• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI INOVASI PROGRAM LORONG SEHAT (LONGSET) PADA DINAS KESEHATAN KOTA MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI INOVASI PROGRAM LORONG SEHAT (LONGSET) PADA DINAS KESEHATAN KOTA MAKASSAR"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

INOVASI PROGRAM LORONG SEHAT (LONGSET) PADA DINAS KESEHATAN KOTA MAKASSAR

Oleh:

SYAFITRI SYAFRUDDIN

Nomor Induk Mahasiswa: 10561 11327 16

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

(2)

ii SKRIPSI

INOVASI PROGRAM LORONG SEHAT (LONGSET) PADA DINAS KESEHATAN KOTA MAKASSAR

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Studi dan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Disusun dan Diajukan Oleh:

SYAFITRI SYAFRUDDIN Nomor Induk Mahasiswa: 10561 11327 16

Kepada

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

(3)

iii

(4)

iv

(5)

v

HALAMAN PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Syafitri Syafruddin Nomor Induk Mahasiswa : 10561 11327 16

Program Studi : Ilmu Administrasi Negara

Menyatakan bahwa benar skripsi ini adalah karya saya sendiri dan bukan hasil plagiat dari sumber lain. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar akademik dan pemberian sanksi lainnya sesuai dengan aturan yang berlaku di Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, 06 Agustus 2020

Yang Menyatakan,

(6)

vi

ABSTRAK

Syafitri Syafruddin, Ansyari Mone dan Adnan Ma’ruf. Inovasi Program Lorong Sehat (Longset) pada Dinas Kesehatan Kota Makassar.

Sebuah inovasi merupakan suatu gagasan, tindakan, metode, produk, dan barang atau jasa yang dipandang baru oleh kelompok maupun individu yang mengadopsinya, kajian penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan menjelaskan Inovasi Program Lorong Sehat (Longset) pada Dinas Kesehatan Kota Makassar.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dimana jenis data terdiri dari data primer yang diperoleh melalui, wawancara dan observasi langsung di lapangan, sedangkan data sekunder bersumber dari data Lorong Sehat pada Dinas Kesehatan Kota Makassar dengan menggunakan lima karakteristik inovasi menurut Rogers, E.M. (2003) Yaitu keunggulan relatif, kesesuaian, kerumitan, kemungkinan dicoba dan kemudahan diamati.

Keunggulan Relatif (Relative Advantage) yang dimiliki inovasi Lorong Sehat terletak pada sistem pelayanan yaitu peradaan Kartu Rumah Sehat pada setiap rumah guna mengontrol dan mendata kesehatan masyarakat. Jadi selain lorong atau lingkungan masyarakat dapat terbenahi, program inovasi ini juga memberikan pelayanan kesehatan berupa pendataan kesehatan masyarakat. Kemudian inovasi lorong sehat dinilai sangat sesuai (Compatibility) dengan kebutuhan masyarakat dan kemungkinan dicoba (Triability) terbukti memiliki keunggulan sehingga meningkatnya kesadaran masyarakat mengenai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat sehingga pada Observability (Kemudahan Diamati) dapat menghasilkan dari segi manfaat. Tingkat kerumitan (Complexity) terletak masih ada masyarakat yang bersikap apatis terhadap pelaksanaan program inovasi ini tetapi dapat tertutupi sehingga dalam melaksanakan program inovasi ini tidak menjadi masalah besar.

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Penulis panjatkan rasa syukur yang tidak terhingga kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Inovasi program Lorong Sehat (Longset) pada Dinas Kesehatan Kota Makassar”.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Drs. Ansyari Mone M.Pd, selaku Pembimbing I sekaligus Penasehat Akademik dan Bapak Adnan Ma’ruf S.Sos, M.Si selaku Pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

2. Ibu Dr. Ihyani Malik, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Bapak Nasrul Haq, S.Sos, MPA selaku Ketua Prodi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar. 4. Kedua orang tua Syafruddin, S.E dan Seltha Zainuddin, S.E, serta mami

Irmawaty Zainuddin, S.E, bunda Selvi Zainuddin S.Si, tante Hasniar dan Iwan Sumarsan dan segenap keluarga besar yang senantiasa memberikan semangat dan bantuan, baik moril maupun materil.

5. Saudara-saudara saya Syafirah Mutmainnah, Muh. Irvan, Syabrina Aulia Pratiwi, Nabilah Zulaeka Putri, Divhana Kawaii Anansha, Alfurqan Putra serta ananda Mikhayla Azzahra Ananda terimakasih atas dukungan yang sangat luar biasa. 6. Serta rekan dan sahabat yang selalu menemani dan mendukung saudara Ananda

Ibrahim, Andi Nur Islamiyah S.Sos dan Muh. Arya Natsir serta saudara Hendrikzal Malureng.

(8)

viii

7. Teman-teman kelas ADN H 2016 selama perkuliahan kurang lebih selama 4 tahun di Universitas Muhammadiyah Makassar khususnya Jihan, Dian, Alfia, Risma, Uni, Kiki, Yuli, Robi dan yang tidak dapat saya sebutkan terimakasih atas segalanya.

8. Untuk semua informan pada skripsi ini bapak Namchar dan Andi Takdir dari Dinas Kesehatan Kota Makassar, kakanda Wahyudin Rezkyawan dan Andi Rara yang telah menjadi narahubung penulis ke masyarakat setempat, terima kasih atas bantuannya.

9. Teman-teman kelas 12 IPA 3 MAN 2 Model Makassar khususnya sixters, Rara, Caca, Mutia, wiwi, fitrah dll.

10. Rekan-rekan KKP pada posko Tekolabbua Kab Pangkep saudara Anjas, Dan, Fadhil, Niar, Tati, dan Nurul yang memberi pengalaman yang sangat berharga pada penulis.

11. Seluruh Teman-Teman SD Negeri Minasaupa angkatan 2010 dan seluruh teman-teman kelas 9.6 MTsN Model Makassar tahun 2013.

Demi kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan.

Makassar, 06 Agustus 2020

(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN AKHIR ... iii

HALAMAN PENERIMAAN TIM ... iv

HALAMAN PERNYATAAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Kegunaan Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A. Penelitian Terdahulu ... 6

B. Konsep dan teori Inovasi ... 8

1. Pengertian Inovasi ... 8

2. Jenis-jenis inovasi ... 11

3. Level Inovasi ... 14

4. Karakteristik Inovasi ... 15

5. Keberhasilan Inovasi ... 17

6. Faktor-faktor Penghambat Inovasi... 19

C. Konsep Program ... 23

D. Konsep Lorong Sehat (Longset) di Makassar ... 23

E. Kerangka Pikir ... 27

F. Fokus Penelitian ... 28

G. Deskripsi Fokus ... 28

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

A. Waktu dan lokasi ... 30

B. Jenis dan tipe penelitian ... 30

C. Sumber Data ... 31

D. Informan ... 31

(10)

x

F. Teknik Analisis Data ... 33

G. Teknik Pengabsahan Data ... 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 36

A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 36

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 36

a. Karakteristik Lokasi dan Wilayah ... 37

b. Kependudukan... 37

c. Kesehatan ... 39

d. Pembangunan Manusia ... 40

2. Gambaran Umum Lorong Sehat ... 41

B. Hasil Penelitian ... 44 1. Keunggulan Relatif ... 46 2. Kesesuaian ... 50 3. Kerumitan ... 52 4. Kemungkinan Dicoba ... 55 5. Kemudahan Diamati ... 57 C. Pembahasan Penelitian ... 59

1. Keunggulan Relatif (Relative Advantage) ... 60

2. Kesesuaian (Compatibility)... 61

3. Kerumitan (Complexity) ... 62

4. Kemungkinan dicoba (Triability) ... 64

5. Kemudahan Diamati (Observability) ... 65

BAB V PENUTUP ... 67

A. Kesimpulan ... 67

B. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

1. GAMBAR 2.1 BAGAN KERANGKA PIKIR ... 27

2. GAMBAR 4.1 PETA KOTA MAKASSAR ... 36

3. GAMBAR 4.2 KONSEP LORONG SEHAT ... 47

4. GAMBAR 4.3 PROSEDUR LORONG SEHAT ... 48

(12)

xii

DAFTAR TABEL

1. TABEL 3.1 INFORMAN PENELITIAN ... 32 2. TABEL 4.1 JUMLAH LORONG SEHAT DI KOTA MAKASSAR... 55

(13)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lorong sehat merupakan program pengembangan dari walikota Makassar yaitu Moh. Ramdhan Pomanto dari ide “Makassar ta’ Tidak Rantasa”. Program ini binaan Dinas Kesehatan Kota Makassar pada program ini telah banyak mempunyai potensi yang dikembangkan misalnya dalam hal penanganan kesehatan lingkungan dengan konsep 3R (reuse, reduce, recycle) peran partisipasi masyarakat serta perubahan wilayah dalam pola PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat).

