PROPOSAL
PENELITIAN HIGH IMPACT
DANA ITS TAHUN 2020
Hidrofilikasi Karbon Graphene Dengan Impregnating-Silica Method Sebagai Solid Desiccant Dalam Proses Gas Dehydration
Tim Pengusul:
Fadlilatul Taufany, ST., PhD 1981 07 13 2005 01 1001
Prof. Dr. Ir. Ali Altway, M.Sc 1951 08 04 1974 12 1001
DIREKTORAT RISET DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA 2020
i DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR GAMBAR ... vi DAFTAR TABEL ... v BAB I RINGKASAN ... 1 BAB II PENDAHULUAN ... 3
II.1 Latar Belakang ... 3
II.2 Perumusan dan Pembatasan Masalah ... 4
II.3 Tujuan Penelitian ... 5
II.4 Urgensi (Keutamaan Penelitian) ... 6
II.5 Target dan Kontribusi Penelitian serta Kesesuaian Skema ... 7
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ... 7
III.1 Dehidrasi Biogas ... 7
III.2 Biogas... 8
III.3 Metode Dehidrasi ... 9
III.4 Silika Gel... 13
III.5 Karbon Graphene ... 17
III.6 Carbon Nanotube ... 18
III.7 Surfaktan ... 19
III.8 Impregnasi Silika pada Permukaan Karbon ... 20
III.9 Gelombang Serapan Fourier Transform Infra Red (FTIR) ... 21
III.10 Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) ... 22
III.11 Analisa Brunauer-Emmett-Teller (BET) ... 23
III.12 Penelitian Terdahulu ... 23
III.13 Road Map ... 24
BAB IV METODE ... 25
IV.1 Garis Besar Penelitian ... 25
IV.2 Alat dan Bahan Penelitian... 27
IV.2.1 Alat Penelitian ... 27
IV.2.2 Bahan Penelitian ... 28
IV.3 Variabel Penelitian ... 28
ii
IV.5 Metode Penelitian ... 29
IV.5.1 Tahap Sintesa Karbon Graphene dan CNT Dengan Struktur Mikroporous ... 29
IV.5.2 Tahap Hidrofilikasi Karbon Graphene dan CNT Menjadi Material Hibrida Karbon Silika ... 29
IV.5.3 Tahap Uji Dehidrasi Pada Biogas ... 32
IV.5.4 Tahap Uji Regenerasi Material Hibrida Dengan Berbagai Kondisi Operasi ... 33
IV.6 Metode Analisa ... 34
IV.6.1 Analisa Karakteristik Karbon ... 34
IV.6.2 Analisa Karakteristik Hibrida Karbon Silika ... 35
BAB V JADWAL DAN RANCANGAN ANGGARAN BIAYA ... 37
V.1 Jadwal Penelitian ... 37
V.2 Rancangan Anggaran Biaya ... 37
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar III.1 Gas Hidrat ... 8
Gambar III.2 Tipikal PFD Dari Proses Dehidrasi Dengan Absorbsi Cairan Glikol ... 10
Gambar III.3 Tipikal PFD Dari Proses Dehidrasi Dengan Adsorbsi Menggunakan Solid Dessicant ... 11
Gambar III.4 Struktur Silica gel Hidrofilik ... 14
Gambar III.5 Skema Struktur 3D aerogel ... 14
Gambar III.6 Skema Pengeringan wet gel ... 15
Gambar III.7 Skema sintesa aerogel ... 15
Gambar III.8 Fraksi Berat dari Spesies Molekul Silica selama Hidrolisis dan Kondensasi16 Gambar III.9 Lapisan-Lapisan dalam Karbon-Graphine ... 18
Gambar III.10 Struktur Carbon Nanotubes ... 19
Gambar III.11 Proses Hidrofilikasi Karbon Aktif Menggunakan Silika ... 21
Gambar III.12 Sketsa Permukaan Gugus Hidroksil pada Permukaan Silika ... 22
Gambar III.13 Road Map Penelitian... 24
Gambar IV.1 Blok Diagram Proses ... 26
Gambar IV.2 Konsep Proses Regenerasi Gas ... 29
Gambar IV.3 Skema Alat Sintesa Karbon Graphene dan CNT Dengan Struktur Mikroporous ... 30
Gambar IV.4 Diagram Alir Tahap Sintesa dan Hidrofilikasi Karbon. ... 31
Gambar IV.5 Diagram Alir Tahap Uji Dehidrasi ... 32
Gambar IV.6 Diagram Alir Tahap Regenerasi ... 33
Gambar IV.7 Alat Analisa SEM ... 34
Gambar IV.8 Alat Analisa BET ... 35
iv
DAFTAR TABEL
Tabel III.1 Spesifikasi Pipeline Biogas ... 9
Tabel III.2 Perbandingan Metode Dehidrasi Biogas ... 11
Tabel III.3 Perbandingan Karakteristik Solid Desiccant ... 12
Tabel III.4 Daftar Penelitian Terkait Yang Pernah Dilakukan Sebelumnya ... 23
Tabel V.1 Jadwal Penelitian ... 37
1
BAB I
RINGKASAN
Gas alam adalah bahan bakar fosil berbentuk gas. Secara umum kandungan
dominannya yaitu gas methana (CH4) sebesar 75% dan selebihnya adalah gas asam (CO2
dan H2S) dan uap air (H2O). Agar dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar yang efisien, maka biogas perlu diolah terlebih dahulu untuk memenuhi spesifikasi Standard GPSA untuk
pipeline gas yaitu biogas dengan kandungan minimal CH4 75%, dan kandungan maksimal
H2O sebesar 7 lb/MMscf. Untuk mendapatkan spesifikasi standard GPSA tersebut, maka
dibutuhkan proses dehidrasi untuk mengurangi kandungan H2O dengan menggunakan solid
desicant yang berbasiskan material silika gel. Namun sayangnya, proses sintesis solid desicant berbasis silika gel tersebut masih bergantung pada teknologi superkritikal yang kurang ekonomis. Hal ini mendorong peneliti untuk membuat inovasi pengembangan material karbon graphene berlapis silika dengan biaya produksi yang ekonomis dan memiliki kapasitas adsorpsi yang minimal sama dengan silika gel.
