• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSENTRASI INDUSTRI DAN RETURN SAHAM: STUDI EMPIRIS DI BURSA EFEK INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONSENTRASI INDUSTRI DAN RETURN SAHAM: STUDI EMPIRIS DI BURSA EFEK INDONESIA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

35

KONSENTRASI INDUSTRI DAN RETURN SAHAM:

STUDI EMPIRIS DI BURSA EFEK INDONESIA

Eloi Ebenhazer Natalinov dan Perminas Pengeran

Fakultas Bisnis Universitas Kristen Duta Wacana Jl. Dr. Wihidin Sudiro Husodo 5 - 25, Yogyakarta, 55224

Email: perminas_pangeran@yahoo.com

ABSTRACT

The purpose of this study is to examine the effect of industry concentration to future stock return. We analyze all industries listed in Indonesia Stock Exchange over 2007 - 2009 period. By using regression analysis, the result shows that companies operating in less concentrated or more competitive industries generate higher future stock return. In another word, firms in more concentrated or less competitive earn lower future stock return. In addition, this study reveals that size has negative effect on future stock return, while leverage show not such effect. This result indicates that there is difference in the size of companies. Indonesian concentrated industries are dominated by the large compenies.

Keywords: industries concentration, industries stock return, competitive industries

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh konsentrasi industri terhadap return saham masa depan. Penelitian ini menggunakan seluruh industri (9 industri) berdasarkan kategori JASICA selama periode 2007 - 2009. Berdasarkan analisis regresi linier berganda, hasil penelitian menunjukkan bahwa industri yang lebih kompetitif menawarkan return saham masa depan yang lebih tinggi. Dengan kata lain, semakin terkonsentrasi suatu industri, return saham masa depan yang diterima semakin rendah. Ukuran industri memiliki pengaruh negatif terhadap return saham masa depan, sedangkan leverage industri tidak memiliki pengaruh terhadap return saham masa depan. Hal ini menjelaskan terdapat perbedaan ukuran industri dalam industri yang berbeda tingkat konsentrasinya. Industri yang lebih terkonsentrasi didominasi oleh perusahaan-perusahaan dengan ukuran yang lebih besar daripada industri yang lebih kompetitif.

Kata kunci: konsentrasi industri, return saham industri, industri kompetitif.

PENDAHULUAN

Struktur pasar produk di mana perusahaan berkompetisi seharusnya akan menentukan nilai surat berharga suatu perusahaan. Perusahaan melalui pasar ini

membuat berbagai keputusan operasi yang pada akhirnya menghasilkan arus kas. Risiko arus kas yang tercermin dari serangkaian aksi perusahaan di pasar produk selanjutnya diapreasiasi oleh investor melalui perubahan harga di pasar

(2)

36

modal. Investor menuntut return yang lebih tinggi atas setiap keputusan yang melibatkan risiko yang lebih besar. Sebaliknya, model-model penetapan harga aset (asset pricing model) yang selama ini dikembangkan oleh para ahli seperti Markowitz dan Sharpe (1964), Lintner (1965), dan Black (1972) belum mempertimbangkan faktor struktur pasar sebagai salah satu faktor risiko. Oleh karena itu, keterkaitan struktur pasar dan return saham menjadi isu menarik untuk dikaji lebih lanjut.

Struktur pasar dapat dijadikan sebagai salah satu faktor risiko yang dapat mempengaruhi return saham. Dalam hal ini, Schumpeter (1912) dalam Hou dan Robinson (2006) menjelaskan bahwa inovasi, sebagai salah satu sumber risiko, lebih mungkin terjadi dalam industri-industri yang lebih kompetitif, dan hal ini menyebabkan return saham menjadi lebih tinggi. Investor menilai inovasi merupakan suatu aksi korporasi yang berisiko dan sangat dapat memengaruhi arus kas yang dihasilkan perusahaan nantinya. Oleh karena itu, tingkat keuntungan yang disyaratkan menjadi lebih tinggi di industri yang penuh dengan inovasi.

Sementara itu, risiko kesulitan juga dapat menggambarkan pengaruh struktur pasar terhadap return saham. Hou dan Robinson (2006) berpendapat bahwa adanya hambatan masuk pada industri yang terkonsentrasi membuat perusahaan-perusahaan yang masuk didalamnya dapat menetapkan harga premium dan mening-katkan output dengan besarnya sumber daya yang dikuasai ketika permintaan produk melonjak. Hal inilah yang menyebabkan perusahaan-perusahaan pada industri yang terkonsentrasi menjadi

market power, menghasilkan laba

abnormal, dan net profit margin (NPM) yang tinggi. Namun, mempertimbangkan kecilnya kemungkinan terjadi distress pada perusahaan-perusahaan ini, dan lemahnya tingkat persaingan di industri ini yang

dilihat dari kurangnya keterlibatan dalam inovasi yang berisiko, maka return yang disyaratkan investor juga rendah. Jadi, semakin terkonsentrasi suatu industri, maka semakin rendah return saham. Dengan kata lain, semakin kompetitif suatu industri, maka semakin tinggi return saham.

Meskipun demikian, hasil penelitian sebelumnya masih menunjukkan hasil berbeda tentang pengaruh konsentrasi pasar pada return saham. Knott dan Posen (2003) menguatkan teori Schumpeter dengan membuktikan bahwa inovasi meningkatkan intensitas persaingan. Hou dan Robinson (2006) menemukan bahwa sesuai teori, industri yang lebih terkonsentrasi memiliki return yang lebih rendah, dan sebaliknya industri yang kompetitif (tidak terkonsentrasi) menda-patkan return yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan karakteristik inovasi dan

distress risk yang jarang ditemukan dalam

industri yang terkonsentrasi. Sementara itu, Gallagher dan Ignatieva (2010) mela-kukan penelitian di negaranya Australia. Hasil mereka menunjukkan bahwa Industri yang lebih terkonsentrasi meng-hasilkan return yang lebih tinggi.