Seseorang yang inovatif akan selalu berusaha melakukan hal yang baru atau mengembangkan sesuatu yang telah ada karena esensi dari inovasi adalah sebuah perubahan. Suatu hasil yang telah tersedia perlu diubah untuk memberikan nuansa baru. Melalui perubahan tersebut, pasar akan melihat bahwa terdapat dinamika dalam perusahaan khususnya untuk memuaskan pelanggan. Inovasi di bidang publik dianggap cara baru atau memperbaharui yang telah ada untuk menciptakan terobosan dalam pelayanan. Guna mencapai hasil yang baik dalam kuantitas maupun kualitas pelayanan, maka dibutuhkan inovasi untuk menciptakan hal yang baru atau mengembangkan yang telah ada.

(14)

Pengertian Inovasi dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2002 tentang sistem nasional penelitian, pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi pasal 1 ayat 9 yaitu inovasi merupakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan/atau perekayasaan yang bertujuan mengembangkan penerapan praktis nilai dan konteks teknologi dan ilmu pengetahuan yang telah ada ke dalam produk atau proses produksi.

Mengenai inovasi telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2017 pada pasal 2 yaitu Inovasi Daerah bertujuan untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Untuk mencapai tujuan tersebut sasaran Inovasi Daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan Pelayanan Publik, pemberdayaan dan peran serta masyarakat, dan peningkatan daya saing Daerah.

Inovasi adalah penopang utama untuk menjamin keberlangsungan dan keberhasilan usaha. Inovasi merupakan hasil dari kombinasi sejumlah faktor sosial dan pengaruhnya. Mengelola inovasi bukan hanya sekedar mengelola satu peristiwa. Kebutuhan inovasi bagi perusahaan bersifat berkelanjutan, dalam siklus yang bersistem dan bukan hanya mengurusi satu produk inovasi. Perubahan yang kecil-kecil tersebut dalam pengembangan produk baru disebut inovasi sederhana (Amir: 2014).

Di Indonesia kondisi pelayanan publik masih tergolong rendah. Dalam sektor pemerintahan, inovasi sangat dibutuhkan untuk mengembangkan pelayanan publik. Pemerintah di Indonesia mendorong setiap daerah untuk mengahadirkan

(15)

inovasi. Karena inovasi termasuk kunci dalam meningkatkan daya saing daerahnya masing-masing. Guna perbaikan kualitas pelayanan publik, pemerintah terus berupaya mendukung daerah untuk berinovasi salah satunya adalah mengeluarkan sebuah program. Terkait dengan inovasi, Pemerintah Kota melalui Dinas Kesehatan Kota Makassar juga berupaya menghadirkan pelayanan yang berkualitas dengan melahirkan sebuah program inovasi-inovasi yang dapat menyentuh langsung pada masyarakat.

Hasil observasi awal peneliti menemukan bahwa sebagian besar masyarakat di Kota Makassar hidup di lorong atau tempat tinggal yang masih terkesan kumuh dan masyarakatnya masih hidup dalam kondisi yang kurang memperhatikan kesehatan dan lingkungannya. Pemerintah Kota Makassar berupaya menghadirkan program atau inovasi untuk merubah perilaku masyarakat mengenai kesehatan dan kebersihan di Kota Makassar serta perubahan pada pola yang belum ber-Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) menjadi ber-PHBS. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut maka timbullah program inovasi Lorong Sehat (Longset) guna merubah perilaku dan pola pikir masyarakat guna merubah perilaku dan pola pikir masyarakat dengan meningkatkan partisipasi masyarakat.

Menariknya penelitian ini karena inovasi program lorong sehat adalah salah satu program inovasi untuk mewujudkan perbaikan kehidupan warga sehat Kota Makassar dan terpilih menjadi 40 top inovasi pelayanan publik KemenPAN-RB tahun 2017, selain itu juga penelitian ini akan mendeskripsikan dan menganalisis

(16)

Inovasi Program Lorong Sehat pada Dinas Kesehatan Kota Makassar dengan menggunakan teori-teori dan konsep-konsep terkait Ilmu Administrasi Negara dan teori-teori Inovasi. Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan, maka tepat kiranya jika peneliti mengangkat judul, “Inovasi

Program Lorong Sehat (Longset) pada Dinas Kesehatan Kota Makassar” B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang dengan adanya program Lorong Sehat (Longset), maka rumusan masalah pada penelitian ini yaitu: Bagaimana Penerapan Karakteristik Inovasi dalam Inovasi Program Lorong Sehat (Longset) pada Dinas Kesehatan Kota Makassar?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan pada penelitian ini yaitu untuk menganalisis Penerapan Inovasi Program Lorong Sehat (Longset) pada Dinas Kesehatan Kota Makassar.

D. Kegunaan Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dikemukakan, maka manfaat penelitian ini adalah:

1. Manfaat Akademik

a. Sebagai penambah ilmu tentang inovasi dalam ilmu administrasi khususnya tentang inovasi Program Lorong Sehat (Longset).

(17)

b. Sebagai bahan informasi atau referensi bagi pihak-pihak yang kompeten tentang inovasi program Lorong Sehat (Longset).

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai sumbangan informasi dan pemikiran untuk Dinas Kesehatan Kota Makassar dalam rangka meningkatkan inovasi Program Lorong Sehat (Longset) ini.

b. Hasil penelitian ini mampu dijadikan masukan/saran bagi pemerintah Kota Makassar ataupun instansi terkait lainnya dalam merumuskan inovasi program Lorong sehat (Longset) ini.

(18)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu

Pada penelitian terdahulu terhadap inovasi program Lorong Sehat pada Dinas Kesehatan Kota Makassar perlu adanya peninjauan terdahulu terkait penelitian-penelitian yang sebelumnya sebagai berikut:

Basri (2018). Judul penilitian: “Inovasi Pelayanan Kesehatan Melalui Program Brigade Siaga Bencana (BSB) di Kabupaten Bantaeng”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis inovasi pada pelayanan kesehatan melalui program BSB di Kabupaten Bantaeng. Masyarakat Bantaeng juga terkendala dengan kurangnya kesadaran tentang hidup sehat. Oleh karena itu mereka cenderung mengalami keterlambatan pada mengidentifikasi penyakit tertentu sehingga berdampak juga pada penanganannya. Tingkat kerentanan serta keterbatasan tersebut maka Bupati Bantaeng Nurdin Abdullah menginisiasi suatu kebijakan sebagai usaha penanganan darurat. Dalam praktiknya, kebijakan ini salah satunya diterjemahkan pada Brigade Siaga Bencana. Perumusan masalah yaitu bagaimana inovasi pada pelayanan kesehatan melalui program Brigade Siaga Bencana (BSB) di Kabupaten Bantaeng. Jenis penlitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kualitatif. Dalam penelitian ini, jenis data yaitu data primer yang didapatkan melalui observasi dan wawancara langsung dilapangan, sedangkan data sekunder didapatkan

(19)

dari data Brigade Siaga Bencana di Kabupaten Bantaeng. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan inovasi pelayanan kesehatan melalui program Brigade Siaga Bencana bukanlah sebuah hal yang baru di Indonesia namun yang membedakan BSB di Kabupaten Bantaeng dengan di daerah lain yaitu dari sistem SOP, BSB dari Kabupaten Bantaeng itu sistemnya mobile yang mendatangi langsung pasien, selain itu BSB Bantaeng di bawah tanggung jawab dinas kesehatan sedangkan daerah lain tanggung jawab rumah sakit. Wahyuni (2016). Judul penelitian: “Inovasi dalam pelayanan publik sektor jasa Kabupaten Kepulauan Selayar”. Penelitian ini bertujuan guna mengetahui penerapan inovasi listrik prabayar PT. PLN (Persero) di Kabupaten Kepulauan Selayar. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Adapun penggunaan data yang dipakai yaitu wawancara dengan informan kunci. Hasil penelitian yang dihasilkan secara umum inovasi pada pelayanan publik PT. PLN (Persero) di Kabupaten Kepulauan Selayar tambah membaik, meskipun masih terdapat masalah yang harus dapat diperbaiki dan diatasi. Menurut hasil penelitian dari prinsip integrasi organisasi Garg ada beberapa masalah yang didapatkan. Di antaranya kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penerapan teknologi, biaya administrasi, dan sosialisasi yang masih kurang.

Suyono (2015). Judul penelitian: “Inovasi kebijakan pendidikan di Kota Palopo”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana gambaran dari level inovasi, tipe inovasi, dan jenis inovasi. Pendekatan penelitian yang

(20)

dipakai yaitu metode kualitatif deskriptif adalah guna memberikan gambaran yang jelas terkait masalah-masalah yang diteliti serta menggambarkan data secara sistematis pada Dinas Pendidikan Kota Palopo dengan mewawancarai sejumlah key informan. Hasil penelitian pada inovasi kebijakan pendidikan di Kota Palopo diketahui memakai 3 dimensi yaitu level inovasi, tipe inovasi, dan jenis inovasi. Inovasi dalam sektor publik yang dilaksanakan pemerintah Kota palopo sudah memberikan layanan yang lumayan baik. Hal ini dapat dilihat dari imlplementasi kebijakan yang telah diterapkan oleh pemerintah Kota palopo yang dapat merubah iklim pendidikan yang ada di Kota Palopo, terbukti dari dampak positif yang terjadi misalnya angka buta huruf yang meningkatnya angka partisipasi murni dan angka partisispasi kasar yang menurun. Namun dibalik keberhasilan program yang diterapkan pemerintah Kota Palopo belum dapat melibatkan semua pihak terkait dalam proses kebijakan ini. Untuk sisi keberlanjutan dari program pendidikan gratis paripurna di Kota Palopo sudah cukup tersedia, hal ini dibuktikan dari pihak legislatif yang pro aktif membahas perda terkait penyelenggaraan dan pengelolaan kebijakan di Kota Palopo.