Untuk mendapatkan material karbon graphene yang memiliki kapasitas adsorbsi tinggi, maka penelitian ini dibagi menjadi empat tahapan. Pada tahap pertama, proses gas pretreatment dilakukan dengan mengalirkan gas oksidan ke dalam kolom packed bed yang berisikan karbon graphene dan CNT komersial pada kondisi kinetic controlled, yang memungkinkan untuk membersihkan, membuka, maupun membentuk pori-pori karbon berukuran mikro, agar memudahkan proses selanjutnya, yaitu penetrasi material silika ke dalamnya. Pada tahap kedua, proses hidrofilikasi karbon dilakukan dengan pengontakan karbon mikroporous dengan larutan sodium silikat menggunakan circular shaker sebagai
external physical force serta penambahan surfaktan sodium ligno sulfonate, polyethylene
glycol, hexylamine, dan tergitol sebagai external chemical force agar anion silikat dapat memenetrasi pori-pori karbon. Sedangkan untuk membersihkan impuritis kation sodium yang dapat mendeformasi struktur monomer silika yang telah terbentuk, maka karbon terhidrofilikasi tersebut dikontakkan dengan asam sulfat. Pada tahap ketiga, proses karakterisasi material dilakukan dengan menggunakan analisa iodine number, FTIR, SEM, dan BET untuk mengetahui karakteristik material karbon graphene yang terbentuk. Tahapan terakhir, hasil material karbon graphene yang terbaik, diuji kegunaaannya sebagai solid desicant pada dehidrasi biogas, dengan mengontakannya dengan aliran biogas di dalam kolom packed bed dan dianalisa kandungan airnya dengan GC-TDC. Ketika adsorben sudah jenuh dengan air, maka adsorben tersebut tidak akan bisa menyerap air. Agar adsorben
2
tersebut dapat dipakai kembali untuk dehidrasi gas, maka perlu dilakukan regenerasi adsorben.
Kata kunci: Karbon Graphene, CNT, hidrofilikasi, karbon mikroporous, dehidrasi biogas,
3
BAB II
PENDAHULUAN
II.1. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara tropis memiliki sumber energi baru terbarukan yang melimpah sebagai energi alternatif pengganti energi fosil. Salah satu energi baru terbarukan alternatif tersebut adalah energi biogas. Biogas dapat dikategorikan sebagai bioenergi, karena energi yang dihasilkan berasal dari biomassa. Biogas adalah produk akhir pencernaan/degradasi anaerobik oleh bakteri metanogen dari bahan baku limbah yang dihasilkan dari aktifitas kehidupan manusia dan dari usaha peternakan sapi yang terdiri dari feses, urin, dan sisa makanan ternak. Secara umum kandungan dominan biogas yaitu gas methana (CH4) sebesar 55% dan selebihnya adalah gas asam (CO2 dan H2S) dan uap air (H2O). Agar dapat dimanfaatkan dengan baik, maka biogas harus diolah terlebih dahulu untuk memenuhi spesifikasi GPSA (The Gas Processore
Supplier Association) yaitu kandungan maksimal pengotor CO2, H2S dan H2O sebesar 4%, 0,3 g/100scf, dan 7 lb/MMscf.
Biogas dengan kandungan uap air tersebut, memerlukan proses dehidrasi. Dehidrasi biogas dapat menggunakan solid desiccant yang berupa silica gel, yang pada umumnya digunakan pada dehidrasi gas alam. Adanya sifat hidrofilik dari silika menyebabkan air dapat teradsorpsi secara selektif pada permukaan silika melalui ikatan hidrogen antara molekul air dan gugus silanol (Si-OH). Sifat silika yang hidrofilik didukung dengan struktur berongga silika yang memiliki specific surface tinggi menjadikan silika gel memiliki kapasitas adsorbsi yang tinggi. Specific surface yang tinggi ini dihasilkan dengan menggunakan teknologi superkritis untuk melepaskan solvent penyangganya. Tantangan yang dihadapi saat ini adalah tingginya biaya produksi silica gel hingga mencapai sekitar SGD 59,9/250g dikarenakan penggunaan teknologi superkritis tersebut. Tingginya biaya produksi silika gel ini mendorong penulis mengembangkan material hibrida karbon mikroporous berlapis silika dengan biaya produksi yang ekonomis serta memiliki kapasitas adsorpsi yang minimal sama dengan silika gel.
Karbon Graphene dan CNT dikenal sebagai material yang berpori dan memiliki
specific surface area yang sangat tinggi (2630 m2/g). Disisi lain silika bersifat sangat hidrofiik akan tetapi memiliki luas permukaan yang kecil. Untuk memperluas
4
permukaan silika, diperlukan material penyangga dengan luas permukaan yang tinggi yang mampu menopang silika. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, peneliti menggunakan karbon Graphene dan CNT sebagai material penyangga bagi silika sehingga dapat mensubtitusi penggunaan teknologi superkritis. Untuk memperbesar luas area karbon Graphene dan CNT yang terhidrofilikasi oleh silika, maka pada penelitian ini digunakan sodium lignosulfonate, polyethylene glicol, hexylamina, dan tergitol sebagai external chemical force. Dengan penambahan external chemical force ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas adsorpsi dari material karbon mikroporous berlapis silika yang dihasilkan. Pada penelitian ini juga menganalisa pengaruh konsentrasi penambahan surfaktan pada proses hidrofilikasi. Selain penambahan
external chemical force, waktu pengadukan juga mempengaruhi material hibrida yang
dihasilkan, oleh karena itu pada penelitian ini juga menganalisa pengaruh waktu pengadukan terhadap material hibrida yang dihasilkan. Material hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk dehidrasi biogas menggantikan silica gel.
Ketika adsorben sudah jenuh dengan air, maka adsorben tersebut tidak akan bisa menyerap air. Agar adsorben tersebut dapat dipakai kembali untuk dehidrasi gas, maka perlu dilakukan regenerasi adsorben. Pada penelitian ini juga mengalisa pengaruh
regeneration gas terhadap %removal air dalam suatu proses regenerasi sampai akhirnya
adsorben dapat digunakan kembali.
