Pola Pertumbuhan dan Rasio Bobot Daging Kerang Bulu (Anadara antiquata)
di Perairan Bungkutoko Kota Kendari
[Growth Pattern and Meat Weight Ratio of A. antiquate in Bungkutoko Waters of Kendari]
Awan Setiawan, Bahtiar, Wa Nurgayah
1
Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo
Jl. HAE Mokodompit Kampus Bumi Tridharma Anduonohu Kendari 93232, Telp/Fax: (0401) 3193782 2
Surel: tiar_77unhalu@yahoo.com 3
Surel: nurgayah_fish@yahoo.com Diterima: 23 Maret 2016; Disetujui : 12 Juli 2016
Abstrak
Aktivitas pembangunan dan penangkapan secara terus menerus serta kurangnya informasi pada penelitian kerang bulu, melatar belakangi dilakukanya penelitian ini. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pola pertumbuhan dan rasio bobot daging kerang bulu (A. antiquata). Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Bungkutoko Kota Kendari selama empat bulan yaitu bulan Januari sampai April 2015. Metode pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana (Simple random sampling) dengan total sampel sebanyak 240 individu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan panjang bobot pada kerang jantan dan betina memiliki pola pertumbuhan allometrik positif dan allometrik negatif. Nilai b dari hubungan panjang bobot secara temporal pada jantan dan betina masing-masing berkisar 2,34−2,78; 2,14−2,70, sedangkan nilai b untuk jantan dan betina berdasarkan spasial 2,43−2,79; 2,22−2,73. Nilai faktor kondisi secara temporal pada jantan dan betina masing-masing berkisar 0,96−1,91; 0,38−1,63 dan berdasarkan spasial 0,92−1,52; 0,92−1,87. Rasio bobot daging basah dengan bobot total secara temporal pada jantan dan betina masing-masing berkisar 11,91−16,55%; 11,91−16,49% dan berdasarkan spasial 6,51−17,26%; 13,14−17,62%. Rasio bobot daging kering dan bobot total secara temporal pada jantan dan betina masing-masing berkisar 1,92−2,81%; 1,98−3,20% dan berdasarkan spasial 1,22−2,91%; 1,92−3,15%.
Kata Kunci : Perairan Bungkutoko, Faktor Kondisi, Rasio Bobot Daging, A. antiquata.
Abstract
Development and fishing activities and catch of information on A. antiquata were to become the background of this study. The purpose of the study was to analyse growth pattern and meat weight ratio of A. antiquata. The study was conducted in Bungkutoko waters of Kendari during 4 months from January to April 2015. Sampling method used the simple random sampling. The samples member were 240 induviduals. The results of study showed that the relationship between length and weight for male and female having positive allometric and negative allometric, respectively. The slope coefficient (b) of relationship between length and weight of male and female according to temporal ranged 2,34−2,78 and 2,14−2,70, respectively, while the slope coefficient (b) for male and female according to spatial ranged 2,43−2,79 and 2,22−2,73, respectively. The condition factors for male and female according to temporal were 0,96−1,91 and 0,38−1,63, respectively, while the conditions factors for male and female according to spatial were 0,92−1,52 and 0,92−1,87, respectively. Ratio of wet meat weight and total body weight of A. antiquata for male and female according to temporal ranged 11,91−16,55%, respectively, while according to spatial ranged 6,51−17,26% and 13,14−17,62%, respectively. It was also measured that ratio of dry meat weight and total body weight for male and female according to temporal ranged 1,92−2,81% and 1,98−3,20%, respectively, while according to spatial ranged 1,22−2,91% and 1,92−3,15%, respectively.
Keywords : Bungkutoko waters, Condition Factors, Meat Weight Ratio, A. antiquata.
Pendahuluan
Pulau Bungkutoko merupakan salah satu pulau yang terletak di Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara, yang memiliki potensi
sumber daya yang cukup tinggi sehingga memberikan nilai komersial terhadap masyarakat nelayan lokal. Pulau yang memiliki penduduk
14
sebagian besar berprofesi sebagai nelayan tersebut menggantungkan kebutuhan hidupnya pada sumber daya hasil laut yang terdapat di alam.
Sumber daya kerang yang terdapat di pesisir Pantai Bungkutoko merupakan salah satu sumber daya yang dijadikan sebagai mata pencarian utama dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Salah satunya yaitu kerang bulu
(Anadara antiquata) yang dikenal oleh
masyarakat lokal yaitu kerang “kappa” (Hasil survey, 2015). Secara ekonomi, kerang A.
antiquata memiliki nilai gizi yang cukup tinggi.
Kerang ini menjadi salah satu sumber daya andalan yang dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir Bungkutoko. Satu liter daging kerang A.
antiquata yang dijual di pasar setempat
diberikan harga berkisar Rp 10.000–20.000 (Hasil wawancara, 2015).
Salah satu wilayah yang baik untuk pertumbuhan dan reproduksi kerang di Sulawesi Tenggara adalah Pulau Bungkutoko. Tipe substrat pasir berlumpur dan tipologi pantai yang landai membuat kerang ini mudah untuk
berkembang biak. Tingginya aktivitas
masyarakat nelayan di Bungkutoko serta adanya
penangkapan yang intensif diduga dapat
memengaruhi pola pertumbuhan dan rasio bobot
daging kerang A. antiquata yang akan
memengaruhi laju pertumbuhan kerang tersebut. Studi terhadap kerang A. antiquata untuk mengetahui pola pertumbuhan dan rasio bobot daging perlu dilakukan untuk mengkaji seberapa besar pola pertumbuhan yang terjadi.
