DALAM MENUMBUHKEMBANGKAN KONSEP CERIA
(CERDAS, ENERGIK, RELIGIUS, ILMIAH, AMALIYAH)
PADA PESERTA DIDIK DI MAN SURUH
KABUPATEN SEMARANG
TAHUN PELAJARAN 2016-2017
Oleh :
Nama : NOR MUNFARIDA NIM : M1.14.011
Tesis diajukan sebagai pelengkap persyaratan untuk gelar Magister Pendidikan
PROGRAM PASCASARJANA
iv
Ceria (Cerdas, Energik, Religius, Ilmiah, Amaliyah) Pada Peserta Didik Di MAN Suruh Kabupaten Semarang
Tahun Pelajaran 2016/2017
MAN Suruh Kabupaten Semarang mempunyai visi Ceria (Cerdas, Energik, Religius, Ilmiah, Amaliyah). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran guru PAI dalam menunmbuhkembangkan konsep Ceria dan mengetahui bagaimana implementasi konsep Ceria pada peserta didik.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data ada tiga metode utama yang dipakai yaitu, observasi, dokumentasi, dan wawancara. Peneliti mengambil peran sebagai instrumen untuk menggali data yang lebih lengkap melalui indepth interview. Adapun analisis data melalui tiga tahapan yaitu : reduksi data, penyajian data (display), dan verifikasi. Sebagai responden yang menjadi sumber informasi adalah kepala madrasah, guru PAI, guru BK, dan siswa.
Berdasarkan penelitian yang berlangsung selama dua bulan dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai berikut: (1) Guru mengambil peran sangat positif dalam mewujudkan konsep Ceria (Cerdas, Energik, Religius, Ilmiah, Amaliyah). Peran guru sebagai inisiator, pengelola kelas, motivator, fasilitator, dan evaluator. (2) Implementasi konsep Ceria pada peserta didik di MAN Suruh dalam wujud kebijakan madrasah yang mendukung dalam pembentukan lingkungan yang kondusif untuk pembelajaran siswa. Beragam kegiatan akademik dan non akademik yang berfungsi mengembangkan potensi peserta didik. Tumbuhnya karakter utama yang dibutuhkan untuk menciptakan pergaulan yang harmonis dan persaudaraan (ukhuwah) antar peserta didik.
v
“Ceria” Concept (Cerdas, Energik, Religious, Ilmiah, Amaliyah) at The Students at MAN Suruh Kabupaten Semarang
In The Academic Year of 2016-2017
MAN Suruh Semarang Regency has “Ceria” vision (cerdas, energik,
religious, ilmiah, amaliyah). This research wants to know the role of Islamic
education’s teacher in developing “Ceria” concept and how the “Ceria” concept
implemented by the students.
This research used qualitative approach. There are three technique in collecting data. They are : observation, documentation, and interview. The researcher as instrument take data by indepth interview. There are three steps in analyzing data: data reduction, display data, and data verification. The respondent who become the source of information are the headmaster, Islamic education’s teacher, guidance and
counseling’s teacher, and students.
Based on the observation which lasted for two months, the researcher can
conclude: (1) Teacher plays an important role in creating “Ceria” concept (cerdas,
energik, religius, ilmiah, amaliyah). Teacher as an inisiator, class manager, motivator,
fasilitator, and evaluator. (2) “Ceria” concept implementation by the students of MAN
Suruh in the form of madrasah policy which encourage the comfortable and conducive environment for the students learning. Various academic and non academic to develop students potential. The growth of main character to creat the harmony of the students friendship.
vi Bismillahirrhmanirrahim
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh
Alhamdulillahirobbil “Alamin Puji dan Syukur kita panjatkan ke hadirat Allah
SWT atas limpahan rahmat, taufik, hidayah serta inayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis yang berjudul “Peran Guru PAI dalam Menumbuhkembangkan
Konsep Ceria (Cerdas, Ernergik, Religius, Ilmiah, Amaliyah) pada Peserta Didik di
MAN Suruh Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2016-2017”. Yang menjadi
pelengkap persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Agama Islam.
Tersajikannya tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan lancar. Penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada :
1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Dr. H. Zakiyuddin, M.Ag., selaku Direktur Pascasarjana IAIN
Salatiga.
3. Bapak Dr. Phil. Widiyanto, M.A., selaku Ka. Prodi PAI yang telah memberi
arahan kepada penulis.
4. Bapak Dr. Imam Sutomo, M.Ag., yang telah membimbing serta
mengarahkan penulis dengan sabar sehingga tesis ini dapat terselesaikan.
5. Bapak Ibu dosen Pascasarjana IAIN Salatiga yang telah memberikan
vii
7. Teman-teman Pascasarjana angkatan 2014 IAIN Salatiga yang selalu
mmemberikan support dan kebersamaannya.
8. Keluarga besar MAN Suruh Kab. Semarang atas bantuannya serta
dukungannya kepada penulis sehingga tesis ini dapat terselesaikan dan
berjalan dengan lancar.
Semoga apa yang telah Bapak dan Ibu berikan kepada penulis menjadi barokah
serta bermanfaat bagi semua pihak. Penulis berdo’a semoga dukungan serta kebaikan
semuanya diganti dan dihitung amal ibadah oleh Allah SWT.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh
Salatiga, 20 Maret 2017
viii
BAB II DESKRIPSI MAN SURUH KABUPATEN SEMARANG ………. 21
A. Gambaran Umum MAN Suruh……… 21
B. Visi dan Misi MAN Suruh ……….. 25
BAB III PERAN GURU PAI DALAM KONSEP CERIA ……… 27
A. Peran Guru PAI Dalam Pembelajaran di Kelas………27
B. Peran Guru PAI Dalam Konsep Ceria ………... 29
BAB IV IMPLEMENTASI KONSEP CERIA PADA PESERTA DIDIK ……….. 33
A. Implementasi Konsep Ceria pada Peserta Didik di MAN Suruh …….. 33
B. Keunggulan dan Kekurangan MAN Suruh ……….. 39
ix
B. Saran ………. 42
DAFTAR PUSTAKA ……… 44
LAMPIRAN
x
Tabel Halaman
3.1. Rekapitulasi Siswa MAN Suruh ………24`
xi
Halaman
1. Pedoman Wawancara ………. 47
2. Wawancara dengan Kepala Madrasah dan Guru PAI ……… 48
3. Dokumentasi ………. 56
4. Surat Ijin Penelitian ……… 65
1
Kebutuhan akan pendidikan merupakan hak semua warga negara,
berkenaan dengan ini, di dalam UUD’45 Pasal 31 ayat (1) secara tegas disebutkan
bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.” UU RI Nomor 20
Tahun 2003 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.1
Aspek rohaniah psikologis yang dicoba didewasakan dan di-insan kamil-kan melalui pendidikan sebagai elemen yang menjadikan positif dalam pembangunan kehidupan yang berkeadaban.2
Penyelenggaraan pendidikan yang dicita-citakan oleh lembaga Madrasah
Aliyah Negeri Suruh Kabupaten Semarang adalah cerdas, energik, religius, ilmiah
dan amaliah (CERIA). Konsep CERIA bukan hanya semata-mata untuk
siswa-siswinya, akan tetapi berlaku bagi semua komponen yang ada didalamnya.
1
Undang-undang Nomor 20/2003, Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Jakarta: Sinar Grafika, 2003, 1. Selain itu pendidikan, memiliki peran strategis sebagai sarana human resources dan human investment. Selain bertujuan menumbuhkembangkan kehidupan yang lebih baik, pendidikan juga telah nyata-nyata ikut mewamai dan mencari landasan moral dan etik dalam proses pemberdayaan jati diri bangsa. Lihat dalam Kamadi Hasan, “Konsep Pendidikan Jawa”, dalam ]urnal Dinamika Islam dan Budaya Jawa, No 3 tahun 2000, 29.
2
Berangkat dari permasalahan yang ada maka penulis tertarik untuk
meneliti tentang: “Peran Guru PAI dalam Menumbuhkembangkan Konsep
Cerdas, Energik, Religius, Ilmiah Amaliah (CERIA) pada Peserta Didik di MAN
Suruh.”
B. Rumusan Masalah
Untuk mempermudah kajian dan pembahasan penelitian ini, maka peneliti
di sini merumuskan beberapa rumusan masalah berikut:
1. Bagaimana peran guru PAI dalam menumbuhkembangkan konsep CERIA
pada peserta didik di MAN Suruh tahun pelajaran 2016-2017 ?
