• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEORI STRUKTURASI ANTONI GIDDENS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TEORI STRUKTURASI ANTONI GIDDENS"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Ilmu Komunikasi Vol. 5 No. 1 2017

52

TEORI STRUKTURASI ANTONI GIDDENS

Oleh:Dr. H. Supriadi,SH.MM Dosen Stikosa-AWS

ABSTRAK

Teori strukturasi Giddens yang memusatkan perhatian pada praktik sosial yang berulang itu pada dasarnya adalah sebuah teori yang menghubungkan antara agen dan struktur. Menurut Bernstein, “tujuan fundamental dari teori strukturasi adalah untuk menjelaskan hubungan dialektika dan saling pengaruh-mempengaruhi antara agen dan struktur. Agen dan struktur tak dapat dipahami dalam keadaan saling terpisah satu sama lain : agen dan struktur ibarat dua sisi dari satu mata uang logam. Agen dan struktur adalah dwi rangkap, seluruh tindakan sosial memerlukan struktur dan seluruh struktur memerlukan tindakan sosial. Agen dan struktur saling jalin menjalin tanpa terpisahkan dalam praktik atau aktivitas manusia.

Sesuai dengan penekanannya pada keagenan, Giddens memberikan kekuasaan besar terhadap agen. Dengan kata lain, menurutnya agen mempunyai kemampuan untuk menciptakan pertentangan dalam kehidupan sosial, dan bahkan ia lebih yakin lagi bahwa agen tak berarti apa-apa tanpa kekuasaan. Artinya, aktor berhenti menjadi agen bila ia kehilangan kemampuan untuk menciptakan pertentangan. Giddens tentu saja mengakui adanya paksaan atau pembatas terhadap aktor, tetapi ini tak berarti bahwa aktor tidak mempunyai pilihan dan tidak mempunyai peluang untuk membuat pertentangan. Menurutnya, kekuasaan secara logis mendahului subyektivitas karena tindakan melibatkan kekuasaan atau kemampuan untuk mengubah situasi. Jadi, teori strukturasi Giddens memberikan kekuasaan kepada aktor dan tindakan, dan teori ini berentangan dengan teori-teori yang tak menerima orientasi seperti itu, dan malahan mengakui besarnya peran dari tujuan aktor (teori fenomenologi) atau teori yang mengakui besarnya peran struktur eksternal dalam menentukan tindakan aktor (teori fungsionalisme structural).

Kata Kunci : Teori, Strukturasi, Antoni Giddens ABSTRACT

The theory of Giddens' structures that focus on repetitive social practice is essentially a theory that links between agents and structures. According to Bernstein, "the fundamental purpose of structural theory is to explain the dialectical and interrelated relationships between agents and structures. Agents and structures can not be understood in mutual state: agents and structures are like two sides of a coin. Agents and structures are dual, all social actions require structure and the whole structure requires social action. Agents and structures intertwine inextricably in human practice or activity.

In keeping with its emphasis on agency, Giddens gives great power to agents. In other words, he says the agent has the ability to create opposition in social life, and he is even more convinced that agents mean nothing without power. That is, the actor stops being an agent if he loses the ability to create opposition. Giddens, of course, acknowledges the compulsion or limitation of the actor, but this does not mean that the actor has no choice and has no chance to make a contradiction. According to him, power logically precedes subjectivity because it involves power or the ability to change situations. Thus, Giddens' theory of structure gives power to actors and actions, and this theory is contrary to theories that do not accept such an orientation, and instead recognizes the magnitude of the role of the actor's goal (phenomenological theory) or theory which recognizes the magnitude of the role of the external structure in determining the action Actors (structural functionalism theory).

(2)

Jurnal Ilmu Komunikasi Vol. 5 No. 1 2017

53

iddens adalah seorang teoritisi yang fenomenal karena menawarkan suatu teori alternative yang signifikan. Ia melakukan evaluasi kritik terhadap teori fungsional dan struktural konflik, strukturalisme, interpretative atau konstruksionis. Dalam wawancaranya dengan Pierson, ia mengatakan: ”Saya ingin melakukan tiga hal; menafsir ulang pemikiran sosial, membangun logika serta metode ilmu-ilmu sosial, dan mengajukan analisis tentang munculnya institusi-institusi modern”. Rupanya Giddens tidak hanya ingin mengkritik dan mengecam kegagalan teoretisi pendahulunya, tetapi ia juga mengajukan alternatif. Bukan sembarang alternatif, melainkan sebuah alternatif yang bersifat paradigmatic shift13.

Proyek yang ambisius ini

sebenarnya bukan cita-cita Giddens sejak muda. Ia hanya ingin menjadi pegawai negeri. Cita-cita Giddens sesederhana keluarganya, pengawai jawatan kereta api. Ia hanya dapat melanjutkan studi di Universitas Hull, sebuah universitas kecil yang kalah bergengsi dibandingkan Universitas Oxford atau Cambridge. Giddens sendiri memang tidak melamar ke sana karena tidak membayangkan dapat diterima di Oxford atau Cambridge. Ia melanjutkan studi di London School of Economics (LSE). Ia ke LSE semata-mata karena dorongan dari dosennya, Peter Worsely. Perjalanan karir intelektualnya tidak pernah dirancang sejak muda, banyak hal-hal kebetulan yang terjadi. Ia mulai mengembangkan minat intelektual justru ketika ia di Leicester University, tempat kerjanya setelah lulus. Seorang sosiolog pencetus teori figurasional

13 I Wibowo, 2007, “Anthony Giddens”,

http://pikatan.wordpress.com/20

07/03/19/anthony-giddens/

. Lihat juga I Wibowo, “Anthony Giddens”,

Kompas, 20 Juni 2000.

Norbert Elias14 memberikan banyak inspirasi

kepadanya.15

Giddens memulai proyeknya

dengan cara yang biasa. Ia mulai dengan membaca dan mempelajari pemikiran tokoh-tokoh yang menjadi tonggak besar dalam sosiologi, Karl Marx, Emile Durkheim, dan Max Weber. Semuanya dibaca dalam bahasa aslinya (Jerman atau Perancis). Hasilnya ia terbitkan sebagai buku,

Capitalism and Modern Sosial Theory. An analysis of the Writings of Marx, Durkheim and Max Weber (1971)16. Buku ini serta

14 Norbert Elias dikenal dengan teori

figurasional. Konsep figurasi merupakan peralatan konseptual untuk melenyapkan keterbatasan sosial dalam membicarakan dan

memikirkan perbedaan dan

pertentangan antara individu dan masyarakat. Figurasi adalah proses

sosial yang menyebabkan

terbentuknya jalinan hubungan natar individu. Figurasi bukan sebuah struktur yang berada di luar dan memaksa relasi antar individu. Figurasi adalah antar hubungan itu sendiri. Individu dipandang terbuka dan saling bergantung. Figurasi tersusun dari kumpulan individu.

Figurasi sosial muncul dan

berkembang menurut cara yang tak kelihatan dan tanpa berencana. Gagasan tentang figurasi sosial dapat diterapkan baik di tingkat mikro maupun makro dan untuk setiap fenomena sosial antara kedua tersebut. Lihat Ritzer, G, dan Goodman, D., 2005, Teori Sosiologi

Modern, Jakarta: Prenada Media.

halaman 489-502.

15 I Wibowo, 2007, “Anthony…Op. Cit. 16 Buku ini telah diterjemahkan ke dalam

bahasa Indonesia. Lihat Giddens, Anthony, 1985, Kapitalisme dan Teori

Sosial Modern: Suatu Analisis Karya

(3)

Jurnal Ilmu Komunikasi Vol. 5 No. 1 2017

54

merta mendapat tanggapan hangat

sebagaimana tampak pada komentar di kulit belakang buku. 17

Setelah tokoh-tokoh sosiologi

dikuasai, Giddens melanjutkan

petualangannya dengan memasuki pemikir-pemikir besar kontemporer. Dua bukunya yang memuat inti pemikirannya, New Rules

of Sociological Method (1976, revisi 1993)

sulit diikuti kalau orang tidak terlebih dahulu akrab dengan pemikiran filsuf-filsuf besar: Wittgenstein, Husserl, Heidegger, Popper, Gadamer. Dengan lancar ia pergi bolak balik dari satu tokoh ke tokoh yang lain.18

Anthony Giddens, dalam teori anatomi sosial berada di tengah antara individu dan struktur. Ia awalnya psikolog kemudian pindah ke sosiologi. Ia pernah menjadi penasehat politik

Perdana Menteri Inggris Tony Blair dan Rektor London School.19 Giddens ikut

merancang reformasi Labour Party menjadi New Labour Party dengan menghilangkan “Pasal 4″ dari AD Dasar Partai (pasal tentang peranan negara). Reformasi ini ditunjukkan sebagai sebab kemenangan Tony Blair dalam Pemilu Inggris tahun 1997. Giddens juga memberi nasihat kepada banyak pemimpin dunia, termasuk Presiden AS Bill Clinton.20

Kritik Terhadap Struktural Fungsional

Giddens mengkritik dengan keras teori struktural fungsional. Dengan nada provokatif mengatakan “Saya ingin

Tulis Marx, Durkheim, dan Max Weber, diterjemahkan oleh Soeheba

Kramadibrata, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

17 I Wibowo, 2007, “Anthony…Op. Cit. 18 Ibid.

19 Ibid. 20 Ibid.

menghapus istilah fungsi dari seluruh kamus ilmu sosial”.21 Beberapa kritik Giddens

terhadap teori structural fungsional. Kesatu, mengabaikan subyek. Fungsionalisme memberangus fakta bahwa kita anggota masyarakat bukanlah orang-orang dungu. Kita tahu apa yang terjadi di sekitar kita, bukan robot yang bertindak berdasarkan “Naska” (peran) yang sudah ditentukan.22

21 B. Herry Priyono, “Sebuah Trobosan

Teoritis”, Basis,Nomor 01-02, Tahun ke-49, Januari 2000, halaman 17.

