• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENUMBUHKEMBANGKAN KONSEP CERIA (CERDAS, ENERGIK, RELIGIUS, ILMIAH, AMALIYAH) PADA PESERTA DIDIK DI MAN SURUH KABUPATEN SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2016-2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "TESIS PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENUMBUHKEMBANGKAN KONSEP CERIA (CERDAS, ENERGIK, RELIGIUS, ILMIAH, AMALIYAH) PADA PESERTA DIDIK DI MAN SURUH KABUPATEN SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2016-2017"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

DALAM MENUMBUHKEMBANGKAN KONSEP CERIA

(CERDAS, ENERGIK, RELIGIUS, ILMIAH, AMALIYAH)

PADA PESERTA DIDIK DI MAN SURUH

KABUPATEN SEMARANG

TAHUN PELAJARAN 2016-2017

Oleh :

Nama : NOR MUNFARIDA NIM : M1.14.011

Tesis diajukan sebagai pelengkap persyaratan untuk gelar Magister Pendidikan

PROGRAM PASCASARJANA

(2)
(3)
(4)

iv

Ceria (Cerdas, Energik, Religius, Ilmiah, Amaliyah) Pada Peserta Didik Di MAN Suruh Kabupaten Semarang

Tahun Pelajaran 2016/2017

MAN Suruh Kabupaten Semarang mempunyai visi Ceria (Cerdas, Energik, Religius, Ilmiah, Amaliyah). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran guru PAI dalam menunmbuhkembangkan konsep Ceria dan mengetahui bagaimana implementasi konsep Ceria pada peserta didik.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data ada tiga metode utama yang dipakai yaitu, observasi, dokumentasi, dan wawancara. Peneliti mengambil peran sebagai instrumen untuk menggali data yang lebih lengkap melalui indepth interview. Adapun analisis data melalui tiga tahapan yaitu : reduksi data, penyajian data (display), dan verifikasi. Sebagai responden yang menjadi sumber informasi adalah kepala madrasah, guru PAI, guru BK, dan siswa.

Berdasarkan penelitian yang berlangsung selama dua bulan dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai berikut: (1) Guru mengambil peran sangat positif dalam mewujudkan konsep Ceria (Cerdas, Energik, Religius, Ilmiah, Amaliyah). Peran guru sebagai inisiator, pengelola kelas, motivator, fasilitator, dan evaluator. (2) Implementasi konsep Ceria pada peserta didik di MAN Suruh dalam wujud kebijakan madrasah yang mendukung dalam pembentukan lingkungan yang kondusif untuk pembelajaran siswa. Beragam kegiatan akademik dan non akademik yang berfungsi mengembangkan potensi peserta didik. Tumbuhnya karakter utama yang dibutuhkan untuk menciptakan pergaulan yang harmonis dan persaudaraan (ukhuwah) antar peserta didik.

(5)

v

“Ceria” Concept (Cerdas, Energik, Religious, Ilmiah, Amaliyah) at The Students at MAN Suruh Kabupaten Semarang

In The Academic Year of 2016-2017

MAN Suruh Semarang Regency has “Ceria” vision (cerdas, energik,

religious, ilmiah, amaliyah). This research wants to know the role of Islamic

education’s teacher in developing “Ceria” concept and how the “Ceria” concept

implemented by the students.

This research used qualitative approach. There are three technique in collecting data. They are : observation, documentation, and interview. The researcher as instrument take data by indepth interview. There are three steps in analyzing data: data reduction, display data, and data verification. The respondent who become the source of information are the headmaster, Islamic education’s teacher, guidance and

counseling’s teacher, and students.

Based on the observation which lasted for two months, the researcher can

conclude: (1) Teacher plays an important role in creating “Ceria” concept (cerdas,

energik, religius, ilmiah, amaliyah). Teacher as an inisiator, class manager, motivator,

fasilitator, and evaluator. (2) “Ceria” concept implementation by the students of MAN

Suruh in the form of madrasah policy which encourage the comfortable and conducive environment for the students learning. Various academic and non academic to develop students potential. The growth of main character to creat the harmony of the students friendship.

(6)

vi Bismillahirrhmanirrahim

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh

Alhamdulillahirobbil “Alamin Puji dan Syukur kita panjatkan ke hadirat Allah

SWT atas limpahan rahmat, taufik, hidayah serta inayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan tesis yang berjudul “Peran Guru PAI dalam Menumbuhkembangkan

Konsep Ceria (Cerdas, Ernergik, Religius, Ilmiah, Amaliyah) pada Peserta Didik di

MAN Suruh Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2016-2017”. Yang menjadi

pelengkap persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Agama Islam.

Tersajikannya tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan lancar. Penulis mengucapkan banyak terima kasih

kepada :

1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Dr. H. Zakiyuddin, M.Ag., selaku Direktur Pascasarjana IAIN

Salatiga.

3. Bapak Dr. Phil. Widiyanto, M.A., selaku Ka. Prodi PAI yang telah memberi

arahan kepada penulis.

4. Bapak Dr. Imam Sutomo, M.Ag., yang telah membimbing serta

mengarahkan penulis dengan sabar sehingga tesis ini dapat terselesaikan.

5. Bapak Ibu dosen Pascasarjana IAIN Salatiga yang telah memberikan

(7)

vii

7. Teman-teman Pascasarjana angkatan 2014 IAIN Salatiga yang selalu

mmemberikan support dan kebersamaannya.

8. Keluarga besar MAN Suruh Kab. Semarang atas bantuannya serta

dukungannya kepada penulis sehingga tesis ini dapat terselesaikan dan

berjalan dengan lancar.

Semoga apa yang telah Bapak dan Ibu berikan kepada penulis menjadi barokah

serta bermanfaat bagi semua pihak. Penulis berdo’a semoga dukungan serta kebaikan

semuanya diganti dan dihitung amal ibadah oleh Allah SWT.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh

Salatiga, 20 Maret 2017

(8)

viii

BAB II DESKRIPSI MAN SURUH KABUPATEN SEMARANG ………. 21

A. Gambaran Umum MAN Suruh……… 21

B. Visi dan Misi MAN Suruh ……….. 25

BAB III PERAN GURU PAI DALAM KONSEP CERIA ……… 27

A. Peran Guru PAI Dalam Pembelajaran di Kelas………27

B. Peran Guru PAI Dalam Konsep Ceria ………... 29

BAB IV IMPLEMENTASI KONSEP CERIA PADA PESERTA DIDIK ……….. 33

A. Implementasi Konsep Ceria pada Peserta Didik di MAN Suruh …….. 33

B. Keunggulan dan Kekurangan MAN Suruh ……….. 39

(9)

ix

B. Saran ………. 42

DAFTAR PUSTAKA ……… 44

LAMPIRAN

(10)

x

Tabel Halaman

3.1. Rekapitulasi Siswa MAN Suruh ………24`

(11)

xi

Halaman

1. Pedoman Wawancara ………. 47

2. Wawancara dengan Kepala Madrasah dan Guru PAI ……… 48

3. Dokumentasi ………. 56

4. Surat Ijin Penelitian ……… 65

(12)

1

Kebutuhan akan pendidikan merupakan hak semua warga negara,

berkenaan dengan ini, di dalam UUD’45 Pasal 31 ayat (1) secara tegas disebutkan

bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.” UU RI Nomor 20

Tahun 2003 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana

untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.1

Aspek rohaniah psikologis yang dicoba didewasakan dan di-insan kamil-kan melalui pendidikan sebagai elemen yang menjadikan positif dalam pembangunan kehidupan yang berkeadaban.2

Penyelenggaraan pendidikan yang dicita-citakan oleh lembaga Madrasah

Aliyah Negeri Suruh Kabupaten Semarang adalah cerdas, energik, religius, ilmiah

dan amaliah (CERIA). Konsep CERIA bukan hanya semata-mata untuk

siswa-siswinya, akan tetapi berlaku bagi semua komponen yang ada didalamnya.

1

Undang-undang Nomor 20/2003, Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Jakarta: Sinar Grafika, 2003, 1. Selain itu pendidikan, memiliki peran strategis sebagai sarana human resources dan human investment. Selain bertujuan menumbuhkembangkan kehidupan yang lebih baik, pendidikan juga telah nyata-nyata ikut mewamai dan mencari landasan moral dan etik dalam proses pemberdayaan jati diri bangsa. Lihat dalam Kamadi Hasan, “Konsep Pendidikan Jawa”, dalam ]urnal Dinamika Islam dan Budaya Jawa, No 3 tahun 2000, 29.

2

(13)

Berangkat dari permasalahan yang ada maka penulis tertarik untuk

meneliti tentang: “Peran Guru PAI dalam Menumbuhkembangkan Konsep

Cerdas, Energik, Religius, Ilmiah Amaliah (CERIA) pada Peserta Didik di MAN

Suruh.”

