• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Ekstrak Daun Mengkudu (Morinda citrifolia lignosae) terhadap Persentase Daya Tetas dan Bobot Tetas Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Ekstrak Daun Mengkudu (Morinda citrifolia lignosae) terhadap Persentase Daya Tetas dan Bobot Tetas Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica)"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH EKSTRAK DAUN MENGKUDU (Morinda citrifolia lignosae)

TERHADAP PERSENTASE DAYA TETASDAN BOBOT TETAS BURUNG PUYUH (Coturnix-coturnix japonica)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat maraih gelar Sarjana Peternakan (S.Pt) Pada Jurusan Ilmu Peternakan Fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Oleh:

RENY MAYANTI 60700115073

JURUSAN ILMU PETERNAKAN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN

MAKASSAR 2019

(2)
(3)
(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt. Atas berkat dan bimbingannya serta karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun judul dari skripsi ini adalah Pengaruh Daun Mengkudu (Morinda citrifolia lignosae) Terhadap Persentase Daya Tetas Dan Bobot Tetas Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada jurusan Ilmu Peternakan Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan Rasulullah Muhammad saw, beserta keluarga dan para sahabat-sahabatnya. Penulis menyadari bahwa karya ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah memberi dukungan, doa, semangat, pelajaran dan pengalaman berharga pada penulis sejak penulis menginjak bangku perkuliahan hingga proses penyusunan skripsi ini.

Selama penyusunan skripsi, tentunya tidak lepas dari berbagai hambatan dan tantangan, namun berkat petunjuk, bimbingan, arahan, do‟a serta dukungan dari berbagai pihak maka hambatan dan tantangan tersebut dapat teratasi. Untuk itu, perkenankanlah penulis menghanturkan ucapan terima kasih dan penghargaan yang istimewa kepada Ayahanda tercinta Ngatirin dan Ibunda tercinta Marni karena mereka saya bisa sampai ketahap ini yang pastinya tidak lepas dari do‟a

(6)

dan dukungan tanpa pamrih, penuh kasih sayang membesarkan dan mendidik penulis sejak kecil hingga menyelesaikan pendidikan seperti saat ini. Satu hal yang memotvasi saya untuk menyelasaikan skripsi karena saya dan saudara saya adalah harapan mereka yang bisa membahagiakan mereka kelak dihari tua, Aamiin.

Terselesaikannya skripsi ini juga tidak lepas dari bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini penulis dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat untuk mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Musafir Pabbabari, M.Si selaku rektor Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

2. Bapak Prof. Dr. H. Arifuddin, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Dr. Wasilah, S.T, M.T Selaku wakil dekan 1 bidang akademik Fakultas Sains, Dr. M. Thahir Maloko, M.Hi Selaku wakil dekan 2 bidang administrasi Fakultas Sains dan Teknologi, dan Dr. Ir. Andi Suarda, M. Si selaku wakil dekan 3 bidang kemahasiswaan Fakultas Sains dan Teknologi.

3. Bapak Dr. Ir. M. Basir Paly, M.Si sebagai ketua Jurusan Ilmu Peternakan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar dan dan ibu Astati, S.Pt., M. Si selaku sekretaris jurusan Ilmu Peternakan.

4. Bapak Dr. Muh. Nur Hidayat, M.P selaku Dosen Pembimbing pertama, dan Ibu drh. Aminah Hajah Thaha, M.Si. Selaku dosen Pembimbing

(7)

kedua, atas bimbingan dan panutannya selama ini dan banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis mulai dari penyusunan proposal sampai penyelesaian skripsi ini.

5. Ibu Khaerani Kiramang, S. Pt. M.P dan Bapak Dr. M. Thahir Maloko, M. Hi selaku penguji yang telah memberikan saran dan kritikan yang konstruktif demi kesempurnaan penulisan dan penyusunan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Ilmu Peternakan atas bimbingan dalam kegiatan perkuliahan, baik dalam tatap muka maupun arahan-arahan diluar perkuliahan.

7. Kak Andi Afriana, S.E selaku Staff Jurusan Ilmu Peternakan yang telah membantu segala persuratan dari proposal hingga skripsi.

8. Penulis tidak lupa pula mengucapkan trimakasih kepada Bapak Widjiono Dan Mbak Zuhroh yang telah memberikan izin melaksanakan penelitian di Peternakan Djion Puyuh Makassar serta bimbingan, arahan, motivasi dan pengalaman selama melaksanakan penelitian di lapangan.

9. Rekan penelitian Isra Mirawati atas kerja sama dan kerja kerasnya selama proses penelitian berlangsung.

10.Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada: Taslim, Ruslan, kak Sunar sukarman, Ria Nalurita, yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan dan bantuan selama kegiatan penelitian.

11. Terimakasih kepada rekan-rekan seperjuangan di Jurusan Ilmu Peternakan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin Makassar Angkatan 2015

(8)
(9)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

ABSTRAK ... xiv ABSTRACT ... xv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 5 C. Tujuan Penelitian ... 5 D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

F. Kajian Terdahulu ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) ... 9

B. Penetasan Telur Burung Puyuh ... 12

1. Pemilihan Telur Tetas ... 14

2. Sanitasi Telur ... 14

3. Penetasan Dengan Mesin Tetas ... 15

C. Perkembangan Embrio Burung Puyuh ... 22

D. Indikator Keberhasilan Penetasan Telur ... 27

1. Fertilitas ... 27

(10)

3. Mortalitas Telur ... 38

4. Bobot Tetas/Berat Tetas ... 29

E. Tanaman Mengkudu (Morinda citrifolia lignosae) ... 30

1. Sejarah Mengkudu (Morinda citrifolia lignosae) ... 30

2. Klasifikasi dan Morfologi Mengkudu ... 31

3. Kandungan Senyawa Kimia Mengkudu... 33

F. Ekstraksi Tanaman Obat ... 35

G. Ayat Al Qur‟an yang Relevan ... 37

1. Manfaat Tanaman Obat (Mengkudu) ... 37

2. Penciptaan Binatang Ternak ... 38

3. Manfaat Binatang Ternak (Burung Puyuh) ... 39

4. Persentase Daya Tetas dan Bobot Tetas (Burung Puyuh) ... 41

H. Kerangka Pikir Penelitian ... 43

BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat ... 45

B. Alat dan Bahan Penelitian ... 45

C. Jenis penelitian ... 46

D. Prosedur Penelitian ... 46

E. Prosedur Kerja ... 46

1. Persiapan Mesin Tetas ... 46

2. Pembuatan Ekstrak Daun Mengkudu ... 47

3. Menyiapkan Telur Tetas... 49

4. Pengelapan Telur Tetas ... 49

5. Inkubasi Telur Tetas ... 49

6. Perhitungan Daya Tetas dan Bobot Tetas ... 50

F. Parameter yang Digunakan ... 51

G. Analisis Data ... 51

H. Hipotesis Penelitian ... 52

(11)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil pengamatan ... 53

B. Pembahasan ... 54

1. Persentase Daya Tetas DOQ Burung Puyuh ... 54

2. Bobot Tetas DOQ Burung Puyuh ... 59

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 63 B. Saran ... 63 DAFTAR PUSTAKA ... 64 LAMPIRAN-LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

(12)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Tabel Sejarah Perkembangan Tanaman Mengkudu (Morinda

citrifolia lignosae) ... 32

2. Tabel Hasil Perhitungan Rata-Rata Persentase Daya Tetas dan

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Puyuh Jepang (Coturnix-coturnix japonica) ... 11

2. Perbedaan Telur Fertil dan Infertil ... 12

3. Telur Tetas Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) ... 13

4. Mesin Tetas ... 19

5. Perkembangan Embrio Burung Puyuh ... 23

6. Daun Mengkudu (Morinda citrifolia lignosae) ... 32

7. Diagram Alir Kerangka Pikir Penelitian ... 44

8. Diagram Alir Tahapan Pembuatan Ekstrak Daun Mengkudu ... 48

(14)

ABSTRAK

Nama : Reny Mayanti Nim : 60700115073 Jurusan : Ilmu Peternakan

Judul : Pengaruh Ekstrak Daun Mengkudu (Morinda citrifolia lignosae) Terhadap Persentase Daya Tetas dan Bobot Tetas Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sanitasi alami ekstrak daun mengkudu (Morinda citrifolia lignosae) dengan metode pengelapan terhadap persentase daya tetas dan bobot tetas burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica). Penelitian ini menggunakan 1.500 butir telur tetas burung puyuh dengan rasio induk jantan dan betina 1:4. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan masing-masing setiap ulangan terdiri dari 100 butir telur tetas burung puyuh dengan berat telur 10 gram. Perlakuan yang digunakan adalah: P0 (perlakuan kontrol), P1 (desinfektan komersil), P2 (ekstrak daun mengkudu 10%), P3 (ekstrak daun mengkudu 20%) dan P4 (ekstrak daun mengkudu 30%). Setiap perlakuan menggunakan 100 butir telur tetas burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica). Hasil analisa rata-rata persentase daya tetas yang dihasilkan selama penelitian yaitu P0 (85%), P1 (83%), P2 (86%), P3 (84%) dan P4 (93%), rata-rata berat tetas yang dihasilkan yaitu P0 (6,67 gram), P1 (6,76 gram, P2 (6,89 gram), P3 (6,84 gram) dan P4 (6,89 gram). Secara keseluruhan pemberian ekstrak daun mengkudu (Morinda citrifolia

lignosae) tidak memberikan pengaruh nyata terhadap persentase daya tetas dan

bobot tetas DOQ burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica).