(4)

Jurnal Ilmu Komunikasi Vol. 5 No. 1 2017

55

Tabel 1: Kritik Giddens terhadap Fungsionalis

Isu Konsep dasar

fungsionalisme Kritik Giddens

Alternatif Giddens Asumsi tentang individu Individu produk struktur Mengaibaikan

peran individu Agency Asumsi tentang

struktur Constrain Enabling

Sarana dan sumber daya

Asumsi tentang kebutuhan

Sistem sosial yang memiliki kebutuhan Individu yang mempunyai kebutuhan Integrasi sistem

Sumber: Diolah dari B. Herry Priyono, “Sebuah Trobosan Teoritis”, Basis,Nomor

01-02, Tahun ke-49, Januari 2000.

Kedua, fungsionalisme merupakan

cara berfikir yang mengklaim bahwa sistem sosial yang mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi. Bagi Giddens, system sosial tidak mempunyai kebutuhan apa pun. Yang mempunyai kebutuhan ialah kita para pelaku. Ketiga, fungsionalisme membuang

dimensi waktu dan ruang dalam

menjelaskan proses sosial. Akibatnya terjadi oposisi antara ‘statik’ dan ‘dinamik’, suatu dualisme lain

1.3. Kritik Terhadap Teori Marxist

Kritik atas kecenderungan

fungsionalis juga diajukan terhadap perspektif Marxis-strukturalis seperti pemikiran Althusser dan terhadap materialisme-historis pada umumnya. Kritik Giddens terhadap materialisme-historis

dapat diringkas sebagai berikut

Tabel 2: Kritik Giddens terhadap Materialisme Historis Isu Konsep Dasar

Marxist Kritik Giddens

Alternatif Giddens Logika keterkaitan antara bagian dan keseluruhan Totalitas

Fungsional Fungsionalisme Strukturasi

Tipologi Tatanan

sosial Cara produksi

Reduksionisme ekonomi dan kelas

Tingkat perentang waktu-ruang

(5)

Jurnal Ilmu Komunikasi Vol. 5 No. 1 2017

56

Logika transformasi Dialektika fungsional kekuatan dan hubungan produksi Evolusionis fungsional Transisi episodik

Sumber: B. Herry Priyono, “Sebuah Trobosan Teoritis”, Basis,Nomor 01-02, Tahun ke-49, Januari 2000, halaman 18.

Giddens dalam artikelnya

“Setrukturasi Kelas dan Kesadaran Kelas”23

secara khusus mengkritik teori kelas Marx. Menurut Giddens, teori Marx mengabaikan subyek, karena menurut Karl Marx superstruktur merupakan deterministic

ekonomi. Setiap orang yang masuk katagori kelas memiliki atau tidak memiliki masing-masing mempunyai kepentingan yang sama (obyektif). Kepentingan obyektif kelas

pemilik berusaha meningkatkan

kepemilikannya yang alternative utamanya mengurangi kepentingan untuk buruh. Kepentingan obyektif kelas tidak memiliki adalah menuntut upah lebih tinggi, jam kerja dikurangi, jaminan sosial ditingkatkan. Karena itu kepentingannya bertentangan dan konflik tidak bisa dihindarkan. Teori konflik Marxian mengabaikan subyek selain argument di atas juga argument tidak ada variasi. Masyarakat hanya terdiri dari dua kelas: kelas memiliki dan kelas tidak memiliki.

Perubahan menurut Marx dari dalam dan luar. Dari dalam adalah akibat kontradiksi dari dalam tentang perlakuan budak. Dari luar yakni perubahan alat produksi dari budak: tanah. Bagi Giddens perubahan melalui transformasi, jika

23 Lihat Giddens, Anthony, 1982,

“Setrukturasi Kelas dan Kesadaran Kelas” dalam Anthony Giddens dan David Held, 1982, Perdebatan Klasik

dan Kontemporer Mengenai Kelompok, Kekuasaan dan Konflik,

Jakarta: Rajawali Press.

individu mereproduksi dan memproduksi maka struktur tidak lagi berfungsi.

Perubahan secara gradual tidak

menimbulkan revolusi.

Kritik Terhadap Teori Strukturalisme

Strukturalisme berasal dari gerakan dalam filsafat bahasa yang dirintis oleh Ferdinand de Saussure. Dalam ilmu-ilmu

sosial, strukturalisme merupakan

penerapan analisis bahasa ke dalam analisis social. Pokok strukturalisme ialah perbedaan antara ‘bahasa’ (langue) dan ‘ujuaran/percakapan’ (parole). Kata ‘presiden’ ialah kata umum pada tataran

langue (bias Bill Clinton, sukarno, atau

Mbeki). Sedangkan ‘presiden’ yang memerintah Indonesia selama 32 tahun ialah ujaran spesifik pada dataran parole (tidak lain kecuali Soeharto tahun 1966-1998). Perbedaan antara langue dan parole ialah beda antara apa yang sosial dan apa yang individual, apa yang hakiki dan apa yang kebetulan.24

Dalam perspektif strukturalis, hal itu menunjukkan kaitan antara kata ‘presiden’ dan seorang yang menjadi kepala negara bersifat mana suka (arbitrary). Kata presiden ada bukan karena kaitan logis-internal dengan orang yang menjadi kepala dari pemerintahan presidensial, melainkan karena ada kaitan dan berbedaannya dengan kata ‘sultan’, ’gubernur’, ’camat’ dsb. Begitu juga dengan kata ’kursi’tidak punya kaitan logis dengan benda yang kita

24 B. Herry Priyono, “Sebuah

(6)

Jurnal Ilmu Komunikasi Vol. 5 No. 1 2017

57

duduki, melainkan karena kaitannya dengan kata lain seperti ‘meja’, ’almari’. Semua bisa dipahami secara otonom di tataran langue (logika internal penunjuk) dan tidak terkait dengan obyek yang ditunjuk.25

Ada pararel antara perspektif strukturalis dan fungsionalis, yaitu pengebawaan pelaku dan tindakan pelaku pada totalitas. Pelaku, tindakan pelaku, waktu, ruang dan proses adalah persoalan kebetulan. Dalam kritik Giddens, perspektif ini merupakan “penolakan yang penuh skandal terhadap subyek”. Strukturalisme adalah bentuk dualisme.26 Struktur

menentukan perilaku orang-orang yang ada di dalam struktur tersebut. Menurut Giddens individu merupakan subyek yang memiliki keinginan sendiri.

Kritik Terhadap Teori

Interpretative/Konstruktifis

Individu menurut teori interpretatif atau konstruktifis Herbert Blumer seolah mempunyai kebebasan yang mutlak (“100 persen”) dan sehingga struktur dengan sendirinya terabaikan. Untuk memudahkan menerangkan teori ini, Giddens mengambil contoh bahasa. Dalam berbahasa, seorang penutur harus tahu dengan tepat tata-bahasa, bagaimana urutan subyek, predikat, obyek, bagaimana menggandengkan kata-kata, dan sebagainya, inilah “struktur.” Orang tidak mungkin keluar dari struktur ini, atau kalau dia nekat, tidak seorangpun dapat memahami apa yang dikatakan.27

Akan tetapi “struktur” bukan hanya suatu hal yang “menghambat.” Ia juga

“memampukan,” sebab setelah ia

menguasai tata-bahasa ia dapat

berkomunikasi lancar dengan lawan bicaranya.28 Struktur menurut Giddens

25 Ibid. 26 Ibid.

27 I Wibowo, 2007, “Anthony…Op. Cit. 28 Ibid.

disebut “rule of resources”: struktur yang lebih mikro jadi berbeda dengan struktur dari fungsionalisme

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Pustaka merupakan bagaian yang sangat penting dari penelitian ini, karena penelitian harus dibuat secara urut dan sistematis dimana bagian-bagian dalam setiap penyusunan harus terdapat beberapa bagian yang disebut dengan studi kepustakaan atau studi literature serta diungkapkan pemikiran atau teori-teori yang melandasi dilakukannya penelitian. Teori yang disajikan tersebut menerangkan hubungan antara beberapa konsep yang digunakan untuk menjelaskan masalah penelitian, yang kemudian digunakan kembali untuk menjabarkan menjadi variabel-veriabel.