B. Rumusan Masalah

Untuk mempermudah kajian dan pembahasan penelitian ini, maka peneliti

di sini merumuskan beberapa rumusan masalah berikut:

1. Bagaimana peran guru PAI dalam menumbuhkembangkan konsep CERIA

pada peserta didik di MAN Suruh tahun pelajaran 2016-2017 ?

2. Bagaimana implementasi konsep CERIA pada peserta didik di MAN Suruh

tahun pelajaran 2016-2017?

C. Signifikansi Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka dapat dirumuskan tujuan

penelitianini seagai berikut:

a. Untuk mengetahui implementasi konsep CERIA pada peserta didik di MAN

Suruh tahun pelajaran 2016-2017.

b. Untuk mengetahui peran guru PAI dalam menumbuhkembangkan konsep

CERIA pada peserta didik di MAN Suruh tahun pelajaran 2016-2017.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat:

(14)

Di lembaga pendidikan seperti madrasah maupun sekolah-sekolah

keagamaan, disamping pemberian pengetahuan, pendidikan keterampilan

serta pengembangan bakat dan minat, dalam pendidikan Islam konsep

CERIA.3

b. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan yang lebih matang dalam bidang

pengajaran dan menambah pengalaman dan wawasan dalam bidang

penelitian.4

D. Kajian Pustaka

1. Kajian Penelitian Terdahulu

Setelah melakukan telaah terhadap beberapa penelitian yang ada,

peneliti menemukan beberapa hasil penelitian yang terkait dengan tema yang

peneliti angkat, di antaranya adalah:

Penelitian yang dilaksanakan oleh Subiyantoro,5 hasil disertasinya

tersebut adalah aktualisasi nilai humanis-religius, para siswa Madrasah Aliyah

Negeri Wates Kulonprogo masih rendah.

Berikutnya penelitian yang dilakukan oleh Bairus Salim,6 menjelaskan

bahwa: metode pembelajaran multiple intelligences memiliki relevansi yang

3

Artinya pendidikan agama disuguhkan untuk: memupuk sikap positif terhadap kehidupan, memahami kenyataan sosial dan kontradiksi yang ada dalam masyarakat dan merangsang siswa untuk mengamalkan iman dalam seluruh dimensi kehidupan.

4

Hal yang diutamakan terutama masalah: peran guru PAI dalam menumbuhkembangkan Konsep Cerdas, Energik, Religius, Ilmiah Amaliah (CERIA) pada Peserta Didik.

5

(15)

erat dengan metode pendidikan Islam, hanya saja konsep dasar teori multiple intelligences tidak seutuh pendidikan Islam. Kendati demikian, metode

multiple intelligences berkembang pesat sehingga tampak lebih inovatif dan kreatif, tidak seperti metode pendidikan Islam yang terkesan lambat dan

konservatif.

Selanjutnya penelitian Muhammad Mufidin7 yaitu ingin mengetahui

bagaimana aktivitas belajar peserta didik selama dilakukan pembelajaran

berwawasan SETS sehingga peserta didik mempunyai pemahaman yang

memadai tentang sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat.

Perbedaan peneliti terdahulu oleh Subiyantoro Menitikberatkan pada

pelaksanaan sholat, sedang-kan penelitian sekarang tidak hanya ibadah, tetapi

juga akhlak. Sedangkan tesis Bairus Salim menitikberatkan teori Multiple Intelligences tampak lebih inovatif dan kreatif dalam pengembangan metode pembelajaran. Untuk tesis Muhammad Mufidin menitikberaatkan pada peserta

didik mempunyai pemahaman yang memadai tentang sains, lingkungan,

teknologi dan masyarakat. Arah yang dituju penulis adalah Peran Guru PAI

dalam Menumbuhkembangkan Konsep Cerdas, Energik, Religius, Ilmiah

Amaliah (CERIA) Pada Peserta Didik di MAN Suruh.

6Bairus Salim, “Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences

(Telaah Dari Sudut Pandang

Pendidikan Islam)”, Tesis, IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2008.

7Muhammad Mufidin, “Strategi Berwawasan SETS (Science, Environment, Technology and

Society) dalam Menumbuhkembangkan Aktivitas Belajar Mata Pelajaran Fiqih pada Peserta Didik MA

(16)

2. Kerangka Teori a. Peran Guru PAI

Undang-Undang RI No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

dijelaskan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama

mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan

mengevaluasi peserta didik pada usia dini jalur pendidikan formal,

pendidikan dasar dan pendidikan menengah.8

Menurut Muhaimin, guru adalah orang yang berwenang dan

bertanggung jawab terhadap pendidikan murid-murid, baik secara

individual ataupun klasikal. Baik di sekolah maupun di luar sekolah. Dalam

pandangan Islam secara umum guru adalah mengupayakan perkembangan

seluruh potensi/ aspek anak didik, baik aspek kognitif, afektif dan

psikomotorik.9

Jadi peran guru PAI di atas dapat disimpulkan bahwa guru adalah

orang yang memberikan pendidikan atau ilmu pengetahuan kepada peserta

didik dengan tujuan agar peserta didik mampu memahami dan

mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Guru adalah sosok yang berperan besar dalam ilmu pengetahuan,

keterampilan, budi pekerti dan iman taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Guru juga berarti sebagai pendidik professional, karena secara implisit ia

8

Undang-Undang Guru dan Dosen (UU RI No. 14 Th. 2005), Jakarta: Redaksi Sinar Grafika, 2006, cet. 1, 2.

9

(17)

telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab

pendidikan yang terpikul dipundak orang tua.10

Pengertian ini sejalan dengan pendapat Slameto, “Guru yang

bertanggung jawab dalam proses belajar mengajar dengan menyampaikan

mata pelajaran sesuai dengan bidangnya masing-masing untuk pendewasaan

anak didiknya.”11

Guru memiliki banyak tugas, baik yang terikat oleh dinas maupun di

luar dinas, dalam bentuk pengabdian.12 Apabila dikelompokkan terdapat

tiga jenis tugas guru, yakni :

a. Tugas dalam bidang profesi

Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar, dan

melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai

hidup. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu

pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan

keterampilan pada siswa.

10

Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta:Bumi Aksara, 2000, 39. Jadi guru pendidikan agama Islam adalah seorang guru yang berusaha untuk membimbing perkembangan kepribadian peserta didik yang bersumber kepada nilai-nilai agama. Tugas ini dilakukan oleh para guru pendidikan agama Islam disamping tugas utama yang harus dilakukan.

11

Slameto, Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bina Aksara, 2003, 99. Maksudnya adalah guru sebagai pembimbing dan pemimpin harus mendalami pendidikan Agama Islam sejak kecil. Sebab pendidikan pada masa kanak-kanak merupakan dasar yang menentukan untuk pendidikan selanjutnya. Pada umumnya pendidikan Agama Islam seseorang ditentukan oleh pengalaman, pendidikan, dan latihan yang dilalui sejak kecil. Jadi guru berperan sangat penting dalam perkembangan perilaku siswa-siswinya di lingkungan sekolah baik perilaku menyimpang atau perilaku yang lebih baik.

12

(18)

b. Tugas guru dalam bidang kemanusiaan

Tugas guru dalam bidang kemanusiaan di sekolah harus dapat

menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua. Ia hurus mampu menarik

simpati sehingga ia menjadi idola para siswanya.

c. Tugas guru dalam bidang kemasyarakatan

Guru tidak hanya diperlukan oleh para murid di ruang kelas,

tetapi juga diperlukan oleh masyarakat lingkungannya dalam

menyelesaikan aneka ragam permasalahan yang dihadapi masyarakat.

Tampaknya masyarakat mendudukkan guru pada tempat yang terhormat

dalam kehidupan masyarakat, yakni di depan memberi suri teladan dan

memberikan dorongan motivasi.

