i
LAPORAN AKHIR
PENELITIAN DISERTASI DOKTOR
PENGARUH EQUIVALANCE RASIO TERHADAP PERILAKU
PEMBAKARAN PREMIXED MINYAK KELAPA
Tahun ke 1 dari rencana 1 tahun
Ir. I Ketut Gede Wirawan, MT
NIDN. 0028026204
UNIVERSITAS UDAYANA
DESEMBER 2013
iii RINGKASAN
Perilaku pembakaran premixed minyak kelapa telah diteliti secara eksperimen pada peforated
burner. Pengujian dilakukan pada equivalence ratio mulai sangat miskin sampai sangat kaya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa gliserol dan asam lemak jenuh menyebabkan api stabil pada perforated plate dan mencapai laminar burning velocity tertinggi, bahkan lebih tinggi dari kecepatan api ethanol pada campuran sangat miskin. Pada campuran yang semakin kaya disamping perforated flame juga terbentuk secondary Bunsen flame with open tip. Kecepatan
perforated flame semakin menurun dan hilang pada equivalence ratio 0.56 sedangkan
kecepatan secondary Bunsen flame semakin meningkat mengikuti kecenderungan api hexadecane. Api mulai extinct pada equivalence ratio mendekati 1 ke atas. Intervensi udara luar mengakibatkan tebentuk api triple dan api cellular. Panas radiasi api difusi yang membakar gliserol membentuk island cellular flame dan panas radiasi yang membakar saturated fatty acid membentuk petal cellular flame.
Tanpa glycerol kecepatan api laminer lebih tinggi dan lebih stabil dalam bentuk perforated
flame pada equivalence ratio yang lebih tinggi. Kecepatan tertinggi masih terjadi pada
campuran miskin dengan kecepatan semakin menurun dengan meningkatnya equivalence
ratio. Api bahkan masih stabil dalam bentuk perforated flame sampai campuran sangat kaya.
Intervensi udara luar mengakibatkan kecepatan api menurun dan kesetabilan api bergeser ke campuran lebih kaya.
Keyword: api cellular, gliserol, perforated flame, secondary Bunsen flame with open tip, api triple.
iv PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan izin dan kekuatan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul ’’Pengaruh Equivalence ratio Terhadap Perilaku Pembakaran
Premixed Minyak Kelapa” tepat pada waktunya.
Penelitian Disertasi Doktor ini ditujukan kepada mahasiswa program Doktor untuk mempercepat penyelesaian disertasinya. Dan juga penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Direktur Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan.
2. Rektor Universitas Udayana beserta jajarannya.
3. Dekan Fakultas Teknik Universitas Udayana beserta jajarannya.
4. Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyaraka Universitas Udayana.
5. Ketua Bidang Penelitian LPPM Universitas Udayana.
6. Kepala Bagian Keuangan Universitas Udayana.
7. Promotor dan Co Promotor di Universitas Brawijaya Malang, yang banyak membantu dalam penyelesaian laporan ini.
8. Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu per satu yang turut membantu kelancaran dalam penyusunan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya, baik dalam isi maupun sistematikanya. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan wawasan penulis. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan laporan ini.
Akhirnya, penulis mengharapkan semoga laporan ini dapat memberikan manfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
Denpasar, 1 Desember 2013
v DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL ... i HALAMAN PENGESAHAN ... ii RINGKASAN ... iii PRAKATA ... iv DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1,2, Perumusan Masalah ... 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1. Penelitian-Penelitian Sebelumnya ... 4
2.1.1. Kecepatan Pembakaran... 4
2.1.2. Api Bunsen dengan Ujung Terbuka (Bunsen Flame with Open Tip) ... 5
2.1.3. Api Selular (Cellular Flame) ... 7
2.1.4. Api Triple (triple flame) ... 8
2.2. Hidrolisis ... 10
2.3. Api Bunsen ... 12
2.4. Ketidakstabilan Difusivitas Panas ... 13
2.5. Ketidakstabilan Hidrodinamik ... 15
2.6. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 18
2.7. Hipotesa ... 21
BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ... 22
3.1. Tujuan Penelitian ... 22
3.2. Manfaat Penelitian ... 22
BAB 4. METODE PENELITIAN ... 24
vi
4.2. Bahan ... 24
4.3. Set Up Alat ... 24
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27
5.1. Komposisi Minyak Kelapa ... 27
5.1.1. Rumus Molekul Asam Lemak Minyak Kelapa ... 27
5.1.2. Stoichiometric Air Fuel Ratio Minyak Kelapa ... 28
5.2. Equivalence ratio ... 29
5.3. Kecepatan Reaktan ... 35
5.4. Kecepatan Pembakaran Laminar ... 36
5.5. Perilaku Pembakaran Premixed Minyak Kelapa ... 38
5.5.1. Kecepatan api laminar ... 42
5.5.2. Api Bunsen Sekunder Dengan Ujung Terbuka ... 44
5.5.3. Api seluler ... 45 5.5.4. Api Triple ... 46 Bab 6. Penutup ... 48 6.1. kesimpulan ... 48 6.2. Saran ... 50 DAFTAR PUSTAKA ... 51 LAMPIRAN ... 55
vii DAFTAR TABEL
Tabel 5.1. Komposisi minyak kelapa dari berbagai referensi ... 27
Tabel 5.2. Hasil perhitungan berat molekul tiap-tiap komponen asam lemak minyak kelapa... 28
Tabel 5.3. Beda ketinggian di pipa venturi flowmeter udara ... 30
Tabel 5.4. Beda ketinggian di pipa venturi flowmeter bahan bakar ... 31
Tabel 5.5. Laju aliran masa udara minyak kelapa murni dan hidrolisis, mengikuti persamaan y=303.42x ... 33
Tabel 5.6. Laju aliran masa bahan bakar minyak kelapa murni dan hidrolisis, mengikuti persamaan y= 279.54x ... 33
Tabel 5.7. AFR act. Minyak kelapa murni dan hidrolisis ... 34
Tabel 5.8. Equivalence ratio minyak kelapa murni dan hidrolisis ... 35
Tabel 5.9. Kecepatan reaktan minyak kelapa murni maupun hidrolisis ... 36
Tabel 5.10. Kecepatan pembakaran laminar api Bunsen dan perforated pada minyak kelapa murni tanpa diisolasi ... 37
Tabel 5.11. Kecepatan pembakaran laminar api Bunsen dan perforated pada minyak kelapa hidrolisis tanpa diisolasi ... 37
Tabel 5.12. Kecepatan pembakaran laminar api Bunsen dan perforated pada minyak kelapa murni dengan isolasi ... 38
Tabel 5.13. Kecepatan pembakaran laminar api Bunsen dan perforated pada minyak kelapa hidrolisis dengan isolasi... 38
viii DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Foto api dan cara mengukur kecepatan pembakaran laminar ... 4
Gambar 2.2. Eksperimental kecepatan pembakaran laminar untuk gas alam. ... 5
Gambar 2.3. Foto api hydrogen/propane/nitrogen dengan ujung terbuka ... 6
Gambar 2.4. Api propane/carbon dioxide-oxygen ... 7
Gambar 2.5. Cellurar instabilities pada 318 K (a) Ф=0,707 (b) Ф=0,976 (c) Ф=1,336 ... 7
Gambar 2.6. Foto langsung cellurar CH4 + O2 + CO2 denagn rasio dilution D=35% dan pada temperature 323K. (a) φ=0,7 ; (b) φ=1,0 ; (c) φ=1,2 ... 7
Gambar 2.7. (a) laminar triple flame, (b) diagram skematik burner triple flame ... 9
Gambar 2.8. Entropi bamgkitan dan kontur laju kehilangan panas untuk perambatan triple flame (100% CH4-0%H2 dan 50% CH4-50%H2) ... 10
Gambar 2.9. Skematik Api Bunsen ... 13
Gambar 2.10. Struktur internal api premixed kerutan ... 13
Gambar 2.11. Ekspansi gas pada api planar ... 15
Gambar 2.12. (a) Penyimpangan streamlines melalui kemiringan api (b)Visualisasi streamlines melalui kemiringan api Bunsen ... 16
Gambar 2.13. Penyimpangan lokal streamlines melalui api kerutan. ... 17
Gambar 2.14. Kurve streamlines melalui api kerutan. ... 17
Gambar 2.15. Molekul trigliseride ... 19
Gambar 2.16 Kerangka konsep penelitian ... 20
Gambar 4.1: Peralatan eksperimen ... 21
Gambar 5.1. Hubungan Δh vs Q2 udara ... 31
Gambar 5.2. Hubungan Δh vs Q2 bahan bakar ... 32
Gambar 5.3. Struktur api minyak kelapa murni ... 39
Gambar 5.4. Pandangan atas: (a) api perforated dengan sekunder Bunsen ujung terbuka, φ=0.72, (b) api triple dengan api seluler, φ=1.61 ... 40 Gambar 5.5. Gambar nyala api minyak kelapa murni yang
ix diisolasi dari udara ambien ... 40 Gambar 5.6: Bentuk nyala api minyak kelapa hidrolisis ... 41
Gambar 5.7. Bentuk nyala api minyak kelapa hidrolisis yang
diisolasi dari udara ambien ... 41 Gambar 5.8. Kecepatan pembakaran laminar minyak kelapa
versus equivalence ratio ... 42 Gambar 5.9. Kecepatan pembakaran laminar minyak kelapa
versus equivalence ratio yang diisolasi dari udara ambien ... 43 Gambar 5.10. Api Bunsen ujung terbuka,
(a) minyak kelapa murni φ = 1.14,
(b) Minyak kelapa hidrolisis φ = 1.24 ... 45 Gambar 5.11. Bentuk selular pada (a) minyak kelapa murni
φ = 1.14, (b) minyak kelapa hidrolisis φ = 1.24 ... 46 Gambar 5.12. Bentuk api triple minyak kelapa murni pada φ = 1.61 ... 48
x DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Instrumen Penelitian ... 55
Lampiran 2. Penggunaan Anggaran ... 56
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.