Kegiatan tinjauan pustaka yang dilakukan yaitu meliputi pencarian data, membaca

dan mendengarkan laporan-laporan

penelitian dan bahan pustaka yang memuat teori-teori yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan.

Dualisme Vs. Dualitas

Semua teori tersebut menganut dualisme (mempertentangkan dua subyek),

deterministic (menekankan pada struktur

makro), voluntarisms (penekanan pada individu mikro). Menurut Giddens keduanya saling mengandaikan, saling berpengaruh: individu merupakan pelaku (agent). Struktur dipahami Giddens bukan sebagai sistem keseluruhan, logika internal, grand theory, sistem sosial. Dengan kata lain, Giddens penganut dualitas antara struktur dan individu.

I shall argue here that, in sosial theory, the nations of action and structure presuppose one another, but that recognition of this dependence, which is a dialectical relation necessitates a reworking both of a

(7)

Jurnal Ilmu Komunikasi Vol. 5 No. 1 2017

58

series of concepts linked to each of these

terms, and of the terms themselves.29

Giddens menamai teorinya

strukturasi (theory of structuration),

menepis dualisme (pertentangan), Giddens mengajukan gagasan dualitas (timbal-balik) antara pelaku dan struktur. Bersama sentralitas waktu dan ruang, dualitas pelaku dan struktur menjadi dua tema sentral yang menjadi poros teori strukturasi. Dualitas berarti, tindakan dan struktur saling mengandaikan.30

Struktur bukanlah realitas yang berada di luar pelaku seperti dipahami oleh

Durkheim dan diteruskan oleh

strukturalisme Claude Levi-Strauss. Struktur adalah aturan dan sumber daya (rules and

resources) yang mewujud pada saat

diaktifkan oleh pelaku dalam suatu praktik sosial. Dalam arti ini, struktur tidak hanya mengekang (constraining) atau membatasi pelaku, melainkan juga memungkinkan (enabling) terjadinya praktik sosial. 31

Sementara itu, sentralitas waktu dan ruang diajukan untuk memecah kebuntuan dualisme statik/dinamik,

sinkroni/diakroni, atau

stabilitas/perubahan. Dualisme seperti ini terjadi karena waktu dan ruang biasanya diperlakukan sebagai panggung atau konteks bagi tindakan. 32

Mengambil inspirasi filsafat waktu Heidegger, Giddens merumuskan waktu dan ruang sebagai unsur yang konstitutif bagi tindakan. Tidak ada tindakan tanpa waktu

29 Giddens, A., 1990, Central Problem in Social Theory: Action, Structure and Contradiction in Social Analysis,

London: Macmillian Education LTD. Hal. 53.

30 Hari Juliawan, 2003, “Ini Masalah Orang

atau Sistem?”, Kompas.

31 Ibid. 32 Ibid.

dan ruang. Karena itu, tidak ada peristiwa yang melulu statik atau melulu dinamik.33

Sedemikian sentral waktu dan ruang bagi Giddens hingga ia mengatakan bahwa keduanya harus menjadi unsur integral dalam teori ilmu-ilmu sosial. Atas dasar dua tema sentral tadi, Giddens

membangun teori strukturasi dan

menafsirkan kembali fenomen-fenomen modern, seperti negara-bangsa, globalisasi, ideologi, dan identitas.34

Praktik Sosial Sebagai Obyek Ilmu Sosial

Objek ilmu sosial menurut Giddens bukanlah struktur, sistem, institusi, dan pengalaman perorangan, tetapi praktik sosial (sosial practice) yang terpola dalam lintas ruang (space) dan waktu (time).

Sebuah perentangan waktu-ruang

(distanciation time-space). Sebuah penjabaran sistem sosial melintasi waktu-ruang atas dasar mekanisme dan integrasi sistem sosial. Integrasi sistem merupakan hubungan timbal balik antara pelaku individu atau kelompok dalam rentang ruang-waktu yang diperluas di luar kehadiran satu sama lain (co-presence). Semakin luas jangkauan perentangan waktu-ruang suatu sistem sosial, semakin tertanam sistem sosial tersebut dalam ruang dan waktu serta semakin tahan (resistent) terhadap perubahan oleh pelaku individu.

Kita harus memulai dari “praktik (interaksi) sosial yang berulang”… “Bidang mendasar studi ilmu sosial, menurut teori strukturasi, bukanlah pengalaman aktor individu atau bentuk-bentuk kesatuan sosial tertentu,

33 Ibid. 34 Ibid.

(8)

Jurnal Ilmu Komunikasi Vol. 5 No. 1 2017

59

melainkan praktik sosial yang diatur melintasi ruangan dan waktu.”35

Relasi antara pelaku dan struktur merupakan dualitas, yang terjadi dalam praktik sosial yang berulang dan terpola dalam lintas ruang dan waktu. Praktik sosial inilah yang menurut Giddens menjadi objek kajian ilmu sosial. Ia menjelaskan dualitas berada dalam fakta bahwa “suatu struktur mirip pedoman” yang menjadi prinsip praktik-praktik di berbagai tempat dan waktu, hasil perulangan berbagai tindakan. Namun sebaliknya, skemata yang mirip “aturan” itu juga menjadi sarana bagi berlangsungnya praktik sosial. Skemata inilah yang kemudian disebutnya sebagai struktur. Struktur yang bersifat mengatasi ruang dan waktu serta maya, sehingga dapat diterapkan pada berbagai situasi dan kondisi. Selain itu, obyektivitas struktur tidak bersifat eksternal, melainkan melekat pada tindakan dan praktik sosial yang dilakukan.36

35 Ritzer, G, dan Goodman, D., 2005, Teori Sosiologi Modern, edisi keenam,

Jakarta: Prenada Media. Halaman 507.

36 Herry Priono, (2002), Anthony Giddens, Suatu Pengantar, Jakarta; Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), hal 22-23.

(9)

Jurnal Ilmu Komunikasi Vol. 5 No. 1 2017

60

STRUKTUR SOSIAL SISTEM SOSIAL PRAKTIK SOSIAL

S (keramatnya hak milik pribadi)-D-L

D (tingkat garis otoritas)-S-L D (konsentrasi pemilik

modal) S-L

L (peraturan kontrak kerja)-D-S

Perusahaan: Institusionalisasi dan regularisasi dari praktik berdasarkan skema S-D-L

Rapat board, produksi barang/jasa, pembukuan, rekruetmen, transaksi, investasi, reklame, dst

Sumber: Sumber: B. Herry Priyono, “Sebuah Trobosan Teoritis”, Basis,Nomor 01-02,

Tahun ke-49, Januari 2000, halaman 21.

Teori Strukturasi

Ada dua pendekatan yang kontras bertentangan, dalam memandang realitas sosial. Pertama, pendekatan yang terlalu menekankan pada dominasi struktur dan kekuatan sosial (seperti, fungsionalisme Parsonian dan strukturalisme yang cenderung ke obyektivisme). Kedua, pendekatan yang terlalu menekankan pada individu (seperti, tradisi hermeneutik yang cenderung ke subyektivisme). Menghadapi

dua pendekatan yang kontras

berseberangan tersebut, Giddens tidak memilih salah satu, tetapi merangkum keduanya lewat teori strukturasi. Bagi Giddens kehidupan sosial adalah lebih dari sekadar tindakan-tindakan individual. Namun, kehidupan sosial itu juga tidak semata-mata ditentukan oleh

kekuatan-kekuatan sosial (baca: struktur). Menurut Giddens, human agency dan struktur sosial berhubungan satu sama lain. Tindakan-tindakan yang berulang-ulang (repetisi) dari agen-agen individual-lah yang mereproduksi struktur tersebut. Tindakan

sehari-hari seseorang memperkuat dan mereproduksi seperangkat ekspektasi. Perangkat ekspektasi orang-orang lainlah yang membentuk apa yang oleh sosiolog disebut sebagai “kekuatan sosial” dan “struktur sosial”. 37 Hal ini berarti, terdapat

struktur sosial –seperti, tradisi, institusi, aturan moral—serta cara-cara mapan untuk melakukan sesuatu. Namun, ini juga berarti bahwa semua struktur itu bisa diubah,

ketika orang mulai mengabaikan,

menggantikan, atau mereproduksinya secara berbeda.

