Karakteristik Tanah Ordo Ultisol di Perkebunan Kelapa Sawit
PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Cot Girek Kabupaten Aceh Utara
Bunga Andalusia1, Zainabun2,dan Teti Arabia2
1
Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
2
Staff Pengajar Program Studi Agroteknologi Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh
ABSTRACT
Ultisols have morphological characteristics, physical and chemical soil. It is necessary to study the characteristics of Ultisol in PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Cot Girek North Aceh Regency. The methode used descriptive quantitative survey methods. The study states that the structure of the soil in the study area tend to belong to the group of angular blocky. Soil consistency ranged from slightly tacky to the plastic. The texture of the clay causes consistency becomes more closely at the upper horizon and not easily destroyed (plastic) on the bottom horizon. Relatively high value of bulk density (1.31 g cm3-1 to 1.48 g cm3-1), permeability is slow (0.25 cm hr-1 to 0.51 cm hr-1), so that the soil porosity is less good. Land in the study area react sour, the cation exchanged capacity value is low to moderate (11 me 100g-1 to 37 me 100g-1). N-total classified as moderate to very low (0.05% to 0.30%), available P was low (0.73 ppm to 4.08 ppm), the contents of Al and H is high enough so that the low fertility rate.
Key words: characteristics, oil palm, red yellow podzolic, ultisols.
1. PENDAHULUAN
Kondisi lahan yang semakin lama semakin sempit, memaksa manusia untuk memanfaatkan tanah yang kurang subur
dalam bidang pertanian, khususnya
perkebunan. Tanah ordo Ultisol atau yang lebih dikenal sebagai tanah Podsolik Merah Kuning (PMK) merupakan salah satu jenis tanah kurang subur yang dimanfaatkan dalam bidang pertanian. Prasetyo dan Suriadikarta (2006), mengemukakan bahwa Ultisol dicirikan oleh adanya akumulasi liat pada horison bawah permukaan sehingga
mengurangi daya resap air dan
meningkatkan aliran permukaan serta erosi tanah.
Tanah Ultisol telah dinyatakan sebagai tanah yang kurang subur, namun tanah ini tetap dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Pemanfaatan tanah Ultisol sebagai lahan pertanian yaitu terdapat pada sektor perkebunan kelapa sawit. Provinsi Aceh merupakan wilayah yang terdapat Ultisol
cukup luas di Sumatera, sehingga
dimanfaatkan dalam perkebunan kelapa sawit. Perkebunan kelapa sawit di Aceh tersebar di beberapa kabupaten, salah satunya adalah Kabupaten Aceh Utara.
Data yang diperoleh dari Kantor Administrasi PT. Perkebunan Nusantara I
(Persero) Cot Girek (2013), produktivitas kelapa sawit di perkebunan tersebut mencapai 13.92 ton ha-1 pada tahun 2011 dengan luas areal 5 719 ha . Produktivitas kelapa sawit mengalami penurunan pada tahun 2012, yaitu menjadi 12.58 ton ha-1 dengan luas areal 6 161 ha. Hal yang sama juga terjadi pada tahun 2013, produktivitas kelapa sawit menurun menjadi 12.33 ton ha
-1
dengan luas areal 5 981 ha.
Data mengenai karakteristik tanah yang tidak lengkap menyebabkan sulitnya pengelola kebun untuk menerapkan upaya pengelolaan berdasarkan karakteristik tanah. Hal ini menyebabkan produksi kelapa sawit sangat bergantung dengan pupuk yang diberikan secara intensif, sedangkan keadaan tanah tersebut kurang baik sifat fisik dan kimianya. Pupuk kimia yang diberikan juga bersifat mudah tercuci dan sulit diserap oleh tanaman.
2. METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di
perkebunan kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Cot Girek, Kabupaten Aceh Utara, untuk pengambilan sampel tanah. Analisis fisik dan kimia tanah
dilakukan di Laboratorium Geologi,
Laboratorium Fisika Tanah dan Lingkungan, Laboratorium Kimia Tanah Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala.