Perbedaan hasil ini bisa terjadi karena karakter struktur pasar berbeda yang dianut oleh suatu negara. Untuk itu, penelitian ini menarik untuk dilakukan dalam konteks Industri di Indonesia yang memiliki karakteristik yang unik. Berbeda dengan di Amerika yang menganut mekanisme pasar bebas, sistem ekonomi Indonesia menganut sistem campuran antara liberal dan komanditer. Hal ini menunjukkan persaingan industri di Indonesia tidak sepenuhnya bebas, melainkan ada intervensi pemerintah.

Meskipun struktur pasar yang diproksi dengan tingkat konsentrasi industri berkaitan dengan return saham di masa depan, namun dalam konteks Indonesia, kajian tentang isu ini masih jarang dilakukan. Beberapa penelitian di

(3)

37

Indonesia telah menguji pengaruh struktur pasar terhadap kinerja atau profitabilitas, seperti Sarifah (2007), Naylah (2010). Penelitian yang ada masih mengabaikan aspek return saham. Hal ini menjadi gap

untuk melakukan penelitian dalam konteks Indonesia. Penelitian ini termotivasi oleh penelitian yang dilakukan Hou dan Robinson (2006) dan Gallagher dan Ignatieva (2010), untuk menjelaskan pangaruh struktur pasar terhadap return saham di Bursa Efek Indonesia.

Penelitian ini juga menggunakan variabel kontrol ukuran industri dan leverage industri untuk menghilangkan bias akibat perbedaan skala operasi dan struktur modal industri. Industri yang terkonsentrasi akan memiliki skala operasi yang lebih besar yang membuat industri tersebut menghasilkan laba yang tinggi dan menciptakan hambatan masuk untuk pesaing baru masuk ke dalam industri tersebut. Industri yang kompetitif akan membutuhkan modal asing (hutang) yang lebih besar karena industri ini lebih banyak terlibat dalam kegiatan inovasi yang membutuhkan investasi besar.

Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh struktur pasar yang diproksikan melalui tingkat konsentrasi industri terhadap return saham masa depan industri. Dengan kata lain, apakah industri yang lebih kompetitif menghasilkan return saham masa depan yang lebih tinggi dibandingkan industri yang didominasi oleh beberapa perusahaan saja dan memiliki hambatan masuk yang tinggi (terkonsentrasi). Hasil penelitian ini pada akhirnya diharapkan akan memberikan gambaran baru tentang karakteristik tingkat konsentrasi industri di Indonesia. Juga, hasil penelitian ini menjadi salah satu strategi berinvestasi pada industri yang menawarkan return lebih tinggi. Selain itu, untuk menguatkan teori tentang risiko khususnya risiko dalam pasar produk dan return saham.

KAJIAN LITERATUR

Teori Economic Innovation and Progress

Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Joseph Schumpeter, seorang ahli ekonomi keturunan Austria-Amerika. Ia menjelaskan teorinya dengan istilah yang terkenal dengan sebutan Creative

Destruction. Saat ini istilah ini lebih

populer dengan teori Schumpeter menge-nai inovasi. Creative Destruction merupa-kan konsep ekonomi yang sangat berman-faat karena konsep ini dapat menjelaskan dinamika perubahan industri.

Menurut Schumpeter dalam Hou dan Robinson (2006), inovasi sering terjadi pada perusahaan-perusahaan kecil di luar industri yang mapan. Perusahaan-perusa-haan pesaing ini pada akhirnya mengem-balikan situasi yang ada dan menciptakan paradigma baru yang berkaitan dengan teknologi. Singkatnya, inovasi dan kemajuan teknologi membuat pergantian nama-nama perusahaan dalam industri. Inovasi mengalahkan perusahaan-perusa-haan yang dulunya mendominasi. Inovasi dalam pasar produk mengubah struktur pasar. Tekanan kompetisi dalam industri menyebabkan return saham menjadi lebih tinggi. Investor di pasar keuangan menilai inovasi sebagai sesuatu yang berisiko, oleh karena itu investor menuntut return yang lebih tinggi. Sementara itu, industri yang terkonsentrasi terlindung dari tekanan kompetisi, sehingga berkibat jarangnya perusahaan ikut serta dalam kegiatan inovasi yang berisiko. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan di dalam industri ini cenderung akan memiliki return saham yang lebih rendah.

Teori Structure-Conduct-Performance

(S/C/P)

Struktur-Perilaku-Kinerja (S/C/P) se-bagai salah satu konsep dalam analisis ekonomi industri mulai berkembang sejak

(4)

38

tahun 1930. Dasar paradigma dari teori ini pertama kali diutarakan oleh Edward S. Manson, salah satu dosen di Harvard University. Teori ini memercayai adanya pengaruh struktur pasar terhadap perilaku dan kinerja industri. Pada awalnya hubungan antara struktur, perilaku, dan kinerja hanya satu arah. Seiring dengan perkembangan ekonomi, hubungan ketiga-nya menjadi semakin kompleks, sehingga antar komponen bisa saling memengaruhi satu sama lain.

Dalam teori S/C/P, biaya tetap yang sangat tinggi pada perusahaan besar dengan mesin-mesin pabrik yang sangat mahal akan dinilai sebagai hambatan masuk (barrier to entry) yang menghalangi masuknya perusahaan baru (new entrant) untuk ikut bersaing dalam industri ini

(Structure). Karena adanya hambatan

masuk bagi challenger, maka jumlah perusahaan yang ada di dalam industri ini hanya sedikit, dan masing-masing perusahaan dalam industri ini dapat bersekongkol menetapkan harga yang sangat tinggi di atas biaya marjinal tanpa takut adanya ancaman (threat) masuknya pesaing baru (Conduct). Dengan harga premium, perusahaan-perusahaan tersebut mampu menghasilkan laba supernormal

(Performance). Perusahaan-perusahaan

dalam industri yang terkonsentrasi lebih tahan menghadapi masa-masa pelemahan ekonomi. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan ini menghadapi risiko kesulitan

(distress risk) yang lebih kecil. Jika

demikian, perusahaan-perusahaan dalam industri yang barrier to entry-nya tinggi akan menghasilkan return saham yang lebih rendah karena premi risiko kesulitan yang diminta investor pada perusahaan-perusahaan ini sangat kecil.