Kata kunci : Bobot Tetas, Daya Tetas, DOQ, Daun Mengkudu, Puyuh dan Telur Tetas.

(15)

ABSTRACT

Name : Reny Mayanti

Reg. Number : 60700115073

Departmen : Animal Husbandry

Title :Effect of Noni Leaf Extract (Morinda citrifolia lignosae) on Percentage of Hatchability and Weight of Hatching of Quail (Coturnix-coturnix japonica)

The research aims to know the effect of the natural sanitation of Noni leaf extract

(Morinda citrifolia lignosae) by wiping method on the percentage of hatchability

and weight of hatching of quail (Coturnix-coturnix japonica). This research used 1.500 eggs of quail hatching with a ratio of male: female and female 1: 4. This research used a Completely Randomized Design method (CRD), with 5 treatments and 3 replications each consisting of 100 eggs hatching quail with an egg weight of 10 grams. The treatment used is P0 (Control Treatment), P1 (Commercial Disinfectant), P2 (10% Noni leaf extract), P3 (20% noni leaf extract) and P4 (30% noni leaf extract). Each treatment uses 100 eggs of quail hatchlings

(Coturnix-coturnix japonica). The results of the analysis of the average percentage

of hatchability produced during the study were P0 (85%), P1 (83%), P2 (86%), P3 (84%) and P4 (93%), the average weight of hatching produced namely P0 (6.67 gram), P1 (6.76 gram, P2 (6.89 gram), P3 (6.84 gram) and P4 (6.89 gram). Overall the administration of Noni leaf extract (Morinda citrifolia lignosae ) does not have a significant effect on the percentage of hatchability and hatch weight of DOQ quail (Coturnix-coturnix japonica).

Keywords: DOQ, Hatchability, Hatch weight, Hatching Eggs, Noni Leaf and Quail

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Meningkatnya kebutuhan dan kesadaran manusia terhadap produk peternakan sebagai sumber protein hewani berpengaruh pada permintaan akan produk-produk peternakan sehingga berbanding lurus dengan perkembangan industri di sektor peternakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan akan produk peternakan. Industri peternakan dalam memenuhi kebutuhan manusia tentunya memerlukan inovasi teknologi untuk mendorong kualitas dan kuantitas produksi, manusia harus senantiasa berfikir menciptakan inovasi baru dengan mengunakan teknologi seperti penggunaan mesin tetas untuk menetaskan telur unggas. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt QS ali‟Imran/03:190 yang berbunyi:













Terjemahnya:

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (Kementerian Agama, RI: 2016).

Menurut Ghoffar dan al-Atsari (2008) dalam kitab terjemahannya yang berjudul tafsir ibnu katsir, menjelaskan dan menegaskan bahwa: Allah swt berfirman pada ketinggian dan keluasan langit serta kerendahan bumi dan kepadatannya. Juga tanda-tanda kekuasaan-Nya yang dapat dijangkau oleh indera manusia pada keduanya yakni (langit dan bumi), baik yang berupa bintang, komet, daratan dan lautan, pegunungan dan tumbuh-tumbuhan, binatang, barang

(17)

tambang serta berbagai macam warna dan aneka ragam makanan dan bebauan, silih bergantinya, susul menyusulnya, panjang pendeknya, kadangkala malam hari lebih panjang daripada siang hari, kemudian keduanya menjadi seimbang, semuanya itu merupakan ketetapan Allah swt yang Maha perkasa lagi Maha mengetahui. Oleh karena itu mereka yang mempunyai akal yang sempurna lagi bersih, yang mengetahui hakikat banyak hal secara jelas dan nyata mereka bukan orang-orang yang tuli dan bisu yang tidak berakal.

Ayat al-Qur‟an di atas dijelaskan bahwa sesungguhnya dalam tatanan langit dan bumi serta keindahan dan keajaiban, silih bergantinya siang dan malam secara teratur yang dapat dirasakan pengaruhnya pada tubuh juga mempengaruhi cara berpikir kita akan kekuasaan dan keagungan Allah swt. Sebagai hamba Allah yang diciptakan di bumi ini dengan segala kesempurnaan yakni kita diberi akal fikiran dan hawa nafsu yang harus digunakan sebaik-baiknya dalam hal kebajikan yaitu untuk mengambil faedah, hidayah, dan menggambarkan keagungan Allah swt. Akal fikir yang telah kita miliki hendaknya dimanfaatkan untuk menciptakaan inovasi baru yang dapat membantu pekerjaan manusia seperti pembuatan mesin penetas telur yang telah diatur menyerupai tingkah laku induk unggas saat mengeram, sehingga dapat menjadi alternatif lain dalam memudahkan manusia mengembang biakkan unggas, namun tetap bernilai positif dan bernilai ekonomis sehingga tidak menyusahkan manusia dan kemajuan teknologi dapat membuat hidup lebih sejahtera.

(18)

Burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) adalah jenis unggas yang mempunyai potensi untuk dikembangkan karena termasuk salah satu ternak yang cukup mudah dalam proses budidayanya. Selain daging puyuh, telur yang diproduksi juga bisa dikonsumsi oleh manusia dan pemeliharaannya tidak membutuhkan lahan yang luas oleh kerena itu usaha peternakan puyuh saat ini sangat diminati oleh masyarakat dan salah satu peluang usaha di sektor peternakan adalah berupa pembibitan burung puyuh.

Teknologi penetasan telur unggas menggunakan mesin mampu menetaskan telur dalam jumlah banyak, tergantung kapasitas dari mesin tetas. Mesin tetas menyediakan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan embrio (calon anak), yakni meniru sifat-sifat alamiah induk yang mengerami telur, yaitu menyesuaikan suhu, kelembaban dan membalik telur yang dierami. Penerapan teknologi penetasan telur pada usaha peternakan burung puyuh diharapkan dapat meningkatkan populasi ternak puyuh dalam waktu yang relatif cepat dan menjamin kontinuitas ketersediaan bibit (Subiharta dan Yuwanta, 2012).

Hal yang perlu diperhatikan dalam menetaskan telur menggunakan mesin tetas yaitu kebersihan kerabang telur, karena kerabang merupakan bagian terluar yang sangat mudah terkontaminasi oleh beberapa mikroorganisme terutama berasal dari eskreta burung puyuh sehingga berpotensi sebagai sumber bakteri patogen seperti bakteri Staphylococus aureus dan Salmonella SP yang dapat merusak kualitas telur sehingga mengganggu perkembangan embrio burung puyuh (Alkhakim dkk., 2016). Telur puyuh memiliki kerabang yang tipis dibandingkan dengan kerabang jenis unggas lain hal ini perlu menjadi perhatian

(19)

utama karena kerabang telur yang tipis akan lebih mudah terkontaminasi oleh berbagai macam mikroorganisme yang dapat menyerang embrio, sehingga kebersihan telur adalah bagian yang sangat penting dalam proses penetasan.

Desinfektan kimia saat ini merupakan metode yang masih sering digunakan untuk mengurangi kontaminasi mikroorganisme pada telur tetas, namun penggunaan desinfektan kimia terkadang dapat menyebabkan kematian embrio sehingga menurunkan daya tetas telur. Penggunaan jenis desinfektan yang kurang tepat (penerapan dosis dan prosedur tidak benar) dan beberapa dari jenis desinfektan bersifat toksik/racun, memiliki bau menyengat/tidak sedap dan dapat mengakibatkan iritasi. Jenis desinfektan yang sering digunakan pada proses sanitasi umumnya menggunakan gas formaldehyde (Mahfudz, 2006).

Desinfektan alami merupakan salah satu solusi yang bisa digunakan untuk membunuh mikroorganisme dalam proses sanitasi telur tetas burung puyuh. Mengkudu (Morinda citrifolia lignosae) merupakan salah satu bahan desinfektan alami, kandungan dari daun mengkudu mengandung beberapa senyawa yang mampu membunuh beberapa jenis bakteri dan bersifat anti peradangan. Zat aktif dalam daun mengkudu meliputi: antrakuinon yaitu zat yang dapat meminimalisir pertumbuhan sel bakteri dan jamur, serta ditemukannya zat lain seperti aloin, emodin, barbaloin, saponin, tannin, dan sterol yang bersinergi dengan zat antrakuinon menjadikan zat ini bersifat analgesik, antiseptik, antiinflamasi, antibakteri dan anti jamur yang berkhasiat dalam penyembuhan berbagai macam penyakit (Setyawaty dkk., 2014).