II.2. Perumusan dan Pembatasan Masalah
Silica gel banyak digunakan sebagai solid desiccant pada proses dehidrasi
menggunakan teknologi superkritis sebagai proses pembentukan pori pada struktur aerogel, sehingga membutuhkan biaya yang tinggi. Oleh karena itu peneliti melakukan pengembangan material hibrida karbon mikroporous berlapis silika sebagai solid
desiccant yang ekonomis. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan surfaktan berupa
sodium lignosulfonate, polyethylene glycol, hexylamina, dan tergitol sebagai external chemical force pada proses hidrofilikasi. Penambahan surfaktan ini dilakukan untuk menurunkan tegangan permukaan sehingga silika lebih mudah masuk kedalam pori karbon dan dapat meningkatkan jumlah silika pada permukaan karbon. Hal tersebut akan meningkatkan kapasitas adsorbsi dari material hibrida karbon mikroporous berlapis silika. Peneliti ingin mengetahui pengaruh konsentrasi dan jenis surfaktan yang ditambahkan dalam proses hidrofilikasi terhadap karakter material hibrida karbon
5
mikroporous berlapis silika yang dihasilkan. Selain itu, peneliti juga ingin mengetahui pengaruh waktu pengadukan terhadap material yang dihasilkan.
Untuk mensintesis material hibrida karbon mikroporous berlapis silika, diperlukan beberapa tahapan proses, yaitu pretreatment, hidrofilikasi karbon, karakterisasi, dan uji performansi material hibrida sebagai solid desiccant pada proses dehidrasi gas alam. Dari keempat proses di atas, terdapat pembatasan masalah sebagai berikut:
1. Jenis karbon yang digunakan dalam penelitian ini adalah karbon Graphene dan CNT microporous.
2. Untuk tahapan pretreatment digunakan gas oksidan (udara) terkompresi dengan kondisi terkontrol (flowrate 2000 ccm, suhu 3000C, selama 1 jam).
3. Untuk tahapan hidrofilikasi digunakan larutan sodium silicat (0,1% wt). 4. Untuk proses uji performansi material hibrida menggunakan biogas.
II.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan material hibrida yaitu karbon mikroporous berlapis silica sebagai solid desiccant yang memiliki luas permukaan yang tinggi (minimal 2000 m2/g) dan bersifat hidrofilik (memiliki gugus Si-OH dan Si-O-Si) dengan mempelajari pengaruh variabel proses terhadap struktur morfologi dan performansi dari material ini di antaranya:
1. Mengetahui pengaruh jenis surfaktan yaitu Sodium Lignosulfonate, alkyl benzyl
dimethyl amounium chloride, dan polyethylene glycol sebagai external chemical force terhadap karakteristik material karbon mikroporous berlapis silica yang
dihasilkan dan kapasitas adsorpsinya.
2. Mengetahui pengaruh konsentrasi penambahan surfaktan yaitu 0,1%, 0,5%, 1% sebagai external chemical force terhadap karakteristik material karbon aktif, Graphene, dan CNT berlapis silika yang dihasilkan dan kapasitas adsorpsi.
3. Mengetahui pengaruh waktu pengadukan terhadap karakteristik material karbon aktif, Graphene, dan CNT berlapis silika yang dihasilkan dan kapasitas adorpsinya.
II.4. Urgensi (Keutamaan) Penelitian
Dengan mengembangkan material karbon Graphene dan CNT yang memiliki karakteristik luas permukaan yang tinggi (min 2000 m2/g) dan bersifat hidrofilik (gugus
6
Si-OH dan Si-O-Si) melalui proses hidrofilikasi yang ekonomis, maka material hibrida dari riset ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
1. Memberikan kontribusi pada industri yang membutuhkan proses dehidrasi mengenai karbon silika sebagai alternatif solid desiccant serta regenerasi karbon silika
2. Memberikan pengetahuan baru karbon silika sebagai alternatif solid desiccant yang ekonomis dan efektif
II.5. Target dan Kontribusi Penelitian Terhadap Ilmu Pengetahuan
Dampak dari riset ini secara nasional akan memberikan penghematan yang sangat signifikan pada salah satu proses pengolahan gas energi/petrokimia, seperti gas alam, hidrogen, off-gas, biogas, yaitu pada proses dehidrasinya, mengingat salah satu gas energi biogas merupakan salah satu jenis sumber energi terbarukan yang melimpah. Teknologi material komposit/hibrida karbon graphene terhidrofilikasi silika mampu berperan sebagai solid dessicant alternatif untuk menggantikan solid dessicant komersial yang memerlukan teknologinya mahal, yaitu molecular sieve 3Å atau 4Å, maupun activated alumina dan silica aeorgel.
Penelitian ini telah sesuai dengan road map penelitian Laboratorium
Perpindahan Panas dan Massa, Teknik Kimia, yang terkait dengan topik “Teknologi
Pemisahan Lanjut: Penelitian dasar dan terapan tentang Penelitian dasar tentang pengembangan teknologi pemisahan berbasis carbon silica utk dehudrasi bahan bakar gas dan bahan bakar cair (bio ethanol)”, demikian juga telah sesuai dengan road map penelitian Pusat Penelitian Sains Fundamental, utamanya pada topik unggulannya “Teknologi Pengolahan Mineral Strategis berbahan baku lokal dan Eksplorasi potensi material baru: Pengembangan material fungsional berbahan baku lokal”.
Penelitian ini dikerjakan oleh diketuai oleh peneliti dengan H-index 7, dan anggota peneliti seorang Professor dengan H-index 8, mahasiswa prodi magister, dan mahasiswa prodi sarjana, oleh karenanya penelitian ini disubmit di skema Penelitian
7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1. Dehidrasi Biogas
Dehidrasi biogas merupakan salah satu proses yang penting dalam industri gas alam. Kandungan air (sebagai impurities) yang tinggi dalam biogas dapat menimbulkan berbagai masalah, antara lain:
1. Korosi pada sistem perpipaan
Korosi adalah kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi redoks antara suatu logam dengan berbagai zat di lingkungannya yang menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak dikehendaki. Kehadiran air pada gas alam dapat memicu terjadinya korosi. Apabila kandungan air tidak dihilangkan akan menganggu proses berikutnya. Perlu
treatment lebih agar kandungan air tidak membawa masalah korosi, antara lain :
a. Jika terjadi pada jalur perpipaan maka diatasi dengan mempertebal material pipa atau design pipa yang lebih tebal
b. Jika terjadi pada saat produksi dapat diatasi dengan injeksi inhibitor.