B. Konsep dan teori Inovasi 1. Pengertian Inovasi

Kata inovasi dalam Febrian (2018) bisa diartikan sebagai “proses” atau “hasil” pemanfaatan dan atau pengembangan atau perputaran pengetahuan,

(21)

keterampilan (termasuk keterampilan teknologis) dan pengalaman untuk memperbaiki atau menciptakan produk, proses yang bisa memberikan harga yang lebih berarti. Inovasi adalah sebuah ide ataupun hal atau barang baru yang belum pernah ada ataupun yang telah ada tetapi belum diketahui oleh pengadopsi. Inovasi juga bisa berupa metode baru guna meningkatkan kualitas/mutu pada suatu barang atau program yang telah ada. Inovasi bisa didapatkan melalui invensi, penemuan, maupun peningkatan/pembaruan suatu produk dengan cara atau metode yang baru. Adapun menurut Rogers dalam Sa’ud (2014) yaitu sebuah inovasi merupakan suatu gagasan, tindakan, metode, produk, dan barang atau jasa yang dipandang baru oleh kelompok maupun individu yang mengadopsinya. Anggapan sebagai gagasan atau ide terbaru oleh seseorang ditentukan oleh hasilnya dalam bertindak. Jika gagasan tersebut dianggap baru oleh orang tersebut, maka itu dikatakan suatu inovasi.

Definisi dari inovasi menurut Wes & Far dalam Ancok (2012) yaitu penerapan dan pengenalan dengan sengaja proses, gagasan, prosedur, dan produk yang baru pada unit yang menerapkannya, yang dirancang guna memberikan keuntungan pada individu, kelompok, organisasi maupun masyarakat luas. Sedangkan Menurut Rogers (Suwarno 2008:9), inovasi adalah sebuah gagasan, ide, praktek atau benda/objek yang diterima dan disadari sebagai sesuatu hal yang baru oleh kelompok atau seseorang untuk diadopsi.

(22)

produk. Inovasi juga bisa berupa cara-cara, ide ataupun objek yang dikembangkan oleh seseorang sebagai hal yang baru. Inovasi juga sering dipakai guna merujuk pada perubahan yang dirasakan sebagai suatu yang baru oleh masyarakat yang merasakan. Menurut Basuki Dalam Fariani, Mappamiring dan Kasmad (2020) Proses inovasi merupakan perubahan suatu sistem yang berkaitan dengan penyediaan pelayanan kearah yang lebih baik atau sesuai dengan kebutuhan. Proses inovasi melihat bagaimana proses pembuatan inovasi dilakukan oleh pemerintah yang berorientasi pada perbaikan pelayanan.

Namun menurut Fontana (2011) inovasi yaitu kesuksesan sosial dan ekonomi berkat dikeluarkannya kombinasi baru atau cara baru dari aturan-aturan lama dalam mentransformasi input menjadi output yang mengadakan perubahan yang banyak pada hubungan antara nilai harga dan guna yang ditawarkan pada konsumen dan/atau pengguna, lingkunagn dan komunitas. Menurut Yogi dalam Hutagalung dan Hermawan (2018) inovasi biasanya erat kaitannya dengan lingkungan yang berkarakteristik berkembang dan dinamis. Menurut Sedarmayanti dalam Marom (2015) menyatakan bahwa inovasi meliputi penciptaan sesuatu yang tidak ada saat ini dan dapat berupa penciptaan kecil atau sesuatu yang monumental. Inovasi sukses memiliki lima karakteristik berikut: Cukup baru bagi pasar; Berdasarkan teknologi yang telah diteliti dan diuji; Menghemat uang pengguna inovasi; Memenuhi kebutuhan pelanggan; Mendukung praktek yang ada. Inovasi merupakan salah

(23)

satu aspek yang berpengaruh dalam berkembang dan majunya suatu organisasi. Beberapa organisasi baik itu organisasi sektor publik seperti organisasi pemerintahan maupun sektor swasta berupaya untuk menemukan inovasi-inovasi untuk menjawab perkembangan dan tuntutan zaman (Yanuar : 2019). Menurut Susanto dalam Basuki, Kasmad & Nasrulhaq (2018) Inovasi memiliki makna yang tidak sebatas mempengaruhi dan membangun namun juga dapat didefinisikan lebih luas, yaitu memanfaatkan penemuan atau ide baru untuk menciptakan produk, suatu dan proses layanan.

2. Jenis-jenis inovasi

Menghadirkan inovasi harus dapat menentukan inovasi seperti apa yang harus dihadirkan agar inovasi tersebut dapat berguna dan bertahan lama. Jenis-jenis inovasi dalam Nugroho (2003) dapat menjadi masukan bagi inovasi program lorong sehat yaitu:

a. Inovasi Terus Menerus

yaitu modifikasi dari produk yang telah ada bukan pembuatan produk yang baru semuanya. Inovasi ini menghasilkan pengaruh yang paling tidak mengacaukan sistem sifat yang sudah mapan. Contohnya, menambahkan mentol pada rokok, memperkenalkan perubahan pola baru atau mengubah bentuk rokok.

(24)

b. Inovasi Terus Menerus Secara Dinamis

Mungkin mengaitkan perubahan produk baru yang sudah ada atau penciptaan produk baru, tetapi pada umumnya tidak merubah pola yang telah sesuai dari kebiasaan belanja pemakai produk atau pelanggan. Contohnya adalah compact disk, sikat gigi listrik, pangan alami dan raket tenis yang sangat besar.

c. Inovasi Terputus

Melibatkan pengenalan suatu produk yang sepenuhnya belum pernah adamengakibatkan pembeli mengubah secara penting pola perilaku mereka. Contohnya, computer, videocassate recorder.

Menurut Wibisono (2006) cara yang paling mudah guna mendeteksi keberhasilan inovasi yaitu melalui pengecekan akuisisi pelanggan, loyalitas pelanggan, pertumbuhan penjualan, dan peningkatan marjin keuntungan.

Adapun Halvorsen dkk dalam Sangkala (2014) mengkategorikan inovasi sebagai berikut:

a. Incremental innovations radical innovations

Inovasi ini berkaitan dengan tingkat keaslian (novelty) pada inovasi itu sendiri. Di sektor industri, sebagian besar inovasi berupa perbaikan incremental

(25)

b. Top-down innovations---bottom-up innovations.

Ini guna menerangkan siapa yang memimpin proses perilaku. Top berarti manajemen atau organisasi atau hirarki yang lebih tinggi, sedangkan bottom merujuk pada pekerja atau pegawai pemerintah dan pengambil keputusan pada tingkat unit (mid-level policy makers) c. Needs-Ied innovations and efficiency-Ied innovations

Rangkaian inovasi yang diinisiasi sudah menyelesaikan permasalahan guna meningkatkan efesiensi pelayanan, prosedur dan produk.

Kemudian tipe inovasi di bagian publik menurut Halvorsen (2005) adalah sebagai berikut :

a. a new or improved service (pelayanan baru atau pelayanan yang diperbaiki),

b. process innovation (inovasi proses),

c. administrative innovation (inovasi administratif),

d. system innovation (inovasi sistem), yaitu sistem perubahan atau baru yang mendasar dari sistem yang ada dengan membangun organisasi baru atau bentuk baru interaksi dan kerjasama.

e. conceptual innovation (inovasi konseptual), yaitu perubahan dalam outlook

f. radical change of rationality (perubahan radikal), yang dimaksud adalah pergeseran pandangan umum atau mental matriks dari pegawai instansi pemerintah.

(26)

3. Level Inovasi

Aspek penting lain pada kajian inovasi yaitu berkenaan dengan level inovasi yang mencerminkan variasi besarnya pengaruh yang dihasilkan oleh inovasi yang berlangsung. Kategori level inovasi ini ditunjukkan oleh inovasi yang berlangsung. Kategori level inovasi ini ditunjukkan oleh molgan dan albury berentang mulai dari incremental, radikal, sampai transformative (Muluk 2003).

a. Inovasi Inkremental

Inovasi Inkremental yaitu inovasi yang terjadi menghasilkan perubahan kecil pada layanan atau proses yang umumnya beberapa inovasi berada pada level ini dan jarang sekali menghasilkan perubahan pada hubungan keorganisasian dan struktur organisasi. Walaupun seperti itu inovasi inkremental berperan penting pada pembaruan sektor publik karena dapat melakukan perubahan kecil yang bisa diaplikasikan secara terus-menerus, dan mendukung berjalannya pelayanan yang responsif pada kebutuhan perorangan dan lokal, dan mendukung nilai lebih uang (value for money).

b. Inovasi radikal

Inovasi radikal yaitu perubahan mendasar pada pengenalan cara-cara atau pelayanan publik yang sama sekali dilaksanakan karena

(27)

membutuhkan dukungan politik yang lumayan besar karena umumnya mempunyai akibat yang lebih besar pula. Inovasi radikal diperlukan guna membawa perbaikan yang nyata pada kinerja pelayanan publik dan mencapai harapan pengguna layanan yang lalu terabaikan.

c. Inovasi Transformatif

Inovasi transformatif atau sistematis membawa perubahan pada susunan angkatan kerja dan keorganisasian dengan mengubah semua sektor dan secara dramatis mengubah keorganisasian. Inovasi jenis ini membutuhkan waktu yang lebih lama guna mendapatkan hasil yang diinginkan dan membutuhkan perubahan kecil pada struktur budaya, sosial dan organisasi.