2. Bagaimana implementasi konsep CERIA pada peserta didik di MAN Suruh
tahun pelajaran 2016-2017?
C. Signifikansi Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka dapat dirumuskan tujuan
penelitianini seagai berikut:
a. Untuk mengetahui implementasi konsep CERIA pada peserta didik di MAN
Suruh tahun pelajaran 2016-2017.
b. Untuk mengetahui peran guru PAI dalam menumbuhkembangkan konsep
CERIA pada peserta didik di MAN Suruh tahun pelajaran 2016-2017.
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat:
Di lembaga pendidikan seperti madrasah maupun sekolah-sekolah
keagamaan, disamping pemberian pengetahuan, pendidikan keterampilan
serta pengembangan bakat dan minat, dalam pendidikan Islam konsep
CERIA.3
b. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan yang lebih matang dalam bidang
pengajaran dan menambah pengalaman dan wawasan dalam bidang
penelitian.4
D. Kajian Pustaka
1. Kajian Penelitian Terdahulu
Setelah melakukan telaah terhadap beberapa penelitian yang ada,
peneliti menemukan beberapa hasil penelitian yang terkait dengan tema yang
peneliti angkat, di antaranya adalah:
Penelitian yang dilaksanakan oleh Subiyantoro,5 hasil disertasinya
tersebut adalah aktualisasi nilai humanis-religius, para siswa Madrasah Aliyah
Negeri Wates Kulonprogo masih rendah.
Berikutnya penelitian yang dilakukan oleh Bairus Salim,6 menjelaskan
bahwa: metode pembelajaran multiple intelligences memiliki relevansi yang
3
Artinya pendidikan agama disuguhkan untuk: memupuk sikap positif terhadap kehidupan, memahami kenyataan sosial dan kontradiksi yang ada dalam masyarakat dan merangsang siswa untuk mengamalkan iman dalam seluruh dimensi kehidupan.
4
Hal yang diutamakan terutama masalah: peran guru PAI dalam menumbuhkembangkan Konsep Cerdas, Energik, Religius, Ilmiah Amaliah (CERIA) pada Peserta Didik.
5
erat dengan metode pendidikan Islam, hanya saja konsep dasar teori multiple intelligences tidak seutuh pendidikan Islam. Kendati demikian, metode
multiple intelligences berkembang pesat sehingga tampak lebih inovatif dan kreatif, tidak seperti metode pendidikan Islam yang terkesan lambat dan
konservatif.
Selanjutnya penelitian Muhammad Mufidin7 yaitu ingin mengetahui
bagaimana aktivitas belajar peserta didik selama dilakukan pembelajaran
berwawasan SETS sehingga peserta didik mempunyai pemahaman yang
memadai tentang sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat.
Perbedaan peneliti terdahulu oleh Subiyantoro Menitikberatkan pada
pelaksanaan sholat, sedang-kan penelitian sekarang tidak hanya ibadah, tetapi
juga akhlak. Sedangkan tesis Bairus Salim menitikberatkan teori Multiple Intelligences tampak lebih inovatif dan kreatif dalam pengembangan metode pembelajaran. Untuk tesis Muhammad Mufidin menitikberaatkan pada peserta
didik mempunyai pemahaman yang memadai tentang sains, lingkungan,
teknologi dan masyarakat. Arah yang dituju penulis adalah Peran Guru PAI
dalam Menumbuhkembangkan Konsep Cerdas, Energik, Religius, Ilmiah
Amaliah (CERIA) Pada Peserta Didik di MAN Suruh.
6Bairus Salim, “Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences
(Telaah Dari Sudut Pandang
Pendidikan Islam)”, Tesis, IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2008.
7Muhammad Mufidin, “Strategi Berwawasan SETS (Science, Environment, Technology and
Society) dalam Menumbuhkembangkan Aktivitas Belajar Mata Pelajaran Fiqih pada Peserta Didik MA
2. Kerangka Teori a. Peran Guru PAI
Undang-Undang RI No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
dijelaskan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik pada usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar dan pendidikan menengah.8
Menurut Muhaimin, guru adalah orang yang berwenang dan
bertanggung jawab terhadap pendidikan murid-murid, baik secara
individual ataupun klasikal. Baik di sekolah maupun di luar sekolah. Dalam
pandangan Islam secara umum guru adalah mengupayakan perkembangan
seluruh potensi/ aspek anak didik, baik aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik.9
Jadi peran guru PAI di atas dapat disimpulkan bahwa guru adalah
orang yang memberikan pendidikan atau ilmu pengetahuan kepada peserta
didik dengan tujuan agar peserta didik mampu memahami dan
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Guru adalah sosok yang berperan besar dalam ilmu pengetahuan,
keterampilan, budi pekerti dan iman taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Guru juga berarti sebagai pendidik professional, karena secara implisit ia
8
Undang-Undang Guru dan Dosen (UU RI No. 14 Th. 2005), Jakarta: Redaksi Sinar Grafika, 2006, cet. 1, 2.
9
telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab
pendidikan yang terpikul dipundak orang tua.10
Pengertian ini sejalan dengan pendapat Slameto, “Guru yang
bertanggung jawab dalam proses belajar mengajar dengan menyampaikan
mata pelajaran sesuai dengan bidangnya masing-masing untuk pendewasaan
anak didiknya.”11
Guru memiliki banyak tugas, baik yang terikat oleh dinas maupun di
luar dinas, dalam bentuk pengabdian.12 Apabila dikelompokkan terdapat
tiga jenis tugas guru, yakni :
a. Tugas dalam bidang profesi
Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar, dan
melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai
hidup. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan
keterampilan pada siswa.
10
Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta:Bumi Aksara, 2000, 39. Jadi guru pendidikan agama Islam adalah seorang guru yang berusaha untuk membimbing perkembangan kepribadian peserta didik yang bersumber kepada nilai-nilai agama. Tugas ini dilakukan oleh para guru pendidikan agama Islam disamping tugas utama yang harus dilakukan.
11
Slameto, Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bina Aksara, 2003, 99. Maksudnya adalah guru sebagai pembimbing dan pemimpin harus mendalami pendidikan Agama Islam sejak kecil. Sebab pendidikan pada masa kanak-kanak merupakan dasar yang menentukan untuk pendidikan selanjutnya. Pada umumnya pendidikan Agama Islam seseorang ditentukan oleh pengalaman, pendidikan, dan latihan yang dilalui sejak kecil. Jadi guru berperan sangat penting dalam perkembangan perilaku siswa-siswinya di lingkungan sekolah baik perilaku menyimpang atau perilaku yang lebih baik.
12
b. Tugas guru dalam bidang kemanusiaan
Tugas guru dalam bidang kemanusiaan di sekolah harus dapat
menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua. Ia hurus mampu menarik
simpati sehingga ia menjadi idola para siswanya.
c. Tugas guru dalam bidang kemasyarakatan
Guru tidak hanya diperlukan oleh para murid di ruang kelas,
tetapi juga diperlukan oleh masyarakat lingkungannya dalam
menyelesaikan aneka ragam permasalahan yang dihadapi masyarakat.
Tampaknya masyarakat mendudukkan guru pada tempat yang terhormat
dalam kehidupan masyarakat, yakni di depan memberi suri teladan dan
memberikan dorongan motivasi.
Ahmad Tafsir menyebutkan bahwa guru dalam Islam sebaiknya
memiliki sifat-sifat :
a. Zuhud, yaitu tidak mengutamakan materi dan mengajar dilakukan karena
mencari keridhaan Allah.
b. Kebersihan guru, bersih tubuhnya dengan demikian penampilan
(performance) menyenangkan bagi yang melihatnya.
c. Ikhlas dalam pekerjaan, keikhlasan dan kejujuran seorang guru didalam
pekerjaannya merupakan jalan terbaik kearah suksesnya di dalam tugas
dan sukses murid-muridnya.
d. Suka pemaaf, seorang guru bersifat pemaaf terhadap muridnya, ia
sanggup menahan diri, menahan kemarahan, lapang hati banyak sabar
e. Seorang guru merupakan bapak sebelum ia seorang guru, karena
seeorang guru harus mencintai murid-muridnya seperti cintanya terhadap
anak-anaknya.
f. Harus mengetahui tabi’at (watak) murid. Guru harus mengetahui tabiat
pembawaan, adat kebiasaan, rasa dan pemikiran murid agar ia tidak
kesasar di dalam mendidik anak-anak.
g. Harus menguasai mata pelajaran, seorang guru harus sanggup menguasai
mata pelajaran yang diberikan.13
b. Konsep CERIA (Cerdas, Energik, Religius, Ilmiah, dan Amaliyah)
Konsep cerdas adalah kecerdasan konvensional IQ (Intelligent Quotient), EQ (Emotional Quotient), hingga mengklaim diri sebagai model SQ (Spiritual Quotient) seluruhnya masih menjelaskan kesadaran manusia dengan aspek-aspeknya sebagai proses secara esensial berlangsung pada
jaringan syaraf.14
Model kecerdasan tersebut jauh sebelum dikenal sejak peradaban
Islam yaitu 15 abad yang lalu telah dipraktikkan oleh Nabi Muhammad
SAW, bertafakur, mengasah nurani, menajamkan hati dan mengolah emosi
serta mengendalikan nafsu, sebagaimana mengguna-kan potensi akal, qolbu
dan ruhiyah.15
13
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007, 82.