Penelitian dilaksanakan pada bulan
Desember 2013 sampai bulan April 2014. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei deskriptif kuantitatif. Tahapan penelitian yang dilakukan ada dua kelompok tahapan, yaitu tahap pengambilan sampel di lapangan dan analisis fisik dan kimia tanah di laboratorium.
2.1.BAHAN DAN ALAT
Alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah cangkul, sekop, plastik, Munsell soil colour chart, global positioning system (GPS), Abney level, bor tanah, form pengisian data, alat tulis, pH tancap, ring sample, meteran, dan alat pendukung lainnya untuk pengambilan sampel tanah. Sedangkan bahan yang digunakan adalah H2O2 10%, akuades, dan
HCl 1 N untuk pengamatan di lapangan. Analisis di laboratorium digunakan bahan-bahan kimia seperti alkohol, akuades, dan bahan lainnya. Sedangkan alat yang digunakan adalah botol kocok, botol film, kertas saring, timbangan analitik, ayakan, alat tumbuk, oven, cawan, dan alat laboratorium lainnya. Pengumpulan data
primer dilakukan dengan mengamati
peubah-peubah yang ada di lokasi
penelitian, sedangkan pengumpulan data
sekunder dilakukan dengan cara
mengumpulkan beberapa referensi dari buku, jurnal dan artikel terkait di internet.
Pembuatan profil tanah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan membuat lubang profil tanah dan dengan membersihkan tebing yang dapat mewakili penampang melintang tanah tersebut.
Penelitian ini menggunakan cara
pembersihan tebing sebagai profil tanah yang diamati. Data profil tanah tersebut diisi di dalam form pengisian data profil tanah, setelah pembuatan profil tanah. Hal-hal yang perlu diamati untuk mengisi form pengisian data profil tanah yaitu tekstur, konsistensi, warna, struktur, dan kondisi lahan di mana profil dibuat, seperti iklim, topografi, tinggi dari permukaan laut, eksposisi, keadaan drainase, dan kondisi lahan lainnya. Pengambilan sampel tanah
utuh dilakukan untuk menentukan
permeabilitas tanah. Saat mengambil sampel tanah, tanah harus dalam keadaan yang tidak terlalu kering. Sampel dapat diambil dengan baik jika kadar air berada
disekitar kapasitas lapang. Teknik
pengambilan sampel tanah utuh yaitu dengan menggunakan ring sample.
Parameter yang dianalisis di laboratorium terdapat dua aspek, yaitu sifat kimia dan fisika tanah. Parameter yang dianalisis untuk sifat kimia, seperti C-organik, N-total, P-tersedia, pH tanah, Kapasitas tukar kation, dan sebagainya, sedangkan sifat fisika tanah yang diamati adalah seperti porositas, permeabilitas, tekstur, struktur, dan konsistensi.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Sifat Morfologi Tanah
Enam susunan horison ditemukan dengan kedalaman profil tanah mencapai 133 cm. Susunan horison tersebut adalah horison Ap dengan ketebalan 10 cm, AB dengan ketebalan 5 cm, BA dengan ketebalan 11 cm, Bt1 dengan ketebalan 39 cm, dan Bt2 dengan ketebalan 68 cm. Warna tanah pada tiap horison adalah sebagai berikut: (a) horison Ap berkisar 10YR 4/4 (cokelat kekuningan); (b) horison
AB berkisar 10YR 5/6 (cokelat kekuningan
gelap); (c) horison BA 10YR 5/6 (cokelat
Semakin coklat warna tanah umumnya menunjukkan tingginya kandungan goetit, dan semakin merah warna tanah semakin tinggi kandungan hematit (Allen dan Hajek, 1989; Schwertmann dan Taylor, 1989). Jika dilihat dari hasil pengamatan, warna tanah horison teratas yang memiliki warna
cokelat kekuningan menunjukkan
kandungan bahan organik yang lebih tinggi daripada horison terbawah.
bersudut, sedangkan horison Bt3 memiliki struktur masif.