Konsentrasi Industri

Pangsa pasar menunjukkan seberapa besar kekuatan dan pentingnya perusahaan dalam pasar produk. Setip perusahaan

memiliki pangsa pasar mulai dari antara 0

─ 100%. Pangsa pasar menggambarkan

besarnya permintaan produk. Perusahaan dengan pangsa pasar yang besar umumnya lebih mampu bertahan menghadapi masa-masa kelesuan ekonomi. Pengukuran pangsa pasar umumnya menggunakan variabel seperti net sales (penjualan bersih), total aktiva, atau pun ekuitas (Hou dan Robinson, 2006). Perusahaan-perusa-haan dalam industri yang terkonsentrasi memilki pangsa pasar yang besar, sebalik-nya perusahaan-perusahaan yang berada dalam industri yang kompetitif cenderung memiliki pangsa pasar yang relatif kecil.

Bain dalam Dennis dan Perloff, (2000) mendefinisikan konsentrasi seba-gai kepemilikan terhadap sejumlah besar sumber daya ekonomi oleh sejumlah kecil pelaku ekonomi. Industri yang terkonsen-trasi memiliki tingkat persaingan yang rendah, dan juga sebaliknya, kompetisi meningkat seiring menurunnya tingkat konsentrasi. Peningkatan konsentrasi dapat disebabkan oleh perluasan yang terjadi pada establishment dan berkurangnya jumlah perusahaan. Ada beberapa cara yang umum digunakan untuk mengukur besarnya konsentrasi pasar.

Pertama, M-Rasio Konsentrasi atau

Concentration Ratio (CR). Rasio

kon-sentrasi merupakan jumlah kumulatif bagian pangsa pasar dari M (n atau jumlah) perusahaan terbesar dalam industri dengan besaran nilai untuk M adalah 4, 8, dan 20. Rasio konsentrasi ini secara lebih luas dikenal sebagai ukuran “kesenjangan” jumlah penyuplai dalam suatu pasar. Variabel yang umum dipakai untuk ukuran rasio konsentrasi adalah variabel aset, penjualan, dan modal saham. Pengukuran dengan menggunakan rasio konsentrasi memiliki keuntungan yaitu relatif lebih mudah dipahami, dan untuk datanya relatif mudah didapatkan. Nilai rasionya adalah antara 0 (mengarah kepada bentuk pasar persaingan sempurna) sampai 1 (mengarah kepada bentuk pasar monopoli).

(5)

39

Kedua koefisien variasi. Koefisien variasi digunakan untuk melengkapi peng-gunaan rasio konsentrasi, karena M-rasio konsentrasi hanya bisa memberikan infor-masi yang berguna tentang bias distribusi, dan rasio ini tidak dapat mengungkapkan informasi apapun tentang disperse pasar. Kekurangan inilah yang umumnya dapat diatasi dengan koefisien variasi. Jadi peningkatan atau penurunan M-rasio konsentrasi dan koefisien variasi secara bersama-sama dapat menunjukkan bentuk struktur pasar pada industri yang diamati.

Ketiga, Indeks Herfindahl-Hirschman (HHI). Kedua ukuran konsen-trasi yang telah disebutkan di atas yaitu M-rasio konsentrasi dan koefisien variasi dapat memberikan informasi tentang struktur pasar, tetapi keduanya tidak memperhitungkan jumlah perusahaan yang beroperasi di industri yang diamati. Seperti diketahui, jumlah pelaku pasar memiliki pengaruh langsung pada masalah konsentrasi dan persaingan. Pengukuran konsentrasi lain yang banyak digunakan dan dapat mengatasi masalah tersebut adalah menggunakan Indeks Herfindahl-Hirschman (HHI), karena indeks ini memperhitungkan ukuran relatif dan jumlah perusahaan yang bersaing dalam industri.

HHI mengasumsikan bahwa nilai 10.000 mempunyai arti jika hanya ada satu perusahaan (berarti strukturnya monopoli) dan jika nilainya mendekati 0 berarti pada industri tersebut terdapat sejumlah besar perusahaan yang ukurannya relatif sama. Klasifikasi HHI berdasarkan Department of Justice (DOJ) dan Federal Trade Commission (FTC) negara Amerika Serikat, dalam “Horizontal Merger Guidelines” dapat dilihat pada tabel di bawah ini (Heather, 2002:47 dalam Nugroho dan Susilo (2007).

Heather (2002) dalam Nugroho dan Susilo (2007) membuat tiga klasifkasi tingkat konsentrasi industri. Pertama, terkonsentrasi, tidak ada pesaingan atau

sangat kecil, bila indeks HHI > 1800. Menantang jika indeks naik lebih dari 50 poin melalui merger. Kedua, cukup terkonsentrasi (cukup kompetitif), bila indeks HHI sebesar 1000-1800. Menantang jika indeks naik lebih dari 100 poin melalui merger. Ketiga, tidak terkon-sentrasi (sangat kompetitif), bila indeks HHI < 1000. Tidak ada tantangan untuk melakukan merger.

Industri yang terkonsentrasi bisa terjadi karena terdapat satu perusahaan yang menguasai seluruh pangsa pasar (monopoli) atau terdapat perusahaan domi-nan yang menguasai lebih dari 50% pangsa pasar. Perusahaan monopoli tidak memiliki pesaing sama sekali dalam pasar. Perusahaan dominan tidak memiliki pesaing yang terdekat. Industri yang cukup terkonsentrasi atau cukup kompetitif pasar dapat berbentuk monopolistik maupun oligopoli. Terdapat cukup banyak perusa-haan yang bersaing di pasar monopolistik dan terdapat sejumlah perusahaan yang bersaing di pasa oligopoli. Industri yang tidak terkonsentrasi juga dapat berupa pasar monopolistik atau dapat berupa pasar persaingan sempurna.