14
Sukring, Pendidik dan Peserta Didik dalam Pendidikan Islam, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013, 9.
15
Selanjutnya Daniel Goleman menyatakan bahwa:
Means of emotional intelligence is abilities such as being able to motivate one self and persist in the face frustration to control impulse and delay gratification, to regulate, to one’s mood and keep distress from swarming the ability to think, to empathize and to hope.16
Martha Kaudfelt,17 arti kecerdasan adalah kemampuan untuk
memecahkan masalah-masalah atau menciptakan produk-produk yang
penuh arti di dalam suatu pengaturan tertentu.
Pada dasarnya manusia diberikan karunia yang berupa kemampuan
intelektual (IQ), emosional (EQ), dan spiritual (SQ) sehingga manusia
memiliki logika yang rasional, perasaan sebagai pengindai atau radar, dan
suara hati sebagai pembimbing.18
Sumadi Suryabrata,19 mengemukakan bahwa yang dapat
menentukan kecerdasan intelektual ada tujuh untuk ebilitas-ebilitas mental:
faktor ingatan yaitu kecakapan untuk mengingat, faktor verbal yaitu
kecakapan untuk menggunakan bahasa, faktor bilangan yaitu kemampuan
untuk bekerja dengan kecakapan berhitung, faktor kelancaran yaitu lancar
menggunakan kata-kata yang sukar diucapkan, faktor penalaran yaitu
kecakapan untuk berfikir logis, faktor persepsi yaitu kemampuan untuk
16
Daniel Goleman, Emotional Intelligence, New York: Bantam Books, 1996, 76. Artinya Kecerdasan emosi adalah seperti kemampuan memotivasi diri dan bertahan dalam menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak berlebihan, mengatur suasana hati dan menjaga agar tetap berpikir jernih, berempati dan optimis. Walaupun dalam beberapa hal terdapat perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik, akan tetapi karena gerak perubahannya masih sangat lamban, sementara gerak perubahan masyarakat berjalan cepat, bahkan bisa dikatakan sangat revolusioner, maka disini pendekatan Islam terlihat selalu tertinggal dan arahnya semakin terbaca tidak jelas. Lihat dalam bukunya Azyumardi Azra, Pendidikan Islam dan Moderanitas, Jakarta: Logos, 1999, 90.
17
Kaufeldt Martha, Wahai Guru Ubahlah Cara Mengajarmu!. Jakarta : PT. Indeks, 2008, 25.
18
Ary Ginanjar,Rahasia Sukses Membangun ESQ Power, Jakarta:Arg, 2003, 98.
19
mengamati dengan cepat dan cermat, faktor ruang yaitu kemampuan untuk
mengadakan orientasi dalam ruang.
Ciri di atas dapat dipahami kecerdasan intelektual meliputi berfikir,
memperhatikan, menganalisa, mengamati, interpretasi, memprediksi,
menganalogi, mengingat, menghitung dan memecahkan masalah dengan
logika rasional.
Sementara itu Goleman,20 mendeskripsikan lima kecerdasan
emosional yaitu: (a) kecakapan pribadi: kecakapan ini menentukan
bagaimana kita mengelola diri sendiri, (2) pengaturan diri meliputi
mengolah kondisi, dan sumber daya diri sendiri, (3) motivasi:
kecenderungan emosi yang mengantar atau memudahkan dalam meraih
suatu sasaran, (4) kecakapan sosial: menangani sesuatu yang berhubungan
dengan empati, kesadaran terhadap perasaan, kebutuhan dan kepentingan
orang lain, (5) keterampilan sosial: kepintaran dalam mengunggah
tanggapan yang dikehendaki pada orang lain.
Jadi kecerdasan emosional merujuk kepada kemampuan mengenali
perasaan kita sendiri dan orang lain, kemampuan untuk memotivasi diri dan
mengelola emosi dengan baik pada diri dan membina hubungan dengan
orang lain.
Sedangkan kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk
menghadapi dan memecahkan makna dan nilai, dalam menempatkan
20
perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang luas.21 Kecerdasan ini
untuk menilai tindakan bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih
bermakna dalam mengarungi sebuah kehidupan.22
Sementara itu yang dimaksud dengan energik menurut Kamus
Bahasa Indonesia (Tim Prima Pena) adalah bersemangat, berkemampu-an
penuh.23
Konsep energik yang dimiliki oleh guru adalah kedudukan guru
sebagai tenaga profesional, sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1)
berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai fasilitator,
motivator, pemacu dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik dalam
pembelajaran yang berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan
nasional.24
Kompetensi guru yang dimaksud dalam pasal 8 Undang-Undang
Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 meliputi: kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional
yang diperoleh melalui pendidikan profesi.25
21
Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ: Spiritual Intelligence the Ultimate Intelligence, terj. Rahmani Astuti, Ahmad Nadjib Burhani dan Ahmad Baiquni, Bandung: Mizan, Cet. XI. 2007, 4.
22
Artinya Kecerdasan ini diperoleh manusia sejak lahir, dan sejak itulah potensi kecerdasan ini mulai berfungsi mempengaruhi tempo dan kualitas perkembangan individu, dan manakala sudah berkembang, maka fungsinya akan semakin berarti lagi bagi manusia yaitu akan mempengaruhi kualitas penyesuaian dirinya dengan lingkungannya.
23
Alwi, Hasan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2007, 46.
24
Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, Yogyakarta: Pustaka Mahardika, 2015, 6.
25
Keempat kompetensi di atas bersifat holistik dan integratif dalam
kinerja guru. Oleh karena itu secara utuh sosok kompetensi guru meliputi:26
(1) pengenalan peserta didik secara mendalam, (2) penguasaan bidang studi
baik disiplin ilmu maupun bahan ajar dalam kurikulum di sekolah, (3)
penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik yang meliputi perencanaan
dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi proses dan hasil belajar, serta
tindak lanjut untuk perbaikan dan pengayaan, (4) perkembangan
kepribadian dan profesionalitas seorang guru dalam kegiatan belajar
mengajar.
Religius adalah sikap dan perilaku yang patuh dalam pelaksanaan
ibadah.27
Untuk konsep religiusitas, kepala sekolah dan guru perlu membuat
sebuah standar pelaksanaan dan tahapan penerapan budaya religius di
sekolah. Sehingga keberhasilan pengembangan budaya religius bisa
dievaluasi.
Muhaimin,28 memberikan contoh standar dan tahapan yang
berkelanjutan dalam pengembangan budaya religius misalnya;
dilaksanakan sholat berjamaah dengan tertib dan disiplin di masjid
madrasah, tidak terlibat dalam perkelahian antar-peserta didik, sopan santun
berbicara antara peserta didik, peserta didik dengan guru dan tenaga
kependidikan, antara guru dengan guru, anatara guru dan tenaga
26
Lif Khoiru Ahmadi, Sofan Amri dan Tatik Elisah, Strategi Pembelajaran Sekolah Terpadu, Jakarta: Tim Prestasi Pustaka, 2011, 239.
27
Loeloek Endah Purwati, Panduan Memahami Kurikulum 2013, Jakarta: PT. Prestasi Pusakaraya, 2013, 88.
28
kependidikan dan lainnya, cara berpakaian peserta didik dan guru yang
Islami, cara pergaulan peserta didik dan guru sesuai dengan norma Islam,
terciptanya budaya senyum, salam dan sapa dan lain sebagainya.
