• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELATIHAN DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PELATIHAN DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

PELATIHAN

SUPERVISOR PEKERJAAN

LANSEKAP/PERTAMANAN

(

LANDSCAPE SUPERVISOR)

2005

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA

PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI

(2)

KATA PENGANTAR

Modul Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertamanan/Lansekap ini merupakan salah satu modul dari seluruh modul yang harus dikuasai oleh Supervisor Pekerjaan Lansekap/Pertamanan (Landscape Supervisor).

Penulisan dan penyusunan buku ini disesuaikan dengan posisi pelatihan, dimana Para Peserta Pelatihan ini bukanlah mereka yang masih awam dalam hal pekerjaan Supervisor Pekerjaan Lansekap/Pertamanan (Landscape Supervisor).

Tentu saja buku ini bukan buku yang sudah sempurna, melainkan masih cukup banyak kekurangan yang tidak kami sadari namun sebagai panduan seorang Supervisor Pekerjaan Lansekap/Pertamanan (Landscape Supervisor), dirasakan telah memenuhi dari cukup.

Masukan-masukan demi penyempurnaan buku ini sangat kami harapkan dan terima kasih atas koreksi dan masukannya.

Jakarta, Desember 2005 Penyusun

(3)

LEMBAR TUJUAN

MODUL PELATIHAN : Pelatihan Supervisor Pekerjaan Lansekap/Pertamanan (Site Supervisor Landscape)

MODEL PELATIHAN : Lokakarya Terstruktur

TUJUAN UMUM PELATIHAN :

Mampu menterjemahkan rencana dan rancangan lansekap/pertamanan menjadi benda nyata terbangun lansekap atau taman.

TUJUAN KHUSUS PELATIHAN :

Pada akhir pelatihan peserta mampu :

1. Melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja

2. Menerapkan pelaksanaan pekerjaan sesuai spesifikasi pekerjaan bangunan taman. 3. Menerapkan pelaksanaan pekerjaan sesuai spesifikasi pekerjaan penanaman. 4. Menerapkan pelaksanaan pekerjaan sesuai spesifikasi pekerjaan pemeliharaan

taman/lansekap.

5. Menerapkan tata laksana pekerjaan pertamanan/lansekap. 6. Melakukan perhitungan rancangan anggaran biaya.

7. Mengawasi pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan dokumen kontrak. 8. Menerapkan teknik gambar arsitektur lansekap.

9. Melaksanakan pengenalan bangunan taman. 10. Melaksanakan pengenalan tanaman lansekap. 11. Melaksanakan pemeliharaan taman.

12. Melaksanakan administrasi lapangan dan pelaporan.

(4)

NO. DAN JUDUL MODUL : LS – 01 KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)

Setelah mempelajari modul, peserta mampu melaksanakan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja di lingkungan proyek sesuai ketentuan dokumen kontrak sebagai acuan dalam pelaksanaan pekerjaan lansekap/pertamanan.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)

Pada akhir pelatihan peserta mampu :

1. Menerapkan peraturan K3

2. Menggunakan perlengkapan dan keselaman kerja

3. Menggunakan alat dan bahan untuk penanggulangan dini 4. Menerapkan K3

(5)

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ... i

LEMBAR TUJUAN ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL PELATIHAN

SUPERVISOR PEKERJAAN

LANSEKAP/PERTAMANAN (Landscape Supervisor) ... vi

DAFTAR MODUL ... vii

PANDUAN INSTRUKTUR ... viii

BAB I PEMAHAMAN PERATURAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

1.1 UMUM... I-1 1.2 KETENTUAN HUKUM YANG BERLAKU DI

INDONESIA ... I-2 1.3 SEBAB-SEBAB KECELAKAAN ... I-2 1.4 KETENTUAN ADMINISTRATIF ... I-3 1.4.1 Kewajiban Umum ... I-3 1.4.2 Organisasi Keselamatan Dan Kesehatan

Kerja ... I-4 1.4.3 Laporan Kecelakaan ... I-5 1.4.4 Keselamatan Kerja Dan Pertolongan

Pertama Pada Kecelakaan ... I-5 1.4.5 Pembiayaan Keselamatan Dan Kesehatan

Kerja ... I-7

BAB II MENGGUNAKAN PERLENGKAPAN DAN KESELAMATAN KERJA

2.1 ALAT PELINDUNG BADAN ... II-1 2.1.1 Sabuk Pengaman (Safety Belt) ... II-1 2.1.2 Topi Keras (Helm) ... II-1 2.1.3 Sarung Tangan ... II-1 2.1.4 Sepatu Kerja ... II-1 2.1.5 Penutup Hidung (masker) ... II-2

(6)

2.1.6 Kaca mata ... II-2 2.1.7 Pelindung Telinga ... II-2 2.1.8 Pakain Las (apron) ... II-2 2.2 RAMBU-RAMBU KESELAMATAN KERJA ... II-2 2.3 PENCEGAHAN TERHADAP KEBAKARAN DAN

ALAT PEMADAM KEBAKARAN ... II-3

BAB III MENGGUNAKAN ALAT DAN BAHAN UNTUK PENANGGULANGAN DINI

3.1 JENIS ALAT PELINDUNG DIRI (APD) ... III-1 3.1.1 Masalah Umum APD ... III-1 3.1.2 Masalah Pemakaian APD Secara Umum ... III-2 3.1.3 Masalah Khusus APD ... III-2 3.2 UPAYA PENANGGULANGAN DINI ... III-3 3.3 SEBAB-SEBAB DAN PENCEGAHAN GANGGUAN

KESEHATAN KERJA ... III-5 3.3.1 Sebab-Sebab Penyakit Akibat Kerja ... III-5 3.3.2 Pencegahan Penyakit Akibat Kerja... III-6

BAB IV MENERAPKAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

4.1 UMUM... IV-1 4.2 ASPEK PENTING DALAM KESELAMATAN

KERJA ... IV-2 4.2.1 Aspek Kemanusiaan ... IV-2 4.2.2 Aspek Ekonomi... IV-2 4.3 KESELAMATAN KERJA KONSTRUKSI DALAM

MANAJEMEN PROYEK ... IV-4 4.4 PENGAWASAN PELAKSANAAN KESELAMATAN

DAN KESEHATAN KERJA KONSTRUKSI ... IV-5 4.4.1 Pelaku-Pelaku Konstruksi ... IV-5 4.4.2 Material Konstruksi ... IV-5 4.4.3 Peralatan Konstruksi ... IV-5 4.4.4 Metode Pelaksanaan... IV-5 4.4.5 Desain Struktur ... IV-6

RANGKUMAN DAFTAR PUSTAKA HAND OUT

(7)
(8)

DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL

PELATIHAN

SUPERVISOR PEKERJAAN LANSEKAP/PERTAMANAN

(Landscape Supervisor)

1. Kompetensi kerja yang disyaratkan untuk jabatan kerja Supervisor Pekerjaan

Lansekap/Pertamanan (Landscape Supervisor) dibakukan dalam Standar

Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang didalamnya telah ditetapkan unit-unit kerja sehingga dalam Pelatihan Supervisor Pekerjaan

Lansekap/Pertamanan (Landscape Supervisor) unit-unit tersebut menjadi Tujuan

Khusus Pelatihan.

2. Standar Latihan Kerja (SLK) disusun berdasarkan analisis dari masing-masing Unit Kompetensi, Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja yang menghasilkan kebutuhan pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku dari setiap Elemen Kompetensi yang dituangkan dalam bentuk suatu susunan kurikulum dan silabus pelatihan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan kompetensi tersebut.

3. Untuk mendukung tercapainya tujuan khusus pelatihan tersebut, maka berdasarkan Kurikulum dan Silabus yang ditetapkan dalam SLK, disusun seperangkat modul pelatihan (seperti tercantum dalam Daftar Modul) yang harus menjadi bahan pengajaran dalam pelatihan Supervisor Pekerjaan Lansekap/Pertamanan

(9)

DAFTAR MODUL

Jabatan Kerja : SUPERVISOR PEKERJAAN LANSEKAP/PERTAMANAN (LANDSCAPE SUPERVISOR / LS)

Nomor

Modul Kode Judul Modul

1

LS – 01 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

2 LS – 02 Spesifikasi Pekerjaan Bangunan

3 LS – 03 Spesifikasi Pekerjaan Penanaman

4 LS – 04 Spesifikasi Pemeliharaan Taman/Lansekap 5 LS – 05 Tata Laksana Pekerjaan Pertamanan/Lansekap 6 LS – 06 Perhitungan Rancangan Anggaran Biaya 7 LS – 07 Dokumen Kontrak

8 LS – 08 Teknik Gambar Arsitektur Lansekap 9 LS – 09 Pengenalan Bangunan Taman 10 LS – 10 Pengenalan Tanaman Lansekap 11 LS – 11 Pemeliharaan Taman

12 LS – 12 Administrasi Lapangan dan Pelaporan 13 LS – 13 Pranata Pembangunan

(10)

PANDUAN INSTRUKTUR

A. BATASAN

NAMA PELATIHAN : PELATIHAN SUPERVISOR PEKERJAAN LANSEKAP/PERTAMANAN

(LANDSCAPE SUPERVISION)

KODE MODUL : LS - 01

JUDUL MODUL : SISTEM MANAJEMEN K3

DESKRIPSI : Materi ini membahas pengetahuan peraturan K3, perlengkapan dan keselaman kerja, alat dan bahan

untuk penanggulangan dini, K3 untuk pelatihan

Supervisor Pekerjaan Lansekap / Pertamanan (Landscape supervision)

.

