MAKALAH FARMAKOGNOSI
“PEMBUATAN SIMPLISIA”
Disusun oleh :
KELOMPOK I
ASRIYANI SAMIUN NIM. 16101105001
NUR MAHRAINI S. BARHAM NIM. 16101105002
GRACE DIEN MANIK NIM. 16101105003
SERLY D. TODING NIM. 16101105004
NIA K. PAREDA NIM. 16101105005
VANESA V. KUMAKAUW NIM. 16101105006
TRIAN RIZKY KALA’ RANTE NIM. 16101105007
FEBRIANY MUNDUNG NIM. 16101105008
MIRACLE PUSUNG NIM. 16101105009
FRINSIA MOKALU NIM. 16101105010
ANNISA HAMKA NIM. 16101105011
JERIL RISKI MALARA NIM. 16101105012
CHELSIA C. PAATH NIM. 16101105013
GWENDOLYN L. KAPONDO NIM. 16101105014
PINGKAN APRILIA NIM. 16101105015
CHINTIA MANOPO NIM. 16101105016
RIBKA MOKALU NIM. 16101105068
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2017
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Pembuatan
Simplisia ini dengan baik meskipun masih terdapat banyak kekurangan.Kami sangat berharap
makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita dalam Mata Kuliah Farmakognosi.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik atau saran untuk perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang. Mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi setiap orang yang membacanya dan juga dapat berguna bagi kami sendiri maupun bagi orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenaan.
Manado, 28 Oktober 2017
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI... ii I. PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Tujuan ... 1 C. Rumusan masalah ... 1 II. ISI ... 2 A. Definisi Simplisia ... 2 B. Jenis Simplisia ... 2C. Pembuatan Simplisia Secara Umum ... 3
D. Metodologi dan Parameter Standarisasi Simplisia... 11
III. PENUTUP... 18
A. Kesimpulan ... 18
B. Saran ... 18
1
I.
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Di Indonesia banyak berbagai macam tumbuhan obat yang telah diteliti oleh para ahli yang mana sampai sekarang tercantum pada buku-buku maupun artikel obat tradisional. Tumbuhan obat atau yang biasa dikenal dengan obat herbal adalah sediaan obat baik berupa obat tradisional, fitofarmaka dan farmasetika, dapat berupa simplisia ( bahan segar atau yang dikeringkan ) ekstrak, kelompok senyawa atau senyawa murni berasal dari alam, yang dimaksut dengan obat alami adalah obat asal tanaman.
Indonesia sangat kaya akan kekayaan alam yang melimpah, mulai dari tanaman herbal sampai mineral tersimpat dalam bumi pertiwi. Dijaman yang berkembang banyak Ilmuwan bahkan Mahasiswa dari berbagai universitas berlomba-lomba untuk mengembangkan tanaman obat. Dari sekian banyak tanaman obat ada salah satu tanaman yang berkasiat obat yaitu Impatien balsamina atau yang biasa disebut bunga pacar air ini telah diteliti bahawa kandungan fitokimia yang terkandung didalamnya dapat berkhasiat sebagai obat. Penelitian terhadap tanaman ini kebanyakan tertuju pada uji fitokimia dan uji aktivasi, tetapi untuk literatur mengenai deskripsi, morfologi dan uji mutu simplisia tanaman pacar air masih minim bahkan dalam buku Materia Medika Indonesia pacar air belum diklarifikasi secara detail. Hanya beberapa artikel dan e-book saja yang membahas tanaman ini.
B. Perumusan Masalah
a. Cara Pembuatan Simplisia ?
C. Tujuan
a. Mengetahui cara pembuatan simplisia yang baik.
2
II. ISI
A. Definisi Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali diyatakan lain simplisia merupakan bahan yang dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan atau mineral.
B. Jenis Simplisia
a. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Yang dimaksud dengan eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertent dipisahkan dari tanamannya.
b. Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh , bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.
c. Simplisia mineral atau pelikan adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.
Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun kegunaannya, maka simplisia harus memenuhi persyaratan minimal. Dan untuk memenuhi persyaratan minimal tersebut, ada beberapa faktor yang berpengaruh , antara lain adalah :
a. Bahan baku simplisia.
b. Proses pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan bahan baku simplisia. c. Cara penepakan dan penyimpanan simplisia.
Agar simplisia memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan, maka ketiga faktor tersebut haus memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan.