Sebenarnya proses-prosess ini tidak menghilangkan masalah, hanya mencegah air yang terkandung menimbulkan korosi. Proses ini hanya diberlakukan hingga proses dehidrasi dimungkinkan untuk dilakukan.
2. Pembentukan air dalam fase liquid
Tidak hanya pada fase uap air menjadi masalah ketika berada di dalam gas alam. Air yang memiliki titik cair yang relatif lebih tinggi dibanding komponen lain mengakibatkan air akan mencair telebih dulu jika diberi perlakukan kenaikan suhu atau tekanan. Pada jalur perpipaan mungkin tidak menimbulkan masalah yang serius namun akan lain halnya ketika gas alam mengalami kompresi di dalam kompresor dan pompa selain itu air pada fase liquid dapat berpotensi menyumbat dan mempercepat korosi.
3. Penyumbatan pipa berupa es dan hidrat
Jika penurunan suhu terlalu tinggi maka yang pertama kali membeku adalah air dibanding komponen lain. Misal pada proses NGL recovery pembentukan es padat dapat menyebabkan penyumbatan pada proses dan transportasi. Yang paling sering adalah blokade oleh pada valve. Terlebih lagi jika pendinginan terbentuk hidrat. Gas hidrat adalah kristal gas alam dan air yang dapat muncul di atas suhu mana es terbentuk.
8
Gas hidrat memiliki struktur sangkar yang mengandung molekul gasseperti metana, kurungan dibentuk oleh air melalui ikatan hidrogen, seperti yang digambarkan pada
Gambar II.1. Karena kristal gas hidrat mirip dengan kristal es, masalah dengan hidrat
gas mirip dengan dengan es, meskipun hidrat gas lebih merepotkan karena semakin tinggi suhu pembentukan.
Gambar III.1 Gas Hidrat
Hidrat dapat terbentuk dalam jumlah besar di dalam jaringan pipa hanya dalam beberapa menit tanpa ada peringatan sehingga berpotensi menimbulkan penyumbatan secara mendadak tanpa ada peringatan.
III.2. Biogas
Biogas adalah salah satu energi alternatif pengganti bahan bakar fosil yang ramah lingkungan. Selain menjadi pengganti bahan bakar fosil, biogas juga dapat mengurangi limbah dan dapat meningkatkan produktivitas pertanian.
Biogas adalah gas campuran yang mudah terbakar yang terbentuk dari proses
digestik anaerob. Proses digestik anaerob adalah proses dimana terjadi dekomposisi
bahan organik yang terjadi dalam kondisi anaerob atau tanpa oksigen dan kondisi lembab. Biomassa yang dapat dijadikan bahan baku biogas antara lain sampah dapur, kotoran sapi, sampah pertanian, limbah industri dan sampah kota. Produk utama dari proses digestik anaerob adalah biogas dan slurry. (Bharathiraja et al, 2016)
Raw biogas memiliki kandungan utama metana (40-75%) dan karbon dioksida
(15-60%). Selain itu, biogas juga memiliki komponen-komponen yang trace seperti air (5-10%), hidrogen sulfida (0,005-2 %), siloksan (0-0,02%), hidrokarbon halogen (<0,6%), amonia (<1%), oksigen (0-1%), karbon monoksida (<0,6%), dan nitrogen (0-2%). (Ryckebosch et al, 2011)
Biogas dapat diaplikasikan sebagai bahan bakar dan listrik. Untuk bisa diaplikasikan sebagai bahan bakar dan listrik, biogas harus memiliki spesifikasi
pipeline gas sebagai berikut :
9 Komposisi Kandungan H2S 5 mg/m3 CO2 <4 %vol H2O 65 mg/m3 (Sun et al, 2015)
III.3. Metode Dehidrasi
Metode dehidrasi gas alam ada beberapa macam seperti metode kondensasi, metode adsorbsi dan absorbsi.
1. Metode Kondensasi
Metode kondensasi adalah metode yang paling sederhana dalam dehidrasi.
Metode ini hanya dapat mencapai dew point 0,5 oC. Untuk mencapai dew point yang
lebih rendah, gas di kompresi terlebih dahulu sebelum didinginkan dan kemudian di ekspansi kembali. Metode kondensasi ini bisa mencegah air berkontak dengan kompresor, pipa, dan alat proses lainnya sehingga korosi dapat dicegah.
Metode ini diperlukan beberapa alat antara lain :
a. Demister dimana partikel liquid akan dipisahkan dengan mesh yang berukuran mikropori (0,5 -2 nm). Dew point (pada tekanan atomesfer) yang dapat dicapai adalah 2-20 oC
b. Cyclone Separator dimana air akan dipisahkan menggunakan gaya sentrifugal c. Moisture Trap dimana terjadi ekspansi yang menyebabkan suhu gas menjadi
rendah. Dikarenakan suhu gas yang rendah, maka air dapat terkondensasi d. Water Tap dimana air yang terkondensasi dapat dihilangkan
2. Metode Absorbsi
Dalam metode absorbsi, kandungan air dalam gas dapat diturunkan hingga dew
point (tekanan atmosfer) -5 hingga -15oC. Solvent yang digunakan dalam absorbsi air ini biasanya menggunakan larutan glikol, terutama menggunakan triethylene glicol (TEG).
(Ryckebosch et al, 2011) Larutan TEG akan mengabsorb air dari biogas. Kemudian larutan TEG yang sudah digunakan kemudian diregenerasi dengan cara dipanaskan terlebih dahulu hingga suhu sekitar 180oC (360oF). Kemudian setelah dipanaskan, kemudian dipisahkan antara uap air dan larutan TEG pada kolom distilasi. Kemudian setelah didistilasi, larutan TEG dikembalikan ke kolom absorbsi.
10
(Kidnay, 2006)
Gambar III.2 Tipikal PFD Dari Proses Dehidrasi Dengan Absorbsi Cairan Glikol
3. Metode Adsorbsi
Metode adsorpsi merupakan metode yang paling efektif dalam dehidrasi karena air lebih kuat diadsorb dibandingkan dengan alkana, karbon dioksida atau hidrogen sulfida. (Kidnay, 2006). Selain itu, metode adsorbsi juga lebih ekonomis jika dibutuhkan gas output yang mengandung dew point yang rendah
(Gholami et al, 2010). Metode adsorbsi dilakukan dengan sistem minimal dua kolom yang berisi adsorben. Kolom pertama digunakan untuk adsorbsi dan kolom kedua digunakan untuk regenerasi. Metode adsorbsi dapat menurunkan kandungan air dalam biogas hingga dew
point (tekanan atmosfer) -10oC hingga -20oC.