Kerang A. antiquata merupakan sumber daya yang memiliki potensi yang sangat besar.
Penangkapan yang terus dilakukan oleh
masyarakat lokal membuat populasi dari kerang tersebut menurun. Reklamasi atau pengalihan fungsi sebelah utara pulau Bungkutoko yang
dijadikan pelabuhan kontainer membuat
ekosistem mangrove dan lamun sebagai habitat kerang A. antiquata menjadi terancam. Kegiatan komersial yang dilakukan oleh masyarakat nelayan tersebut membuat tekanan ekologis terhadap keberadaan kerang A. antiquata.
Pemanfaatan kerang A. antiquata oleh
masyarakat secara terus menerus mengakibatkan penurunan jumlah populasi serta mengganggu pertumbuhan populasi. Kegiatan pemanfaatan secara tidak terkontrol tersebut akan berdampak terhadap kerang A. antiquata yang meliputi; (1) ukuran hasil tangkapan yang makin kecil; (2) bobot setiap kerang rendah; dan, (3) jumlah hasil tangkapan yang menurun.
Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis pola pertumbuhan dan rasio bobot daging terhadap kerang A. antiquata yang terdapat di alam khususnya di perairan Bungkutoko Kota Kendari. Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi tentang pola pertumbuhan dan rasio bobot daging kerang A. antiquata di perairan
Bungkutoko Kabupaten Konawe Sulawesi
Tenggara, sehingga dapat menjadi informasi yang lengkap untuk dapat dijadikan sebagai salah satu konsep dasar dalam pengelolaan sumber daya kerang A. antiquata secara berkelanjutan.
Bahan dan Metode
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai April 2015 di perairan Pantai Pulau Bungkutoko Kota Kendari. Pengukuran panjang, lebar, tebal, bobot total, bobot daging basah, dan jenis kelamin kerang A. antiquata
dilakukan di lapangan. Pengeringan dan
penimbangan bobot daging kering dilakukan di
Laboratorium Agroteknologi Pertanian
15 Kondisi perairan Pantai Bungkutoko
diduga telah mengalami tekanan lingkungan akibat aktivitas pembangunan yang telah dikonversi menjadi lokasi pelabuhan, lokasi pemukiman masyarakat lokal serta lokasi yang dijadikan lahan usaha berupa peternakan ayam potong. Berdasarkan kondisi tersebut maka
lokasi penelitian ditentukan berdasarkan
aktivitas masyarakat lokal, aktivitas
pembangunan, serta lokasi yang dipengaruhi oleh aktivitas perkapalan (Pelabuhan masyarakat lokal), dan alat tangkap sero. Berikut perbedaan karakteristik tiap stasiun yang menjadi lokasi pengambilan sampel (Tabel 1).
Lokasi penelitian tersebut ditetapkan secara purposive random sampling yang terdiri dari tiga stasiun berdasarkan lokasi aktivitas
masyarakat yang memengaruhi langsung
keberadaan kerang A. antiquata dan lokasi yang
tidak dipengaruhi langsung oleh aktivitas
masyarakat lokal. Kegiatan yang dipengaruhi langsung oleh masyarakat lokal yaitu kegiatan penimbunan laut dan kegiatan usaha peternakan ayam potong (Gambar 1).
Tabel 1. Perbedaan karakteristik tiap stasiun penelitian. Stasiun Koordinat Karakteristik
I 03º58’50,4"LS− 122º36’50,6"BT Perairan yang dipengaruhi langsung oleh aktivitas masyarakat dan aktivitas penimbunan laut yang dijadikan sebagai pelabuhan kontainer.
II 03º59’46,0"LS−
122º37’0,55"BT
Ekosistem mangrove dan ekosistem lamun yang dipengaruhi oleh aktivitas masyarakat berupa usaha peternakan ayam. III 03º59’36,1"LS− 122º36’44,2"BT Ekositem mangrove dan ekosistem lamun yang dipengaruhi oleh jalur perkapalan dan alat tangkap sero.
16
Pengambilan dan Pengukuran Sampel
Pengambilan sampel kerang A. antiquata di setiap stasiun menggunakan metode secara acak sederhana (simple random sampling), yang diasumsikan bahwa sampel kerang A. antiquata dapat mewakili ukuran-ukuran kerang yang terdapat di perairan pantai pulau Bungkutoko. Pengambilan kerang ini dilakukan secara bebas yaitu mengumpulkan semua kerang A. antiquata yang diperoleh selama bulan Januari sampai April 2015 dalam penelitian di lapangan. Pengambilan sampel kerang A. antiquata dilakukan pada saat surut terendah yang
dilakukan secara manual yaitu dengan
menggunakan alat bantu berupa pisau.
Pengambilan sampel ini dilakukan sekali dalam sebulan selama empat bulan penelitian. Jumlah sampel pada setiap stasiun yaitu berjumlah 20 individu yang dikumpulkan setiap bulannya. Jumlah keseluruhan sampel yang didapatkan pada bulan Januari sampai April diasumsikan sebanyak 240 individu.
