• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perbedaan Kontrol Diri Pada Remaja yang Berasal dari Keluarga Utuh dan Keluarga Bercerai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perbedaan Kontrol Diri Pada Remaja yang Berasal dari Keluarga Utuh dan Keluarga Bercerai"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan dan menyenangkan. Pengalaman baru yang unik serta menarik banyak sekali dilalui pada masa ini. Banyak kejadian dan peristiwa penting terjadi pada masa ini, sehingga kebanyakan orang tidak akan dapat melupakan masa remajanya. Mereka yang berada pada usia remaja akan berusaha menikmati dan mengisi masa remajanya dengan berbagai kegiatan yang menarik. Selain menarik, masa ini juga penuh dengan tantangan dan tekanan sehingga dikenal sebagai masa storm and stress (Hurlock 1999).

Masa Storm and stress atau masa badai dan tekanan, disebut tekanan karena seseorang akan mengalami peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Banyak terjadi perubahan, baik secara fisik, psikis, sikap, perilaku, emosi dan sosial pada masa peralihan ini (Santrock, 2009).

(2)

Averill (dalam Ghufron & Risnawati, 2011) mendefisikan kontrol diri sebagai suatu kemampuan individu untuk memodifikasi perilaku, mengelola informasi yang diinginkan dan yang tidak diinginkan, serta kemampuan individu untuk memilih salah satu tindakan berdasarkan sesuatu yang diyakini memberi dampak positif atau keuntungan bagi diri sendiri. Remaja dengan kontrol diri yang tinggi akan sangat memperhatikan bagaimana cara berperilaku yang tepat sesuai dengan situasi dan kondisi serta penerimaan sosial terhadap cara seseorang berperilaku, bersikap dan mengatur emosinya, berbeda dengan remaja dengan kontrol diri rendah yang cenderung kurang mempertimbangkan dampak positif dan negatif dari perilaku mereka (Kartono, 2008).

Remaja dengan kontrol diri yang tinggi menunjukkan kemampuan belajar yang lebih baik. Kontrol diri yang tinggi memungkinkan seseorang untuk mendapatkan prestasi sekolah yang lebih baik, tidak mudah cemas dan depresi, self esteem tinggi dan kepuasan hubungan yang lebih baik (Crandell, dkk, 2009).

(3)

Remaja dengan kontrol diri yang rendah tampaknya sangat banyak ditemui kasusnya dalam kehidupan sehari-hari saat ini. banyak remaja yang perilakunya menyimpang dari apa yang dipandang baik dan positif oleh masyarakat. Perkembangan yang bersifat negatif ini mengacu pada perilaku yang bertentangan dengan nilai dan norma yang dapat diterima oleh masyarakat, seperti perilaku yang melanggar, dan bahkan tindakan-tindakan kriminal (Santrock, 2009). Beberapa contoh hal negatif yang banyak dilakukan oleh remaja pada saat ini antara lain adalah mencontek, bolos sekolah, merokok, menonton film porno, mengonsumsi obat-obat terlarang, kecanduan bermain game, minum minuman keras, tawuran, terlibat dengan geng yang anarkis, pergaulan bebas, dll.

Jumlah kegiatan remaja yang bersifat negatif yang salah satunya kenakalan, saat ini tergolong sangat tinggi. Remaja yang terlibat dengan kenakalan remaja ternyata mempunyai sifat kepribadian khas, salah satunya adalah mereka kurang memiliki kontrol diri (Kartono, 2008). Sebagaimana pernyataan Kartono, Santrock (2009) juga menyatakan hal yang sama, yaitu perilaku kenakalan remaja digambarkan sebagai kegagalan untuk mengembangkan kontrol diri yang cukup dalam hal tingkah laku.

(4)

kriminal di televisi dan media massa lainnya yang selalu disajikan setiap harinya. Meningkatnya tingkat kenakalan remaja ini juga ditunjukkan oleh data Polda Metro jaya yang menyatakan bahwa kenakalan remaja pada tahun 2012 meningkat sebanyak 36,33%, yang mana bentuk perilaku kenakalan yang paling banyak meningkat adalah perkelahian, pencurian, judi, dan penggunaan narkotika (Berita Satu, 2012).

Data dari lembaga pemasyarakatan menunjukkan bahwa dari 33 provinsi di Indonesia, provinsi Sumatera utara pada tahun 2015 memiliki jumlah tahanan anak laki-laki dan perempuan sebanyak 129 orang. Jumlah ini merupakan jumlah yang terbanyak diantara semua provinsi di indonesia (Sistem Database Pemasyarakatan, 2015).

Faktor rendahnya kontrol diri pada remaja juga berpengaruh terhadap perilaku bully (Unnever & Cornell, 2003). Indonesia saat ini masuk ke dalam negara dengan tingkat bullying terbesar di dunia, yang mana Indonesia berada pada peringkat kedua (Latitude News, 2012).

(5)

Remaja harusnya sudah dapat mengetahui mana perilaku buruk yang tidak dapat diterima oleh masyarakat serta memberikan pengaruh negatif terhadap diri sendiri, namun remaja yang memiliki kontrol diri yang rendah umumnya tidak mengenali hal ini (Santrock, 2003).