Teori strukturasi Giddens yang

memusatkan perhatian pada praktik sosial yang berulang itu pada dasarnya adalah sebuah teori yang menghubungkan antara agen dan struktur. Menurut Bernstein, “tujuan fundamental dari teori strukturasi adalah untuk menjelaskan hubungan

dialektika dan saling

pengaruh-mempengaruhi antara agen dan

37 Satrio Arismunandar, “Perubahan

Struktur Menurut Teori Strukturasi

Anthony Giddens”,

ttp://satrioarismunandar6.blogspot.c om/2008/11/perubahan-struktur-menurut-teori.html

(10)

Jurnal Ilmu Komunikasi Vol. 5 No. 1 2017

61

struktur”…agen dan struktur tak dapat dipahami dalam keadaan saling terpisah satu sama lain; agen dan struktur ibarat dua sisi dari satu mata uang logam…agen dan struktur adalah dwi rangkap…Seluruh tindakan sosial memerlukan struktur dan seluruh struktur memerlukan tindakan sosial. Agen dan struktur saling jalin menjalin tanpa terpisahkan dalam praktik atau aktivitas manusia. 38

Dalam konsepsi Giddens,

strukturasi diartikan sebagai “the

production and reproduction of the social sistems through members’ use of rules and resources in interaction.” Manusia dilihat

sebagai aktor yang aktif dan bukannya pasif. Manusia tidak bersikap pasif terhadap sistem atau struktur yang mengikat mereka.

Rules adalah semacam aturan main yang

memastikan bahwa kelompok tersebut tetap memiliki tujuan yang hendak dicapai. Sedangkan resources adalah hambatan, tantangan, kemampuan, pengetahuan, kehendak, yang dimiliki masing-masing individu di dalam kelompok tersebut, yang mereka gunakan untuk berinteraksi di dalam kelompok.39

Agen

Dimulai dari pemikirannya tentang agen yang terus-menerus memonitor pemikiran dan aktivitas mereka sendiri serta konteks sosial dan fisik mereka. Dalam upaya mereka mencari perasaan aman, aktor merasionalisasikan kehidupan mereka. Yang dimaksud Giddens dengan rasionalisasi adalah mengembangkan keadaan sehari-hari yang tidak hanya memberikan perasaan aman kepada aktor,

tetapi juga memungkinkan mereka

menghadapi kehidupan sosial mereka

38 Ritzer, G, dan Goodman, D., 2005, Teori…Op.Cit. Halaman 508.

39 “Teori Adaptif Strukturasi”,

http://yearrypanji.wordpress.com/20 08/04/15/teori-adaptif-strukturasi/

secara efisien. Aktor juga mempunyai motivasi untuk bertindak dan motivasi ini meliputi keinginan dan hasrat yang mendorong tindakan. Jadi, sementara rasionalisasi dan refleksivitas terus-menerus terlibat dalam tindakan, motivasi dapat dibayangkan sebagai potensi untuk bertindak. Motivasi menyediakan rencana menyeluruh untuk bertindak, tetapi menurut Giddens sebagian besar tindakan kita tidak dimotivasi secara langsung. Meski tindakan tertentu tidak dimotivasi dan motivasi umumnya tidak disadari, namun motivasi memainkan peranan penting dalam tindakan manusia.40

Gambarannya seperti pemain Srimulat yang main di panggung dengan berimprovisasi tanpa berlawanan dengan

script atau plot (sambil mereproduksi juga

memproduksi). Definisi agency menurut Giddens:

Action or agency, as I use it, thus does not refer to a series of discrete act combined together, but to a continuous flow of conduct. We may define action, if may borrow a formulation from a previous work, as involving a stream of actual or contemplated causal interventions of corporeal beings in the ongoing process of events-it-the world.41

Tidak setiap individu bisa menjadi

agency, tergantung pada motivasi dan

kesadaran. Syarat agency: kesadaran diskursif, kesadaran praktis, dan motif/kognisi tak sadar. Dalam teori strukturasi, agen atau aktor memiliki tiga tingkatan kesadaran. Pertama, kesadaran diskursif (discursive consciousness), yaitu, apa yang mampu dikatakan atau diberi ekspresi verbal oleh para aktor, tentang kondisi-kondisi sosial, khususnya tentang kondisi-kondisi dari tindakannya sendiri.

40 Ritzer, G, dan Goodman, D., 2005, Teori…Op. Ci. Halaman 509.

41 Giddens, Anthony, 1990, Central Problem…Op. Cit. Halaman 55.

(11)

Jurnal Ilmu Komunikasi Vol. 5 No. 1 2017

62

Kesadaran diskursif adalah suatu kemawasdirian (awareness) yang memiliki bentuk diskursif.42 Pada tingkat kesadaran

ini individu aktor memiliki kemampuan memantau dan merefleksikan setiap tindakan yang akan dilakukannya sehingga

dapat menerangkan kondisi-kondisi

tindakan mereka sendiri.43

Kedua, kesadaran praktis (practical consciousness), yaitu, apa yang aktor

ketahui (percayai) tentang kondisi-kondisi sosial, khususnya kondisi-kondisi dari tindakannya sendiri. Namun hal itu tidak bisa diekspresikan oleh aktor secara

diskursif. Bedanya dengan kasus

ketidaksadaran (unconscious) adalah, tidak ada tabir represi yang menutupi kesadaran praktis.44 Pada tingkat kesadaran ini,

individu aktor melakukan rasionalisasi atas tindakannya sehingga dapat mengetahui secara implicit kondisi-kondisi tindakannya

walau mungkin tak mampu

merumuskannya secara jelas.45

Ketiga, motif atau kognisi tak

sadar (unconscious motives/cognition). Motif lebih merujuk ke potensial bagi tindakan, ketimbang cara (mode) tindakan itu dilakukan oleh agen. Motif hanya memiliki kaitan langsung dengan tindakan dalam situasi yang tidak biasa, yang menyimpang dari rutinitas. Sebagian besar dari tindakan-tindakan agen sehari-hari tidaklah secara langsung dilandaskan pada motivasi tertentu.46 Pada level ini, individu

42 Satrio Arismunandar, 2008, “Perubahan

Struktur…Op. Cit.

43. Giddens, Anthony, 2003, The Constitution of Society: Teori Strukturasi untuk Amalisis Sosial, Terjemahan, Pasuruan: Pedati, halaman 6.

44 Satrio Arismunandar, 2008, “Perubahan

Struktur…Op. Cit.

45 Giddens, Anthony, 2003, The

Constitution…Op. Cit. Halaman 6.

46 Satrio Arismunandar, 2008, “Perubahan

Struktur…Op. Cit.

aktor melakukan sesuatu tindakan berdasarkan motivasi tertentu walaupun sebagian di antaranya mungkin tidak disadari karena tertekan di bawah sadar.47

Giddens membedakan tiga dimensi internal pelaku, yaitu motivasi tak sadar, kesadaran praktis, dan kesadaran diskursif. Motivasi tak sadar menyangkut keinginan atau kebutuhan yang berpotensi mengarahkan tindakan, tapi bukan tindakan itu sendiri. Kesadaran diskursif mengacu pada kapasitas kita merefleksikan dan memberikan penjelasan rinci serta eksplisit atas tindakan kita. Kemudian yang dimaksud dengan kesadaran praktis menunjuk pada gugus pengetahuan praktis yang tidak selalu bisa diurai. Dalam fenomenologi, kesadaran praktis inilah wilayah kepribadian yang berisi gugus pengetahuan yang sudah diandaikan. Gugus pengetahuan yang sudah diandaikan ini merupakan sumber ras aman ontologis. Namun tidak berarti tak ada perubahan dalam proses strukturasi. Karena menurut Giddens sebagai pelaku, kita punya kemampuan untuk instropeksi dan mawas diri. Perubahan terjadi ketika kapasitas memonitor ini meluas sehingga terjadi de-rutinisasi. Dengan kata lain, keusangan struktur akan mengakibatkan perubahan, yang bertujuan agar struktur lebih sesuai dengan praktik sosial yang terus berkembang secara baru.48

Derajat pengetahuan dan kesadaran ini tidak hanya tidak sama di antara individunya aktor, tetapi juga tidak sama di antara daerah dan negara. Stratifikasi kesadaran dan tindakan individu aktor seperti ini dapat dilihat dalam bagan berikut ini:

47 Giddens, Anthony, 2003, The

Constitution…Op. Cit. Halaman 6.