(20)

Berdasarkan uraian yang dikemukakan diatas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh penggunaan desinfektan alami ekstrak daun mengkudu (Morinda citrifolia lignosae) terhadap persentase daya tetas dan bobot tetas telur burung puyuh (Coturnix coturnix japonica).

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini, yaitu bagaimana pengaruh desinfektan alami ekstrak daun mengkudu (Morinda citrifolia lignosae) terhadap persentase daya tetas dan bobot tetas telur burung puyuh (Coturnix coturnix japonica)? C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini, yaitu untuk mengetahui pengaruh desinfektan alami ekstrak daun mengkudu (Morinda citrifolia lignosae) terhadap persentase daya tetas dan bobot tetas telur burung puyuh (Coturnix coturnix japonica).

D. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:

1. Menambah pengetahuan para peternak sektor pembibitan unggas terkait ekstrak daun mengkudu (Morinda citrifolia lignosae) sebagai alternatif bahan desinfektan alami yang ramah lingkungan dan dapat meningkatkan produksi ternak.

2. Salah satu solusi untuk mencegah ketergantungan terhadap penggunaan desinfektan yang mengandung bahan-bahan kimia berbahaya melalui pemanfaatan tanaman obat-obatan.

(21)

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah mengamati dan menghitung persentase daya tetas dan bobot tetas pada telur burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) dengan menghitung jumlah telur yang berhasil menetas dari jumlah telur yang fertil untuk mengetahui daya tetas telur serta melakukan penimbangan untuk mengetahui bobot tetas DOQ (Day Old Quail) yang telah diberi perlakuan desinfeksi dalam konsentrasi yang berbeda menggunakan ekstrak daun mengudu

(Morinda citrifolia lignosae).

F. Kajian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu yaitu sebagai berikut:

1. Penelitian Wati (2009), tentang “Efektivitas Pemberian Ekstrak Daun Mengkudu (Morinda citrifolia lignosae) sebagai Pengganti Antibiotik terhadap Performa Ayam Broiler yang Diinfeksi Bakteri Salmonella

typhimurium” dengan hasil penelitiannya membuktikan bahwa pemberian

sebesar 300 mg/kg berat badan ayam broiler dapat menurunkan jumlah bakteri Salmonella thypimurium juga dapat menurunkan konversi ransum pada ayam broiler.

2. Penelitian Karmila (2016), tentang “Daya Hambat Ekstrak Daun Mengkudu (Morinda citrifolia lignosae) terhadap Pertumbuhan Bakteri Penyebab Diare” dengan hasil penelitiannya membuktikan bahwa pemberian ekstrak daun mengkudu (Morinda citrifolia lignosae) pada konsentrasi 20 % mendapatkan hasil paling efektif dalam meminimalisir pertumbuhan bakteri penyebab diare, seperti Escherichia coli, Shigella

(22)

dysentriae dan Vibro cholera. Ekstrak daun mengkudu memiliki zona hambat terbesar yakni pada bakteri Shigella dysentriae.

3. Penelitian Septiyani., dkk. (2016), tentang “Pengaruh Sanitasi dengan Metode Pengelapan pada Penetasan Telur Itik Mojosari Menggunakan Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L) terhadap Mortalitas dan Daya Tetas Embrio” membuktikan bahwa perlakuan ekstrak daun sirih 100 gram sebagai bahan sanitasi pada kerabang telur itik nyata dapat meningkatkan daya tetas dan menurunkan mortalitas embrio sebesar 16,46 %.

4. Penelitian Hidayati., dkk. (2017), tentang “Pemanfaatan Daun Nangka

(Artocarpus heterophyllus) sebagai Desinfektan Mesin Tetas Itik terhadap

Cemaran Bakteri” membuktikan bahwa penggunaan juice daun nangka

(Artocarpus heterophyllus) dengan konsentrasi 75 % (v/v) terjadi

penurunan jumlah koloni bakteri sebesar 82,54 %.

5. Penelitian Alkhakim., dkk. (2016), tentang “Pengaruh Ekstrak Daun Kersen terhadap Daya Tetas dan Mortalitas Telur Itik Hibrida” membuktikan bahwa dengan penambahan 20 % ekstrak daun kersen mampu meningkatkan daya tetas telur sebesar 12,01 % dan mampu menurunkan mortalitas embrio sebesar 4,42 %.

Dari penelitian terdahulu dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun mengkudu (Morinda citrifolia lignosae) memiliki kandungan zat yang berperan sebagai antibakteri hal ini telah dibuktikan dengan beberapa penelitian bahwa penggunaan ekstrak daun mengkudu dapat memanimalisir perkembangbiakan bakteri Salmonella typhimurium pada tubuh ternak ayam broiler sehingga dapat

(23)

digunakan sebagai antibiotik alami, juga pada ekstrak daun mengkudu dapat membunuh berbagai macam bakteri penyabab diare seperti bakteri Escherichia

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gambaran Umum Burung Puyuh (Cortunix cortunix japonica)

Burung puyuh merupakan salah satu jenis burung yang tidak dapat terbang, memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil, kaki yang pendek dan bersifat kanibal. Awalnya burung puyuh merupakan burung liar, namun tahun 1870 di Amerika Serikat, puyuh mulai diternakkan dan setelah masa itu, puyuh terus berkembang dan menyebar ke seluruh dunia. Di Indonesia, puyuh mulai dikenal dan diternakkan pada akhir tahun 1979 (Anonim, 2002).

Burung puyuh Jepang (Cortunix cortunix japonica) merupakan salah satu puyuh atau bahkan satu-satunya puyuh yang berpotensi untuk dikembangkan. Puyuh ini dikenal dengan nama puyuh jepang karena memang berasal dari negara jepang. Sebelum diternakkan burung ini hidup liar di hutan.Jenis puyuh ini juga yang paling banyak diternakkan di Indonesia (Wuryadi, 2013).

Burung puyuh hidup ideal di daerah bersuhu 24-30 °C dengan kelembaban 85 %. Puyuh mampu berlari kencang dan terbang dalam jarak dekat secara umun puyuh jantan memiliki bobot tubuh 117 gram/ekor, berwarna hitam dan bersuara seperti kaslanel yang keras sedangkan puyuh betina memiliki segi bobot tubuh yang lebih besar daripada puyuh jantan yaitu sekitar 143 gram/ekor. Bulu puyuh betina berwarna coklat terang di bagian dadanya terdapat totol-totol berwarna coklat tua, bulu di kerongkongan dan dada bagian atas berwarna cinnamon, lebih terang dibandingkan dengan warna bulu puyuh jantan (Wuryadi, 2013).

(25)

Puyuh Jepang (Cortunix cortunix japonica) mampu menghasilkan telur sebanyak 250-300 butir/ekor/tahun. Pada umur 42 hari, puyuh betina sudah mulai bertelur dan mencapai puncak produksinya pada umur 5-6 bulan, selanjutnya produksi telur mulai menurun pada umur 14 bulan dan berhenti bertelur pada umur sekitar 30 bulan. Umumnya telur puyuh berwarna coklat tua, biru, putih dengan bintik-bintik hitam, cokelat, dan biru. Namun warna yang bagus adalah putih keabuan dengan corak hitam coklat seperti membatik. Bentuk telur puyuh yang baik adalah oval, tidak terlalu lonjong/terlalu bulat dan bobot rata-rata telur adalah 10,8 gram/butir (Wuryadi, 2013).

Burung puyuh memiliki keunggulan seperti halnya ternak unggas lainnya, kandungan proteinnya tinggi yaitu 13,1% dan memiliki kadar lemak yang rendah yaitu 11,1% lebih baik dibandingkan dengan ternak unggas (ayam ras dan itik) sehingga sangat baik untuk kesehatan. Keuntungan lainnya yaitu dapat berproduksi dalam usia muda, siklus reproduksi singkat, dan tidak memerlukan lahan yang luas (Tim Karya Tani Mandiri, 2009).

Burung puyuh memiliki sifat yang unik, dimana induk betina berperan untuk menghasilkan telur, tetapi kadang-kadang dierami oleh puyuh betina dan kadang-kadang tidak, karena itu populasi puyuh di alam sulit untuk bertambah karena hanya mengharapkan telur ditetaskan oleh alam, karena itu peternak yang ingin membibitkan puyuh harus menetaskan telurnya menggunakan mesin tetas (Wuryadi, 2011).