3
C. Pembuatan Simplisia Secara Umum.
a. Bahan Baku
Tanaman obat yang menjadi sumber simplisia nabati , merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi mutu simplisia. Sebagai sumber simplisia, tanaman obat dapat berupa tumbuhan liar atau berupa tanaman budidaya. Tumbuhan liar adalah tumbuhan yang tumbuh dengan sendirinya di hutan atau tempat lain, atau tanaman yang sengaja ditanam dengan tujuan lain, misalnya sebagai tanaman hias, tanaman pagar, tetapi bukan dengan tujuan untuk memproduksi simplisia. Tanaman budidaya adalah tanaman yang sengaja ditanam untuk tujuan produksi simplisia. Tanaman simplisia dapat di perkebunan yang luas, dapat diusahakan oleh petani secara kecil-kecilan berupa tanaman tumpang sari atau Tanaman Obat Keluarga. Tanaman Obat Keluarga adalah pemanfaatan pekarangan yang sengaja digunakan untuk menanam tumbuhan obat.
b. Dasar Pembuatan Simplisia
1. Simplisia dibuat dengan cara pengeringan
Pembuatan simplisia dengan cara ini dilakukan dengan pengeringan cepat, tetapi dengan suhu yang tidak terlalu tinggi. Pengeringan yang terlalu lama akan mengakibatkan simplisia yang diperoleh ditumbuhi kapang. Pengeringan dengan suhu yang tinggi akan mengakibatkan perubahan kimia pada kandungan senyawa aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut, untuk simplisia yang memerlukan perajangan perlu diatur panjang perajangannya, sehingga diperoleh tebal irisan yang pada pengeringan tidak mengalami kerusakan.
2. Simplisia dibuat dengan fermentasi
Proses fermentasi dilakukan dengan seksama, agar proses tersebut tidak berkelanjutan kearah yang tidak diinginkan.
3. Simplisia dibuat dengan proses khusus.
Pembuatan simplisia dengan penyulingan, pengentalan eksudat nabati, penyaringan sari air dan proses khusus lainnya dilakukan dengan berpegang pada prinsip bahwa pada simplisia yang dihasilkan harus memiliki mutu sesuai dengan persyaratan.
4
4. Simplisia pada proses pembuatan memerlukan air.
Pati, talk dan sebagainya pada proses pembuatannya memerlukan air. Air yang digunakan harus terbebas dari pencemaran serangga, kuman patogen, logam berat dan lain-lain.
c. Tahap Pembuatan
Pada umumya pembuatan simplisia melalui tahapan sebagai berikut :
a. Pengumpulan Bahan Baku Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda
antara lain tergantung pada :
1. Bagian tanaman yang digunakan. 2. Umur tanaman yang digunakan. 3. Waktu panen.
4. Lingkungan tempat tumbuh.
Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan senyawa aktif di dalam bagian tanaman yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada saat bagian tanaman tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar.
Senyawa aktif terbentuk secara maksimal di dalam
bagian tanaman atau tanaman pada umur tertentu. Sebagai contoh pada tanaman Atropa
belladonna, alkaloid hiosiamina mula-mula terbentuk dalam akar.
Dalam tahun pertama, pembentukan hiosiamina berpindah pada batang yang masih hijau. Pada tahun kedua batang mulai berlignin dan kadar hiosiamina mulai menurun sedang pada daun kadar hiosiamina makin meningkat. Kadar alkaloid hios'amina tertinggi dicapai I dalam pucuk tanaman pada saat tanai an berbunga dan kadar alkaloid menurun pada saat tanaman berbualz dan niakin turun ketika buah makin tua. Contoh lain, tanaman
Menthapiperita muda mengandung mentol banyak dalanl daunnya.
Kadar rninyak atsiri dan mentol tertinggi pada daun tanaman
ini dicapai pada saat tanaman tepat akan berbunga. Pada Cinnamornunz camphors, kamfer akan terkumpul dalam kayu tanaman yang telah tua. Penentuan bagian tanaman yang dikumpulkan dan waktu pengumpulan secara tepat memerlukan penelitian. Di samping waktu panen yang dikaitkan dengan umur, perlu diperhatikan pula saat panen dalam sehari. Contoh, simplisia yang mengandung minyak atsiri lebih baik dipanen pada pagi hari.
5
Dengan demikian untuk menentukan waktu panen dalam sehari perlu dipertimbangkan stabilitas kimiawi dan fisik senyawa aktif dalam simplisia terhadap panas sinar matahari.
Secara garis besar, pedoman panen sebagai berikut :
a. Tanaman yang pada saat panen diambil bijinya yang telah tua seperti kedawung (Parkia rosbbrgii), pengambilan biji ditandai dengan telah mengeringnya buah. Sering pula pemetikan dilakukan sebelum kering benar, yaitu sebelum buah pecah secara alami dan biji terlempar jauh, misal jarak (Ricinus cornrnunis).
b. Tanaman yang pada saat panen diambil buahnya, waktu pengambilan sering
dihubungkan dengan tingkat kemasakan, yang ditandai dengan terjadinya perubahan pada buah seperti perubahan tingkat kekerasan misal labu merah (Cucurbita n~oscllata). Perubahan warna, misalnya asam (Tarnarindus indica), kadar air buah, misalnya belimbing wuluh (Averrhoa belimbi), jeruk nipis (Citrui aurantifolia) perubahan bentuk buah, misalnya mentimun (Cucurnis sativus), pare (Mornordica charantia).
