minuman yang dimasak kurang matang atau sengaja dimakan mentah,

Makanan atau alat-alat makan yang dihinggapi lalat sehingga dapat memindahkan bibit penyakit dari sampah ke makanan,

Tidak mencuci tangan sebelum makan.

Makanan atau alat-alat makan yang disiapkan/disediakan oleh orang yang mengandung bibit penyakit/ carrier.

Selain itu penyebaran penyakit diare erat hubungannya dengan penyediaan air bersih dalam rumah tangga dan cara pembuangan kotoran yang tidak baik (Entjang, 2000). Disamping itu faktor social ekonomi dan adanya keseimbangan persediaan makanan merupakan faktor penting dalam pencegahan penyakit diare (Shulman, 1999). Karenanya sering pula dikatakan bahwa diare dapat berujung pada malnutrisi atau kematian. Bahkan bila suatu ketika sumber penyediaan air yang digunakan oleh keluarga dan Masyarakat tersebut tercemar oleh virus penyebab diare dan atau terdapat E. colii maka bukan tidak mungkin diare tersebut menjadi suatu wabah yang menjangkiti banyak orang pada suatu daerah tertentu.

2.2. Faktor Lingkungan

(6)

Sampah adalah bahan atau benda padat yang terjadi akibat aktifitas manusia yang tidak terpakai lagi, tidak disenangi dan dibuang dengan cara saniter, kecuali yang berasal dari tubuh manusia (Kusnoputranto, 1985). Dan menurut Apriadji (1992) sampah/waste adalah zat atau benda yang sudah tidak terpakai lagi baik dari bahan buangan rumah tangga maupun dari pabrik sebagai sisa proses industri.

Definisi Sampah dalam Dinas Kebersihan Kota Kupang, 2005 adalah limbah yang bersifat padat atau setengah padat yang terdiri dari zat organik, berasal dari kegiatan manusia yang tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan.

Menurut Notoadmodjo (1997), sampah terdiri dari beberapa jenis, yakni :

 Berdasarkan zat kimia yang terkandung,

Berdasarkan zat kimia yang terkandung, sampah dibedakan lagi menjadi : a) Sampah anorganik yang adalah sampah yang umumnya tidak dapat

membusuk, seperti logam, besi,plastik, dll,

b) Sampah organik yang adalah sampah yang mudah membusuk, seperti sisa makanan dan daun-daun.

Berdasarkan dapat tidaknya terbakar,

Sampah yang berdasarkan dapat tidaknya terbakar, dibagi menjadi a) sampah yang mudah terbakar seperti kertas, plastik, dll,

b)

sampah yang tidak dapat terbakar seperti logam, kaca, kaleng,dll

Berdasarkan karakteristik sampah.

Sedangkan pembagian sampah berdasarkan karakteristik sampahnya sendiri dibedakan atas :

a)

Garbage yaitu sampah hasil pengolahan makanan yang umumnya mudah membusuk dan berasal dari rumah tangga, restoran, hotel,dan sebagainya,

b)

Rubbish yaitu sampah yang berasal dari perkantoran, perdagngan, baik yang mudah terbakar atau tidak mudah terbakar, seperti kertas, kaleng, kaca,dan sebagainya,

(7)

abu rokok,

d)

Street sweeping/ sampah jalanan yaitu sampah yang berasal dari pembersihan jalan yang terdiri dari sampah daun, kertas, dan sebagainya,

e)

Sampah industri yaitu sampah yang berasal dari industri atau pabrik-pabrik,

f)

Sampah Bangkai binatang yaitu bangkai binatang yang mati karena alam, ditabrak kendaraan atau dibuang oleh manusia

g)

Sampah Bangka kendaraan seperti bangkai mobil, sepeda, dan lain-lain.

h)

Sampah Pembangunan yaitu sampah dari proses permbangunan gedung, rumah dan sebaginya yang berupa puing-puing/ potongan kayu, besi, bambu dan sebagainya.

2.2.2.Tempat Pembuangan Sampah Sementara

Pengumpulan dan penampungan sampah merupakan rangkaian kegiatan yang termasuk dalam suatu proses pengelolaan dan pengolahan sampah. Pengumpulan dan penampungan sampah ini adalah merupakan tanggung jawab dari masing-masing rumah tangga, institusi dan atau tempat yang menghasilkan/ memproduksi sampah. Untuk itu diperlukan suatu tempat yang dapat menampung sampah yang dikumpulkan sebelum diangkut ke tempat pembuangan sampah akhir (TPA).

Direktorat Bina Tehnik Departemen PU (1999) mengemukakan bahwa pewadahan/ penampungan sampah adalah suatu cara penampungan sampah sebelum dikumpulkan, dipindahkan, diangkut dan dibuang ke TPA dengan tujuan :

(8)

Memudahkan proses pengumpulan sampah dan tidak membahayakan petugas pengumpul sampah baik petugas kota maupun pengumpul setempat.

