• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN ORGANIK INSITU DAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN PASANG SURUT KALIMANTAN SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAHAN ORGANIK INSITU DAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN PASANG SURUT KALIMANTAN SELATAN"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAHAN ORGANIK INSITU DAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI

DI LAHAN PASANG SURUT KALIMANTAN SELATAN

Rina D. Ningsih, Khairuddin dan Khairatun Napisah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan

ABSTRAK

Kendala dalam pertanaman padi di lahan pasang surut sulfat masam adalah kemasaman tanah dan tingginya kadar besi sehingga dapat meracuni tanaman. Keracunan besi merupakan stress fisiologi pada tanaman padi disebabkan tingginya kadar besi ferro (Fe2+) di dalam tanah, yang dapat mengakibatkan turunnya produktivitas padi bahkan sampai tidak menghasilkan. Hasil-hasil penelitian menunjukkan penggunaan pupuk organik dapat mengurangi keracunan besi pada tanaman padi. Jerami padi dan salvinia merupakan bahan organik yang tersedia banyak di lahan pasang surut. Tujuan penelitian adalah mengetahui efektivitas pupuk organik dalam meningkatkan produktivitas padi di lahan pasang surut. Pengkajian dilaksanakan di lahan petani pasang surut sulfat masam di Kab. Barito Kuala. Kandungan Fe tanah (terekstrak amonium asetat pH 4,8) > 150 ppm. Penelitian pada musim hujan 2010/11 (Maret-Juli). Rancangan pengkajian adalah petak terpisah (split plot), petak utama adalah perlakuan pemberian pupuk organik 2,5 t/ha (C/N ratiio <15%) : 1) Kontrol tanpa pupuk organik; 2) pupuk kandang; 3) jerami padi; 4) Salvinia. Perlakuan untuk Anak petak adalah 3 macam varietas (Inpara 2; Inpara 4; Ciherang). Setiap perlakuan di ulang 4 kali, petani sebagai ulangan. Pengamatan dilakukan terhadap karakter morfologi, fisiologi, hasil dan komponen hasil padi. Pengamatan gejala keracunan Fe (standard IRRI) pada tanaman berumur 1 BST dan 2 BST.Hasil pengkajian menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik kotoran sapi, jerami padi dan salvinia dapat mengurangi keracunan besi pada tanaman padi. Pupuk organik kotoran sapi lebih bagus dalam mengatasi keracunan besi. Penggunaan varietas inpara 4 (varietas toleran keracunan besi) memberikan hasil lebih tinggi dari pada varietas Ciherang. Rata-rata peningkatan hasil dengan pemberian pupuk organik adalah 23,02%.

Kata kunci: keracunan besi, pupuk organik, pasang surut

PENDAHULUAN

Lahan pasang surut berpotensi sebagai sumber produksi padi, namun produktivitas padi di lahan ini masih rendah. Masalah kondisi biofisik lahan yang menyebabkan rendahnya produksi padi di lahan ini terutama karena rendahnya kesuburan tanah, yang dicirikan oleh kahat hara, kemasaman yang tinggi, keracunan Al, Fe dan H2S (Sarwani et al. 1994). Keracunan besi merupakan stress

fisiologi pada tanaman padi yang umum dijumpai di lahan pasang surut yang disebabkan tingginya kadar besi ferro (Fe2+) di dalam tanah, dengan kadar pirit mencapai 2%. Dan sebagian besar daerah pasang surut tidak mempunyai tata air yang baik/drainase jelek sehingga lahan selalu dalam keadaan tergenang (reduktif) yang mengakibatkan kadar Fe+2 dalam tanah semakin tinggi. Selain karena tingginya

(2)

kadar Fe+2 dalam tanah, pertumbuhan tanaman yang tidak diiringi dengan pemberian hara yang seimbang akan dapat mengurangi kemampuan oksidasi akar tanaman padi sehingga tanaman padi akan semakin mudah mengalami keracunan besi. Keracunan besi mengakibatkan rendahnya produktivitas padi dan dapat menurunkan hasil. Diperkirakan sekitar 4 juta ha lahan dipengaruhi oleh keracunan besi yang dapat menurunkan hasil padi 30-60 % (Sahrawat 2000; Majerus et al. 2007).

Salah satu strategi untuk mengurangi keracunan besi adalah dengan penggunaan bahan organik. Bahan organik dalam proses dekomposisinya menghasilkan asam-asam organik yang dapat mengkelat Fe, selain itu juga memberikan sumbangan hara makro seperti N, P, K dan unsur hara mikro. Hasil penelitian Jumberi et al. (1998) di lahan pasang surut menunjukkan pemberian kompos jerami padi 4,0 t/ha dapat mengurangi kandungan Fe dan sulfat, meningkatkan ketersediaan K, dan meningkatkan hasil padi.