c. Tanaman yang pada saat panen diambil daun pucuknya pengambilan dilakukan
pada saat tanaman mengalami perubahan pertumbuhan dari vegetatif ke generatif. Pada saat itu penumpukan senyawa aktif dalam kondisi tinggi, sehingga mempunyai mutu yang terbaik. Contoh tanaman yang diambil daun pucuk ialah kumis kucing (Orthosiphon starnineus).
d. Tanaman yang pada saat panen diambil daun yang telah tua, daun yang diambil dipilih yang telah membuka sempurna dan terletak di bagian cabang atau batang yang menerima sinar matahari sempurna. Pada daun tersebut terjadi kegi-atan asimilasi yang sempurna. Contoh panenan ini misal sembung (Blumea balsamifera).
e. Tanaman yang pada saat panen diambil kulit batang, pengambilan dilakukan pada saat tanaman telah cukup umur. Agar pada saat pengambilan tidak mengganggu pertumbuhan, sebaiknya dilakukan pada musim yang menguntungkan pertumbuhan antara lain menjelang musim kemarau.
f. Tanaman yang pada saat panen diambil umbi lapis, pengambilan dilakukan pada saat umbi mencapai besar maksimum dan pertumbuhan pada bagian di atas tanah berhenti misalnya bawang merah (Allium cepa).
6
g. Tanaman yang pada saat panen diambil rimpangnya, pengambilan dilakukan pada musim kering dengan tanda-tanda mengeringnya bagian atas tanaman. Dalam keadaan ini rimpang dalam keadaan besar maksimum. Panen dapat dilakukan dengan tangan, menggunakan alat atau menggunakan mesin. Dalam ha1 ini keterampilan pemetik diperlukan, agar diperoleh simplisia yang benar, tidak tercampur dengan bagian lain dan tidak merusak tanaman induk. Alat atau mesin yang digunakan untuk memetik perlu dipilih yang sesuai. Alat yang terbuat dari logam sebaiknya tidak digunakan bila diperkirakan akan merusak senyawa
aktif siniplisia seperti fenol, glikosida dan sebagainya.
Cara pengambilan bagian tanaman untuk penibuatan simplisia dapat dilihat pada tabel I hal. 6.
d. Sortasi Basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing lainnya dari bahan-bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat, bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun,
akar yang telah rusak, serta pengotoran lainnya harus dibuang. Tanah
mengandung bermacam-macam
mikroba dalam jurnlah yang tinggi, oleh karena itu pembersihan
simplisia dari tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah mikroba awal.
e. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih, misalnya air dari mata air, air sumur atau air PAM. Bahan simplisia yang mengandung zat yang
mudah larut di dalam air yang mengalir, pencucian agar dilakukan
dalam waktu yang sesingkat mungkin. Menurut Frazier (1978), pencucian sayur-sayuran satu kali dapat menghilangkan 25% dari jumlah mikroba awal, jika dilakukan pencucian sebanyak tiga kali, jumlah mikroba yang tertinggal hanya 42% dari jumlah mikroba awal. Pencucian tidak dapat membersihkan simplisia dari semua mikroba karena air pencucian yang digunakan biasanya mengandung juga sejumlah mikroba. Cara sortasi dan pencucian sangat mempengaruhi jenis dan jumlah rnikroba awal simplisia. Misalnya jika air yang digunakan untuk pencucian kotor, maka jumlah mikroba pada permukaan bahan simplisia dapat bertambah dan air yang terdapat pada permukaan
7
bahan tersebut dapat menipercepat pertumbuhan mikroba. Bakteri
yang umuln terdapat dalam air adalah Pseudomonas, Proteus,
Micrococcus, Bacillus, Streptococcus, Enterobacter dan Escherishia. Pada simplisia akar, batang atau buah dapat pula dilakukan pengu-pasan kulit luarnya untuk
mengurangi jumlah mikroba awal karena sebagian besar
jumlah mikroba biasanya terdapat pada permukaan bahan simplisia. Bahan yang telah dikupas tersebut mungkin tidak memerlukan pencucian jika cara pengupasannya dilakukan dengan tepat dan bersih.
f. Perajangan
Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan. Perajangan
bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan,
pengepakan dan penggilingan. Tanaman yang baru diambil jangan langsung dirajang tetapi dijemur dalam keadaan utuh selama 1 hari. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin perajang khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau pot-ongan dengan ukuran yang dikehendaki.
Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin cepat penguapan air, sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis juga dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap. Sehingga mempengaruhi komposisi bau dan rasa yang diinginkan. Oleh karena itu bahan simplisia seperti temulawak, temu giring, jahe, kencur dan bahan sejenis lainnya dihindari perajangan yang terlalu tipis untuk mencegah berkurangnya kadar minyak atsiri.