Ahmad Tafsir menyebutkan bahwa guru dalam Islam sebaiknya

memiliki sifat-sifat :

a. Zuhud, yaitu tidak mengutamakan materi dan mengajar dilakukan karena

mencari keridhaan Allah.

b. Kebersihan guru, bersih tubuhnya dengan demikian penampilan

(performance) menyenangkan bagi yang melihatnya.

c. Ikhlas dalam pekerjaan, keikhlasan dan kejujuran seorang guru didalam

pekerjaannya merupakan jalan terbaik kearah suksesnya di dalam tugas

dan sukses murid-muridnya.

d. Suka pemaaf, seorang guru bersifat pemaaf terhadap muridnya, ia

sanggup menahan diri, menahan kemarahan, lapang hati banyak sabar

(19)

e. Seorang guru merupakan bapak sebelum ia seorang guru, karena

seeorang guru harus mencintai murid-muridnya seperti cintanya terhadap

anak-anaknya.

f. Harus mengetahui tabi’at (watak) murid. Guru harus mengetahui tabiat

pembawaan, adat kebiasaan, rasa dan pemikiran murid agar ia tidak

kesasar di dalam mendidik anak-anak.

g. Harus menguasai mata pelajaran, seorang guru harus sanggup menguasai

mata pelajaran yang diberikan.13

b. Konsep CERIA (Cerdas, Energik, Religius, Ilmiah, dan Amaliyah)

Konsep cerdas adalah kecerdasan konvensional IQ (Intelligent Quotient), EQ (Emotional Quotient), hingga mengklaim diri sebagai model SQ (Spiritual Quotient) seluruhnya masih menjelaskan kesadaran manusia dengan aspek-aspeknya sebagai proses secara esensial berlangsung pada

jaringan syaraf.14

Model kecerdasan tersebut jauh sebelum dikenal sejak peradaban

Islam yaitu 15 abad yang lalu telah dipraktikkan oleh Nabi Muhammad

SAW, bertafakur, mengasah nurani, menajamkan hati dan mengolah emosi

serta mengendalikan nafsu, sebagaimana mengguna-kan potensi akal, qolbu

dan ruhiyah.15

13

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007, 82.

14

Sukring, Pendidik dan Peserta Didik dalam Pendidikan Islam, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013, 9.

15

(20)

Selanjutnya Daniel Goleman menyatakan bahwa:

Means of emotional intelligence is abilities such as being able to motivate one self and persist in the face frustration to control impulse and delay gratification, to regulate, to one’s mood and keep distress from swarming the ability to think, to empathize and to hope.16

Martha Kaudfelt,17 arti kecerdasan adalah kemampuan untuk

memecahkan masalah-masalah atau menciptakan produk-produk yang

penuh arti di dalam suatu pengaturan tertentu.

Pada dasarnya manusia diberikan karunia yang berupa kemampuan

intelektual (IQ), emosional (EQ), dan spiritual (SQ) sehingga manusia

memiliki logika yang rasional, perasaan sebagai pengindai atau radar, dan

suara hati sebagai pembimbing.18

Sumadi Suryabrata,19 mengemukakan bahwa yang dapat

menentukan kecerdasan intelektual ada tujuh untuk ebilitas-ebilitas mental:

faktor ingatan yaitu kecakapan untuk mengingat, faktor verbal yaitu

kecakapan untuk menggunakan bahasa, faktor bilangan yaitu kemampuan

untuk bekerja dengan kecakapan berhitung, faktor kelancaran yaitu lancar

menggunakan kata-kata yang sukar diucapkan, faktor penalaran yaitu

kecakapan untuk berfikir logis, faktor persepsi yaitu kemampuan untuk

16

Daniel Goleman, Emotional Intelligence, New York: Bantam Books, 1996, 76. Artinya Kecerdasan emosi adalah seperti kemampuan memotivasi diri dan bertahan dalam menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak berlebihan, mengatur suasana hati dan menjaga agar tetap berpikir jernih, berempati dan optimis. Walaupun dalam beberapa hal terdapat perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik, akan tetapi karena gerak perubahannya masih sangat lamban, sementara gerak perubahan masyarakat berjalan cepat, bahkan bisa dikatakan sangat revolusioner, maka disini pendekatan Islam terlihat selalu tertinggal dan arahnya semakin terbaca tidak jelas. Lihat dalam bukunya Azyumardi Azra, Pendidikan Islam dan Moderanitas, Jakarta: Logos, 1999, 90.

17

Kaufeldt Martha, Wahai Guru Ubahlah Cara Mengajarmu!. Jakarta : PT. Indeks, 2008, 25.

18

Ary Ginanjar,Rahasia Sukses Membangun ESQ Power, Jakarta:Arg, 2003, 98.

19

(21)

mengamati dengan cepat dan cermat, faktor ruang yaitu kemampuan untuk

mengadakan orientasi dalam ruang.

Ciri di atas dapat dipahami kecerdasan intelektual meliputi berfikir,

memperhatikan, menganalisa, mengamati, interpretasi, memprediksi,

menganalogi, mengingat, menghitung dan memecahkan masalah dengan

logika rasional.

Sementara itu Goleman,20 mendeskripsikan lima kecerdasan

emosional yaitu: (a) kecakapan pribadi: kecakapan ini menentukan

bagaimana kita mengelola diri sendiri, (2) pengaturan diri meliputi

mengolah kondisi, dan sumber daya diri sendiri, (3) motivasi:

kecenderungan emosi yang mengantar atau memudahkan dalam meraih

suatu sasaran, (4) kecakapan sosial: menangani sesuatu yang berhubungan

dengan empati, kesadaran terhadap perasaan, kebutuhan dan kepentingan

orang lain, (5) keterampilan sosial: kepintaran dalam mengunggah

tanggapan yang dikehendaki pada orang lain.

Jadi kecerdasan emosional merujuk kepada kemampuan mengenali

perasaan kita sendiri dan orang lain, kemampuan untuk memotivasi diri dan

mengelola emosi dengan baik pada diri dan membina hubungan dengan

orang lain.

Sedangkan kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk

menghadapi dan memecahkan makna dan nilai, dalam menempatkan

20

(22)

perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang luas.21 Kecerdasan ini

untuk menilai tindakan bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih

bermakna dalam mengarungi sebuah kehidupan.22

Sementara itu yang dimaksud dengan energik menurut Kamus

Bahasa Indonesia (Tim Prima Pena) adalah bersemangat, berkemampu-an

penuh.23

Konsep energik yang dimiliki oleh guru adalah kedudukan guru

sebagai tenaga profesional, sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1)

berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai fasilitator,

motivator, pemacu dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik dalam

pembelajaran yang berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan

nasional.24

Kompetensi guru yang dimaksud dalam pasal 8 Undang-Undang

Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 meliputi: kompetensi pedagogik,

kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional

yang diperoleh melalui pendidikan profesi.25

21

Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ: Spiritual Intelligence the Ultimate Intelligence, terj. Rahmani Astuti, Ahmad Nadjib Burhani dan Ahmad Baiquni, Bandung: Mizan, Cet. XI. 2007, 4.

22

Artinya Kecerdasan ini diperoleh manusia sejak lahir, dan sejak itulah potensi kecerdasan ini mulai berfungsi mempengaruhi tempo dan kualitas perkembangan individu, dan manakala sudah berkembang, maka fungsinya akan semakin berarti lagi bagi manusia yaitu akan mempengaruhi kualitas penyesuaian dirinya dengan lingkungannya.

23

Alwi, Hasan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2007, 46.

24

Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, Yogyakarta: Pustaka Mahardika, 2015, 6.

25

(23)

Keempat kompetensi di atas bersifat holistik dan integratif dalam

kinerja guru. Oleh karena itu secara utuh sosok kompetensi guru meliputi:26

(1) pengenalan peserta didik secara mendalam, (2) penguasaan bidang studi

baik disiplin ilmu maupun bahan ajar dalam kurikulum di sekolah, (3)

penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik yang meliputi perencanaan

dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi proses dan hasil belajar, serta

tindak lanjut untuk perbaikan dan pengayaan, (4) perkembangan

kepribadian dan profesionalitas seorang guru dalam kegiatan belajar

mengajar.

Religius adalah sikap dan perilaku yang patuh dalam pelaksanaan

ibadah.27

Untuk konsep religiusitas, kepala sekolah dan guru perlu membuat

sebuah standar pelaksanaan dan tahapan penerapan budaya religius di

sekolah. Sehingga keberhasilan pengembangan budaya religius bisa

dievaluasi.

Muhaimin,28 memberikan contoh standar dan tahapan yang

berkelanjutan dalam pengembangan budaya religius misalnya;

dilaksanakan sholat berjamaah dengan tertib dan disiplin di masjid

madrasah, tidak terlibat dalam perkelahian antar-peserta didik, sopan santun

berbicara antara peserta didik, peserta didik dengan guru dan tenaga

kependidikan, antara guru dengan guru, anatara guru dan tenaga

26

Lif Khoiru Ahmadi, Sofan Amri dan Tatik Elisah, Strategi Pembelajaran Sekolah Terpadu, Jakarta: Tim Prestasi Pustaka, 2011, 239.

27

Loeloek Endah Purwati, Panduan Memahami Kurikulum 2013, Jakarta: PT. Prestasi Pusakaraya, 2013, 88.

28

(24)

kependidikan dan lainnya, cara berpakaian peserta didik dan guru yang

Islami, cara pergaulan peserta didik dan guru sesuai dengan norma Islam,

terciptanya budaya senyum, salam dan sapa dan lain sebagainya.