4. Karakteristik Inovasi

Secara umum Rogers (2003) menyatakan inovasi mempunyai beberapa atribut atau sejumlah karakteristik atau sebagai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Relative advantage (Keunggulan Relatif)

Suatu inovasi harus mempunyai kelebihan dan nilai unggul diimbangkan dengan inovasi yang lama. Selalu ada suatu nilai kebaruan yang melekat pada inovasi yang menjadi ciri yang membedakannya dengan yang lain.

(28)

b. Compatibility (Kesesuaian)

Inovasi juga sebaiknya mempunyai sifat kompatibel atau kesesuaian sama inovasi yang digantinya. Hal ini dimaksudkan supaya inovasi yang lama tidak serta-merta dibuang begitu saja, selain karena alasan faktor biaya yang tidak sedikit, tetapi juga inovasi yang lama menjadi bagian dari proses transisi ke inovasi terbaru. Selain itu juga bisa memudahkan proses pembelajaran dan proses adaptasi pada inovasi itu secara lebih cepat.

c. Complexity (Kerumitan)

Dengan sifatnya yang baru, maka inovasi memiliki tingkat kerumitan yang boleh jadi lebih tinggi dibandingkan sama inovasi sebelumnya. Namun demikian, karena suatu inovasi menawarkan cara yang lebih baru dan lebih baik, maka tingkat kerumitan ini pada umumnya tidak menjadi masalah penting.

d. Triability (Kemungkinan Dicoba)

Inovasi hanya dapat diterima apabila telah teruji dan terbukti memiliki nilai lebih atau keuntungan dibandingkan sama inovasi yang lama. Sehingga suatu produk inovasi harus melewati fase “uji publik”, dimana setiap pihak atau orang memiliki kesempatan untuk menguji kualitas dari suatu inovasi.

(29)

e. Observability (Kemudahan Diamati)

suatu inovasi harus juga bisa diamati, dari segi bagaimana ia mengasilkan sesuatu dan bekerja lebih baik. Inovasi merupakan cara baru untuk menggantikan cara lama dalam memproduksi atau mengerjakan sesuatu.

5. Keberhasilan Inovasi

Produk baru yang dihadirkan perlu diperkenalkan kepada pasar agar produk tersebut dipakai dan diterima secara meluas. Proses mulai dikenalkan hingga dipakai oleh masyarakat secara luas inilah yang disebut proses difusi. Menurut Rogers dalam Hutagalung dan Hermawan (2018) pada difusi ini terdapat sejumlah faktor yang menentukan keberhasilan difusi inovasi, yaitu ada empat faktor:

a. Karakteristik inovasi

Suatu produk baru bisa dengan mudah diterima oleh konsumen (masyarakat) jika produk tersebut mempunyai kelebihan relatif. Artinya produk baru akan menarik konsumen jika produk tersebut mempunyai keunggulan dibandingkan produk-produk yang sudah ada sebelumnya dipasar. Contohnya, handphone. Dalam waktu yang relatif pendek telah banyak digunakan oleh masyarakat karena produk tersebut mempunyai kelebihan relatif dibandingan dengan sarana komunikasi sebelumnya.

(30)

inovasi. Produk yang kompatibel yaitu produk yang bisa memenuhi nilai-nilai, kebutuhan dan keinginan konsumen secara adil. Faktor ketiga dari ciri khas produk berpengaruh pada difusi adalah kompleksitas. Semakin kompleks, semakin tidak mudah mengoperasikannya, semakin tidak menarik konsumen. Konsumen akan memilih produk yang mudah dan sederhana untuk digunakan. Konsumen lebih menarik menggunakan produk yang lebih sederhana pengaplikasiaanya. Faktor keempat yaitu kemampuan untuk dicoba (diability). Produk baru apabila menghasilakan kemudahan guna dirasakan dan dicoba oleh konsumen akan menarik bagi konsumen. Dan sebab lain yaitu kemampuan guna dilihat konsumen (observability). Observability lebih menunjuk pada kemampuan produk untuk bisa dikomunikasikan kepada konsumen yang lain. Semakin mudah dilihat dan mampu mengomunikasikan kepada konsumen lain bahwa produk tersebut baru akan semakin menarik karena artinya bisa memberikan petunjuk untuk konsumen lain bahwa dirinya termasuk konsumen yang mengikuti perkembangan.

b. Saluran Komunikasi

Inovasi akan menyebar kepada konsumen yang berada di masyarakat melalui saluran komunikasi yang telah ada. Sebuah produk baru akan bisa dengan segera dan menyebar luas ke masyarakat (konsumen) jika organisasi menggunakan saluran komunikasi yang banyak dan jangkauannya luas seperti jaringan interpersonal dan media massa.

(31)

c. Upaya perubahan dari agen

Perusahaan harus bisa menjelaskan secara tepat opinion leader yang akan dipakai dan bisa melibatkannya sebagai agen perusahaan guna mempengaruhi masyarakat atau konsumen dalam menggunakan dan menerima produk baru (inovasi).

d. Sistem sosial

Biasanya sistem sosial masyarakat modern lebih mudah menerima inovasi dibandingkan dengan masyarakat yang berfokus pada sistem sosial tradisional karena masyarakat modern cenderung memiliki sikap positif terhadap ilmu pengetahuan dan pendidikan, mempunyai perspektif keluar yang mudah berinteraksi dan lebih baik dengan orang-orang di luar kelompoknya, sehingga memudahkan masukan penerimaan ide-ide baru dalam sistem sosial.

Inovasi yang berhasil merupakan kreasi dari proses dan implementasi, produk layanan dan metode pelayanan baru yang merupakan hasil pengembangan nyata dalam hal efisiensi, efektivitas atau kualitas hasil. (Mirnasari: 2013)

6. Faktor-faktor Penghambat Inovasi

Dalam pelaksanaanya menurut Albury dikutip oleh Suwarno (2008), inovasi tidak terjadi secara tanpa resistensi atau mulus. Beberapa dari kasus inovasi diantaranya justru terhalangi oleh berbagai faktor, antara lain:

(32)

a. Budaya yang tidak menyukai risiko (risk aversion). Hal ini berkenaan sama sifat inovasi yang mempunyai segala risiko, termasuk risiko kegagalan. Sektor publik, khususnya pegawai cenderung tidak berhubungan dengan risiko, dan memilih untuk melakukan pekerjaan secara prosedural-administratif dengan risiko minimal.

b. Secara kelembagaan, karakter unik kerja di sektor publik pada umumnya tidak memiliki kemampuan untuk mengatasi risiko yang muncul akibat dari pekerjaannya.

c. Keenggangan menutup program inovasi yang tidak berhasil.

d. Ketergantungan pada figur tertentu yang mempunyai kinerja tinggi, sehingga kecenderungan kebanyakan pegawai di sektor publik hanya menjadi pengikut. Ketika figur itu tersebut hilang, maka yang terjadi adalah kemacetan kerja dan stagnasi.

e. Hambatan yang masanya terlalu pendek

f. Hambatan admininstratif yang membuat sistem pada inovasi menjadi tidak fleksibel

g. Sejalan sama itu juga, biasanya penghargaan atas karya inovatif masih sangat kecil. Sangat disayangkan hanya sedikit penghargaan yang layak atas prestasi unit atau pegawai yang berinovasi.

h. Seringkali sektor publik sama mudahnya menghadirkan dan mengadopsi perangkat teknologi yang canggih guna memenuhi kebutuhan pelaksanaan pekerjaannya. Namun di sisi lain muncul

(33)

hambatan dari segi penataan organisasi dan budaya. Budaya organisasi ternyata belum siap untuk menerima sistem yang sebetulnya berfungsi memotong pemborosan atau inefesiensi kerja.

Menurut Badan Pendidikan dan Pelatihan Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Hutagalung dan Hermawan (2018) dalam melakukan inovasi banyak hambatan atau kendala yang dihadapi. Sumber dan bentuk hambatan tersebut dapat bermacam-macam. Beberapa penghalang tersebut antara lain yaitu:

a. Pihak-pihak atau pemimpin yang menolak membubarkan organisasi atau menghentikan ptogram yang dinilai sudah gagal b. Sangat tergantung pada high performers maupun top leader

sebagai sumber inovasi.

c. Walaupun teknologi telah ada, tetapi budaya kerja dan struktur organisasi, serta proses birokrasi yang rumit menghalangi berkembangnya inovasi.

d. Tidak ada insentif (rewards) untuk melaksankan inovais atau untuk mengadopsi inovasi

e. Kurang dalam Skill (kecakapan) untuk mengelola perubahan atau mengelola risiko

f. Alokasi anggaran yang terbatas pada sistem perencanaan jangka pendek.