Selama perajangan seharusnya jumlah mikroba tidak bertambah.
Penjemuran sebelum perajangan diperlukan untuk mengurangi
pewarnaan akibat reaksi antara bahan dan logam pisau. Pengeringan dilakukan dengan sinar matahari selama satu hari.
g. Pengeringan
Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak
mudah rusak,sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau perusakan simplisia. Air yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar tertentu dapat merupakan media pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya.Enzim tertentu dalam sel,masih dapat bekerja,menguraikan senyawa aktif sesaat setelah sel mati dan selama bahan simplisia tersebut
8
masih mengandung kadar air tertentu. Pada tumbuhan yang masih hidup pertumbuhan kapang dan reaksi enzimatik yang merusak itu tidak terjadi karena adanya keseimbangan antara proses-proses metabolisme, yakni proses-proses sintesis, transformasi dan penggunaan isi sel. Keseimbangan ini hilang segera setelah sel tumbuhan mati. Sebelum tahun 1950, sebelum bahan dikeringkan, terhadap bahan simplisia tersebut lebih dahulu dilakukan proses stabilisasi yaitu proses untuk menghentikan reaksi enzimatik. Cara yang lazim dilakukan pada saat itu, merendam bahan simplisia dengan etanol 70 % atau dengan mengaliri uap panas. Dari hasil penelitian
selanjutnya diketahui bahwa reaksi enzimatik tidak
berlangsung bila kadar air dalam simplisia kurang dari 10%.
Pengeringan simplisia dilakukan dengan menggunakan sinar matahari
atau menggunakan suatu alat pengering. Hal-ha1 yang perlu diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, Waktu pengeringan dan luas permukaan bahan. Pada pengeringan bahan simplisia tidak dianjurkan rnenggunakan alat dari plastik. Selama proses pengeringan bahan simplisia, faktor-faktor tersebut harus diperhatikan sehingga diperoleh simplisia kering yang tidak mudah mengalami kerusakan selama penyimpanan. Cara pengeringan yang salah dapat mengakibatkan terjadinya "Face hardening", yakni bagian luar bahan sudah kering sedangkan bagian dalamnya masih basah. Hal ini dapat disebabkan oleh irisan bahan simplisia yang terlalu tebal, suhu pengeringan yang terlalu tinggi, atau oleh suatu keadaan lain yang menyebabkan penguapan air permukaan bahan jauh lebih cepat daripada difusi air dari dalam ke permukaan tersebut, sehingga permukaan bahan menjadi keras dan menghambat pengeringan selanjutnya. "Face hardening" dapat mengakibatkan kerusakan atau kebusukan di bagian dalarn bahan yang dikeringkan.
Suhu pengeringan tergantung kepada bahan simplisia dan cara pengeringannya. Bahan simplisia dapat dikeringkan pada suhu 300 sampai 90°C, tetapi suhu yang terbaik adalah tidak melebihi 60°C. Bahan simplisia yang mengandung senyawa aktif yang tidak tahan panas atau
mudah menguap harus dikeringkan pada suhu serendah mungkin, misalnya 300 sampai 450 C,
atau dengan cara pengeringan vakum yaitu dengan mengurangi tekanan udara di dalam ruang atau lemari pengeringan, sehingga tekanan kira-kira 5 mm Hg. Kelembaban juga tergantung pada bahan simplisia,cara pengeringan, dan tahap tahap selama pengeringan. Kelembaban akan menurun selama berlangsungnya proses pengeringan. Berbagai cara pengeringan telah dikenal dan digunakan orang. Pada dasarnya dikenal dua cara pengeringan yaitu pengeringan secara alamiah dan buatan.
9
a. Pengeringan Alamiah.
Tergantung dari senyawa aktif yang dikandung dalam bagian tanaman yang dikeringkan, dapat dilakukan dua cara pengeringan :
1. Dengan panas sinar matahari langsung. Cara ini dilakitkan untuk mengeringkan bagian
tanaman yang relatif keras seperti kayu, kulit kayu, biji dan sebagainya, dan rnengandung senyawa aktif yang relatif stabil. Pengeringan dengan sinar matahari yang banyak dipraktekkan di Indonesia merupakan suatu cara yang mudah dan murah, yang dilakukan dengan cara membiarkan bagian yang telah dipotong-potong di udara terbuka di atas tampah-tampah tanpa kondisi yang terkontrol sepertl suhu, kelembaban dan aliran udara. Dengan cara ini kecepatan pengeringan sangat tergantung kepada keadaan iklim, sehingga cara ini hanya baik dilakukan di daerah yang udaranya panas atau kelembabannya rendah, serta tidak turun hujan. Hujan atau cuaca yang mendung dapat memperpanjang waktu pengeringan sehingga memberi kesempatan pada kapang atau mikroba lainnya untuk tumbuh sebelum simplisia tersebut kering. F'IDC (Food Technology Development Center IPB) telah merancang dan membuat suatu alat pengering dengan menggunakan sinar matahari, sinar matahari tersebut ditampung pada permukaan yang gelap dengan sudut kemiringan tertentu. Panas ini kemudian dialirkan keatas rak-rak pengering yang diberi atap tembus cahaya di atasnya sehingga rnencegah bahan menjadi basah jika tiba-tiba turun hujan. Alat ini telah digunakan untuk mengeringkan singkong yang telah dirajang dengan demikian dapat pula digunakan untuk mengeringkan simplisia.