Pembelajaran Ilmiah adalah merupakan pembelajaran yang

mengadopsi langkah-langkah saintis dalam membangun pengetahuan

melalui metode ilmiah. Inti dari model penelitian ilmiah (scientific inquiry model).29 skills and resource. This includes an inter-disciplinary approach to learning and problem-solving, critical thinking and assumption of responsibility by students for their own learning.”30

Hal yang dimaksud pembelajaran berbasis inquiri adalah sebuah orientasi terhadap pembelajaran yang melibatkan pembelajaran berdasarkan inkuiri secara fleksibel, membuka dan menarik kesimpulan berdasarkan beragam keterampilan dan sumber. Termasuk didalamnya adalah pendekatan pembelajaran secara interdisiplin dan pemecahan masalah, berfikir kritis dan asumsi mengenai tanggung jawab siswa terhadap pembelajaran mereka sendiri.

29

Miftahul Huda, Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran (Isu-Isu Metodis dan Pragmatis), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013, 90.

30

Felletti, Grahamme I, Inquiry- Based and Problem Based Learning: How Similar are These Approaches to Nursing and Medical Education? Higher Education Research and Development, 12 (2), 1993, 146. Seperti definisi metode inquiri learning yang dinyatakan oleh Kuhlthau, Carol C. et al, dalam bukunya berjudul Guided Inquiry, London: Libraries Unlimited, 2007, 2. Menyatakan bahwa

(25)

Inti dari model penelitian ilmiah Mac Donell,31 menyatakan

sejumlah karakteristik inquiry learning terbagi menjadi lima yaitu: arahan pada siswa berkaitan dengan dunia nyata, hasil penelitian berdasarkan

informasi dari berbagai sumber, berkaitan dengan pengetahuan dan

ketrampilan, dilaksanakan sepanjang waktu, disimpulkan dengan sebuah

produk akhir.

Amaliyah adalah meliputi pendidikan tingkah laku sehari-hari, yang

berkaitan dengan pendidikan yang berkaitan dengan hubungan manusia

dengan Tuhan-Nya seperti sholat, zakat, puasa haji serta pendidikan

mu’amalah dalam kehidupan sehari-hari.32 Sama halnya dengan lingkungan

pendidikan (sekolah), tinggal dalam lingkungan sekolah dan berhubungan

dengan para teman dan guru yang menunjukkan sikap dan perilaku

simpatisan.

Nilai pendidikan amaliyah merupakan nilai yang berkaitan dengan

tingkah laku.33 Nilai pendidikan amaliyah diantaranya:

a. Pendidikan Ibadah merupakan salah satu aspek pendidikan Islam yang perlu

diperhatikan semua ibadah dalam Islam yang bertujuan membawa manusia

agar selalu ingat kepada Allah SWT.

b. Pendidikan muamalah merupakan pendidikan yang memuat hubungan

antara manusia baik secara individu maupun kelompok.

31

MacDonell Colleen, Project-Based Inquiry Units for Young Children, Ohio: Linworth Books, 2007, 6.

32Sukring, Pendidik …,

. 22.

33

(26)

Akan tetapi yang dimaksud adalah ilmu yang amaliyah. Artinya,

seorang yang memperoleh suatu ilmu akan dianggap berarti apabila ia mau

mengamalkan ilmunya. Terkait dengan hal ini, al-Ghazali,34 mengatakan,

“Manusia seluruhnya akan hancur, kecuali orang-orang yang berilmu.

Semua orang yang berilmu akan hancur, kecuali orang-orang yang beramal.

Semua orang yang beramal pun akan hancur, kecuali orang-orang yang

ikhlas dan jujur”.

Al-Ghazali memandang pendidikan sebagai teknik atau skill, bahkan

sebagai sebuah ilmu yang bertujuan untuk memberi manusia pengetahuan

dan watak (disposition) yang dibutuhkan untuk mengikuti petunjuk Tuhan sehingga dapat beribadah kepada Tuhan dan mencapai keselamatan dan

kebahagiaan hidup.35

Konsep CERIA (Cerdas, Energik, Religius, Ilmiah Amaliyah) ini

sesuai dengan visi Madrasah Aliyah Negeri Suruh dengan indikator sebagai

berikut36:

Cerdas: mampu menerima dan menyerap materi pelajaran secara

baik, mampu menguasai ilmu pengetahuan dengan baik, mampu

mentransfer ilmu, teknologi dan keterampilan dari guru dan sumber lain,

mampu mengoptimalkan kecerdasan spiritual dan emosional, mampu

meraih nilai yang tinggi dan mampu bersaing di berbagai kompetisi, dan

34

Pendapat Imam Ghazali dalam kutipan Al-Abrasyi, M. Athiyah, Tarbiyyah al-Islamiyyah - Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam. Terj. oleh H. Bustami A.Ghani. dan Djohar Bahry. Jakarta: Bulan Bintang, 1987, 46.

35Alavi Hamed Reza, “Al

-Ghazali on Moral Education”. Dalam Jurnal of Moral Education. Vol. 36, No. 3, September 2007, ISSN 1465-3877 London: Routledge Publisher, 2007, 312.

36

(27)

mampu melanjutkan jenjang pendidikan selanjutnya sesuai dengan jurusan

yang diinginkan.

Energik: sehat jasmani, disiplin dan bersemangat dalam

melaksanakan kegiatan pembelajaran, menjadi semangat bagi orang di

sekitarnya (lingkungan Madrasah Aliyah Negeri Suruh), mampu

menerapkan kecerdasan spiritual, emosional dan ilmu pengetahuan yang

telah didapat dari proses pembelajaran, mampu menerapkan ilmu

pengetahuan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup.

Religius: mengucap salam dan berjabat tangan dengan guru/

karyawan dan peserta didik serta orang lain, bertutur kata dan bertingkah

laku yang baik menurut Islam, melaksanakan sholat berjama’ah di waktu

zuhur dan melaksanakan sholat dhuha, membaca Asmaul Husna sebelum

kegiatan belajar mengajar dilaksanakan,

Ilmiah: mampu membedakan fakta dan bukan fakta, berani dan

santun dalam bertanya dan berargumen, selalu introspeksi diri dan

mengembangkan keingintahuan, peduli terhadap lingkungan, sosial, budaya

dan fisik, mampu mempertanggungjawabkan setiap keputusan yang diambil

berdasarkan teori/ fakta, mampu menciptakan karya yang dapat

dipertanggungjawabkan secara keilmuan.

Amaliyah: gemar berinfaq setiap hari atau saat dibutuhkan,

menyantuni anak yatim dan fakir miskin, memiliki rasa empati terhadap

(28)

Gambar 1.1.

Bagan Peran Guru PAI dalam Menumbuhkembangkan Konsep Cerdas, Energik,

Religius, Ilmiah Amaliyah (CERIA) Pada Peserta Didik.

Dalam menumbuhkembangkan konsep CERIA guru beserta peserta didik

bersama-sama menjalankan perannya masing-masing untuk mewujudkan visi

madrasah (cerdas, energik, religius, ilmiah dan amaliah).

E. Metode Penelitian

Jenis penelitian dalam tesis ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu metode

penelitian yang berlandaskan pada filsafat post positivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiyah, di mana peneliti adalah sebagai

instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi

(gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif dan hasil penelitian kualitatif

lebih menekankan makna daripada generalisasi.37

37

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2015, 9. Guru Pendidikan

Agama Islam

Konsep Ceria

(Cerdas, Energik, Religius, Ilmiah, Amaliyah)

(29)

Dalam penelitian ini hal yang dikaji adalah Peran Guru PAI dalam

Menumbuhkembangkan Konsep Cerdas, Energik, Religius, Ilmiah Amaliah

(CERIA) Pada Peserta Didik di MAN Suruh.

Untuk menentukan subyek, penulis menggunakan tehnik purposive sampling. Menurut Sugiyono,38 Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu yakni sumber data dianggap

paling tahu tentang apa yang diharapkan, sehingga mempermudah peneliti

menjelajahi obyek atau situasi sosial yang diteliti, yang menjadi kepedulian dalam

pengambilan sampel penelitian kualitatif adalah tuntasnya pemerolehan informasi

dengan keragaman variasi yang ada bukan pada banyak sampel sumber data.

Sedangkan metode yang digunakan penulis dalam pengumpulan data

adalah metode observasi, dokumentasi dan interview.39

Metode pengumpulan data ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi

mengenai peran guru PAI dalam menumbuhkembangkan konsep cerdas, energik,

religius, ilmiah amaliyah (CERIA) pada peserta didik di MAN Suruh.

Setelah data dikumpulkan di lapangan, maka analisis yang digunakan

adalah analisis kualitatif interaktif, yang terdiri dari tiga alur kegiatan, yaitu

reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.40

F. Sistematika Penulisan

Tesis ini terdiri dari tiga bagian yaitu bagian awal, bagian utama dan

bagian akhir. Pada bagian awal terdiri dari hal-hal bersifat formal seperti halaman

38

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, … Ibid, 2015, 218.

39

Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Yogyakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004, 294.