Sumber bahan organik yang potensial adalah jerami padi dan pupuk kandang akan tetapi terkadang sulit dalam penyediaanya terutama dalam pengangkutan ke lahan. Alternatif lain adalah penyediaan bahan organik in situ (pupuk hijau) seperti Azolla sp dan Salvinia sp. Azolla selain dapat menyerap dan mengikat logam-logam berat yang terlarut dalam air (Reimer and Dothie 1993), kalau dibenamkan dalam tanah dapat meningkatkan kadar bahan organik, hara N, P, K, Ca dan Mg tanah (Awodun 2008), meningkatkan efisiensi pemupukan N dan hasil padi (Adhikary et al. 1997; Pabby et al. 2004). Salvinia juga mampu memindahkan kontaminan seperti logam-logam berat, senyawa organik dan hara anorganik dari lingkungan dengan cara mengkompertamentasi sebagai upaya pertahanan sekunder terhadap lingkungan (Benaroya et al. 2004; Stepniewska et al. 2005; Dhir 2009; Olguin et al. 2003).

Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penggunaan pupuk organik in situ dalam meningkatkan produktivitas padi varietas unggul.

METODOLOGI

Kegiatan merupakan perobaan lapang di lahan petani (on farm research), pada lahan pasang surut sulfat masam desa Dandajaya, Kabupaten Barito Kuala. Dilaksanakan pada musim hujan 2010/2011 (Feb-Juli 2011). Lokasi percobaan dipilih yang mempunyai kandungan Fe (terekstrak amonium asetat pH 4,8) > 150 ppm.

Rancangan Percobaan yang digunakan adalah rancangan split plot dengan petak utama pemberian pupuk organik 2,5 t/ha :

(3)

1) Kontrol;

2) pupuk kandang; 3) jerami padi; 4) Salvinia

anak petak adalah penggunaan varietas unggul 3 macam : 1) Inpara 2;

2) Inpara 4; 3) Ciherang;

setiap perlakuan di ulang 4 kali, sebagai ulangan adalah petani. Luas setiap perlakuan 250 m2, satu perlakuan petak utama seluas 750 m2.

Pupuk organik dipersiapkan dua bulan sebelum tanam, dan digunakan pada C-N ratio <15. Dosis pupuk organik 2,5 t/ha, pada kadar air 25-30%. Pemberian pupuk organik dibenamkan bersamaan dengan pengolahan tanah. Padi umur semai 21 hari di tanam dengan jarak tanam 20 x 20 cm, 1-2 batang per lubang tanam. Dosis pupuk diberikan adalah pupuk majemuk ponska (15:15:15) dengan dosis 400 kg ponska/ha dan tambahan SP-36 33 kg/ha, tambahan urea selanjutnya (67 kg/ha) berdasarkan pengukuran warna daun menggunakan BWD. Pemeliharaan berupa penyiangan dilakukan dua kali, pemupukan dan penyemprotan hama/penyakit bila ada serangan yang melebihi ambang batas.

Pengamatan dimulai dari pertumbuhan tanaman sampai menghasilkan. Pengamatan terhadap gejala keracunan Fe (IRRI, 1996 dan i Asch et al. 2005) pada daun tanaman berumur 1 dan 2 BST. Kadar Fe dan hara N, P, K dan Zn dalam jaringan tanaman diamati dengan mengambil sampel tanaman pada akhir vegetatif.

Pengumpulan data meliputi data agronomi (tinggi tanaman, jumlah anakan maksimum, jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah per malai, bobot 1000 biji, hasil; skoring Fe dan analisa tanah; Data hasil pengamatan yang diperoleh akan dianalisa menggunakan sidik ragam dengan soft ware SAS.

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lahan Lokasi Pengkajian

Sample tanah diambil sebelum pertanaman dan dianalisa di laboratorium untuk mengetahui kesuburan tanah dan dosis pemberian pupuk. Dari hasil analisa laboratorium (Tabel 1), tanah lokasi pengkajian tergolong sangat masam, C-organik sangat rendah, N, P tersedia dan K tersedia sangat rendah sampai rendah. Berdasarkan perangkat uji tanah rawa untuk N, P dan K yang rendah diperlukan

(4)

dosis pemupukan : 250 kg urea/ha, 100 kg SP-36/ha dan 100 kg KCl/ha. Berdasarkan hasil penelitian pada tanah dengan kandungan C organik < 3% sangat diperlukan tambahan bahan organik/pupuk organik minimal 1 t/ha. Berdasarkan kandungan pasir-debu-liat, tekstur tanah mempunyai klas berliat, dengan kapasitas tukar kation tergolong sedang sampai tinggi.