2. Dengan diangin-anginkan dan tidak dipanaskan dengan sinar matahari langsung. Cara ini terutama digunakan untuk mengeringkan bagian tanaman yang lunak seperti bunga, daun, dan sebagainya dan mengandung senyawa aktif mudah menguap.
b. Pengeringan Buatan
Kerugian yang mungkin terjadi jika melakukan pengeringan dengan sinar matahari dapat diatasi jika melakukan pengeringan buatan, yaitu dengan menggunakan suatu alat atau mesin pengering yang suhu kelembaban, tekanan dan aliran udaranya dapat diatur. Prinsip pengeringan buatan adalah sebagai berikut: “udara dipanaskan oleh suatu sumber panas seperti lampu, kompor, mesin disel atau listrik, udara panas dialirkan dengan kipas ke dalam ruangan atau lemari yang berisi bahan yang akan dikeringkan yang telah disebarkan di atas rak-rak
10
pengering”. Dengan prinsip ini dapat diciptakan suatu alat pengering yang sederhana, praktis dan murah dengan hasil yang cukup baik.
Dengan menggunakan pengeringan buatan dapat diperoleh simplisia dengan mutu yang lebih baik karena pengeringan akan lebih merata dan waktu pengeringan akan lebih cepat, tanpa dipengaruhi oleh keadaan cuaca. Sebagai contoh misalnya jika kita membutuhkan waktu 2 sampai 3 hari untuk penjemuran dengan sinar matahari sehingga diperoleh simplisia kering dengan kadar air 10% sampai 12%, dengan menggunakan suatu alat pengering dapat diperoleh simplisia dengan kadar air yang sama dalam waktu 6 sampai 8 jam.
Daya tahan suatu simplisia selama penyimpanan sangat tergantung pada jenis simplisia, kadar airnya dan cara penyimpanannya. Beberapa simplisia yang dapat tahan lama dalam penyimpanan jika kadar airnya diturunkan 4 sampai 8%, sedangkan simplisia lainnya rnungkin masih dapat tahan selama penyimpanan dengan kadar air 10 sampai 12%.
h. Sortasi Kering
Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan simplisia. Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang masill ada dan tertinggal pada sirnplisia kering. Proses ini dilakukan sebelum sirnplisia dibungkus untuk kernudian disimpan. Seperti halnya pada sortasi awal, sortasi disini dapat dilakukan dengan atau secara mekanik. Pada simplisia bentuk rimpang sering jurnlah akar yang melekat pada rimpang terlampau besar dan harus dibuang. Demikian pula adanya partikel-partikel pasir, besi dan benda-benda tanah lain yang tertinggal harus dibuang sebelum simplisia dibungkus.
i. Penyimpanan Dan Pengepakan
Sirnplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena berbagai faktor luar dan dalam, antara lain :
a. Cahaya : Sinar dari panjang gelombang tertentu dapat menimbulkan perubahan kimia
pada simplisia, misalnya isomerisasi, polimerisasi, rasemisasi dan sebagainya.
b. Oksigen udara : Senyawa tertentu dalam simplisia dapat mengalami perubahan kimiawi oleh pengaruh oksigen udara terjadi oksidasi dan perubahan ini dapat berpengaruh pada bentuk simplisia, misalnya, yang semula cair dapat berubah menjadi kental atau padat, berbutir-butir dan sebagainya.