Adsorben yang biasa digunakan untuk dehidrasi ini adalah : a. Silica gel, yang terbuat dari SiO2 murni
b. Activated alumina, yang terbuat dari Al2O3
11
Gambar III.3 Tipikal PFD Dari Proses Dehidrasi Dengan Adsorbsi Menggunakan Solid
desiccant
Dari ketiga metode diatas, masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Berikut adalah perbandingan dari ketiga metode adsorbsi.
Tabel III.2 Perbandingan Metode Dehidrasi Biogas
Metode Kelebihan Kekurangan
Kondensasi
Metode Sederhana Dust dan oil dapat
dihilangkan
Biasa digunakan sebagai pretreatment sebelum proses selanjutnya
Pada tekanan atmosferik : dew point hanya dapat dicapai minimal 1oC
Dapat terjadi pembekuan jika tekanan terlalu tinggi
Adsorbsi
Dew point dapat mencapai -10 hingga -20oC
Biaya operasional rendah Dapat diregenerasi
Tekanan operasi antara 6-10 bar
Dust dan oil harus dihilangkan terlebih dahulu
12
Metode Kelebihan Kekurangan
Absorbsi
Dew point dapat mencapai -5 hingga -15oC
Dust dan Oil dapat dihilangkan lebih banyak Tidak beracun dan berbahaya
Beroperasi pada
tekanan tinggi dan suhu
200oC untuk regenerasi Membutuhkan flowrate
gas (>500 m3/jam) agar
ekonomis
(Ryckebosch et al, 2011) Dari perbandingan ketiga metode di atas, maka metode adsorbsi yang paling efektif dan ekonomis untuk dehidrasi biogas ini. Seperti yang sudah dijelaskan pada uraian sebelumnya, metode adsorbsi ini menggunakan solid desiccant sebagai adsorbennya. Solid desiccant yang sering di pakai dalam industri adalah silica gel,
activated alumina dan molecular sieve. Masing-masing adsorben ini memiliki
karakteristik yang sesuai dengan tujuan dehidrasi. Berikut adalah perbandingan masing-masing solid desiccant.
Tabel III.3 Perbandingan Karakteristik Solid Desiccant
Silica Gel Activated
Alumina Molecular Sieve
Shape Spherical Spherical Pellets
Bulk Density, lb/ft3 49 48 40-45
Packed bed % voids 35 35 35
Spesific Heat, Btu/lb oF 0,25 0,24 0,24
Surface Area, m2/g 650-750 325-360 600-800
Pore Volume cm3/g 0,36 0,5 0,28
Average Pore Diameter 22 NA 3,4,5,10
Spesific Gravity 2,1-2,2 3,3 - Average Minimum Moisture Content of Effluent Gas , ppmv 5-10 10-20 0,1 Regeneration Temperature, oF 375 320-430 400-600
Minimum dew point temperature of effluent, gas, oF
-80 -100 -150
13
Untuk mencapai spesifikasi pipeline biogas dimana kandungan air maksimal 65 mg/m3, maka solid desiccant yang tepat digunakan adalah silica gel. Selain karena pengurangan kadar air yang mencapai 4,5-7%, silica gel juga dapat dipakai jika kandungan air dalam raw biogas tinggi (>1% mol) dan kandungan air pada gas outlet yang diinginkan tidak terlalu rendah.
(Kidnay, 2006)
III.4. Silika Gel
Silica gel adalah sebagian bentuk dehidrasi dari asam silikat koloid polimer. Bahan ini dapat dinyatakan sebagai SiO2.nH2O. Kadar air, yang hadir terutama dalam bentuk gugus hidroksil yang terikat secara kimiawi, jumlahnya biasanya sekitar 5% berat. bahan ini muncul pertama kali telah dikembangkan selama perang dunia pertama untuk digunakan dalam masker gas meskipun terbukti lebih rendah daripada karbon aktif. Berbagai metode untuk pembuatan gel silika telah dijelaskan termasuk hidrolisis logam alkali silikat yang dapat larut dengan asam dan penghilangan langsung larutan natrium silikat dengan pertukaran ion. Silica gel ini mempunyai ukuran pori dengan rata-rata diameter 20-200 A.
(Ruthven, 1984) Sifat hidrofilik silika berkaitan dengan adanya gugus silanol (Si-OH) pada permukaannya. Hal ini diketahui bahwa air dapat teradsorpsi pada silika melalui ikatan hidrogen antar molekul air dan silanol (hidroskil) gugus silika.
(Mota et al, 2017)
Gambar III.4 Struktur Silica gel Hidrofilik
Permukaan silika membawa rata-rata 4-6 silanol terhidrolisis (Si-OH) per nm2, sehingga permukaan terlihat sangat hidrofilik. Gugus ini berperan dalam ikatan hidrogen dengan H2O, mempromosikan adsorpsi air pada permukaan silika. Silica gel memiliki sifat thermal, akustik, optik, serap dan katalitik yang istimewa. Namun, ada beberapa titik lemah yang telah dikenal yaitu rapuh, runtuhnya struktur gel karena
14
adsorpsi uap air dari lingkungan lembab dan kerusakan material dengan berjalannya waktu. (Hegde, 2007)
Secara umum silica gel telah mampu menyerap air tanpa bantuan media lain. Untuk memaksimalkan penyerapan air, maka struktur yang dikehendaki pada silica gel adalah berbentuk aerogel. Silica aerogel adalah material yang sangat porous (>95%) yang secara normal dipretreatment dengan pengeringan silica aerogel secara superkritis. Silica gel memiliki porositas dengan kisaran 80–98% dan memiliki densitas yang rendah sekitar 5 kg/m3 (Rao, 1999). Selain itu, silica aerogel memiliki surface area yang sangat besar (~106 m2/kg) dan juga memiliki konduktivitas termal yang rendah (~0,05 W/mK) (Rao, 2007). Selain aerogel struktur lain yang mungkin muncul dalam sintesa adalah xerogel. Struktur xerogel berupa susunan monomer silanol yang rapat. Sehingga penyerapan air hanya terjadi pada permukaan, dan gugus (-OH) yang tidak terdapat di permukaan tidak bisa mengadsorbsi air.