Tabel 1. Kandungan kimia tanah lokasi pengkajian dan pupuk organic

Sifat Tanah Lokasi 1 Lokasi 2 semua hasil analisa dlm % jerami Kot.sapi Salvinia pH H2O 4,46 (SM) 4,44 (SM) - - - N (%) 0,112 (R) 0,084 (SR) 0,672 0,605 0,42 C-Orgk (%) 0,35 (SR) 0,379 (SR) 42,18 26,6 22,67 C/N 3,13 (SR) 4,51 (SR) 62,77 43,97 53,98 P-Bray (ppm P2O5) 13,024 (R) 3,598 (SR) - - - P-tot (mg/100g P2O5) 6,377 (SR) 6,834 (SR) 0,875 1,229 0,529 K-Tot (mg/100g K2O) 12,32 (R) 11,36 (R) 1,919 0,952 0,948 Ca-dd (mg/100g K2O) 1,691 (SR) 1,004 (SR) 0,082 0,177 0,161 Mg-dd (mg/100g K2O) 1,546 (S) 1,551 (S) 0,19 0,387 0,289 K-dd (mg/100g K2O) 0,218 (R) 0,254 (R) - - - Na-dd (mg/100g K2O) 0,638 (S) 0,547 (S) - - - KTK (mg/100g K2O) 28 (T) 25 (T) - - - Al-dd (mg/100g K2O) 9,2 9,75 - - - H-dd (mg/100g K2O) 0,75 1,05 - - - Fe (%) 672,9 750,15 0,169 0,25 0,417 SO4 (ppm) 102,361 92,639 - - -

Tekstur (%) : Pasir: Debu: Liat

5,08; 35,92; 58,99

3,14; 26,65; 70,21

Klas tekstur tanah berliat berliat - - - Keterangan : (SR)=sangat rendah ; (R)=rendah ; (S)=sedang ; (T)=tinggi.

Ratio C/N dari kompos sudah lebih dari 15%, berarti bahan kompos sudah dapat digunakan sebagai pupuk organik. Kandungan Fe pada pupuk organik tersebut juga rendah. Pupuk organik jerami padi mempunyai kandungan Kalium yang lebih tinggi dibandingkan yang lainnya, sedangkan yang berasal dari kotoran sapi mempunyai kandungan pospat yang lebih tinggi dibandingkan yang lainnya. Ketiga pupuk organik mempunyai kandungan hara yang rendah. Akan tetapi dalam pemanfaatan pupuk organik bukan dilihat dari besarnya hara yang disumbangkan, melainkan pengaruh lain dari pemberian pupuk organik sehingga mampu menekan keracunan besi pada tanaman.

Keracunan Besi pada Tanaman

Skoring keracunan besi dilakukan berdasarkan IRRI, dapat dilihat pada Tabel 2 berikut:

(5)

Tabel 2. Skoring keracunan besi pada tanaman padi.

Skoring

Fe Gejala pada tanaman

Daun yang terinfeksi*)

(%)

Toleransi

0 Tidak ada gejala 0 Toleran

1 Pertumbuhan dan pembentukan anakan normal, pada ujung daun tua terdapat bercak (spot) berwarna coklat kemerahan atau orange

1-29 Toleran

3 Pertumbuhan dan pembentukan anakan hampir normal, daun tua berwarna coklat kemerahan, ungu atau kuning orange

30-49 Agak

Toleran

5 Pertumbuhan dan pembentukan anakan terhambat, beberapa daun berwarna coklat kemerahan atau kuning orange

50-69 Agak

toleran

7 Pertumbuhan dan pembentukan anakan terhambat/ terhenti, banyak daun (hampir semua daun)

berwarna coklat kemerahan atau kuning orange

70-89 Peka

9 Hampir semua tanaman (daun) mengering dan mati. 90-100 Sangat Peka

Sumber : IRRI (1996), * Modifikasi Asch et al. (2005)

Pengukuran skala keracunan besi dilakukan pada tanaman berumur 1 dan 2 bulan, hasil analisa sidik ragam dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil analisa sidik ragam skoring Fe umur tanaman 1 dan 2 bulan, MH. 2010/2011. Batola.