11
c. Reaksi kimia intern : perubahan kimiawi dalam simplisia yang dapat disebabkan oleh
reaksi kimia intern, misalnya oleh enzim, polimerisasi, oto-oksidasi dan sebagainya. d. Dehidrasi : Apabila kelembaban luar lebih rendah dari simplisia, maka simplisia
secara perlahan-lahan akan kehilangan sebagian airnya sehingga rnakin lama makin mengecil (kisut).
e. Penyerapan air : Simplisia yang higroskopik, misalnya agar-agar, bila disimpan dalam wadah yang terbuka akan menyerap lengas udara sehingga menjadi kempal basah atau mencair.
f. Pengotoran : Pengotoran pada simplisia dapat disebabkan oleh berbagai sumber, misalnya debu atau pasir, ekskresi hewan, bahan-bahan asing (misalnya minyak yang tertumpah) dan fragmen wadah (karung goni).
g. Serangga : Serangga dapat menitnbulkan kerusakan dan pengotoran pada simplisia, baik oleh bentuk ulatnya maupin oleh bentuk dewasanya. Pengotoran tidak hanya berupa kotoran serangga, tetapi juga sisa-sisa metamorfosa seperti cangkang telur, bekas kepompong, anyaman benang bungkus kepompong, bekas kulit serangga dan sebagainya.
h. Kapang : Bila kadar air dalam simplisia terlalu tinggi, maka simplisia dapat berkapang. Kerusakan yang timbul tidak hanya terbatas pada jaringan simplisia, tetapi juga akan merusak susunan kimia zat yang dikandung dan malahan dari kapangnya dapat mengeluarkan toksin yang dapat mengganggu kesehatan.
D. Metodologi Dan Paramter Standarisasi Simplisia
Ada tiga Parameter standarisasi simplisia sebagai bahan baku yang diperlukan dalam analisa mutu siplisia , yaitu :
a. Pengujian Pendahuluan ( Kebenaran Simplisia ) : 1. Pengujian Organoleptik
2. Pengujian Makroskopik 3. Pengujian Mikroskopik b. Parameter Non Spesifik :
1. Penetapan kadar air dengan destilasi 2. Penetapan susut pengeringan
12
4. Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam 5. Penetapan kadar sari yang larut dalam air
6. Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol 7. Uji cemaran mikroba
c. Parameter Spesifik :
1. Identifikasi kimia terhadap senyawa yang disari
a. Pengujian Pendahuluan ( Kebenaran simplisia )
1. Uji Organoleptik
Dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kekhususan bau dan rasa simplisia yang diuji. 2. Uji Makroskopik
Dilakukan dengan menggunakan kaca pembesar atau tanpa alat, untuk mencari kekhususan morfologi, ukuran dan warna simplisia yang diuji.
3. Uji Mikroskopik
Dilakukan dengan menggunakan mikroskop yang derajat pembesarannya disesuaikan dengan keperluan. Simplisia yang diuji dapat berupa sayatan maupun serbuk. Tujuannya adalah untuk mencari unsur-unsur anatomi jaringan yang khas. Dari pengujian ini akan diketahui jenis simplisia berdasarkan fragmen pengenal yang spesifik bagi masing-masing simplisia. Serbuk yang diperiksa adalah serbuk yang homogen dengan derajat kehalusan 4/18 yang dipersyaratkan oleh MMI. Ada 4 cara pengamatan menggunakan mikroskop yaitu :
a) Mikroskopik 1
Menggunakan medium air atau gliserin. Digunakan untuk mendeteksi hablur lepas, butir pati, butir tepung sari, serabut, sel batu, rambut penutup, rambut kelenjar lepas serta beberapa jenis jaringan khas lainnya.
b) Mikroskopik 2
Serbuk terlebih dahulu dididihkan dalam larutan kloral hidra. Butir pati akan larut akan larut dan jaringan yang berisi klorofil menjadi jernih sehingga pengamatan dapat lebih jelas. Akan tampak sel-sel epidermis , mesofil, rongga minyak, parenkim, hablur, sistolit dll.
13
Diakukan pewarnaan terhadap serbuk. Sebaiknya dilakukan setelah serbuk
dijernihkan dengan chloral hidrat, namun dalam hal-hal tertentu boleh langsung menambahkan pereaksi tanpa didahului penjernihan jaringan.
Pereaksi yang biasa digunakan misalnya floroglusin-asam klorida akan
menimbulkan warna merah pada sel yang berisi lignin ( sel batu, serabut dan xilem ).
d) Mikroskopik 4
Dilakukan terhadap serbuk yang telah diabukan. Uji ini khusus ditujukan untuk mendeteksi ada tidaknya kerangka silika pada tanaman yang banyak mengandung silika seperti familia Poaceae / Gramineae dan Equisetaceae.
b. Parameter Non-Spesifik
1. Penetapan Kadar Air ( MMI )
Kandungan air yang berlebihan pada bahan / sediaan obat tradisional akan mempercepat pertumbuhan mikroba dan juga dapat mempermudah terjadinya hidrolisa terhadap kandungan kimianya sehingga dapat mengakibatkan penurunan mutu dari obat tradisional. Oleh karena itu batas kandungan air pada suatu simplisia sebaiknya dicantumkan dalam suatu uraian yang menyangkut persyaratan dari suatu simplisia.