Gambar III.5 Skema Struktur 3D aerogel
Aerogel dan xerogel disintesa dari wet gel yang sama, perbedaan struktur ini
didapat dari proses pengeringan solvent yang berbeda. Untuk aerogel, pengeringan dilakukan dalam kondisi superkritis sedangkan xerogel pengeringan dilakukan dalam kondisi tekanan normal. Pengeringan secara superkritis diperlukan karena pengeringan pada kondisi tekanan normal akan membuat struktur tiga dimensi yang terbentuk selama
aging akan menyusut dan runtuh. Deformasi ini bersal dari tekanan kapiler yang naik
akibat berkurangnya meniskus liquid. Saat tekanan naik di pori lattice, struktur lattice akan runtuh akibat desakan tekanan ini. Namun hal ini tidak terjadi pada pengeringan dengan metode supercritical fluid. Dengan pengeringan superkritis solvent akan kehilangan tegangan permukaannya. Dengan perubahan kecil dalam tekanan, cairan superkritis mengalami perubahan besar dari segi densitas. Karena antarmuka-gas cair dihilangkan, dan tidak ada tegangan permukaan, gel dapat dikeringkan tanpa deformasi. Maka dari sini penulis mencoba memadukan antara silica gel dengan karbon. Dimana karbon sebagai penyangga struktur silica gel, dan silica gel sebagai adsorban air karena
15
memiliki sifat menyerap air yang tinggi tanpa melalui proses supercritical fluid yang kurang ekonomis.
Gambar III.6 Sekma pengeringan wet gel
Proses penyerapan silica ke dalam karbon Graphene dan CNT tidak banyak berbeda dengan proses pembuatan silica gel. Hanya saja, pada proses hidrofilikasi ini,
silica gel yang telah terbentuk hingga tahap wet gel, ditambahkan karbon Graphene dan
CNT . Diharapkan silica gel menempel pada pori karbon pada saat pengeringan. Sehingga pengeringan tidak perlu pakai supercritical fluid namun memiliki struktur seperti aerogel.
Gambar III.7 Skema sintersa aerogel
Proses pembentukan silica gel ada tiga tahap yaitu tahap hidrolisis dan dehidrasi,
aging dan pengeringan.
a. Proses hidrolisis dan dehidrasi
Prekursor dari proses sol gel adalah logam atau metaloid yang dikelilingi oleh ligan. Alkosida logam yang merupakan senyawa metal-organik adalah perkursor yang paling banyak digunakan karena reaktivitasnya yang tinggi terhadap air. Silikon alkosida dan sodium silicat adalah prekursor utama yang digunakan dalam proses sol gel. Perlu dicatat bahwa silikon alkosida memang menghasilkan kemurnian yang tinggi dan menghasilkan pori yang homogen namun dari segi harga jauh lebih mahal dibanding sodium silicat. Gel dari prekursor alkosida menghasilkan pori kurang dari 200 Å. Tiga reaksi umum berikut: hidrolisis, kondensasi air dan kondensasi alkohol, seperti yang disajikan dalam Persamaan (2- 1), (2-2), dan (2-3).
16
(2-1 - 2.3)
Hidrolisis lebih lanjut dan kondensasi terjadi dengan menggunakan produk dari reaksi (2-1), (2-2) dan (2-3) sebagai reaktan, reaksi serupa seperti yang disajikan di atas, kemudian mengarah ke oligomer dan struktur polimer.
Gambar III.8 Fraksi berat dari spesies molekul silica selama hidrolisi dan kondensasi
Dalam kasus hidrolisis basa-katalis dan kondensasi (pH = 6), hidrolisis lambat alkoksida dengan perlahan membentuk monomer dan trimer. Selanjutnya, fraksi dimer menurun, yang disertai dengan peningkatan jumlah fraksi monomer. Sehingga spesies dibentuk dalam hidrolisa secara bertahap terurai, sebagai akibat dari reaksi balik. Kehadiran oligomer dalam silica katalis asam menghasilkan struktur silica lemah bercabang dan mikro. Kurangnya oligomer di katalis basa silica dan kehadiran jumlah tinggi dimmer dan spesies polimer menyebabkan pembentukan struktur gel silica bercabang dan seragam yang menyajikan ukuran pori-pori yang tinggi.
b. Proses aging
Setelah polimer terbentuk, proses berikutnya adalah aging. Selama aging, kekuatan dan kekakuan wet gel ditingkatkan, sehingga penyusutan linear selama pengeringan dijaga sampai kondisi minimum. Selain itu, selama proses aging yang panjang, partikel dan ukuran pori biasanya meningkat dan homogen.
17
Aging wet gel dalam air menyebabkan keruntuhan dan pelarutan kembali silica, hidrolisis lebih lanjut dan kondensasi spesies yang tidak terhidrolisis (≡Si-O-C2H5), dan esterifikasi silanol, yang akan meningkatkan kekuatan tulang punggung gel silica. Perlu dicatat bahwa konsentrasi air yang tinggi dalam larutan aging menyebabkan penyusutan lebih cepat dan kaku dari gel. Gel dapat lebih matang di aging dalam larutan amonia, juga dapat meningkatkan volume pori secara signifikan.
Waktu aging dan suhu aging memiliki mempengaruhi pada sifat akhir material. Memperpanjang waktu aging dapat meningkatkan kekuatan kerangka silica gel dan juga meningkatkan suhu aging dapat mempersingkat masa aging. Waktu aging yang pendek menyebabkan terbentuknya retakan gel. Waktu aging lama membuat seluruh proses sintesis silica kurang layak secara ekonomis.
c. Proses pengeringan
Pengeringan berpengaruh pada struktur akhir gel silica yang diperoleh. Jika pelarut dihilangkan pada kondisi superkritis sebuah aerogel yang terbentuk. Sedangkan jika pelarut dihilangkan dengan kondisi termal konvensional xerogel yang dihasilkan. Pengeringan adalah langkah penting terakhir dari gel silica. Hal ini dapat dibagi dalam tiga tahap. Yang pertama terjadi ketika gel masih tenggelam dalam cairan, penguapan pelarut mendekati konstan. Yang kedua dimulai ketika gel menjadi terpapar atmosfer dan pengeringan terjadi saat pelarut mencapai ke permukaan, menyebabkan kehilangan massa. Terakhir, yang penguapan pelarut dari gel, diikuti oleh difusi ke permukaan.