Sumber keragaman Fe1 Fe2

Ulangan tn **

Jenis pupuk organik (P) ** tn

Varietas (V) ** **

P*V tn tn

KK (%) 22,32 31,31

Pengaruh Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan jenis pupuk organik terlihat berpengaruh sangat nyata pada pengamatan 1 bulan, se-dangkan penggunaan varietas berpengaruh sangat nyata terhadap skoring kera-cunan besi. Ini menunjukkan bahwa kerakera-cunan besi dapat diatasi dengan pemberian pupuk organik dan atau penggunaan varietas yang tahan. Pada umur 2 bulan, pengaruh pemberian bahan organik terlihat tidak nyata.

Dari rata-rata skoring Fe pada tanaman terlihat bahwa varietas ciherang mempunyai skor yang lebih tinggi dari pada varietas Inpara 2 dan inpara 4.

(6)

Pem-berian pupuk organik tidak secara nyata mengurangi skoring Fe tapi pemPem-berian pupuk organik sangat nyata berpengaruh pada hasil panen yang lebih bagus.

Tabel 4. Rata-rata skoring Fe pada 1 BST, MH 2010/11, Barito Kuala

P0 PK JP SV rerata Ciherang 4,68 3,85 3,53 3,35 3,85 a Inpara 2 3,00 2,18 1,93 1,75 2,21 b Inpara 4 1,38 1,50 1,00 1,30 1,29 c Rerata 3,02 A 2,51 B 2,15 B 2,13 B

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom/baris yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada tarap 0,05

Tabel 5. Rata-rata skoring Fe pada 2 BST, MH 2010/2011, Barito Kuala

P0 PK JP SV Rerata

Ciherang 3,50 2,98 3,00 3,33 3,20 a

Inpara 2 2,68 2,60 2,10 3,00 2,59 b

Inpara 4 1,28 1,03 0,83 1,25 1,09 c

Rerata 2,48 A 2,20 A 1,98 A 2,53 A

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom/baris yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada tarap 0,05

Bahan organik yang mudah di dapat di lahan pasang surut adalah jerami padi dan tanaman air seperti Salvinia. Salvinia merupakan pakis air yang mengapung bebas, produktivitas tinggi dan toleransi yang luas terhadap temperatur (Olguin et al. 2002). Selain itu salvinia juga mempunyai kemampuan dalam memindahkan kontaminan seperti logam-logam berat, senyawa organik dan hara anorganik dari lingkungan (Benaroya et al. 2004; Dhir 2009), dengan cara mengkompertamentasi sebagai upaya pertahanan sekunder terhadap lingkungan (Olguin et al. 2003). Logam berat yang diserap oleh Salvinia melalui dua cara yaitu secara biologis dan fisik. Logam seperti Cr dan Pb diserap melalui proses fisik seperti penyerapan, pertukaran ion dan pengkelatan, sedangkan proses biologis adalah meliputi penyerapan intasellular (ditransportasi melalui plasmalemma kedalam sel) seperti penyerapan logam Cd dari akar ke daun (Sun’e et al. 2007).

Pertumbuhan, komponen hasil, dan Hasil Tanaman

Hasil analisa sidik ragam yang dilakukan terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah malai, jumlah gabah isi/rumpun, panjang malai, bobot 1000 biji dan hasil pada perlakuan pemberian pupuk organik tidak berpengaruh nyata terhadap

(7)

tinggi tanaman dan panjang malai, akan tetapi berpengaruh sangat nyata terhadap komponen lainnya. Sedangkan interaksi antara pemberian pupuk organik dan penggunaan varietas berpengaruh sangat nyata terhadap bobot 1000 biji (Tabel 6). Perlakuan pemberian pupuk organik dan varietas berpengaruh nyata terhadap hasil tanaman, akan tetapi interaksi kedua perlakuan tidak berpengaruh terhadap hasil, ini disebabkan karena ada pengaruh antagonis antara pemberian pupuk dengan penggunaan varietas yang tahan terhadap keracunan besi. Akan lebih baik lagi bila dianalisa statistik dengan kontras ortogonal untuk mengetahui lebih lanjut pengaruh dari masing-masing perlakuan.