Tujuan dari penetapan kadar air adalah utuk mengetahui batasan maksimal atau rentang tentang besarnya kandungan air dalam bahan. Hal ini terkait dengan kemurnian dan adanya kontaminan dalam simplisia tersebut. Dengan demikian, penghilangan kadar air hingga jumlah tertentu berguna untuk memperpanjang daya tahan bahan selama penyimpanan. Simplisia dinilai cukup aman bila mempunyai kadar air kurang dari 10%. Penetapan kadar air dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu ;
a) Metode Titrimetri
Metode ini berdasarkan atas reaksi secara kuantitatif air dengan larutan anhidrat belerang dioksida dan iodium dengan adanya dapar yang bereaksi dengan ion hydrogen. Kelemahan metode ini adalah stoikiometri reaksi tidak tepat dan reprodusibilitas bergantung pada beberapa faktor seperti kadar relatif komponen pereaksi, sifat pelarut inert yang digunakan untuk melarutkan zat dan teknik yang digunakan pada penetapan tertentu. Metode ini juga perlu pengamatan titik akhir titrasi yang bersifat relatif dan diperlukan sistem yang terbebas dari kelembaban udara ( Anonim, 1995 ).
14
Zat yang akan diperiksa dimasukkan kedalam labu melalui pipa pengalir nitrogen atau melalui pipa samping yang dapat disumbat. Pengadukan dilakukan dengan mengalirkan gas nitrogen yang telah dikeringkan atau dengan pengaduk magnit. Penunjuk titik akhir terdiri dari batere kering 1,5 volt atau 2 volt yang dihubungkan dengan tahanan variable lebih kurang 2.000 ohm. Tahanan diatur sedemikian sehingga arus utama yang cocok yang melalui elektroda platina berhubungan secara seri dengan mikroammeter. Setiap kali penambahan pereaksi Karl Fishcer, penunjuk mikroammeter akan menyimpang tetapi segera kembali ke kedudukan semula. Pada titik akhir, penyimpangan akan tetap selama waktu yang lebih lama. Pada zat-zat yang melepaskan air secara perlahan-lahan, umumnya dilakukan titrasi tidak langsung.
b) Metode Azeotropi ( Destilasi Toluena ).
Metode ini efektif untuk penetapan kadar air karena terjadi penyulingan berulang ulang kali di dalam labu dan menggunakan pendingin balik untuk mencegah adanya penguapan berlebih. Sistem yang digunakan tertutup dan tidak dipengaruhi oleh kelembaban ( Anonim, 1995 ).
Kadar air (V/B) = Vol. Air yang terukur / bobot awal simplisia x 100%.
c) Metode Gravimetri.
Dengan menghitung susut pngeringan hingga tercapai bobot tetap ( Anonim, 1995 ).
2. Penetapan Susut Pengeringan ( MMI )
Susut pngeringan adalah kadar bagian yang menguap suatu zat.kecuali dinyatakan lain , suhu peetapan adalah 105oC , keringkan pada suhu penetapan hingga bobot tetap. Jika suhu lebur zat lebih rendah dari suhu penetapan, pengeringan dilakukan pada suhu antara 5oC dan 10oC dibawah suhu leburnya selama 1 jam sampai 2 jam, kemudian pada suhu penetapan selama waktu yang ditentukan atau hingga bobot tetap.
Susut pengeringan = (bobot awal – bobot akhir) / bobot awal x 100% Untuk simplisia yang tidak mengandung minyak atsiridan sisa pelarut organik menguap, susut pengeringan diidentikkan dengan kadar air, yaitu kandungan air karena simplisia berada di atmoster dan ligkungan terbuka sehingga dipengaruhi oleh kelembaban lingkungan penyimpanan.
15
Penetapan kadar abu merupakan cara untuk mengetahui sisa yang tidak menguap dari suatu simplisia pada pembakaran. Pada penetapan kadar abu total, abu dapat berasal dari bagian jaringan tanaman sendiri atau dari pengotoran lain misalnya pasir atau tanah.
4. Penetapan Kadar Abu yang tidak larut Asam (MMI)
Ditujukan untuk mengetahui jumlah pengotoran yang berasal dari pasir atau tanah silikat.
5. Penetapan Kadar Sari yang larut dalam air (MMI)
Pengujian ini dimaksutkan untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat tersari dengan air dari suatu simplisia.
6. Penetapan Kadar Sari yang larut dalam etanol (MMI)
Pengujian ini dimaksutkan untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat tersari dengan etanol dari suatu simplisia.
7. Uji Cemaran Mikroba
a) Uji Aflatoksin
Uji ini bertujuan untuk mengetahui cemaran aflatoksin yang dihasilkan oleh jamur Aspergillus flavus.
b) Uji Angka Lempeng Total
Untuk mengetahui jumlah mikroba/bakteri dalam sample. Batasan angka lempengan total yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan yaitu 10oC FU/gram.
c) Uji Angka Kapang
Untuk mengetahui adanya cemaran kapang, batasan angka lempeng total yang
ditetapkan oleh Kemenkes yaitu 104 CFU/gram.
c. Parameter Spesifik ( Pengujian Secara Kimia ).