48 Herry Priono, (2002), Anthony Giddens,…Op. Cit. halalaman 28-31.

(12)

Jurnal Ilmu Komunikasi Vol. 5 No. 1 2017

63

Sumber: Giddens, Anthony, 1990, Central Problem in Sosial Theory: Action, Structure and

Contradiction in Sosial Analysis, London: Macmillian Education LTD, halaman 56..

Giddens membedakan antara monitoring refleksif dan rasionalisasi tindakan dengan motivasinya. Jika alasan-alasan mengacu pada dasar-dasar, motif mengacu pada keinginan-keinginan yang mengarahkanya. Akan tetapi motivasi tidaklah secara langsung dibatasi oleh kesinambungan

tindakan-tindakan seperti halnya

rasionalisasi atau monitoring refleksifnya. Motivasi mengacu pada potensi tindakan bukan pada model pelaksanaan tindakan secara terus-menerus oleh individu aktor yang bersangkutan. Motif-motif cenderung memiliki perolehan langsung atas tindakan hanya dalam keadaan-keadaan yang relative tidak biasa, situasi-situasi yang dalam beberapa sisi terputus dari rutinitas. Kebanyakan, motif-motif memasok seluruh rencana atau program—proyek-proyek dalam istilah Schutz—tempat dilakukannya sederet tindakan. Kebanyakan perilaku sehari-hari tidak dimotivasi secara langsung.49

49 Giddens, Anthony, 2003, The

Constitution…Op. Cit. Halaman 7.

Sesuai dengan penekanannya pada keagenan, Giddens memberikan kekuasaan besar terhadap agen. Dengan kata lain, menurutnya agen mempunyai kemampuan untuk menciptakan pertentangan dalam kehidupan sosial, dan bahkan ia lebih yakin lagi bahwa agen tak berarti apa-apa tanpa kekuasaan. Artinya, aktor berhenti menjadi agen bila ia kehilangan kemampuan untuk menciptakan pertentangan. Giddens tentu saja mengakui adanta paksaan atau pembatas terhadap aktor, tetapi ini tak berarti bahwa aktor tidak mempunyai pilihan dan tidak mempunyai peluang untuk

membuat pertentangan. Menurutnya,

kekuasaan secara logis mendahului subyektivitas karena tindakan melibatkan

kekuasaan atau kemampuan untuk

mengubah situasi. Jadi, teori strukturasi Giddens memberikan kekuasaan kepada aktor dan tindakan, dan teori ini berentangan dengan teori-teori yang tak menerima orientasi seperti itu, dan malahan mengakui besarnya peran dari tujuan aktor (teori fenomenologi) atau teori yang mengakui besarnya peran struktur eksternal

Unacknowledged

Conditions of action

Unintended

consequences of

action

Reflexive monitoring of

action

Rasionalisation of action

Motivation of action

(13)

Jurnal Ilmu Komunikasi Vol. 5 No. 1 2017

64

dalam menentukan tindakan aktor (teori fungsionalisme structural).50

Struktur

Struktur adalah rule of resources yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari (lebih mikro). Fungsi struktur menurut teori fungsional Emile Durkheim constraint: mengatur (individu mereproduksi), menurut Giddens enabling: memfasilitasi, membuka peluang individu untuk melakukan sesuatu (individu memproduksi), sebuah resources (sanksi, dominasi, dan legitimasi). Struktur menurut Giddens sama dengan langue, ruang dan waktunya tergantung dari perilaku individu sendiri (jadi bukan sekedar tempat dan waktu tertentu atau parole: terikat ruang dan waktu). Dalam konteks ini yang disebut praktek sosial merupakan pengulangan tindakan yang dipengaruhi ruang dan waktu dan tergantung perilaku individunya.

Struktur didefinisikan sebagai “properti-properti yang berstruktur [aturan

dan sumber daya]…property yang

memungkinkan praktik sosial serupa yang dapat dijelaskan untuk eksis di sepanjang ruang dan waktu dan yang membuatnya menjadi bentuk sistemik”… Struktur hanya akan terwujud karena adanya aturan dan sumber daya. Struktur sendiri tidak ada dalam ruangan dan waktu. Fenomena sosial

mempunyai kapasitas untuk menjadi

struktur. Giddens berpendapat bahwa “struktur hanya ada di dalam dan melalui aktivitas agen manusia”…Jadi Giddens mengemukakan definisi struktur yang tak lazim, yang tak mengikuti pola Durkheimian dalam memandang struktur sebagai suatu yang berada di luar dan memaksa aktor. Giddens berupaya menghindari kesan bahwa struktur berada “di luar” atau “eksternal” terhadap tindakan aktor. Menurut saya, struktur adalah apa yang membentuk dan

50 Ritzer, G, dan Goodman, D., 2005, Teor…Op. Ci

t. Halaman 510.

menentukan terhadap kehidupan sosial, tetapi bukan struktur itu sendiri yang membentuk dan menentukan kehidupan sosial itu”…Seperti yang dinyatakan Held dan Thomson, menurut Giddens struktur sosial bukanlah sebuah kerangka “seperti balok menopang sebuah bangunan atau kerangka sebuah tubuh”…51

Giddens tak menyangkal fakta bahwa struktur dapat memaksa atau mengendalikan tindakan, tetapi ia merasa bahwa para sosiolog telah melebih-lebihkan peran memaksa struktur ini. Para sosiolog pun telah gagal memperhatikan fakta bahwa “struktur selalu membatasi maupun memungkinkan tindakan”. Struktur sering memberikan kemungkinan bagi agen untuk melakukan sesuatu yang sebaliknya tak akan mampu mereka kerjakan. 52

Kemudian dari berbagai prinsip struktural tersebut, Giddens terutama melihat tiga gugus besar struktur yaitu signifikasi, dominasi, dan legitimasi. Secara ringkas tiga gugus besar tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.53. Pertama,

struktur signifikansi menyangkut skemata simbolik, penyebutan dan wacana. Kedua, struktur dominasi (domination), yang menyangkut skema penguasaan atas orang (politik) dan barang/hal (ekonomi). Ketiga, struktur legitimasi (legitimation), menyangkut skema peraturan normative yang terungkap dalam tata hukum.

51 Ibid. Halaman 510. 52 Ibid. Halaman 510-511.

53 Herry Priono, (2002), Anthony Giddens…Op. Cit. halaman 25.

(14)

Jurnal Ilmu Komunikasi Vol. 5 No. 1 2017

65

Tabel: Tiga Prinsip Struktur

S-D-L Tata simbolik/cara wacana Lembaga bahasa/wacana

D (autorisasi)-S-L Tata politik Lembaga politik

D (alokasi)-S-L Tata ekonomi Lembaga ekonomi

L-S-D Tata hukum Lembaga hukum

Sumber: B. Herry Priyono, “Sebuah Trobosan Teoritis”, Basis,Nomor 01-02, Tahun ke-49, Januari 2000, halaman 20.

Ramlan Surbakti menyatakan secara operasional struktur yang melahirkan aturan dan sumberdaya dapatlah dijabarkan ke dalam tiga bentuk kendala.54 Pertama,

semua tipe peraturan yang digunakan sebagai alat menginterpretasi apa yang dikatakan dan dilakukan aktor, dan benda-benda yang dihasilkanya. Peraturan yang bersifat semantic ini berfungsi sebagai komunikasi makna yang signifikan. Sebagai ilustrasi dapat digambarkan bahwa pada masa pemerintahan Orde Baru siapa yang tidak memilih Golkar berarti menentang pemerintah atau pembangunan. Siapa yang memilih Partai Demokrasi Indonesia atau Partai Persatuan Pembangunan berarti

54 Surbakti, Ramlan, 1992, “Pemilih pada

Pemilu 1992: Antara Kendala dan Peluang”. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional IX Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) yang diselenggarakan oleh kerjasama AIPI dengan FISIP Unair Surabaya.

memilih partai terlarang. Bentuk kendala yang pertama ini merupakan unsur-unsur struktural, seperti tata simbol, dan dimensi-dimensi politik, ekonomi, dan hukum. Hal ini merupakan kendala obyektif bagi individu aktor.55

Kedua, semua tipe peraturan yang

digunakan aktor sebagai norma untuk mengevaluasi tingkahlaku. Peraturan yang bersifat moral ini berfungsi sebagai evaluasi dan penilaian tingkahlaku. Kendala ini dapat disebut sebagai sanksi-sanksi negatif terhadap tindakan yang tidak sesuai dengan struktur. 56

Ketiga, semua fasilitas dan sumberdaya material dan non-material yang mungkin digunakan oleh aktor dalam suatu interaksi, mulai dari penguasaan keterampilan berbicara sampai pada penerapan sarana-sarana kekerasan.