40

(30)

sampul, halaman judul, halaman pernyataan, halaman pengesahan, halaman

persetujuan, nota dinas pembimbing, abstrak, kata pengantar, daftar isi, daftar

tabel, daftar gambar. Daftar lampiran dan daftar singkatan.

Bagian utama terdiri dari lima bab, Bab I berisi pendahuluan yang

meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, signifikansi penelitian, kajian

pustaka, metode penelitian dan kerangka berfikir. Bab II merupakan deskripsi

MAN Suruh Kab. Semarang yang berisi gambaran umum MAN Suruh serta visi

dan misi MAN Suruh. Bab III membahas tentang peran guru Pendidikan Agama

Islam dalam pembelajaran di kelas dan peran guru Pendidikan Agama Islam di

MAN Suruh dalam konsep CERIA Bab IV merupakan bagian pokok yang berisi

pembahasan hasil penelitian sebagai jawaban dari rumusan masalah yang

didasarkan landasan teori yang ada, yaitu mengenai “Implementasi Konsep

CERIA Pada Peserta Didik di MAN Suruh serta Keunggulan dan Kekurangan

MAN Suruh Kab. Semarang”. Bab V merupakan bagian penutup yang berisi

kesimpulan dari hasil penelitian dan saran. Bagian paling akhir adalah berisi

(31)

20 BAB II

DESKRIPSI MAN SURUH KABUPATEN SEMARANG A. Gambaran Umum MAN Suruh

1. Letak Geografis

Wilayah Suruh tepatnya desa Reksosari merupakan wilayah dengan

mayoritas penduduk Islam dan sangat dikenal sebagai tempat beberapa

pesantren yang telah banyak meluluskan alumni. Para tokoh masyarakat serta

masyarakat melihat hal tersebut untuk mengikuti perkembangan maka

didirikanlah beberapa lembaga pendidikan formal yaitu sekolah atau madrasah,

dengan harapan disamping santri mendapatkan bekal non formal mereka juga

memperoleh pendidikan formal dari sekolah atau madrasah.41

Lokasi madrasah berada di Desa Reksosari RT 02 RW 01 Kecamatan

Suruh Kabupaten Semarang ini tepatnya berjarak 2 km dari kecamatan Suruh,

berjarak 40 km dari Ibukota Kabupaten Semarang yaitu Ungaran dan berjarak

60 km dari Ibukota Propinsi Jawa tengah yaitu Semarang.

2. Perkembangan MAN Suruh

Visi dari MAN Suruh Kabupaten Semarang adalah: “Terwujudnya

lulusan yang Cerdas , Energik , Religius , Ilmiah dan Amaliyah (CERIA)”42

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir rekapitilasi siswa pada MAN

Suruh berikut:

41

Tim Pengembang Kurikulum Madrasah Aliyah Negeri Suruh Tahun 2016/2017 Berbasis Karakter dan Unggul Kab. Semarang, 18

42

(32)

Tabel 2.1.

Rekapitilasi Siswa MAN Suruh Kab. Semarang43

No Tahun Pelajaran Jumlah Peserta Didik Jumlah Kls. X Kls. XI Kls. XII

telah banyak yang sukses dalam beberapa kedudukan di masyarakat ataupun

dinas/instansi. Di masyarakat beberapa alumni MAN Suruh menjadi

lurah/kepala desa, sekretaris desa/carik, kepala dusun, sementara di instansi

negeri ada yang menjadi staf dosen di IAIN Walisongo (sekarang STAIN

Salatiga), tentara, polisi, guru, bidan, perawat, pengusaha dan PNS, untuk

jenjang pendidikan beberapa alumni telah ada yang menyelesaikan program

S-2 dan beberapa menyelesaikan S-3.44

3. Pendidikan Berkelanjutan (Perguruan Tinggi)

Berbagai upaya telah dilakukan dalam rangka meningkatkan mutu

lulusan MAN Suruh, salah satunya adalah pemadatan pelajaran kelas XII

dalam rangka menghadapi UN. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, tingkat

43

Tim Pengembang Kurikulum Madrasah Aliyah Negeri Suruh Tahun 2016/2017 Berbasis Karakter dan Unggul Kab. Semarang, 187.

44

(33)

kelulusan mencapai 100%.45 Lulusan siswa kelas XII yang diterima di

PTN/PTAIN sebagai berikut :

Tabel 2.2.

Lulusan Siswa Kelas XII yang Diterima di PTN/PTAIN

NO NAMA PTN/PTAIN

(34)

Adapun rencana kerja program kelas unggulan adalah sebagai berikut :

a. Bina Prestasi Sains

b. Bina Prestasi Bidang Keagamaan

c. Bina Prestasi Aksioma

d. Kunjungan ke berbagai PTN/PTAIN dalam rangka menambah wawasan

secara langsung dan memotivasi peserta didik untuk studi lanjut

e. Kerjasama antara Program Unggulan, Humas dan BK dengan pihak

terkait melalui MoU dengan Puskesmas, Kapolsek, Koramil, Desa

Reksosari, Ponpes sekitar Suruh, Majelis Ta’lim, SMK N 2 Salatiga,

IAIN Salatiga, IAIN Surakarta, UIN Walisanga Semarang, UIN Sunan

Kalijaga Yogyakarta, UNS, UNNES, STTN dan Konsultan Psikologi

Yogyakarta.

B. Visi dan Misi MAN Suruh 1. Visi MAN Suruh

Terwujudnya Lulusan yang CERIA (Cerdas, Energik, Religius, Ilmiah,

Amaliyah)

2. Misi MAN Suruh

a. Menumbuhkan penghayatan dan pengamalan ajaran Islam sehingga peserta

didik menjadi tekun beribadah, jujur, disiplin, sportif, tanggung jawab,

percaya diri, hormat pada orang tua, dan guru serta menyayangi sesama.

b. Melaksanakan pembelajaran dan pendampingan secara efektif sehingga

(35)

UN di atas standar minimal, unggul dalam prestasi keagamaan, dan unggul

dalam keterampilan sebagai bekal hidup di masyarakat.

c. Melaksanakan pembelajaran ekstrakurikuler secara efektif sesuai bakat dan

minat sehingga setiap peserta didik memiliki keunggulan dalam berbagai

lomba keagamaan, unggul dalam berbagai lomba olah raga, dan seni.

d. Menumbuhkan sikap gemar membaca dan selalu haus akan pengetahuan.

e. Melaksanakan tata tertib madrasah secara konsisten dan konsekuen.

f. Menerapkan manajemen partisipatif dengan melibatkan seluruh warga

madrasah dan stakeholder.

g. Mengadakan komunikasi dan koordinasi antar madrasah, masyarakat, orang

tua dan instansi lain yang terkait secara periodik dan berkesinambungan.46

Jadi dalam rangka mewujudkan visi dan misi MAN Suruh Kab.

Semarang memerlukan komunikasi antara orangtua, guru, dan pihak madrasah,

supaya kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan optimal.

46

(36)

25 BAB III

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM KONSEP CERIA B. Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam Pembelajaran di Kelas

Peran Guru PAI dalam menumbuhkembangkan konsep CERIA di MAN

Suruh adalah sebagai berikut:

a. Sebagai Inisiator

Setelah melakukan penelitian selama dua bulan, penulis menyimpulkan

bahwa guru harus dapat menjadi pencetus ide-ide kemajuan dalam pendidikan

dan pengajaran. Diantaranya yaitu sebelum melakukan kegiatan pembelajaran

guru terlebih dahulu membuat perencanaan pembelajaran yang berupa silabus,

RPP dan perangkat pembelajaran yang lainnya. Selain itu memberikan teladan

dalam hal berucap, bersikap, berpenampilan atau berperilaku Islami yang

berdasarkan ilmu pengetahuan al-Qur’an dan Sunnah yang dipahami (berhijab

/ berpakaian syar’i).47

b. Peran guru sebagai pengelola kelas

Berdasarkan wawancara penulis dengan guru PAI hendaknya guru

mampu mengatur siswa dan sarana pengajaran serta mengendalikannya dalam

suasana yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pengajaran. Juga

hubungan interpersonal yang baik antara guru dan siswa, siswa dengan siswa,

itu merupakan syarat keberhasilan pengelolaan kelas. Sebagai contoh guru

menggunakan variasi dalam menyampaikan materi seperti menggunakan

power point, kuis, membentuk kelompok belajar dan lain-lain.

47

(37)

Disamping itu juga memberikan pengetahuan/ ilmu dalam kajian

keislaman di madrasah. Contohnya kajian jumat berisi : keluarga sakinah,

make up, menstruasi, pergaulan muda mudi, thoharoh, dan lain-lain.