Kebutuhan energi berupa bahan bakar minyak (BBM) sangat penting karena hampir semua gerak kehidupan tidak akan dapat jalan tanpa adanya BBM. Demikian juga halnya di Indonesia kebutuhan akan BBM semakin meningkat dari tahun ke tahun, yang mana kebutuhan bahan bakar ini berimbas pada harga yang juga terus meningkat. Tercatat terjadi kecenderungan peningkatan harga BBM selama sepuluh tahun terakhir untuk bensin premium, minyak solar, dan minyak tanah. Pada bensin premium, tercatat peningkatan harga dari tahun 2003 hingga 2013 yaitu: (i) 149% antara 21 Januari 2003 – 1 Oktober 2005; (ii) 11% antara 1 Oktober 2005 – 15 Desember 2008; (iii) minus 10% antara 15 Desember 2008 - 15 Januari 2009; dan (iv) 44% antara 15 Januari 2009 hingga 22 Juni 2013 (Wikipedia, 2013). Terjadinya perubahan harga yang cenderung meningkat ini disebabkan oleh ketidakstabilan harga minyak dunia dan sifat sumber daya minyak bumi yang terbatas dan tidak terbaharui. Keterbatan sumber BBM dapat menyebabkan krisis bahan bakar kalau terus menerus dieksplorasi tanpa beralih pada bahan bakar alternatif. Oleh karena itu timbul ide-ide untuk menggantikan bahan bakar yang selama ini menggunakan bahan bakar fosil dengan bahan bakar lain yang memungkinkan dari segi teknologi dan bahan yang tersedia. Banyak peneliti bahan bakar telah melakukan penelitian sehubungan dengan bahan bakar alternatif yang menggunakan minyak nabati. Minyak nabati dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif karena mudah didapat, ramah lingkungan, dan tidak habis sepanjang tanaman nabati itu masih ada.
Bahan bakar fosil yang selama ini digunakan umumnya merupakan proses pembakaran premixed, dimana bahan bakar dan udara dicampur dalam satu chamber. Selain pembakaran premixed, ada juga pembakaran non premixed yaitu bahan bakar dan udara tidak dicampur dalam satu chamber atau sendiri sendiri. Pembakaran premixed banyak diteliti dengan berbagai perlakuan yang bertujuan untuk mengetahui perilaku kepunahan dan kecepatan pembakaran api (Qiao et al, 2005), api Bunsen dengan open tip ( Min et al. 20110, api selular (Groff 1982) dan api triple (Ray et al. 2000)
2 Pembakaran non premixed, umumnya menggunakan minyak nabati seperti minyak kelapa, kelapa sawit, jarak pagar, biji kapok, biji sirsak, kedelai, biji bunga matahari, dan biji-bijian lain yang mengandung minyak. Bahan bakar nabati merupakan bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan dan non degredable. Bahan bakar alternatif merupakan salah satu peluang yang dapat dikembangkan di Indonesia. Bahan bakar tersebut berasal dari sumber daya hayati yang banyak tumbuh di Indonesia. Hal ini didukung dengan besarnya potensi lahan di Indonesia untuk produksi tanaman nabati yaitu 82,71% luas lahan di Indonesia merupakan lahan pertanian (Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, 2010) dan potensi untuk substitusi seperti minyak solar yang sampai saat ini mencapai 40% dari konsumsi BBM nasional (Kementerian ESDM Republik Indonesia, 2013). Sebagai substitusi BBM tersebut, terdapat berbagai minyak nabati yang dapat dikembang dan diteliti sebagai bahan bakar alternatif, akan tetapi dalam penelitian ini akan minyak nabati yaitu: (i) minyak kelapa murni, (ii) minyak kelapa hidrolisis. Kebutuhan minyak kelapa didukung oleh ketersediaan kelapa di Indonesia yang sangat berlimpah. Kelapa tumbuh di dataran rendah dekat pantai, yang sangat memungkinkan di Indonesia, dengan panjang pantai sekitar 81000 km. Biji kelapa dapat diolah dengan menggunakan teknologi maupun dengan cara tradisional untuk mendapatkan minyak sebelum dijadikan bahan bakar. Minyak kelapa mempunyai rantai karbon paling pendek diantara minyak nabati (Yuan et al. 2005). Struktur kimia minyak kelapa mirip dengan petrodiesel sehingga sangat cocok untuk mesin Diesel. Namun bila digunakan secara langsung mempunyai kelemahan seperti: viskositas tinggi, volatilitas rendah, reaktivitas rantai hidrokarbon tak jenuh, perlu pemanasan awal, aliran, atomisasi dan emisi partikel (Demirbas 2009 dan Altin et al. 2001). Minyak kelapa terdiri dari komponen asam lemak dan gliserol yang mempunyai properties berbeda-beda (Wikipedia 2013). Multi komponen asam lemak dan gliserol perlu diteliti bila ingin digunakan sebagai bahan bakar alternatif.
Dari pernyataan-pernyataan di atas, pembakaran minyak nabati seperti kelapa dilakukan secara non-premixed. Agar minyak nabati bisa dibakar secara premixed maka perlu mengubah fasenya menjadi uap dengan jalan pemanasan. Uap dan udara dicampur dalam burner mixing, kemudian api dipantik di ujung burner sehingga didapat bentuk dan warna api Bunsen.
3 Perilaku api yang terjadi seperti kecepatan pembakaran laminar, api Bunsen ujung terbuka, api seluler dan api triple diambil gambarnya dengan menggunakan kamera.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas maka permasalahan yang muncul pada minyak kelapa murni dan minyak kelapa hidrolisis
Bagaimana hubungan kecepatan pembakaran bila equivalence ratio (φ) diubah-ubah dari campuran miskin sampai kaya?
Pada rasio kesetaraan (φ) berapa secondary Bunsen flame with open tip terjadi
dan bagaimana perilakunya?.
Pada rasio kesetaraan (φ) berapa cellular flame terbentuk dan bagaimana
perilakunya?
Pada rasio kesetaraan (φ) berapa triple flame terbentuk dan bagaimana
4 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian-Penelitian Sebelumnya. 2.1.1. Kecepatan Pembakaran.
Soriano et al. (2010) melakukan penelitian secara eksperimental untuk mendapatkan kecepatan pembakaran perambatan api dalam campuran yang mudah terbakar yang dipengaruhi oleh perbedaan kelengkungan api atau kurve aliran, yang merupakan laju regangan aliran gas segar sepanjang garis normal ke api dibagi dengan kecepatan pembakaran api planar. Perbedaan antara kecepatan pembakaran lokal dan kecepatan pembakaran api planar dalam gas diam sebanding dengan perbedaan kurve aliran api. Kecepatan pembakaran api planar dan panjang Markstein merupakan faktor proporsional produk hakiki dari sifat nyala yang mencirikan dinamika api. Panjang Markstein dapat ditentukan secara eksperimental dengan sekaligus mengukur kurve aliran api dan laju regangan. Laminar jet
burner di set up dan digunakan dua sistem yaitu: (1) paticle image velocity (PIV) seperti pada
gambar 2.1 untuk mengukur kecepatan aliran gas dalam dua bidang normal tegak lurus api. (2)Tetesan minyak digunakan untuk melacak aliran dan api. Sistem PIV dan tetesan dibentuk oleh kondensasi setelah penguapan minyak dalam ruang pemasukan di jalur udara. Pemasukan udara dan bahan bakar gas (CO, H2, CH4) dicampur dalam ruang di hulu burner dan terbakar
di api Bunsen stasioner. Tetesan minyak menguap di zone pemanasan awal api, sehingga memungkinkan tomography ganda di bagian depan api.
Gambar 2.1. Foto api dan cara mengukur kecepatan pembakaran laminar (sumber : Soriano et al. 2010)
5 Api berbentuk bola pada campuran gas alam-udara oleh Liao et al. (2004) digunakan untuk mengukur kecepatan api laminar, pada rasio kesetaraan (equivalence ratio) 0.6 sampai 1.4, tekanan awal 0.05, 0.1 dan 0.15 MPa, dan temperatur pemanasan awal 300 sampai 400 K seperti diperlihatkan pada gambar 2.2. Teori Markstein merupakan salah satu cara untuk memperoleh kecepatan laminar tak teregang setelah menghilangkan efek peregangan yang dikenakan di depan api. Kecepatan pembakaran dengan bentuk fungsional
P u u T u u T P P T u
u1 10( / 0) ( / 0) , tergantung T dan Pyang diberikan diatas rasio kesetaraan dari campuran. Efek gas encer pada kecepatan pembakaran telah dipelajari pada rasio kesetaraan 0.7 sampai1.2, dan secara eksplisit formula kecepatan pembakaran laminar ini tercapai untuk campuran encer.