Gambar 2. Pengukuran kerang bulu (A. antiquata): (A) panjang cangkang, (B) lebar cangkang, (C) tebal cangkang (Dokumentasi pribadi, 2015)
Panjang total kerang A. antiquata yang diukur adalah panjang cangkang kerang dari ujung anterior hingga ujung posterior, lebar cangkang diukur dari jarak vertikal terjauh antara bagian atas dan bawah cangkang apabila kerang diamati secara lateral. Tebal umbo
kedua cangkang diukur dari jarak antara kedua umbo pada cangkang yang berpasangan satu sama lain dan diukur dengan menggunakan jangka sorong. Kedua cangkang kerang dibuka
kemudian dipisahkan menggunakan pisau
bedah untuk melihat jenis kelaminnya. Gonad terletak di bagian atas kaki dan menyebar di antara kelenjar pencernaan. perbedaan gonad jantan dan betina sangat jelas ketika cangkang dibuka.
Gonad jantan tampak jelas berwarna putih, sedangkan gonad betina berwarna kuning kemerah-merahan. Penentuan jenis kelamin akan lebih sulit dibedakan ketika gonad kerang
A. antiquata tidak matang yang terjadi di luar
musim pemijahannya. Gonad jantan dan betina kerang A. antiquata (Gambar 3).
Gambar 3. Gonad kerang A antiquata : (A) betina, (B) jantan (Dokumentasi pribadi, 2015)
Pengukuran bobot total kerang
A. antiquata yaitu dilakukan dengan cara
membersihkan kerang tersebut dari sisa partikel-partikel pasir yang masih melekat di cangkang kerang A. antiquata, kemudian menimbang bobot
keseluruhan kerang beserta cangkangnya.
Pengukuran bobot daging basah dan bobot daging kering kerang A. antiquata dilakukan dengan cara membuka kedua cangkang kerang tersebut. Daging dipisahkan dengan cangkang kerang dan ditimbang bobot basah daging kerang tersebut
menggunakan timbangan digital, dengan
17
Proses penimbangan bobot bersih
kerang tersebut, kemudian daging kerang disimpan ke dalam oven dengan suhu 70oC selama 19 jam. Asriyana dan Yuliana (2012) menyatakan bahwa untuk biota yang berukuran 100−300 mg bobot basah direkomendasikan dikeringkan pada suhu 100−105o
C selama 2−3 jam. Hasil dari pengeringan bobot basah kerang
A. antiquata kemudian dilakukan penimbangan
bobot kering dengan menggunakan timbangan digital untuk mengetahui rasio bobot daging basah dan bobot daging kering pada kerang
A. antiquata.
Analisis hubungan panjang bobot A.
antiquata maka digunakan persamaan rumus
yaitu sebagai berikut (Effendie, 1997):
W = cLn …………...(1)
Keterangan : W = bobot total (g)
L = panjang cangkang (mm)
c = intersep (perpotongan kurva dengan hubungan panjang-bobot dengan sumbu y)
n = penduga pola pertumbuhan panjang-bobot Persamaan linier yang digunakan adalah persamaan sebagai berikut:
Log W = Log a + b Log L…..(2)
Parameter a dan b, digunakan analisis regesi dengan Log W sebagai ‘y’ dan Log L sebagai ‘x’, maka didapatkan persamaan regesi: y = a + bx………(3)
Bahtiar (2012) menyatakan bahwa diduga titik keseimbangan pola pertumbuhan somatik pokea (isometrik) pada hubungan lebar cangkang terhadap bobot basah berada pada nilai b=2,50.
Demikian halnya dengan Wilbur dan Owen (1964), melaporkan bahwa nilai isometrik
bivalvia yang diamati berada antara 2,40−4,50. Nilai b dari hubungan panjang bobot pada bivalvia adalah:
Ho : b = 2,5 hubungan panjang dengan bobot adalah isometrik
H1 : b ≠ 2,5 hubungan panjang dengan bobot adalah allometrik,
- Allometrik positif, jika b>2,5 (pertambahan
bobot lebih cepat dibandingkan
pertambahan panjang).
- Allometrik negatif, jika b<2,5 (pertambahan
panjang lebih cepat dibandingkan
pertambahan bobot).
1. Faktor Kondisi
Salah satu derivat penting dari
pertumbuhan adalah faktor kondisi atau indeks ponderal dan sering disebut faktor K. Faktor kondisi menunjukkan keadaan baik dari kerang dilihat dari segi kapasitas fisik untuk survival dan reproduksi. Faktor kondisi dihitung dengan menggunakan persamaan Ponderal Index, untuk pertumbuhan isometrik (b=2,5) faktor kondisi (KTL) dengan menggunakan rumus (Effendie, 1979):
KTL = 105W / L3…………(4)
Faktor kondisi A. antiquata bersifat allometrik (b≠2,5) maka dinyatakan dalam persamaan rumus (Effendie, 1997):
Kn = W/(aLn)………….(5)
Keterangan :
Kn = faktor kondisi relatif
W = bobot individu yang teramati (g)
L = panjang cangkang
a n = konstanta
2. Rasio Bobot Daging
Perhitungan ini dilakukan untuk
mengetahui seberapa besar daging yang
terkandung dalam kerang A. antiquata pada keseluruhan bobot total kerang. Rasio bobot daging dan bobot total kerang A. antiquata yaitu menggunakan persamaan rumus sebagai berikut (Prawuri, 2005):
18
Keterangan :
Bd = bobot daging
Bt = bobot total
Rasio bobot daging basah dan bobot daging kering maka menggunakan persamaan rumus (Niswari, 2004):
Rasio Bdk = (Bdk/Bdb)X100%....(7) Keterangan :
Bdk = bobot daging kering
Bdb = bobot daging basah
Hasil
Hubungan Panjang dan Bobot
Hubungan panjang dan bobot yang didapatkan merupakan bentuk pola pertumbuhan kerang A. antiquata yang terdapat di perairan Bungkutoko. Hasil analisis secara temporal menunjukkan bahwa pada bulan Januari kerang A.