Konsistensi tanah dapat dikatakan sebagai tingkat kelekatan tanah terhadap benda lain. Konsistensi tanah di lapangan ditentukan dalam kondisi basah dan lembab. Berdasarkan hasil pengamatan, konsistensi tanah yang terdapat di lokasi penelitian untuk kondisi lembab adalah lepas sampai teguh, sedangkan dalam kondisi basah berkisar dari agak lekat sampai plastis.
3.2. Sifat Fisik Tanah
Kadar air pada horison BA adalah sebesar 20.81%. Horison Bt1 memiliki kadar air yang lebih tinggi daripada horison BA yaitu sebesar 23.78%, sedangkan kadar air pada horison Bt2 adalah sebesar 19.86%. Kadar air pada kapasitas lapang sangat dipengaruhi oleh tekstur tanah. Tekstur tanah yang dominan pada Ultisol adalah liat. Tekstur liat memiliki kapasitas yang lebih tinggi jika dibandingkan tanah bertekstur pasir. Hal ini berkaitan dengan ukuran butir tanah yang bertekstur liat, sehingga memiliki kemampuan menahan air lebih tinggi.
Nilai bobot isi pada tanah di lokasi penelitian tidak memiliki perbedaan yang signifikan tiap horisonnya. Horison BA bernilai 1.31 g cm3-1, horison Bt1 bernilai 1.48 g cm3-1, dan horison Bt2 bernilai 1.45 g cm3-1. Berdasarkan hasil yang didapat, nilai bobot isi pada tanah di lokasi tersebut tergolong tinggi. Hal ini berkaitan dengan tekstur tanah yang didominasi dengan tekstur liat, sehingga pori mikro lebih mendominasi daripada pori makro.
Kelas tekstur tanah di lokasi penelitian memiliki sedikit perbedaan tiap horisonnya, namun tekstur yang mendominasi adalah liat. Horison Ap memiliki kelas tekstur liat berdebu. Horison Bt2 dan Bt3 memiliki kelas tekstur yang sama, yaitu liat. Horison AB memiliki kelas tekstur debu berliat, horison BA memiliki kelas tekstur lempung berliat, dan horison Bt1 memiliki kelas dan Bt1 memiliki pH yang sama, yaitu 4.9. Horison Bt2 memiliki pH 5.0 dan nilai pH turun di horison Bt3, yaitu 4.8.
C-organik yang terdapat pada tiap horison tanah di lokasi penelitian memiliki sedikit perbedaan. C-organik pada horison Ap adalah 2.6%. Persen pada horison AB menurun sedikit mencapai 1.10%. Nilai persen pada horison BA juga menurun, yaitu 0.78. Semakin dalam horisonnya, maka semakin kecil nilai persen C-organiknya. Horison Bt1 sebesar 0.56%, horison Bt2 sebesar 0.55%, dan horison Bt3 sebesar 0.40%. Berdasarkan tabel kriteria penilaian C-organik, kadar
C-organik di lokasi penelitian berkisar antara sedang sampai sangat rendah.
Nilai N-total tanah di lokasi penelitian berkisar 0.05% sampai 0.30%. Nilai N-total tersebut menunjukkan bahwa kadar N-total di lokasi tersebut tergolong sedang sampai sangat rendah. Hal ini dapat dikaitkan dengan pH tanah yang cenderung masam, sehingga kadar N-total juga dapat dikatakan rendah. Nilai P-tersedia pada tanah di lokasi penelitian berkisar antara 0.73 ppm sampai 4.08 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa kadar P-tersedia tanah tersebut tergolong
rendah. Rendahnya kadar P-tersedia
menyebabkan tanaman tidak dapat
menyerap unsur hara P dengan baik.
cenderung memiliki nilai pH yang mendekati netral, sehingga persentase KB juga menunjukkan reaksi tanah yang netral. Hal ini dapat dikaitkan dengan adanya kandungan bahan organik di horison teratas, meskipun tidak dalam jumlah banyak. Bahan organik dapat menyebabkan reaksi netral pada tanah yang bereaksi
masam. Sebaliknya, bahan organik
menyebabkan reaksi masam pada tanah yang bereaksi basa. Berdasarkan hasil analisis KB yang didapat, maka dapat dikatakan tanah di lokasi penelitian tergolong pada tanah yang memiliki kesuburan yang rendah. Hal ini dapat dikaitkan dengan pH tanah di lokasi tersebut yang cenderung rendah dan kandungan Al dan H yang cukup tinggi.