Pembelajaran Ilmiah adalah merupakan pembelajaran yang
mengadopsi langkah-langkah saintis dalam membangun pengetahuan
melalui metode ilmiah. Inti dari model penelitian ilmiah (scientific inquiry model).29 skills and resource. This includes an inter-disciplinary approach to learning and problem-solving, critical thinking and assumption of responsibility by students for their own learning.”30
Hal yang dimaksud pembelajaran berbasis inquiri adalah sebuah orientasi terhadap pembelajaran yang melibatkan pembelajaran berdasarkan inkuiri secara fleksibel, membuka dan menarik kesimpulan berdasarkan beragam keterampilan dan sumber. Termasuk didalamnya adalah pendekatan pembelajaran secara interdisiplin dan pemecahan masalah, berfikir kritis dan asumsi mengenai tanggung jawab siswa terhadap pembelajaran mereka sendiri.
29
Miftahul Huda, Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran (Isu-Isu Metodis dan Pragmatis), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013, 90.
30
Felletti, Grahamme I, Inquiry- Based and Problem Based Learning: How Similar are These Approaches to Nursing and Medical Education? Higher Education Research and Development, 12 (2), 1993, 146. Seperti definisi metode inquiri learning yang dinyatakan oleh Kuhlthau, Carol C. et al, dalam bukunya berjudul Guided Inquiry, London: Libraries Unlimited, 2007, 2. Menyatakan bahwa
Inti dari model penelitian ilmiah Mac Donell,31 menyatakan
sejumlah karakteristik inquiry learning terbagi menjadi lima yaitu: arahan pada siswa berkaitan dengan dunia nyata, hasil penelitian berdasarkan
informasi dari berbagai sumber, berkaitan dengan pengetahuan dan
ketrampilan, dilaksanakan sepanjang waktu, disimpulkan dengan sebuah
produk akhir.
Amaliyah adalah meliputi pendidikan tingkah laku sehari-hari, yang
berkaitan dengan pendidikan yang berkaitan dengan hubungan manusia
dengan Tuhan-Nya seperti sholat, zakat, puasa haji serta pendidikan
mu’amalah dalam kehidupan sehari-hari.32 Sama halnya dengan lingkungan
pendidikan (sekolah), tinggal dalam lingkungan sekolah dan berhubungan
dengan para teman dan guru yang menunjukkan sikap dan perilaku
simpatisan.
Nilai pendidikan amaliyah merupakan nilai yang berkaitan dengan
tingkah laku.33 Nilai pendidikan amaliyah diantaranya:
a. Pendidikan Ibadah merupakan salah satu aspek pendidikan Islam yang perlu
diperhatikan semua ibadah dalam Islam yang bertujuan membawa manusia
agar selalu ingat kepada Allah SWT.
b. Pendidikan muamalah merupakan pendidikan yang memuat hubungan
antara manusia baik secara individu maupun kelompok.
31
MacDonell Colleen, Project-Based Inquiry Units for Young Children, Ohio: Linworth Books, 2007, 6.
32Sukring, Pendidik …,
. 22.
33
Akan tetapi yang dimaksud adalah ilmu yang amaliyah. Artinya,
seorang yang memperoleh suatu ilmu akan dianggap berarti apabila ia mau
mengamalkan ilmunya. Terkait dengan hal ini, al-Ghazali,34 mengatakan,
“Manusia seluruhnya akan hancur, kecuali orang-orang yang berilmu.
Semua orang yang berilmu akan hancur, kecuali orang-orang yang beramal.
Semua orang yang beramal pun akan hancur, kecuali orang-orang yang
ikhlas dan jujur”.
Al-Ghazali memandang pendidikan sebagai teknik atau skill, bahkan
sebagai sebuah ilmu yang bertujuan untuk memberi manusia pengetahuan
dan watak (disposition) yang dibutuhkan untuk mengikuti petunjuk Tuhan sehingga dapat beribadah kepada Tuhan dan mencapai keselamatan dan
kebahagiaan hidup.35
Konsep CERIA (Cerdas, Energik, Religius, Ilmiah Amaliyah) ini
sesuai dengan visi Madrasah Aliyah Negeri Suruh dengan indikator sebagai
berikut36:
Cerdas: mampu menerima dan menyerap materi pelajaran secara
baik, mampu menguasai ilmu pengetahuan dengan baik, mampu
mentransfer ilmu, teknologi dan keterampilan dari guru dan sumber lain,
mampu mengoptimalkan kecerdasan spiritual dan emosional, mampu
meraih nilai yang tinggi dan mampu bersaing di berbagai kompetisi, dan
34
Pendapat Imam Ghazali dalam kutipan Al-Abrasyi, M. Athiyah, Tarbiyyah al-Islamiyyah - Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam. Terj. oleh H. Bustami A.Ghani. dan Djohar Bahry. Jakarta: Bulan Bintang, 1987, 46.
35Alavi Hamed Reza, “Al
-Ghazali on Moral Education”. Dalam Jurnal of Moral Education. Vol. 36, No. 3, September 2007, ISSN 1465-3877 London: Routledge Publisher, 2007, 312.
36
mampu melanjutkan jenjang pendidikan selanjutnya sesuai dengan jurusan
yang diinginkan.
Energik: sehat jasmani, disiplin dan bersemangat dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran, menjadi semangat bagi orang di
sekitarnya (lingkungan Madrasah Aliyah Negeri Suruh), mampu
menerapkan kecerdasan spiritual, emosional dan ilmu pengetahuan yang
telah didapat dari proses pembelajaran, mampu menerapkan ilmu
pengetahuan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup.
Religius: mengucap salam dan berjabat tangan dengan guru/
karyawan dan peserta didik serta orang lain, bertutur kata dan bertingkah
laku yang baik menurut Islam, melaksanakan sholat berjama’ah di waktu
zuhur dan melaksanakan sholat dhuha, membaca Asmaul Husna sebelum
kegiatan belajar mengajar dilaksanakan,
Ilmiah: mampu membedakan fakta dan bukan fakta, berani dan
santun dalam bertanya dan berargumen, selalu introspeksi diri dan
mengembangkan keingintahuan, peduli terhadap lingkungan, sosial, budaya
dan fisik, mampu mempertanggungjawabkan setiap keputusan yang diambil
berdasarkan teori/ fakta, mampu menciptakan karya yang dapat
dipertanggungjawabkan secara keilmuan.
Amaliyah: gemar berinfaq setiap hari atau saat dibutuhkan,
menyantuni anak yatim dan fakir miskin, memiliki rasa empati terhadap
Gambar 1.1.
Bagan Peran Guru PAI dalam Menumbuhkembangkan Konsep Cerdas, Energik,
Religius, Ilmiah Amaliyah (CERIA) Pada Peserta Didik.
Dalam menumbuhkembangkan konsep CERIA guru beserta peserta didik
bersama-sama menjalankan perannya masing-masing untuk mewujudkan visi
madrasah (cerdas, energik, religius, ilmiah dan amaliah).
E. Metode Penelitian
Jenis penelitian dalam tesis ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu metode
penelitian yang berlandaskan pada filsafat post positivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiyah, di mana peneliti adalah sebagai
instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi
(gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif dan hasil penelitian kualitatif
lebih menekankan makna daripada generalisasi.37
37
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2015, 9. Guru Pendidikan
Agama Islam
Konsep Ceria
(Cerdas, Energik, Religius, Ilmiah, Amaliyah)
Dalam penelitian ini hal yang dikaji adalah Peran Guru PAI dalam
Menumbuhkembangkan Konsep Cerdas, Energik, Religius, Ilmiah Amaliah
(CERIA) Pada Peserta Didik di MAN Suruh.
Untuk menentukan subyek, penulis menggunakan tehnik purposive sampling. Menurut Sugiyono,38 Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu yakni sumber data dianggap
paling tahu tentang apa yang diharapkan, sehingga mempermudah peneliti
menjelajahi obyek atau situasi sosial yang diteliti, yang menjadi kepedulian dalam
pengambilan sampel penelitian kualitatif adalah tuntasnya pemerolehan informasi
dengan keragaman variasi yang ada bukan pada banyak sampel sumber data.
Sedangkan metode yang digunakan penulis dalam pengumpulan data
adalah metode observasi, dokumentasi dan interview.39
Metode pengumpulan data ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi
mengenai peran guru PAI dalam menumbuhkembangkan konsep cerdas, energik,
religius, ilmiah amaliyah (CERIA) pada peserta didik di MAN Suruh.