(26)

Menurut Wuryadi (2013) ternak burung puyuh (Coturnix-coturnix

japonica) dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Aves Ordo : Galiformes Famili : Phasianidae Genus : Coturnix

Spesies : Coturnix coturnix japonica

Gambar 1. Puyuh Jepang (Cortunix cortunix japonica) (Wuryadi, 2011) Direktorat Pembibitan Ternak (2011) menyatakan bahwa dalam mengembangkan usaha peternakan burung puyuh salah satu hal yang perlu diperhatikan yaitu penggunaan bibit yang memadai baik kualitas maupun kuantitasnya untuk keberlanjutan suatu usaha. Bibit merupakan salah satu sarana produksi yang penting dalam budidaya ternak. Calon induk yang memenuhi standar mutu atau persyaratan teknis minimal dan persyaratan kesehatan hewan

(27)

sebagai berikut: 1. bobot minimal 138 gram/ekor, 2. kondisi ternak sehat, yaitu tidak cacat, aktif dan lincah, bagian dubur kering dan bersih, warna bulu seragam, kondisi bulu kering dan mengembang, 3. induk burung puyuh memiliki kemampuan produksi telur minimal 250 butir/ekor/tahun, 4. bobot telur minimal 10 gram/butir dan 5. fertilitas dan daya tetas minimal 70 %.

B. Penetasan Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica).

Pelaksanaan proses penetasan telur tetas harus memperhatikan beberapa hal yang penting yaitu sebagai berikut:

1. Pemilihan Telur Tetas

Telur dapat dibedakan sebagai telur komersial dan telur bibit. Telur komersial yaitu telur yang dihasilkan dari peternakan unggas petelur komersial dengan tujuan untuk konsumsi manusia dan telur ini tidak mengandung embrio (infertil). Telur bibit yang dikenal dengan telur tetas adalah telur yang dihasilkan dari peternakan pembibitan unggas dan telur berasal dari induk yang dikawinkan oleh pejantan dengan tujuan telurnya untuk ditetaskan (Kurtini dkk., 2011).

(28)

Telur tetas adalah suatu bentuk penimbunan zat gizi seperti protein, karbohidrat, lemak, energi, vitamin, mineral dan air yang diperlukan untuk pertumbuhan embrio selama pengeraman dan isi dari telur tetas akan semakin habis sejalan dengan perkembangan embrio di dalam telur sampai telur tersebut menetas. Untuk dapat ditetaskan telur-telur burung puyuh harus diseleksi terlebih dahulu agar mendapatkan telur tetas yang berkualitas baik (Anonim, 2002).

Kualitas telur tetas dibedakan menjadi 3 bagian yaitu telur tetas grade A dengan ciri-ciri: ukuran telur besar dengan jumlah 85-93 butir/kg, memiliki corak/bercak yang jelas dan memiliki cangkang tebal dan tidak mudah pecah, telur tetas grade B dengan ciri-ciri: ukuran telur sedang dengan jumlah 94-105 butir/kg, memiliki bercak yang jelas dan cangkang yang tebal, telur tetas grade C dengan ciri-ciri: ukuran telur kecil dengan jumlah 106-115 butir/kg, bercak jelas hingga samar-samar dan memiliki cangkang bervariasi ada yang tebal dan ada yang tipis (Marsudi dan Saparinto, 2012).

(29)

Marsudi dan Saparinto (2012) menyatakan bahwa telur tetas berkualitas dan mempunyai daya tetas tinggi dapat diketahui dengan ciri-ciri sebagai berikut: a. Berbentuk sedikit lonjong dengan berat rata-rata 10-11 gram/butir.

b. Permukaan telur halus dan bersih dari kotoran yang menempel. c. Telur utuh dan tidak retak.

d. Warna putih kekuningan atau cokelat terang dan tidak ada bercak kelabu yang merata pada kulit/cangkang telur.

e. Berasal dari induk betina yang tidak terlalu muda dan tidak tua, indukan yang baik digunakan berumur antara 4-10 bulan.

f. Tidak disimpan lebih dari 5 hari karena dapat menurunkan daya tetas pada telur.

g. Jika dilakukan peneropongan yang diarahkan di tempat terang/sinar matahari, akan tampak kemerahan.

Telur tetas yang akan di tetaskan tidak bisa disimpan terlalu lama pada suhu ruangan, penyimpanan telur tetas maksimal yaitu pada umur 7 hari dan semakin lama telur tetas disimpan maka terjadi penurunan berat isi pada telur tetas yang merupakan sumber makanan bagi perkembangan embrio akibatnya embrio tidak mendapatkan nutrisi yang optimal pada masa perkembangannya sehingga berpengaruh pada daya tetas dan bobot tetas yang dihasilkan (Andrianto, 2005).

2. Sanitasi Telur Tetas

Sanitasi merupakan suatu usaha yang bertujuan untuk meminimalisir perkembangbiakan mikroba patogen yang berada pada peralatan penetasan seperti mesin tetas, rak telur dan pada telur tetas yang akan di tetaskan. Sanitasi bertujuan

(30)

untuk mengoptimalkan produksi bibit. Sebelum dimasukkan ke dalam mesin tetas telur yang akan ditetaskan harus dilakukan sanitasi terlebih dahulu untuk menghilangkan bibit penyakit yang menempel pada kerabang. Program desinfeksi memiliki peranan yang amat penting dalam meminimalisir perkembangbiakan mikroorganisme, oleh karena itu pada saat melaksanakan program sanitasi perlu diperhatikan tata cara sanitasi dan penggunaan bahan sanitasi yang telah mengikuti prosedur dengan baik, karena apabila tata cara sanitasi dan penggunaan bahan sanitasi tidak sesuai maka hal tersebut akan berdampak pada hasil suatu produksi (Mahfudz, 2006).

Desinfeksi yang biasa digunakan dalam proses sanitasi telur tetas adalah proses fumigasi menggunakan gas formaldehid yang efektif untuk membunuh bakteri, virus, jamur dan protozoa. Gas formaldehid yang biasa digunakan dihasilkan dari pencampuran kalium permanganate (KMnO4) dengan formalin

yang memberikan efek terhadap fertilitas telur, selain itu penggunaan desinfektan dalam konsentrasi tinggi pada masa perkembangan embrio dapat menyebabkan abnormalitas. Program sanitasi tingkat rendah tidak membunuh bibit penyakit, tetapi program sanitasi tingkat tinggi dapat membunuh embrio telur sehingga dapat mempengaruhi fertilitas dan daya tetas telur (Septiyani dkk., 2016).

3. Penetasan dengan Mesin Tetas

Mesin tetas merupakan suatu pengembangan teknologi dalam sektor peternakan yang dapat mempermudah para peternak untuk mengembangbiakkan unggasnya. Menetaskan telur menggunakan mesin tetas bertujuan untuk mendapatkan bibit unggas seperti: ayam, itik, burung puyuh, burung wallet dalam

(31)

jumlah yang banyak setiap satu kali menetaskan telur serta kelebihan lainnya yaitu bibit yang dihasilkan dapat dipelihara tanpa bantuan induk unggas tersebut sehingga indukan diutamakan untuk menghasilkan telur tetas yang berkualitas dan produksi telur tetas tidak berhenti (Paimin, 2011).

Hakekatnya mesin tetas merupakan sebuah peti atau lemari dengan konstruksi yang dibuat sedemikian rupa sehingga panas di dalamnya tidak terbuang dan memiliki suhu yang dapat diatur sesuai ukuran derajat panas yang dibutuhkan selama periode penetasan, prinsip kerja mesin tetas sama dengan induk unggas. Pada prinsipnya penetasan telur memerlukan suhu tertentu untuk perkembangbiakan embrio di dalam telur oleh karena itu mesin tetas harus dapat menimbulkan panas serta mempertahankan panas tersebut sesuai dengan kebutuhan hal ini bertujuan agar embrio dapat menetas tepat waktu dan dalam keadaan normal, panas ini dapat diperoleh melalui sumber panas yang berasal dari sinar matahari, lampu minyak dan penggunaan tenaga listrik (Paimin, 2011).

Marsudi dan Saparinto (2012) menyatakan bahwa mesin tetas telur puyuh memiliki ukuran dan tipe yang berbeda-beda, mesin tetas dapat diperoleh dengan cara membeli atau membuat sendiri. Mesin tetas yang berbahan kayu dan tripleks dibuat berukuran 100 cm × 80 cm × 50 cm memiliki kapasitas 600 butir telur puyuh. Mesin tetas yang berukuran 100 cm × 80 cm × 90 cm mampu menampung 1.000 butir telur puyuh, sedangkan ukuran 200 cm× 80 cm× 50 cm memiliki daya tampung 1.500 butir telur puyuh.