Gambar 2.2. Eksperimental kecepatan pembakaran laminar untuk gas alam. (sumber : Liao et al. 2004)
2.1.2. Api Bunsen dengan Ujung Terbuka (Bunsen Flame with Open Tip).
Ishizuka et al. (1982), melakukan eksperimen api difusi dengan menggunakan burner berbentuk silinder. Gambar 2.3 memperlihatkan bahan bakar yang digunakan berupa campuran hidrogen-metana-nitrogen pada rasio konsentrasi yang bervariasi. Campuran
ternary dari hidrogen, propane dan gas inert (nitrogen, argon atau karbon dioksida), dimana
berat molekul gas inert jauh lebih besar dari hydrogen. Pembukaan ujung (tip) memungkinkan terjadi ketika campuran banyak sekali diencerkan menggunakan gas inert, sedangkan untuk campuran ternary hidrogen, propana, dan helium, menunjukkan suhu nyala api maksimum dalam zona reaksi menuju pembesaran ujung api , terbakar sangat intensif di ujung. Ada sejumlah bahan bakar yang tidak terbakar pada lengan molekul hidrogen dari metana dan karbon monoksida yang ditemukan keluar melalui ruang terbuka. Peristiwa ini menyebabkan
6 kebocoran bahan bakar dan emisi polutan tidak diinginkan dalam pembakaran api difusi pada campuran bahan bakar seperti hidrogen dan hidrokarbon yang mengakibatkan api ujung terbuka (open tip). Mekanisme open tip ini juga didasarkan pada konsep bilangan DamkOhler.
Gambar 2.3. Foto api hydrogen/propane/nitrogen dengan ujung terbuka (sumber : Ishizuka et al. 1982)
Mizomoto et al. (1987) meneliti pengaruh bilangan Lewis pada intensitas pembakaran api Bunsen untuk berbagai kombinasi bahan bakar / gas inert-oksigen, memperhatikan efek dari sifat transportasi pada campuran seperti difusivitas termal dan difusivitas massa. Campuran bahan bakar/gas inert yang diteliti adalah metana, propane, butane, etilena, dan hidrogen-udara, argon-udara, helium-udara, dan karbon dioksida-udara. Intensitas pembakaran api Bunsen untuk semua campuran diprediksi dengan menggunakan bilangan Lewis terutama untuk campuran dimana bilangan Lewis jauh dari satu. Namun ada beberapa pengecualian, terutama untuk campuran yang bilangan Lewis dekat dengan satu. Meskipun perilaku campuran hidrokarbon / argon - oksigen dan hidrokarbon / karbon dioksida - oksigen secara kualitatif disepakati dengan perilaku campuran hidrokarbon / udara, hidrokarbon / helium-oksigen berbeda dengan tiga macam gas inert. Pada gambar 2.4, meskipun ujung api Bunsen terbuka pada api hidrokarbon campuran kaya, ujung api Bunsen tebuka hidrogen selalu terjadi dalam campuran yang lebih kaya dari campuran stoikiometrik tetapi lebih kurus dari campuran pada kecepatan pembakaran maksimum.
7 Gambar 2.4. Api propane/carbon dioxide-oxygen
(sumber : Mizomoto et al. 1987)
2.1.3. Api Selular (Cellular Flame)
Ketidakstabilan api dalam dalam campuran butan(C4H10)-C3H8 (propan) dan udara
ditandai dengan munculnya struktur sel-sel dan kecenderungan menuju kepunahan api. Penelitian ketidakstabilan api ini dilakukan oleh Abdulwahid et al. (2009) akibat perpindahan panas dan massa yang diinduksi oleh difusi termal api laminar. Kecepatan pembakaran adiabatik api laminar diukur pada rasio kesetaraan (equivalent ratio) yang berbeda untuk mendapatkan ketidakstabilan sel. Foto langsung diambil untuk menilai secara kualitatif efek suhu di plat burner pada struktur selular api seperti gambar 2.5.
(a) (b) (c)
Gambar 2.5. Cellurar instabilities pada 318 K (a) Ф=0,707
(b) Ф=0,976 (c) Ф=1,336
8 Konnov et al. (2003) mempelajari stabilisasi api adiabatik pada burner untuk api laminar planar dan seluler yang dibandingkan dengan model teoritis. Oleh karena itu metode fluks panas digunakan untuk menentukan kecepatan perambatan api dibawah kondisi, dimana tidak ada kehilangan panas. Pengukuran dalam campuran CH4+O2+CO2
diulang pada burner pelat berlubang yang disainnya sudah diperbaharui. Kecepatan perambatan adiabatik api selular secara kuantifikasi struktur selular ditampilkan pada gambar.2.6
Gambar. 2.6. Foto langsung cellurar CH4 + O2 + CO2 denagn rasio dilution D=35% dan
pada temperature 323K. (a) φ=0,7 ; (b) φ=1,0 ; (c) φ=1,2
(sumber : Konnov et al. 2003)
2.1.4. Api Triple (triple flame)
Plessing et al. (1998) melakukan penelitian secara eksperimen dan studi numeric pada api laminar. Gambar 2.7 menunjukkan laminar triple flame dan diagram skematik burner api
triple. Api difusi laminar axisymmetric stabil terangkat di wilayah hilir pada pancaran
methane encer yang dikelilingi oleh campuran miskin methane-udara dalam aliran co-flow dan bagian paling luar berupa udara dalam aliran co-flow. Api memperlihatkan triple flame di wilayah yang berbeda dalam stabilisasi. Penelitian ini diselidiki secara eksperimental dengan menggunakan PIV (particle image velocitimetry) untuk bidang kecepatan, pencitraan OH-LIPF(Laser Induced Predissociation Fluorescence), pencitraan C2Hx-LIF(Laser Induced
Fluorescence), dan teknik 1D-Raman untuk konsentrasi spesies utama, dikombinasikan
dengan teknik Rayleigh untuk suhu. Penelitian ini dilengkapi dengan penyelesaian simulasi numerik dua dimensi axisymmetric dengan menggunakan persamaan Navier-Stokes dalam batas Mach number nol pada mesh disesuaikan, ditambah dengan persamaan kesetimbangan untuk suhu dan spesies. Model sederhana untuk sifat transportasi molekul dengan properties yang digunakan konstan, tetapi bilangan Lewis tidak sama dengan satu untuk semua spesies. Ilmu kimia digunakan untuk mekanisme reduksi sepuluh langkah oksidasi metana. Ada
9 kesesuaian yang baik antara pengukuran dan perhitungan untuk bentuk api dan panjang nyala api. Konsentrasi OH diukur dengan menggunakan OH-LIPF image dan menunjukkan bahwa OH terkonsentrasi di sekitar campuran stoikiometri. Metode baru C2Hx-LIF dikembangkan juga untuk mendukung perhitungan dan pengukuran secara kualitatif. Suhu dan mol fraksi spesies utama diukur secara kuantitatif dengan teknik gabungan Raman-/Rayleigh sepanjang garis dan ditemukan kesamaan yang baik dengan prediksi numerik. Ini menunjukkan bahwa struktur api triple dipengaruhi oleh dua parameter eksternal yakni: pertukaran panas antara cabang dan kehilangan panas di depan api melengkung dekat titik triple.
Gambar 2.7. (a) laminar triple flame, (b) diagram skematik burner triple flame (sumber : Plessing et al. 1998)
Brionesa et al. (2009) secara teoritik-numerik menganalisis entropi bangkitan api triple pada hydrogen campuran kaya methane-udara seperti pada gambar 2.8. Hukum termodinamika kedua digunakan untuk menguji perambatan api laminar H2 pada campuran
kaya CH4- udara . Analisis ini didasarkan pada perhitungan entropi bangkitan dalam medan
aliran reaksi transien. Model komputasi time dependent digunakan untuk memberikan penjelasan rinci tentang reaktivitas kimia dan transportasi untuk mensimulasikan pengapian transien dan perambatan api dalam medan aliran reaksi. Api dinyalakan dalam lapisan
10 percampuran jet jauh di hilir burner. Setelah pengapian, api triple jelas terbentuk di hulu dengan kecepatan perpindahan api konstan dekat campuran stoikiometri. Api dekat burner, beralih menuju ke api ganda, dan kemudian ke api menuju non stabil. Titik triple memperlihatkan entropi bangkitan maksimum, titik ini juga menunjukkan reaktivitas kimia yang tinggi, serta suhu dan gradient fraksi massa yang besar. Entropi volumetric bangkitan tertinggi dalam dua zona reaksi , dan terendah di non zona reaksi. Dalam zona reaksi, entropi volumetrik bangkitan karena reaksi kimia tinggi, diikuti oleh panas konduksi. Kebalikannya juga berlaku untuk non zona reaksi, penambahan H2 pada bahan bakar methane menyebabkan
entropi bangkitan terpadu meningkat yang mengakibatkan konduksi panas dan reaktivitas kimia meningkat. Kontribusi dari konduksi panas, reaktivitas kimia, dan pencampuran terhadap total generasi entropi bangkitan total melemah tergantung pada bahan bakar yang dibakar. Sementara api merambat di bagian hulu pada kenaikan entropi bangkitan dan mencapai maksimum ketika api menunjukkan struktur api triple, dan kemudian api menurun mendekati burner. Hukum kedua tentang efisiensi system mendekati konstan dengan penambahan H2, ketika peningkatan irreversibilities akibat penambahan H2 yang
dikompensasi oleh peningkatan ketersediaan aliran dalam campuran bahan bakar.
