BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Investasi
Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumberdaya lainnya
yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah
keuntungan di masa datang. Hal mendasar dalam proses keputusan
investasi adalah pemahaman hubungan antara return yang diharapkan dan risiko suatu investasi. Hubungan risiko dan return yang diharapkan dari
suatu investasi merupakan hubungan yang searah dan linier. Artinya
semakin besar risiko yang harus ditanggung, semakin besar pula tingkat
return yang diharapkan. (Tandelilin, 2001 : 3)
Investasi pada umumnya dikenal dalam dua bentuk yaitu, pertama
investasi nyata (real investment) secara umum melibatkan aset berwujud seperti tanah, mesin-mesin atau pabrik. Kedua, investasi keuangan
(financial investment) melibatkan kontrak tertulis seperti saham biasa dan obligasi.
2.2.Risiko
Risiko diartikan sebagai peluang akan terjadinya suatu peristiwa yang
tidak diinginkan. Tidak akan ada investasi jika ekspektasi tingkat
pengembaliannya cukup tinggi untuk memberikan kompensasi bagi para
Halim (2005:34), dalam konteks manajemen investasi, risiko merupakan
besarnya penyimpangan antara tingkat pengembalian yang diharapkan
(expected return) dengan tingkat pengembalian aktual (actual return). Semakin besar penyimpangannya berarti semakin besar tingkat risikonya.
Menurut Zubir (2011:20) faktor-faktor penyebab timbulnya risiko akan
memengaruhi melencengnya realisasi return suatu investasi terhadap nilai yang diharapkan (expected return). Berbagai sumber risiko di antaranya sebagai berikut:
1. Interest rate risk
Perubahan tingkat bunga akan memengaruhi pilihan investasi
dalam saham, obligasi dan deposito. Tingkat bunga yang tinggi
dapat menyebabkan return yang diperoleh dari investasi berisiko rendah (deposito) lebih tinggi daripada return investasi yang berisiko tinggi (saham) sehingga investor akan lebih tertarik untuk
menempatkan dananya dalam bentuk deposito daripada membeli
saham.
2. Market Risk
Market risk disebabkan oleh peristiwa-peristiwa yang bersifat menyeluruh yang memengaruhi kegiatan pasar secara umum
3. Inflation Risk
Permintaan terhadap barang-barang meningkat, tetapi daya beli
rendah sehingga masyarakat tidak mampu membelinya. Tingkat
bunga tabungan dan pinjaman erat kaitannya dengan inflasi karena
pemilik modal (investor dan kreditur) akan meminta tingkat bunga yang tinggi untuk mengompensasi merosotnya daya beli tadi.
4. Business Risk
Risiko yang disebabkan oleh tantangan bisnis yang dihadapi
perusahaan makin berat, baik akibat tingkat persaingan yang
makin ketat, perubahan peraturan pemerintah maupun claim dari masyarakat karena merusak lingkungan.
5. Financial Risk
Perusahaan yang mempunyai utang besar mempunyai risiko yang
juga besar di mata pemegang sahamnya karena sebagian besar
laba operasi perusahaan akan digunakan untuk membayar biaya
bunga pinjaman tersebut. Akibatnya, bagian laba atau dividen
yang diterima oleh pemegang saham menjadi kecil.
6. Liquidity Risk
Risiko yang berkaitan dengan kesulitan untuk mencairkan
portofolio atau menjual saham karena tidak ada yang membeli
saham tersebut. Investor yang memegang saham perusahaan yang
akan jatuh pada waktu dijual sehingga real return berada jauh di bawah expected return.
7. Exchange Rate Risk atau Currency Risk
Bagi investor yang melakukan investasi di berbagai negara dengan
berbagai mata uang, perubahan nilai tukar mata uang akan
menjadi penyebab real return lebih kecil daripada expected return.
8. Country Risk
Risiko ini juga berkaitan dengan investasi lintas negara yang
disebabkan oleh kondisi politik, keamanan dan stabilitas
perekonomian negara tersebut. Stabilitas negara tujuan investasi
menjadi pertimbangan yang sangat penting sebelum memutuskan
melakukan investasi di negara lain.
Standar deviasi dan varians dapat digunakan sebagai ukuran besarnya
penyimpangan tingkat pengembalian yang diharapkan. Semakin besar
nilainya, berarti semakin besar penyimpangannya (berarti risikonya
semakin tinggi) (Halim, 2005:42). Deviasi standar pada dasarnya adalah
rata-rata tertimbang dari deviasi-deviasi nilai yang diharapkan dan akan
memberikan gambaran dari seberapa di atas atau di bawah dari nilai yang
diharapkan kemungkinan nilai aktualnya (Brigham & Houston,
2001:223). Varians adalah nilai rata-rata deviasi kuadrat dari rata-rata
Untuk mengurangi risiko investasi, investor harus mengenal risiko
investasi. Jenis risiko ini dikelompokkan dalam dua kelompok besar,
yaitu risiko sistematis atau disebut systematic risk atau undiversifiable risk dan risiko tidak sistematis atau disebut unsystematic risk atau specific risk atau diversifiable risk.