Return Saham Masa Depan

Return saham masa depan adalah return saham di periode t+1, atau sering disebut return_Lead seperti dalam penelitian Li, et al. (2011). Return saham adalah rasio antara pendapatan investasi selama beberapa periode dengan jumlah dana yang diinvestasikan (Hartono, 2009). Return saham masa depan lebih relevan digunakan karena return saham masa depan sudah lebih mengandung dan mencerminkan informasi masa lalu.

PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Hasil penelitian Knott dan Posen (2003) mendukung teori Schumpeter

(6)

40

dengan membuktikan bahwa inovasi meningkatkan intensitas persaingan. Hou dan Robinson (2006) menemukan bahwa sesuai teori, industri yang lebih terkon-sentrasi memiliki return yang lebih rendah, dan sebaliknya industri yang kompetitif (tidak terkonsentrasi) mendapatkan return yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan karakteristik inovasi dan distress risk yang jarang ditemukan dalam industri yang terkonsentrasi.

Sementara itu, Gallagher dan Ignatieva (2010) melakukan penelitian di negaranya Australia. Hasil mereka menunjukkan bahwa Industri yang lebih terkonsentrasi menghasilkan return yang lebih tinggi (HHI berpengaruh positif terhadap return saham). Perbedaan hasil ini membuat penelitian di Indonesia yang memiliki karakter struktur pasar yang berbeda menjadi menarik untuk diteliti.

Inovasi sebagai salah satu sumber risiko sering terjadi pada industri yang lebih kompetitif. Inovasi dinilai sebagai suatu risiko karena membuat gejolak dalam suatu industri seperti yang dijelaskan dalam creative destruction. Perusahaan-perusahaan dalam industri yang terkonsentrasi jarang terlibat dalam kegiatan inovasi yang berisiko. Selain itu, adanya hambatan masuk industri yang tinggi dalam industri yang terkonsentrasi membuat perusahaan-perusahaan dapat menetapkan harga premium dan mengha-silkan laba supernormal, sehingga kecil kemungkinan terjadi distress pada perusahaan-perusahaan dalam industri ini. Jika inovasi yang berisiko dan distress risk

ini menambah premi risiko yang dituntut investor atas modal yang ditanamkan, maka industri yang lebih terkonsentransi akan memiliki return saham yang lebih rendah.

H1: Tingkat konsentrasi industri

berpengaruh negatif terhadap return saham masa depan industri.

Variabel kontrol diprediksi memiliki pengaruh terhadap return saham seperti penelitian dan teori sebelumnya. Ukuran industri yang semakin besar mengindi-kasikan skala operasi yang semakin besar. Industri dengan skala operasi yang besar menciptakan barriers to entry yang semakin besar untuk perusahaan baru masuk ke dalamnya karena perusahaan-perusahaan di dalamnya mampu mengha-silkan laba yang supernormal dengan dominasi keunggulan aktiva yang besar. Oleh karena itu, industri dengan total aset yang besar lebih mapan, stabil, dan memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk menghadapi distress risk. Jika

distress risk menambah premi risiko yang

dituntut investor, maka ukuran industri yang semakin besar akan menurunkan premi risiko yang dituntut investor dan pada akhirnya mensyaratkan return saham yang lebih rendah.

H2: Ukuran industri berpengaruh nega-tif

terhadap return saham masa depan industri.

Brigham dan Houston (2012) men-jelaskan bahwa leverage keuangan adalah tambahan risiko yang dibebankan kepada para pemegang saham biasa sebagai hasil dari keputusan untuk mendapatkan pendanaan melalui hutang. Tambahan risiko ini meningkatkan kedisiplinan manajemen, pada tingkat yang optimal akan mendongkrak kinerja yang dapat dilihat dari naiknya EPS, dan pada akhirnya meningkatkan return yang diterima pemegang saham. Industri yang lebih kompetitif (kurang terkonsentrasi) membutuhkan pendanaan dari luar yang lebih besar untuk membiayai inovasi-inovasi yang sering dilakukan. Karena inovasi menggambarkan risiko yang akan memengaruhi arus kas perusahaan, maka peningkatan rasio hutang akan mening-katkan risiko perusahaan dan oleh karena itu investor menuntut return saham yang

(7)

41

lebih tinggi pada industri yang lebih kompetitif).

H3: Leverage keuangan industri

berpengaruh positif terhadap return saham masa depan industri.

Model Teoretis Penelitian

Pemikiran penelitian ini berdasarkan pada perspektif dua teori utama Economic

Innovation dan Progress dan

Structure-Conduct-Performance (S/C/P). Struktur

pasar yang diproksikan dengan tingkat konsentrasi suatu industri mempunyai pengaruh terhadap return saham. Inovasi lebih banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dalam industri yang kompetitif. Inovasi dipandang oleh Schumpeter

sebagai salah satu sumber risiko yang dapat memengaruhi aliran kas perusahaan. Oleh karena itu, jika inovasi menambah premi risiko yang diminta investor, maka return saham akan menjadi lebih tinggi pada industri yang kompetitif. Sebaliknya, tingginya hambatan masuk dalam industri yang terkonsentrasi membuat perusahaan-perusahaan di dalamnya mampu menjadi

price-maker dan menghasilkan laba

supernormal. Jika dikaitkan dengan

distress risk dan kurangnya keterlibatan

dalam kegiatan inovasi yang berisiko, maka perusahaan-perusahaan ini lebih kecil kemungkinannya mengalami distress risk. Jika distress risk menambah premi risiko yang disyaratkan investor, maka industri yang terkonsenrasi akan menerima return yang lebih rendah.