(32)

Mesin tetas dapat dibedakan menjadi tiga jenis yang berhubungan dengan cara pembalikan telur, yaitu sebagai berikut (Paimin, 2011):

a. Mesin tetas manual

Mesin tetas manual yaitu mesin tetas yang cara penggunaannya masih tergolong sederhana dan dilakukan secara manual seperti pada proses pembalikan telur dilakukan menggunakan tangan, yaitu ruangan inkubator dibuka, lalu telur tetas satu per satu dibalikan. Untuk jumlah telur tetas yang banyak hal tersebut sangat tidak efektif dalam hal waktu dan memerlukan tenaga yang besar.

b. Mesin tetas semi otomatis

Mesin tatas semi otomatis yaitu alat penetas ini mempunyai prinsip yang sama dengan mesin tetas manual akan tetapi mesin tetas ini dilengkapi dengan tuas pemutar diluar mesin penetas. Rak telur biasanya didesain sedemikian rupa sehingga pada saat pemutaran dapat sesuai dengan apa yang diinginkan. Mesin tetas semi otomatis ini sangat memudahkan dalam hal pembalikan telur tetas sehingga waktu yang digunakan untuk pembalikan telur tetas lebih efisien.

c. Mesin tetas otomatis

Mesin tetas otomatis yaitu salah satu jenis mesin tetas yang paling modern karena alat penetas ini sudah dilengkapi dengan timer dan didesain agar memungkinkan telur-telur dapat diputar secara otomatis berdasarkan waktu ataupun timer yang sudah ditentukan sebelumnya. Hal ini akan membantu mengurangi tenaga manusia secara signifikan dan menghemat waktu dalam proses pembalikan. Dengan model otomatis ini waktu pembalikan menjadi lebih terjamin, akan tetapi perlu kita ketahui bahwa Seotomatis apapun mesin tetas yang

(33)

digunakan jika sewaktu waktu terjadi pemadaman listrik maka mesin tetas otomatis itupun menjadi tidak berfungsi untuk sementara waktu, hingga listrik kembali terhubung.

Berkaitan dengan mesin tetas, ada beberapa bagian dan prinsip dasar yang harus dipahami, yaitu sebagai berikut (Marsudi dan Saparinto, 2012):

a. Rak telur yaitu sebagai tempat menyimpan telur. Untuk mesin tetas modern, rak telur juga berfungsi sebagai pemutar posisi telur. Peralatan mesin tersebut telah diatur otomatis untuk membalik/memutar posisi telur melalui perubahan posisi rak telur tersebut.

b. Pemanas yaitu komponen yang sangat dibutuhkan pada proses penetasan menggunakan mesin tetas, dengan komponen ini kebutuhan suhu ideal untuk penetasan telur puyuh di dalam mesin tetas dapat terpenuhi, sumber pemanas dapat berasal dari kompor minyak tanah, kayu bakar, gas, batu bara dan listrik. Sumber pemanas dari listrik dapat menggunakan bohlam lampu pijar dan elemen kumparan kawat.

c. Pengatur suhu yaitu alat yang berfungsi untuk mengatur suhu dalam ruang mesin tetas yaitu termostat. Prinsip kerja dari termostat adalah memutus atau menyambung aliran listrik secara otomatis, jika suhu di dalam mesin tetas sudah tercapai ideal aliran listrik akan terputus. Sebaliknya jika suhu di dalam mesin tetasmulai menurun hingga pada level tertentu listrik akan terhubung kembali untuk mendapatkan suhu ideal kembali.

d. Pengatur kelembapan yaitu alat yang berfungsi untuk mengatur kelembapan di dalam mesin tetas berupa wadah yang diisi air, sebagai contoh mesin tetas

(34)

berkapasitas 600 butir membutuhkan 4 buah media pengatur kelembapan berukuran 25 cm × 30 cm × 5 cm.

e. Pengukuran suhu dan kelembapan yaitu alat yang terdapat di dalam mesin tetas berupa thermometer dan higrometer. Termometer digunakan untuk mengukur suhu dan higrometer untuk mengukur kelembapan di dalam mesin tetas.

Gambar 4. Mesin tetas (Soedjarwo, 2007)

Kondisi suhu di dalam mesin tetas sangat berpengaruh terhadap perkembangan embrio burung puyuh, jika suhu yang digunakan dalam kondisi yang sesuai maka embrio akan berkembang secara optimal dan apabila suhu yang digunakan kurang dari yang dibutuhkan maka perkembangan embrio akan terhenti. Suhu saat penetasan pada minggu pertama: 38,3 °C dan minggu kedua sampai menetas: 39 °C. pengaturan suhu diusahakan tidak lebih dari 39,4 °C. Kelembapan dalam mesin tetas tidak boleh kurang dari 60 % (tabung basah pada higrometer) 30,6 C sampai hari ke 14 setelah itu dinaikkan 32,2 C sampai proses penetasan selesai, kelembapan yang tinggi menyebabkan DOQ menetas telalu dini dan melengket pada kerabang sedangkan kelembapan yang terlalu rendah

(35)

mengakibatkan laju penguapan terlalu cepat sehingga embrio kekurangan air dan terlambat menetas (Nugroho dan Mayun, 1986).

Menurut Sudjarwo (2012) yang menyatakan bahwa proses penetasan akan berjalan dengan baik apabila suhu yang digunakan dalam keadaan normal, maka ternak burung puyuh akan menetas tepat pada waktunya yaitu selama 17 hari juga dengan penggunaan suhu yang yang tepat pula akan menghasilkan daya tetas yang tinggi, karena prosese perkembangan embrio dapat berjalan dengan baik dan secara langsung pembentukan organ vital menjadi sempurna/normal, sebaliknya apabila selama prosese penetasan suhu di bawah atau di atas normal maka waktu inkubasi yang dibutuhkan semakin tinggi mengakibatkan embrio akan mati.

Marsudi dan Saparinto (2012) menyatakan bahwa kegiatan proses penetasan telur tetas dengan mesin dilaksanakan sebagai berikut:

a. Memasukkan telur yaitu menata atau menyusun telur ke dalam rak dan selanjutnya memasukkan rak ke dalam mesin tetas dengan hati-hati.

b. Mengatur suhu pada mesin tetas yaitu suhu pada mesin tetas terus dipantau dengan termometer dan diatur pada kisaran 38-40 °C, pengaturan suhu dengan menggunakan termostat.

c. Mengatur kelembapan yaitu kelembapan pada minggu 1 diatur pada kisaran 50-60 % sedangkan pada minggu selanjutnya diatur pada kisaran 70 % pengukuran suhu menggunakan higrometer.

d. Mengatur sirkulasi udara yaitu mesin tetas dilengkapi ventilasi (lubang) udara yang berfungsi untuk pertukaran udara di dalam mesin dengan udara luar.

(36)

Mesin penetas modern sudah dilengkapi dengan fan (kipas) untuk meratakan panas di dalam mesin dan membuang udara.

e. Membalik telur yaitu selama telur berada di dalam mesin tetas harus dilakukan pembalikan. Pembalikan telur dilakukan pada hari ke 3 sampai hari ke 14 agar diperoleh hasil yang lebih baik, idealnya telur dibalik setiap 3-4 sekali atau minimal 2-3 kali sehari, pembalikan dilakukan untuk menghindari embrio yang berada di dalam telur lengket pada kerabang telur sehingga terhindar dari kelainan bengkok kaki.

f. Mendinginkan telur yaitu sesekali telur didalam mesin tetas butuh didinginkan dengan cara membuka pintu mesin tetas. Pendinginan telur membutuhkan waktu antara 10-15 menit.

g. Menjelang menetas, mendekati hari ke 16-19, 2 hari terakhir sebaiknya tidak perlu dilakukan pembalikan telur, suhu tetap dipertahankan stabil dan kelembapaan perlu dinaikkan sedikit. Proses peretakan cangkang telur dapat dibantu dengan penyemprotan air menggunakan sprayer ke atas permukaan tatanan telur didalam rak.

h. Penetasan mulai terjadi pada hari ke 16 sampai hari ke 19, lama penetasan berkisar 3-4 jam jika lebih dari itu biasanya telur tidak menetas dan menyingkirkan telur yang tidak menetas karena dapat menghasilkan bibit yang kurang bagus.

i. Sedikit membuka ventilasi udara mesin tetas dan pintu karena selama proses penetasan suhu dan kelembapan di dalam mesin tetas meningkat, tujuannya

(37)

yaitu untuk menghindari kematian pada anak puyuh dan membiarkan telur yang telah menetas sehari sehingga bulu DOQ telah mongering.

j. Mencatat jumlah telur yang menetas dan tidak menetas dengan tujuan untuk mengetahui persentase daya tetas telur. Persentase daya tetas yang baik berkisar antara 70-90% dan biasanya setengah dari telur yang menetas adalah betina.

C. Perkembangan Embrio Burung Puyuh Saat Inkubasi

Perkembangan embrio dimulai setelah terjadi pembuahan atau pembentukan zigot. Sekitar lima jam setelah ovulasi dan telur berada dalam

isthmus terjadi pembelahan sel pertama. Pembelahan selanjutnya terjadi sekitar 20

menit setelah itu telur meninggalkan isthmus 1 jam kemudian berlangsung perkembangan embrional dengan membentuk 16 sel, sekitar empat jam berada di

uterus, telah terbentuk 256 sel sebagai blastoderm (Asmawati, 2013).