Setelah data dikumpulkan di lapangan, maka analisis yang digunakan
adalah analisis kualitatif interaktif, yang terdiri dari tiga alur kegiatan, yaitu
reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.40
F. Sistematika Penulisan
Tesis ini terdiri dari tiga bagian yaitu bagian awal, bagian utama dan
bagian akhir. Pada bagian awal terdiri dari hal-hal bersifat formal seperti halaman
38
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, … Ibid, 2015, 218.
39
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Yogyakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004, 294.
40
sampul, halaman judul, halaman pernyataan, halaman pengesahan, halaman
persetujuan, nota dinas pembimbing, abstrak, kata pengantar, daftar isi, daftar
tabel, daftar gambar. Daftar lampiran dan daftar singkatan.
Bagian utama terdiri dari lima bab, Bab I berisi pendahuluan yang
meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, signifikansi penelitian, kajian
pustaka, metode penelitian dan kerangka berfikir. Bab II merupakan deskripsi
MAN Suruh Kab. Semarang yang berisi gambaran umum MAN Suruh serta visi
dan misi MAN Suruh. Bab III membahas tentang peran guru Pendidikan Agama
Islam dalam pembelajaran di kelas dan peran guru Pendidikan Agama Islam di
MAN Suruh dalam konsep CERIA Bab IV merupakan bagian pokok yang berisi
pembahasan hasil penelitian sebagai jawaban dari rumusan masalah yang
didasarkan landasan teori yang ada, yaitu mengenai “Implementasi Konsep
CERIA Pada Peserta Didik di MAN Suruh serta Keunggulan dan Kekurangan
MAN Suruh Kab. Semarang”. Bab V merupakan bagian penutup yang berisi
kesimpulan dari hasil penelitian dan saran. Bagian paling akhir adalah berisi
20 BAB II
DESKRIPSI MAN SURUH KABUPATEN SEMARANG A. Gambaran Umum MAN Suruh
1. Letak Geografis
Wilayah Suruh tepatnya desa Reksosari merupakan wilayah dengan
mayoritas penduduk Islam dan sangat dikenal sebagai tempat beberapa
pesantren yang telah banyak meluluskan alumni. Para tokoh masyarakat serta
masyarakat melihat hal tersebut untuk mengikuti perkembangan maka
didirikanlah beberapa lembaga pendidikan formal yaitu sekolah atau madrasah,
dengan harapan disamping santri mendapatkan bekal non formal mereka juga
memperoleh pendidikan formal dari sekolah atau madrasah.41
Lokasi madrasah berada di Desa Reksosari RT 02 RW 01 Kecamatan
Suruh Kabupaten Semarang ini tepatnya berjarak 2 km dari kecamatan Suruh,
berjarak 40 km dari Ibukota Kabupaten Semarang yaitu Ungaran dan berjarak
60 km dari Ibukota Propinsi Jawa tengah yaitu Semarang.
2. Perkembangan MAN Suruh
Visi dari MAN Suruh Kabupaten Semarang adalah: “Terwujudnya
lulusan yang Cerdas , Energik , Religius , Ilmiah dan Amaliyah (CERIA)”42
Dalam kurun waktu lima tahun terakhir rekapitilasi siswa pada MAN
Suruh berikut:
41
Tim Pengembang Kurikulum Madrasah Aliyah Negeri Suruh Tahun 2016/2017 Berbasis Karakter dan Unggul Kab. Semarang, 18
42
Tabel 2.1.
Rekapitilasi Siswa MAN Suruh Kab. Semarang43
No Tahun Pelajaran Jumlah Peserta Didik Jumlah Kls. X Kls. XI Kls. XII
telah banyak yang sukses dalam beberapa kedudukan di masyarakat ataupun
dinas/instansi. Di masyarakat beberapa alumni MAN Suruh menjadi
lurah/kepala desa, sekretaris desa/carik, kepala dusun, sementara di instansi
negeri ada yang menjadi staf dosen di IAIN Walisongo (sekarang STAIN
Salatiga), tentara, polisi, guru, bidan, perawat, pengusaha dan PNS, untuk
jenjang pendidikan beberapa alumni telah ada yang menyelesaikan program
S-2 dan beberapa menyelesaikan S-3.44
3. Pendidikan Berkelanjutan (Perguruan Tinggi)
Berbagai upaya telah dilakukan dalam rangka meningkatkan mutu
lulusan MAN Suruh, salah satunya adalah pemadatan pelajaran kelas XII
dalam rangka menghadapi UN. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, tingkat
43
Tim Pengembang Kurikulum Madrasah Aliyah Negeri Suruh Tahun 2016/2017 Berbasis Karakter dan Unggul Kab. Semarang, 187.
44
kelulusan mencapai 100%.45 Lulusan siswa kelas XII yang diterima di
PTN/PTAIN sebagai berikut :
Tabel 2.2.
Lulusan Siswa Kelas XII yang Diterima di PTN/PTAIN
NO NAMA PTN/PTAIN
Adapun rencana kerja program kelas unggulan adalah sebagai berikut :
a. Bina Prestasi Sains
b. Bina Prestasi Bidang Keagamaan
c. Bina Prestasi Aksioma
d. Kunjungan ke berbagai PTN/PTAIN dalam rangka menambah wawasan
secara langsung dan memotivasi peserta didik untuk studi lanjut
e. Kerjasama antara Program Unggulan, Humas dan BK dengan pihak
terkait melalui MoU dengan Puskesmas, Kapolsek, Koramil, Desa
Reksosari, Ponpes sekitar Suruh, Majelis Ta’lim, SMK N 2 Salatiga,
IAIN Salatiga, IAIN Surakarta, UIN Walisanga Semarang, UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, UNS, UNNES, STTN dan Konsultan Psikologi
Yogyakarta.
B. Visi dan Misi MAN Suruh 1. Visi MAN Suruh
Terwujudnya Lulusan yang CERIA (Cerdas, Energik, Religius, Ilmiah,
Amaliyah)
2. Misi MAN Suruh
a. Menumbuhkan penghayatan dan pengamalan ajaran Islam sehingga peserta
didik menjadi tekun beribadah, jujur, disiplin, sportif, tanggung jawab,
percaya diri, hormat pada orang tua, dan guru serta menyayangi sesama.
b. Melaksanakan pembelajaran dan pendampingan secara efektif sehingga
UN di atas standar minimal, unggul dalam prestasi keagamaan, dan unggul
dalam keterampilan sebagai bekal hidup di masyarakat.
c. Melaksanakan pembelajaran ekstrakurikuler secara efektif sesuai bakat dan
minat sehingga setiap peserta didik memiliki keunggulan dalam berbagai
lomba keagamaan, unggul dalam berbagai lomba olah raga, dan seni.
d. Menumbuhkan sikap gemar membaca dan selalu haus akan pengetahuan.
e. Melaksanakan tata tertib madrasah secara konsisten dan konsekuen.
f. Menerapkan manajemen partisipatif dengan melibatkan seluruh warga
madrasah dan stakeholder.
g. Mengadakan komunikasi dan koordinasi antar madrasah, masyarakat, orang
tua dan instansi lain yang terkait secara periodik dan berkesinambungan.46
Jadi dalam rangka mewujudkan visi dan misi MAN Suruh Kab.
Semarang memerlukan komunikasi antara orangtua, guru, dan pihak madrasah,
supaya kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan optimal.
46
25 BAB III
PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM KONSEP CERIA B. Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam Pembelajaran di Kelas
Peran Guru PAI dalam menumbuhkembangkan konsep CERIA di MAN
Suruh adalah sebagai berikut:
a. Sebagai Inisiator
Setelah melakukan penelitian selama dua bulan, penulis menyimpulkan
bahwa guru harus dapat menjadi pencetus ide-ide kemajuan dalam pendidikan
dan pengajaran. Diantaranya yaitu sebelum melakukan kegiatan pembelajaran
guru terlebih dahulu membuat perencanaan pembelajaran yang berupa silabus,
RPP dan perangkat pembelajaran yang lainnya. Selain itu memberikan teladan
dalam hal berucap, bersikap, berpenampilan atau berperilaku Islami yang
berdasarkan ilmu pengetahuan al-Qur’an dan Sunnah yang dipahami (berhijab
/ berpakaian syar’i).47
b. Peran guru sebagai pengelola kelas
Berdasarkan wawancara penulis dengan guru PAI hendaknya guru
mampu mengatur siswa dan sarana pengajaran serta mengendalikannya dalam
suasana yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pengajaran. Juga
hubungan interpersonal yang baik antara guru dan siswa, siswa dengan siswa,
itu merupakan syarat keberhasilan pengelolaan kelas. Sebagai contoh guru
menggunakan variasi dalam menyampaikan materi seperti menggunakan
power point, kuis, membentuk kelompok belajar dan lain-lain.