Gambar 2.8. Entropi bamgkitan dan kontur laju kehilangan panas untuk perambatan
triple flame (100% CH4-0%H2 dan 50% CH4-50%H2)
(sumber : Brionesa et al. 2009)
2.2. Hidrolisis.
Wang et al. (2012) melakukan penelitian mengenai bahan bakar hirdrokarbon dari minyak nabati melalui hydrolysis dan thermo-catalytic decarboxylation. Bahan baku minyak canola digunakan untuk mengkonversikannya menjadi hidrokarbon alkana
11 normal. Asam lemak bebas (Free Fatty Acid) produk setengah jadi dari hidrolisis dihitung menggunakan GC-FID (Gas Chromatography-Flame Ionization Detector), yang menunjukkan konversi 99,7% dan komponen-komponen berikut: palmitat, oleat, linoleat, linolenat, stearat, asam arachidic dan behenat. FFA jenuh kemudian didekarboksilasi pada laju rata-rata 15,5 mmol / menit menggunakan katalis Pd / C 5% pada 300 oC. Sekitar 90% dekarboksilasi dikonversi ke n-alkana dicapai dalam waktu reaksi 5 jam. Hasil campuran n-alkana dapat segera dikonversi menjadi bahan bakar diesel terbarukan menggunakan isomerisasi untuk meningkatkan sifat aliran bahan bakar.
Kinematika hidrolisis minyak bunga matahari pada kondisi air subkritis diteliti oleh Alenezi et al. (2009). Eksperimental dilakukan dalam reaktor tabung pada rentang suhu 270-350oC dan waktu reaksi hingga 30 menit pada 20 MPa. Pengaruh suhu parameter kinetik ditentukan dengan penerapan persamaan Arrhenius untuk konstanta laju optimal. Energi aktivasi ditemukan tertinggi dalam reaksi hidrolisis pertama (trigliserida). Hasil asam lemak didapat meningkat secara dramatis dengan kenaikan temperatur, yang kemudian bertindak sebagai katalis asam ke dalam reaksi hidrolisis. Model kinetik diusulkan untuk hidrolisis termal minyak bunga matahari, yang memaparkan mekanisme reaksi pada suhu dan waktu reaksi berbeda. Model kinetik yang diusulkan sangat cocok dengan hasil eksperimen dengan varians maksimum <5,4%.
Holliday et al. (1997) menyelidiki tentang hidrolsis minyak nabati pada air sub dan super kritis. Air dalam keadaan subkritis dapat digunakan sebagai pelarut dan reaktan untuk melakukan hidrolisis trigliserida. Kedelai, biji rami, dan minyak kelapa berhasil dihidrolisis menjadi asam lemak bebas dengan air pada densitas 0,7 g / mL dan suhu 260-280°C. Dalam kondisi ini reaksi berlangsung cepat, dengan konversi lebih dari 97% selama 15-20 menit. Beberapa isomerisasi geometrik dari asam linolenat diamati pada suhu reaksi rendah 250 oc. Reaksi dilakukan pada suhu dan tekanan tinggi sampai ke titik kritis air, sehingga dihasilkan minyak dan asam lemak.
Kinematika hidrolisis dan esterifikasi metil untuk menghasilkan biodiesel pada proses methanol super kritis dua langkah diselidiki oleh Minami et al. (2006). Untuk menghasilkan bahan bakar biodiesel berkualitas tinggi dari minyak/lemak, perlu dilakukan proses hidrolisis trigliserida menjadi asam lemak dalam air subkritis dan esterifikasi metil asam lemak menjadi
12 metil ester dalam superkritis metanol. Kinetika dalam hidrolisis dan esterifikasi metil selanjutnya dipelajari untuk menjelaskan mekanisme reaksi. Akibatnya, asam lemak ditemukan dapat bertindak sebagai katalis asam dan model matematika sederhana yang diusulkan di mana kurva regresi cocok dengan hasil eksperimen. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa asam lemak memainkan peran penting dalam proses metanol superkritis dua langkah.
2.3. Api Bunsen
Api Bunsen ditunjukkan pada gambar 2.9, memberi gambaran dua jenis api . Bahan bakar masuk melalui orifice, udara melalui bagian intake air dan keduanya mengalir sepanjang tabung burner. Reaksi berikutnya antara bahan bakar dan oksigen dalam campuran ini membentuk api premixed . Dengan menanipulasi laju aliran udara dapat dihasilkan api kaya atau miskin tergantung pada apakah oksigen atau bahan bakar dapat sepenuhnya dikonsumsi . Jika campuran miskin , maka excess oxygen (oksigen lebih) akan tetap tak bereaksi setelah melewati zona produk dan akan keluar ke lingkungan . Namun jika kaya bahan bakar, maka setelah melewati zona produk , kelebihan bahan bakar atau lebih tepatnya spesies peralihan bahan bakar selanjutnya dapat bereaksi dengan oksigen di udara ambien . Karena spesies oksigen dan bahan bakar yang awalnya terpisah, keduanya bertemu di common
reqion di mana terjadi pencampuran dan reaksi. Peristiwa ini menghasilkan api non premixed ,
di mana spesies bahan bakar diarahkan bereaksi hampir sepenuhnya dengan oksigen. Oleh karena itu api yang terbentuk terdiri dari api premixed dan api non premixed . Kalau bagian
intake air benar-benar tertutup, maka campuran burner tidak mengandung oksigen, dengan
13 Gambar 2.9. Skematik Api Bunsen
(sumber: Law, 2006)
2.4. Ketidakstabilan Difusivitas Panas
Model standar Zel'dovich-Frank-Kamenetskii (ZFK) dari perambatan api premixed dengan energi aktivasi yang tinggi, reaksi kimia adalah terbatas pada lapisan tipis di sisi temperatur tinggi di depan api (flame front), dan mekanisme dasar perambatan dikendalikan oleh difusi panas pembakaran dan spesies dalam ketebalan api, δ. Jika api yang melengkung atau berkerut, gradien suhu dan konsentrasi spesies tidak lagi sejajar dengan arah rata-rata perambatan, lihat gambar 2.10, dan kecepatan api lokal dapat berubah.
Gambar 2.10. Struktur internal api premixed kerutan (sumber : Jarosinski and Veyssiere, 2009)
14 Tempat dimana bagian depan cekung terhadap gas tidak terbakar (unburned gas), fluks panas lokal adalah konvergen. Peningkatan temperatur api lokal dan kecepatan perambatan lokal juga meningkat, lihat panah merah pada gambar 2.26. Kebalikannya berlaku untuk bagian depan yang cembung. Stabilitas api kerutan dipengaruhi oleh difusi termal.
Gradien konsentrasi spesies berada dalam arah yang berlawanan dengan gradien termal, lihat panah hijau. Pada tempat-tempat di mana flame front cekung terhadap unburned, fluks spesies lokal menjadi divergen yang mengakibatkan penurunan fluks spesies yang bereaksi menuju zona reaksi, mengarah pada penurunan kecepatan perambatan lokal. Stabilitas api kerutan dipengaruhi oleh difusi spesies. Hasil bersih dari kedua fluks difusi tergantung pada rasio koefisien difusi termal, Dth, dan spesies, Dmol. Rasio ini disebut bilangan
Lewis,
Le= Dth/Dmol
Jika bilangan Lewis lebih besar dari satu, efek difusi panas adalah lebih besar dan api berada pada difusi termal stabil. Namun kontribusi stabilisasi tambahan muncul dari kecenderungan streamlines dalam zona pemanasan awal. Kecenderungan internal streamlines menciptakan transportasi tambahan panas dan spesies yang konvergen atau divergen mengenai arah rata-rata perambatan. Internal streamlines memiliki pengaruh terhadap bentuk tambahan kontribusi yang diistilahkan dengan kecepatan api lokal. Bentuk stabisasi ini tidak tergantung dari bilangan Lewis dan peningkatan rasio ekspansi gas. Pengaruh kelengkungan api pada kecepatan api lokal, Sn, pertama kali diakui oleh Markstein yang menulis secara empiris: R ζ S S S L L n Dimana
R adalah radius kurva api
adalah panjang karakteristik urutan tebal api Sering dituliskan dalam bentuk
R δ Ma S S S L L n
15 Ma adalah bilangan tanpa dimensi (Markstein number)
2.5. Ketidakstabilan Hidrodinamik
Api premixed adalah tidak stabil akibat ketidakstabilan hidrodinamik yang berawal pada ekspansi gas melalui api. Fenomena ini pertama kali diakui oleh George Darrieus dan Lev Landau, dan biasanya disebut sebagai ketidakstabilan Darrieus – Landau.
Premixed front flame datar , seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.11. Pada skala
panjang api diperlakukan sebagai antarmuka tipis tanpa batas yang mengubah gas dingin, pada temperatur dan densitas To, ρo , menjadi gas panas pada temperatur dan densitas Tb , ρb .
Bagian depan api merambat dengan kecepatan SL menjadi unburnt gas. Sebagai acuan api
depan , gas dingin memasuki bagian front dengan kecepatan Uo = SL , dan karena ekspansi
termal , gas panas meninggalkan front dengan kecepatan Ub = SL ( ρo / ρb ) . Rasio densitas, ρo
/ ρb , kira-kira sama dengan rasio temperatur , dan biasanya dari 6-7 untuk api
hidrokarbon-udara standar . Kovservasi momentum , loncat kecepatan ini harus disertai dengan loncatan
tekanan kecil , δP = 1/2 ( ρbUb2 - ρoUo2 ) ≡ 1/2 ( ρoSL2 ) ( ρo / ρb - 1 ) , biasanya 1 Pa.