Telur tetas yang telah mengalami pembelahan sel mencapai 256 sel disebut blastoderm, proses selanjutnya disebut grastulasi yaitu terjadinya penyebaran sel blastoderm ke seluruh bagian yolk dan mengalami pembentukan menjadi 2 lapisan, lapisan pertama disebut ektodermis yang akan berkembang dalam pembentukan beberapa bagian seperti pada bagian kulit, bulu, paruh, kuku, sistem syaraf, lensa, retina dan lapisan mulut kemudian lapisan kedua disebut endodermis yang akan membentuk lapisan organ seperti saluran pencernan, respirasi dan sekretori. Pada telur tetas lapisan ektodermis dan endodermis akan terlihat seperti lingkaran berwarna putih pada permukaan yolk dan pada telur konsumsi lapisan ini tidak nampak (Suprijatna dkk., 2005).

(38)

Perkembangan embrio pada unggas selanjutnya berada di luar tubuh induknya, selama perkembangan berlangsung embrio mendapatkan makanan dari dalam telur yaitu kuning telur dan albumen selain itu terdapat pula kerabang yang berfungsi sebagai pelindung embrio dari mikroorganisme patogen. Kantung kuning telur memiliki peranan yang sangat penting pada perkembangan embrio karena memiliki dinding yang dapat menghasilkan enzim untuk mengubah kandungan dari kuning telur menjadi bahan makanan yang larut dan mudah di serap oleh embrio, cairan amnion berfungsi sebagai bantal dan cairan allantois

berfungsi mengangkut oksigen, penyerapan zat asam pada embrio, mengangkut sisa pencernaan dalam ginjal dan membantu dalam mencerna albumen. Perkembangan embrio membutuhkan suhu dan kelembababan yang sesuai agar embrio dapat menetas tepat waktu dan dalam kondisi normal. Suhu rendah dapat mengakibatkan perkembangan embrio menjadi lambat sehingga mengakibatkan embrio terlambat menetas dan suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kematian embrio sebelum menetas diakibatkan dehidrasi (Surjono, 2001).

(39)

Perkembangan embrio burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica) setelah oviposisi hingga menetas terjadi pada hari ke-16. Perkembangan embrio selama inkubasi merupakan fase kedua. Berikut ini penjelasan mengenai perkembangan embrio pada ternak burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica) selama 16 hari inkubasi adalah sebagai berikut (Saraswati and Tana, 2014):

1. Hari ke-1 mulai terbentuk embrio tetapi tidak terlihat jelas, sel-sel germinal berkembang menjadi bentuk-bentuk seperti cincin dengan tepi-tepi gelap, sedangkan bagian tengah agak terang. Bagian tengahnya adalah

zygot yang dibuahi sel germinal betina yang disebut blastoderm.

Tampaknya ada rongga segmentasi yang terletak di bawah area pellucida, ditemukan di cincin berwarna gelap di sekitarnya.

2. Hari ke-2 mulai muncul bersamaan dengan diferensiasi streak mesoderm primitif. Corengan primitif berfungsi sebagai keberadaan sumbu longitudinal dari sumbu tubuh dan ekstremitas posterior.

3. Hari ke-3 dapat dibedakan tubuh bagian depan dan belakang, sistem peredaran darah mulai berkembang, membran vitteline yang berperan dalam penyebaran nutrisi embrio ke permukaan kuning telur. Kepala dan tubuh dapat dibedakan, demikian pula otak juga struktur hati.

4. Hari ke-4 embrio membentuk huruf C, bergerak mendekati kepala ekor. kuncup yang jelas dan ekstrem seperti kuncup sayap dan kaki sudah mulai terbentuk. Amnion dan allantois terlihat. Selaput alantois yang membantu sistem sirkulasi dan ketika sepenuhnya berkembang akan mengelilingi embrio. Embrio terletak di amnion dan urat nadi semakin banyak

(40)

5. Hari ke-5 pada membran vitteline terus tumbuh dan mengelilingi lebih dari setengah kuning telur.

6. Hari ke-6 rongga amniotik yang berisi cairan ketuban terbukti bahwa embrio sudah mulai berputar. Amnion adalah kantong yang membantu embrio selama perkembangan, yang diisi dengan kantung cairan transparan dan berlendir yang diproduksi oleh amnion dan kulit dinding tubuh embrio. Amniotik mencegah embrio agar tidak mengering, menghilangkan syok, kebijaksanaan embrio mengubah sikap, menyerap albumin dan pada hari ke enam paruh mulai terbentuk.

7. Hari ke-7 membran vitelina menutupi hampir semua kuning telur, setengah dari bagian atas dan bawah mulai terpisah, sayap dan kaki sudah nampak terlihat.

8. Hari ke-8 ukuran paruh mulai tumbuh memanjang, kelopak mata dan folikel rambut mulai tumbuh.

9. Hari ke-9 membran allantois mencapai ukuran maksimal, sedangkan

vitellus mulai memudar, seperti yang digunakan oleh embrio kuning telur,

maka jumlah atau volume semakin kecil dengan pertumbuhan embrio, rambut sudah mulai tumbuh.

10.Hari ke-10 pertumbuhan bulu telah menyebar ke beberapa bagian tubuh dan cakar sudah terbentuk.

11.Hari ke-11 bulu-bulu sudah tumbuh di seluruh tubuh, jumlah vitellus terus menyusut.

(41)

12.Hari ke-12 pertumbuhan bulu yang semakin padat dan menutupi seluruh tubuh.

13.Hari ke-13 membran allantois menyusut ke Chorioalantois. Kantung telur ditarik ke ruang perut dengan sisa kuning telur sebagai sumber makanan sementara untuk anak puyuh yang baru menetas. Kantung kuning telur terhubung oleh anggota tubuh embrio.

14.Hari ke-14-16 proses penetasan dimulai dengan setengah mematuk membran kulit telur secara melingkar sehingga cangkang mulai terbuka. Semakin lama, semakin besar cangkang akan terbuka, sehingga burung puyuh bisa bernafas. Pada saat ini kelembaban sangat penting agar pengeringan kulit telur dan perlekatan lambung ke cangkang dapat dicegah. Selanjutnya memutar kaki puyuh dengan bantuan dorongan. Dengan bantuan sayapnya, semakin besar situasi pecahnya cangkang, akhirnya keluar dari telur puyuh pada hari ke-17.

Telur tetas burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica) akan menetas pada umur ke-17 hari inkubasi dan ketika telur sudah menetas, hanya anak burung puyuh yang baru menetas dan fragmen kulit telur yang bisa dilihat, sedangkan kuning telur dan albumen telur telah diserap, bahkan beberapa hari sebelum menetas, kuning telur tempat kantung kuning untuk menyimpannya ditarik ke dalam tubuh. Selama 1-3 hari setelah menetas, kantung kuning telur berfungsi sebagai bagian dari sistem pencernaan pada burung puyuh.

(42)

D. Indikator Keberhasilan Penetasan Telur

Indikator yang mempengaruhi keberhasilan suatu usaha penetasn pada program pembibitan:

1. Fertilitas

Fertilitas merupakan persentase telur yang fertil dari seluruh telur yang di tetaskan. Telur yang dapat menetaskan anak unggas yaitu telur dalam keadaan fertil yang disebut dengan telur tetas yang telah dibuahi oleh sel kelamin jantan. Fertilitas telur diperoleh setelah terjadi proses pembuahan yaitu penggabungan antara sperma dan ovum. Semakin tinggi angka yang di peroleh maka semakin baik pula daya tetas yang akan dihasilkan (Nuryati dkk., 2000).

Kalsium merupakan mineral utama yang memiliki peran penting pada proses metabolisme embrional, kadar kalsium pada kerabang telur fertil selama periode penetasan akan mengalamai peningkatan yang diperoleh dari transfer telur melalui membran kerabang dan hal ini tidak terjadi pada telur infertil. Induk yang mengalami defisiensi mineral pada pakannya akan mempengaruhi fertilitas pada telur dan perkembangan embrio. Fertilitas burung Puyuh dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain sebagai berikut: sperma, pakan, umur pembibit, musim atau suhu, sifat kawin pejantan, waktu perkawinan dan produksi telur (Anonim, 2002).

2. Daya Tetas

Daya tetas merupakan persentase jumlah telur yang menetas dari jumlah telur yang fertil. Daya tetas telur merupakan salah satu indikator di dalam menentukan keberhasilan suatu penetasan. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya tetas antara lain: kualitas telur tetas yang dapat dipengaruhi oleh faktor

(43)

genetik, nutrisi pada pakan, fertilitas dan penyakit. Faktor lain yang mempengaruhi daya tetas yaitu teknis pada saat seleksi telur seperti: berat telur, bentuk telur, keutuhan kerabang, kualitas kerabang dan kebersihan kerabang (Wibowo dan Jafendi, 1994).