47
Disamping itu juga memberikan pengetahuan/ ilmu dalam kajian
keislaman di madrasah. Contohnya kajian jumat berisi : keluarga sakinah,
make up, menstruasi, pergaulan muda mudi, thoharoh, dan lain-lain.
Dengan adanya peran guru PAI sebagai pengelola kelas ini dapat
meningkatkan minat siswa terhadap mata pelajaran Pendidikan Agama Islam,
sehingga akan berdampak pula pada prestasi belajar siswa yang lebih baik
terhadap pelajaran Pendidikan Agama Islam.
c. Motivator
Peran guru PAI sebagai motivator sangat penting terutama dalam usaha
meningkatkan minat dan prestasi belajar siswa, guru PAI selalu memberikan
semangat dan motivasi kepada siswa untuk belajar dengan baik dan mampu
meningkatkan potensi atau bakat pada dirinya baik yang bersifat kognitif,
afektif maupun psikomotor.
d. Fasilitator
Sebagai fasilitator hendaknya guru dapat menyediakan fasilitas yang
mendukung proses peningkatan minat belajar, antara lain minat belajar siswa
terhadap mata pelajaran yang akan mendukung terciptanya suasana belajar
mengajar yang kondusif, adanya dukungan dari pihak madrasah, kondisi
pembelajaran yang baik seperti pengadaan buku paket dan LKS, pemberian
fasilitas untuk praktik manasik haji, praktik jenazah dan santunan anak yatim.
e. Evaluator.
Dalam evaluasi siswa guru melakukan antara lain: Ulangan harian,
bagi setiap siswa. Setiap tugas yang telah diselesaikan oleh siswa dan telah
diberi nilai, guru PAI MAN Suruh Kab. Semarang selalu membagikan kembali
hasil kerja.
Jika ada kesalahan kerja yang dilakukan oleh siswa dalam nilai ulangan,
seperti nilai yang diperoleh siswa tidak mencapai KKM yang telah ditentukan
dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam maka diadakan remidi.
C. Peran Guru Pendidikan Agama Islam di MAN Suruh Dalam Konsep CERIA
Setiap madrasah mempunyai kebijakan tersendiri atau kebijakan khusus
untuk mendukung pencapaian visi dan misi. Dalam hal ini MAN Suruh Kab.
Semarang juga memfasilitasi berbagai kegiatan intra madrasah. Di antaranya
kegiatan kepemimpinan, OSIM, Paskibra, keagamaan dan kegiatan lain untuk
mendukung tercapainya program MAN Suruh CERIA, yang diberlakukan mulai
bulan Januari tahun 2016 (pada semester genap).48
Setiap hari di MAN Suruh bel masuk dimulai 6.50 siswa-siswi harus
masuk kelas masing-masing untuk membaca asmaul husna kemudian dilanjutkan dengan tadarus al-Qur’an selama lima menit, sehingga dalam kurun waktu kira
-kira 10 bulan sudah khatam 30 juz. Pada saat pagi itulah suara tadarus al-Qur’an
dikumandangkan di setiap kelas sehingga menunjukkan nuansa religiusitas yang
sangat tinggi dan bisa didengar oleh masyarakat di sekitar madrasah.
Disamping itu bapak dan ibu guru serta karyawan juga melaksanakan doa
bersama di ruang guru dipimpin oleh kepala madrasah dan para wakil kepala.
Setelah doa bersama kegiatan pagi itu dilanjutkan dengan beberapa informasi
48
yang berkaitan dengan madrasah, baik yang berhubungan dengan guru maupun
dengan siswa. Di akhir kegiatan madrasah juga diakhiri dengan doa bersama oleh
bapak ibu guru serta karyawan.
Contoh yang berkaitan dengan guru, bapak kepala madrasah selalu
memberikan arahan tentang kedisiplinan guru didalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya juga mengevaluasi setiap kegiatan yang telah dilakukan oleh bapak
dan ibu guru serta karyawan.
Berikutnya contoh yang berkaitan dengan masalah siswa yang terkait
dengan masalah akademik maupun sosial selalu dipecahkan bersama antara guru,
wali kelas, BP serta kepala madrasah. Semua komponen tersebut terlibat dalam
policy maker (pembuat kebijakan). Selanjutnya wali siswa dipanggil ke madrasah untuk memutuskan bersama secara win win solution (memutuskan sebuah permasalahan secara kekeluargaan di madrasah).
Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat
manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan
yang bermakna, damai dan bermartabat. Menyadari betapa pentingnya peran
agama bagi kehidupan umat manusia maka internalisasi nilai-nilai agama dalam
kehidupan setiap pribadi menjadi sebuah keniscayaan, yang ditempuh melalui
pendidikan baik pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.
Pendidikan Agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual dan
membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup
Peningkatan potensi spritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman
nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan
individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spritual tersebut
pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia
yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk
Tuhan.
Pendidikan Agama Islam diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa
agama diajarkan kepada manusia dengan visi untuk mewujudkan manusia yang
bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia, serta bertujuan untuk
menghasilkan manusia yang jujur, adil, berbudi pekerti, etis, saling menghargai,
disiplin, harmonis dan produktif, baik personal maupun sosial. Tuntutan visi ini
mendorong dikembangkannya standar kompetesi sesuai dengan jenjang
persekolahan yang secara nasional ditandai dengan ciri-ciri:
a. Lebih menitik beratkan pencapaian kompetensi secata utuh selain penguasaan
materi;
b. Mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang
tersedia;
c. Memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pendidik di lapangan untuk
mengembangkan strategi dan program pembelajaran seauai dengan kebutuhan
30 BAB IV
IMPLEMENTASI KONSEP CERIA PADA PESERTA DIDIK A. Implementasi Konsep CERIA pada Peserta Didik di MAN Suruh
Berdasarkan hasil wawancara dengan Dra. Hj. Isni Alfiyah Guru Mata
Pelajaran Fiqih, konsep CERIA itu adalah sebagai berikut:
a. Cerdas
Setelah diajarkan teori pembelajaran PAI, langsung mempraktikkan
materi yang ada kaitannya dengan kegiatan praktikum. Kemudian
diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari.49
Pendidikan Agama Islam diharapkan menghasilkan manusia yang
selalu berupaya menyempurnakan iman, takwa, dan akhlak, serta aktif
membangun peradaban dan keharmonisan kehidupan, khususnya dalam
memajukan peradaban bangsa yang bermartabat. Manusia seperti itu
diharapkan tangguh dalam menghadapi tantangan, hambatan, dan perubahan
yang muncul dalam pergaulan masyarakat baik dalam lingkup lokal, nasional,
regional maupun global.
Pendidik diharapkan dapat mengembangkan metode pembelajaran
sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Pencapaian seluruh
kompetensi dasar perilaku terpuji dapat dilakukan tidak beraturan. Peran
49
semua unsur sekolah, orang tua siswa dan masyarakat sangat penting dalam
mendukung keberhasilan pencapaian tujuan Pendidikan Agama Islam.
b. Energik
Untuk menunjang proses belajar mengajar di madrasah peserta didik
dituntut mempersiapkan diri secara sehat jasmani, disiplin dan bersemangat
dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.
Berkaitan dengan konsep energik ini yang harus dilakukan guru PAI
adalah: selalu mengingatkan, selalu memberi tugas, memonitor tugas yang
diberikan dan mengevaluasi untuk kesempurnaan.50 Diantaranya
menumbuhkan rasa ingin tahu terhadap ilmu pengetahuan pada diri peserta
didik, semangat berkompetisi dalam pembelajaran, membangkitkan etos
belajar peserta didik, dan memotivasi menjadi siswa yang berprestasi. Hal
tersebut dilakukan agar tercapai hasil belajar yang maksimal pada peserta
didik.
c. Religius
Setiap pertemuan selalu diingatkan hal-hal yang berkaitan dengan
kegiatan yang bersifat religius, sering ceking secara acak kegiatan religius
yang di rumah, secara formal absensi pantauan sholat anak.51 Dalam hal ini
50
Wawancara dengan Ibu IA pada tanggal 6 Februari tahun 2017. Konsep energik menurut hasil wawancara dengan ibu I mengajak siswa mengerjakan sholat dengan benar, suka membantu pada kaum lemah, aktivitas dalam kegiatan islami. Sedangkan hasil wawancara dengan Bapak Z menyatakan bahwa konsep energik yang dimaksud adalah guru memotivasi tentang kedisiplinan, mengarahkan siswa supaya mengikuti kegiatan sekolah yang sesuai bakat siswa, menekankan betapa pentingnya belajar dan sigap dalam menerima. Sementara itu menurut hasil wawancara dengan Ibu E konsep energik yang dimaksud adalah Mengajak bermain dan belajar, berdiskusi dan menjaga kebersihan badan
51
supaya dilakukan oleh guru PAI pada konsep religius kepada peserta didik
adalah membudayakan senyum, sapa dan salam. Pada kegiatan ini guru dapat
senantiasa mengucapkan salam kepada peserta didiknya di madrasah,
mengucapkan salam ketika akan membuka atau menutup pelajaran, dan
menyapa guru lainnya dengan ucapan salam terlebih dahulu.