Gambar 2.11. Ekspansi gas pada api planar (sumber : Jarosinski and Veyssiere, 2009)
Flame front miring seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.12.a . Aliran gas yang
masuk dapat diuraikan menjadi komponen vektor yang sejajar front , dengan kecepatan U// ,
dan komponen Un , normal ke front. Jika bagian front stasioner sebagai acuan, maka
kecepatan komponen normal harus sama dengan kecepatan nyala , Un = SL . Burnt gas
16 paralel, U// , tidak berubah , karena cukup jelas bahwa tidak ada mekanisme fisik untuk
memungkinkan loncatan tekanan paralel yang diperlukan untuk mempercepat komponen paralel pada aliran. Sehingga api cenderung menyimpang dari aliran gas yang masuk ke arah normal keluar. Gambar 2.12.b menunjukkan visualisasi dari streamlines melalui Bunsen flame
front. Kelengkungan streamlines dalam hot burnt gas muncul dari efek daya apung yang
disebabkan oleh gravitasi .
Gambar 2.12. (a) Penyimpangan streamlines melalui kemiringan api (b) Visualisasi streamlines melalui kemiringan api Bunsen
(sumber : Jarosinski and Veyssiere, 2009)
Pada gambar 2.13, di mana api tidak lagi planar, tapi kerutan di beberapa tempat dengan panjang gelombang λ. Ketika streamlines menyeberangi api, ada tempat dimana streamlines normal terhadap front, dipercepat, tetapi tidak menyimpang. Di tempat dimana front dimiringkan, masuknya streamlines akan menyimpang ke arah normal, seperti pada Gambar 2.12a. Namun, dalam gambar 2.13 secara lokal benar, namun secara global salah. Streamlines dibelakang front tidak bisa menyeberang, kurva akan menjadi paralel lagi jauh di hilir, seperti ditunjukkan pada gambar 2.14.
17 Gambar 2.13. Penyimpangan lokal streamlines melalui api kerutan.
(sumber : Jarosinski and Veyssiere, 2009)
Gambar 2.14. Kurve streamlines melalui api kerutan. (sumber : Jarosinski and Veyssiere, 2009)
Jika streamlines melengkung dimana terdapat gradien tekanan dalam aliran, api kerutan dimasukkan gangguan non lokal . Gangguan non lokal ini membuat solusi matematika sangat sulit. Keberadaan api akibat gradien tekanan tidak hanya akan mempengaruhi aliran di hilir , tetapi juga aliran di hulu . Jika gradien tekanan menyimpang didapat streamline hilir berbelok ke kanan , maka penyimpangan di bagian hulu akan berada di arah yang sama.
18 Pengaruh ekspansi gas melalui kelengkungan api menyebabkan aliran convergen di tempat dimana bagian depan cekung terhadap unburnt gas , dan divergen dimana bagian depan cembung . Konservasi massa menyiratkan bahwa aliran di hulu dipercepat ( melambat ) di tempat dimana api depan tertinggal ( yang di depan ) dari posisi rata-rata . Kecepatan perambatan SL pada front adalah konstan , situasinya tidak stabil. Api kerutan akan tumbuh
sebagai fungsi waktu . Ini adalah ketidakstabilan Darrieus – Landau.
Dalam analisis, hanya ada empat parameter: kecepatan api SL, panjang gelombang λ
(atau bilangan gelombang k ≡ 2π/λ), dan densitas gas, ρo, ρb. Analisis dimensional
memberitahu bahwa hanya ada satu cara untuk membangun laju pertumbuhan, σ (dimensi s -1 ): b o L ρ ρ f kS σ
Diekspresikan secara eksak oleh Landau:
1 1 1 2 E E E E E kS σ L
di mana E adalah rasio ekspansi gas E = ρo / ρb. Ini berlaku dalam batas linier ketika
amplitudo kerutan kecil bila dibandingkan dengan panjang gelombang. Tingkat pertumbuhan ketidakstabilan Darrieus-Landau meningkat dengan kecepatan api dan dengan jumlah gelombang kerutan. Untuk stoikiometri api hidrokarbon-udara, SL ≈ 0,4 m / s, E ≈ 7, tingkat
pertumbuhan per 1 cm kerutan adalah σ ≈ 400 s-1
. Namun, tingkat pertumbuhan tidak dapat meningkatkan tanpa batas untuk panjang gelombang kecil. Fenomena difusivitas panas ikut berperan ketika panjang gelombang kerutan sebanding dengan ketebalan api.
2.6 Kerangka Pemikiran Teoritis
Gambar 2.15 di bawah ini menunjukkan bagian-bagian utama struktur kimia molekul minyak nabati (trigliserida). Trigliserida memiliki gliserin yang dihubungkan oleh ester dengan tiga rantai asam lemak. Salah satu dari tiga sambungan ester adalah seperti yang dilingkari. Panjang atom C dari masing-masing asam lemak bervariasi antara 12 sampai 18.
19 O
Gambar 2.15. Molekul trigliseride
Minyak kelapa merupakan salah satu dari minyak nabati, dimana 85% berupa asam lemak dan 15% gliserol. Asam lemak jenuhnya berupa caprylic 8.86% , capric 6.17%, lauric 48.83%, myristic 19.97%, palmitic 7.84%, stearic 3.06%, dan asam lemak tak jenuh berupa oleic 4.44% , linoelic 0.76% (Kumar et al. 2010).
Bahan bakar minyak nabati ingin dibakar secara premixed, maka perlu diubah fasenya menjadi uap dengan cara pemanasan sehingga jarak molekul-molekul bahan bakar menjadi lebih besar dan kemudian dicampur dengan molekul-molekul udara di burner menjadi reaktan. Kecepatan reaktan yang keluar dari ujung burner tersebut diberikan energy aktivasi maka akan menghasilkan kelengkungan kurva api dan laju regangan. Keduanya ini merupakan dasar untuk mendapatkan kecepatan pembakaran. Tinggi atau rendahnya kecepatan pembakaran tergantung dari gas inert yang terdapat dalam bahan bakar.
Gas inert yang dikandung bahan bakar menyebabkan difusivitas termal menurun dan difusivitas massa mengingkat atau dengan kata lain bilangan Lewis kurang dari 1(satu). Penurunan difusivitas termal mengakibatkan ada bahan bakar yang lolos dari zona reaksi menuju zona produk sehingga menyebabkan emisi polutan. Emisi polutan yang dihasilkan berupa warna api. Api berwarna ungu menunjukkan emisi dari OH, berwarna biru
Glycerine
portion Fatty acid portion
O O O O C H CH 2 CH2 Ester linkage O O
20 menunjukkan emisi dari CH dan berwarna hijau menunjukkan emisi dari C2. Emisi polutan
tersebut mengakibatkan api Bunsen ujung terbuka.
Ketidakstabilan api minyak kelapa, dalam campuran asam lemak (CnH2n/CnH2n-x
)-gliserol dan udara memunculkan sel-sel akibat perpindahan panas dan massa. Transfer massa, atau juga sering disebut difusi, hanya terjadi di dalam campuran (mixture) maka evaluasinya diperiksa setiap komponen. Setiap campuran multikomponen, konsentrasi spesies dapat dinyatakan sebagai massa per satuan volume campuran yang disebut densitas spesies, ρA.
Fraksi massa,ωA, adalah densitas spesies A dibagi dengan densitas massa total. Untuk fasa gas, konsentrasi seringkali dinyatakan dalam tekanan parsial.
Dalam stabilitas yang berbeda akan terlihat triple flame. Transportasi molekul digunakan sebagai model sederhana, tetapi bilangan Lewis tidak sama dengan satu untuk semua spesies. Pada saat pengapian, api triple jelas terbentuk di hulu dengan kecepatan perpindahan api konstan di dekat campuran stoikiometri. Api mendekati burner, beralih menuju ke api ganda, dan kemudian ke zona api non reaksi menuju stabil. Titik triple memperlihatkan entropi bangkitan maksimum, titik ini juga menunjukkan reaktivitas kimia tinggi, serta suhu dan gradien fraksi massa besar, yang diikuti oleh konduksi panas. Entropi volumetric bangkitan tertinggi di dua zona reaksi, dan terendah di zona non reaksi.
Secara skematis kerangka konsep penelitian dapat dilihat pada gambar 2.16
Gambar 2.16 Kerangka konsep penelitian Bahan bakar minyak nabati dipanasi Proses pembakar secara premixed Jarak molekul Ikatan molekul Asam lemak
Laminar burning velocity Flammability limit
21 2.7. Hipotesa.
Bentuk dan warna nyala api bisa diubah dengan cara mengubah fraksi massa udara-bahan bakar yang masuk ke chamber yang diistilahkan dengan equivalence ratio φ (rasio kesetaraan). Equivalence ratio diubah-ubah dari campuran miskin sampai kaya sehingga dapat dibuat hipotesa sebagai berikut:
a. Bagaimana hubungan antara equivalence ratio φ dengan kecepatan pembakaran laminer?
b. Pada rentang equivalence ratio berapa api Bunsen ujung terbuka terbentuk? c. Pada equivalence ratio berapa cellular flame terjadi?
22 BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mendapatkan pengaruh equivalence ratio terhadap kecepatan pembakaran laminar dari minyak kelapa maupun hidrolisis.
b. Untuk mendapatkan pada rasio kesetaraan (equivalence ratio) berapa terbentuknya
secondary Bunsen flame with open tip dari minyak kelapa murni maupun hidrolisis.
c. Untuk mendapatkan pada rasio kesetaraan berapa terbentuknya cellular flame pada minyak kelapa murni maupun hidrrolisis.
d. Untuk mendapatkan pada rasio kesetaraan berapa terbentuknya triple flame dari minyak kelapa murni maupun hidrolisis.