(34)

g. Tuntutan beban tugas administrartif vs penyelenggaraan pelayanan publik.

h. Budaya cari aman, “status quo”, dan takut mengambil risiko dalam birokrasi masih sangat kuat.

Sedangkan menurut Vries dalam Hutagalung dan Hermawan (2018) inovasi dipengaruhi beberapa faktor yang bisa mendukung atau menjadi penghalang yang dikelompokkan pada empat tingkatan, yaitu: a. Tingkat lingkungan, meliputi tekanan lingkungan (misalnya perhatian media/tuntutan publik); partisipasi dalam jaringan; aspek regulasi; kompatibel organisasi/lembaga/Negara mengadopsi inovasi yang sama; dan persaingan dengan organisasi lain

b. Tingkat organisasi meliputi; sumber daya; gaya kepemimpinan; tingkat risiko keengganan/ ruang untuk belajar; imbalan/insentif; konflik; dan struktur organisasi

c. Tingkat inovasi meliputi penggunaan dan kemudahan inovasi; keunggulan relatif; kesesuaian dan trialability.

d. Tingkat karyawan/individu meliputi: otonomi karyawan; posisi organisasi; keterampilan dan pengetahuan kerja terkait; kreativitas; aspek demografi; kepuasan/komitmen dengan pekerjaan; perspektif dan norma-norma bersama; inovasi penerimaan; hasil inovasi sektor publik; efektivitas; efisiensi; mitra swasta yang

(35)

terlibat; warga yang terlibat; dan meningkatkan kepuasaan pelanggan.

C. Konsep Program

Pengertian Program dalam Muhaimin, Suti’ah dan Prabowo (2009) yaitu pernyataan yang berisi kesimpulan dari beberapa harapan atau tujuan yang saling bergantung dan saling terkait, untuk mencapai suatu sasaran yang sama. Biasanya suatu program mencakup seluruh kegiatan yang berada di bawah unit administrasi yang sama, atau sasaran-sasaran yang saling bergantung dan saling melengkapi, yang semuanya harus dilaksanakan secara bersamaan atau berurutan. Program sering dikaitkan dengan perencanaan, persiapan, dan desain atau rancanagan.

D. Konsep Lorong Sehat (Longset) di Makassar

Program penanggulangan yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat adalah upaya dari masyarakat sendiri untuk mengubah perilaku dan mengerti permasalahan kesehatan dan partisipasi masyarakat sehingga dipercaya dapat menjadi solusi untuk hidup sehat, namun dalam kenyataannya program yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah hingga saat ini belum dapat mengubah pola pikir dan perilaku masyarakat sehingga dapat hidup sehat dan ber-PHBS memberikan hasil yang optimal. Melihat kondisi tersebut, pemerintah Kota Makassar membuat program yang langsung menyentuh masyarakat dalam partisipasi melalui inovasi-inovasi yang langsung menyentuh pada masyarakat

(36)

bawah dalam hal lorong sehat. Upaya untuk menurunkan dan mencapai program PHBS tersebut, maka dibentuklah program Lorong Sehat (Longset) oleh Dinas Kesehatan yang merupakan lorong binaan yang secara teknis dikerjakan oleh Puskesmas bersama masyarakat, dimana kegiatan lorong tersebut meliputi di mulai dari pendataan kesehatan (PHBS, Keluarga Sehat, Baduta (jika ada balita di bawah 2 th), P4K (jika ada yang hamil), kartu rumah sehat, bebas jentik), lingkungan yang bersih, hijau serta perubahan perilaku kesehatan pada setiap anggota keluarga. Adapun hasil pendataan kesehatan tersebut dibuktikan dengan adanya penempelan stiker masing-masing program tersebut di atas, dan stiker tersebut penempelannya disatukan dalam 1 wadah yang dinamakan nameplate agar tidak merusak kebersihan dan keindahan dari rumah yang telah di data.

Program ini penting karena dapat mengurangi persentasi yang belum ber- PHBS dalam waktu yang relatif singkat dengan adanya perubahan lingkungan yaitu lingkungan dalam lorong sehat menjadi bersih, hijau dan indah sehingga perilaku masyarakat berubah, termasuk sarana kesehatan yang berada di dalam lorong. Sehingga menyebabkan menurunnya angka kesakitan yang di sebabkan karena belum ber-PHBS. Setelah adanya hasil pendataan permasalahan di dalam lorong sehat, maka dibuatlah tindak lanjut permasalahan dari 10 indikator PHBS, dan setelah itu diterbitkan SK (Surat Keputusan) “Anak Lorong Peduli Kesehatan” yang diterbitkan oleh kepala Kelurahan dari masingmasing wilayah Longset untuk pembinaan yang

(37)

berkesinambungan.

Pada tahap awal, Dinas Kesehatan Kota Makassar secara sungguh-sungguh melakukan pertemuan sosialisasi pada sumber daya manusia yang disiapkan untuk menangani program ini terutama di lorong sehat puskesmas. Hal ini didasari bahwa secanggih apapun programnya kalau tidak di ikuti dengan kemampuan oleh manusianya hasilnya tidak akan maksimal. Strategi penyediaan anggaran yang memadai yang diselaraskan dengan peningkatan sumber daya manusia membuat program Lorong Sehat (longset) kini menjadi program yang sangat dapat di andalkan untuk memenuhi kebutuhan layanan pendataan kesehatan (PHBS, Keluarga Sehat, Baduta (jika ada balita di bawah 2th), P4K (jika ada yang hamil), kartu rumah sehat, bebas jentik), lingkungan yang bersih, hijau serta perubahan perilaku kesehatan pada setiap anggota keluarga, juga termasuk apabila ada sarana kesehatan yang ada di dalam lorong misalnya posyandu, posbindu dll.

Selama lebih dua tahun pelaksanaannya, program Lorong Sehat dengan mengandalkan pemberdayaan masyarakat terbukti mendapat sambutan luar biasa di masyarakat. Munculnya layanan pendataan ini menjadi seperti euporia baru dalam layanan pendataan kesehatan di Kota Makassar di tingkat dasar. Pendataan yang selama ini hanya di ketahui oleh pihak puskesmas saja, kini masyarakat langsung dapat ikut mendata kesehatan dan mengetahui ilmu kesehatan dasar dalam pendataan. Prosedur operasional yang dikembangkan oleh Dinas Kesehatan Kota Makassar memang membuat program berjalan

(38)

dengan baik dan rapi. Hal ini membuat warga masyarakat merasa terlayani dengan baik walaupun hanya dalam hal pendataan kesehatan di masyarakat. Keberhasilan program banyak ditentukan oleh langkahlangkah kunci yang sudah direncanakan sejak awal melalui perencanaan yang komprehensif.

Keberhasilan dari program Lorong Sehat dapat dilihat dari adanya peningkatan pendataan kesehatan jika dibandingkan awal peluncurnnya. Selain dengan besarnya manfaat yang di rasakan langsung warga masyarakat, maka setiap masyarakat juga akan menjaga kebersihan lingkungan dan kesehatan. Perubahan perilaku PHBS dari sebelum ber-PHBS 54% menjadi ber-PHBS 63% pada tahun 2016. Partisipasi masyarakat sebagai kunci utama keberhasilan program Lorong Sehat menjadi salah satu fokus pemanfaatan terhadap program tersebut. Tujuan pemanfaatan partisipasi masyarakat adalah untuk melihat sejauh mana bentuk keikutsertaan masyarakat untuk mendukung keberhasilan dan keberlanjutan program. Wujudnya dimulai dari kerja bakti di setiap depan rumah dan dilanjutkan di seluruh lorong serta membuat sarana dari indikator PHBS yang bermasalah seperti CTPS (Cuci Tangan Pakai Sabun) dibuatkan sarana cuci tangan di depan rumah. Sumber Daya manusia yang merupakan kunci utama keberhasilan pelaksanaan program ini yaitu tenaga kesehatan yang terlibat langsung dan masyarakat dalam pelaksanaan Program Lorong Sehat. Saat ini, 46 Puskesmas yang ada di Kota Makassar mempunyai satu Lorong Sehat di Kota Makassar dan pada tiap tahunnya akan bertambah jumlah lorong binaan. Untuk mendukung efektivitas

(39)

program ini maka Pemerintah Kota Makassar dalam hal ini Dinas Kesehatan Kota Makassar telah melakukan pelatihan dan pertemuan Lorong Sehat agar para petugas dan masyarakat mendapatkan inovasi baru dari setiap lorong binaan.