TEMPAT KEGIATAN : Ruangan Kelas lengkap dengan fasilitasnya.

(11)

B. RENCANA PEMBELAJARAN

KEGIATAN INSTRUKTUR KEGIATAN PESERTA PENDUKUNG 1. Ceramah : Pembukaan/

Bab I, Pendahuluan

 Menjelaskan tujuan

instruksional umum(TIU) dan Tujuan instruksional khusus (TIK)

 Menjelaskan maksud dan tujuan sistem manajemen K3.

 Menjelaskan pengertian sistem manajemen K3.

Waktu : 5 menit

 Mengikuti penjelasan TIU dan TIK dengan tekun dan aktif

 Mengikuti penjelasan maksud dan tujuan sistem manajemen K3.

 Mengikuti penjelasan pengertian sistem manajemen K3.

 Mengajukan pertanyaan apabila ada yang kurang jelas.

OHT

2. Ceramah : Bab II, Pemahaman peraturan K3

Memberikan penjelasan, uraian atau-pun bahasan mengenai : Pemahaman peraturan K3

Waktu : 10 menit

 Mengikuti penjelasan, uraian atau bahasan instruktur dengan tekun dan aktif.

 Mengajukan pertanyaan apabila ada yang kurang jelas.

OHT

3. Ceramah : Bab III,

Menggunakan perlengkapan dan keselamatan kerja

Memberikan penjelasan, uraian atau-pun bahasan mengenai : Menggunakan perlengkapan dan keselamatan kerja

Waktu : 10 menit

 Mengikuti penjelasan, uraian atau bahasan instruktur dengan tekun dan aktif.

 Mengajukan pertanyaan apabila ada yang kurang jelas.

(12)

4. Ceramah : Bab IV,

Menggunakan alat dan bahan untuk penanggulangan dini

Memberikan penjelasan, uraian atau-pun bahasan mengenai : Menggunakan alat dan bahan untuk penanggulangan dini

Waktu : 10 menit

 Mengikuti penjelasan, uraian atau bahasan instruktur dengan tekun dan aktif.

 Mengajukan pertanyaan apabila ada yang kurang jelas.

OHT

5. Ceramah : Bab V, Menerapkan K3

Memberikan penjelasan, uraian atau-pun bahasan mengenai : Menerapkan K3

Waktu : 10 menit

 Mengikuti penjelasan, uraian atau bahasan instruktur dengan tekun dan aktif.

 Mengajukan pertanyaan apabila ada yang kurang jelas.

(13)

BAB I

PEMAHAMAN PERATURAN

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

1.1 UMUM

Kontribusi jasa konstruksi dalam pembangunan nasional sangat besar, terutama dalam penyiapan prasarana gedung yang sangat berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi nasional Indonesia. Namun dalam dilain pihak kondisi jasa konstruksi masih memprihatinkan ditandai dengan kualitas produk jasa konstruksi yang masih banyak yang memprihatinkan, penggunaan sumber daya untuk kegiatan konstruksi yang belum optimal. Pada umumnya penyebab utama adalah ketidak disiplinan dari pada penyedia jasa maupun pengguna jasa untuk memenuhi ketentuan yang terkait dengan keamanan, kesehatan, keselamatan, dan lingkungan , baik lingkungan kerja maupun lingkungan yang lebih luas.

Oleh karena itu diperlukan pengaturan terkait dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja bidang konstruksi yang diharapkan dapat digunakan sebagai acuan bagi pelaku pekerjaan bidang konstruksi di Indonesia dalam memberikan kepastian perlindungan baik kepada penyedia jasa maupun pengguna jasa. Pengaturan terkait dengan aspek legal, administrative dan teknis operasional atas seluruh kegiatan kesehatan dan keselamatan kerja bidang konstruksi.

Kecelakaan dan sakit di tempat kerja telah banyak terjadi bahkan sampai menelan korban jiwa. Tenaga kerja sebagai sumber daya yang paling berharga dalam perusahaan harus mendapat perlindungan yang memadai dalam bekerja sehingga dapat memperkecil atau mencegah terjadinya kecelakaan kerja.

Penyebab dasar terjadinya kecelakaan kerja dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu: 1. Faktor perorangan, antara lain : kurang pengetahuan, kurang ketrampilan,

motivasi kurang baik, masalah fisik dan mental.

2. Faktor pekerjaan, antara lain : standar kerja yang kurang baik, standar perencanaan yang kurang baik, standar perawatan yang kurang tepat, standar pembelian yang kurang tepat, aus dan retak karena pemakaian setelah lama dipakai, dan pemakaian abnormal.

(14)

1.2 KETENTUAN HUKUM YANG BERLAKU DI INDONESIA

Semua tempat di Indonesia dimana dilakukan kegiatan konstruksi, maka ketentuan hukum mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang berlaku meliputi :

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja

2. SKB antara Menteri Tenaga Kerja Kep 174/MEN/86 dan Menteri Pekerjaan Umum 104/KPTS/86 tentang Pelaksanaan K3 di bidang Konstruksi.

1.3 SEBAB-SEBAB KECELAKAAN

Kecelakaan pada Pekerjaan Lansekap / Pertamanan disebabkan oleh :

1. Kecelakaan karena pengangkutan, alat bergerak dan lalu lintas, pada

umumnya disebabkan oleh :

Penempatan bahan dan alat kurang baik, sehingga lalu lintas angkutan

bahan dan alat di lokasi pekerjaan kurang teratur.

Kurangnya disiplin para operator pengangkut bahan dan alat.

Operator alat pengangkut belum memadai kemampuannya.

Kelebihan muatan.

Pengamanan kurang atau cara pengangkutan bahan dan alat kurang

baik termasuk kurangnya tanda-tanda lalu lintas.

2. Kecelakaan karena kejatuhan benda, pada umumnya karena :

Barang-barang yang dibuang dari tempat tinggi tidak mengikuti prosedur

yang benar dan tanpa pengaman.

Barang dan alat yang diangkut ke tempat tinggi dilakukan secara tidak

benar, bahkan kelebihan berat.

Para pekerja tidak memakai pelindung kepala.

3. Kecelakaan karena tergelincir, terpukul, terkena benda tajam/keras,

disebabkan oleh :

Terpeleset oleh jalan yang licin, berdiri di tempat yang tidak

semestinyaatau cara kerja yang tidak benar.

(15)

4. Kecelakaan karena jatuh dari ketinggian, kecelakaan ini dapat berakibat fatal,

seperti luka/cacat berat bahkan sampai meninggal dunia. Karena pengawas

dan pelaksana lapangan harus memberi perhatian yang sungguh-sungguh

pada jenis pekerjaan berpotensi besar terjadi kecelakaan karena jatuh dari

tempat yang tinggi, seperti pada :

Pekerjaan atap dan langit-langit.

Pekerjaan dinding yang menggunakan perancah.

Perancah roboh karena kurang kuat.

Jatuh dari lubang.

5. Kecelakaan terkena aliran listrik, kebakaran dan ledakan., umumnya

disebabkan oleh :

a. Kecelakaan karena aliran listrik, umunya adanya kabel listri yang rusak dan

terinjak/terpegang oleh pekerja.

b. Karena terjadi kebakaran sehingga menimbulkan kepanikan para pekerja

yang berakibat pada kecelakaan.

c. Terjadi ledakan karena kurang faktor pengaman.

1.4 KETENTUAN ADMINISTRATIF

Dalam pelaksanaan Pekerjaan Lansekap / Pertamanan agar terlaksana dengan baik maka diperlukan beberapa ketentuan administratif yang harus dipatuhi dan diparhatikan oleh Penyedia Jasa Kontraktor, yaitu mengenai :

1.4.1 KEWAJIBAN UMUM

1) Penyedia Jasa Kontraktor berkewajiban untuk mengusahakan agar tempat kerja, peralatan, lingkungan kerja dan tata cara kerja diatur sedemikian rupa sehingga tenaga kerja terlindung dari resiko kecelakaan.

2) Penyedia Jasa Kontraktor menjamin bahwa mesin mesin peralatan, kendaraan atau alat-alat lain yang akan digunakan atau dibutuhkan sesuai dengan peraturan Keselamatan Kerja, selanjutnya barang-barang tersebut harus dapat dipergunakan secara aman.

3) Penyedia Jasa Kontraktor turut mengadakan :pengawasan terhadap tenaga kerja, agar tenaga kerja tersebut dapat melakukan pekerjaan dalam keadaan selamat dan sehat.

(16)

4) Penyedia Jasa Kontraktor menunjuk petugas Keselamatan Kerja yang karena jabatannya di dalam organisasi kontraktor, bertanggung jawab mengawasi kordinasi pekerjaan yang dilakukan. untuk menghindarkan resiko bahaya kecelakaan.

5) Penyedia Jasa Kontractor memberikan pekerjaan yang cocok untuk tenaga kerja sesuai dengsn keahlian umur, jenis kelamin dan kondisi fisik/kesehatannya.

6) Sebelum pekerjaan dimulai Penyedia Jasa Kontraktor menjamin bahwa semua tenaga kerja telah diberi petunjuk terhadap bahaya demi pekerjaannya masing-masing dan usaha pencegahannya, untuk itu Pengurus atau kontraktor dapat memasang papan-papan pengumuman, papan-papan peringatan serta sarana-sarana pencegahan yang dipandang perlu.

7) Orang tersebut bertanggung jawab pula atas pemeriksaan berkala terhadap semua tempat kerja, peralatan, sarana-sarana pencegahan kecelakaan, lingkungan kerja dan cara-cara pelaksanaan kerja yang aman.