Dengan adanya peran guru PAI sebagai pengelola kelas ini dapat

meningkatkan minat siswa terhadap mata pelajaran Pendidikan Agama Islam,

sehingga akan berdampak pula pada prestasi belajar siswa yang lebih baik

terhadap pelajaran Pendidikan Agama Islam.

c. Motivator

Peran guru PAI sebagai motivator sangat penting terutama dalam usaha

meningkatkan minat dan prestasi belajar siswa, guru PAI selalu memberikan

semangat dan motivasi kepada siswa untuk belajar dengan baik dan mampu

meningkatkan potensi atau bakat pada dirinya baik yang bersifat kognitif,

afektif maupun psikomotor.

d. Fasilitator

Sebagai fasilitator hendaknya guru dapat menyediakan fasilitas yang

mendukung proses peningkatan minat belajar, antara lain minat belajar siswa

terhadap mata pelajaran yang akan mendukung terciptanya suasana belajar

mengajar yang kondusif, adanya dukungan dari pihak madrasah, kondisi

pembelajaran yang baik seperti pengadaan buku paket dan LKS, pemberian

fasilitas untuk praktik manasik haji, praktik jenazah dan santunan anak yatim.

e. Evaluator.

Dalam evaluasi siswa guru melakukan antara lain: Ulangan harian,

(38)

bagi setiap siswa. Setiap tugas yang telah diselesaikan oleh siswa dan telah

diberi nilai, guru PAI MAN Suruh Kab. Semarang selalu membagikan kembali

hasil kerja.

Jika ada kesalahan kerja yang dilakukan oleh siswa dalam nilai ulangan,

seperti nilai yang diperoleh siswa tidak mencapai KKM yang telah ditentukan

dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam maka diadakan remidi.

C. Peran Guru Pendidikan Agama Islam di MAN Suruh Dalam Konsep CERIA

Setiap madrasah mempunyai kebijakan tersendiri atau kebijakan khusus

untuk mendukung pencapaian visi dan misi. Dalam hal ini MAN Suruh Kab.

Semarang juga memfasilitasi berbagai kegiatan intra madrasah. Di antaranya

kegiatan kepemimpinan, OSIM, Paskibra, keagamaan dan kegiatan lain untuk

mendukung tercapainya program MAN Suruh CERIA, yang diberlakukan mulai

bulan Januari tahun 2016 (pada semester genap).48

Setiap hari di MAN Suruh bel masuk dimulai 6.50 siswa-siswi harus

masuk kelas masing-masing untuk membaca asmaul husna kemudian dilanjutkan dengan tadarus al-Qur’an selama lima menit, sehingga dalam kurun waktu kira

-kira 10 bulan sudah khatam 30 juz. Pada saat pagi itulah suara tadarus al-Qur’an

dikumandangkan di setiap kelas sehingga menunjukkan nuansa religiusitas yang

sangat tinggi dan bisa didengar oleh masyarakat di sekitar madrasah.

Disamping itu bapak dan ibu guru serta karyawan juga melaksanakan doa

bersama di ruang guru dipimpin oleh kepala madrasah dan para wakil kepala.

Setelah doa bersama kegiatan pagi itu dilanjutkan dengan beberapa informasi

48

(39)

yang berkaitan dengan madrasah, baik yang berhubungan dengan guru maupun

dengan siswa. Di akhir kegiatan madrasah juga diakhiri dengan doa bersama oleh

bapak ibu guru serta karyawan.

Contoh yang berkaitan dengan guru, bapak kepala madrasah selalu

memberikan arahan tentang kedisiplinan guru didalam melaksanakan tugas dan

kewajibannya juga mengevaluasi setiap kegiatan yang telah dilakukan oleh bapak

dan ibu guru serta karyawan.

Berikutnya contoh yang berkaitan dengan masalah siswa yang terkait

dengan masalah akademik maupun sosial selalu dipecahkan bersama antara guru,

wali kelas, BP serta kepala madrasah. Semua komponen tersebut terlibat dalam

policy maker (pembuat kebijakan). Selanjutnya wali siswa dipanggil ke madrasah untuk memutuskan bersama secara win win solution (memutuskan sebuah permasalahan secara kekeluargaan di madrasah).

Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat

manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan

yang bermakna, damai dan bermartabat. Menyadari betapa pentingnya peran

agama bagi kehidupan umat manusia maka internalisasi nilai-nilai agama dalam

kehidupan setiap pribadi menjadi sebuah keniscayaan, yang ditempuh melalui

pendidikan baik pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.

Pendidikan Agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual dan

membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup

(40)

Peningkatan potensi spritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman

nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan

individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spritual tersebut

pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia

yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk

Tuhan.

Pendidikan Agama Islam diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa

agama diajarkan kepada manusia dengan visi untuk mewujudkan manusia yang

bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia, serta bertujuan untuk

menghasilkan manusia yang jujur, adil, berbudi pekerti, etis, saling menghargai,

disiplin, harmonis dan produktif, baik personal maupun sosial. Tuntutan visi ini

mendorong dikembangkannya standar kompetesi sesuai dengan jenjang

persekolahan yang secara nasional ditandai dengan ciri-ciri:

a. Lebih menitik beratkan pencapaian kompetensi secata utuh selain penguasaan

materi;

b. Mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang

tersedia;

c. Memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pendidik di lapangan untuk

mengembangkan strategi dan program pembelajaran seauai dengan kebutuhan

(41)

30 BAB IV

IMPLEMENTASI KONSEP CERIA PADA PESERTA DIDIK A. Implementasi Konsep CERIA pada Peserta Didik di MAN Suruh

Berdasarkan hasil wawancara dengan Dra. Hj. Isni Alfiyah Guru Mata

Pelajaran Fiqih, konsep CERIA itu adalah sebagai berikut:

a. Cerdas

Setelah diajarkan teori pembelajaran PAI, langsung mempraktikkan

materi yang ada kaitannya dengan kegiatan praktikum. Kemudian

diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari.49

Pendidikan Agama Islam diharapkan menghasilkan manusia yang

selalu berupaya menyempurnakan iman, takwa, dan akhlak, serta aktif

membangun peradaban dan keharmonisan kehidupan, khususnya dalam

memajukan peradaban bangsa yang bermartabat. Manusia seperti itu

diharapkan tangguh dalam menghadapi tantangan, hambatan, dan perubahan

yang muncul dalam pergaulan masyarakat baik dalam lingkup lokal, nasional,

regional maupun global.

Pendidik diharapkan dapat mengembangkan metode pembelajaran

sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Pencapaian seluruh

kompetensi dasar perilaku terpuji dapat dilakukan tidak beraturan. Peran

49

(42)

semua unsur sekolah, orang tua siswa dan masyarakat sangat penting dalam

mendukung keberhasilan pencapaian tujuan Pendidikan Agama Islam.

b. Energik

Untuk menunjang proses belajar mengajar di madrasah peserta didik

dituntut mempersiapkan diri secara sehat jasmani, disiplin dan bersemangat

dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.

Berkaitan dengan konsep energik ini yang harus dilakukan guru PAI

adalah: selalu mengingatkan, selalu memberi tugas, memonitor tugas yang

diberikan dan mengevaluasi untuk kesempurnaan.50 Diantaranya

menumbuhkan rasa ingin tahu terhadap ilmu pengetahuan pada diri peserta

didik, semangat berkompetisi dalam pembelajaran, membangkitkan etos

belajar peserta didik, dan memotivasi menjadi siswa yang berprestasi. Hal

tersebut dilakukan agar tercapai hasil belajar yang maksimal pada peserta

didik.

c. Religius

Setiap pertemuan selalu diingatkan hal-hal yang berkaitan dengan

kegiatan yang bersifat religius, sering ceking secara acak kegiatan religius

yang di rumah, secara formal absensi pantauan sholat anak.51 Dalam hal ini

50

Wawancara dengan Ibu IA pada tanggal 6 Februari tahun 2017. Konsep energik menurut hasil wawancara dengan ibu I mengajak siswa mengerjakan sholat dengan benar, suka membantu pada kaum lemah, aktivitas dalam kegiatan islami. Sedangkan hasil wawancara dengan Bapak Z menyatakan bahwa konsep energik yang dimaksud adalah guru memotivasi tentang kedisiplinan, mengarahkan siswa supaya mengikuti kegiatan sekolah yang sesuai bakat siswa, menekankan betapa pentingnya belajar dan sigap dalam menerima. Sementara itu menurut hasil wawancara dengan Ibu E konsep energik yang dimaksud adalah Mengajak bermain dan belajar, berdiskusi dan menjaga kebersihan badan

51

(43)

supaya dilakukan oleh guru PAI pada konsep religius kepada peserta didik

adalah membudayakan senyum, sapa dan salam. Pada kegiatan ini guru dapat

senantiasa mengucapkan salam kepada peserta didiknya di madrasah,

mengucapkan salam ketika akan membuka atau menutup pelajaran, dan

menyapa guru lainnya dengan ucapan salam terlebih dahulu.