3.2. Manfaat Penelitian a. Aspek Teoritis
Hasil penelitian ini merupakan pengembangan ilmu pengetahuan dari energi terbarukan (renewable energy) yang pembakarannya dilakukan secara premixed. Selama ini penelitian dari minyak nabati sebagai bahan bakar alternatif hanya dilakukan secara non premixed. Disamping itu minyak nabati merupakan bahan bakar multi komponen yang terdiri dari asam lemak dan gliserol, dimana dari aspek teoritis sangat menarik untuk diteliti sebagai bahan bakar pada pembakaran premixed.
b. Aspek Aplikatif
Untuk menjawab permasalahan energi nasional berupa Peraturan Presiden nomor 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang menunjukkan adanya upaya agar pemakaian energi baru dan terbarukan ditingkatkan. Khusus untuk energi terbarukan, penyediaan bahan bakar nabati (biofuel) diinstruksikan pula melalui Inpres No 1 tahun 2006, tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar lain. Memasyarakatkan penggunaan bahan bakar minyak nabati sebagai bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar fosil.
23
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana pengembangan eksperimen pembakaran premixed minyak nabati yang ramah lingkungan.
c. Aspek Praktis
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini dapat digunakan untuk mengukur kecepatan pembakaran laminar (laminar burning velocity) bahan bakar nabati maupun fosil. Di samping itu bahan-bahan yang digunakan dapat dijadikan acuan dan perbandingan untuk meneliti bahan yang sama dengan perlakuan yang berbeda, atau bahan nabati yang berbeda.
24 BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Peralatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan peralatan seperti pada gambar yang ada pada lampiran. Adapun fungsi masing-masing alat adalah sebagai berikut:
a. Ketel berfungsi sebagai tempat penampungan bahan bakar cair yang akan diubah fasenya menjadi uap.
b. Perforated burner berfungsi sebagai tempat bercampurnya uap bahan bakar dengan
udara, dan pada saat yang tepat dipantik api sehingga nyala api bisa diambil gambarnya melalui kamera.
c. Katup uap berfungsi sebagai bukaan uap bahan bakar sesuai dengan laju aliran massa yang diinginkan.
d. Heater berfungsi sebagai pemanas, mengubah fase cair menjadi uap.
e. Katup kompresor: sebagai bukaan udara sesuai dengan laju aliran masa yang diinginkan.
f. Kompresor digunakan sebagai penyedia udara.
g. Flow meter yang berfungsi sebagai pengukur laju aliran massa udara dan bahan bakar. h. Kameral digital digunakan untuk merekam gambar api
4.2. Bahan
Minyak kelapa digunakan dalam penelitian ini terdiri dari asam lemak 85% dan 15% gliserol. Komponen asam lemak dalam minyak kelapa sebagian besar mengandung asam lemak jenuh rantai menengah. Hanya kurang dari 10% yang tak jenuh rantai panjang dengan karakteristik pembakaran spontan.
4.3. Set Up Alat
Penelitian dilakukan secara eksperimental dalam sebuah peralatan yang ditunjukkan secara skematis pada gambar 4.1. Minyak kelapa diuapkan dalam boiler dengan suhu dijaga konstan 160oC. Uap minyak dari boiler dicampur dengan udara dari kompresor di ruang
25 mengalir ke nosel sebelum dinyalakan untuk membentuk api pada pelat berlubang yang dipasang di bagian atas nosel.
Gambar 4.1: Peralatan eksperimen
Pelat berlubang (perforated plate) dipasang untuk memanfaatkan tahan kontak termal sehingga menjaga distribusi temperatur yang lebih seragam pada seluruh permukaan pelat dan menjamin keseragaman aliran campuran minyak kelapa dengan udara selama proses pembakaran. Perforated plate dari baja dan dirancang berbentuk matriks geometris dengan 19 lubang. Diameter setiap lubang adalah 2.5 mm dan jarak antara lubang adalah 3.75 mm.
Percobaan dimulai dengan pemanasan minyak kelapa (suhu 1600C) sampai terbentuk uap di dalam boiler. Katup inlet bahan bakar dibuka dan katup inlet udara ditutup, kemudian api dipantik di ujung burner sehingga terbentuk api difusi. Beda ketinggian di flowmeter
26 bahan bakar dicatat dan dijaga konstan. Proses selanjutnya katup inlet dibuka sedikit dan dicatat beda ketinggian di flowmeter serta gambar api diambil dengan menggunakan kamera. Dengan peningkatan bukaan katup inlet udara secara bertahap, maka setiap beda ketinggian di
flowmeter udara dicatan dan api yang terbentuk diambil gambarnya. Data dan gambar diambil
berkali-kali sampai api padam. Perbedaan ketinggian bahan bakar yang konstan dan udara yang berubah-ubah digunakan untuk menghitung rasio bahan bakar terhadap udara aktual (actual air fuel ratio).
Untuk percobaan ini, ada empat perlakuan percobaan: (1) api minyak kelapa dan kontak dengan udara lingkungan, (2) api minyak kelapa dan terlindungi dari udara lingkungan, (3) api minyak kelapa hidrolisis dan kontak dengan udara lingkungan, (4) api minyak kelapa hidrolisis dan terlindungi dari udara lingkungan.
27 BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Komposisi Minyak Kelapa
Komposisi minyak kelapa perlu diketahui dengan tujuan untuk mengetahui (i) rumus kimia molekul asam lemaknya, (ii) stoichiometric air fuel ratio. Penjelasannya akan diuraikan pada sub bab berikutnya.
5.1.1. Rumus Molekul Asam Lemak Minyak Kelapa
Gas Chromatography digunakan untuk mengetahui prosentase kandungan asam lemak minyak kelapa yang diambil dari wilayah Buleleng Bali. Kandungan asam lemak yang diperoleh seperti pada tabel 5.1.
Tabel 5.1. Komposisi minyak kelapa dari berbagai referensi
Asam lemak jenuh yang dikandung minyaklebih dari 90% sehingga dapat dibuat rumus molekul kimia secara umum : CnH2nO2. Untuk mendapatkan rumus umum molekul asam lemak minyak kelapa, maka perlu dilakukan perhitungan berat molekulnya dan hasil perhitungannya seperti pada tabel 5.2.
28 Tabel 5.2. Hasil perhitungan berat molekul tiap-tiap komponen asam lemak minyak kelapa
Asam Lemak Rumus Molekul Berat Molekul Kandungan BM x kand.
Asam kaproat C6H12O2 116 0.0024 0.278
Asam kaprilat C8H16O2 144 0.04852 6.987
Asam kaprat C10H20O2 172 0.05031 8.653
Asam Laurat C12H24O2 200 0.46256 92.512
Asam Myristat C14H28O2 228 0.20508 46.758
Asam palmitat C16H32O2 256 0.10706 27.407
Asam stearat C18H36O2 284 0.03711 10.539
Asam arachidat C20H40O2 312 0.00051 0.159
Asam behenat C22H44O2 340 0.00028 0.095
Asam palmitolat C16H30O2 254 0.00018 0.046
Asam oleat C18H34O2 282 0.08413 23.725
Asam linoleat C18H32O2 280 0.0006 0.168
Asam linolenat C18H30O2 278 0.00107 0.297
Asam eicosatrienoat C20H34O2 306 0.0002 0.061 Berat Molekul Total = 217.687
Sehingga rumus molekul asam lemak minyak kelapa: CnH2nO2 = 217.687
12n + 2n + 32 =217.687 n = 13.26
Jadi bentuk umum rumus molekul kimia asam lemak minyak kelapa: C13,26H26,52O2
5.1.2. Stoichiometric Air Fuel Ratio Minyak Kelapa
Minyak kelapa digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 85% asam lemak dan 15% gliserol. Komponen asam lemak dalam minyak kelapa sebagian besar mengandung asam lemak jenuh rantai menengah. Hanya kurang dari 10% yang tak jenuh rantai panjang dengan karakteristik pembakaran spontan. Reaksi asam lemak minyak kelapa menggunakan oksidator udara lingkungan. Analisis molar sederhana digunakan pada proses pembakaran seperti dijelaskan pada persamaan 5.1 dan persamaan 5.2 sebagai berikut:
29 C3H5(OH)3 + 3.5(O2+3.76N2) 3CO2 + 4H2O+13.16N2 ... 5.2
Persamaan 5.1 adalah reaksi pembakaran molekul asam lemak dari data yang ada di tabel 5.1 dan persamaan 5.2 reaksi pembakaran gliserol. Dari persamaan 5.1 dan 5.2 didapat
stoichiometric air fuel ratio (AFRstoic) minyak kelapa murni adalah 10,91 gram udara /
gram bahan bakar. Dalam minyak kelapa hidrolisis AFRstoic adalah 11,91 gram udara /
gram bahan bakar.
5.2. Equivalence ratio
Untuk mengkonversi beda ketinggian udara maupun bahan bakar di venturi flowmeter dilakukan kalibrasi. Persamaan regresi linear digunakan untuk menghitung laju aliran masa udara dan bahan bakar. Parameter x adalah beda ketinggian di pipa venturi flowmeter (cm)
dan y adalah kuadrat dari laju aliran volume, Q2 (cm3/dt)2.
Kalibrasi flowmeter.