8) Hal-hal yang rnenyangkut biaya yang timbal dalam rangka penyelenggaraan keselamatan dan kesehatan kerja menjadi tanggung jawab Pengurus dan Kontraktor.

1.4.2 ORGANISASI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

1) Petugas Keselamatan dan Kesehatan Kerja harus bekerja secara penuh (Full-Time) untuk mengurus dan menyelenggarakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

2) Pengurus dan Kontraktor yang mengelola pekerjaan dengan mempekerjakan pekerja dengan jumlah minimal 100 orang atau kondisi dari sifat proyek memang memerlukan, diwajibkan membentuk unit Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

3) Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja tersebut ini merupakan unit struktural dari organisasi Kontraktor yang dikelola oleh Pengurus atau Kontraktor.

4) Petugas Keselamatan dan Kesehatan Kerja tersebut bersama-sama dengan Panitia Pembina Keselamatan Kerja ini bekerja sebaik-baiknya, dibawah kordinasi Pengurus atau Kontraktor, serta bertanggung jawab kepada Pemimpin Proyek.

(17)

5) Kontraktor Harus :

 Memberikan kepada Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Safety Committee) fasilitas-fasilitas dalam melaksanakan tugas mereka.

 Berkonsultasi dengan Panitia Pembina Keselamatan clan Kesehatan Kerja (Safety Committee) dalam segala hal yang berhubungan dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Proyek.

 Mengambil langkah-langkah praktis untuk memberi efek pada rekomendasi dari Safety Committee.

6) Jika 2 atau lebih kontraktor bergabung dalam suatu proyek mereka harus bekerja sama membentuk kegiatan kegiatan Keselamatan clan Kesehatan Kerja.

1.4.3 LAPORAN KECELAKAAN

1) Setiap kejadian kecelakaan kerja atau kejadian yang berbahaya harus dilaporkan kepada Depnaker dan Departemen Pekerjaan Umum.

2) Laporan tersebut harus meliputi statistik yang akan :

 Menunjukkan catatan kecelakaan dari setiap kegiatan kerja, pekerja masing-masing dan,

 Menunjukkan gambaran kecelakaan-kecelakaan dan sebab-sebabnya.

1.4.4 KESELAMATAN KERJA DAN PERTOLONGAN PERTAMA PADA

KECELAKAAN

1) Tenaga Kerja harus diperiksa kesehatannya.

Sebelum atau beberapa saat setelah memasuki masa kerja pertama kali (Pemeriksaan Kesehatan sebelum masuk kerja dengan penekanan pada kesehatan fisik dan kesehatan individu),

Secara berkala, sesuai dengan risiko-risiko yang ada pada pekerjaan tersebut.

2) Tenaga Kerja di bawah umur 18 tahun harus mendapat pengawasan kesehatan khusus, meliputi pemeriksaan kembali atas kesehatannya secara teratur.

3) Data yang diperoleh dari pemeriksaan kesehatan harus dicatat dan disimpan untuk Referensi.

(18)

4) Suatu rencana organisasi untuk keadaan darurat dan pertolong an pertama harus dibuat sebelumnya untuk setiap daerah tempat bekerja meliputi seluruh pegawai/petugas pertolongan pertama pada kecelakaan dan peralatan, alat-alat komunikasi alat-alat jalur transportasi.

5) Pertolongan pertama jika terjadi kecelakaan atau penyakit yang tiba -tiba, harus dilakukan oleh dokter, Juru Rawat atau seorang yang terdidik dalam pertolongan pertama pada kecelakaan (P.P.P.K.).

6) Alat-alat P.P.P.K. atau kotak obat-obatan yang memadai, harus disediakan di tempat kerja dan dijaga agar tidak dikotori oleh debu, kelembaban udara dan lain-lain.

7) Alat-alat P.P.P.K. atau kotak obat-obatan harus berisi paling sedikit dengan obat untuk kompres, perban, Gauze yang steril, antiseptik, plester, Forniquet, gunting, splint dan perlengkapan gigitan ular.

8) Alat-alat P.P.P.K. dan kotak obat-obatan harus tidak berisi benda-benda lain selain alat-alat P,P.P.K. yang diperlukan dalam keadaan darurat.

9) Alat-alat P.P.P.K. dan kotak obat-obatan harus berisi keterangan-keterangan/instruksi yang mudah dan jelas sehingga mudah dimengerti.

10) Isi dari kotak obat-obatan dan alat P.P.P.K. harus diperiksa secara teratur dan harus dijaga supaya tetap berisi (tidak boleh kosong).

11) Kereta untuk mengangkat orang sakit,(Carrying basket) harus selalu tersedia.

12) Jika tenaga kerja dipekerjakan di bawah tanah atau pada keada an lain, alat penyelamat harus selalu tersedia di dekat tempat mereka bekerja.

13) Jika tenaga kerja dipekerjakan di tempat-tempat yang menyebabkan adanya risiko tenggelam atau keracunan atau alat-alat penyelamat an harus selalu tersedia di dekat tempat mereka bekerja.

14) Persiapan-persiapan harus dilakukan untuk memungkinkan mengangkut dengan cepat, jika diperlukan untuk petugas yang sakit atau mengalami kecelakaan ke rumah sakit atau tempat berobat semacam ini.

15) Petunjuk/informasi harus diumumkan/ditempel di tempat yang baik (strategis) yang memberitahukan :

 Tempat yang terdekat dengan kotak obat-obatan, alat alat P.P.P.K. ruang P.P.P.K. ambulans, kereta untuk orang sakit, dan tempat dimana dapat dicari orang yang bertugas untuk urusan kecelakaan.

 Tempat telpon terdekat untuk menelpon/memanggil ambulans, nomor telpon dan nama orang yang bertugas dan lain-lain.

(19)

 Nama, alamat, nomor telpon dokter, rumah sakit dan tempat penolong yang dapat segera dihubungi dalam keadaan darurat/ emergency.

1.4.5 PEMBIAYAAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

1) Biaya operasional kegiatan keselamatan dan kesehatan kerja harus sudah diantisipasi sejak dini yaitu pada saat pengguna jasa mempersiapkan pembuatan desain dan perkiraan biaya suatu proyek gedung.Sehingga pada saat pelelangan menjadi salah satu item pekerjaan yang perlu menjadi bagian evaluasi dalam penetapan pemenang lelang. Selanjutnya penyedia jasa kontraktor harus melaksanakan prinsip-prinsip kegiatan kesehatan dan keselamatan kerja termasuk penyediaan prasarana, sumberdaya manusia dan pembiayaan untuk kegiatan tersebut dengan biaya yang wajar.

2) Oleh karena itu baik penyedia jasa dan pengguna jasa perlu memahami prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan kerja ini, agar dapat melakukan langkah persiapan, pelaksanaan dan pengawasannya.

(20)

1.1

UMUM ... 1

1.2

KETENTUAN HUKUM YANG BERLAKU DI INDONESIA ... 2

1.3

SEBAB-SEBAB KECELAKAAN ... 2

1.4

KETENTUAN ADMINISTRATIF ... 3

1.4.1

KEWAJIBAN UMUM ... 3

1.4.2

ORGANISASI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA ... 4

1.4.3

LAPORAN KECELAKAAN ... 5

1.4.4

KESELAMATAN KERJA DAN PERTOLONGAN PERTAMA PADA

KECELAKAAN ... 5

(21)

BAB II

MENGGUNAKAN PERLENGKAPAN DAN

KESELAMATAN KERJA

2.1 ALAT PELINDUNG BADAN

Pelindung badan berfungsi untuk melindungi diri agar tidak mengalami cidera

akibat kerja, agar tidak terjadi suatu kecelakaan pada pekerja maka diperlukan

alat pelindung kerja, yaitu seperti :

2.1.1 Sabuk Pengaman (Safety Belt)

Sabuk pengaman digunakan pada saat melakukan pekerjaan pada

ketinggian lebih dari 3 meter. Cara pemakainnya dipasang di pinggang

seperti ikat pinggang dan mengikatkan bagian talinya ke bagian konstruksi

yang cukup kuat dan dapat menahan beban manusia, sehingga jika pekerja

terpeleset tidak langsung jatuh akan tetapi tertahan oleh sabuk pengaman

sehingga terhindar dari kecelakaan yang fatal.

2.1.2 Topi Keras (Helm)

Topi keras

(helm)

digunakan untuk melindungi kepala dari benturan

benda-benda keras baik benda-benda jatuh dari atas atau arah lain.

2.1.3 Sarung Tangan

Sarung tangan digunakan untuk menghindarkan kulit tangan dari luka

akibat serpihan besi, batu-batu tajam, cairan kimia, dan cairan semen dari

adukan.

2.1.4 Sepatu Kerja

Sepatu kerja digunakan untuk melindungi kaki dari luka akibat terjepit,

benda-benda tajam, dan cairan-cairan kimia.

(22)

2.1.5 Penutup Hidung (masker)

Penutup hidung ( masker ) digunakan pada saat bekerja pada daerah yang

berdebu atau yang mengandung unsur kimia seperti debu, semen yang

dapat dan lain-lain yang menimbulkan gannguan pernafasan maupun

penularan penyakit.

2.1.6 Kaca mata

Kaca mata digunakan untuk pekerjaan khusus seperti memecah batu,

mengelas, menggerinda dan sebagainya.

2.1.7 Pelindung Telinga

Pelindung telinga digunakan pada lingkungan kerja yang bising dan dapat

menimbulkan gangguan pendengaran.