E. Kerangka Pikir

Pengelolaan inovasi sebagai satu peristiwa relatif sederhana dan strateginya mungkin hanya bersifat operasional atau teknikal. Pada dasarnya mengelola inovasi bukan hanya sekadar mengelola satu peristiwa. Kebutuhan inovasi bagi perusahaan bersifat berkelanjutan, dalam siklus yang bersistem.

Kerangka pikir dalam penilitian ini sesuai dengan atribut atau karakteristik Inovasi yang dikemukakan oleh Roger (2003):

(40)

F. Fokus Penelitian

Fokus Penelitian ini penulis pada inovasi program lorong sehat pada Dinas Kesehatan Kota Makassar. Dalam penerapannya inovasi memiliki atribut yang melekat didalam inovasi tersebut, Dengan atribut atau karakteristik inovasi yaitu: 1. Keunggulan Relatif, 2. Kesesuaian, 3. Kerumitan, 4. Kemungkinan dicoba, dan 5. Kemudahan diamati.

G. Deskripsi Fokus

Berdasarkan skema kerangka pikir diatas dapat dikemukakan deskripsi fokus penelitian yaitu:

1) Relative Advantage, suatu inovasi harus memiliki nilai lebih dan keunggulan dibandingkan dengan inovasi yang lama. Selalu ada nilai kebaruan yang melekat pada inovasi yang menjadi ciri yang membedakannya dengan yang lain.

2) Compatibility, inovasi juga memiliki sifat kompatibel dan sesuai dengan inovasi yang digantinya. Hal ini dimaksudkan supaya inovasi yang sebelumnya tidak serta merta disingkirkan begitu saja, selain karena alasan sejumlah sebab dan biaya yang tidak sedikit, namun juga inovasi yang sebelumnya menjadi bagian proses transisi ke inovasi terbaru. Selain itu juga mempermudah proses pembelajaran dan proses adaptasi pada inovasi itu secara lebih cepat.

(41)

3) Complexity, dengan sifatnya yang baru maka inovasi memiliki tingkat kerumitan yang bisa menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan inovasi sebelumnya. Namun demikian, karena suatu inovasi menawarkan cara yang lebih baik dan lebih baru, maka tingkat kerumitan ini pada umumnya tidak menjadi masalah penting.

4) Triability, inovasi hanya dapat diterima apabila telah terbukti dan teruji memiliki nilai lebih atau keunggulan dibandingkan dengan inovasi yang sebelumnya. Sehingga suatu produk inovasi harus melalui fase “uji coba”, dimana setiap pihak atau orang memiliki kesempatan untuk menguji kualitas dari sebuah inovasi.

(42)

30

BAB III

METODE PENELITIAN A. Waktu dan lokasi

Penelitian ini dilaksanakan dalam waktu 2 bulan dari Juni hingga Agustus tahun 2020 dan selama itupun peneliti mengambil data. Adapun lokasi objek penelitian ini dilakukan di Kelurahan Minasa Upa, Kelurahan Karunrung dan Kantor Dinas Kesehatan Kota Makassar.

B. Jenis dan tipe penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Pada penelitian kualitatif tidak didapatkannya angka-angka yang dianalisis dengan alat statistik melainkan data diperoleh dari penelitian deskriptif. Tipe peneltian ini yaitu kualitatif deskriptif dengan pendekatan fenomenologi. Pendekatan fenemenologi bertujuan untuk mengartikan makna tentang pengalaman yang dialami oleh beberapa individu, atau fenomena tertentu, dengan mengenali struktur kesadaran manusia. Jadi peneliti ingin mengartikan makna dari pengalaman yang dialami oleh masyarakat terkait inovasi program lorong sehat kota Makassar melalui studi fenomenologi ini.

Fokus pendekatan fenomenologi merupakan pengalaman yang dialami oleh individu dan pendekatan ini mempusatkan pada pengalaman pribadi individu, subjek penelitiannya yaitu individu yang mengalami langsung fenomena atau yang terjadi, bukan individu yang hanya menyaksikan sebuah fenomena secara

(43)

observasi. Wawancara mendalam dan dokumentasi untuk mendapatkan data primer dan data sekunder. Data yang di peroleh didalakukan pemaparan serta interprestasi.

C. Sumber Data

Sumber data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang didapatkan secara langsung dari sumbernya, dicatat dan diamati melalui observasi dan wawancara. Sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dari materi dan buku tertulis yang sesuai dengan tujuan penelitian. Data sekunder ini juga dapat di katakana sebagai data yang diperoleh dari sumber kedua melalui dokumentasi lembaga terkait.

1. Data Primer

Data primer adalah data yang didapatkan langsung dari hasil wawancara maupun observasi oleh informan/narasumber pada lokasi/objek penelitian.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang didapatkan secara tidak langsung mengenai dengan objek penelitian. Data sekunder adalah data pendukung yang bersumber dari literatur maupun data yang terkait dengan lokasi/objek penelitian.

D. Informan

Informan adalah orang-orang yang mengalami atau berada dalam ruang lingkup proses penelitian, maksudnya orang tersebut mempunyai oemahaman

(44)

situasi dan kondisi di lokasi penelitian. Oleh sebab itu, Informan adalah sebagai berikut:

No NAMA INISIAL KETERANGAN

1

Namchar, S.KM. M.Kes. M.M.

(N)

Kepala Seksi Promosi Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Makassar

2 Andi Takdir, S.KM (AT)

Pejabat Fungsional Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Makassar

3

Rakhmaniar Basri, S.Pd, M.si

(RB)

Ketua Longset RW 15 Kelurahan Minasaupa

4 Rosmawati (R) Anggota panitia Longset 2019 5 Zainal Arifin (ZA) Ketua RW 15 Kelurahan Minasaupa 6 Wahyudin Rezkyawan (WR) Masyarakat Kelurahan Minasaupa

7 Dra. Sri Nadir Masir (SNM)

Anggota Panitia Longset Keluarahan Karunrung

8 Andi Hamsani (AH) Masyarakat Kelurahan Karunrung

Tabel 3.1 informan Penelitian E. Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi

Teknik ini dipakai untuk memperoleh fakta-fakta empirik yang terlihat (kasat mata) dan untuk mendapatkan dimensi-dimensi baru untuk pengertian pada konteks maupun kenyataan yang diteliti yang terlihat di

(45)

atau variabel yang mau diteliti. 2. Wawancara

Wawancara digunakan pada penelitian lapangan karena memiliki sejumlah kelebihan, antara lain: bisa dipakai oleh peneliti untuk lebih segera memiliki informasi yang diperlukan, lebih memastikankan peneliti bahwa responden mengartikan pertanyaan dengan sesuai, memberikan keluwesan atau kemungkinan besar pada proses pengajuan pertanyaan.

3. Studi dokumentasi

Peneliti dapat memanfaatkan dokumen-dokumen tertulis, gambar (foto) atau benda- benda lainnya pada kondisi lapangan. Hasil dokumentasi ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan data sekunder atau mendukung data primer hasil wawancara.

F. Teknik Analisis Data

1. Reduksi data merupakan rangkaian pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan dilapangan selama meneliti, untuk menentukan informasi mana yang dianggap sesuai dan tidak sesuai atas masalah yang menjadi pasti penelitian di lapangan.

2. Penyajian data adalah kegiatan sekumpulan informasi pada wujud naratif, grafik jaringan, bagan dan tabel yang berhaluan mempertajam pemahaman

(46)

penjelasan ataupun tabel.

3. Kesimpulan atau verifikasi yang mencari arti bentuk-bentuk penjelas, konfigurasi yang mungkin, proposisi dan alur sebab akibat. Penarikan kesimpulan dikerjakan dengan cara cermat dengan meengerjakan di verifikasi berbentuk tinjauan ulang pada syarat-syarat di lapangan sehingga data bisa diuji validitasnya.

G. Teknik Pengabsahan Data

Salah satu cara yang sangat penting dan mudah pada uji keabsahan hasil dalam penelitian ini adalah dengan cara melakukan triangulasi. Menurut Sugiyono (2017) teknik pengumpulan data triangulasi dapat diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat mengumpulkan berbagai macam teknik pengumpulan data dan asal data yang sudah ada. Menurut Sugiyono ada 3 macam triangulasi meliputi :

a. Triangulasi sumber

Triangulasi sumber artinya membandingkan dengan cara mengecek derajat kepercayaan mengenai informasi yang didapatkan dari sumber yang berbeda. Misalnya mengimbangkan hasil pengamatan dengan wawancara, mengimbangkan antara apa yang dikatakan umum dengan yang dikatakan secara pribadi, mengimbangkan hasil wawancara dengan dokumen yang ada.

(47)

Triangulasi teknik digunakan untuk menguji kreabilitas data dilakukan dengan jalan memeriksa data kepada sumber yang serupa dengan menggunakan cara yang berbeda. Misalnya data dapat diperoleh dengan wawancara, kemudian dicek dengan cara observasi, dokumentasi atau kuisioner.

c. Triangulasi waktu`

Waktu kadang sering mempengaruhi kreabilitas data. Data yang dikelempokkan dengan menggunakan teknik wawancara di awal hari pada saat informan masih segar, belum banyak masalah, akan menyerahkan data yang lebih valid sehingga lebih terpercaya. Triangulasi dapat juga dilaksanakan dengan memeriksa hasil penelitian, dari tim peneliti lain yang diserahkan tugas melaksanakan pengumpulan data.