2.2.1. Risiko sistematis
Risiko ini dikenal juga dengan sebutan risiko yang tidak dapat
didiversifikasikan atau risiko pasar. Risiko sistematis merupakan
hasil perolehan investasi yang dipengaruhi oleh faktor
makroekonomi seperti inflasi, pertumbuhan ekonomi, perubahan
tingkat suku bunga dan kondisi politik. Risiko sistematis ini
mempengaruhi perusahaan-perusahaan secara keseluruhan.
(Simatupang, 2010:43-44). Akibatnya, perubahan tidak
diharapkan atas variabel ini secara simultan menyebabkan
perubahan yang tidak diharapkan atas imbal hasil pasar secara
keseluruhan. (Bodie, dkk., 2006:405). Tiga karakteristik yang
dimiliki risiko sistematis:
1. Risiko sistematis mempengaruhi semua efek
2. Risiko sistematis tidak dapat dihilangkan dengan
diversifikasi
3. Risiko sistematis tidak bisa dikurangi atau dikontrol
Sebagai contoh risiko sistematis adalah naiknya inflasi mendorong
adalah risiko pasar, politik dan keamanan yang menimbulkan
sentiment negatif sehingga mendorong hampir seluruh
harga-harga saham perusahaan go-public turun, walaupun secara fundamental emiten baik. (Simatupang, 2010:43-44)
Untuk mengurangi risiko sistematis, investor dapat
melakukan lindung nilai (hedging) di futures market atau di option market. Cara lain untuk mengurangi risiko sistematis adalah memahami perilaku siklus ekonomi dan tanda-tanda awal
pergantian siklus ekonomi. (Samsul, 2006:285)
Risiko sistematis diukur dengan menggunakan beta (β).
Menurut Tandelilin (2001 : 69) beta merupakan ukuran kepekaan
return sekuritas terhadap return pasar. Semakin besar beta suatu sekuritas, semakin besar kepekaan return sekuritas tersebut terhadap perubahan return pasar. Beta digunakan sebagai pengukur risiko sistematis diperoleh dari model indeks tunggal
yang dikembangkan oleh William Sharpe. Model ini mengaitkan
perhitungan return setiap aset pada return indeks pasar. Dalam penggunaan model indeks tunggal, kita perlu mengestimasikan
beta sekuritas yang bisa dilakukan dengan menggunakan data
historis maupun estimasi secara subjektif.
Gejolak harga suatu jenis saham dapat searah atau
berlawanan arah dengan gejolak indeks pasar. Jika gejolak harga
berlawanan, maka beta saham negatif. Apabila dihitung setiap hari
maka beta bersifat variatif di mana hari ini bisa positif tetapi
mungkin besok negatif. Oleh karena itu, beta saham harus
dihitung untuk jangka panjang.
2.2.2. Risiko Tidak Sistematis
Risiko ini disebut juga risiko spesifik hanya berdampak terhadap
suatu saham atau sektor tertentu. Fluktuasi risiko ini besarnya
berbeda-beda antara satu saham dengan saham yang lain. Karena
perbedaan itulah maka masing-masing saham memiliki tingkat
sensitivitas yang berbeda terhadap setiap perubahan pasar.
Misalnya faktor struktur modal, struktur aset, tingkat likuiditas,
tingkat keuntungan dan sebagainya. Untuk mengurangi kerugian
yang mungkin timbul, investor sebaiknya berinvestasi dalam
berbagai jenis saham dari bermacam sektor sehingga jika satu
jenis saham merugi, masih ada jenis saham lain yang beruntung.
(Samsul, 2006:286). Semakin banyak sekuritas yang dimasukkan
untuk membentuk portofolio dapat membuat varians portofolio
suatu perusahaan menurun karena adanya penurunan risiko
spesifik perusahaan.
Menurut Simatupang (2010:45) setiap jenis industri
memiliki karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh
yaitu risiko financial, risiko industri dan risiko negara. Secara
umum, terdapat tiga karakteristik risiko nonsistematik:
1. Dapat dihilangkan dengan proses diversifikasi
2. Dapat dikurangi atau dikontrol
3. Unik untuk saham dan industri
2.3.Return
Menurut Halim (2005 : 34), dalam konteks manajemen investasi,
pengembalian (return) merupakan imbalan yang diperoleh dari investasi. Pengembalian ini dibedakan menjadi dua, yaitu pengembalian yang telah
terjadi (actual return) yang dihitung berdasarkan data historis dan pengembalian yang diharapkan (expected return – ER) akan diperoleh investor di masa depan. Faktor penimbang expected return bagi saham individual adalah probabilitas masing-masing tingkat pengembalian.