Tabel 6. Hasil analisa sidik ragam terhadap pertumbuhan, komponen hasil dan hasil padi MH 2010/11, Barito Kuala

Sumber

keraga-man tinggi anakan malai GI PM Biji Hasil

Ulangan ** ** ** ** ** ** ** Jenis pupuk organik (P) tn ** ** ** tn ** ** Varietas (V) ** ** ** ** * ** ** P*V tn tn tn tn tn ** tn KK (%) 8,26 11,45 10,65 10,46 4,71 4,55 15,93

Rata-rata tinggi varietas Inpara 2 paling tinggi (105,44 cm) dari pada varietas lainnya (Tabel 7). Jumlah anakan tertinggi sangat nyata dipengaruhi oleh pemberian pupuk organik dan jenis varietas. Pemberian pupuk organik kotoran sapi dan jerami padi memberikan jumlah anakan tertinggi dari pada tanpa pupuk organik (Tabel 8). Varietas yang mempunyai jumlah anakan tertinggi adalah varietas inpara 4. Varietas inpara 4 dan inpara 2 adalah varietas yang tahan terhadap asam dan keracunan be-si, dengan skoring Fe berkisar antara 1-3.

Pemberian pupuk organik dan varietas berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah malai (jumlah anakan produktif) per rumpun (Tabel 9). Jumlah malai tertinggi disebabkan pemberian pupuk organik kotoran sapi dan jerami padi, dan pada varie-tas inpara 4. Dari hasil analisa laboratorium kotoran sapi mempunyai C, N dan K total yang lebih tinggi dari pada bahan organik lainnya. Dengan tekstur yang lebih halus akan lebih mudah hancur, sehingga unsur hara menjadi lebih tersedia sehingga proses mikrobiologi dalam tanah lebih cepat terjadi.

(8)

Tabel 7. Rata-rata tinggi tanaman padi, MH 2010/11, Barito Kuala

Perlakuan

Pemberian pupuk organik

Rerata Tanpa pupuk

organik Kotoran sapi Jerami padi Salvinia

Ciherang 88,10 96,40 93,85 91,15 92,38 b

Inpara 2 101,80 105,30 105,90 108,75 105,44 a

Inpara 4 93,00 95,75 95,68 94,03 94,61 b

Rerata 94,30 A 99,15 A 98,48 A 97,98 A

Ket. : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom/baris yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada tarap 0,05

Tabel 8. Rata-rata jumlah anakan per rumpun MH 2010/11, Barito Kuala

Perlakuan

Pemberian pupuk organik

Rerata Tanpa pupuk

organik

Kotoran

sapi Jerami padi Salvinia

Ciherang 11,20 12,18 10,10 10,55 11,01 b

Inpara 2 10,40 12,23 13,60 11,35 11,89 b

Inpara 4 13,20 14,63 15,13 13,85 14,20 a

Rerata 11,60 B 13,01 A 12,94 A 11,92 AB

Ket.: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom/baris yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada tarap 0,05

Tabel 9. Rata-rata jumlah malai per rumpun MH 2010/11, Barito Kuala

Perlakuan

Pemberian pupuk organik

Rerata Tanpa pupuk

organik

Kotoran

sapi Jerami padi Salvinia

Ciherang 10,55 12,10 9,98 10,45 10,77 b

Inpara 2 10,05 12,18 13,15 10,88 11,56 b

Inpara 4 12,60 14,55 14,58 13,73 13,86 a

Rerata 11,07 C 12,94 A 12,57 AB 11,68 BC

Ket.: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom/baris yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada tarap 0,05

Pemberian pupuk organik dan varietas, masing-masing berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah gabah isi per malai (Tabel 9). Jumlah gabah isi tertinggi pada pemberian pupuk organik kotoran sapi, tapi tidak berbeda nyata dengan pemberian jerami padi dan salvinia. Jumlah gabah isi varietas inpara 4 lebih tinggi dibandingkan inpara 2 dan ciherang.

Panjang malai tidak dipengaruhi oleh pemberian pupuk organik maupun varietas (Tabel 11). Sedangkan bobot 1000 biji sangat dipengaruhi oleh pupuk

(9)

organik dan varietas serta interaksi ke duanya (Tabel 10). Bobot 1000 biji tertinggi adalah karena pengaruh pemberian pupuk kandang. Varietas dengan bobot 1000 biji tertinggi adalah varietas ciherang dan inpara 2.

Bobot 1000 biji menunjukkan besar kecilnya ukuran gabah/beras. Secara umum masyarakat Banjar menyukai beras yang berukuran kecil dan ramping seperti margasari dan beras lokal unus dengan bobot 1000 biji berkisar 21 g. Berdasarkan deskripsi varietas Inpara 4 mempunyai bobot 1000 biji 19 g, inpara 2 berkisar 25 g dan ciherang berkisar 28 g. Pada lahan pasang surut sangat sulit varietas ciherang mencapai bobot 1000 biji optimumnya karena varietas ciherang tidak tahan terhadap cekaman lingkungan di pasang surut seperti tanah yang masam dan kelarutan besi yang tinggi.