Parameter ini digunakan untuk mengetahui identitas kimia dari simplisia. Uji kandungan kimia simplisia digunakan untuk menetapkan kandungan senyawa tertentu dari simplisia. Biasanya dilakukan dengan analisa kromatografi lapis tipis (KLT). Sebelum dilakukan KLT perlu dilakukan preparasi dengan penyarian senyawa kimia aktif dari simplisia yang masih kasar.
16
Identifikasi kimia terhadap senyawa tersari
Kandungan kimia simplisia nabati pada umumnya dapat dikelompokkan sebagai berikut : minyak atsiri, karotenoid, steroid, triterpenoid, alkaloid, asam lemak, senyawa fenolik ( fenol-fenol asam fenol-fenolat, fenil propanolol, flavonoid, antrakuinon, antosianin, xanton) asam organik, glikosida, saponin, tani, karbohidrat dan lain-lain.
Simplisia yang diuji adalah simplisia tunggal yang berupa rajangan serbuk, ekstrak atau dalam bentuk sediaan. Mula-mula serbuk simplisia disari dengan larutan penyari yang berbeda-beda polaritasnya berturut-turut pelarut non polar, pelarut kurang polar. Masing-masing pelarut secara selektif akan memisahkan kelompok kandungan kimia tersebut. Pelarut yang bersifat non polar seperti eter minyak tanah (petroleum eter) atau heksan. Pelarut kurang polar seperti eter, clhoroform dll. Pelarut yang polar seperti etanol, air atau campuran keduanya dengan berbagai perbandingan, umumnya dipakai etanol air 70%.
Penyarian dilakukan dengan cara pengocokan berkali-kali sehingga hasil pengocokan terakhir bila diuapkan tidak meninggalkan sisa, atau dengan alat soxhlet.
Untuk cara pengocokan dianjurkan untuk melakukan perendaman awal dengan cairan penyari selama satu malam. Penggunaan alat soxhlet hanya dianjurkan untuk penyariankandungan kimia yang telah diketahui stabil. Penggunaan eter sebagai cairan penyari tidak dianjurkan mengingat sifatnya yang mudah terbakar.
Dengan cara diatas akan diperoleh 3 macam sari yaitu : 1. Sari dalam eter minyak tanah atau heksana
Sari ini mengandung zat-zat kimia yang larut dalam minyak misalnya minyak atsiri, lemak dan asam lemak tinggi, steroid, dan triterpenoid, kerotenoid. Selain kelompok tersebut diatas, kemungkinan terkandung pada klorofil dan resin yang disebut senyawa pengotor.
2. Sari dalam eter atau kloroform
Sari ini mengandung zat-zat kimia sebagi berikut : a) Alkaloid
b) Senyawa fenolik : * fenol-fenol
asam fenolat
fenil propanoid
17
antrakuinon
xanton dan stilben
c) Komponen minyak atsiri tertentu d) Asam lemak.
Sari dalam etanol-air
Sari ini mengandung zat-zat kimia sebagai berikut :
a. Garam alkaloid, alkaloid basa kuartener, amina teroksidasi. b. Antosianin
c. Glikosida d. Saponin e. Tanin f. Karbohidrat
18
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali diyatakan lain simplisia merupakan bahan yang dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan atau mineral. Terdapat beberapa cara dalam pembuatan simplisia yaitu, Simplisia dibuat dengan cara pengeringan, Simplisia dibuat dengan fermentasi, Simplisia dibuat dengan proses khusus, dan Simplisia pada proses pembuatan memerlukan air.
B. Saran
Untuk teman kelompok mohon kerjasamanya dalam pembuatan makalah ini agar makalah yang dibuat dapat berguna bagi pembaca.
19
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1985, Cara Pembuatan Simplisia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, !995, Farmakope Indonesia edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1987, Analisis Obat Tradisional, Jakarta, Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan.
Harborne, J.B., 1987, Metode Fitokimia, Penuntun cara modern menganalisa tumbuhan, Bandung ITB.
Mukherjee, P.K., 2002, Quality Control of Herbal Drugs, an approach to evaluation ouf botanicals. New Delhi, Business Horizons.
Anonim, 2007, Karakterisasi Simplisia dan Isolasi Senyawa Antosianin dari Bunga TanamanPacar Air (Impatiens balsamina Linn.), (online),
(http://gradienfmipaunib.files.wordpress.com/2008/07/morina2.pdf, diakses 20 Mei 2010).
Adfa, M., 2006, 6-Metoksi, 7-Hidroksi Kumarin dari Daun Pacar Air (Impatiens balsamina L.) Berwarna Merah, (online),
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17037/6/Abstract.pdf, diakses 20 Mei 2010).