Sumberdaya ini akan memberikan

55 Ibid. 56 Ibid.

(15)

Jurnal Ilmu Komunikasi Vol. 5 No. 1 2017

66

kemampuan melakukan transformasi

(kekuasaan). Namun tidak setiap orang memiliki akses yang sama terhadap kekuasaan tersebut. Perbedaan akses terhadap kekuasaan inilah yang membatasi

kemampuan aktor memobilisasi

sumberdaya untuk menghasilkan sesuatu yang berarti.57

Kemudian bagaimana kaitan tiga prinsip struktural itu dengan praktik sosial? Sebuah studi yang dilakukan oleh Rizki

Setiawan menjelaskan teori Giddens ini

ketika penelitian tentang prostitusi. Tiga gugus besar ini ternyata sangat menyudutkan prostitusi. Dalam skema tersebut, dualitas antara struktur dan pelaku berlangsung sebagai berikut.

Pertama, bila dilihat dari struktur signifikasi,

pekerja seks adalah sebutan bagi orang yang menjual dirinya untuk mendapatkan sejumlah materi, selain itu seperi telah dijelaskan di atas, pekerja seks juga dimaknai oleh masyarakat sebagai orang yang sudah tidak memiliki harga diri lagi, tak bernilai lagi, dan segala macam pemaknaan lainnya yang diberikan oleh masyarakat.

Kedua, struktur penguasaan atau dominasi,

pekerja seks mengalami dominasi baik dari sisi dominasi otorisasi atas orang yang terwujud dalam tata politik maupun

dominasi atas alokasi barang yang terwujud dalam tata ekonomi.58

Ketiga, struktur pembenaran atau legitimasi. Pada struktur ini pekerja seks semakin terpinggirkan, legitimasi baik secara formal (aturan negara melalui undang-undang) maupun secara informal (aturan masyarakat yang normatif sesuai adat yang berlaku). Negara memandang prostitusi sebagai sebuah tindakan kriminal sehingga terdapat legitimasi kepada aparatnya untuk menangkap para pekerja seks dan dimasukkan kedalam pusat

57 Ibid.

58 Rizki Setiawan, 2008, “Prostitusi

Dipandang Dari Teori Strukturasi Anthony Giddens”, http://dks-news.blogspot.com/2008/04/prostitu si-dipandang-dari-teori.html

rehabilitasi, begitu pula pada masyarakat yang melegitimasi semua pihak untuk mengusir atau pun menghukum pekerja seks yang bertempat tinggal di daerahnya. Dari penjelasan di atas didapatkan bahwa kondisi pekerja seks sudah sangat parah,

samapai-sampai dominasi yang

menimpanya membuatnya tak memiliki tubuh lagi, tubuhnya tidak diakui sebagai tubuh manusia melainkan hanyalah sebagai alat pemuas nafsu belaka.59

Demikian pula arah sebaliknya, yaitu struktur sebagai sedimentasi keterulangan praktik sosial. Pembakuan pekerja seks sebagai struktur signifikasi hanya terbentuk melalui perulangan berbagai praktik wacana mengenai pentingnya kesucian diri dengan setia kepada satu pasangan. Prostitusi mengalami struktur dominasi juga dikarenakan langgengnya budaya patriarki di masyarakat serta arah ekonomi menuju liberal (neo liberal). Begitu pula struktur legitimasi kriminalisasi prostitusi yang dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat. Dari situ dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam teori strukturasi (dualitas antara struktur dan tinsakan) yang digagas Giddens ini selalu memerlukan sarana-antara. Dalam pembahasan di atas,

prostitusi mengandaikan bingkai

interpretasi kesetiaan terhadap satu pasangan. Dimana di dalamnya tidak diperbolehkan adanya perempuan yang berhubungan dengan laki-laki di luar nikah. Dalam dualitas antara struktur dominasi misalnya, uang/ materi merupakan fasilitas

user untuk dapat membuat pekerja seks

memuaskan dirinya. Kemudian yang terakhir tentang dualitas legitimasi dan sangsi, norma pemerintah memungkinkan untuk penangkapan pekerja seks.

2.6. Dualitas Struktur dan Agen

Dalam pandangan Giddens, terdapat sifat dualitas pada struktur. Yakni, struktur sebagai medium, dan sekaligus sebagai hasil (outcome) dari tindakan-tindakan agen yang

diorganisasikan secara berulang

(recursively). Maka properti-properti

(16)

Jurnal Ilmu Komunikasi Vol. 5 No. 1 2017

67

struktural dari suatu sistem sosial sebenarnya tidak berada di luar tindakan, namun sangat terkait dalam produksi dan reproduksi tindakan-tindakan tersebut. Struktur dan agency (dengan tindakan-tindakannya) tidak bisa dipahami secara terpisah. Pada tingkatan dasar, misalnya, orang menciptakan masyarakat, namun pada saat yang sama orang juga dikungkung dan dibatasi (constrained) oleh masyarakat. Struktur diciptakan, dipertahankan, dan diubah melalui tindakan-tindakan agen. Sedangkan tindakan-tindakan itu sendiri diberi bentuk yang bermakna (meaningful form) hanya melalui kerangka struktur. Jalur kausalitas ini berlangsung ke dua arah timbal-balik, sehingga tidak memungkinkan bagi kita untuk menentukan apa yang mengubah apa. Struktur dengan demikian memiliki sifat membatasi (constraining) sekaligus membuka kemungkinan (enabling) bagi tindakan agen.

“Konstitusi agen dan struktur bukan merupakan dua kumpulan fenomena biasa yang berdiri sendiri (dualisme), tetapi mencerminkan dualitas..ciri-ciri structural sistem sosial adalah sekaligus medium dan hasil praktik sosial yang diorganisir

berulang-ulang”, atau momen

memproduksi tindakan juga merupakan salah satu reproduksi dalam konteks pembuatan kehidupan sosial sehari-hari…Strukturasi meliputi hubungan

dialektika antara agen dan

struktur…struktur dan keagenan adalah dualitas; struktur takkan ada tanpa keagenan dan demikian sebaliknya. Pengertian dualitas struktur (duality of structure). Pertama, agen bukan sosok yang terpisah dari struktur, dan struktur bukan sesuatu yang sama sekali terpisah dari agen. Kedua, stuktur juga tidak dapat dipisahkan dengan praktik-praktik sosial yang dilakukan oleh para agen, dan praktik-praktik sosial yang dilakukan para agen juga akan mengikuti struktur.

Posisi dualitas struktur: pertama, dalam proses pembentukan struktur sebagai hasil keterulangan praktik-praktik sosial yang dilakukan oleh para agen. Kedua, dalam tindakan-tindakan para agen yang terbatas oleh ruang dan waktu

tertentu yang hanya dipahami dalam skemata lintas ruang dan waktu (struktur). …waktu dan ruang merupakan variable penting dalam teori strukturasi Giddens. Waktu dan ruang tergantung pada apakah orang lain hadir untuk sementara waktu atau dalam hubungan yang renggang. Kondisi primordial adalah interaksi tatap muka, di mana orang lain hadir pada waktu yang sama dan tempat yang sama, tetapi system social berkembang atau meluas menurut waktu dan ruang sehingga orang lain tidak perlu hadir pada waktu yang sama dan di ruang yang sama. System social yang berjarak dilihat dari sudut waktu dan ruang seperti itu dalam kehidupan modern makin meningkat peluangnya dengan munculnya penggunaan peralatan komunikasi dan transportasi baru…Giddens lebih banyak mencurahkan perhatiannya pada waktu ketimbang ruang. Dengan menegaskan pentingnya ruang…”setiap analisis sosiologi yang mempertanyakan mengapa dan bagaimana sesuatu hal terjadi, perlu memperhatikan di mana dan kapan sesuatu itu terjadi…Masalah sentral sosiologi tentang ketertiban social terintegrasi melintasi waktu dan ruang. Salah satu prestasi Giddens dalam teori social ini yang paling luas mendapat pengakuan adalah upayanya untuk mengedepankan masalah waktu dan ruang. Ramlan Surbakti menyatakan bahwa perangkat konsep teori strukturasi adalah dualitas subyek/obyek. Dualitas ini pada dasarnya berkaitan dengan orientasi individu aktor terhadap struktur. Orientasi individu aktor terhadap struktur dapat dibedakan menjadi tiga. Pertama, orientasi rutin praktis, yaitu para aktor yang secara psikologis hanya mencari rasa aman dan berusaha menghindari akibat-akibat tindakan yang tidak disadari atau belum terbayangkan. Mereka ini hanya berperan sebagai penanggung beban struktur dan medium reproduksi struktur belaka. Bagi individu aktor sama sekali tidak ada upaya mempersoalkan, apalagi mengubah struktur tersebut. Orientasi seperti ini menempatkan dirinya sebagai obyek dari struktur sehingga praktis tidak ada dualisme antara subyek dan obyek.