antiquata jantan memiliki nilai b sebesar 2,34 dan
koefisien determinasi 0,82 yang menunjukkan bahwa pertumbuhan panjang cangkang lebih cepat dibandingkan dengan pertambahan bobot total atau allometrik negatif. Bulan Februari sampai April nilai b kerang A. antiquata jantan menunjukkan panjang bobot memiliki pola allometrik positif dengan nilai b berkisar 2,67– 2,78 dan pada bulan Januari sampai Februari untuk betina memiliki nilai b sebesar 2,66–2,70.
Hasil analisis bulan Maret dan April untuk jenis kelamin betina menunjukkan hubungan panjang dan bobot memiliki pola allometrik negatif. Persentase koefisien determinasinya (R2) sebesar 83% dan 79% dengan nilai b sebesar 2,49 dan 2,14.
Hasil analisis secara spasial untuk kerang A. antiquata jantan maupun betina, menunjukkan bahwa pada stasiun I memiliki nilai b 2,79−2,73 (allometrik positif). Sebaliknya di stasiun II dan III, kerang A. antiquata jantan maupun betina memiliki nilai b < 2,5 (allometrik negatif). Nilai b terendah terdapat pada stasiun II sebesar 2,27 (R2 = 75%), sedangkan pada stasiun III menunjukkan nilai b yang tidak jauh berbeda antara kerang A. antiquata jantan dan betina dengan nilai b 2.43 dan 2,35 (R2 = 75−68%).
Hasil analisis terhadap nilai b (2,5)
tersebut menunjukkan bahwa pola
pertumbuhan kerang A. antiquata di perairan sekitar pulau Bungkutoko umumnya adalah allometrik positif (b>2,5), yaitu pertumbuhan bobot total kerang A. antiquata lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan panjang cangkang. Pengamatan yang dilakukan secara temporal maupun spasial tertera pada Gambar 5 dan 6.
19 a. Jantan b. Betina Januari Februari Maret April Panjang (mm)
Gambar 5. Hubungan panjang bobot secara temporal kerang A. antiquata jantan dan betina. y = 0.005x2.343 R² = 0.824 N = 27 0 10 20 30 40 50 0 20 40 60 y = 0.002x2.667 R² = 0.873 N = 33 0 10 20 30 40 50 0 20 40 60 y = 0.001x2.784 R² = 0.791 N = 32 0 10 20 30 40 50 0 20 40 60 y = 0.001x2.706 R² = 0.767 N = 28 0 10 20 30 40 50 y = 0.001x2.769 R² = 0.632 N = 36 0 10 20 30 40 50 0 20 40 60 y = 0.003x2.495 R² = 0.836 N = 24 0 10 20 30 40 50 y = 0.002x2.675 R² = 0.885 N = 33 0 10 20 30 40 50 0 20 40 60 y = 0.012x2.148 R² = 0.794 N = 27 0 10 20 30 40 50 0 20 40 60 B obot ( g)
20 a. Jantan b. Betina Stasiun I Stasiun II Stasiun III Panjang (mm)
Gambar 6. Hubungan panjang bobot secara spasial kerang A. antiquata jantan dan betina.
Faktor Kondisi (Kn)
Hasil perhitungan faktor kondisi
menunjukkan bahwa kerang A. antiquata jantan terendah terdapat pada bulan April dengan nilai 1,12% dan tertinggi pada bulan Maret sebesar 1,91% dengan selisih interval kelas ukuran 24−25 mm. Kerang A. antiquata betina memiliki persentase nilai terendah pada bulan
April 0,50% dan tertinggi pada bulan bulan Maret dengan nilai 1,63%. Secara spasial persentase faktor kondisi tertinggi terdapat pada kerang A. antiquata betina pada stasiun I (1,87), dengan selang ukuran 26−27 mm dan terendah sebesar 0,92 di stasiun III pada ukuran 33−34 mm (Gambar 7). y = 0.001x2.796 R² = 0.696 N = 42 0 10 20 30 40 50 y = 0.001x2.734 R² = 0.917 N = 38 y = 0.003x2.532 R² = 0.845 N = 45 0 10 20 30 40 50 y = 0.009x2.227 R² = 0.758 N = 35 y = 0.004x2.434 R² = 0.752 N = 41 0 10 20 30 40 50 0 20 40 60 y = 0.006x2.357 R² = 0.687 N = 39 0 10 20 30 40 50 B obot (g)
21 a. Jantan b. Betina
Selang Kelas (mm)
Gambar 7. Faktor kondisi secara temporal dan spasial kerang A. antiquata jantan dan betina di perairan Bungkutoko.