Gambar 1

Model Teoretis Konsentrasi Industri dan Return Saham Masa Depan

Model teoritis seperti digambar no 1, menjelaskan bahwa tingkat konsentrasi industri akan berpengaruh negatif terhadap return saham masa depan. Semakin terkonsentrasi suatu industri, maka return saham akan semakin kecil. Variabel kontrol digunakan untuk menghilangkan bias yang diakibatkan perbedaan karak-teristik perusahaan. Peneliti menggunakan variabel kontrol yang menjadi karakteristik suatu perusahaan diantaranya ukuran industri, dan leverage keuangan industri.

METODA PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan data seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Perusahaaan yang terdaftar dikelompokan dalam 9 kategori industri berdasarkan klasifikasi industri yang ditetapkan BEI (JASICA). Data total aset,

net sales/revenue yang digunakan untuk

menghitung HHI, dan data liabilitas sebagai komponen leverage diambil dari

(8)

42

(ICMD) dari tahun 2007 - 2009. Data

closing price (CP) saham bulanan didapat

dari Yahoo Finance mulai dari 2007 - 2010. Salah satu keunggulan menggu-nakan data dari Yahoo Finance adalah tersedianya data CP yang telah disesuaikan

(adjusted closing price) dengan dividen

dan stock split. CP per tahun yang nantinya

digunakan untuk menghitung return saham menggunakan rata-rata CP selama 12 bulan. Hal ini juga dimaksudkan untuk menghilangkan bias akibat perubahan signifikan dari awal ke akhir tahun. Peneliti menggunakan data CP sampai tahun 2010 karena return saham yang diukur adalah return saham periode +1 (R_lead).

Return Saham Masa Depan Industri. Peneliti mengunakan return saham masa depan sebagai variabel dependen karena return saham masa depan sudah mengandung dan mencerminkan informasi masa lalu. Return saham adalah rasio antara pendapatan investasi selama beberapa periode dengan jumlah dana yang diinvestasikan (Hartono, 2000). Return saham masa depan industri dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut,

Rj, lead =

Rj,lead = Return saham industri j pada

tahun t+1

Pi,t+1 = Rata-rata bulanan harga

penu-tupan saham perusahaan i dalam industri j pada tahun t+1 Pi,t = Rata-rata bulanan harga

penutupan saham perusahaan i dalam industri j pada tahun t

Nj = Jumlah perusahaan dalam

industri j

Tingkat Konsentrasi Industri.

Peneliti memilih menggunakan Indeks Herfindahl-Hirschman (HHI) (Hou dan

Robinson, 2006) sebagai proksi tingkat konsentrasi industri karena indeks ini memperhitungkan ukuran relatif dan jumlah perusahaan yang bersaing dalam industri. HHI dihitung menggunakan rumus berikut,

HHIj =

HHIj = Nilai indeks

Herfindahl-Hirschman (HHI) pada suatu industri

Sij = Pangsa pasar perusahaan i dalam

industri j

Nj = Jumlah perusahaan dalam

industri j

Peneliti menggunakan penjualan untuk mengukur pangsa pasar suatu perusahaan. Nilai pangsa pasar didapatkan dari pembagian nilai penjualan suatu perusahaan dalam suatu industri dengan jumlah nilai penjualan seluruh perusahaan dalam industri tersebut. Pangsa pasar dihitung tanpa dikalikan 100%, sehingga didapatkan pangsa pasar dalam bentuk desimal yang pada akhirnya HHI yang dihitung juga berupa desimal. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan kesen-jangan nilai yang dapat mengganggu model sama halnya dengan melakukan log natural pada total aset yang bernilai miliaran. Indeks HHI merupakan perkalian HHI dalam bentuk desimal dengan 10.000. Penggunaan HHI dalam bentuk desimal juga dapat ditemukan pada dua penelitian terdahulu. Nilai HHI yang kecil menyatakan bahwa pasar diikuti oleh banyak perusahaan bersaing, sementara nilai HHI besar menyatakan bahwa bagian pasar terkonsentrasi pada beberapa perusahaan besar.

Ukuran Industri. Total aset industri digunakan sebagai proksi variabel kontrol untuk menghindarkan bias dari perbedaan ukuran industri. Nilai total aset didapat dari laporan keuangan perusahaan

(9)

43

(Neraca). Angka total aset ditransform dalam bentuk logaritma natural untuk mengurangi variasi yang besar.

Ukuran industri =

TAij = Total aset perusahaan i dalam

industri j

Nj = Jumlah perusahaan dalam

industri j

Leverage Industri. Leverage

mewakili karakteristik perbedaan perusa-haan dalam struktur modal. Weston (1994) menyatakan leverage adalah rasio antara nilai buku seluruh hutang atau liabilitas (debt =D) terhadap total aktiva (total

assets =TA). Dari definisi di atas maka

leverage dapat dirumuskan sebagai berikut,

Leverage industri =

Dij = Total hutang atau liabilitas

perusahaan I dalam industri j TAij = Total aset perusahaan i dalam

industri j

Nj = Jumlah perusahaan dalam

industri j

Model Empiris

Karena penelitian ini menggunakan model analisis regresi linier berganda, maka persamaan statistik penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut,

RLead = α + β1HHI + β2 LnTA+

β3Lev + ε

RLead = Return saham masa depan industri industri

HHI = Tingkat konsentransi industri LnTA = Log natural total aset industri

Lev = Leverage industri

α = Konstanta

β = Koefisien variabel

ε = Error terms atau variabel

gangguan/acak

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Deskripsi data penelitian, seperti yang terlihat dari tabel 1 penelitian ini meneliti 9 industri berdasarkan JASICA di Indonesia selama 3 tahun, sehingga jumlah observasi penelitian ini sebanyak 27. Jika dilihat dari nilai JB, maka dapat disimpulkan bahwa semua data variabel terdistribusi normal karena lebih kecil dari nilai chi square kritis untuk df 2 pada α 5% (5,99147). Industri di indonesia rata-rata menawarkan return 15,5% selama 2008 – 2010 (R +1). Return tertinggi selama periode itu sebesar 79,3%, sedangkan terendah sebesar -24%.