Tabel 10. Rata-rata gabah isi per malai MT I 2011, Barito Kuala

Perlakuan

Pemberian pupuk organik

Rerata Tanpa pupuk

organik

Kotoran

sapi Jerami padi Salvinia

Ciherang 76,25 96,86 87,85 89,39 87,59 c

Inpara 2 93,04 100,59 94,51 96,34 96,12 b

Inpara 4 111,86 123,13 120,56 112,58 117,03 a

Rerata 93,72 B 106,86 A 100,97 AB 99,43 AB

Ket.: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom/baris yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada tarap 0,05

Tabel 11. Rata-rata panjang malai per rumpun (cm) MT I 2011, Barito Kuala

Perlakuan

Pemberian pupuk organik

Rerata Tanpa pupuk

organik

Kotoran

sapi Jerami padi Salvinia

Ciherang 19,98 20,55 19,87 19,89 20,07 a

Inpara 2 20,28 20,32 19,64 20,00 20,06 a

Inpara 4 20,74 21,04 20,55 20,64 20,74 a

Hasil tanaman (produktivitas) yang diambil dari ubinan 2x3 m sebanyak 2 kali per varietas pada setiap perlakuan menunjukkan Inpara 4 memberikan hasil tertinggi diikuti dengan inpara 2 dan ciherang. Semua perlakuan pemberian pupuk organik memberikan hasil yang lebih tinggi daripada tanpa pupuk organik (Tabel 13). Dilihat dari angka, hasil yang tertinggi adalah pemberian kotoran sapi. Ini menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik kotoran sapi/jerami padi/salvinia dapat mengurangi keracunan besi pada tanaman padi dan meningkatkan hasil sekitar 23,02%. Lebih

(10)

spesifik lagi peningkatan hasil karena pemberian pupuk organik yang berasal dari : kotoran sapi 32,59%, jerami padi 19,28% dan salvinia 17,20%. Pemberian pupuk or-ganik pada ciherang meningkatkan hasil hingga 72,73% (kotoran sapi 85,99%, jera-mi padi 63,68%, salvinia 68,51%). Pada varietas inpara 2 peningkatan hasil karena pemberian pupuk organik adalah 13,95% (24,93%; 10,73%; 6,18%). Pada inpara 4 peningkatan hasil karena pemberian pupuk organik adalah 8,81% (15,83%; 6,90%; 3,70%).

Pada varietas yang tidak tahan kemasaman dan keracunan besi seperti ci-herang, pemberian pupuk organik dapat meningkatkan hasil hingga 85,99%, se-dangkan pada varietas yang tahan seperti inpara 4 kenaikan hasil berkisar 8,81%.

Tabel 12. Rata-rata bobot 1000 biji (gram), MH 2010/11, Barito Kuala

Perlakuan

Pemberian pupuk organik

Rerata Tanpa pupuk

organik

Kotoran

sapi Jerami padi Salvinia

Ciherang 21,72 24,70 24,39 24,90 23,93 a

Inpara 2 22,59 23,16 23,76 24,91 23,61 a

Inpara 4 18,96 19,44 18,74 18,91 19,01 b

Rerata 21,09 B 22,43 A 22,29 AB 22,91 AB

Ket.: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom/baris yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada tarap 0,05

Tabel 13. Rata-rata hasil tanaman (t/ha) , MH 2010/11, Barito Kuala

Perlakuan

Pemberian pupuk organik

rerata Tanpa pupuk

organik

Kotoran

sapi Jerami padi Salvinia

Ciherang 2,19 4,07 3,58 3,69 3,38 c

Inpara 2 3,73 4,66 4,13 3,96 4,12 b

Inpara 4 5,27 6,11 5,64 5,47 5,62 a

rerata 3,73 B 4,94 A 4,45 A 4,37 A

Ket.: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom/baris yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada tarap 0,05

(11)

KESIMPULAN

1. Pemberian pupuk organik kotoran sapi, jerami padi dan salvinia dapat mengurangi keracunan besi pada tanaman padi. Pupuk organik kotoran sapi lebih bagus dalam mengatasi keracunan besi.

2. Penggunaan varietas inpara 4 (toleran keracunan besi) memberikan hasil yang lebih tinggi dari pada menggunakan Ciherang.