Memberikan keteladanan kepada peserta didik untuk menunaikan

sholat berjama’ah di lingkungan madrasah dan melaksanakan sholat

berjama’ah tersebut dengan tepat waktu.

Menghidupkan kegiatan keagamaan di lingkungan madrasah seperti:

kultum setelah sholat dhuhur berjama’ah dan membiasakan tadarus al-Qur’an

serta praktik kegiatan yang ada kaitannya dengan ibadah. Hal ini dimaksudkan

supaya peserta didik dapat memberikan keteladanan dan memberikan manfaat

kepada peserta didik.

d. Ilmiah

Banyak membaca buku agama, brosing tentang materi keagamaan dan

diskusi keagamaan.52

dengan akhlak terpuji. Sedangkan hasil wawancara dengan bapak Z menyatakan bahwa konsep religius yang dimaksud adalah Guru menjadi fasilitator dan monitoring: sholat dhuha secara individu, kegiatan MABIT (Malam Bina Iman dan Taqwa), mengikuti kegiatan takziah ketika ada saudara yang meninggal dunia. Sementara itu menurut hasil wawancara dengan ibu E konsep religius yang dimaksud adalah Menasihati siswa untuk sholat lima waktu.

52

Wawancara dengan Ibu IA pada tanggal 6 Februari tahun 2017. Konsep ilmiah menurut hasil wawancara dengan Ibu I adalah mengadakan pengamatan terhadap ciptaan Allah, memahami

(44)

Wawancara penulis dengan guru dilakukan pada waktu senggang di

luar jam mengajar mereka sehingga aktifitas penelitian ini sama sekali tidak

mengganggu aktifitas belajar mengajar. Dalam konteks pengembangan

keilmuan, Ibu IA sebagai guru fikih mengatakan bahwa peserta didik harus

banyak membaca buku, browsing internet yang ada kaitannya dengan mata

pelajaran yang diberikan oleh guru, dan sering melakukan diskusi.53 Semua

fasilitas untuk menunjang keilmuan itu sudah diberikan oleh madrasah guna

membantu pengembangan keilmuan peserta didik. Contohnya disediakannya

sarana perpustakaan, resourse learning (sumber belajar), media pembelajaran, pemanfaatan teknologi informasi supaya menguasai IPTEK (ilmu pengetahuan

dan teknologi).

e. Amaliyah

Mengajak, memantau, memberi contoh untuk mengamalkan ibadah

sesuai syariah.54

Madrasah sebagai lembaga pendidikan dibawah naungan kementerian

agama punya tugas moral. Semua komponen madrasah mempunyai tanggung

jawab bersama untuk keberhasilan visi dan misi dalam konteks pembinaan

53

Wawancara dengan Ibu IA pada tanggal 6 Februari tahun 2017. Konsep ilmiah menurut hasil wawancara

dengan I

bu I adalah Mengadakan pengamatan terhadap ciptaan Allah, memahami Al-Qur’an dan melaksanakan dan memahami makna Al-Qur’an,

memahami bacaan sholat dan gerakan sholat, memahami kebesaran Allah melalui lingkungan sekitar. Sedangkan hasil wawancara dengan B

apak Z

menyatakan bahwa konsep ilmiah yang dimaksud adalah Kegiatan pidato setelah sholat dzuhur, menanam tanaman sebagai wujud bukti cinta kepada Allah.

Sementara itu menurut hasil wawancara dengan I

bu E konsep ilmiah yang dimaksud adalah Membaca Al-Qur’an dan buku mata pelajaran lainnya.

54

Wawancara dengan Ibu IA pada tanggal 6 Februari tahun 2017. Konsep amaliah menurut hasil wawancara dengan ibu I adalah Mengajak siswa untuk sholat dhuha, berjama’ah sholat dzuhur,

sholat rawatib, puasa sunah, sholat taubat, sholat hajat, sholat lail, berbuat amar ma’ruf nahi munkar

dan melatih diri untuk bersodaqoh. Sedangkan hasil wawancara dengan Bapak Z menyatakan bahwa

konsep amaliah yang dimaksud adalah Membaca asmaul husna, tadarus, sholat berjama’ah, pembacaan do’a dan pembiasaan senyum, sapa, salam peserta didik kepada guru. Sementara itu menurut hasil

(45)

moral di MAN Suruh Kab. semarang.55 Guru PAI punya tanggung jawab besar

dari pada guru umum. Lembaga madrasah relatif lebih kecil frekuensi perilaku

menyimpang dari pada sekolah umum.

Sebagai sub sistem pendidikan nasional, madrasah tidak hanya dituntut

untuk dapat menyelenggarakan pendidikan dasar dan menengah yang berciri

khas keagamaan tetapi madrasah dituntut pula memainkan peran lebih sebagai

basis dan benteng tangguh yang akan menjaga dan memperkukuh etika dan

moral bangsa. Melihat hakikat pendidikan madrasah yang mencoba

mengintegrasikan antara agama dan ilmu pengetahuan dan kedudukannya yang

kuat dalam sistem pendidikan nasional, maka madrasah memainkan peran

sebagai berikut:

1. Media Sosialisasi Nilai-nilai Ajaran Agama

Sebagai lembaga pendidikan yang berciri khas keagamaan,

madrasah mempunyai peluang lebih besar untuk berfungsi sebagai media

sosialisasi nilai-nilai ajaran agama kepada peserta didik secara efektif. Sifat

yang melekat pada kelembagaannya menjadikan madrasah mempunyai

mandat yang kuat untuk melakukan peran tersebut.

2. Pemelihara Tradisi Keagamaan

Berdasarkan observasi lapangan peneliti melihat bahwa madrasah

dapat berfungsi sebagai pemelihara tradisi keagamaan. Pemelihara tradisi

55 Wawancara dengan Ibu I

A pada tanggal 6 Februari tahun 2017. Konsep amaliah menurut hasil wawancara dengan Ibu I adalah Mengajak siswa untuk sholat dhuha, berjama’ah sholat dzuhur, sholat

rawatib, puasa sunah, sholat taubat, sholat hajat, sholat lail, berbuat amar ma’ruf nahi munkar dan

(46)

keagamaan ini dilakukan di samping secara formal melalui pengajaran

melalui ilmu-ilmu agama seperti al-qur’an, hadits, aqidah, akhlaq, fiqih,

bahasa arab dan sejarah kebudayaan islam, juga dilakukan secara informal

melalui pembiasaan untuk mengajarkan dan mengamalkan syari’at agama

Islam. Misalnya, peserta didik dibiasakan untuk mengerjakan shalat dan

puasa pada bulan Ramadhan, mengunjungi teman yang sakit atau kena

musibah, mengucapkan salam ketika bertemu dengan teman, menyantuni

kaum fakir miskin dan sebagainya.

3. Membentuk Akhlaq dan Kepribadian

Peran kultural madrasah dan pondok pesantren telah diakui oleh

banyak pihak bahkan sampai sekarang. Sistem pendidikan pondok pesantren

masih dianggap satu-satunya lembaga yang dapat mencetak calon ulama.

Banyak ulama dan pemimpin nasional yang menjadi panutan masyarakat dan

bangsa lahir dari sistem pendidikan Islam ini. Hal ini bisa terjadi karena sistem

pendidikannya di samping menekankan penguasaan pengetahuan yang luas

juga sangat memperhatikan pendidikan etika dan moral yang tinggi. Tujuan

pendidikan madrasah atau pesantren tidak semata-mata untuk memperkaya

pikiran peserta didik dengan pengetahuan-pengetahuan, tetapi untuk

meninggikan moral, melatih dan mempertinggi semangat, menghargai

nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan, mengajarkan sikap dan tingkah laku jujur dan

bermoral, dan menyiapkan para peserta didik untuk hidup sederhana dan

(47)

B. Keunggulan dan Kekurangan MAN Suruh Kab. Semarang

Keunggulan MAN Suruh Kab. Semarang diantaranya muridnya lebih

banyak yang di terima di perguruan tinggi, dari tahun ke tahun semakin

bertambah, karena fasilitas pendukung untuk kegiatan siswa baik kegiatan

keagamaan maupun kegiatan yang lain tersedia secara lengkap, seperti

pelaksanaan sholat dhuhur berjamaah, sholat dhuha, guru melaksanakan tarling

pada saat bulan Ramadhan di wilayah kabupaten Semarang dan Boyolali.

Disamping itu juga ada kegiatan pelatihan da’i di majlis-majlis ta’lim di

lingkungan kecamatan Suruh khususnya jurusan keagamaan.

Selain keunggulan-keunggulan tersebut di atas MAN Suruh berada di

lingkungan pondok pesantren, sehingga aktifitas keagamaan pada khususnya bisa

berjalan dengan lancar.