Daya tetas dan kualitas telur tetas juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: cara penyimpanan, lama penyimpanan, tempat penyimpanan, suhu lingkungan, suhu pada mesin tetas dan perlakuan pembalikan selama penetasn. Penyimpanan telur tetas yang terlalu lama menyebabkan kualitas dan daya tetas akan menurun sehingga sebaiknya penyimpanan telur tetas tidak melebihi dari 7 hari (Raharjo, 2004).

3. Mortalitas Telur

Mortalitas (kematian) embrio merupakan kematian yang terjadi pada saat embrio berada di dalam cangkang atau saat belum menetas. Kematian embrio di dalam telur biasa terjadi pada periode awal penetasan dan akhir penetasan. Mortalitas embrio dapat diketahui dengan melakukan peneropongan/Candling.

Kematian embrio dapat terjadi karena konsumsi pakan induk yang kekurangan zat gizi seperti vitamin dan mineral sehingga metabolisme dan perkembangan embrio menjadi tidak optimal. Telur yang kotor juga merupakan salah satu faktor kematian embrio(Ningtyas dkk., 2013).

(44)

Menurut North and Bell (1990) terdapat 4 periode kematian embrio, yaitu:

a. Preoviposital mortality yaitu kematian terjadi sewaktu telur masih berada di

dalam tubuh induknya.

b. Early-dead embryo (1-7 hari) yaitu kematian terjadi satu minggu pertama

periode inkubasi.

c. Middle mortality (8-25 hari) yaitu kematian yang terjadi diantara fase early

sampai fase late.

d. Late mortality (26-28 hari) yaitu kematian yang terjadi 3 hari terakhir pada

periode inkubasi.

4. Bobot Tetas/Berat Tetas

Bobot tetas merupakan berat anak ayam sesaat setelah menetas setelah bulunya kering. Bobot tetas sangat dipengaruhi oleh bobot telur karena telur dengan bobot yang tinggi diduga memiliki jumlah albumen dan kuning telur lebih banyak oleh sebab itu telur tetas dengan bobot yang tinggi dapat memenuhi nutrisi yang dibutuhkan bagi perkembangan embrio sehingga dapat menghasilkan bobot tetas yang tinggi pula. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi bobot DOC

(Day Old Chicken) adalah: pakan, genetik dan kualitas telur tetas (Septiwan,

2007).

Anak burung puyuh yang baru menetas dari telur disebut DOQ. Ukuran DOQ sebesar ibu jari dengan berat 8-10 gram dan berbulu jarum halus. DOQ yang sehat berbulu kering mengembang, gerakannya lincah, besarnya seragam dan aktif mencari pakan atau minum. Periode pembesaran DOQ disebut dengan masa starter-grower hingga anak burung puyuh berumur 8 minggu (Sugiharto, 2005).

(45)

Marsudi dan Saparinto (2012) menyatakan bahwa DOQ ( Day Old Quail) yang berkualitas bik memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Berukuran besar, kokoh dan memiliki bobot seragam. b. Keadaan bulu normal, mengkilap dan tidak kusam. c. Mata utuh, bulat, bersih dan bersinar cerah.

d. Kaki tampak kokoh, lurusdan berminyak. e. Dubur bersih dan tidak tampak kotor atau basah.

f. Puyuh tampak sehat yang ditandai dengan kelincahannya, tidak cacat, serta kaki dan paruh baik.

g. Tidak berasal dari perkawinan sedarah (inbreeding). E. Tanaman Mengkudu (Morinda citrifolia Lignosae)

1. Sejarah Mengkudu (Morinda citrifolia lignosae)

Mengkudu berasal dari Asia Tenggara pada Tahun 100 SM, awalnya penduduk Asia Tenggara bermigrasi di pulau Polinesia dan mereka membawa berbagai macam jenis tanaman dan hewan yang mereka anggap penting untuk hidup di tempat baru. Salah satu jenis tanaman yang mereka ikut sertakan adalah tanaman mengkudu yang dalam bahasa setempat disebut „Noni‟ yang berguna untuk mengobati berbagai macam penyakit, seperti: penyakit tumor, kulit, luka, gangguan pernapasan, demam dan penyakit usia lanjut karena tanaman mengkudu memiliki kandungan zat antibakteri seperti alkaloid, saponin dan antrakuinon (Bangun dan Sarwono, 2002).

(46)

Laporan-laporan tentang khasiat tanaman Mengkudu terdapat pada tulisan-tulisan kuno yang dibuat kira-kira 2000 tahun yang lalu, yaitu pada masa pemerintahan Dinasti Han di Cina. Bahkan juga dimuat dalam cerita-cerita pewayangan yang ditulis pada masa pemerintahan raja-raja di pulau Jawa ratusan tahun yang lalu. Berikut ini Tabel 1. Sejarah Perkembangan Tanaman Mengkudu

(Morinda ctrifolia lignosae) (Goreti, 2008).

Tahun Keterangan

100 M Imigran dari Asia Tenggara di Kepulauan Polinesia dengan membawa bibit mengkudu.

1849 Orang-orang Eropa menemukan zat pewarna dari akar

mengkudu, yaitu morindon dan morindin.

1860 Penggunaan Tanaman Mengkudu untuk pengobatan mulai di

tulis dalam literature Barat.

1950 Penemuan zat anti bakteri pada Tanaman Mengkudu

1960- 1980 Riset-riset ilmiah dilakukan untuk membuktikan bahwa Mengkudu dapat menurunkan tekanan darah tinggi.

1972 Ahli Biokimia, Dr. Ralph Heinicke mulai melakukan

penelitian tentang xeronine dari Mengkudu.

1993 penemuan zat anti kanker (damnacanthal) di dalam buah Mengkudu.

2. Klasifikasi dan Morfologi Mengkudu (Morinda citrifolia lignosae)

Tanaman Mengkudu (Morinda citrifolia lignosae) adalah jenis tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia. Tanaman ini mempunyai batang yang pendek, bercabang dengan tinggi berkisar 3-8 m serta dapat tumbuh subur di berbagai macam tipe lahan dan iklim pada ketinggian tempat dataran rendah sampai 1.500 m diatas permukaan laut dengan curah hujan 1500-3500 mm/tahun, pH tanah 5-7, suhu 22-30 C dan kelembaban 50-70 % (Rukmana, 2002).

(47)

Buah mengkudu berbentuk bulat sampai lonjong dengan panjang berkisar 10 cm, berwarna kehijauan dan menjelang buahnya masak berubah menjadi warna putih kekuning-kuningan, daging buah mengkudu yang masak akan lunak dan mengandung banyak air serta memiliki aroma seperti keju busuk yang berasal dari pencampuran antara asam kaprik dan asam kaproat yang keduanya bersifat aktif sebagai antibiotik, permukaan buah mengkudu terdapat bintik-bintik hitam dan berkutil (Santoso, 2008).

Daun mengkudu tersusun berhadapan dan memiliki tangkai pendek, daunnya tebal, mengkilap dan bentuk daun lonjong menyempit kearah pangkal. Daun mengkudu merupakan daun tunggal berwarna hijau kekuningan, bersilang hadapan, ujung meruncing dan bertepi rata dengan ukuran panjang 10-40 cm dan lebar 15-17 cm. Bunga mengkudu berwarna putih, berbau harum, mempunyai mahkota berbentuk terompet, bunga berkumpul 5-8 dalam karangan berbentuk bonggol yang terdapat di ketiak daun (Bangun dan Sarwono, 2002).

(48)

Morinda citrifolia lignosae diklasifikasikan dalam taksonomi sebagai berikut (Djauhariya, 2003): Filum : Angiospermae Subfilum : Dicotyledonae Divisi : Lignosae Famili : Rubiaceae Genus : Morinda

Spesies : Morinda citrifolia lignosae

3. Kandungan Senyawa Kimia Mengkudu (Morinda citrifolia Lignosae)

Mengkudu (Morinda citrifolia lignosae) akhir-akhir ini menjadi tanaman yang populer di kalangan masyarakat karena terkenal akan khasiatnya dalam menyembuhkan berbagai macam penyakit, hal ini banyak mendorong para peneliti untuk melakukan dan mengembangkan penelitiannya tentang kandungan yang terdapat pada tanaman mengkudu serta khasiatnya. Zat yang terkandung dalam tanaman mengkudu yang memiliki peranan sebagai antibakteri seperti zat antrakuinon yang berfungsi untuk menekan pertumbuhan bakteri seperti:

Pseudomonas aeruginosa, Proteus morganii, Staphylococus aureus, Bacillus

subtilis, Salmonella SP dan Escherichia coli (Waha, 2000).