Rasio Bobot Daging
Berdasarkan hasil analisis secara spasial didapatkan persentase nilai Bobot Dading Basah (BDB) tertinggi pada kerang A. antiquata jantan terdapat pada stasiun III sebesar 17,26%, dengan selang ukuran 24−26 mm. Perubahan bobot total yang terjadi setiap bulan penelitian diduga
dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang
memberikan perubahan besar pada RBD kerang A.
antiquata jantan dan betina. Persentase RBD
rata-rata dari sejumlah sampel yang didapatkan di perairan Bungkutoko Kota Kendari (Tabel 2 dan 3).
Tabel 2. Persentase rata-rata rasio bobot daging (RBD) jantan dan betina secara temporal.
Jenis Kelamin
Bulan Kelompok Ukuran (mm) % Bobot Total (g) %BDB (g) %BDK (g) Jantan Januari 27−29 30−32 11,36−27,49 9,63−25,67 10,89 15,16 2,10 2,81 Februari 30−31 29 13,01−30,19 13,59−30,88 15,75 14,65 1,92 1,59 Maret 24−25 30−32 14,52−32,14 11,88 16,41 11,78 2,77 2,06 April 28−30 36−39 12,06−15,37 9,88−36,21 13,95 17,24 2,56 2,33 Betina Januari 24−26 27−28 27,53−39,63 42,54 11,91 16,44 2,09 3,20 Februari 33−34 35−37 14,97−27,54 16,13−52,90 14,52 16,55 1,64 2,05 Maret 23−24 34−37 11,96−28,70 22,19 12,88 14,75 2,25 2,65 April 28−29 30−31 17,54−25,24 15,76−41,36 16,20 13,18 2,11 2,98 0 0.5 1 1.5 2 2 2 -2 3 2 4 -2 6 2 7 -2 9 3 0 -3 2 3 3 -3 6 3 7 -4 0 2 7 -2 8 2 9 -2 9 3 0 -3 1 3 2 -3 3 3 4 -3 5 3 6 -3 8 2 2 -2 3 2 4 -2 5 2 6 -2 7 2 8 -2 9 3 0 -3 2 3 3 -3 6 2 4 -2 5 2 6 -2 7 2 8 -3 0 3 1 -3 2 3 3 -3 5 3 6 -3 9
Januari Februari Maret April
0 0.5 1 1.5 2 2 4 -2 6 2 7 -2 8 2 9 -3 1 3 2 -3 5 3 6 -3 9 4 0 -4 4 2 6 -2 7 2 8 -2 9 3 0 -3 2 3 3 -3 4 3 5 -3 7 3 8 -4 0 2 3 -2 4 2 5 -2 7 2 8 -3 0 3 1 -3 3 3 4 -3 7 3 8 -4 0 2 6 -2 7 2 8 -2 9 3 0 -3 1 3 2 -3 4 3 5 -3 6 3 8 -3 9
Januari Februari Maret April
0 0.5 1 1.5 2 2 2 -2 3 2 4 -2 5 2 6 -2 8 2 9 -3 1 3 2 -3 4 3 5 -4 0 2 2 -2 3 2 4 -2 5 2 6 -2 7 2 8 -3 0 3 1 -3 3 3 4 -3 8 2 2 -2 3 2 4 -2 6 2 7 -2 8 2 9 -3 1 3 2 -3 4 3 5 -4 0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
2 3 -2 5 2 6 -2 7 2 8 -3 0 3 1 -3 4 3 5 -3 8 3 9 -4 4 2 4 -2 5 2 6 -2 7 2 8 -2 9 3 0 -3 2 3 3 -3 5 3 6 -3 9 2 7 -2 8 2 9 -3 0 3 1 -3 2 3 3 -3 4 3 5 -3 6 3 7 -4 0
stasiun 1 stasiun 2 stasiun 3
Kn
ra
ta
-r
22
Tabel 3. Persentase rata-rata rasio bobot daging (RBD) jantan dan betina secara spasial.
Jenis kelamin Stasiun Kelompok Ukuran (mm) % Bobot Total (g) %BDB (g) %BDK (g) Jantan I 26−28 35−49 11,66−15,39 30,19−46,45 15,56 13,92 2,91 2,17 II 22−23 24−25 9,63−11,69 9,83 6,51 16,16 1,22 2,90 III 24−26 35−40 17,16−35,38 9,91−15,58 17,26 13,05 2,61 1,92 Betina I 28−30 39−44 12,29−16,06 31,57−48,69 15,74 13,14 2,16 1,99 II 26−27 33−35 10,34−16,19 18,44−27,77 17,62 13,74 3,15 1,94 III 33−34 37−40 16,13−29,51 22,76−52,90 15,54 14,96 2,20 1,92 Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis hubungan panjang bobot kerang A. antiquata memiliki perbedaan selama periode penelitian. Terdapat korelasi yang erat antara hubungan panjang total dan bobot total kerang yang didapatkan. Nilai koefisien determinasi (R2) untuk kerang jantan sebesar 88,5% (April) dan 87,3% (Januari) untuk kerang betina. Komala dkk. (2011) menambahkan bahwa kerang A. antiquata didapatkan nilai koefisien determinasi (R2) adalah
0,94 menunjukkan bahwa panjang kerang
memengaruhi bobot total kerang sebesar 94,5%. Berdasarkan perhitungan didapatkan pula nilai koefisien korelasi (r) adalah 97, hal ini berarti hubungan antara panjang dengan bobot kerang A.
antiquata pada zona 3 adalah sangat erat.