Jenis TPSS yang baik adalah yang kedap air dan tertutup. Tetapi TPSS ini tidak harus berupa bak khusus dari batu bata dan semen, karena tidak setiap pemukiman dapat menyediakannya (Apriadji, 1992).

Menurut Apriadji (1994) letak TPPS yang baik sehingga dapat mengurangi risiko pencemaran dan memenuhi syarat kesehatan haruslah :

 Mudah dibersihkan,

 Tidak mudah rusak,

 Sebaiknya TPSS tidak berupa lokasi terbuka/ tumpukan sampah yang dibuang atau dibiarkan beguitu saja diatas permukaan tanah,

 Sebaiknya TPSS mempunyai tutup yang rapat untuk menghindari kumpulan lalat dan

 Kalau bisa TPSS ditempatkan di luar atau jauh dari rumah dengan tujuan agar kebersihan rumah terjaga, menjaga kesejukan hawa/udara sekitar rumah dan mudah diangkut oleh petugas sampah/truk sampah.

Diharapkan dengan terpenuhinya 5 syarat TPSS diatas maka kebersihan lingkungan dapat terjaga sehingga mengurangi resiko pencemaran dan penyebaran vektor penyakit akibat sampah-sampah yang ada.

2.3. Faktor Manusia

Dalam melihat faktor manusia sebagai penyebab kejadian diare dalam Masyarakat, maka perlu dipertimbangkan pula latar belakang kehidupan Masyarakat yang bersangkutan.

2.3.1.Kebiasaan Jajan

(9)

pola makan dan minum tiap individu dalam masyarakat.

Menurut Sarbini (2005), ada beberapa hal yang perlu dilihat menyangkut persepsi dari masyarakat mengenai perilaku makan/minum yaitu :

Kebiasaan makan,

Jenis makanan yang sering di konsumsi,

Tempat memperoleh makanan/ minuman (warung, kaki lima, restoran, masak sendiri, dll),

Kesukaan makan-minum (pedas, gorengan, dingin, dll),

Kondisi sosial fisik tempat penjualan makan/minuman,

Keamanan makanan yang dijual,

Tingkat hygiene sanitasi makanan yang dijual atau dimakan.

2.3.2.Kebiasaan Cuci Tangan

Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fecal oral. Penularannya dengan memasukkan ke dalam mulut, cairan atau benda tercemar (terutama kotoran/tinja), misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar.

Kebiasaan perorangan yang berhubungan dengan penularan kuman penyebab diare adalah kebiasaan mencuci tangan, terutama saat selesai buang air besar, sesudah membuang kotoran/sampah sebelum menyiapkan makanan, seblum menyuapi anak atau sebelum makan (Depkes RI, 2003)

2.3.3.Kebiasaan dan Cara Menyimpan Hidangan

(10)

Menurut Widyati (2002), faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya bakteri dalam makanan adalah :

Temperatur tempat penyimpanan makanan,

Merebus atau memanaskan makanan sampai mendidih tetapi kurang

maksimal dengan suhu tertinggi 120oC,

Suhu terlalu rendah saat menyimpan hidangan, minimal 7oC,

Kandungan cairan atau air dalam bahan makanan yang tinggi dan

Jangka waktu penyimpanan makanan yang lama (5-6 jam).

2.4. Faktor Agent (Vektor Lalat)

Pada dasarnya setiap mahluk di dunia ini mempunyai hubungan dengan lingkungannya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Lalat adalah salah satu mahluk yang berperan dalam penyebaran kejadian diare, bertindak sebagai agent dan atau vektor mekanis yang hanya bertindak sebagai alat pemindah pasif dengan pengertian bahwa kuman-kuman ptogen tidak mengalami perubahan apapun (Widyati, 2002)

Perkembangbiakan seekor lalat dimulai pada saat seekor lalat betina yang bertelur. Biasanya sekali bertelur akan menghasilkan 75-150 butir, setiap 30 hari. Setelah 10-24 jam dalam keadaan baik telur-telur tersebut akan menetas menjadi larva dan kepompong dalam waktu 4 hari. Setelah itu menjadi imago dan terakhir menjadi lalat dewasa. Setelah berumur 3 hari, lalat tersebut sudah mampu untuk bertelur kembali. Siklus hidup lalat, mulai dari telur hingga lalat dewasa memerlukan waktu 14 hari. dan sangat membutuhkan air. Tanpa air lalat tidak dapat hidup lebih dari 46 jam (Widyati, 2002)

Kebiasaan lalat untuk menempatkan telurnya pada tempat yang banyak mengandung zat-zat organik, seperti temapat sampah, membuat kesulitan dalam pemberantasannya. Lalat lebih menyukai makanan yang bersuhu lebih tinggi dari suhu udara sekitarnya

(11)

Bedasarkan tinjauan pustaka di atas, disusun suatu kerangka konsep yang menggambarkan hubungan kejadian diare dengan faktor lingkungan, faktor manusia, dan faktor agent ( vektor lalat). Untuk lebih jelasnya mengenai hubungan tersebut dapat dilihat di skema ini :

2.6.