Tanaman mengkudu (Morinda citrifolia lignosae) memiliki banyak manfaat untuk kesehatan. Kandungan dalam tanaman mengkudu berupa senyawa scopoletin, antrakuinon, acurbin, dan lizarin yang merupakan zat fitokimia dan antibakteri. Zat scopoletin pada mengkudu dapat memperlebar pembuluh darah yang menyempit dan melancarkan peredaran darah, selain itu senyawa scopoletin

(49)

mampu membunuh beberapa tipe bakteri dan bersifat fungisida terhadap bakteri

Phytium SP dan bersifat anti peradangan. Mengkudu mengandung sedikit xeronin

akan tetapi banyak mengandung bahan pembentuk xeronine yang disebut dengan

proxeronine, proxeronine ini adalah sejenis asam nukleat seperti koloid-koloid

lainnya. Xeronine diserap oleh sel-sel tubuh untuk mengaktifkan protein-protein yang tidak aktif, memperbaiki fungsi sel, mempercepat regenerasi sel yang rusak serta mengatur struktur dan bentuk sel yang aktif (Tilong, 2012).

Menurut Rukmana (2002) yang menyatakan bahwa bagian-bagian tanaman mengkudu mengandung zat-zat kimia sebagai berikut:

a. Akar tanaman mengkudu mengandung zat damnacanthal, sterol, resin, asperulosida, morindadiol, morindon, soranjidol, antrakuinon, dan glikosida. b. Kulit akar tanaman mengkudu mengandung zat kimia yang terdiri atas

morindin, khlororubin, rubiadin, morindon, morindani grin, aligarind-methyl-ether, soranjidol, antrakuinon, monometil dan eter.

c. Bunga tanaman mengkudu mengandung glikosida, antrakuinon, dan acasetin-7-0-beta-b(+)-glukopiransoida.

d. Buah mengkudu mengandung alkaloid, triterpenoid, skopoletin, acubin, alizarin, antrakuinon, asam benzoat, asam oleat, asam palmitat, glukosa, eugenol, dan hexanal. Mengandung unsur antibakteri yang berfungsi untuk mengobati infeksi kulit, pilek, demam, dan masalah kesehatan lainnya yang disebabkan oleh infeksi bakteri.

e. Daun tanaman mengkudu mengandung zat kapur, protein, zat besi, karoten, arginin, asam glutamat, tirosin, asam askorbat, asam ursolat,

(50)

thiamin, saponin, dan antrakuinon yang berfungsi sebagai senyawa antibakteri.

Alkaloid adalah senyawa yang sering digunakan pada bidang pengobatan karena memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Mekanisme yang diduga adalah dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Robinson, 1995).

Saponin adalah senyawa glikosida steroid yang dapat ditemukan dalam berbagai macam tanaman dan telah lama digunakan sebagai pengobatan tradisional karena sifatnya dapat menghambat fungsi membran sel yaitu dengan melisiskan dinding sel pada bakteri dengan cara merusak permeabilitas sel sehingga dapat meminimalisir perkembangan bakteri patogen (Robinson, 1995).

Antrakuinon adalah senyawa yang berasal dari golongan glikosida yang terdapat pada tanaman, memiliki kemampuan sebagai zat anti mikroba seperti bakteri dan jamur juga sebagai zat yang mampu mengatasi peradangan dan alergi. Zat ini dapat meminimalisir/membunuh bakteri gram negatif dengan menghambat sintesis DNA (Deoxyribo Nucleic Acid) bakteri, sehingga proses replikasi DNA menjadi terhambat dan bakteri tidak dapat terbentuk secara utuh (Robinson, 1995).

F. Ekstraksi Tanaman Obat

Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan bahan dari campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Penggunaan pelarut pada suatu ekstraksi tanaman harus diperhatikan seperti: selektifitas, kemampuan

(51)

mengekstrak, toksisitas, kemudahan untuk diuapkan dan harga pelarut. Hal ini bertujuan agar ekstraksi tanaman yang kita lakukan mendapatkan hasil yang optimal, proses ekstraksi pada tanaman obat sebagai berikut (Mukhriani, 2014): a. Memisahkan dan mengelompokan bagian tanaman seperti (daun, bunga,

batang dan sebagainya), melakukan pengeringan dan menghaluskan bagian tanaman tersebut.

b. Memilih jenis pelarut yang sesuai untuk proses ekstraksi. Jenis pelarut yang digunakan pada ekstraksi dibagi menjadi tiga macam yaitu: pelarut polar seperti air, etanol, metanol, pelarut semi polar seperti etil asetat, diklorometan dan pelarut non polar seperti n-heksan, petroleum eter, kloroform.

Mukhriani (2014) menjelaskan bahwa proses maserasi merupakan salah satu metode ekstraksi sederhana yang umum digunakan karena metode ini sesuai digunakan pada skala kecil maupun skala industri, cara melakukan metode maserasi, yaitu dengan memasukkan serbuk simplisia dari tanaman yang kita inginkan ke dalam wadah inert dan melarutkannya menggunakan jenis pelarut yang sesuai kemudian tutup rapat wadah inert dan disimpan pada suhu kamar. Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel tanaman, kemudian pemisahan filtrate dan endapan dengan cara penyaringan. Maserasi dilaksanakan selama 24 jam, berada pada suhu ruang dan tidak terkena paparan sinar matahari secara langsung. Proses maserasi bertujuan untuk melepaskan zat aktif yang berada pada tanaman yang akan di serap oleh pelarut, sehingga senyawa aktif yang diharapkan pada tanaman tersebut dapat terekstrak secara sempur

(52)

G. Ayat Al Quran yang Relevan

1. Manfaat Tanaman (Mengkudu/ Morinda citrifolia lignosae)

Tumbuhan merupakan ciptaan Allah swt yang memiliki berbagai macam khasiat diantaranya sebagai bahan pangan dan berguna bagi tubuh makhluk hidup serta adapula berbagai macam tumbuhan yang berfungsi sebagai tanaman obat. Salah satu tanaman yang berkhasiat dalam pengobatan yaitu tanaman mengkudu, sebagaimana firman Allah swt dalam QS al-Nahl/ 16:11 yang berbunyi:



















Terjemahnya:

Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan (Kementerian Agama, RI: 2016).

Menurut Ghoffar dan al-Atsari (2008) dalam kitab terjemahannya yang berjudul tafsir ibnu katsir, menjelaskan dan menegaskan bahwa: Allah mengeluarkan dari bumi, dari air yang hanya satu macam ini, keluarlah buah-buahan itu dengan segala perbedaan, macamnya, rasanya, warnanya baunya, dan bentuknya. Sebagai dalil dan bukti bahwasannya tidak ada ilah (yang berhak diibadahi dengan sebenarnya) kecuali Allah swt.

Ayat al-Qur‟an di atas menjelaskan bahwa Allah swt menciptakan segala sesuatu di muka bumi ini yang memiliki manfaat bagi umat. Allah swt menciptakan beraneka ragam jenis tanaman yang memiliki berbagai manfaat diantaranya sebagai perhiasan, makanan dan obat-obatan selanjutnya disebutkan

Gambar

Gambar 1. Puyuh Jepang (Cortunix cortunix japonica) (Wuryadi, 2011)  Direktorat  Pembibitan  Ternak  (2011)  menyatakan  bahwa  dalam  mengembangkan  usaha  peternakan  burung  puyuh  salah  satu  hal  yang  perlu  diperhatikan  yaitu  penggunaan  bibit  y
Gambar 3.  Telur Tetas Burung Puyuh (Wuryadi, 2011)
Gambar 4. Mesin tetas (Soedjarwo, 2007)
Gambar 6. Daun Mengkudu (Morinda citrifolia lignosae) (Djauhariya, 2003)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun judul skripsi ini adalah Pengaruh Suplementasi Asam Amino Metionin dan Lisin Dalam Ransum Terhadap Fertilitas, Daya Tetas dan Mortalitas Telur Burung Puyuh

Sidik ragam dari data rataan pengaruh suplementasi mineral esensial dalam ransum terhadap fertilitas telur burung puyuh selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 13. Sidik

pada burung puyuh dari beberapa ternak milik warga di kawasan Kecamatan Darul Imarah dapat diketahui dengan adanya perubahan yang terjadi pada setiap media yang

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI PSEUDOMONAS SP PADA TELUR BURUNG PUYUH (COTURNIX-COTURNIX JAPONICA) YANG GAGAL MENETAS DI DESA GAROT KECAMATAN DARUL IMARAH ACEH

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui waktu penyimpanan semen burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) dalam pengencer fosfat kuning telur yang disimpan pada suhu

Hal ini diduga karna penambahan tepung daun katuk didalam ransum terdapat kandungan fitosterol yang mampu menurunkan kadar berat karkas pada puyuh, fitosterol

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kadar Malondialdehida Paru-paru Burung Puyuh (Coturnix coturnix Japonica) Yang Diberi Perlakuan Cekaman Panas adalah

HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil penelitian persentase karkas dan organ dalam Jantung, hati dan gizzard burung puyuh fase grower dengan penambahan tepung bulu sapi dalam ransum dapat