Pertumbuhan kerang A. antiquata selama periode penelitian secara temporal menunjukkan R2 yang kuat antara panjang cangkang dan bobot total. Hal ini ditunjukkan dari hasil analisis yang didapatkan dari bulan Januari hingga April (Gambar 6). Laju pertumbuhan kerang A. antiquata terlihat pada ukuran cangkang dan bobot kerang yang berubah dan terus meningkat. Pernyataan tersebut di perkuat oleh Yusefi (2011) bahwa pertumbuhan kerang bulu dapat dilihat dari garis-garis di sekeliling umbo yang merupakan garis pertumbuhan tahunan. Ukuran cangkang kerang A. antiquata
sangat menentukan laju pertumbuhan individu kerang A. antiquata (Nurdin dkk. 2006).
Laju pertumbuhan kerang A. antiquata jantan dan betina berbeda dalam reproduksi, diduga karena kerang betina memanfaatkan energinya relatif lebih banyak untuk perkembangan gonad dibandingkan jantan (Darmawati, 2014). Mustamu
dkk. (2014) menambahkan bahwa pertumbuhan
individu kerang kotak Septifer bilocularis dapat diukur berdasarkan panjang atau bobot. Kadangkala pengukuran menurut bobot agak bervariasi secara sensitif tergantung kondisi kerang tersebut. Pada kondisi pematangan gonad, bobot tubuh akan cepat bertambah dibanding pada kondisi normal.
Perbedaan kondisi lingkungan yang
mencolok dapat memberikan perbedaan nyata
terhadap pertumbuhan kerang dan dapat
memengaruhi proses reproduksi kerang. Gimin et
al. (2004) menyatakan bahwa faktor reproduksi
dapat memengaruhi pertumbuhan bivalvia. Pola pertumbuhan kerang A. antiquata juga dipengaruhi oleh kualitas perairan (suhu, salinitas dan pH) dan ketersediaan makanan. Berdasarkan nilai b yang didapatkan bersifat korelasi kuat secara positif antara hubungan panjang cangkang dan bobot total kerang
A. antiquata di perairan pantai Bungkutoko. Hasil
analisa statistik untuk kadar air diperoleh angka R2 sebesar 0,79 menunjukkan bahwa korelasi atau
23 hubungan antara kadar air dengan ukuran panjang
kerang bulu adalah kuat (Arnanda dkk. 2005). Peningkatan atau penurunan pola pertumbuhan yang terjadi memengaruhi nilai b dan nilai R2 yang
terdapat pada kerang A. antiquata. Perbandingan hasil pengukuran nilai koefisien b dari beberapa jenis bivalvia (Tabel 4).
Tabel 4. Nilai koefisien b hubungan panjang bobot dari beberapa jenis bivalvia.
Jenis Lokasi Nilai b Pustaka
Batissa violacea kai Sungai Pohara
Kendari
2,03−2,99 Ledua et al. (1996) dalam Fitriani (2008)
P. viridis Teluk Banten dan
Teluk Jakarta
Mustapia (2001)
- Jantan 1,05−2,36
- Betina 1,91−2,75
P. viridis Perairan Cilincing
Jakarta Utara
Niswari (2004)
- Jantan 2,74
- Betina 2,72
P. viridis Perairan Marunda 0,88−2,63 Setyobudiandi (2004)
A. violacea celebensis Sungai Pohara Kendari
2,29−2,56 Bahtiar (2005)
B.violacea celebensis Bahtiar (2007)
- Jantan 2,23−2,51
- Betina 2,10−2,65
B.violacea celebensis Sungai Pohara
Kendari
Fitriani (2008)
- Jantan 2,34−2,41
- Betina 2,36−2,65
Anodontia endulata Teluk Ambon Natan (2009)
- Jantan 3,288
- Betina 3,321
A. granosa Perairan Pesisir
Banten
Sari (2010)
- Perairan Bojonegara 1,812
- Perairan Labuan 2,786
A. granosa Teluk Lada, Selat
Sunda 1,459 Komala dkk. (2011) A. antiquata 2,214 B.violacea celebensis, Martens 1897 Sungai Pohara Kendari 2,44−2,54 Kamuliati (2013)
Polymesoda erosa Teluk Kendari 2,62 Akbar (2013)
A. granosa Teluk Kendari 1,79−2,63 Zumiati (2014)
M. modulaides Perairan Bungkutoko Kendari Asri (2015) o Secara temporal - Jantan 1,87−2,89 - Betina 3,04−3,52 o Secara spasial - Jantan 1,53−2,39 - Betina 2,04−2,75 A. antiquata o Temporal Perairan Bungkutoko, Kendari Penelitian ini (2015) - Jantan 2,34−2,78 - Betina o Spasial - Jantan - Betina 2,14−2,70 2,43−2,79 2,22−2,73
24
Laju pertumbuhan kerang A. antiquata yang terdapat di sekitar perairan Bungkutoko untuk kerang jantan didapatkan bahwa panjang cangkang minimum dan maksimum yaitu 22−40 mm. Data tersebut mengungkapkan bahwa pola pertumbuhan kerang terus meningkat dari ukuran juvenile hingga ukuran 40 mm. Pola pertumbuhan tersebut meningkat seiring dengan pertambahan
ukuran cangkang yang terus berubah.