Kontrol diri dipengaruhi oleh beberapa faktor. Secara garis besar faktor-faktor yang memepengaruhi kontrol diri ini terdiri dari faktor-faktor internal (dari diri individu), dan faktor eksternal (lingkungan individu). Salah satu faktor internal kontrol diri adalah usia. Faktor eksternal diantaranya adalah lingkungan keluarga khususnya orangtua (Ghufron & Risnawati, 2011). Remaja yang pada dasarnya sudah berada pada masa badai dan tekanan (Hurlock, 1999) membuat remaja sangat membutuhkan dukungan dari orang terdekat yaitu orangtua. Orientasi pada masa remaja memang lebih kepada teman sebaya. Dari teman sebaya remaja dapat belajar banyak hal, baik itu positif maupun negatif, dan dalam hal inilah orangtua sangat dibutuhkan. Orang tua berfungsi sebagai sosok yang menanamkan nilai-nilai disiplin pada anak. Sehingga remaja yang orientasinya lebih kepada teman sebaya masih dapat dikendalikan sehingga tidak terlibat dengan pengaruh negatif yang berasal dari teman (Hurlock, 1999). Orangtua yang secara konsisten menerapkan perilaku disiplin pada remaja, khususnya yang dilakukan sejak dini, memungkinkan anak memiliki kontrol diri yang tinggi (Phythian, 2008).

(6)

dll (Santrock, 2009). Perubahan dalam kepuasan pernikahan dapat berujung pada perceraian, yang mana perceraian ini akan mengakibatkan perubahan struktur keluarga. Keberadaan ayah dan ibu secara bersama-sama menunjukkan keutuhan sebuah keluarga secara struktural. Secara struktural, keluarga didefinisikan berdasarkan kehadiran atau ketidakhadiran anggota keluarga, seperti kehadiran orangtua, anak dan kerabat lainnya (Lestari, 2012).

Struktur keluarga baik itu utuh atau tidak utuh, yang dalam hal ini bercerai juga turut mempengaruhi perkembangan sosial remaja (Ahmadi, 1991). Sebagaimana Herbert C.Quay (dalam Santrock, 2003) mengungkapkan bahwa keutuhan keluarga, baik utuh secara struktur maupun secara interaksi mempengaruhi perkembangan sosial remaja. Keluarga yang utuh menjadi idaman bagi banyak orang khususnya bagi anak. Keutuhan keluarga membuat anak merasakan dan memahami arahan orangtua. Arahan dan bimbingan dari kedua orangtua membuat remaja tidak mudah dipengaruhi oleh pergaulan yang buruk (Gunarsa, 2009). Remaja yang dibesarkan dalam keluarga yang utuh dengan suasana keluarga yang positif cenderung dapat menjalani masa remajanya tanpa menghadapi masalah yang serius (Papalia, 2009).

(7)

kurang baik selama masa anak-anak, serta pola asuh yang membuat remaja sangat bergantung dengan orangtua (Hurlock, 1999). Remaja dengan kebiasaan buruk dan negatif juga ditemui pada keluarga utuh. Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Bangun (2006) yang menunjukkan bahwa remaja yang berasal dari keluarga utuh juga terlibat dengan perilaku kenakalan remaja.

Meskipun ada kalanya struktur keluarga utuh tidak menjamin sepenuhnya perkembangan remaja, namun perubahan struktur keluarga akibat perceraian tetap saja menjadi suatu hal yang tidak diharapkan oleh siapapun. Perceraian sebagaimana Hurlock (1999) nyatakan terjadi apabila antara suami dan isteri sudah tidak mampu lagi mencari cara penyelesaian masalah yang dapat memuaskan kedua belah pihak. Perceraian yang terjadi dapat berupa perpisahan dan pembatalan baik secara hukum maupun dengan diam-diam, atau salah satu (isteri/suami) meninggalkan keluarga.

Perceraian saat ini dianggap menjadi hal yang biasa. Di Indonesia sendiri angka perceraian tergolong cukup tinggi, khususnya di Medan, Sumatera Utara. Menurut Pengadilan Tinggi Agama, perceraian tahun 2013 meningkat dari tahun sebelumnya. Jika dilihat berdasarkan jenis perkara diketahui bahwa pada tahun 2013 jumlah cerai talak terdapat 2.549 kasus dan cerai gugat sejumlah 6939 kasus. Kenaikan setiap tahunnya berkisar 15% sampai dengan 20% (Pengadilan Tinggi Agama, 2013).

(8)

(Santrock, 2009). Kehilangan kontrol diri inilah yang selanjutnya berpengaruh pada kesulitan dalam melakukan penyesuaian diri, kesulitan dalam belajar, atau penarikan diri dari lingkungan sosial (Papalia, 2009) dan cenderung terlibat dengan kenakalan remaja (Kartono, 2008). Hal ini salah satunya dipengaruhi juga oleh faktor komunikasi. Remaja yang berasal dari keluarga bercerai kemungkinan akan mengurangi komunikasi antara anak dengan kedua orangtua, padahal komunikasi menjadi penentu terhadap bagaimana cara remaja dapat menghadapi perubahan dalam hidupnya secara efektif (DeGenova, 2008).