2.1.8 Pakain Las (apron)

Pakaian apron digunakan untuk pekerjaan khusus misal mengelas

sehingga dapat terhindar dari percikan api akibat las.

2.2 RAMBU-RAMBU KESELAMATAN KERJA

Rambu-rambu dalam K-3 merupakan bagian yang penting dalam penerapan K-3 di lingkungan pekerjaan konstruksi dan harus dipasang pada tempat yang strategis dalam arti mudah dilihat dan dibaca serta sesuai dengan lingkungan kerja.

Contoh rambu-rambu yang perlu dipasang pada pekerjaan gedung adalah :

 Awas hati-hati licin.

 Ketinggian maksimum.

 Awas tegangan tinggi.

 Wajib menggunakan kaca mata/kedok las bagi tukang las.

 Wajib menggunakan topi pengaman di sekitar proyek.

 Dilarang merokok atau menyalakan api pada area yang berdekatan dengan tempat penyimpanan barang-barang mudah terbakar.

 Wajib memakai pelindung telinga di area kerja yang bising.

(23)

2.3

PENCEGAHAN TERHADAP KEBAKARAN DAN ALAT PEMADAM

KEBAKARAN

Di tempat-tempat kerja, tenaga kerja dipekerjakan harus tersedia :

Alat-alat pemadam kebakaran.

Saluran air yang cukup dengan tekanan yang besar.

Pengawas (Supervisor) dan sejumlah/beberapa tenaga kerja harus dilatih untuk menggunakan alat pemadam kebakaran.

Orang orang yang terlatih dan tahu cara mengunakan alat pemadam kebakaran harus selalu siap di tempat selama jam kerja.

Alat pemadam kebakaran, harus diperiksa pada jangka waktu tertentu oleh orang yang berwenang dan dipelihara sebagaimana mestinya.

Alat pemadam kebakaran seperti pipa-pipa air, alat pemadam kebakaran yang dapat dipindah-pindah (portable) dan jalan menuju ke tempat pemadam kebakaran harus selalu dipelihara.

Peralatan pemadam kebakaran harus diletakkan di tempat yang mudah dilihat dan dicapai.

Sekurang kurangnya sebuah alat pemadam kebakaran harus bersedia :

disetiap gedung dimana barang-barang yang mudah terbakar disimpan.

di tempat-tempat yang terdapat alat-alat untuk mengelas.

pada setiap tingkat/lantai dari suatu gedung yang sedang dibangun dimana terdapat barang-barang, alat-alat, yang mudah terbakar.

Beberapa alat pemadam kebakaran dari bahan kimia kering harus disediakan :

di tempat yang terdapat barang-barang/benda benda cair yang mudah terbakar.

di tempat yang terdapat oli, bensin, gas dan alat-alat pemanas yang menggunakan api.

di tempat yang terdapat aspal dan ketel aspal.

di tempat yang terdapat bahaya listrik/bahaya kebakaran yang disebabkan oleh aliran listrik.

Alat pemadam kebakaran harus dijaga agar tidak terjadi kerusakan-kerusakan teknis. Alat pemadam kebakaran yang berisi chlorinated hydrocarbon atau karbon tetroclorida tidak boleh digunakan di dalam ruangan atau di tempat yang terbatas. (ruangan tertutup, sempit).

Jika pipa tempat penyimpanan air (reservoir, standpipe) dipasang di suatu gedung, pipa tersebut harus :

dipasang di tempat yang strategis demi kelancaran pembuangan.

(24)

dibuatkan pada setiap lubang pengeluaran air dari pipa sebuah katup yang menghasilkan pancaran air bertekanan tinggi.

(25)

2.1

ALAT PELINDUNG BADAN ... 1

2.1.1

Sabuk Pengaman

(Safety Belt)

... 1

2.1.2

Topi Keras

(Helm)

... 1

2.1.3

Sarung Tangan ... 1

2.1.4

Sepatu Kerja ... 1

2.1.5

Penutup Hidung

(masker)

... 2

2.1.6

Kaca mata ... 2

2.1.7

Pelindung Telinga ... 2

2.1.8

Pakain Las

(apron)

... 2

2.2

RAMBU-RAMBU KESELAMATAN KERJA ... 2

2.3

PENCEGAHAN TERHADAP KEBAKARAN DAN ALAT PEMADAM

(26)

BAB III

MENGGUNAKAN ALAT DAN BAHAN

UNTUK PENANGGULANGAN DINI

3.1 JENIS ALAT PELINDUNG DIRI (APD)

Untuk menanggulangi terjadinya kecelakaan kerja, seorang pekerja diharuskan menggunakan alat pelindung diri, seperti :

 Safety hat, yang berguna untuk melindungi kepala dari benturan benda keras selama mengoperasikan atau memelihara AMP.

 Safety shoes, yang akan berguna untuk menghindarkan terpeleset karena licin atau melindungi kaki dari kejatuhan benda keras dan sebagainya.

 Kaca mata keselamatan, terutama dibutuhkan untuk melindungi mata pada lokasi pekerjaan yang banyak serbuk metal atau serbuk material keras lainnya.

 Masker, diperlukan pada medan yang berdebu meskipun ruang operator telah tertutup rapat, masker ini dianjurkan tetap dipakai.

 Sarung tangan, dibutuhkan pada waktu mengerjakan pekerjaan yang berhubungan dengan bahan yang keras, misalnya membuka atau mengencangkan baut dan sebagainya.

 Alat pelindung telinga, digunakan untuk melindungi telinga dari kebisingan yang ditimbulkan dari pengoperasian peralatan kerja.

Namun pada kenyataan dilapangan, penggunaan alat-alat pelindung diri sering terjadi kendala dan masalah baik terhadap pemakainya/tenaga kerja maupun kualitas dari alat itu sendiri.

3.1.1 Masalah Umum APD

 Adanya APD yang tidak melalui pengujian laboratorium, sehingga tidak diketahui derajat perlindungannya atau tidak memenuhi ketentuan keselamatan.

 Pekerja merasa tidak nyaman dan kadang-kadang pemakai merasa terganggu.

Gambar 3.1. Alat Perlindungan Diri

(27)

 Terdapat kemungkinan menimbulkan bahaya baru atas penggunaan APD

 Pengawasan terhadap keharusan penggunaan APD sangat lemah.

 Kewajiban untuk memelihara APD yang menjadi tanggung jawab perusahaan sering dialihkan kepada pekerja.

3.1.2 Masalah Pemakaian APD Secara Umum

 Pekerja tidak mau memakai APD dengan alasan:

Yang bersangkutan tidak mengerti atas maksud keharusan pemakaian APD.

Pemakaian APD dirasakan pekerja tidak nyaman seperti panas, sesak dan tidak memenuhi nilai keindahan

Pekerja merasa terganggu dalam melaksanakan pekerjaan.

Jenis APD yang dipakai tidak sesuai dengan jenis bahaya yang dihadapi.

Tidak dikenakan sanksi terhadap pekerja yang tidak memakai APD

Atasannya juga tidak memakai APD tanpa dikenakan sanksi.

 Perusahaan tidak menyediakan APD dengan alasan:

Perusahaan tidak mengerti adanya ketentuan pemakaian APD.

Rendahnya kesadaran perusahaan atas pentingnya K3 dan secara sengaja melalaikan kewajibannya untuk menyediakan APD.

Perusahaan merasa sia-sia menyediakan APD, karena pada akhirnya APD tidak dipakai oleh pekerja.

 Jenis APD yang disediakan oleh perusahaan tdak sesuai dengan jenis bahaya yang dihadapi pekerja

 Perusahaan mengadakan APD hanya sekedar memenuhi persyaratan formal tanpa mempertimbangkan kesesuaiannya dengan maksud pemakaiannya.

3.1.3 Masalah Khusus APD

MASKER

Sering ditemukan adanya kerusakan atau sumbatan pada filter

Pemakaian alat ini dirasakan tidak nyaman oleh pekerja.

Pemakaian alat ini menimbulkan efek psikologis dan kecemasan terhadap pemakainya dan meningkatkan beban kerja pada jantung dan hati.

Pemakai alat ini harus menghirup udara yang dihembuskannya.

Pemakaian alat ini menimbulkan kesulitan berkomunikasi pada pemakainya.

(28)

Cara pemakaiannya kurang tepat seperti longgarnya/lepasnya tali pengikat sehingga pengamanan terhadap pemakainya kurang berdaya guna.

ALAT PELINDUNG TELINGA

Pemakaian alat ini dapat menimbulkan resiko infeksi telinga.

Pemakaian alat ini menimbulkan kesulitan berkomunikasi pada pemakainya

Pemakai merasa tidak nyaman dan terisolasi.

Jepitan yang terlalu kuat sering menimbulkan sakit kepala pada pemakainya.

Kemampuan menduga jarak dari pemakai menurun.

Sering menimbulkan iritasi kulit pemakinya.

SARUNG TANGAN

Pemakaian alat ini menimbulkan kepekaan tangan dan jari menurun

Menimbulkan keluarnya keringat berlebihan.

Sering menyebabkan adanya bahan kimia tertentu tanpa diketahui pemakainya yang mungkin membahayakan pemakainya.

KACA MATA KESELAMATAN

Dapat membatasi pandangan pemakainya.

Adanya noda, kabut dan goresan kecil pada kaca yang mengakibatkan Kaburnya pandangan pemakainya.

Alat ini menimbulkan kesulitan pada pemakainya untuk melihat kerusakan secara visual.