Ketika silica gel sudah jenuh sehingga tidak dapat menyerap air, silica gel didehidrasi atau diregenerasi menggunakan udara yang bersuhu tinggi (di atas 100oC). (Yao et al, 2011)
III.5. Karbon Graphene
Karbon graphene pertama kali dikenal pada tahun 1986 sebagai nama lain dari senyawa yang memiliki dua lapisan atom karbon, yang terjadi saat penamahan komponen graphite. Pada tahap pertama dalam strukturnya, lapisan karbon dua dimensi memiliki lapisan yang berdekatan namun terisolasi dari lapisan karbon lainnya, seperti yang ditunjukkan pada Gambar II.9.
18
Gambar
III.9 Lapisan –
lapisan dalam karbon-graphene
Namun setelah tahap 2, lebih dari dua lapisan karbon disusun secara parallel dan teratur seperti halnya pada graphite. Susunan – susunan atom karbon yang berlapis – lapis pada struktur di tahap 1 dapat disebut sebagai graphene, yang Namanya berasal dari senyawa aromatic hidrokarbon yang polisiklik, seperti naphthalene, antharecene, dan lain – lain.
III.6. Carbon Nanotube
Berdasarkan waktu perkembangannya, material karbon dapat diklasifikasikan kedalam 3 kategori : classic carbons, new carbons, dan nanocarbons. Carbon
nanotubes (CNTs) adalah jens karbon yang disentesiskan saat tahap pertama
pertumbuhan karbon fiber, dan ditemukan dalam deposit karbon dalam anoda graphite.
19
III.7. Surfaktan
Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan. Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian non polar yang suka akan minyak/lemak (lipofilik). Bagian polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-air, minyak-air dan zat padat-air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada fase air dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam dalam fase minyak. Umumnya bagian non polar (lipofilik) adalah merupakan rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil. Klasifikasi surfaktan berdasarkan muatannya dibagi menjadi empat golongan:
a. Surfaktan anionik, yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu anion. Surfaktan ini membentuk kelompok surfaktan yang paling besar dari jumlahnya. Sifat hidroliknya berasal dari bagian kepala ionik yang biasanya merupakan gugus sulfat atau sulfonat. Pada kasus ini, gugus hidrofob diikat ke bagian hidrofil dengan ikatan C-O-S yang labil, yang mudah dihidrolisis. Beberapa contoh dari surfaktan anionik adalah linier alkilbenzen sulfonat (LAS), alkohol sulfat (AS), alpha olefin sulfonat (AOS) dan parafin atau secondary alkane sulfonat (SAS). b. Surfaktan kationik, yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu kation.
Contohnya garam alkil trimethil ammonium, garam dialkil-dimethil ammonium dan garam alkil dimethil benzil ammonium.
c. Surfaktan nonionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan. Surfaktan sejenis ini tidak berdisosiasi dalam air, tetapi bergantung pada struktur (bukan keadaan ion-nya) untuk mengubah hidrofilitas yang membuat zat tersebut larut dalam air. Surfaktan nonionik biasanya digunakan bersama-sama dengan surfaktan aniomik. Jenis ini hampir semuanya merupakan senyawa turunanpoliglikol, alkiloamida atau ester-ester dari polihidroksi alkohol. Contohnya ester gliserin asam lemak, ester sorbitan asam lemak, ester sukrosa asam lemak, polietilena alkil amina, glukamina, alkil poliglukosida, mono alkanol amina, dialkanol amina dan alkil amina oksida.
20
d. Surfaktan amfoter, yaitu surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muatan positif dan negatif. Contohnya surfaktan yang mengandung asam amino, betain, fosfobetain.
III.8. Impregnasi Silika pada Permukaan Karbon
Untuk membuat karbon mikroporous berlapis silika dengan menggunakan prekusor sodium silicate, dibagi menjadi 3 tahap, yaitu impregnasi karbon Graphene dan CNT dengan sodium silikat dan dikeringkan, lalu penambahan asam sulfat, dan pemurnian. Skema proses hidrofilikasi karbon Graphene dan CNT dapat dilihat pada Gambar II.6.
Pada tahap awal, karbon Graphene dan CNT dievakuasi selama 2 jam sebelum dilakukan impregnasi silika ke dalam pori-pori karbon. Proses impregnasi dilakukan selama 45 jam dan dilanjutkan dengan penyaringan dan pengeringan selama 24 jam. Tahap kedua meliputi penambahan larutan H2SO4 untuk mengambil impurities natrium (Na) yang dapat mendeformasi kembali struktur silika pada karbon, dilanjutkan dengan pencucian menggunakan aquades. Treatment dengan asam sulfat memerlukan waktu 24 jam untuk menunggu konsentrasi merata. Proses pembentukan monomer silika dari prekusor natrium silikat dan asam sulfat mengikuti reaksi:
Na2O-3.3SiO2 + H2SO4 + 5,6 H2O → 3.3Si(OH)4 + Na2SO4……… (II.1) Pada proses ini digunakan suhu yang tidak tinggi karena kenaikan suhu akan mengurangi waktu aging yang menyebabkan pembentukan silika tidak optimum. Selain itu, suhu operasi yang terlalu tinggi dapat memicu runtuhnya stuktur silika. Setelah proses pemanasan dan aging, terjadi reaksi kondesasi dehidrat yang menghasilkan lapisan silika pada permukaan pori-pori karbon:
2Si(OH)4 → (OH)3Si-O-Si(OH)3 + H2O………..(II.2)
Tahap terakhir pada proses hidrofilikasi yaitu pengeringan, meliputi penyaringan dan evakuasi (pemanasan) material karbon mikroporous berlapis silika pada suhu 383 K selama 24 jam. Sebelum pelapisan, tidak terbentuk gugus hidrofilik (Si-OH) pada permukaan karbon. Setelah pelapisan, terdapat gugus hidrofilik yang
21
Gambar III.11 Proses Hidrofilikasi Karbon Aktif menggunakan Silika
(Yamamoto, 2003)
III.9. Gelombang Serapan Fourier Transform Infra Red (FTIR)
Silika yang terikat pada dua ikatan ditengah memiliki panjang gelombang pada range 450-480 serta 1090-1120 cm-1. Panjang gelombang 1000-1100 cm-1 berhubungan dengan getaran gugus Si-O-Si yang tidak simetris yang menjembatani
oksigen bergerak berlawanan dengan Si dan sejajar dengan garis Si-Si. Panjang gelombang 700-800 cm-1 diidentifikasi sebagai ikatan dimana atom oksigen bergetar pada bidang segitiga yang terbentuk dengan atom Si. Geraknya menjadi tegak lurus ke garis Si-Si. Panjang gelombang 400-450 cm-1 berhubungan dengan ikatan oksigen yang tegak lurus tergadap Si-O-Si. Peregangan Si-O-Si yang tidak simetris dapat dilihat pada panjang gelombang 1096 cm-1 (Guiton,1990).