(48)

36

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

GAMBAR 4.1 PETA KOTA MAKASSAR

Makassar menurut Badan Pusat Statistik dalam Katalog Kota Makassar Dalam Angka pada 2019 merupakan sebuah kota besar di wilayah Indonesia Bagian Timur yang merupakan sebuah kotamadya dan sekaligus menjadi ibukota provinsi Sulawesi Selatan. Luas Wilayah Kota Makassar terhitung 175,77 km persegi yang mencakup 15 kecamatan. Secara administratif, kecamatan pada Kota Makassar berjumlah 15, yaitu: Kecamatan Mariso, Mamajang, Tamalate, Rappocini, Makassar, Ujung Pandang, Wajo, Bontoala, Ujung Tanah, Kep. Sangkarrang, Tallo, Panakukkang, Mang2gala, Biringkanaya, dan Tamalanrea. Pada tahun 2018, jumlah kelurahan di Kota Makassar tercatat memiliki 153 kelurahan, 996 RW, dan 4.978 RT.

(49)

a. Karakteristik Lokasi dan Wilayah

Kota Makassar adalah dataran rendah atas ketinggian yang beragam antara 1-25 meter di atas permukaan laut. Secara astronomis, Kota Makassar berada antara 119º24’17’38” Bujur Timur dan 5º8’6’19” Lintang Selatan. Berdasarkan kedudukan geografisnya, Kota Makassar memiliki batas-batas:

a. Bagian Utara : Kabupaten Maros b. Bagian Selatan : Kabupaten Gowa c. Bagian Barat : Selat Makassar d. Bagian Timur : Kabupaten Maros

Pada akhir tahun 2018, daerah administrasi Kota Makassar berjumlah 15 kecamatan, ukuran daratan pada tiap kecamatan, yaitu: Biringkanaya (48,22 km2), Mariso (1,82 km2), Mamajang (2,25 km2), Tamalate (20,21 km2), Rappocini (9,23 km2), Makassar (2,52 km2), Ujung Pandang (2,63 km2), Wajo (1,99 km2), Bontoala (2,10 km2), Ujung Tanah (4,40 km2), Tallo (5,83 km2), Panakkukang (17,05 km2), Tamalanrea (31,84 km2), serta Manggala (24,14 km2), dan kecamatan Kep. Sangkarrang (1,54 km2). Iklim di kota Makassar hanya mengenal dua musim, yakni musim penghujan dan musim kemarau. (https://makassarkota.bps.go.id/)

b. Kependudukan

(50)

diselenggarakan setiap sepuluh tahun sekali. Sensus penduduk telah dilakukan sejumlah enam kali mulai dari Indonesia merdeka, adapun tahun 1961, 1971, 1980, 1990, 2000, dan 2010. Pada sensus penduduk, penjumlahan dilaksanakan terhadap semua penduduk yang tinggal di daerah teritorial Indonesia terhitung warga yang datang dari luar negeri melainkan anggota organisasi diplomatik negara tetangga bersama keluarganya. Metode pengumpulan data dalam sensus dilakukan dengan wawancara antara petugas sensus dengan responden dan juga melalui e-census.

Penduduk Kota Makassar menurut proyeksi penduduk tahun 2018 sebanyak 1.508.154 jiwa yang terdiri atas 746.951 jiwa penduduk laki-laki dan 761.203 jiwa penduduk perempuan. Diimbangkan dengan gambar jumlah penduduk tahun 2017, penduduk Kota Makassar mengalami pertumbuhan sebesar 1,29 persen dengan masing-masing persentase pertumbuhan penduduk laki-laki sebesar 1,43 persen dan penduduk perempuan sebesar 1,36 persen. Sementara itu banyaknya angka rasio jenis kelamin tahun 2018 penduduk laki-laki terhadap penduduk perempuan sebesar 98.

Kepadatan penduduk di Kota Makassar tahun 2018 mencapai 8.580 jiwa/km2 dengan berimbang jumlah penduduk per rumah tangga empat orang. Kepadatan penduduk di 15 kecamatan cukup bermacam-macam dengan kepadatan penduduk paling tinggi terletak di Kecamatan Makassar dengan kepadatan sebesar 33.854 jiwa/km2 dan terendah di Kecamatan Tamalanrea sebesar 3.602 jiwa/km2 . Sementara itu banyaknya rumahtangga mengalami

(51)

pertumbuhan sebesar 2,96 persen dari tahun 2017. https://makassarkota.bps.go.id/publication/2019/08/16/4ca03301b8e2b8414e3 3f6a3/kota-makassar-dalam-angka-2019.html (diakses 19 Juli 2020).

c. Kesehatan

Dasar Utama adalah keadaan Sulawesi Selatan pada Tahun 2018 yang berkontribusi besar terhadap pembangunan bidang kesehatan. Pembangunan Kesehatan adalah uraian kondisi Sulawesi Selatan pada Tahun 2018 yang menjadi ikatan pada layanan kesehatan. Guna menunjang Visi tersebut, dinyatakan misi sebagai berikut : 1. Mendorong penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang berkualitas terjangkau dan berkeadilan. 2. Meningkatkan peran serta masyarakat, kemitraan swasta dan lintas sektor. 3. Meningkatkan Sumber Daya Kesehatan (SDK) secara merata baik kuantitas dan kualitas serta distribusinya.

Situasi dan kondisi sektor kesehatan hingga tahun 2016 telah memperlihatkan seberapa jauh perubahan dan perbaikan keadaan kesehatan yang telah dicapai, menunjukkan kekurangan dan kelebihan dari setiap upaya-upaya kesehatan yang dilaksanakan yang tentunya juga tidak terlepas dari kontribusi lintas sektor terkait. Pada sisi output (hasil antara) nampak bahwa perilaku masyarakat untuk hidup sehat dan bersih masih rendah, demikian juga dengan sanitasi dasar lingkungan serta akses dan mutu pelayanan kesehatan.

(52)

PHBS merupakan semua perilaku yang dilaksanakan atas pemahaman mandiri sehingga anggota keluarga atau keluarga bisa membantu dirinya sendiri di bidang kesehatan dan bertindak aktif pada kegiatan - kegiatan kesehatan di masyarakat dan PHBS di rumah tangga merupakan upaya guna memberdayakan anggota rumah tangga supaya tahu, mau dan bisa menerapkan PHBS serta bertindak aktif terhadap usaha kesehatan di masyarakat.

Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2007 menjumlahkan 10 keterangan tunggal Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang terdiri dari enam keterangan individu dan empat keterangan rumah tangga. Indikator individu meliputi bantuan persalinan oleh pekerja kesehatan, bayi 0-6 bulan memperoleh ASI eksklusif, ketersediaan/kepemilikan jaminan penjagaan kesehatan, Penduduk tidak merokok, Penduduk cukup melakukan kegiatan fisik dan Penduduk cukup makan sayur dan buah secara rutin. Keterangan Rumah Tangga mencakup rumah tangga mempunyai akses terhadap air bersih, akses jamban sehat, keselarasan luas lantai sesuai jumlah penghuni (≥8m2 /orang) dan rumah tangga dengan lantai rumah bukan tanah. Perilaku yang menunjang kesehatan adalah adanya rumah tangga yang menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.

d. Pembangunan Manusia

(53)

Manusia (IPM) Kota Makassar merupakan yang tertinggi dari 24 Kabupaten dan Kota. Tentang hal guna mengukur dimensi hidup layak dipakainya indikator kecakapan daya beli masyarakat pada sejumlah keperluan pokok yang dilihat dari jumlah besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan pendapatan yang mempunyai capaian pembangunan guna dapat hidup dengan layak. Sementara itu, berdasarkan hasil pendataan Makassar memiliki IPM yang mencapai persentase 80,53 persen.

2. Gambaran Umum Lorong Sehat

Sampah yang di hasilkan oleh masyarakat yang ada di kota Makassar kurang lebih 1000 ton/hari (sumber DPK Makassar, 2016), dimana dampak yang dapat di timbulkan dari banyaknya sampah adalah masalah kesehatan khususnya dari aspek perilaku dan lingkungan masyarakat. Adapun yang dimunculkan bisa dilihat dari persentasi yang belum ber-PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) sekitar 54 % dari 46 jumlah lorong melalui 46 Puskesmas yang dibina oleh Dinas Kesehatan Makassar. Tujuan Pemerintah Kota Makassar terkhusus di bidang Kesehatan bahwa jangkauan PHBS mencapai 75% hingga tahun 2019 (RPJMD 2014 - 2019). Selain itu program ini adalah salah satu program yang diutamakan terhadap pencapaian Kota Adipura dan Kota Sehat.