Tabel 1 Data Deskriptif

Variabel Lambang Mean Maks Min Sd. D Laba Yang Akan Datang R_LEAD 0,155 0,793 -0,240 0,306 Konsentrasi Industri HHI 0,153 0,387 0,048 0,097 Ukuran Ln_TA 29,208 31,010 28,134 0,825 Utang Lev 0,570 0,838 0,425 0,119

(10)

44

Rata-rata HHI sebesar 1.530 berdasarkan klasifikasi HHI dalam tabel 2 menunjukkan bahwa industri Indonesia secara keseluruhan cukup terkonsentrasi. Struktur modal industri Indonesia rata-rata menggunakan 57% hutang sebagai modal dari keseluruhan total aset. Tabel klasifi-kasi industri berdasarkan HHI dibawah ini menunjukkan bahwa industri miscellane-ous dan infrastructure tergolong tergolong terkonsentrasi (HHI> 1800).

Berdasarkan hasil perhitungan rata-rata HHI dari tahun 2007 – 2009 dapat disimpulkan bahwa secara umum pada periode tiga tahun tersebut industri di Indonesia cukup terkonsentrasi (1.000 < HHI 1.530 < 1.800). Penghitungan HHI juga menunjukkan bahwa industri Misc.

(Miscellaneous), dan Infra (Infrastructure,

Utilities, Transportation) tergolong

industri yang terkonsentrasi (HHI>1.800). Agri (Agriculture), Consumer (Consumer

goods), dan Min (Mining) tergolong cukup

terkonsentrasi (1.000<HHI<1.800), se-dangkan Finance, Property (Property,

Real estate, dan Building construction),

Basc (Basic industry dan Chemicals), dan

Trade (Trade, Services, dan Investment)

tergolong industri yang tidak terkon-sentrasi (HHI<1.000).

Model regresi yang digunakan adalah model analisis regresi linier berganda untuk menguji apakah terdapat pengaruh tingkat konsentrasi industri terhadap return saham masa depan industri. Hasil uji asumsi klasik menun-jukkan bahwa semua asumsi memenuhi persyaratan estimator yang BLUE. Analisis matriks korelasi menunjukkan bahwa semua variabel bebas tidak memili-ki korelasi nyata antar satu sama lain. Demikian juga, regresi masing-masing log natural variabel bebas terhadap log natural kuadrat residual menunjukkan bahwa varian residual terbukti konstan, memenuhi homokedastisitas. Tidak ada satupun log natural variabel bebas yang berpengaruh signifikan terhadap log

natural kuadrat residual dari masing-masing regresi variabel bebasnya. Uji normalitas mengasumsikan bahwa residual memiliki distribusi normal. Hasil uji mormalitas menunjukkan bahwa residual berdistribusi normal dimana angka statistik Jarque-Bera lebih kecil dari nilai chi square kritis untuk df 2 pada α 5% (5,99147) dan nilai probabilitas JB yang lebih besar dari α. Angka DW hasil regresi yang telah ditransformasi menunjukkan angka 2,303153, sehingga dapat disimpul-kan sudah tidak terdapat autokorelasi lagi.

Hasil regresi sebelum menggunakan variabel kontrol, adjusted R Square hanya sebesar 0,38 dan uji F tidak signifikan yang dapat dilihat dari probabilitas sebesar 0,06. Hasil regresi setelah memasukan variabel kontrol ukuran industri dan leverage industri yang memiliki hubungan dengan return saham. Penggunaan variabel kontrol ukuran industri dan leverage industri terbukti sesuai teori menghilangkan bias dan memperbaiki model. Adjusted R Square

setelah HHI dikontrol menjadi 0,59 dan uji F signifikan dengan probabilitas 0,01.

Uji Hausman menguji apakah metode estimasi panel yang tepat fixed

effect model (FEM) atau random effect

model (REM). Chi-square statistik yang

signifikan menunjukkan bahwa model mengikuti FEM bukan REM. Jika dilihat

dari nilai χ2

stastitik pada hasil uji Hausman sebesar 10,99 yang lebih besar

dari nilai χ2 kritis pada d.f = 3, α 5% , yaitu 7,81, atau dari nilai probabilitas χ2

yang

lebih kecil dari α 5% , maka dapat

disimpulkan metode panel yang lebih tepat digunakan dalam penelitian ini adalah

fixed effect.

Hasil transformasi regresi dengan metode Theil-Nagar memperkecil adjusted

R2 model regresi menjadi sebesar 0,59. Hal ini mengindikasikan bahwa garis regresi dapat menjelaskan variasi pada variabel return saham masa depan cukup baik. Dengan kata lain, Sekitar 59% variasi

(11)

45

return saham masa depan dapat dijelaskan dengan baik oleh HHI, ln total aset, dan leverage dan sekitar 41% variasi return saham masa depan dijelaskan oleh faktor- faktor lain di luar model.

Uji F hitung sebesar 3,83, angka ini lebih besar dari F tabel pada α 5% dengan numerator k – 1 = 4 – 1 = 3 dan denominator n – k = 27 – 4 = 23 yang sebesar 3,03. Jika dilihat dari P-value F

0,01 yang lebih kecil dari α 5% juga dapat

disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang nyata dari semua variabel independen secara bersama-sama terhadap return saham masa depan.