Defenisi Operasional

N o.

Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

1 Jenis TPSS Jenis tempat yang dapat

2 Jarak TPSS Angka yang menunjukkan seberapa jauh suatu TPSS

Kegiatan yang dilakukan terhadap TPSS kegawatan penyakit diare, terutama yang

c. Kebiasaan dan Cara Menyimpan Hidangan Makanan

Faktor Agent (Vektor Lalat)

(12)

5 Kebiasaan

7 Kepadatan Lalat Parameter keberhasilan dalam pengelolaan

Hipotesis dalam penelitian adalah

Ada hubungan antara jenis TPSS dengan kejadian diare,

Ada hubungan antara jarak TPSS terhadap pemukiman penduduk dengan kejadian diare,

Ada hubungan penggunaan TPSS dengan kejadian diare,

Ada hubungan kebiasaan jajan dengan kejadian diare,

Ada hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare,

Ada hubungan kebiasaan menyimpan hidangan dengan kejadian diare,

Ada hubungan antara kepadatan lalat dengan kejadian diare.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

(13)

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional analitik, dengan desain cross sectional study, dimana dilakukan pengamatan terhadap obyek yang diamati, wawancara dan pengisian pertanyaan terstruktur (kuesioner) terhadap responden dalam waktu yang bersamaan/ tertentu.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 1 bulan pada bulan Maret 2013 terhadap penduduk yang bermukim di Kelurahan Gung Negeri Kecamatan Kabanjahe.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini adalah penduduk yang tinggal di Kelurahan Gung Negeri Kecamatan Kabanjahe.

Sedangkan Sampel dalam penelitian ini diambil secara porpusive sampling, dimana tehnik dicirikan oleh pemakaian keputusan dan upaya yang disengaja untuk memperoleh sampel representatif dengan memasukkan area-area atau kelompok orang yang bersifat tipikal. Besar sampel menggunakan rumus cohcran (Supriyanto, 2003) sebesar 96, tetapi untuk menghindari drop out maka jumlah sampel dibulatkan dengan menambah 10% dari 96 sehingga menjadi 106 orang.

3.4. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini ada dua data yaitu data primer dan data sekunder. Data Primer adalah Data yang diperoleh melalui hasil observasi langsung dengan pengisian form pemantauan dan wawancara. Sedangkan Data Sekunder adalah Data-data yang diperoleh dari beberapa instansi seperti instansi kesehatan dan Kelurahan serta literatur yang berhubungan dengan tujuan penelitian. Kemudian instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian berupa Kuisioner, Form Observasi TPSS dan kepadatan lalat, Meter roll dan untuk mengukur waktu digunakan Arloji/jam tangan.

(14)

Pada penelitian ini data hasil pemeriksaan sampel di klasifikasi, dikode, ditabulasi kemudian dihitung dengan analisis statistik menggunakan software SPSS.

Untuk analisis data, dianalisis secara statistik dengan menggunakan komputer kemudian disajikan secara deskriptif dalam bentuk narasi dan tabel.

Referensi

Dokumen terkait

Perangkap kemiskinan; kemiskinan di sektor pertanian bukan hanya masalah ekonomi melainkan juga masalah sosial budaya dimana para petani terperangkap dalam lingkaran

Teaching how the structural and behavioral aspects of a system can be analyzed, specifed and designed using Class, Sequence and Activity Diagrams.... Usecase

This tutorial explains how to design a nice liquid expandable section with rounded corners (top-left, top-right, bottom-left, bottom-right) using some lines of

“ Masyarakat Salatiga belum mengetahui sejarah atau lahirnya Batik Plumpungan

bersangkutan sebagai suatu kebenaran. Misalnya pada masyarakat yang homogen dengan pergaulan secar langsung, lambat laun akan menerima sikap-sikap dan norma-norma sosial baru

Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa remaja yang berasal dari keluarga bercerai lebih sering terlibat dengan perilaku negatif yang menunjukkan rendahnya kontrol

Diharapkan, dari penelitian tentang kombinasi model pembelajaran Problem Solving berbantuan dengan Peer Tutoring yang dilengkapi dengan hierarki konsep akan saling

Lloyd sangat bersimpati pada kebutuhan pekerja untuk beristirahat “kita semua telah bekerja pembongkaran di sini,” katanya, tapi cepat menjepit pada orang-orang yang tidak sah..