Kondisi kacamata yang tidak baik sering menimbulkan kemungkinan benda masuk dari samping

3.2 UPAYA PENANGGULANGAN DINI

Kecelakaan kerja yang disebabkan oleh faktor manusia, dimana seorang tenaga kerja perlu dibekali pengetahuan mengenai keselamatan kerja, hal ini dapat dilakukan dengan cara:

1. Penyuluhan dan kampanye Keselamatan Kerja dan Kesehatan Kerja secara teratur guna menumbuhkan kesadaran ber-Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).

2. Mengadakan latihan dan demonstrasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) bagi para pekerja maupun staf perusahaan.

(29)

3. Melakukan inspeksi secara teratur.

4. Memasang spanduk-spanduk dan tanda-tanda Kesehatan dan Keselamatan Kerja 5. Memberi sangsi yang memadai bagi mereka yang tidak disiplin dan mematuhi

peraturan Kesehatan dan Kesalamatan Kerja.

6. Upayakan pertemuan, diskusi dan dialog tentang Kesehatan dan Kesehatan Kerja baik dengan pekerja maupun staf.

Dalam buku Kesehatan dan Keselamatan Kerja dibahas secara lengkap dan detail tentang pencegahan kecelakaan kerja akibat faktor teknis, namun dalam modul ini hanya dibahas yang penting-penting saja, yaitu :

1. Pencegahan Kecelakaan akibat penggunaan alat angkut dan lalu lintas.

 Bahan dan alat harus direncanakan penempatannya secara baik, sehingga pada waktu diangkut dan digunakan tidak membahayakan penumpang.

 Alat dalam kondisi baik dan semua persyaratan yang diperlukan telah dipenuhi.

 Operator alat pengangkut tersebut harus benar-benar terampil dan memiliki sertifikat yang dipersyaratkan.

 Mematuhi prosedur dan peraturan yang ditetapkan.

2. Pencegahan kecelakaan yang diakibatkan kejatuhan benda  Dipasang jala/jaring guna menghindari benda yang jatuh dari atas.

 Benda-benda yang tidak terpakai dilarang dibuang dengan cara asal buang kebawah.

 Pemindahan benda yang berat dan sulit harus dengan cara hati-hati sehingga tidak menimbulkan bahaya kecelakaan.

 Siapapun dilarang masuk ke tempat penyimpanan bahan dan alat tanpa ijin.

 Bangunan, bangunan Bantu seperti perancah harus dibuat kokoh sehingga tidak mudah rubuh.

 Pekerja harus menggunakan pelindung kepala.

3. Pencegahan kecelakaan yang diakibatkan tergelincir, terpukul, dan terkena benda tajam.

 Jalan kerja dan tempat injakan kaki harus bersih dan tidak licin.

 Cara kerja harus dalam posisi dan sikap yang betul.

 Gunakan alat kerja sesuai peruntukannya.

(30)

4. Pencegahan kecelakaan kerja karena jatuh daru tempat tinggi.

 Perancah harus dibuat dengan benar dan kokoh dan terikat pada bangunan sehingga tidak roboh.

 Perancah tidak dibebani melebihi kekuatannya.

 Papan untuk injakan kaki dibuat dari papan yang kuat dan lebih dari satu papan sehingga bila patah masih ada cadangan.

 Lantai perancah harus bersih dan tidak licin.

 Pekerja memakai sabuk dan tali pengaman.

5. Pencegahan kecelakaan akibat terkena aliran listrik, kebakaran dan ledakan.  Aliran listrik harus ditangani oleh pekerja yang terampil dan ahli

 Tempat-tempat aliran yang ada aliran listrik/kabel-kabel harus diberi tanda-tanda yang jelas, pekerja memakai sepatu dan sarung tangan pengaman.

 Benda-benda yang mudah terbakar disimpan dengan aman dan jauhkan dari sumber api dan beri tanda dilarang merokok.

 Bedeng tempat pekerja menginap harus kikontrol secara rutin aliran listriknya.

 Untuk pekerjaan yang perlu peledakan maka harus ada ijin dari yang berwenang, dilokasi peledakan diberi penjagaan dan tanda dilarang masuk.

6. Bagian tubuh yang harus dilindungi adalah kepala, tangan dan kaki, karena itu harus mendapat perlindungan secukupnya sesuai sifat pekerjaannya.

3.3 SEBAB-SEBAB

DAN

PENCEGAHAN

GANGGUAN

KESEHATAN KERJA

Menurut undang-undang, penyakit akibat kerja adalah penyakit yang timbul karena hubungan kerja termasuk kecelakaan. Penyakit akibat kerja harus mendapat perhatian yang khusus, karena :

 Penyakit yang terjadi sebenarnya dapat dihindari.

 Penyakit yang terjadi dapat menimbulkan cacat.

 Penyakit yang terjadi karena perbuatan manusia.

 Penyakit yang terjadi adalah apa yang dikerjakan, yang dihasilkan ataupun karena alat atau. bahan yang digunakan.

 Penyakit akibat kerja menurunkan produktifitas dan kemampuan.

3.3.1 Sebab-Sebab Penyakit Akibat Kerja

1. Golongan fisik, antara lain :

(31)

 Tekanan udara yang tinggi dan berubah-ubah

 Suhu yang terlalu tinggi atau rendah

 Getaran dapat mengganggu sirkulasi darah dan saraf.

 Penerangan yang kurang atau terlalu kuat.

 Radiasi sinar radio aktif.

2. Golongan mental-psikologik, antara lain :

 Ketegangan kerja karena tidak cocok dengan bahan dan pendidikannya.

 Beban kerja atau tanggung jawab yang terlalu berat.

 Tidak dapat bekerja sama dengan teman sekerja. 3. Golongan faal, antara :

 Ketegangan kerja karena tidak cocok dengan bahan dan pendidikannya.

 Mengangkut beban yang terlalu berat.

 Cara Kerja yang tidak benar.

 Kelelahan fisik karenamkesalah konstruksi/mesin/konstruksi.

 Kerja dengan berdiri terus menerus mengakibatkan varices 4. Golongan hayati, antara lain :

 Cacing, serangga.

 Bakteri, virus.

 Jamur menimbulkan penyakit kulit.

 Getah, tumbuhan menimbulkan penyakit kulit. 5. Golongan kimia, antara lain :

 Gas yang berbahaya, seperti co, H2S dll.

 Uap logam dapat menimbulkan penyakit kulit.

 Semen menimbulkan penyakit kulit.

 Cat menimbulkan sakit dada.

 Debu menimbulkan sakit paru-paru.

3.3.2 Pencegahan Penyakit Akibat Kerja

Usaha pencegahan penyakit akibat kekurangan segi teknis di bidang konstruksi dapat dilakukan dengan desain kerja yang baik, serta organisasi pengaturan kerja. Pencegahan penyakit akibat kerja dilakukan dengan :

 Substitusi, yaitu dengan mengganti bahan-bahan yang membahayakan dengan bahan yang tidak berbahaya, tanpa mengurangi hasil pekerjaan ataupun mutunya.

(32)

 Isolasi, yaitu menjauhkan atau memisahkan suatu proses pekerjaan yang mengganggu atau membahayakan.

 Ventilasi, baik secara umum maupun local, yaitu dengan udara bersih yang dialirkan keruang kerja atau dengan menghisap udara keluar.

 Alat pelindung diri, berupa topi pelindung kepala, sarung tangan, sepatu yang dilapisi baja bagian depan untuk menahan beban berat, masker dan lain-lain.

 Pemeriksaan kesehatan, dilakukan secara berkala untuk mengetahui penyabab penyakit atau gangguan yang dialami pekerja.

 Latihan dan informasi sebelum bekerja serta pendidikan tentang keselamatan dan kesehatan kerja.

(33)

3.1

JENIS ALAT PELINDUNG DIRI (APD) ... 1

3.1.1

Masalah Umum APD ... 1

3.1.2

Masalah Pemakaian APD Secara Umum ... 2

3.1.3

Masalah Khusus APD ... 2

3.2

UPAYA PENANGGULANGAN DINI ... 3

3.3

SEBAB-SEBAB DAN PENCEGAHAN GANGGUAN KESEHATAN KERJA 5

3.3.1

Sebab-Sebab Penyakit Akibat Kerja ... 5

3.3.2

Pencegahan Penyakit Akibat Kerja ... 6

(34)

BAB IV

MENERAPKAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

4.1 UMUM

Dibandingkan dengan industri lain, industri konstruksi menduduki rangking tertinggi dalam risiko kecelakaan. Hal ini dapat dimengerti karena sifat industri konstruksi sangat berbeda dengan industri yang lain.

Dalam kegiatan industri konstruksi ada sifat-sifat khusus yang tidak terdapat pada industri lain, yaitu:

1. Kegiatan industri konstruksi terdiri dari bermacam -macam kegiatan dengan jumlah banyak, yang rawan kecelakaan.

2. Jenis-jenis kegiatannya sendiri tidak standar, sangat dipengaruhi oleh banyak faktor luar, seperti: kondisi lokasi bangunan, cuaca, bentuk desain, metode pelaksanaan, dam lain-lain.

3. Perkembangan teknologi yang selalu diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan memberikan andil risiko sendiri.

4. Tingginya turn over tenaga kerja juga menjadi masalah sendiri, karena selalu menghadapi orang-orang baru yang terkadang masih belum terlatih.

5. Banyaknya pihak yang terkait dalam proses konstruksi, yang memerlukan pengaturan serta koordinasi yang kuat.

Peraturan maupun Perundang-undangan yang mengatur tentang K-3 antara lain: 1. Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja.

2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 2 Tahun 1970 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 1/MEN/1980 tentang Keselamtan Kerja dan Kesehatan Kerja.

4. Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: Kep.174/Men/86 dan 104/KPTS/1986 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Tempat Kegiatan Konstruksi

5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 05/Men/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja, risiko yang dihadapi perusahaan industri konstruksi pada pelaksanaan konstruksi tida k saja berkaitan

(35)

dengan kecelakaan pekerja tapi juga aspek ekonomi karena rusaknya bangunan dan turunnya produktivitas kerja akibat terjadinya kecelakaan kerja.

Dengan demikian upaya-upaya penekanan risiko kecelakaan konstruksi merupakan upaya yang penting dalam rangka menghindarkan kerugian secara ekonomi maupun hilangnya jiwa manusia.

4.2 ASPEK PENTING DALAM KESELAMATAN KERJA

Aspek penting yang harus dicapai dalam program keselamatan kerja konstruksi adalah aspek kemanusiaan dan aspek ekonomi yang keduanya tidak dapat dipisahkan. kecelakaan kerja akan mengakibatkan hilangnya jiwa manusia dan timbulnya biaya kecelakaan, sekaligus dapat menimbulkan kerugian ekonomi akibat rusaknya bangunan dan turunnya produktivitas kerja. kedua macam risiko tersebut dapat menimbulkan biaya yang biasa disebut sebagai biaya keamanan (cost of safety).

4.2.1 Aspek Kemanusiaan

Aspek kemanusiaan merupakan aspek terpenting dalam konsep rekayasa keselamatan konstruksi. segala upaya baik dalam bentuk pengaturan, pelaksanaan dan pengawasan terhadap penerapan ketentuan keselamatan kerja diarahkan pada bagaimana menghindarkan dari kecelakaan kerja baik terhadap pekerjanya maupun terhadap konstruksinya sendiri.

Dari segi kemanusiaan, kriteria kecelakaan adalah kecelakaan yang mengakibatkan meninggalnya manusia atau cacat permanen.

Penghargaan zero accident dapat diartikan tidak terjadinya korban manusia. dalam konsep ini adanya bangunan konstruksi yang rusak atau roboh tidak dimasukkan ke dalam kriteria kecelakaan.

4.2.2 Aspek Ekonomi

Peningkatan keselamatan kerja dan pengurangan kecelakaan akan menghasilkan penghematan konstruksi secara total.

Di negara berkembang dan negara belum maju, rendahnya angka kecelakan konstruksi belum tentu menunjukkan adanya peran keselamatan konstruksi, yang disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:

(36)

 terlalu tingginya angka keamanan yang digunakan dalam dunia konstruksi, sehingga tidak mencapai atau jauh dari efisiensi dan merupakan pemborosan yang tidak perlu terjadi.

Keuntungan secara ekonomi yang dapat diperoleh dari penerapan program keselamatan akan lebih mempermudah untuk menawarkan program keselamatan dalam pelaksanaan konstruksi.

Biaya keamanan (cost of safety) adalah seluruh biaya yang terjadi, baik untuk upaya pencegahan terjadinya kecelakaan maupun biaya kecelakaan yang terjadi, termasuk dampaknya, yang terdiri dari dua golongan, yaitu biaya keamanan langsung (direct cost of safety) dan biaya keamanan tidak langsung (indirect cost of safety).

Biaya keamanan langsung (direct cost of safety) adalah biaya langsung yang berkaitan dengan keamanan konstruksi, termasuk biaya-biaya atas kecelakaan yang terjadi, antara lain terdiri dari:

 biaya asuransi;

 peralatan keamanan;

 fasilitas kesehatan;

 bangunan-bangunan pengaman termasuk pembuatan rambu-rambu;

 biaya pengawasan terhadap penerapan keamanan;

 biaya-biaya kecelakaan yang terjadi untuk korban manusia;

 dan lain-lain yang berkaitan secara langsung dengan keamanan

Biaya keamanan tidak langsung (indirect cost of safety) adalah biaya-biaya yang secara tidak langsung berkaitan dengan keamanan, termasuk dampak dari kecelakaan yang terjadi, seperti antara lain:

 biaya turn over pekerja akibat kecelakaan;

 biaya kehilangan waktu akibat kecelakaan kerja;

 biaya pelatihan untuk pekerja pengganti;

 biaya akibat bertambahnya waktu pelaksanaan;

 turunnya moral pekerja;

 hilangnya efisien kerja;

 kerusakan bangunan;

 kerusakan peralatan dan mesin;

 turunnya produktivitas kerja;

(37)

Pendekatan lain dalam pembagian biaya keamanan yaitu dibagi dalam tiga golongan yaitu: biaya pencegahan (prevention cost), biaya pengawasan (inspection cost), dan biaya kecelakaan (accident cost).

biaya pencegahan antara lain mencakup:

 peralatan keamanan;

 bangunan-bangunan pengaman, termasuk rambu-rambu, fasilitas kesehatan;

 dan lain-lain yang berkaitan dengan upaya-upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya kecelakaan.

Yang termasuk biaya pengawasan antara lain adalah:

 biaya petugas pengawasan;

 biaya-biaya lain yang berkaitan dengan upaya-upaya pengawasan. Yang termasuk biaya kecelakaan antara lain:

 biaya-biaya rumah sakit untuk korban kecelakaan;

 biaya-biaya penggantian bangunan/peralatan yang rusak akibat kecelakaan yang terjadi;

 biaya-biaya lain sebagai dampak dari terjadinya kecelakaan.

4.3 KESELAMATAN KERJA KONSTRUKSI DALAM

MANAJEMEN PROYEK

Untuk mencapai sasaran proyek, maka perlu adanya pengendalian dalam beberapa aspek, seperti: biaya, mutu, waktu, dan keselamatan, yang masing -masing mempunyai alat kendali yang telah direncanakan dalam manajemen konstruksi.

Alat kendali dalam aspek biaya dalah berupa anggaran biaya pelaksanaan, dalam aspek mutu adalah berupa rencana mutu yang banyak didukung oleh penetapan metoda pelaksanaan, dan dalam aspek waktu adalah berupa j adwal waktu pelaksanaan yang didukung dengan jadwal pengadaan sumber daya (material, alat, tenaga dan uang), serta dalam aspek keselamatan adalah berupa rencana keselamatan(safety plan).

Pengendalian semua alat perencanaan tersebut sangat diperlukan termas uk tindakan-tindakan yang diperlukan agar sasaran proyek konstruksi yang telah ditetapkan dapat dicapai.

(38)

4.4 PENGAWASAN PELAKSANAAN KESELAMATAN DAN

KESEHATAN KERJA KONSTRUKSI

Di dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja konstruksi, banyak pihak yang terlibat, namun yang paling bertangguyng jawab dalam pelaksanaan k-3 tersebut adalah pihak kontraktor, karen pihaknyalah yang secara langsung melaksanakan pekerjaan konstruksinya dan secara langsung melaksanakan manajemen keselamatan kerja.

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja konstruksi antara lain:

 pelaku-pelaku konstruksi;  material konstruksi;  peralatan konstruksi;  metode pelaksanaan;  desain struktur.

4.4.1 Pelaku-Pelaku Konstruksi

Baik pekerja, tukang, mandor, supervisor, staf manjer, maupun manajer, harus dalam kondisi sehat lahir batin, serta mempunyai kemampuan melaksanakan tugas-tugasnya dalam segala situasi dan kondisi yang dituntut oleh lapangan. kepada para pelaku konstruksi, harus menggunakan peralatan keamanan kerja, sesuai dengan risiko-risiko yang mungkin dihadapi oleh yang bersangkutan.

4.4.2 Material Konstruksi

Baik untuk bangunan itu sendiri maupun untuk pekerjaan bantu/persiapan, harus menggunakan kualitas serta ukuran yang ditetapkan dalam perencanaan. di samping itu, material juga harus dipasang sesuai dengan metode yang ditetapkan.

4.4.3 Peralatan Konstruksi

Peralatan konstruksi yang menggunakan ukuran berat, volume, temperatur dan lain-lain harus memiliki kalibrasi yang masih berlaku. apabila kalibrasinya sudah kedaluwarsa, harus segera diperbaharui sebelum alat yang bersangkutan dipergunakan.

Untuk alat-alat berat, terutama alat angkat, harus memiliki sertifikat layak pakai yang berlaku.

4.4.4 Metode Pelaksanaan

Metode pelaksanaan mempunyai peran besar dalam proses konstruksi. Oleh karenanya, pemilihan metode pelaksanaan yang akan diterapkan harus

(39)

benar-benar dapat dilaksanakan dengan aman. Artinya bahwa setiap metode yang ditetapkan harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

 secara teknis aman;

 peralatan yang dipakai sesuai dan aman;

 pelaku-pelakunya sudah terbiasa;

 sudah memepertimbangkan keamanan.

4.4.5 Desain Struktur

Desain struktur yang sudah diselesaikan oleh perencana, bagaimanapun reputasi perencana, masih perlu diperhatikan oelh pihak-pihak lain, khususnya kontraktor sebagai pelaksana. kelalaian yang mungkin terjadi, yang dapat menyebabkan kecelakaan, dapat dihindari dari awal.

Dengan mengetahui faktor-faktor penyebab tersebut, maka dapat dibuat rencana keselamatan kerja konstruksi yang memadai.

Mamun demikian, walaupun upaya-upaya pencegahan kecelakaan telah dilakukan, persiapan tindakan penyelamatan apabila terjadi kecelakaan kerja harus dipersiapkan, antara lain:

 menyiapkan tenaga dan alat khusus untuk evakuasi korban;

 menyiapkan poliklinik atau kerja sama dengan rumah sakit terdekat;

 melakukan tindakan agar kecelakaan tidak meluas dan terkendali.