(17)

Jurnal Ilmu Komunikasi Vol. 5 No. 1 2017

68

Kedua, orientasi yang bersifat teoritis. Para individu aktor memiliki kemampuan memelihara jarak antara dirinya dengan struktur masyarakat sehingga ia memiliki pemahaman yang jelas tentang struktur itu dan merespon apa yang dilahirkan dan ditimpahkan struktur kepadanya. Kelompok masyarakat yang dapat dikelompokkan ke dalam katagori ini

adalah kelas menengah, kalangan

terpelajar, dan orang-orang yang telah menarik dilahirkan dan ditimpahkan struktur kepadanya. Kelompok masyarakat yang dapat dikelompokkan ke dalam katagori ini adalah kelas menengah, kalangan terpelajar, dan orang-orang yang telah menarik pelajaran dari pengalaman masa lalu mengenai struktur.

Ketiga, orientasi yang bersifat strategic-pemantauan. Para aktor tidak hanya mampu memelihara jarak antara dirinya dengan struktur, tetapi juga berkepentingan atas apa yang dilahirkan struktur (karena itu terus-menerus memantau struktur) sehingga dengan sigap dapat menanggapi struktur tersebut. Kelompok-kelompok kepentingan seperti buruh, petani, dan semacamnya termasuk ke dalam katagori ini.

Ketiga, orientasi yang bersifat strategic-pemantauan. Para aktor tidak hanya mampu memelihara jarak antara dirinya dengan struktur, tetapi juga berkepentingan atas apa yang dilahirkan struktur (karena itu

terus-menerus memantau struktur)

sehingga dengan sigap dapat menanggapi struktur tersebut. Kelompok-kelompok kepentingan seperti buruh, petani, dan semacamnya termasuk ke dalam katagori ini.

Pengakuan Ritzer menarik untuk disimak bahwa berbeda dengan pakar lainnya, Giddens melampaui rencana mengintegrasi agen dan struktur. Ia cenderung menganalisis secara rinci berbagai unsurnya dan, yang lebih penting lagi, ia memusatkan perhatiannya pada sifat hubungan timbal balik unsur-unsur agen dan struktur itu. Yang paling menyenangkan dari pendekatan Giddens ini adalah fakta bahwa strukturasi ini didefinisikan dalam hubungan integrative. Agen dan struktur tidak berada dalam keadaan bebas satu sama lain; sistem sosial dilihat baik sebagai media maupun sebagai hasil tindakan aktor dan sistem sosial yang secara berulang-ulang mengorganisir kebiasaan aktor.

pendekatan Giddens ini adalah fakta bahwa strukturasi ini didefinisikan dalam hubungan integrative. Agen dan struktur tidak berada dalam keadaan bebas satu sama lain; sistem sosial dilihat baik sebagai media maupun sebagai hasil tindakan aktor dan sistem sosial yang secara berulang-ulang mengorganisir kebiasaan aktor.

(18)

Jurnal Ilmu Komunikasi Vol. 5 No. 1 2017

69

http://www.emeraldinsight.com/fig/0590140105001.png 05/01/2009

13:50:30

METODE PENELITIAN

Metode Penelitian adalah istilah yang selalu ada dalam sebuah karya ilmiah yang mentukan bagaimana prosedur yang digunakan, teknik-teknik dalam

penelitian yang digunakan serta desain penelitian yang digunakan. Beberapa hal yang dirumuskan dalam metode penelitian sebelum dilakukan

penelitian itu sendiri, dimana sekurang-kurangnya terdapat 3(tiga) pertanyaan pokok dalam penelitian yang harus dijawab terlebih dahulu yaitu :

1. Urutan kerja, rumusan kerja atau prosedur yang sesuai dalam melakukan penelitian tersebut agar

hasilnya dapat mendekati

kebenaran dan dapat

dipertanggung jawabkan

kebenarannya.

2. Alat-alat apa yang perlu digunakan

dalam proses melakukan

penelitian, seperti instrumen yang

berfungsi sebagai pengumpul data yang dibutuhkan dalam penelitian serta teknik apa yang digunakan dalam penelitian

3. Bagaimana proses pelaksanaan penelitian tersebut.

Metode penelitian dalam penulisan artikel ilmiah ini adalah menggunakan metode kualitatif deskriptif melaui studi

kepustakaan dengan menganalisa

perspektif Teori Stukturasi yang

berkembang di masyarakat lalu

mengkajinya dengan pijakan teori dan analisa teori tentang stukturasi khususnya pada realitas sosial pandangan Antoni Giddens agar dapat mengambil seuatu kesimpulan untuk hasil penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Memuat gagasan peneliti yang terkait dengan apa yang telah dilakukan dan apa yang diamati serta dipaparkan dan dianalisis terlebih dahulu. Uraian mengenai

(19)

Jurnal Ilmu Komunikasi Vol. 5 No. 1 2017

70

gagasan ini dikaitkan dengan hasil-hasil penelitian lain yang relevan. Untuk hal ini dilengkapi dengan implikasi dari temuan penelitian.

4.1. Negara dan Kekuasaan

Menurut Karl Marx masyarakat terintegrasi karena kekuasaan yang memaksa (coercive). Sementara Anthony Gramsci merevisi pandangan Marx tersebut dengan mengatakan bahwa kekuasaan memiliki dua unsure (coercive dan

hegemonic). Individu patuh pada rezim

bukan karena paksaan tetapi sekarela akibat kepemimpinan moral dan intelektual. Konsep kekuasaan Gramsci yang hegemonic tersebut lebih dekat dengan konsep

kekuasaan Michel Foucault yakni

“surveillance panopticon”. Yakni,

pengawasan tidak terus menerus tetapi pengaruhnya dirasakan seperti itu. Anthony Giddens mengadopsi konsep kekuasaan dari Foucault surveillance panopticon.

Teori strukturasi menegaskan, produksi dan reproduksi sistem sosial bergantung pada optimalisasi penggunaan struktur aktor dalam interaksi. Proses produksi ataupun reproduksi sistem sosial ini bisa dilakukan dengan cara cursive (kekerasan aktual) atau persuasif (kekerasan simbolik). Pada teori strukturasi gender, hal itu ditafsirkan, produksi dan reproduksi sistem sosial dominatif-represif ditentukan oleh optimalisasi penggunaan struktur gender aktor wanita dan aktor pria dalam interaksi sosial yang berlangsung.

Menurut teori strukturasi, strutur dominasi dipertahankan oleh kelmpok dominan melalui struktur signifikasi dan

struktur legitimasi yang mampu

menyembunyikan wajah dominasi untuk dikenali oleh korbannya (misrecognition). Mekanisme ideologis semacam itu bekerja melalui proses naturalisasi praktek sosial yang berlangsung.

Melalui proses naturalisasi ini, praktek sosial dominatif-represif dengan menggunakan kekerasan bisa dipandang

sebagai bagian dari praktek sosial normal dan wajar. Upaya penyingkapan selubung naturalisasi akan mempunyai potensi besar bagi terjadinya produksi sistem sosial egaliter. Hal itu bisa terjadi apabila terdapat kepentingan emansipatoristik dalam proses strukturasi. Dalam teori strukturasi gender, struktur dominasi gender terjadi melalui penundukan agen wanita oleh agen pria dan agen pemilik modal (biasanya juga agen pria) dengan menggunakan struktur signifikasi dan struktur legitimasi.

Struktur dominasi gender terjadi dalam interaksi kekuasaan dengan menggunakan komunikasi, sanksi, dan kekerasan berdasarkan modalitas fasilitas (alokatif dan otoritatif), skema interpretasi, norma, dan seksualitas. Dalam teori strukturasi gender, proses ideologis untuk menyembunyikan wajah dominasi gender agen pria terjadi melalui proses naturalisasi kekerasan terhadap agen wanita sebagai bagian dari praktek sosial yang wajar dan normal.

Proses naturalisasi untuk

"menormalkan" struktur dominatif-represif itu dilakukan melalui politisasi relasi gender dan purifikasi kognisi gender. Politisasi relasi gender mewujud dalam bentuk pembagian kerja (division of labour) secara seksual dan justifikasi terhadap relasi heteroseksual. Purifikasi kognisi gender dilakukan dengan peneguhan stereotipe peran gender melalui media massa, eksklusi dan marjinalisasi wanita dari narasi publik, serta dikotomisasi domain publik-privat melalui romantisme bagi agen wanita untuk menemukan cinta sejati dan heroisme bagi agen pria untuk menggunakan kekerasan.