Faktor penimbang bagi portofolio adalah proporsi dana yang
diinvestasikan pada masing-masing saham.
Komponen pengembalian meliputi:
1. Untung/rugi modal (capital gain/loss) merupakan keuntungan (kerugian) bagi investor yang diperoleh dari kelebihan harga jual
(harga beli) di atas harga beli (harga jual) yang keduanya terjadi di
pasar sekunder.
bunga. Yield dinyatakan dalam persentase dari modal yang ditanamkan.
Menurut Brealey, dkk. (2008:333), ekspektasi tingkat pengembalian yang
diminta oleh investor tergantung pada dua hal : (1) kompensasi nilai
waktu uang (tingkat bebas risiko) dan (2) premi risiko, yang bergantung
pada beta dan premi risiko pasar. Menurut Jogiyanto (2003 : 144), return
ekspektasi dan risiko mempunyai hubungan yang positif. Semakin besar
risiko suatu sekuritas, semakin besar return yang diharapkan. Hubungan positif ini hanya berlaku untuk return ekspektasi atau exante return
(before the fact), yaitu untuk return yang belum terjadi. Untuk return
realisasi (yang sudah terjadi), hubungan positif ini dapat tidak terjadi.
Untuk pasar yang tidak rasional, kadang kala return realisasi yang tinggi tidak mesti mempunyai risiko yang tinggi pula. Hubungan antara return
ekspektasi dengan risiko dapat dilihat pada gambar berikut.
return ekspektasi
● futures ● opsi
●waran ●saham biasa ●saham preferen ●obligasi pemerintah ● obligasi pemerintah ●obligasi perusahaan
● deposito
Sumber : Jogiyanto (2003 : 145)
2.4.Penelitian Terdahulu
Anastasia, dkk. (2003) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis
Faktor Fundamental dan Risiko Sistematik Terhadap Harga Saham
Properti di BEJ”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola hubungan
factor fundamental dan risiko sistematis terhadap harga saham terlihat
lemah. Hal ini memberikan petunjuk bahwa pola pergerakan harga saham
bersifat acak, tidak dapat ditentukan, dan atau dipengaruhi sepenuhnya
dengan hanya mengendalikan factor fundamental perusahaan. Hal ini
dikarenakan orientasi investor adalah capital gain oriented bukan
dividend oriented.
Elisabeth (2007) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh
Risiko Sistematis dan Makro Ekonomi Terhadap Harga Saham
Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Jakarta”. Hasil penelitian
menunjukkan variabel beta (β) mempunyai pengaruh negatif yaitu bahwa 1 % beta (risiko) akan menyebabkan penurunan harga saham sebesar
128.648 poin. Investor cenderung tidak berani mengambil risiko dan
memindahkan dananya pada saham sektor lain ataupun pada jenis
instrumen investasi lain yang lebih aman seperti deposito/tabungan.
Pane (2009) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Risiko
Sistematis, Nilai Tukar, Suku Bunga, dan Inflasi Terhadap Harga Saham
Pada Industri Tekstil di Bursa Efek Indonesia”. Hasil penelitian
menyatakan bahwa risiko sistematis, nilai tukar, suku bunga, dan inflasi
saham industri tekstil di Bursa Efek Indonesia. Risiko sistematis yang
dihitung dengan indeks beta berpengaruh negatif signifikan terhadap
harga saham industri tekstil di Bursa Efek Indonesia. Harga saham
individual berfluktuasi berlawanan dengan harga pasar.
Penelitian yang dilakukan oleh Ginting (2012) dengan judul skripsi
“Analisis Pengaruh Risiko Sistematis, Nilai Tukar, Dan Suku Bunga
Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Perbankan Di BEI”. Hasil dari
penelitian tersebut membuktikan bahwa variabel risiko sistematis
memiliki pengaruh signifikan terhadap perubahan harga saham. Variabel
risiko sistematis berpengaruh negatif signifikan terhadap harga saham
perbankan di BEI. Hal ini menunjukkan bahwa apabila harga saham pasar
naik maka harga saham individu akan menurun demikian sebaliknya.
nilai tukar, suku bunga, dan inflasi secara bersama-sama memiliki
pengaruh signifikan terhadap harga saham industri tekstil di BEI. Faktor
Risiko sistematis yang diukur dengan indeks Beta tidak berpengaruh
positif signifikan terhadap harga saham industri tekstil.