TABEL 4.1: RISIKO KECELAKAAN DAN CARA PENCEGAHANNYA

NO RISIKO KECELAKAAN PENCEGAHAN

1.

2.

3.

Pekerjaaan fondasi franki

A. orang jatuh dari crane

B. kejatuhan batu atau beton C. crane amblas

D. orang jatuh terperosok/jatuh E. sling putus

Bored Pile

A. crane mixer amblas B. sling crane putus

C. terperosok ke dalam lubang bore

D. lokasi banjir akibat sisa air sewaktu pengecoran

Galian Sumuran

A. lokasi tergenang air

 pakai sabuk pengaman waktu naik

 pakai helm pengaman waktu bekerja

 ratakan tanah sebelum crane masuk

 urug segera setelah dicor

 cek sling sebelum bekerja

 pakai matras untuk jalan kerja

 membuang lumpur secara periodik

 cek kondisi sling setiap saat

 urug secepatnya setelah dicor

 buat saluran air, lalu dipompa keluar lokasi kerja

(40)

NO RISIKO KECELAKAAN PENCEGAHAN 4. 5. 6. 7. 8.

B. bekisting dari pasangan batu bata ambruk

C. tanah galian longsor

D. terjatuh ke dalam galian

Generator Sementara

A. kipas genset mencederai orang

B. kebakaran

Instalasi Listrik untuk Pekerjaan Sementara

Pekerjaan Konstruksi Baja

Pengecoran dan Pembesian

Pembongkaran Bekisting

dipompakan keluar lokasi

 buat pasangan batu bata ½ dari rencana

 urug segera bekas galian camping dan bagian atasnya diplester

 tutup dengan termal saat hujan

 buat kemiringan pada galian

 tutup dengan termal

 buat pagar pengaman

 buat tangga turun lokasi galian

 pasang rambu peringatan

 pasang pagar pengaman

 pasang rambu peringatan

 matikan mesin selama perawatan

 tempatkan tangki solar jauh dari genset minimum 5 m

 siapkan tabung pemadam kebakaran

 pasang rambu ”awas kebakaran”

 pasang isolasi untuk setiap sambungan

 pasang isntalasi kabel dengan rapi., tidak boleh kena air

 tempatkan kabel agar terlindung

 pasang rambu peringatan dan maksimal kapasitas

 harus ada penanggungjawab yang mudah dihubungi

 panel listrik harus selalu terkunci

 pakai sabuk pengaman untuk pekerjaan di atas

 wajib menggunakan helem, sabuk pengaman

 hindari orang tidak bekerja langsung di bawah

 lokasi kerja harus idisolasi dengan diberi cross line

 pasang lampu penerangan secukupnya

 gunakan helm, sabuk pengaman, sarung tangan, sepatu kerja

 tidak boleh ikut menggantung di baket cor

 gunakan sabuk pengaman, helem

 pasang steger yang kuat dan aman

 hindari berdiri terlalu dekat dengan daerah pembongkaran

 pasang jaring mpengaman untuk daerah tepi

 pasang rambu ” awas kejatuhan”

(41)

TABEL 4.2: DAFTAR PERIKSA AUDIT SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (BERDASARKAN PERMENAKER 05/MEN/1996)

No 1. PEMBANGUNAN DAN PEMELIHARAAN KOMITMEN Temuan TS S Obs

1.1 Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

1 1.1.1 Adanya kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja yang tertulis, bertanggal dan secara jelas menyatakan tujuan-tujuan keselamatan dan kesehatan kerja dan komitmen perusahaan dalam memperbaiki kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.

2 1.1.2 Kebijakan yang ditandatangani oleh pengusaha dan atau pengurus.

3 1.13 Kebijakan disusun oleh pengusaha dan atau pengurus setelah melalui proses konsultasi dengan wakil tenaga kerja

4 1.1.4 Perusahaan mengkomunikasikan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja kepada seluruh tenaga kerja, tamu, kontraktor, pelanggan dan pemasok dengan tata cara yang tepat.

5 1.1.5 Apabila diperlukan, kebijakan khusus dibuat untuk masalah keselamatan dan kesehatan kerja yang bersifat khusus.

6 1.1.6 Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dan kebijakan khusus Iainnya ditinjau ulang secara berkala untuk menjamin bahwa kebijakan tersebut mencerminkan perubahan yang terjadi dalam peraturan perundangan.

1.2 Tanggung Jawab & Wewenang Untuk Bertindak

7 1.2.1 Tanggung jawab dan wewenang untuk mengambil tindakan dan melaporkan kepada semua personel yang terkait dalam perusahaan yang telah ditetapkan harus disebarluaskan dan didokumentasikan.

8 1.2.2 Penunjukkan penanggung jawab keselamatan dan kesehatan kerja harus sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

9 1.2.3 Pimpinan unit kerja dalam suatu perusahaan bertanggung jawab atas kinerja keselamatan dan kesehatan kerja pada unit kerjanya

10 1.2.4 Perusahaan mendapatkan saran-saran dan ahli bidang keselamatan dan kesehatan kerja yang berasal dan dalam maupun luar perusahaan. 11 1.2.5 Petugas yang bertanggung jawab menangani

keadaan darurat mendapatkan latihan.

12 1.2.6 Kinerja keselamatan dan kesehatan kerja dimasukkan dalam laporan tahunan perusahaan atau laporan lain yang setingkat.

13 1.2.7 Pimpinan unit kerja diberi informasi tentang tanggung jawab mereka terhadap tenaga kerja kontraktor dan orang lain yang memasuki tempat kerja.

14 1.2.8 Tanggung jawab untuk memelihara dan mendistribusikan informasi terbaru mengenai

peraturan perundangan keselamatan dan kesehatan kerja telah ditetapkan.

(42)

15 1.2.9 Pengurus bertanggung jawab secara penuh untuk menjamin sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dilaksanakan.

1.3 Tinjauan Ulang & Evaluasi

16 1.3.1 Hasil peninjauan ulang dicatat dan didokumentasikan. 17 1.3.2 Apabila memungkinkan, hasil tinjauan ulang

dimasukkan ke dalam perencanaan tindakan manajemen.

18 1.3.3 Pengurus harus meninjau ulang pelaksanaan Sistem Manajemen K3 secara berkala untuk menilai

kesesuaian dan efektivitas Sistem Manajemen K3.

1.4. Keterlibatan dan Konsultasi dengan Tenaga Kerja

19 1.4.1 Keterlibatan tenaga kerja dan penjadwalan konsultasi dengan wakil perusahaan yang ditunjuk

didokumentasikan.

20 1.4.2 Dibuatkan prosedur yang memudahkan konsultasi mengenai perubahan- perubahan yang mempunyai implikasi terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. 21 1.4.3 Sesuai dengan peraturan perundangan perusahaan

telah membentuk Panitia Pembina K3 (P2K3). 22 1.4.4 Ketua P2K3 adalah pengurus atau pimpinan puncak. 23 1.4.5 Sekretaris P2K3 adalah AhIi K3 sesuai dengan

peraturan perundangan yang berlaku.

24 1.4.6 P2K3 menitikberatkan kegiatan pada pengembangan kebijakan dan prosedur untuk mengendalikan risiko. 25 1.4.7 P2K3 mengadakan pertemuan secara teratur dan

hasilnya disebarluaskan di tempat kerja.

26 1.4.8 P2K3 melaporkan kegiatannya secara teratur sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. 27 1.4.9 ApabiIa diperlukan, dibentuk kelompok-kelompok

kerja dan dipilih dan wakil-wakil kerja yang ditunjuk sebagai penanggung jawab keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerjanya dan kepadanya diberikan pelatihan yang sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

28 1.4.10 Apabila kelompok-kelompok kerja telah terbentuk, maka tenaga kerja diberi informasi tentang struktur kelompok kerja tersebut.

2. STRATEGI PENDOKUMENTASIAN Temuan

TS S Obs

2.1. Perencanaan Rencana Strategi K3

29 2.1.1 Petugas yang berkompeten telah mengidentifikasi dan menilai potensi bahaya dan risiko keselamatan dan kesehatan kerja yang berkaitan dengan operasi. 30 2.1.2 Perencanaan strategi keselamatan dan kesehatan

kerja perusahaan telah ditetapkan dan diterapkan untuk mengendalikan potensi bahaya dan risiko keselamatan dan kesehatan kerja yang telah teridentifikasi, yang berhubungan dengan operasi. 31 2.1.3 Rencana khusus yang berkaitan dengan produk,

proses, proyek atau tempat kerja tertentu telah dibuat. 32 2.1.4 Rencana didasarkan pada potensi bahaya dan

insiden, serta catatan keselamatan dan kesehatan kerja sebelumnya.

(43)

33 2.1.5 Rencana tersebut menetapkan tujuan keselamatan dan

kesehatan kerja perusahaan yang dapat diukur, menetapkan prioritasdan menyediakan sumberdaya.

2.2. Manual Sistem Manajemen K3

34 2.2.1 Manual Sistem Manajemen K3 meliputi kebijakan, tujuan, rencana, dan prosedur keselamatan dan kese hatan kerja untuk semua tingkatan dalam

perusahaan.

35 2.2.2 Apabila diperlukan, telah dibuat manual khusus yang berkaitan dengan produk, proses, atau tempat kerja tertentu.

36 2.2.3 Manual Sistem Manajemen K3 mudah didapat oleh semua personil dalam perusahaan.