Penggunan kekerasan oleh agen pria untuk mendapatkan kepatuhan agen wanita tersebut mendapat justifikasi dari ideologi gender dominan: patriarkisme, kapitalisme, dan misoginisme. Dalam proses penormalan itu, ideologi patriarkisme

(20)

Jurnal Ilmu Komunikasi Vol. 5 No. 1 2017

71

membenarkan penggunaan kekerasan fisik dan seksual oleh agen pria atas agen wanita di rumah maupun di tempat kerja.

Ideologi kapitalisme membenarkan penggunaan kekerasan alienatif dalam wujud pembagian kerja secara seksual dengan implikasi pada kekerasan psikologis dalam bentuk diskriminasi dan prasangka negatif terhadap peran sosial wanita di masyarakat sebagai kelompok inferior.

Ideologi misoginisme membenarkan

terjadinya proses dehumanisasi wanita melalui perendahan derajat (objek kekerasan simbolik, fisik, seksual, kriminal) dan pengangkatan derajat (idealisasi peran sosial wanita sebagai istri dan ibu rumah tangga yang sempurna).

Dalam kasus penayangan film animasi anak-anak asing, praktek institusional industri televisi nasional yang menjadi situs pengamatan dalam penelitian ini ternyata belum mampu memberdayakan (constraining) struktur gender agen wanita pengelola program untuk memproduksi nilai-nilai egalitarian dalam relasi gender tokoh-tokoh yang ada tanpa harus menunjukkan perilaku diskriminatif dan represif terhadap keberadaan tokoh wanitanya. Sistem kapitalisme global dalam proses pemerolehan program anak-anak menjadi faktor penentu minimalisasi struktur gender agen wanita itu.60

Situasi semacam itu tidak ditemukan oleh agen wanita ini ketika menayangkan program sinetron produksi lokal. Melalui tayangan sinetron itu, struktur gender agen wanita ini mampu memberdayakan agensinya (enabling) untuk mengurangi eksploitasi seksualitas dan kekerasan. Sebuah situasi yang sedang diupayakan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).61 Sementara itu negara

60 Sunarto, 2007, “Tuntunan Kekerasan

dalam Tontonan Anak”,

http://www.gatra.com/2007-09-02/artikel.php?id=107371

61 Ibid.

dengan intensif mengadakan “surveillance” (pengawasan) atas warganya dengan memakai segala macam formulir dan kartu. Di Indonesia hal ini paling jelas tampak dalam bentuk Kartu Tanda Penduduk (KTP).62

Double Hermeneutic

Elemen penting lain dari teori Giddens adalah tak hanya memberikan

alternative teori juga alternative metode.

Giddens memperkenalkan metode

pemahaman ganda (hermeneutika ganda). Metode ini untuk mengungkap realitas yang menyangkut inetraksi antara struktur dan agen dalam dimensi waktu dan ruang. Yang dimaksud dengan pemahaman ganda di sini adalah pemahaman ilmuwan terhadap suatu realitas (the second order understanding) dan realitas yang dipahami

oleh awam (the first order understanding). Baik aktor sosial maupun sosiolog menggunakan bahasa. Aktor sosial menggunakan bahasa untuk menerangkan apa yang mereka kerjakan dan sosiolog menggunakan bahasa untuk menerangkan tindakan aktor. Jadi, kita perlu memikirkan hubungan antara bahasa awam dan bahasa ilmiah. Terutama kita perlu menyadari fakta bahwa pemahaman ilmuan sosial tentang kehidupan sosial dapat mempengaruhi pemahaman aktor yang dipelajari. Dengan demikian penelitian sosial dapat mengubah suasana kehidupan yang sedang mereka studi dan dapat menimbulkan distorsi temuan dan kesimpulan riset.63

Prinsip hermeneutik ganda ini sebagai berikut: the first order understanding: pemahaman terhadap interpretasi subyek yang diteliti (sehingga pemahamannya bisa berbeda). The second

order understanding: pemahaman peneliti

terhadap pemahaman subyek (melahirkan

62 I Wibowo, 2007, “Anthony…Op. Cit. 63 Ritzer, G, dan Goodman, D., 2005,

(21)

Jurnal Ilmu Komunikasi Vol. 5 No. 1 2017

72

pemahaman intersubyektif atau objectified

subjective). The thirst order understanding:

merefleksi ulang terhadap interpretasi ilmuwan terhadap interpretasi orang lain.

Berbeda dengan aliran positivistic yang menganggap kalangan awam hanya sebagai obyek pengetahuan. Gidden menganggap bahwa orang awam baik sebagai obyek maupun sebagai subyek pengetahun. Kalangan awam adalak aktor atau agen yang memiliki kemampuan memahami realitas sekelilingnya dan mampu menggunakan pemahaman itu untuk bertindak.

Double hermeneutic is the theory, expounded by sociologist Anthony Giddens, that everyday "lay" concepts and those from the social sciences have a two-way relationship. A common example is the idea of social class, a social-scientific category that has entered into wide use in society. The term was originally coined by August Comte, the founder of sociology.

Anthony Giddens (1982) argues that there is an important difference between the natural and social sciences. In the natural sciences, scientists try to understand and theorise about the way the natural world is structured. The understanding is one-way; that is, while we need to understand the actions of minerals or chemicals, chemicals and minerals don’t seek to develop an understanding of us. He refers to this as the ‘single hermeneutic’. (Hermeneutic means interpretation or understanding.) In contrast, the social sciences are engaged in the ‘double hermeneutic’. This is because different social sciences study people and society, although the way they do so is different. Some social sciences such as sociology don’t just study what people do, they also study how people understand their world, and how that understanding shapes their practice. Because people can think, make choices, and use new information to revise their understandings (and hence their practice), they can use the knowledge and insights of social science to change their practice.

In outlining his notion of the ‘double hermeneutic’, Giddens (1987: 20) explains that while philosophers and social scientists have often considered the way “in which lay concepts obstinately intrude into the technical discourse of social science” that “Few have considered the matter the other way around.” He explains that “the concepts of the social sciences are not produced about an independently constituted subject-matter, which continues regardless of what these concepts are. The ‘findings’ of the social sciences very often enter constitutively into the world they describe” (Giddens 1987: 20)64.

Hermeneutik ganda ini juga berangkat dari asumsi mengenai realitas yang kompleks daripada apa yang berhasil diketahui oleh manusia, dan apa yang diketahui oleh manusia jauh lebih lengkap daripada yang dapat diungkapkan oleh manusia. Kenyataan geografik, misalnya selalui lebih kompleks daripada yang terlihat dalam peta. Oleh karena itu, realitas sosial harus diungkap melalui observasi awam, dan dialog yang intensif antara kedua pihak subyek pengetahuan tersebut.

Kesimpulan suatu pemahaman akan

memiliki kredibilitas apabila melalui dialog

kedua pemahaman itu berhasil

direkomendasikan.

Kritik Archer Terhadap Giddens

Secara umum terdapat dua kritik utama Archer65 terhadap Giddens. Pertama,

64

http://en.wikipedia.org/wiki/Double_herme neutic 10/01/2009

65Margaret Archer is Professor of Sociology

at the University of Warwick, UK, since 1973. She studied at the University of London, graduating B.Sc. in 1964 and Ph.D. in 1967 with a thesis on The Educational Aspirations

of English Working Class Parents. She

was a lecturer at the University of Reading from 1966 to 1973. She is one of the most influential theorists

Gambar

Tabel 2: Kritik Giddens terhadap Materialisme Historis

Referensi

Dokumen terkait

Rangka atap adalah suatu bagian dari struktur gedung yang berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan penutup atap sehingga dalam perencanaan, pembebanan tergantung dari jenis

Situasi dipandang sebagai keseluruhan faktor yang dapat mempengaruhi perasaan individu pada ruang dan waktu tertentu. Pada suatu situasi, tempat suatu stimulus yang

Teori atribusi diajukan untuk mengembangkan penjelasan bahwa perbedaan penilaian kita terhadap individu tergantung pada arti atribusi yang kita berikan pada

Jadi, dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi- reaksi bahavioural (memahami perilaku individu) dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan

Ruang ekstraseluler di dalam jaringan lemak pada individu dengan obesitas mengalami pembesaran, jadi faktor referensi hidrasi yang digunakan pada persamaan untuk

Rangka atap adalah suatu bagian dari struktur gedung yang berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan penutup atap sehingga dalam perencanaan, pembebanan tergantung

Rangka Atap adalah suatu bagian dari struktur gedung yang berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan penutup atap, sehingga dalam perencanaan pembebanan tergantung

TUJUAN UTAMA STRUKTUR ORGANISASI UNTUK MEMPENGARUHI PERILAKU INDIVIDU DAN KELOMPOK SEHINGGA DAPAT MENCAPAI PRESTASI YANG EFEKTIF.. KEPUTUSAN MANAJERIAL MENENTUKAN STRUKTUR