Uji statistik t menguji hipotesis untuk setiap koefisien regresi secara parsial. Pengujian masing-masing hipotesis yang diduga memiliki pengaruh terhadap return saham masa depan diringkasan pada tabel 3. Tabel 3 Hasil Analisis Hip Nama Variabel Sim bol Pre diksi

Koefi-sien (β) Nilai t Prob Simpulan

H1 Tingkat konsentrasi industri HHI (-) -5,40 1,86 0,043 Didukung H2 Ukuran

Industri ln_TA (-) -2,11 2,33 0,018 Didukung

H3

Leverage

Industri Lev (+) 2,65 1,39 0,093 Tidak didukung

Uji satu sisi HHI signifikan karena nilai absolut t hitung 1,86435 lebih besar dari t tabel (d.f n – k = 23, α satu sisi 0,05) 1,71387. Nilai p-value t dibagi dua untuk uji satu sisi, sehingga nilainya menjadi 0.0425 yang signifikan di bawah α 5%. Arah koefisien variabel HHI terbukti sesuai dengan arah yang dihipotesiskan yaitu negatif. Oleh karena itu, penelitian ini mendukung H1 yang menyatakan HHI

berpengaruh negatif terhadap return saham masa depan.

Uji satu sisi variabel kontrol ukuran industri signifikan karena p-value dibawah

α 5% atau jika t hitung dibandingkan

dengan t tabel dapat diperoleh nilai absolut t hitung 2,32814 yang lebih besar dari angka t tabel 1,71387 (d.f n – k = 23, α satu sisi = 0,05). Arah koefisien ln total aset juga searah dengan yang

dihipote-siskan, maka dapat disimpulkan hipotesis yang menyatakan ukuran industri ber-pengaruh negatif terhadap return saham masa depan didukung.

Hasil uji t, leverage industri menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan antara leverage dengan return

saham masa depan pada tingkat α 5%, meskipun signifikan di bawah tingkat α

10%. Nilai absolut t hitung leverage 1,39405 lebih kecil dari nilai t tabel 1,71387 (d.f n – k = 23, α satu sisi = 0,05). Jadi, H3 yang menyatakan leverage industri

berpengaruh positif terhadap return saham masa depan tidak didukung.

PEMBAHASAN

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa tingkat konsentrasi industri yang

(12)

46

diproksikan melalui HHI memiliki koefi-sien negatif. Hal ini berarti industri yang semakin terkonsentrasi akan menghasilkan return saham masa depan yang lebih rendah. Industri yang semakin terkonsen-trasi semakin kurang terlibat dalam kegiatan-kegiatan inovasi yang berisiko. Industri yang semakin terkonsentrasi juga memiliki entry barrier yang sangat tinggi, sehingga dapat menikmati laba super-normal dan kecil kemungkinannya menga-lami risiko distress. Karena hal-hal ter-sebut, maka industri yang semakin terkonsentrasi menuntut return saham yang lebih rendah. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Economic Innovation and

Progress Joseph Schumpeter dan teori

Structure-Conduct-Performance (S/C/P).

Penemuan ini juga konsisten dengan hasil penelitian Hou dan Robinson (2006) yang meneliti pasar modal di Amerika Serikat.

Hasil ini juga menguatkan teori bahwa premi risiko meningkatkan return yang disyaratkan investor atas modal yang ditanamkan. Nilai koefisien dapat diinter-pretasikan bahwa ketika industri hanya terdiri dari 1 perusahaan saja (monopoli) yang berarti HHI = 1 (dalam desimal seperti yang digunakan untuk data regresi, atau 10.000 dalam bentuk indeks), maka return saham masa depan akan sangat turun sebesar 5,4 (dalam bentuk desimal, 540% dalam persentase). Interpretasi ini terlalu ekstrem karena pada kenyataannya

pure monopoly 100% dilarang dan tidak

ada di Indonesia dan hampir di seluruh negara.

Variabel kontrol total aset yang digunakan untuk menghilangkan bias akibat perbedaan ukuran industri memiliki arah koefisien negatif signifikan. Hasil ini mengindikasikan semakin besar skala operasi atau ukuran industri, maka semakin rendah return saham industri. Jadi, setiap kenaikan 1% ln total aset atau sekitar 2,718% total aset (inverse log natural atau e^1) akan menurunkan return saham masa depan sebesar 2,11268%.

Sebagai variabel kontrol, hasil ini juga membuktikan bahwa industri yang terkonsentrasi didominasi oleh perusahaan-perusahaan dengan skala operasi yang besar yang membuatnya mapan dan stabil menghadapi gejolak krisis dan oleh karena itu menuntut return saham masa depan yang lebih rendah.

Variabel kontrol leverage tidak berpengaruh nyata terhadap return saham masa depan industri. Untuk menjelaskan hal ini, peneliti melakukan uji beda rata-rata leverage hasil transformasi first

difference Theil-Nagar yang

membanding-kan 3 industri dengan tingkat konsentrasi (nilai HHI) tertinggi dan 3 industri dengan tingkat konsentrasi (nilai HHI) terendah selama masing-masing 3 tahun. Uji beda

independent sample t-test dilakukan. Hasil

uji menunjukkan bahwa industri yang lebih terkonsentrasi meng-gunakan proporsi hutang yang sedikit lebih tinggi. Nilai rata-rata leverage pada industri dengan tingkat konsentrasi tinggi yang lebih dari 1 ini bukan berarti total hutang > total aset yang jelas tidak mungkin terjadi. Namun, hal ini dikarenakan data leverage yang digunakan adalah data akhir hasil transformasi data dengan first difference Theil-Nagar.

Untuk melihat apakah perbedaan ini signifikan atau berarti secara statistik maka harus dilihat di bagian Independent

samples test. Dari uji beda t dapat dilihat

bahwa probabilitas t sebesar 0,424 tidak signifikan di bawah α 5%. Hal ini berarti dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang berarti nilai rata-rata leverage 3 industri dengan tingkat konsentrasi tertinggi dengan 3 industri dengan tingkat konsentrasi terendah. Dengan kata lain, industri yang lebih terkonsentrasi dengan industri yang lebih kompetitif menggunakan struktur modal yang hampir sama sehingga tidak ada perbedaan yang memengaruhi return saham masa depan industri yang terkonsentrasi maupun yang kompetitif.

(13)

47

SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dapat ditarik beberapa simpulan. Pertama, industri yang semakin terkonsen-trasi menawarkan return saham masa depan yang lebih rendah. Dengan kata lain, industri yang lebih kompetitif menawarkan return saham masa depan yang lebih tinggi.