Program penanggulangan yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat adalah upaya dari masyarakat sendiri untuk mengubah perilaku dan mengerti permasalahan kesehatan dan partisipasi masyarakat sehingga

(54)

dipercaya bisa menjadi solusi untuk hidup sehat, akan tetapi pada kenyataannya program yang sudah dilaksanakan oleh Pemerintah sampai saat ini belum bisa mengubah perilaku dan pola pikir masyarakat sehingga dapat hidup sehat dan ber-PHBS memberikan hasil yang sebanyak-banyaknya. Melihat keadaan tersebut, pemerintah Kota Makassar menghadirkan program yang langsung menyentuh masyarakat pada partisipasi melalui inovasi-inovasi yang langsung menyentuh khususnya masyarakat bawah dalam hal lorong sehat.

Inovasi Lorong sehat merpakan pembaruan usaha dan kesadaran mengenai kesehatan melalui manajemen monitoring yang disatukan melalui pendekatan ruang (Lorong) dengan dasar partisipasi dan inisiasi masyarakat. Pada awal tahun 2015 tahap inisiasi dari Lorong Sehat dirintis, mulai dari pembentukan tim Longset, konsep Longset dan teknis proses dijalankannya longset. Inisiasi awal dari program Lorong Sehat yaitu Dinas Kesehatan Kota Makassar. Program ini adalah pengembangan pemikiran dari program Walikota Makassar Moh. Ramdhan Pomanto dari ide “Makassar ta’ Tidak Rantasa”. Dalam pelaksanaanya, Lorong sehat di kembangkan guna menyempurnakan dan mendukung program MTR. Selain itu sebagai persediaan GO Live dilaksnakannya pelatihan SDM dan pemeriksaan teknis serta pelaksanaan Longset yang dijaga oleh masing-masing unsur SDM Longset. Saat ini layanan Longset ini telah bisa di nikmati di 46 Puskesmas yang tersiar di Kota Makassar. Dalam runtunan pengembangan pemikiran,

(55)

perumusan rencana mengarah pada pelaksanaan program Lorong Sehat ini, Dinas Kesehatan Kota Makassar sebagai Leader leading sector. Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar Dr. Hj. A. Naisyah bersama seluruh jajarannya paling utama Bidang Kesehatan Masyarakat yang juga memperoleh dukungan besar dari kepala Puskesmas dan seluruh staf Puskesmas serta masyarakat kader kesehatan menyangkut keterlibatan aktif di dalam runtunan pelaksanaan dan pengembangan Lorong Sehat.

Telah direncanakan dan disosialisasikan sejak tahun 2014, Inovasi Program Lorong Sehat yang bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan masyarakat yang hidup dalam kondisi kurang berperilaku sehat dan belum ber-PHBS dengan menaikkan partisipasi masyarakat melalui merubah perilaku masyarakat dari yang belum ber-PHBS menjadi ber-PHBS. berik Pada tahap awal, Dinas Kesehatan Kota Makassar secara sungguh-sungguh melaksanakan pertemuan sosialisasi pada sumber daya manusia yang disiapkan untuk mengerjakan program ini terutama di lorong sehat binaan masing-masing Puskesmas. Hal ini dilatar belakangi bahwa sebaik apapun programnya jika tidak di seimbangi dengan kecakapan oleh manusianya, hasilnya tidak akan optimal. Rencana pengadaan anggaran yang memadai yang disesuaikan dengan penambahan sumber daya manusia menciptakan program Lorong Sehat (longset) kini menjadi program yang sangat bisa diandalkan guna memenuhi kebutuhan layanan pendataan kesehatan

(56)

Partisipasi masyarakat sebagai kunci utama keberhasilan program Lorong Sehat menjadi salah satu fokus pemanfaatan terhadap program tersebut.

B. Hasil Penelitian

Pada awalnya bahwa kondisi sebagian besar masyarakat di Kota Makassar hidup di lorong atau tempat tinggal yang masih terkesan kumuh dan masyarakatnya masih hidup dalam kondisi yang kurang memperhatikan lingkungan dan kesehatannya. Masih banyak masyarakat yang belum memahami tentang pengaruh baik jika memperhatikan kebersihan dan kesehatan sekitarnya. Perilaku dan pola pikir masyarakat yang sulit bertambah maka pemerintah Kota Makassar berupaya menghadirkan program atau inovasi untuk merubah perilaku masyarakat mengenai kesehatan dan kebersihan di Kota Makassar dengan melakukan pendampingan dan pemerintah bertanggung jawab penuh guna memberdayakan atau mendorong partisipasi masyarakat serta mengubah perilaku dan pola pikir belum ber-Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) menjadi ber-PHBS melalui pendekatan dari lingkungan masyarakat yang terkecil yaitu lorong.

Hasil inovasi longset ini merupakan salah satu program andalan mengenai perubahan mendasar dalam menangani persoalan perubahan pola pikir serta perilaku masyarakat mengenai kesehatan dan kebersihan di kota Makassar. Pada program ini telah banyak potensi yang dikembangkan misalnya dalam hal penanganan kesehatan lingkungan dengan konsep 3R

(57)

(reuse, reduce, recycle) peran partisipasi masyarakat serta perubahan wilayah dalam pola PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat).

Peneliti memilih Lorong Sehat binaan Puskesmas Minasa Upa yang berada pada Kelurahan Minasa Upa dan Kelurahan Karunrung sebagai objek penelitian. Sebelum pemilihan Lorong Sehat, pihak puskesmas mendata masyarakat dan setiap lorong/lingkungan dan memeriksa kondisi kesehatan masyarakat setiap rumah. Pihak puskesmas menilai lorong yang dianggap pantas menjadi Lorong Sehat dalam sebuah kelurahan yaitu dengan melihat aspek kebiasaan masyarakat yang mudah dikembangkan seperti rutin mengikuti kegiatan kemasyarakatan yaitu olahraga bersama setiap minggu pai, kebiasaan bergotong royong menjaga lingkungan dan lorong/lingkungan seperti memiliki tanaman yang banyak di lingkungan rumah setiap masyarakat, setiap rumah memiliki kriteria rumah seperti:

1. sarana kesehatan lingkungan contohnya jamban dan penyediaan air bersih,

2. perilaku sehat seperti kebiasaan cuci tangan pakai sabun, tidak membuang air sembarangan,

3. Keadaan rumah seperti rumah tidak dalam keadaan lembab, posisi jendela tidur hingga tidak padat penghuni.

4. Rumah dalam keadaan bebas jentik dan bebas tikus hingga pekarangan rumah yang bersih dan dapat dimanfaatkan.

(58)

1. Keunggulan Relatif

Inovasi Program Lorong Sehat merupakan pembimbingan usaha dan kesadaran tentang kesehatan melalui manajemen monitoring yang disatukan melalui pendekatan ruang (Lorong) dengan dasar partisipasi dan inisiasi masyarakat. Berikut adalah tujuan Lorong Sehat:

a. Mewujudkan kesadaran mandiri masyarakat tentang kesehatan,

b. Gerakan preventif dari masyarakat melengkapi program pelayanan kesehatan HOME CARE yang telah berjalan,

c. Upaya mengubah perilaku dan pola pikir masyarakat tentang kesehatan yang terencana, tersistem dan masif,

d. Melengkapi keberlanjutan program-program kerakyatan yang sudahberjalan selama ini yang berbasis komunitas dan lorong.

Dalam pengertian umum Lorong Sehat merupakan pembinaan kesadaran masyarakat tentang pola pikir dan perilaku hidup yang belum ber-Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) menjadi ber-PHBS.

Inovasi program Lorong Sehat pada Dinas Kesehatan Kota Makassar ini bertujuan mengatasi masalah perubahan pola pikir untuk merubah perilaku masyarakat tentang kebersihan dan kesehatan di Kota Makassar serta perubahan pada pola yang belum ber-Perilaku Hidup Bersih dan Sehat menjadi ber-PHBS dengan menaikkan partisipasi masyarakat dalam program penanggulangan yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat.

Gambar

Gambar 2.1. Bagan Kerangka Pikir
GAMBAR 4.1 PETA KOTA MAKASSAR
GAMBAR 4.2 KONSEP LONGSET
GAMBAR 4.3 PROSEDUR LORONG SEHAT
+3

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, pendidikan karakter pada dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya dan

• Pilihan untuk memberikan kapasitas BESAR pada sistem memori. ° SRAM cepat tapi mahal dan

Berikut adalah table pelaku dan kegiatannya sehingga dengan begitu akan didapatkan kebutuhan ruang apa saja yang akan diperlukan dalam sekolah asrama arsitektur binus ini

kontur abdomen dengan anak pada posisi tegak dan terlentang normalnya ,abdomen bayi dan anak yang masih kecil cukup silendris,dan dalam posisi tegak,agak menonjol karena lordosis

Sedangkan provinsi dengan laju pertumbuhan penduduk terendah adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat, yaitu sebesar 1,17 persen. (4)

Tujuan dari kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah untuk memberikan keterampilan pengolahan ubi jalar ungu menjadi produk kembang goyang bagi Ibu-ibu PKK dan anggota

CETAK SURAT KETERANGAN DOMISILI CETAK SURAT KETERANGAN BERKELAKUAN BAIK CETAK SURAT KETERANGAN KEHILANGAN CETAK SURAT KETERANGAN USAHA CETAK SURAT KETERANGAN PERJALANAN