2.5.Kerangka Konseptual
Menurut Sugiyono (2004 : 49), kerangka pikiran merupakan penjelasan
secara teoritis antara variabel yang akan diteliti, yang disusun dari
berbagai teori yang dideskripsikan. Menurut Sekaran (2006:114),
bagaimana seseorang menyusun teori atau menghubungkan secara logis
beberapa faktor yang dianggap penting untuk masalah.
Investasi merupakan penempatan dana yang dimiliki investor saat
ini dengan harapan keuntungan yang dapat diperoleh di masa datang.
Menurut Brigham & Houston (2001:214), dengan investasi, seorang
individu atau perusahaan akan membelanjakan uangnya hari ini dengan
berharap akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar di masa
mendatang. Konsep pengembalian memberikan cara yang mudah bagi
investor menyajikan kinerja keuangan dari suatu investasi. Saham
merupakan salah satu aset finansial yang dapat dipilih investor untuk
berinvestasi. Investasi pada saham selain memberi harapan keuntungan
juga disertai dengan adanya risiko yang mampu menghalangi perolehan
keuntungan yang diharapkan. Risiko ini dapat berupa risiko inflasi,
tingkat suku bunga dan risiko industri.
Risiko merupakan kondisi ketidakpastian yang timbul akibat
kurang atau tidak adanya informasi yang memadai. Ketidakpastian akan
mengakibatkan keragu-raguan seseorang terhadap kemampuannya untuk
meramalkan kemungkinan hasil di masa datang. Risiko dalam investasi
dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu risiko sistematis dan risiko tidak
sistematis.
Risiko sistematis merupakan risiko yang tidak dapat dihilangkan
dengan melakukan diversifikasi karena fluktuasi risiko ini dipengaruhi
Risiko sistematis diukur dengan menggunakan beta (β). Menurut
Tandelilin (2001 : 69) beta merupakan ukuran kepekaan return sekuritas terhadap return pasar. Menurut Brealey, dkk. (2008:324), saham yang defensif tidak sensistif terhadap fluktuasi pasar sehingga memiliki beta
rendah. Sebaliknya, saham yang agresif memperbesar segala pergerakan
pasar dan memiliki beta lebih tinggi. Jika pasar naik, akan baik
memegang saham agresif; jika turun, lebih baik memegang saham
defensif. Saham yang agresif memiliki beta tinggi, beta yang lebih besar
dari 1,0, yang berarti bahwa pengembaliannya cenderung lebih dari satu
berbanding satu terhadap perubahan pengembalian pasar keseluruhan.
Beta saham defensif kurang dari 1,0. Pengembalian saham ini bervariasi
lebih rendah dari satu berbanding satu terhadap pengembalian pasar.
Risiko tidak sistematis merupakan risiko yang dapat dihilangkan
dengan melakukan diversifikasi. Fluktuasi risiko ini besarnya
berbeda-beda antara satu saham dengan saham yang lain. Karena perberbeda-bedaan itulah
maka masing-masing saham memiliki tingkat sensitivitas yang berbeda
terhadap setiap perubahan pasar (Samsul, 2006:286). Diversifikasi
membantu para investor untuk mengurangi kerugian yang mungkin
timbul dengan cara berinvestasi dalam berbagai saham dari bermacam
sektor sehingga jika satu saham merugi, masih ada saham lain yang
beruntung. Semakin banyak sekuritas yang dimasukkan untuk membentuk
portofolio dapat membuat varians portofolio suatu perusahaan menurun
Sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi adalah sektor yang
terdiri dari perusahaan-perusahaan yang bergelut dalam bidang
pemenuhan kebutuhan terhadap sarana dan prasarana seperti jalan tol,
jaringan telekomunikasi dan moda transportasi di Indonesia. Sektor
infrastruktur, utilitas dan transportasi pada Bursa Efek Indonesia memiliki
lima subsektor yaitu subsektor energi, subsektor jalan tol, bandara,
pelabuhan dan sejenisnya, subsektor telekomunikasi, subsektor
transportasi dan subsektor konstruksi nonbangunan. Setiap perusahaan
tentunya memiliki risiko, tidak terkecuali juga subsektor yang dimiliki
oleh sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi. Berdasarkan pemaparan
yang telah diberikan maka dapat dibuat kerangka konseptual atas
penelitian ini seperti yang digambarkan sebagai berikut.
2. Risiko Tidak Sistematis
=
=
=
=
Sumber : Tandelilin (2001), Brigham & Houston (2001), Halim (2005), Brealey, dkk. (2008), Samsul (2006) (data diolah)
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual
2.6.Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah
dijelaskan sebelumnya maka hipotesis yang diajukan yaitu:
1. Ada perbedaan risiko sistematis pada setiap subsektor
Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi di Bursa Efek Indonesia.
2. Ada perbedaan risiko tidak sistematis pada setiap subsektor