Flowmeter digunakan untuk mengukur jumlah atau laju aliran dari fluida yang mengalir di
dalam pipa. Untuk ini penelitian dilakukan dengan pengambilan data, secara pendekatan aktual untuk suatu flowmeter tertentu pada kondisi yang berbeda-beda. Untuk kalibrator menggunakan perhitungan aliran dari pipa venturi pada proses kalibrasinya. Dari kajian tersebut dihasilkan suatu proses perhitungan yang lebih tepat dalam menunjang kegiatan kalibrasi flowmeter dalam bentuk metode atau formula sehingga diperoleh hasil kalibrasi yang lebih representatif dalam penerapannya. Hasil yang diberikan diharapkan lebih aplikatif dan akurat untuk diterapkan dalam proses penggunaan flowmeter pada berbagai kondisi pemakaian atau lebih bersifat universal. Beda ketinggian di venturi flowmeter dan laju aliran volume yang dihasilkan dapat dilihat pada tabel 5.3 dan 5.4.
30 Tabel 5.3. Beda ketinggian di pipa venturi flowmeter udara
No Δh (cm) Q (cm3/dt) Q2 (cm3/dt)2 1 2 20,79 2 2 19,01 3 2 21,05 rerata 2 20,28 411,47 4 4 28,82 5 4 31,25 6 4 28,25 rerata 4 29,44 868,35 7 6 37,74 8 6 36,10 9 6 39,37 rerata 6 37,74 1423,98 10 8 50,00 11 8 47,62 12 8 42,74 rerata 8 46,78 2188,81 13 10 54,05 14 10 54,95 15 10 61,73 rerata 10 56,91 3238,65 16 12 63,29 17 12 64,52 18 12 61,35 rerata 12 63,05 3975,60
31 Tabel 5.4. Beda ketinggian di pipa venturi flowmeter bahan bakar
No Δh (cm) Q (cm3/dt) Q 2 (cm3/dt)2 1 1 15,22 2 1 13,97 3 1 15,58 rerata 1 14,92 222,64 4 3 28,17 5 3 28,74 6 3 26,74 rerata 3 27,88 777,34 7 5 39,84 8 5 35,71 9 5 37,31 rerata 5 37,62 1415,47 10 7 45,25 11 7 45,45 12 7 42,74 rerata 7 44,48 1978,42
Dari tabel 5.3 didapat hubungan kuadrat dari laju aliran volume, Q2 (cm3/dt)2 dan beda ketinggian di pipa venturi flowmeter udara, Δh (cm) didapat persamaan garis linear y=303,42x seperti gambar 5.1.
Dari tabel 5.4 didapat hubungan kuadrat dari laju aliran volume, Q2 (cm3/dt)2 dan beda ketinggian di pipa venturi flowmeter bahan bakar Δh (cm) didapat persamaan garis linear y=279,54x seperti gambar 5.2.
32 Gambar 5.2. Hubungan Δh vs Q2 bahan bakar
Untuk mendapatkan variasi equivalence ratio maka perlu dilakukan perubahan beda ketinggian di pipa venturi flowmeter dengan jalan membuka sedikit katup bukaan (inlet valve) udara, sedangkan katup bukaan bahan bakar dijaga konstan.
Equivalence ratio minyak kelapa
Equivalence ratio minyak kelapa murni maupun hidrolisis didapatkan dengan cara terlebih
dahulu menghitung laju aliran massa udara, laju aliran massa bahan bakar. Rasio laju aliran massa udara terhadap bahan bakar akan didapat actual air fuel ratio (AFR act) dan hasil
33 Tabel 5.5. Laju aliran masa udara minyak kelapa murni dan hidrolisis,
mengikuti persamaan y=303.42x
Flowmeter udara ρ (gr/cm3 ) ṁ konstanta Δh (cm) Q 2 (cm3/dt)2 Q (cm3/dt) (gr/sec) 303,42 2 606,84 24,634123 0,001164 0,028674 303,42 4 1213,68 34,837910 0,001164 0,040551 303,42 6 1820,52 42,667552 0,001164 0,049665 303,42 8 2427,36 49,268245 0,001164 0,057348 303,42 10 3034,2 55,083573 0,001164 0,064117 303,42 12 3641,04 60,341031 0,001164 0,070237 303,42 14 4247,88 65,175762 0,001164 0,075865 303,42 16 4854,72 69,675821 0,001164 0,081103 303,42 18 5461,56 73,902368 0,001164 0,086022 303,42 20 6068,4 77,899936 0,001164 0,090676 303,42 22 6675,24 81,702142 0,001164 0,095101 303,42 24 7282,08 85,335104 0,001164 0,099330 303,42 26 7888,92 88,819592 0,001164 0,103386
Tabel 5.6. Laju aliran masa bahan bakar minyak kelapa murni dan hidrolisis, mengikuti persamaan y= 279.54x
Flowmeter bahan bakar
ρ (gr/cm3 ) ṁ konstanta Δh (cm) Q 2 (cm3/dt)2 Q (cm3/dt) (gr/sec) 279,54 5 1397,7 37,385826 0,000113 0,004225 279,54 5 1397,7 37,385826 0,000113 0,004225 279,54 5 1397,7 37,385826 0,000113 0,004225 279,54 5 1397,7 37,385826 0,000113 0,004225 279,54 5 1397,7 37,385826 0,000113 0,004225 279,54 5 1397,7 37,385826 0,000113 0,004225 279,54 5 1397,7 37,385826 0,000113 0,004225 279,54 5 1397,7 37,385826 0,000113 0,004225 279,54 5 1397,7 37,385826 0,000113 0,004225 279,54 5 1397,7 37,385826 0,000113 0,004225 279,54 5 1397,7 37,385826 0,000113 0,004225 279,54 5 1397,7 37,385826 0,000113 0,004225 279,54 5 1397,7 37,385826 0,000113 0,004225
34 Tabel 5.7. AFR act. Minyak kelapa murni dan hidrolisis
No ṁudara (gr/dt) ṁbb (gr/dt) AFR act 1 0,028674 0,004225 6,79 2 0,040551 0,004225 9,60 3 0,049665 0,004225 11,76 4 0,057348 0,004225 13,57 5 0,064117 0,004225 15,18 6 0,070237 0,004225 16,63 7 0,075865 0,004225 17,96 8 0,081103 0,004225 19,20 9 0,086022 0,004225 20,36 10 0,090676 0,004225 21,46 11 0,095101 0,004225 22,51 12 0,099330 0,004225 23,51 13 0,103386 0,004225 24,47
Pada bagian 5.1.2 rasio udara-bahan bakar stoikiometri (AFRstoic) minyak kelapa murni adalah 10,91 gram udara / gram bahan bakar. Dalam minyak kelapa hidrolisis AFRstoic adalah 11,91 gram udara / gram bahan bakar. Equivalence ratio (φ) dihitung sebagai rasio udara dan bahan bakar stoikiometri dibagi dengan rasio udara dan bahan bakar sebenarnya, sehingga didapat hasil seperti ditunjukkan pada tabel 5.8.
35 Tabel 5.8. Equivalence ratio minyak kelapa murni dan hidrolisis
No AFR act AFR stoikhiometri minyak kelapa murni AFR stoikhiometri minyak kelapa hidrolisis equivalence ratio φ minyak kelapa murni equivalence ratio φ minyak kelapa hidrolisis 1 6,79 10,91 11,91 1,61 1,75 2 9,60 10,91 11,91 1,14 1,24 3 11,76 10,91 11,91 0,93 1,01 4 13,57 10,91 11,91 0,80 0,88 5 15,18 10,91 11,91 0,72 0,78 6 16,63 10,91 11,91 0,66 0,72 7 17,96 10,91 11,91 0,61 0,66 8 19,20 10,91 11,91 0,57 0,62 9 20,36 10,91 11,91 0,54 0,58 10 21,46 10,91 11,91 0,51 0,55 11 22,51 10,91 11,91 0,48 0,53 12 23,51 10,91 11,91 0,46 0,51 13 24,47 10,91 11,91 0,45 0,49 5.3. Kecepatan Reaktan
Kecepatan reaktan (v) dijelaskan pada persamaan 5.3.
b air fuel A Q Q v ... 5.3
Dimana: Qfuel, adalah laju aliran volume bahan bakar, Qair adalah volume alir udara, Ab adalah luasan burner.
Kecepatan reaktan minyak kelapa murni maupun hidrolisis.
Kecepatan reaktan minyak kelapa murni maupun hidrolisis v didapat dengan menggunakan persamaan 5.3 dengan laju aliran masa udara Qair pada tabel 5.5 dan laju aliran masa bahan bakar Qfuel pada tabel 5.6. Luasan burner konstan sebesar 0,93 cm2. Hasil dari kecepatan reaktan dirangkum pada tabel 5.9.
36 Tabel 5.9. Kecepatan reaktan minyak kelapa murni maupun hidrolisis
No Q ud (cm3/dt) Q bb (cm3/dt) d(cm) A(cm2) v (cm/dt) 1 24.63 37.39 0.25 0.93 66.53 2 34.84 37.39 0.25 0.93 77.48 3 42.67 37.39 0.25 0.93 85.88 4 49.27 37.39 0.25 0.93 92.96 5 55.08 37.39 0.25 0.93 99.20 6 60.34 37.39 0.25 0.93 104.84 7 65.18 37.39 0.25 0.93 110.02 8 69.68 37.39 0.25 0.93 114.85 9 73.90 37.39 0.25 0.93 119.38 10 77.90 37.39 0.25 0.93 123.67 11 81.70 37.39 0.25 0.93 127.75 12 85.34 37.39 0.25 0.93 131.65 13 88.82 37.39 0.25 0.93 135.39
5.4. Kecepatan Pembakaran Laminar.
Kecepatan api laminar (SL) bisa diperkirakan dengan menggunakan persamaan 5.4. SL=v.sinα ... 5.4 Dimana α adalah sudut setengah dari ujung kerucut api Bunsen.