Setyobudiandi dkk., (2004) menambahkan bahwa Kerang mampu tumbuh mencapai laju 1 sampai ukuran 48.90 mm. Setelah mencapai panjang rata-rata maksimum, maka kerang akan mengalami
penurunan percepatan pertumbuhan
(pertumbuhan akan berhenti).
Penelitian yang dilakukan oleh Wicaksono (2002) mengungkapkan bahwa perlakuan suhu 30oC dan 32oC mengakibatkan laju metabolisme
meningkat sehingga akan meningkatkan faktor lain diantaranya laju pertumbuhan, kebutuhan makanan dan kebutuhan oksigen. Silalahi (2009) menambahkan bahwa perubahan suhu yang mendadak atau kejadian suhu yang ekstrim akan mengganggu kehidupan organisme bahkan dapat menyebabkan kematian.
Rendahnya nilai Kn yang didapatkan pada bulan April juga diduga oleh pengaruh rendahnya kecepatan arus yang didapatkan pada bulan April. Tingginya kecepatan arus dapat membawa partikel-partikel pasir maupun lumpur menjadi lebih besar, sehingga secara tidak langsung akan memengaruhi ketersediaan makanan bagi kerang dan akan memengaruhi pola pertumbuhan. Arus yang relatif besar menyebabkan ukuran partikel sedimen juga lebih besar dan didominasi oleh kerikil (Malvarez et al. 2001 dalam Islami, 2014). Tabel 5. Nilai faktor kondisi yang didapatkan dari beberapa jenis bivalvia.
Jenis Lokasi Faktor Kondisi Pustaka
P. erosa Teluk Kendari Akbar (2013)
- Perstasiun 0,88−1,27
- Perbulan 0,10−1,35
B.violacea
celebensis Sungai Pohara Kendari Kamuliati (2013)
- Jantan 0,03−1,43
- Betina 0,11−1,46
P. viridis Perairan Cilincing, Jakarta
Utara 0,51−1,34 Niswari (2004)
A. granosa Teluk Kendari Zumiati (2014)
- Jantan 0,83−1,19
- Betina 0,71−2,80
M. modulaides Perairan Bungkutoko
Kendari Asri (2015) o Temporal - Jantan 0,55−4,13 - Betina 0,92−1,16 o Spasial - Jantan 0,47−3,09 - Betina 0,93−1,40 A. antiquata o Temporal Perairan Bungkutoko
Kendari Penelitian ini (2015)
- Jantan 0,96−1,91 - Betina o Spasial - Jantan - Betina 0,38−1,63 0,92−1,52 0,92−1,87
25 Keterkaitan substrat akan ketersediaan
makanan berupa detritus dan plankton menjadi faktor dalam pertumbuhan yang terjadi didalam tubuh kerang A. antiquata. Safitri (2015) menyatakan bahwa rata-rata jumlah komposisi makanan kerang bulu pada setiap jenis adalah
sebesar 60,78% detritus, 33,62% kelas
Bacillariophyceae, 1,91% serasah, 1,77% kelas Cyanophyceae, 1,21% kelas Dynophyceae, 0,36% jenis larva dan 0,33% Ciliata. Jumlah setiap jenis makanan kerang bulu berkaitan dengan cara hidupnya di alam. Perbandingan hasil pengukuran rasio bobot dari beberapa jenis bivalvia (Tabel 6).
Perubahan ukuran dan pertambahan bobot tubuh dari setiap kerang merupakan suatu ukuran bahwa organisme tersebut mengalami pertumbuhan. Capenberg (2008) menyatakan bahwa semua jenis kerang-kerangan mempunyai
kebiasaan makan (feeding habit) dengan
memangsa partikel-partikel yang berupa
mikroorganisme ataupun sisa-sisa bahan organik (detritus) serta memilah partikel-partikel makanan yang disaring dari dalam air sesuai dengan ukuraan yang diinginkan.