Memberikan keteladanan kepada peserta didik untuk menunaikan
sholat berjama’ah di lingkungan madrasah dan melaksanakan sholat
berjama’ah tersebut dengan tepat waktu.
Menghidupkan kegiatan keagamaan di lingkungan madrasah seperti:
kultum setelah sholat dhuhur berjama’ah dan membiasakan tadarus al-Qur’an
serta praktik kegiatan yang ada kaitannya dengan ibadah. Hal ini dimaksudkan
supaya peserta didik dapat memberikan keteladanan dan memberikan manfaat
kepada peserta didik.
d. Ilmiah
Banyak membaca buku agama, brosing tentang materi keagamaan dan
diskusi keagamaan.52
dengan akhlak terpuji. Sedangkan hasil wawancara dengan bapak Z menyatakan bahwa konsep religius yang dimaksud adalah Guru menjadi fasilitator dan monitoring: sholat dhuha secara individu, kegiatan MABIT (Malam Bina Iman dan Taqwa), mengikuti kegiatan takziah ketika ada saudara yang meninggal dunia. Sementara itu menurut hasil wawancara dengan ibu E konsep religius yang dimaksud adalah Menasihati siswa untuk sholat lima waktu.
52
Wawancara dengan Ibu IA pada tanggal 6 Februari tahun 2017. Konsep ilmiah menurut hasil wawancara dengan Ibu I adalah mengadakan pengamatan terhadap ciptaan Allah, memahami
Wawancara penulis dengan guru dilakukan pada waktu senggang di
luar jam mengajar mereka sehingga aktifitas penelitian ini sama sekali tidak
mengganggu aktifitas belajar mengajar. Dalam konteks pengembangan
keilmuan, Ibu IA sebagai guru fikih mengatakan bahwa peserta didik harus
banyak membaca buku, browsing internet yang ada kaitannya dengan mata
pelajaran yang diberikan oleh guru, dan sering melakukan diskusi.53 Semua
fasilitas untuk menunjang keilmuan itu sudah diberikan oleh madrasah guna
membantu pengembangan keilmuan peserta didik. Contohnya disediakannya
sarana perpustakaan, resourse learning (sumber belajar), media pembelajaran, pemanfaatan teknologi informasi supaya menguasai IPTEK (ilmu pengetahuan
dan teknologi).
e. Amaliyah
Mengajak, memantau, memberi contoh untuk mengamalkan ibadah
sesuai syariah.54
Madrasah sebagai lembaga pendidikan dibawah naungan kementerian
agama punya tugas moral. Semua komponen madrasah mempunyai tanggung
jawab bersama untuk keberhasilan visi dan misi dalam konteks pembinaan
53
Wawancara dengan Ibu IA pada tanggal 6 Februari tahun 2017. Konsep ilmiah menurut hasil wawancara
dengan I
bu I adalah Mengadakan pengamatan terhadap ciptaan Allah, memahami Al-Qur’an dan melaksanakan dan memahami makna Al-Qur’an,
memahami bacaan sholat dan gerakan sholat, memahami kebesaran Allah melalui lingkungan sekitar. Sedangkan hasil wawancara dengan B
apak Z
menyatakan bahwa konsep ilmiah yang dimaksud adalah Kegiatan pidato setelah sholat dzuhur, menanam tanaman sebagai wujud bukti cinta kepada Allah.
Sementara itu menurut hasil wawancara dengan I
bu E konsep ilmiah yang dimaksud adalah Membaca Al-Qur’an dan buku mata pelajaran lainnya.
54
Wawancara dengan Ibu IA pada tanggal 6 Februari tahun 2017. Konsep amaliah menurut hasil wawancara dengan ibu I adalah Mengajak siswa untuk sholat dhuha, berjama’ah sholat dzuhur,
sholat rawatib, puasa sunah, sholat taubat, sholat hajat, sholat lail, berbuat amar ma’ruf nahi munkar
dan melatih diri untuk bersodaqoh. Sedangkan hasil wawancara dengan Bapak Z menyatakan bahwa
konsep amaliah yang dimaksud adalah Membaca asmaul husna, tadarus, sholat berjama’ah, pembacaan do’a dan pembiasaan senyum, sapa, salam peserta didik kepada guru. Sementara itu menurut hasil
moral di MAN Suruh Kab. semarang.55 Guru PAI punya tanggung jawab besar
dari pada guru umum. Lembaga madrasah relatif lebih kecil frekuensi perilaku
menyimpang dari pada sekolah umum.
Sebagai sub sistem pendidikan nasional, madrasah tidak hanya dituntut
untuk dapat menyelenggarakan pendidikan dasar dan menengah yang berciri
khas keagamaan tetapi madrasah dituntut pula memainkan peran lebih sebagai
basis dan benteng tangguh yang akan menjaga dan memperkukuh etika dan
moral bangsa. Melihat hakikat pendidikan madrasah yang mencoba
mengintegrasikan antara agama dan ilmu pengetahuan dan kedudukannya yang
kuat dalam sistem pendidikan nasional, maka madrasah memainkan peran
sebagai berikut:
1. Media Sosialisasi Nilai-nilai Ajaran Agama
Sebagai lembaga pendidikan yang berciri khas keagamaan,
madrasah mempunyai peluang lebih besar untuk berfungsi sebagai media
sosialisasi nilai-nilai ajaran agama kepada peserta didik secara efektif. Sifat
yang melekat pada kelembagaannya menjadikan madrasah mempunyai
mandat yang kuat untuk melakukan peran tersebut.
2. Pemelihara Tradisi Keagamaan
Berdasarkan observasi lapangan peneliti melihat bahwa madrasah
dapat berfungsi sebagai pemelihara tradisi keagamaan. Pemelihara tradisi
55 Wawancara dengan Ibu I
A pada tanggal 6 Februari tahun 2017. Konsep amaliah menurut hasil wawancara dengan Ibu I adalah Mengajak siswa untuk sholat dhuha, berjama’ah sholat dzuhur, sholat
rawatib, puasa sunah, sholat taubat, sholat hajat, sholat lail, berbuat amar ma’ruf nahi munkar dan
keagamaan ini dilakukan di samping secara formal melalui pengajaran
melalui ilmu-ilmu agama seperti al-qur’an, hadits, aqidah, akhlaq, fiqih,
bahasa arab dan sejarah kebudayaan islam, juga dilakukan secara informal
melalui pembiasaan untuk mengajarkan dan mengamalkan syari’at agama
Islam. Misalnya, peserta didik dibiasakan untuk mengerjakan shalat dan
puasa pada bulan Ramadhan, mengunjungi teman yang sakit atau kena
musibah, mengucapkan salam ketika bertemu dengan teman, menyantuni
kaum fakir miskin dan sebagainya.
3. Membentuk Akhlaq dan Kepribadian
Peran kultural madrasah dan pondok pesantren telah diakui oleh
banyak pihak bahkan sampai sekarang. Sistem pendidikan pondok pesantren
masih dianggap satu-satunya lembaga yang dapat mencetak calon ulama.