Kecepatan pembakaran laminar minyak kelapa murni dan hidrolisis
Kecepatan pembakaran minyak kelapa murni maupun hidrolisis dilakukan dengan dua perlakuan yakni (i) api dibiarkan kontak dengan udara ambien dan (ii) api tidak kontak dengan udara ambien.
a. Api dibiarkan kontak dengan udara ambien (tanpa isolasi).
Eksperimen ini di set up dimana api yang terbentuk di ujung burner dibiarkan kontak dengan udara luar. Gambar api yang terbentuk dianalisis dengan segitiga api untuk
mendapatkan sudut api. Kecepatan pembakaran laminar SL merupakan hasil kali kecepatan
reaktan dengan sinus sudut yang dibentuk di ujung api dan hasilnya ditabelkan pada 5.10 dan 5,11.
37 Tabel 5.10. Kecepatan pembakaran laminar api Bunsen dan perforated
pada minyak kelapa murni tanpa diisolasi
φ
minyak
d(cm) A
(cm2) v(cm/dt)
Api Bunsen Api perforated kelapa sin α SL (cm/dt) sin α SL (cm/dt) 1.61 0.25 0.93 66.53 0.16 10.79 Not Formed 1.14 0.25 0.93 77.48 0.11 8.20 0.93 0.25 0.93 85.88 0.28 23.84 0.37 31.72 0.80 0.25 0.93 92.96 0.18 16.29 0.39 35.84 0.72 0.25 0.93 99.20 0.29 28.75 0.41 41.11 0.66 0.25 0.93 104.84 Disappear 0.39 41.29
Tabel 5.11. Kecepatan pembakaran laminar api Bunsen dan perforated pada minyak kelapa hidrolisis tanpa diisolasi
φ
minyak
d(cm) A
(cm2) v(cm/dt)
Api Bunsen Api perforated kelapa hidrolisis sin α SL (cm/dt) sin α SL (cm/dt) 1.75 0.25 0.93 66.53 0.38 25.37 Not formed 1.24 0.25 0.93 77.48 0.45 34.74 1.01 0.25 0.93 85.88 0.43 37.11 0.42 36.28 0.88 0.25 0.93 92.96 0.45 42.29 0.52 48.23 0.78 0.25 0.93 99.20 Disappear 0.44 44.07 0.72 0.25 0.93 104.84 Lift off
b. Api tidak kontak dengan udara ambien (diisolasi).
Agar api tidak kontak dengan udara ambien maka di ujung burner dipasang penutup berbentuk kotak persegi panjang tembus pandang. Gambar api yang terbentuk dianalisis dengan segitiga api untuk mendapatkan sudut api. Kecepatan pembakaran laminar SL
merupakan hasil kali kecepatan reaktan dengan sinus sudut yang dibentuk di ujung api dan hasilnya ditabelkan pada 5.12 dan 5.13.
38 Tabel 5.12. Kecepatan pembakaran laminar api Bunsen dan perforated
pada minyak kelapa murni dengan isolasi
φ minyak
d(cm) A
(cm2) v(cm/dt)
Api Bunsen Api perforated
kelapa sin α SL (cm/dt) sin α
SL (cm/dt) 1.61 0.25 0.93 66,53 Extinction Not formed 1.14 0.25 0.93 77,48 0.93 0.25 0.93 85,88 0.80 0.25 0.93 92,96 0,48 44,62 0.72 0.25 0.93 99,20 0,29 28,77 0.66 0.25 0.93 104,84 0,30 31,45 0,54091 56,71 0.61 0.25 0.93 110,02 0,22 24,20 0,54091 59,51 0.57 0.25 0.93 114,85 0,21 24,12 0,54091 62,12 0.54 0.25 0.93 119,38 0,20 23,88 0,54091 64,57 0.51 0.25 0.93 123,67 Disappear 0,54091 66,90 0.48 0.25 0.93 127,75 0,54091 69,10 0.46 0.25 0.93 131,65 0,54091 71,21 0.45 0.25 0.93 135,39 Lift off
Tabel 5.13. Kecepatan pembakaran laminar api Bunsen dan perforated pada minyak kelapa hidrolisis dengan isolasi
φ
minyak
d(cm) A
(cm2) v(cm/dt)
Api Bunsen Api perforated kelapa
hidrolisis sin α SL (cm/dt) sin α SL (cm/dt)
1.75 0.25 0.93 66.53 Not formed 0.38 24.98 1.24 0.25 0.93 77.48 0.38 29.09 1.01 0.25 0.93 85.88 0.38 32.24 0.38 32.24 0.88 0.25 0.93 92.96 0.41 37.73 0.50 46.38 0.78 0.25 0.93 99.20 0.52 51.37 0.57 56.76 0.72 0.25 0.93 104.84
Disappear Lift off
0.66 0.25 0.93 110.02
5.5. Perilaku Pembakaran Premixed Minyak Kelapa
Minyak kelapa mempunyai rantai karbon paling pendek diantara minyak nabati (Yuan et al. 2005). Struktur kimia minyak kelapa mirip dengan petrodiesel sehingga sangat cocok untuk mesin diesel. Namun bila digunakan secara langsung mempunyai kelemahan seperti:
39 viskositas tinggi, volatilitas rendah, reaktivitas dari rantai hidrokarbon tak jenuh, perlu pemanasan awal, aliran, atomisasi dan emisi partikel (Ayhan 2009 & Recep et al. 2001). Selama ini minyak kelapa lebih banyak digunakan sebagai pembakan non premixed seperti pada kompor bertekanan (Kratzeisen M. and Müller J. 2010), karena emisi gas buang rendah, ramah lingkungan, tetapi nilai kalornya rendah dibandingkan diesel (Masjuki et al. 2001). Bila minyak kelapa digunakan sebagai pembakaran premixed maka perlu proses penguapan bahan bakar sebelum dimasukkan ke dalam mixing chamber.
Perilaku api minyak kelapa pada pembakaran premixed di perforated burner dal am berbagai
equivalence ratio ditampilkan dalam gam bar 5.3 sampai dengan gambar 5.7. Gambar
5.3 menunjukkan api minyak kelapa murni. Gliserol secara intensif dibakar dari φ = 0,93 sampai 1,14 (Wardana 2010), yang berada dalam stoikiometri. Pada campuran kaya (φ = 1,61) jumlah gliserol terbakar berkurang karena menjadi jauh dari stoikiometri. Pandangan atas api ditunjukkan pada gambar 5.4, bahwa ada dua struktur api yaitu
perforated Bunsen flame dengan api Bunsen sekunder ujung terbuka pada campuran miskin
(gambar 5.4a) dan api triple dengan api seluler pada campuran yang sangat kaya (Gambar 5.4b).
40 Gambar 5.4. Pandangan atas: (a) api perforated dengan
sekunder Bunsen ujung terbuka, φ=0.72, (b) api triple dengan api seluler, φ=1.61
Ketika api minyak kelapa murni diisolasi dari udara ambien sekitarnya seperti yang ditunjukkan pada gambar 5.5, api perforated Bunsen berlangsung di φ = 0,45 sampai 0,66. Dari φ = 0,54 sampai 0,80 api Bunsen sekunder dengan ujung terbuka terjadi di hilir api
perforated Bunsen api. Api cenderung menuju kepunahan di atas φ = 0,93. Fenomena ini
menunjukkan bahwa minyak kelapa murni membutuhkan jumlah udara besar atau api terbentuk pada campuran sangat miskin sehingga stabilitas api sangat dipengaruhi oleh udara ambien.
Gambar 5.5. Gambar nyala api minyak kelapa murni yang diisolasi dari udara ambien.
Penyebab api seluler, api Bunsen sekunder ujung terbuka, api triple dan kepunahan api dijelaskan dengan cara menghilangkan gliserol dari minyak melalui proses hidrolisis pada suhu 300oC selama 15 menit (Alenezi et al 2009;. Wang et al 2012). Api minyak kelapa hidrolisis ditunjukkan pada gambar 5.6. Api seluler berbentuk pulau dan api triple yang terjadi pada minyak kelapa murni menghilang dan berubah menjadi api seluler kelopak tanpa
41 api triple di φ = 1,24 sementara api perforated dan api Bunsen sekunder dengan ujung terbuka masih ada. Ketika api diisolasi dari udara ambien sekitarnya seperti ditunjukkan pada gambar. 5.7, api stabil dari campuran miskin (φ = 0,66) sampai campuran kaya (φ = 1,75). Api minyak kelapa hidrolisis tidak mengalami kepunahan.
Dari data yang ada dapat dijelaskan bahwa minyak kelapa murni memerlukan jumlah udara yang banyak untuk membakar gliserol karena sifat higroskopisnya. Ketika konsentrasi udara didalam reaktan rendah atau pada campuran kaya gliserol menyebabkan terbentuknya api
triple, api seluler dan pemadaman. Sementara api Bunsen ujung terbuka selalu ada di
minyak kelapa murni dan hidrolisis, ini disebabkan oleh beberapa mekanisme yang akan dijelaskan kemudian. Gliserol dan asam lemak rantai panjang menghasilkan api seluler dengan berbagai tipe yang mana akan dijelaskan selanjutnya.
Gambar 5.6: Bentuk nyala api minyak kelapa hidrolisis