3. Rata-rata peningkatan hasil karena pemberian pupuk organik adalah 23,02%.

DAFTAR PUSTAKA

Adhikary, B.H., S. Vangnai, T. Attanandana, P. Swatdee, and P. Sripichitt. 1997. Growth and nitrogen production rates of Azolla (Azolla microphylla) as affected by its cultivation methods : An economic perspective in rice cultivation in Thailand. Kasetsari J. (Nat. Sci.) 31 : 134-140.

Adimihardja, A., K. Sudarman, dan D.A. Suriadikarta. 1998. Pengembangan Lahan Pasang Surut : Keberhasilan dan kegagalan ditinjau dari fisiko kimia lahan pasang surut. Dalam. M. Sabran. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Menunjang Akselerasi Pengembangan Lahan Pasang Surut. Balit-tra, Banjarbaru.

Alihamsayah, T. 2002. Optimalisasi Pendayagunaan Lahan Rawa Pasang Surut. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pendayagunaan Sumberdaya Lahan did Cisarua tanggal 6-7 Agustus 2002. Puslitbang Tanah dan Agroklimat.

Asch, F., M. Becker, and D. S. Kpongor. 2005. A quick and efficient screen for re-sistance to iron toxicity in lowland rice. J. Plant Nutr. Soil Sci. 168, 764–773. Audebert A and KL. Sahrawat. 2000. Mechanisms for iron toxicity tolerance in

low-land rice. J. Plant Nutr. 23. 1877-1885.

Awodun, M.A. 2008. Effect of Azolla (Azolla spesies) on physiochemical properties of soil. Word Journal of Agricultural Sci 4 (2) : 157-160.

Becker, M. and F. Asch. 2005. Iron toxicity in rice-condition and management con-cept. J. Plant Nutr. Soil Sci, 168 (4) : 558-573.

Benaroya, R.O., Tzin, V., Tel-Or, E., Zamski, E., 2004. Lead accumulation in the aquatic fern Azolla filiculoides. Plant Physiology and Biochemistry 42, 639-645.

Dhir, B. 2009. Salvinia: an Aquatic Fern with Potential Use in Phytoremediation. En-viron. We Int. J. Sci. Tech. 4 (2009) 23-27.

Dobermann A. and T. Fairhurst. Rice, Nutrient disorders and Nutrient Management, Handbook series. Potash and Phosphate Institute (PPI), Potash and Phos-phate Institute of Canada (PPIC) and International Rice Research Institute. 191p.

(12)

Fairhurst TH and C Witt. 2002. Rice: A practical guide to nutrient management. Ma-nila, The Philippines: International Rice Research Institute.

IRRI.. 1996. Standar Evaluation System for Rice. Ed. 4 th. International Rice Re-search Institute. Manila, Phillippines. 52 p.

Jumberi, A., A. Supryo dan S. Raihan. 1998. Penggunaan bahan amelioran untuk meningkatkan produktivitas tanaman pangan di lahan pasang surut. Dalam. M. Sabran dkk. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Menunjang Akselerasi Pengembangan Lahan Pasang Surut. Balittra. Banjarbaru.

Kaderi, H. 2005. Penambahan konsentrat Salvinia molesta untuk meningkatkan per-tumbuhan padi di tanah sulfat masam. Buletin Teknik Pertanian Vol. 10. No-mor 2, 2005.

Karama A.S. 1990. Penggunaan pupuk dalam produksi pertanian. Makalah disampaikan pada Seminar Puslitbang Tanaman Pangan, 4 Agustus 1999 di Bogor.

Kumazawa K, 1984. Beneficial effect of organic matter on growth and yield in Japan. In. IRRI. Organic Matter and Rice. p: 431-444. Intern. Rice Res. Inst., Los Banos, Philippines.

Majerus, V., P. Bertin, S. Lutts . 2007. Effects of iron toxicity on osmotic potential, osmolytes and polyamines concentrations in the African rice (Oryza glaber-rima Steud.). Plant Science. 173: 96–105

Makarim , A.K., M. Ismunadji, and von Uexkull. 1989a. An overview of major nutri-tional constrain to rice production on acid soils of Indonesia. In. P. Deturck and F.N. Ponnamperuma (eds). Rice production on acid soils of the tropics. Kandy, Sri Lanka. p. 199-203.

Makarim, K., O. Sudarman, dan H. Supriadi. 1989b. Status hara tanaman padi berkeracunan Fe di daerah Batumarta, Sumatera Selatan. Penelitian Per-tanian 9(4):166-170.