Tabel 6. Hasil pengukuran nilai rasio bobot dari beberapa jenis bivalvia
Jenis Lokasi Rasio Bobot Basah/Bobot Total % Rasio Bobot Kering/Bobot Total % Pustaka B. violacea celebensis Sungai Pohara Kendari Fitriani (2008) - Jantan 12,46−37,98 6−17,40 - Betina 16,83−37,59 7,71−7,87
P. erosa Teluk Kendari Akbar (2013)
- Perstasiun 15,79−27,69 16,89−50,17 - Perbulan 15,00−42,86 14,26−28,47 A. granosa Perairan Pesisir Banten Sari (2010) - Perairan Bojonegara 22,75−24,16 - Perairan Labuan 14,96−29,39
A. granosa Teluk Kendari Zumiati (2014)
- Jantan 11,96−24,95 3,10−4,92 - Betina 21,00−24,79 4,13−4,89 M. modulaides P. Bungkutoko Kendari Asri (2015) o Temporal - Jantan 10,44−26,93 1,15−4,36 - Betina 9,07−23,10 0,91−4,52 o Spasial - Jantan 9,38−26,93 1,26−4,29 - Betina 8,67−20,94 1,12−3,51 A. antiquata P. Bungkutoko Kendari Penelitian ini (2015) o Temporal - Jantan 10,89−17,24 1,75−2,45 - Betina o Spasial - Jantan - Betina 11,91−16,55 6,51−17,26% 13,14−17,62% 1,64−2,64 1,22−2,91 1,92−3,15
26
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan dapat diperoleh beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pola pertumbuhan hubungan panjang bobot kerang A. antiquata jantan dan betina menunjukkan pola pertumbuhan allometrik positif dan negatif.
2. Faktor kondisi (Kn) untuk kerang A.
antiquata berada pada kisaran nilai 1,23−1,91
(jantan) dan 0,38−1,24 (betina). Persentase
Kn berfluktuasi berdasarkan ukuran
cangkang.
3. Rasio Bobot Daging (RBD) kerang A.
antiquata jantan dan betina lebih dominan
pada kelompok ukuran panjang cangkang 23−39 mm.
Daftar Pustaka
Arnanda DA. Ambariyanto, Ali, R. 2005. Fluktuasi Kandungan Proksimat Kerang Bulu (Anadara inflata reeve) di Perairan Pantai Semarang. Ilmu Kelautan, 10 (2) : 78−84.
Bahtiar. 2012. Studi Bioekologi dan Dinamika Populasi Kerang Pokea (Batissa violacea
celebensis Martens, 1897) yang
Tereksploitasi sebagai Dasar Pengelolaan di Sungai Pohara Sulawesi Tenggara. Disertasi Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. 111 hal.
Cappenberg HAW. 2008. Beberapa Aspek Biologi Kerang Hijau (Perna viridis) Linnaeus 1758. Jurnal Oseana LIPI, 33(1): 33−40.
Darmawati S. 2014. Studi Aspek Biologi
Reproduksi Kerang Darah (Anadara
ganosa) di Perairan Teluk Kendari.
Skripsi. Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Halu Oleo. Kendari. 45 hal.
Effendie MI. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 112 hal. Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan
Pustaka Nusatama. Yogyakarta. 163 hal. Gimin R, Mohan R., Thinh LV., Giffiths AD.
2004. The Relationship of Shell
Dimensions and Shell Volume to Live Weight and Soft Tissue Weight in the
Mangrove Clam, Polymesoda erosa
(solander, 1786) from Northem Australia.
NAGA, 27(3): 32-35.
Islami MM. 2014. Bioekologi Kerang Kerek
Gaffarium tumidum Rӧding, 1798
(Bivalvia: Veneridae) di Perairan Teluk Ambon, Maluku. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 37 hal.
Komala R, Yulianda F, Lumbanbatu DTF,
Setyobudiandi I. 2011. Morfometrik
Kerang Anadara ganosa dan Anadara
antiquata pada Wilayah yang
Tereksploitasi di Teluk Lada Perairan Selat Sunda. UMMI, 1(1): 1-7.
Mustamu G., Lawrence J L L, Anneke VL. 2014.
Kepadatan, Pola Sebaran, dan
Morfometrik Kerang Kotak Septifer
bilocularis (Linnaeus, 1758) pada Rataan
Terumbu di Tanjung Lampangi, Minahasa Selatan. Jurnal Ilmiah Platax, 2(1): 1−12. Nurdin J, Neti M, Izmiarti, Anjas M, Rio D, Jufri
M. 2006. Kepadatan Populasi dan
Pertumbuhan Kerang Darah Anadara
antiquata L. (Bivalvia: Arcidae) di Teluk
Sungai Pisang, Kota Padang, Sumatera
Barat. Jurusan Biologi. FMIPA.
Universitas Andalas. Padang. Makara
Sains, 10(2): 96-101.
Prawuri DV. 2005. Studi Morfometrik Kerang
Anadara spp di Perairan Blanakan,
Kabupaten Subang, Jawa Barat. Skripsi.
Progam Studi Ilmu dan Teknologi
Kelautan. Fakultas Perikanan dan ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
27 Safitri N. 2015. Kebiasaan Makan Kerang Bulu
(Anadara antiquata) di Perairan Pantai
Bungkutoko Kota Kendari. Skripsi.
Manajemen Sumberdaya Perairan.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Halu Oleo. Kendari. 51 hal. Silalahi J. 2009. Analisis Kualitas Air dan
Hubungannya dengan Keanekaragaman Vegetasi Akuatik di Perairan Balige Danau Toba. Tesis. Universitas Sumatera Utara. Medan. 77 hal.
Wicaksono CW. 2002. Studi Beberapa Aspek
Biologi Reproduksi Keong Macan
(Babylonia Spirata spirata, L.) yang dipelihara pada Substrat, Suhu, dan Salinitas yang Berbeda. Skripsi. Jurusan Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 87 hal.
Yusefi V. 2011. Karakteristik Asam Lemak Kerang Bulu (Anadara antiquata). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 67 hal.