2.3. Penyebarluasan Informasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja

37 2.3.1 Informasi tentang kegiatan dan masalah keselamatan dan kesehatan kerja disebarkan secara

sistematis kepada seluruh tenaga kerja perusahaan. 38 2.3.2 Catatan-catatan informasi keselamatan dan

kesehatan kerja dipelihara dan disediakan untuk seluruh tenaga kerja dan orang lain yang datang ke tempat kerja.

3. PENINJAUAN ULANG PERANCANGAN (DESIGN ) DAN KONTRAK

Temuan TS S Obs

3.1 Pengendalian Perancangan

39 3.1.1 Prosedur yang terdokumentasi mempertimbangkan identifikasi bahaya dan penilaian risiko yang di lakukan pada tahap melakukan perancangan atau perancangan ulang.

40 3.1.2 Prosedur dan instruksi kerja untuk penggunaan produk, pengoperasian sarana produksi dan proses yang aman disusun selama tahap perancangan. 41 3.1.3 Petugas yang kompeten telah ditentukan untuk

melakukan verifikasi bahwa perancangan memenuhi persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja yang ditetapkan.

42 3.1.4 Semua perubahan dan modifikasi perancangan yang mempunyai implikasi terhadap keselamatan dan kesehatan kerja diidentifikasi, didokumentasi, ditinjau ulang dan disetujul oleb petugas yang berwenang sebelum pelaksanaan.

3.2 Peninjauan Kontrak

43 3.2.1 Prosedur yang didokumentasikan harus mampu mengidentifikasi dan menilai potensi bahaya keselamatan dan kesehatan kerja, lingkungan dan masyarakat, di mana prosedur tersebut digunakan pada saat memasok barang dan jasa dalam suatu kontrak.

44 3.2.2 Identidikasi bahaya dan penilaian resiko dilakukan pada tahapan tinjauan ulang kontrak dan personel yang kompeten

45 3.2.3 Kontrak-kontrak ditinjau ulang untuk menjamin bahwa pemasok dapat memenuhi persyaratan dan

(44)

46 3.2.4 Catatan tinjauan ulang kontrak dipelihara dan didokumentasikan.

4. PENGENDALIAN DOKUMEN Temuan TS S Obs

4.1. Persetujuan dan Pengeluaran Dokumen

47 4.1.1 Dokumen keselamatan dan kesehatan kerja mempu nyai identifikasi status, wewenang, tanggal

pengeluaran dan tanggal modifikasi.

48 4.1.2 Penerima distribusi dokumen tercantum dalam dokumen tersebut.

49 4.1.3 Dokumen keselamatan dan kesehatan kerja edisi terbaru disimpan secara sistematis pada tempat yang ditentukan.

50 4.1.4 Dokumen usang segera disingkirkan dan penggu-naannya sedangkan dokumen usang yang disimpan untuk keperluan tertentu diberi tanda khusus.

4.2. Perubahan dan Modifikasi Dokumen

51 4.2.1 Terdapat sistem untuk membuat dan menyetujui perubahan terhadap dokumen keselamatan dan kesehatan kerja.

52 4.2.2 Apabila memungkinkan diberikan alasan terjadinya perubahan dan tertera dalam dokumen atau lampirannya.

53 4.2.3 Terdapat prosedur pengendalian dokumen atau daftar seluruh dokumen yang mencantumkan status dan setiap dokumen tersebut, dalam upaya mencegah penggunaan dokumen yang usang.

5. PEMBELIAN Temuan

TS S Obs

5.1. Spesifikasi dan Pembelian Barang dan Jasa

54 5.1.1 Terdapat prosedur yang terdokumentasi yang dapat menjamin bahwa spesifikasi teknik dan informasi lain yang relevan dengan keselamatan kesehatan kerja telah diperiksa sebelum keputusan untuk membeli. 55 5.1.2 Spesifikasi pembelian untuk setiap sarana produksi,

zat kimia atau jasa harus dilengkapi spesifikasi yang sesuai dengan persyaratan peraturan perundangan dan standar keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku.

56 5.1.3 Konsultasi dengan tenaga kerja yang potensial berpengaruh pada saat keputusan pembelian dilakukan apabila persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja dicantumkan dalam spesifikasi pembelian.

57 5.1.4 Kebutuhan pelatihan, pasokan alat pelindung diri dan perubahan terhadap prosedur kerja perlu

dipertimbangkan serta ditinjau ulang sebelum

pembelian, dan pemakaian sarana dan bahan kimia.

5.2. Sistem Verifikasi Untuk Barang dan Jasa yang Dibeli

58 5.2.1 Barang dan jasa yang telah dibeli diperiksa kesesuaiannya dengan spesifikasi pembelian.

5.3. Kontrol Barang dan Jasa yang Dipasok Pelanggan

59 5.3.1 Barang dan jasa yang dipasok pelanggan, sebelum digunakan terlebih dahuu diidentifikasi potensi

(45)

60 5.3.2 Produk yang disediakan oleh pelanggan dapat diidentifikasikan dengan jelas.

6. KEAMANAN BEKERJA BERDASARKAN SISTEM MANAJEMEN K3

Temuan TS S Obs 6.1. Sistem Kerja

61 6.1.1 Petugas yang bekompeten telah mengidentifikasikan bahaya yang potensial dan telah menilai risiko-risiko yang timbul dari suatu proses kerja

62 6.1.2 Apabila upaya pengendalian nsiko diperlukan maka upaya tersebut ditetapkan melalui tingkat

pengendalian.

63 6.1.3 Terdapat prosedur kerja yang didokumentasikan dan jika diperlukan diterapkan suatu sistem ‘ijin Kerja” untuk tugas-tugas yang berisiko tinggi.

64 6.1.4 Prosedur atau petunjuk kerja untuk mengelola secara aman seluruh risiko yang terindentifikasi

didokurnentasi.

65 6.1.5 Kepatuhan dengan peraturan, standar dan ketentuan pelaksanaan diperhatikan pada saat

mengembangkan atau melakukan modifikasi prosedur atau petunjuk kerja.

66 6.1.6 Prosedur kerja dan instruksi kerja dibuat oleh petugas yang berkompeten dengan masukan dan tenaga kerja yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas dan prosedur disahkani oleh pejabat yang ditunjuk. 67 6.1.7 Alat pelindung diri disediakan bila diperlukan dan

digunakan secara benar serta dipelihara selalu dalam kondisi Iayak pakai.

68 6.1.8 Alat pelindung diri yang digunakan dipastikan telah dinyatakan layak pakai sesuai dengan standar dan atau peraturan perundangan yang berlaku.

69 6.1.9 Upaya pengendalian risiko ditinjau ulang apabila terjadi perubahan pada proses kerja.

6.2. Pengawasan

70 6.2.1 Dilakukan pengawasan untuk menjamin bahwa setiap pekerjaan dilaksanakan dengan aman dan mengikuti setiap prosedur dan petunjuk kerja yang telah

ditentukan.

71 6.2.2 Setiap orang diawasi sesuai dengan tingkat kemampuan mereka dan tingkat risiko tugas.

72 6.2.3 Pengawas ikut serta dalam mengidentifikasi bahaya dan membuat upaya pengendalian.

73 6.2.4 Pengawas diikutsertakan dalam pelaporan dan penyelidikan penyakit akibat kerja dan kecelakaan, dan wajib menyerahkan laporan dan saran-saran kepada pengurus.

74 6.2.5 Pengawas ikut serta dalam proses konsultasi.

6.3. Seleksi dan Penempatan Personal

75 6.3.1 Persyaratan tugas tertentu, termasuk persyaratan kesehatan, diidentifikas dan dipakai untuk menyeleksi dan menempatkan tenaga kerja.

76 6.3.2 Penugasan pekerjaan harus berdasarkan pada kemampuan dan tingkat keterampilan yang dimiliki oleh masing-masing tenaga kerja.

Gambar

Gambar 3.1.   Alat Perlindungan Diri
TABEL 4.1: RISIKO KECELAKAAN DAN CARA PENCEGAHANNYA

Referensi

Dokumen terkait

 Bila anak tidak mempu melakukan salah satu uji coba pada langkah di atas (baik karena gagal, menolak, tidak ada kesempatan) maka lakukan uji coba tambahan ke sebelah kiri

Perlakuan padat penebaran dalam pemeliharaan benih ikan gurami ukuran ± 3 cm dengan sistem resirkulasi memberikan pengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup,

Dan hasil uji statistik diketahui bahwa nilai p = 0,033 berarti p < 0,05, maka dapat disimpulkan ada hubungan antara motivasi belajar dangan nilai IPS mahasiswa DIII

Jika penghasilan rata-rata (per tahun) buruh tak tetap Rp 2,5 juta dan buruh tetap Rp 4,0 juta, tentukan rata-rata penghasilan tahunan dari kedua kelompok buruh tersebut.. Nilai

Pada era globalisasi ini kita terus semakin dimudahkan dalam berkomunikasi. Secara tidak langsung media sosial sebagai new media 1 membantu kita dalam berkomunikasi.

- Mengetahui pengaruh pemasangan bodi pengganggu berbentuk oriented square dan circular cylinder terhadap pressure drop aliran fluida yang melewati instalasi duct pada

Ekstraksi dengan pelarut organik pada umumnya digunakan mengekstraksi minyak atsiri yang mudah rusak oleh pemanasan uap dan air, terutama untuk mengekstraksi

 Bila sampel diambil dari saluran atau sungai yang terdiri dari aliran-aliran yang terpisah;.. sampel harus diambil dari