Noor, A. dan A. Jumberi. 1998. Peranan bahan amelioran, pupuk kalium dan varietas dalam mengatasi keracunan besi pada tanaman padi di lahan pasang surut. Dalam : Prosiding Lokakarya Strategi Pembangunan Pertanian Wilayah Kalimantan, 2-3 Desember 1997 di Banjarbaru. Badan Litbang Pertanian. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Banjarbaru. p: 275-279.

Olguin, J., Hernandez, E., Ramos, I., 2002. The effect of both different light condi-tions and the pH value on the capacity of Salvinia minima BAKER for remov-ing cadmium, lead and chromium. Acta Biotechnology 22, 121-131.

Olguin, E. J., Rodriguez, D., Sanchez, G., Hernandez, E., Ramirez, M. E., 2003. Productivity, protein content and nutrient removal from anaerobic effluents of coffee wastewater in Salvinia minima ponds, under subtropical conditions. Ac-ta Biotechnology 23, 259-270.

Pabby, A., R. Prasanna, and P.K. Sing. 2004. Biological significance of Azolla and its utilization in agriculture. Proc. Indian Natl. Sci. Acad. B70 No. 3 : 299-333.

(13)

Reimer, P. and H.C. Duthie. Concentrations of zinc and chromium in aquatic macro-phytes from the sudbery and muskoka regions of Ontario, Canada, Environ. Pollut. (79) : 261–265.

Sahrawat, KL. 2000. Elemental composition of the rice plant as affected by iron tox-icity under field conditions. Comm. Soil Sci. Plant Anal. 31, 2819-2827.

Sarwani, M., M. Noor, dan Masganti. 1994. Potensi, Kendala dan Peluang Pasang Surut dalam Perspektif Pengembangan Tanaman Pangan. Dalam. Pengelolaan Air dan Produktivitas Lahan Rawa Pasang Surut. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Banjarbaru.

Schneider, I.A.H., Rubio, J., 1999. Sorption of Heavy Metal ions by the nonliving bi-omass of freshwater macrophytes. Environmental Science and Technology 33, 2213-2217.

Sela, M., J. Garty, and E. Tel-Or. 1989. The accumulation and the effect of heavy metals on the water fern Azolla filiculoides. New Phytol. (112) : 7–12.

Sudadi. 2007. Review : Aspek Mikrobiologis Pengelolaan Nitrogen di Lahan Basah. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 7 No.1 (2007) p: 68-73

Sun˜e, N., Sa´nchez, G., Caffaratti, S., Maine, M.A., 2007. Cadmium and chromium removal kinetics from solution by two aquatic macrophytes. Environmental Pollution 145 467-473.

Widajaya Adhi, IPG. l986. Pengelolaan lahan pasang surut dan lebak. Jurnal Lit-bang Pertanian V (1), Januari 1996. Badan LitLit-bang Pertanian

Yamauchi, M and S Yoshida. 1981. Physiological mechanisms of rice’s tolerance for iron toxicity. Paper presented at the IRRI Saturday Seminar, June 6, 1981. Manila, Philippines: International Rice Research Institute.

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan Produktivitas Tanah Mineral Masam yang Baru Disawahkan Berkaitan dengan P Tersedia Melalui Pemberian Bahan Organik, Fosfat Alam dan Peneueian Besi (di bawah

Terdapat korelasi positif antara kadar bahan organik dan produktivitas tanaman padi sawah, di mana makin rendah kadar bahan organik makin rendah produktivitas lahan. Bahan

Berdasarkan sifat kimia tanah yang telah diteliti, tanah di lokasi penelitian bereaksi masam, nilai KTK pada tergolong rendah sampai dengan sedang. N-total tergolong

Berdasarkan sifat kimia tanah yang telah diteliti, tanah di lokasi penelitian bereaksi masam, nilai KTK pada tergolong rendah sampai dengan sedang. N-total tergolong

Kascing merupakan salah satu pupuk organik yang memiliki kelebihan dari pupuk organik yang lain karena unsur haranya dapat langsung tersedia, mengandung mikroorganisme yang

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan pupuk organik untuk mengurangi penggunaan pupuk anorganik serta peningkatan produktivitas

Kadar C-organik bahan tanah tersebut juga tergolong sangat rendah (Tabel 11). Bahan tanah dengan kadar fraksi pasir 59.8-86.5% ini tidak memiliki struktur sehingga dapat

Pada TPL 3 (kacang tanah dengan input rendah), kelas kesesuaian lahan dari tanah-tanah yang sama di lokasi penelitian tergolong kelas S1 (sangat sesuai) sampai kelas N1 (tidak