Kedua, semakin besar ukuran Indus-tri maka return saham masa depan yang diterima lebih rendah. Hal ini juga menjelaskan bahwa industri yang terkon-sentrasi didominasi didalamnya oleh perusahaan-perusahaan dengan skala operasi yang besar yang membuat industri ini mapan, dan stabil terhadap gejolak krisis yang pada akhirnya return saham yang dituntut investor juga lebih rendah.

Ketiga, variabel kontrol leverage industri tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap return saham masa depan industri. Hal ini disebabkan tidak ada perbedaan rata-rata leverage yang berarti antara industri yang lebih terkonsentrasi dengan industri yang lebih kompetitif. Penggunaan struktur modal yang hampir sama menyebabkan leverage sebagai variabel kontrol tidak memengaruhi return saham masa depan industri baik yang terkonsentrasi maupun yang kompetitif. Keempat, sesuai teori, premi risiko meningkatkan tingkat return yang disyarat-kan investor atas modal yang ditanamdisyarat-kan.

Keterbatasan Penelitian dan Saran

Pertama, penelitian ini hanya mengamati efek konsentrasi industri selama 3 tahun. Penelitian selanjutnya diharapkan mengamati efek tingkat konsentrasi industri dalam periode yang lebih panjang, misal lima tahun atau lebih. Kedua, penelitian ini juga diharapkan

mencoba indikator baru tingkat konsentrasi yang berdasarkan analisis tekstual dokumen 10-K yaitu Persepsi Manajemen mengenai Intensitas Persaingan yang diperkenalkan oleh Feng Li, Russel Lundholm, dan Michael Minnis pada april 2011.

Ketiga, penelitian selanjutnya diharapkan menemukan indikator selain tingkat konsentrasi industri yang dapat memproksikan struktur pasar, seperti biaya penelitian dan pengembangan (R & D) yang dapat mencerminkan intensitas inovasi dalam industri.

Keempat, investor yang menyukai risiko (risk taker) dapat menerapkan strategi berinvestasi pada perusahaan di industri yang lebih kompetitif jika ingin memperoleh capital gain yang lebih tinggi. Perusahaan dalam Industri ini umumnya sedang dalam tahap pertumbuhan

(growth), oleh karena itu banyak terlibat

dalam inovasi-inovasi yang berisiko dengan harapan maupun spekulasi

pe-ngembalian investasi yang tinggi. Sebaliknya, bagi investor yang enggan risiko (risk adverse), disarankan ber-investasi pada perusahaan di industri yang terkonsentrasi. Perusahaan-perusahaan dalam industri ini sudah mapan dan stabil

(mature), memiliki market power yang

besar sehingga mampu menetapkan harga premium yang pada akhirnya mampu menghasilkan laba dan arus kas yang lebih stabil.

DAFTAR REFERENSI

Brigham, E.F and Houston, J.F. 2012.

Fundamental of Financial

Management. USA: South

Western Cengage Learning.

Dennis, W.C. and Jeffrey, M.P. 2000.

(14)

48

Third Edition. USA: Addison-Wesley,

Gallagher, D. and Ignatieva, K., 2011. Industry Concentration and Stock Returns: Australian Evidence.

International Conference on Economics, Business, and

Management. IPEDR 2.

Ghozali, I. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Penerbit Undip.

Hartono, J. 2009. Teori Portofolio dan

Analisis Investasi. Yogyakarta:

BPFE

Hou, K. and Robinson, D. T., 2006. Industry Concentration and Average Stock Returns. Journal

of Finance, 67:1927 – 1956.

Knott, Anne Marie, and Hart Posen, 2003, Does competition increase innovation? New evidence from old industries, Working paper, Mack Center for Technological Innovation.

Li, F., Lundholm, R., and Minnis, M. 2011. The impact of competitive intensity on the profitability of investments and future stock returns. Working Paper. School of Business: University of Michigan, University of Columbia, University of Chicago.

Naylah, M. 2010. Pengaruh Struktur Pasar terhadap Kinerja Industri

PerbankanIndonesia. Universitas

Diponegoro: Semarang.

Nugroho, L. S. W, dan Susilo, Y. S. Struktur Pasar dan Perilaku Industri semen di Indonesia Tahun 2004 – 2005. Jurnal

Ekonomi dan Bisnis Indonesia

Vol. 22 No. I, 2007, 23 – 42.

Sarifah. 2007. Analisis Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Air Minum dalam Kemasan (AMDK) di Indonesia. Proceeding. Fakultas Ekonomi dan Manajemen: Institut Pertanian bogor.

Referensi

Dokumen terkait

Proses kerja uji untai reaktor riset merupakan miniatur untuk mempelajari proses pendinginan primer dan sekunder sebuah reaktor , sehingga sistem pemipaan yang digunakan

5) Secara periodik membuat laporan mengenai penyelesaian sengketa yang diterima oleh Kantor Menteri Negara Agraria/Badan Pertanahan Nasional kepada Menteri Negara Agraria/Kepala

Di tingkat SMP/MTs diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) secara terpadu yang diarahkan pada

hemen her bilgisayar platformunda sorunsuzca kullanılabilmektedir. Çok geniş bir donanım desteğine sahip olan Linux; netbook, dizüstü bilgisayar, sunucu bilgisayarlar, iş istasyonu,

Sasaran program dan kegiatan pengelolaan air limbah permukiman mengacu pada RPJMN 2004 – 2009 yaitu pencapaian open defecation free hingga akhir 2009 di semua Kabupaten/Kota,

L7-filter is a packet classifier for the Linux kernel that doesn't look up port numbers or Layer 4 protocols, but instead looks at the data in an IP packet and does a regular

Penyediaan Jasa Kebersihan Kantor Jasa Lainnya 1

Di dalam seni tato terdapat sebuah simbol dan motif yang. mempunyai