Di sisi lain, remaja yang tinggal dengan keluarga bercerai tidak selamanya menunjukkan perilaku yang menyimpang, terkadang mereka lebih mandiri (Lestari, 2012). Remaja dari keluarga bercerai juga menjadi lebih bertanggungjawab, karena mereka banyak belajar untuk melakukan segala sesuatunya sendiri dan mempertanggungjawabkan apa yang mereka kerjakan. Selain itu, mereka juga lebih terampil dalam melakukan beberapa hal khususnya melakukan apa yang orang dewasa dapat lakukan. Keterampilan ini diperoleh karena mereka cenderung akan membantu orangtua tunggal akibat perceraian (DeGenova, 2008).

(9)

remaja yang berasal dari keluarga bercerai untuk dapat melakukan penyesuaian dengan baik.

Dari beberapa kajian yang telah dikemukakan terdapat kontroversi antara keluarga bercerai dengan keluarga utuh dalam peranannya terhadap kontrol diri, sehingga perlu dikaji lebih jauh bagaimana sebenarnya peranan struktur keluarga terhadap kontrol diri pada remaja. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa remaja yang berasal dari keluarga bercerai lebih sering terlibat dengan perilaku negatif yang menunjukkan rendahnya kontrol diri mereka bila dibandingkan dengan remaja yang berasal dari keluarga utuh, namun dari fenomena yang terjadi di lapangan, remaja yang dibesarkan dalam keluarga bercerai tidak selalu terlibat dengan perilaku negatif atau kenakalan remaja yang menunjukkan rendahnya kontrol diri mereka. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan membandingkan kontrol diri remaja yang berasal dari keluarga bercerai dengan remaja yang berasal dari keluarga utuh.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Adakah perbedaan kontrol

diri pada remaja yang berasal dari keluarga utuh dan bercerai?”

C. Tujuan Penelitian

(10)

mengungkapkan ada atau tidaknya perbedaan kontrol diripada remaja yang berasal dari keluarga utuh dan keluarga bercerai.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini tentunya dilakukan dengan harapan akan memberikan manfaat. Adapun manfaat penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut.

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya dalam bidang Psikologi Perkembangan. Selain itu, hasil akhir penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan terhadap teori kontrol diridan perceraian.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pihak-pihak sebagai berikut ini:

a. Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang kontrol diri remaja yang berasal dari keluarga utuh dan keluarga bercerai

b. Remaja

(11)

perbedaan kontrol diri pada remaja dengan struktur keluarga utuh dan bercerai.

c. Orangtua

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada orangtua mengenai perbedaan kontrol diri pada remaja yang berasal dari struktur keluarga utuh dan keluarga bercerai. Selain itu hasil penelitian ini juga diharapkan dapat membuat orangtua lebih waspada dengan masa perkembangan remaja.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan berguna untuk memberikan gambaran yang jelas tentang penelitian yang akan dilakukan agar tidak menyimpang dari pokok permasalahan, secara sistematis, susunan tulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bab I Pendahuluan, yang berisi tentang latar belakang masalah, rumusan permasalahan, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

(12)

3. Bab III Metode Penelitian, yang berisi tentang variabel penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, subjek penelitian, dan analisis data yang digunakan dalam penelitian serta prosedur penelitian.

4. Bab IV Analisa dan Interpretasi data, yang berisikan gambaran sampel penelitian, uji asumsi penelitian, uji hipotegsa hasil penelitian dan hasil tambahan penelitian, serta pembahasan

Referensi

Dokumen terkait

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XLI-B1, 2016 XXIII ISPRS Congress, 12–19 July 2016, Prague, Czech

- Menguatkan dengan menjelaskan hasil pengamatan dan pertanyaan peserta didik - Mencari data dan informasi tentang salat sunah muakad dan sunah ghairu muakkad -

1) Sebagian besar lansia di Panti Sosial Tresna Werda Unit Budi Luhur Yogyakarta tidak depresi yaitu 24 responden (53,3%). 2) Sebagian besar aktivitas religi di Panti Sosial

Ventilator tekanan positif menggembungkan paru-paru dengan mengeluarkan tekanan positif pada jalan nafas dengan demikian mendorong alveoli untuk mengembang selama inspirasi.

Hal yang diutamakan terutama masalah: peran guru PAI dalam menumbuhkembangkan Konsep Cerdas, Energik, Religius, Ilmiah Amaliah (CERIA) pada Peserta Didik.. Subiyantoro,

Dengan demikian dibutuhkan suatu sistem pertahanan didalam server itu sendiri yang bisa menganalisa langsung apakah setiap paket yang masuk tersebut adalah yang diharapkan

[r]

Jadi yang dimaksud dengan upaya disini adalah usaha atau upaya guru PAI memotivasi siswa dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di SMK Muhammadiyah 9 Wagir..