Banyak ulama dan pemimpin nasional yang menjadi panutan masyarakat dan
bangsa lahir dari sistem pendidikan Islam ini. Hal ini bisa terjadi karena sistem
pendidikannya di samping menekankan penguasaan pengetahuan yang luas
juga sangat memperhatikan pendidikan etika dan moral yang tinggi. Tujuan
pendidikan madrasah atau pesantren tidak semata-mata untuk memperkaya
pikiran peserta didik dengan pengetahuan-pengetahuan, tetapi untuk
meninggikan moral, melatih dan mempertinggi semangat, menghargai
nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan, mengajarkan sikap dan tingkah laku jujur dan
bermoral, dan menyiapkan para peserta didik untuk hidup sederhana dan
B. Keunggulan dan Kekurangan MAN Suruh Kab. Semarang
Keunggulan MAN Suruh Kab. Semarang diantaranya muridnya lebih
banyak yang di terima di perguruan tinggi, dari tahun ke tahun semakin
bertambah, karena fasilitas pendukung untuk kegiatan siswa baik kegiatan
keagamaan maupun kegiatan yang lain tersedia secara lengkap, seperti
pelaksanaan sholat dhuhur berjamaah, sholat dhuha, guru melaksanakan tarling
pada saat bulan Ramadhan di wilayah kabupaten Semarang dan Boyolali.
Disamping itu juga ada kegiatan pelatihan da’i di majlis-majlis ta’lim di
lingkungan kecamatan Suruh khususnya jurusan keagamaan.
Selain keunggulan-keunggulan tersebut di atas MAN Suruh berada di
lingkungan pondok pesantren, sehingga aktifitas keagamaan pada khususnya bisa
berjalan dengan lancar.
Sedangkan kekurangannya MAN Suruh adalah mushola tidak seimbang
dengan jumlah siswa yang ada di MAN Suruh, kantin kurang profesional antara
jumlah siswanya dengan tempatnya dan kurangnya motivasi dari orang tua.
Hal tersebut tidak bisa diingkari bahwa sebagian orang tua yang
menyerahkan sepenuhnya aktifitas pembelajaran hanya dilakukan di madrasah.
Hampir-hampir tidak dipersiapkan orang tua pada suasana yang mendukung
kenyamanan belajar di rumah.
Tidak semua peserta didik mempunyai semangat belajar dengan
sungguh-sungguh ketika berada di madrasah, karena peserta didik tidak fokus untuk
mengikuti kegiatan belajar yang dilakukan oleh guru, sebaliknya memanfaatkan
C. Kritik Terhadap MAN Suruh
Pelaksanaan konsep CERIA MAN Suruh adalah idealnya melibatkan
koordinasi dari berbagai pihak, diantaranya yaitu antara madrasah (pemimpin),
guru, siswa, orang tua dan masyarakat sekitar.
Peserta didik belajar di madrasah sembilan jam dalam satu hari, sehingga
masih ada sisa waktu lebih banyak di luar kontrol madrasah. Peran orang tua dan
masyarakat sangat penting untuk membantu terealisasinya program madrasah.
Dalam konteks tersebut, madrasah harus menjalin koordinasi secara formal dan
sungguh-sungguh supaya dapat membangun lingkungan yang kondusif bagi
perkembangan peserta didik.
Pelaksanaan ritual ibadah sulit dijangkau dalam pantauan madrasah
kecuali pada waktu shalat Dhuhur. Di luar waktu tersebut perlu dukungan
masyarakat dan orang tua untuk mengawasi ibadah peserta didik. Pada
kenyataannya masih ada orang tua yang tidak menunaikan sholat lima waktu
secara penuh.56 Pengakuan peserta didik tersebut adalah “Bapakku wae ng omah
ora sholat aku dikonkon sholat!”
Kondisi orang tua yang kurang mendukung dalam pelaksanaan ritual
ibadah di rumah merupakan problem besar rumah tangga masyarakat muslim
dalam kaitannya pendidikan anak. Problem pengawasan orang tua yang kurang
intensif terhadap perilaku siswa menjadi kajian tersendiri untuk diteliti lebih
lanjut.
56
Setelah mengkaji beberapa masalah yang terjadi pada peserta didik di
antaranya adalah “adanya peserta didik yang orang tuanya bekerja di luar
negeri”.57
Dengan berbagai macam latar belakang orang tua peserta didik menjadi
salah satu factor yang ikut berperan dalam menunjang program madrasah. Peserta
didik yang mempunyai keluarga lengkap secara normal dapat mendukung
kegiatan program madrasah, tetapi bagi peserta didik yang orang tuanya
mempunyai latar belakang broken home akan menjadi beban yang lebih besar bagi madrasah.
Disamping itu yang perlu diperhatikan adalah penegakan reward dan
funishment perlu menjadi bagian dari program Ceria agar semua komponen lembaga ikut bertanggungjawab dalam mensukseskan program tersebut.
Pemberian reward secara proporsional akan memotivasi para guru dan karyawan yang mempunyai kesungguhan dalam bekerja dan berdisiplin. Pelaksanaan
funishment mutlak diberlakukan kepada para guru dan karyawan secara jelas
melanggar peraturan yang disepakati.
57
39 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan
Implementasi Konsep CERIA pada dasarnya adalah
menumbuhkembangkan ilmu pengetahuan, penghayatan, pengamalan,
pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga
menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketaqwaannya
kepada Allah SWT. Mewujudkan ketaatan beragama dan berakhlak mulia yaitu
manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis,
berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan secara personal dan
sosial serta mengembangkan budaya keaagamaan dalam komunitas sekolah.
Peran guru menempati posisi yang sangat penting terhadap pembinaan
konsep CERIA dengan melaksanakan peranannya sebagai inisiator, pengelolaan
kelas, motivator, fasilitator dan evaluator pada peserta didik, maka dapat
diketahui secara langsung terhadap konsep CERIA di MAN Suruh Kab.
Semarang.
B. Saran
1. Bagi Kepala Madrasah
Memberdayakan peran dan posisi guru dalam mewujudkan visi
madrasah dengan pengawasan langsung terhadap pelaksanaan program
madrasah yang sudah dijalankan.
kepala madrsah perlu bersikap tegas dengan memberikan punishment (denda/ sangsi/ memberikan himbauan/ teguran) kepada guru yang tidak berprestasi
dan menyalahi aturan yang disepakati bersama oleh madrasah.
2. Bagi Guru PAI
Guru hendaknya dapat meningkatkan kinerja dan disiplin serta dedikasi
yang tinggi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai guru
untuk mendukung program madrasah. Hal yang paling utama adalah dapat
memberikan contoh dan berkomitmen dalam membentuk lingkungan yang
memberikan rasa nyaman bagi para siswa untuk belajar lebih giat dan rajin
dalam bersekolah.
3. Bagi Kementerian Agama
Guru-guru Pendidikan Agama Islam di lingkungan Kementerian
Agama Kabupaten Semarang, khususnya di MAN Suruh hendaknya diberikan
kesempatan untuk mendapatkan pelatihan-pelatihan yang terkait dengan
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi. Islam Paradigma Ilmu Pendidikan. Yogyakarta : Aditya Media, 1992. Assegaf, Abd. Rachman. Politik Pendidikan Nasional,· Pergeseran Kebijakan
Pendidikan Islam dari Proklamasi ke Reformasi. Yogyakarta, Kurnia Kalam, 2005.
Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam dan Modernitas. Jakarta: Logos, 1999.
Bairus Salim. “Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences (Tela’ah dari Sudut
Pandang Pendidikan Islam)”. Tesis, IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2008.
Carol C. et al, Kuhlthau. Guided Inquiry. London: Libraries Unlimited, 2007.
Colleen, MacDonell. Project-Based Inquiry Units for Young Children. Ohio: Linworth Books, 2007.
Danah Zohar dan Ian Marshall. SQ: Spiritual Intelligence the Ultimate Intelligence. terj. Rahmani Astuti, Ahmad Nadjib Burhani dan Ahmad Baiquni, Bandung: Mizan, Cet. XI. 2007.
Daradjat, Zakiyah. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2000.
Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren, Studi tentang Pandangan Hidup Kiai. Jakarta: LP3ES, 1994.
Fadjar, Malik, dalam Imam Tholkah. Membuka Jendela Pendidikan. Jakarta,Raja Grafindo Persada, 2004.
Ginanjar, Ary. Rahasia Sukses Membangun ESQ Power. Jakarta:Arg, 2003. Goleman, Daniel. Emotional Intelligence. New York: Bantam Books. 1996.
Golmen, Daniel. Kecerdasan Emosional Untuk Mencapai Puncak Prestasi. terj. Alex Tri Kantjono Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Cet. I. 1999.
Grahamme I, Felletti. Inquiry- Based and Problem Based Learning: How Similar are These Approaches to Nursing and Medical Education? Higher Education Research and Development. 12 (2). 1993.