4. KESIMPULAN DAN SARAN
Tanah di lokasi penelitian terdapat susunan horison Ap dengan ketebalan 7 cm, AB dengan ketebalan 9 cm, BA dengan ketebalan 11 cm, Bt1 dengan ketebalan 40 cm, Bt2 dengan ketebalan 51 cm, dan Bt3 dengan ketebalan 17 cm. Berdasarkan sifat morfologi tanah yang telah diteliti, struktur tanah cenderung tergolong ke dalam kelompok gumpal bersudut. Konsistensi tanah berkisar dari agak lekat sampai plastis. Tekstur tanah liat menyebabkan konsistensi menjadi lebih lekat pada horison atas dan tidak mudah hancur (plastis) pada horison bawah. Berdasarkan sifat fisik tanah yang telah diteliti, nilai bobot isi tergolong tinggi, permeabilitas tergolong lambat, sehingga porositas tanah tersebut kurang baik. Berdasarkan sifat kimia tanah yang telah diteliti, tanah di lokasi penelitian bereaksi masam, nilai KTK pada tergolong rendah sampai dengan sedang. N-total tergolong sedang sampai sangat rendah, P-tersedia tergolong rendah, kandungan Al dan H cukup tinggi sehingga tingkat kesuburan rendah.
Saran dari penelitian ini adalah perlu adanya penelitian lanjutan untuk menemukan upaya konservasi yang cocok diterapkan di lokasi penelitian ini dan diharapkan penelitian ke depan dapat menemukan dosis pemupukan yang benar-benar tepat untuk pengembangan produksi kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Cot Girek Kabupaten Aceh Utara.
Saran untuk PT. Perkebunan
Nusantara I (Persero) Cot Girek Kabupaten Aceh Utara, penggunaan kapur pertanian
dapat dilakukan untuk mengurangi
keracunan tanah terhadap senyawa Al dan meningkatkan pH tanah. Selain itu,
penggunaan bahan organik dapat
ditingkatkan lagi sebagai solusi untuk kendala fisik tanah, seperti porositas dan struktur tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Allen, B.L. and B.F. Hajek. 1989. Mineral occurrence in soil environment. p. 199-278. In J.B. Dixon and S.B. Weed (Eds.). Mineral in Soil Environments. 2 ed. Soil Sci. Soc. Am. Madison, Wisconsin, USA. Anhar, A., T. Arabia, Fikrinda, dan N.F.
Mardatin. 2013. Optimalisasi
pemanfaatan Fungi Mikoriza
Arbuskular spesifik lokasi tanah Ultisol dan Histosol untuk meningkatkan hasil kelapa sawit rakyat Aceh. Laporan Tahunan Penelitian Prioritas Nasional
Masterpal Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. 72 hlmn. Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh.
Kantor Bagian Administrasi PT.
Perkebunan Nusantara I (Persero) Cot Girek. 2013. Profil PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Cot Girek. Aceh Utara.
Prasetyo B.H. dan D.A Suriadikarta. 2006. Karakteristik, potensi, dan teknologi pengelolaan Ultisol untuk pengembangan pertanian lahan kering di Indonesia. Balai
Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya
Lahan Pertanian dan Balai
Tan, K.H. 1982. Principles of soil chemistry. Marcell Dekker Inc.
New York.
Lampiran 1. Sifat morfologi tanah di PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Cot Girek
Lampiran 2. Sifat fisik tanah di PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Cot Girek