Sedangkan kekurangannya MAN Suruh adalah mushola tidak seimbang

dengan jumlah siswa yang ada di MAN Suruh, kantin kurang profesional antara

jumlah siswanya dengan tempatnya dan kurangnya motivasi dari orang tua.

Hal tersebut tidak bisa diingkari bahwa sebagian orang tua yang

menyerahkan sepenuhnya aktifitas pembelajaran hanya dilakukan di madrasah.

Hampir-hampir tidak dipersiapkan orang tua pada suasana yang mendukung

kenyamanan belajar di rumah.

Tidak semua peserta didik mempunyai semangat belajar dengan

sungguh-sungguh ketika berada di madrasah, karena peserta didik tidak fokus untuk

mengikuti kegiatan belajar yang dilakukan oleh guru, sebaliknya memanfaatkan

(48)

C. Kritik Terhadap MAN Suruh

Pelaksanaan konsep CERIA MAN Suruh adalah idealnya melibatkan

koordinasi dari berbagai pihak, diantaranya yaitu antara madrasah (pemimpin),

guru, siswa, orang tua dan masyarakat sekitar.

Peserta didik belajar di madrasah sembilan jam dalam satu hari, sehingga

masih ada sisa waktu lebih banyak di luar kontrol madrasah. Peran orang tua dan

masyarakat sangat penting untuk membantu terealisasinya program madrasah.

Dalam konteks tersebut, madrasah harus menjalin koordinasi secara formal dan

sungguh-sungguh supaya dapat membangun lingkungan yang kondusif bagi

perkembangan peserta didik.

Pelaksanaan ritual ibadah sulit dijangkau dalam pantauan madrasah

kecuali pada waktu shalat Dhuhur. Di luar waktu tersebut perlu dukungan

masyarakat dan orang tua untuk mengawasi ibadah peserta didik. Pada

kenyataannya masih ada orang tua yang tidak menunaikan sholat lima waktu

secara penuh.56 Pengakuan peserta didik tersebut adalah “Bapakku wae ng omah

ora sholat aku dikonkon sholat!”

Kondisi orang tua yang kurang mendukung dalam pelaksanaan ritual

ibadah di rumah merupakan problem besar rumah tangga masyarakat muslim

dalam kaitannya pendidikan anak. Problem pengawasan orang tua yang kurang

intensif terhadap perilaku siswa menjadi kajian tersendiri untuk diteliti lebih

lanjut.

56

(49)

Setelah mengkaji beberapa masalah yang terjadi pada peserta didik di

antaranya adalah “adanya peserta didik yang orang tuanya bekerja di luar

negeri”.57

Dengan berbagai macam latar belakang orang tua peserta didik menjadi

salah satu factor yang ikut berperan dalam menunjang program madrasah. Peserta

didik yang mempunyai keluarga lengkap secara normal dapat mendukung

kegiatan program madrasah, tetapi bagi peserta didik yang orang tuanya

mempunyai latar belakang broken home akan menjadi beban yang lebih besar bagi madrasah.

Disamping itu yang perlu diperhatikan adalah penegakan reward dan

funishment perlu menjadi bagian dari program Ceria agar semua komponen lembaga ikut bertanggungjawab dalam mensukseskan program tersebut.

Pemberian reward secara proporsional akan memotivasi para guru dan karyawan yang mempunyai kesungguhan dalam bekerja dan berdisiplin. Pelaksanaan

funishment mutlak diberlakukan kepada para guru dan karyawan secara jelas

melanggar peraturan yang disepakati.

57

(50)

39 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Implementasi Konsep CERIA pada dasarnya adalah

menumbuhkembangkan ilmu pengetahuan, penghayatan, pengamalan,

pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga

menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketaqwaannya

kepada Allah SWT. Mewujudkan ketaatan beragama dan berakhlak mulia yaitu

manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis,

berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan secara personal dan

sosial serta mengembangkan budaya keaagamaan dalam komunitas sekolah.

Peran guru menempati posisi yang sangat penting terhadap pembinaan

konsep CERIA dengan melaksanakan peranannya sebagai inisiator, pengelolaan

kelas, motivator, fasilitator dan evaluator pada peserta didik, maka dapat

diketahui secara langsung terhadap konsep CERIA di MAN Suruh Kab.

Semarang.

B. Saran

1. Bagi Kepala Madrasah

Memberdayakan peran dan posisi guru dalam mewujudkan visi

madrasah dengan pengawasan langsung terhadap pelaksanaan program

madrasah yang sudah dijalankan.

(51)

kepala madrsah perlu bersikap tegas dengan memberikan punishment (denda/ sangsi/ memberikan himbauan/ teguran) kepada guru yang tidak berprestasi

dan menyalahi aturan yang disepakati bersama oleh madrasah.

2. Bagi Guru PAI

Guru hendaknya dapat meningkatkan kinerja dan disiplin serta dedikasi

yang tinggi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai guru

untuk mendukung program madrasah. Hal yang paling utama adalah dapat

memberikan contoh dan berkomitmen dalam membentuk lingkungan yang

memberikan rasa nyaman bagi para siswa untuk belajar lebih giat dan rajin

dalam bersekolah.

3. Bagi Kementerian Agama

Guru-guru Pendidikan Agama Islam di lingkungan Kementerian

Agama Kabupaten Semarang, khususnya di MAN Suruh hendaknya diberikan

kesempatan untuk mendapatkan pelatihan-pelatihan yang terkait dengan

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi. Islam Paradigma Ilmu Pendidikan. Yogyakarta : Aditya Media, 1992. Assegaf, Abd. Rachman. Politik Pendidikan Nasional,· Pergeseran Kebijakan

Pendidikan Islam dari Proklamasi ke Reformasi. Yogyakarta, Kurnia Kalam, 2005.

Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam dan Modernitas. Jakarta: Logos, 1999.

Bairus Salim. “Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences (Tela’ah dari Sudut

Pandang Pendidikan Islam)”. Tesis, IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2008.

Carol C. et al, Kuhlthau. Guided Inquiry. London: Libraries Unlimited, 2007.

Colleen, MacDonell. Project-Based Inquiry Units for Young Children. Ohio: Linworth Books, 2007.

Danah Zohar dan Ian Marshall. SQ: Spiritual Intelligence the Ultimate Intelligence. terj. Rahmani Astuti, Ahmad Nadjib Burhani dan Ahmad Baiquni, Bandung: Mizan, Cet. XI. 2007.

Daradjat, Zakiyah. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2000.

Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren, Studi tentang Pandangan Hidup Kiai. Jakarta: LP3ES, 1994.

Fadjar, Malik, dalam Imam Tholkah. Membuka Jendela Pendidikan. Jakarta,Raja Grafindo Persada, 2004.

Ginanjar, Ary. Rahasia Sukses Membangun ESQ Power. Jakarta:Arg, 2003. Goleman, Daniel. Emotional Intelligence. New York: Bantam Books. 1996.

Golmen, Daniel. Kecerdasan Emosional Untuk Mencapai Puncak Prestasi. terj. Alex Tri Kantjono Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Cet. I. 1999.

Grahamme I, Felletti. Inquiry- Based and Problem Based Learning: How Similar are These Approaches to Nursing and Medical Education? Higher Education Research and Development. 12 (2). 1993.

Gambar

Gambar 1.1.
Tabel 2.1.
Tabel 2.2.

Referensi

Dokumen terkait

pengukuran yang lebih akurat untuk mengukur asupan zat gizi,.. status gizi dan

Naskah siap cetak dari 165 buku yang disediakan tahun 2016 telah diserahkan ke Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk selanjutnya diharapkan bisa dicetak

konsumen yang diharapkan memutuskan untuk untuk membeli produk X dari alternatif lain yang. mereka pertimbangkan uangnya untuk membeli komputer atau keperluan lain

Mahayana (2009) menegaskan, terdapat dua hal yang sangat mungkin menjadi masalah dalam sastra bandingan sebuah disiplin ilmu. Pertama, persoalan yang menyangkut konsep

Titik I1 menunjukkan bahwa pengeluaran investasi dipengaruhi tingkat suku bunga , tanpa dipengaruhi oleh ekspektasi investor terhadap keuntungan dimasa yang akan datang.

Sustained Silent Reading ad alah kegiatan membaca dalam hati yang d ilakukan o leh sisw a. D alam kegiatan ini siswa diberi kesempatan untuk memilih sendiri buku atau materi yang

Karena pembelajaran bahasa pada hakikatnya adalah pembelajaran budaya, maka guru perlu memahami budaya peserta didik, dengan tidak melupakan tujuan pengajaran, yang salah

H UMUR 21 TAHUN G2P0A1 DARI KEHAMILAN DENGAN SUSPECT LETAK LINTANG, PERSALINAN DENGAN SUSPECT CPD, MASA NIFAS, BAYI BARU LAHIR, DAN KELUARGA BERENCANA DI