22
Gambar III.12 Sketsa Permukaan Gugus Hidroksil pada Permukaan Silika Gel
Peregangan OH pada gugus silanol dapat dilihat pada panjang gelombang 3550-3700 cm-1. Peregangan OH pada atom hidrogen yang terikat pada gugus silanol dapat dilihat pada panjang gelombang 3400-3500 cm-1.
Pita frekuensi 1101,3 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur asimetri Si-O dari Si-O-Si dengan adanya bahu pada 1200 cm-1 yang menyatakan karakter vibrasi SiO4 dan menunjukkan berlangsungnya polimerisasi. Pita serapan Si-O juga muncul pada daerah frekuensi 800,4 cm-1 yang menunjukkan adanya vibrasi ulur asimetri Si-O pada ikatan Si-O-Si. Pita serapan 970,1 cm-1 merupakan vibrasi ulur Si-O pada Si-OH. Pita lebar pada frekuensi 3448,5 merupakan vibrasi gugus OH (hidroksil) yang dapat berasal dari Si-OH atau air yang terhidrasi
(Nuryono,2008).
III.10. Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM)
Pengujian Scanning Electron Microscopy (SEM) digunakan untuk mengetahui morfologi permukaan bahan. Karakterisasi bahan menggunakan SEM dimanfaatkan untuk melihat struktur topografi permukaan, ukuran butiran, cacat struktural, dan komposisi pencemaran suatu bahan. Hasil yang diperoleh dari karakterisasi ini dapat dilihat secara langsung pada hasil SEM berupa Scanning Electron Micrograph yang menyajikan bentuk tiga dimensi berupa gambar atau foto. Hasil SEM yang berupa gambar morfologi menyajikan bentuk permukaan bahan dengan berbagai lekukan dan tonjolan.
23
III.11. Analisa Brunauer-Emmett-Teller (BET)
BET digunakan untuk karakterisasi permukaan suatu material yang meliputi surface area, diameter pori, dan volume pori. Teori BET menjelaskan bahwa adsorbsi terjadi di atas lapisan adsorbat monolayer. Sehingga, isotherm adsorbs BET dapat diaplikasikan untuk adsorbs multilayer.
III.12. Penelitian Terdahulu
Berikut ini adalah daftar penelitian-penelitian yang terkait dengan penelitian ini yang pernah dilakukan sebelumnya.
Tabel III.4 Daftar Penelitian Terkait Yang Pernah Dilakukan Sebelumnya
Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
Eri Yamamoto, Jun Kobayashi, Keiko Kanamaru, Toshinaki Miura, Fujio Watanabe (2003)
Hydrophilication of Activated Carbon by Impregnating Silica Into Pores.
Meneliti hidrofilikasi karbon aktif dengan impregnasi silika ke dalam pori untuk jenis karbon aktif Coconut-Shell-Based Powder dan Phenol- Resin-Based, dan membandingkan kemampuannya mengadsorb uap air
Amanda M.B. Furtado, Yu Wang, M. Douglas LeVan (2013)
Carbon silica composites for sulfur dioxide and ammonia adsorption
Meneliti pembuatan komposit karbon silika dari MCM-41 dan dua sumber karbon, sukrosa dan alkohol furfuril, dan membandingkan kemampuan material biphasic dalam mengadsorb sulfur dioksida dan amonia
Cristiam F.Santa, Maguy Jaber, Jean L.Guth, Ligia Sierra (2013)
Synthesis of texturally biphasic mesoporous carbon-silica composites and carbons.
Penelitian mengenai sintesis material biphasic mesopourus karbon silika menggunakan PEO140PPO39PEO140
sebagai tempat pori. TEOS, fenol dan formaldehid digunakan sebagai sumber karbon dan silika
Ye Yao, Weijiang Zhang, Beixing He (2011)
Investigation on the kinetic models for the regeneration of silica gel by hot air combined with power ultrasonic
Penelitian mengenai regenerasi silica gel dengan menggunakan udara panas yang dikombinasikan dengan suara ultrasonik.
Weijiang Zhang, Ye Yao, Rongshun Wang (2010)
Influence of ultrasonic frequency on the regeneration of silica gel by applying high-intensity ultrasound
Penelitian mengenai pengaruh frekuensi terhadap regenerasi silica gel dengan menggunakan udara panas yang
24
III.13. Road Map
Salah satu permasalahan di industri pengolahan gas energi, seperti gas alam dan biogas maupun hidrogen adalah masih adanya proses penghilangan uap air (H2O), kandungan maksimal H2O sebesar 7 lb/MMscf sesuai spesifikasi pipeline gas Standard GPSA, agar dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar yang efisien, untuk pipeline gas yaitu
biogas dengan kandungan minimal CH4 75%, dengan menggunakan solid desicant
komerisal berbasiskan material silika gel maupun activated alumina maupun molecular sieve 3Å/4Å. Namun sayangnya, proses sintesis solid desicant berbasis silika gel tersebut masih bergantung pada teknologi superkritikal yang kurang ekonomis. Hal ini mendorong peneliti untuk membuat inovasi penelitian pengembangan material karbon berbasiskan graphene berlapis silika dengan biaya produksi yang ekonomis dan memiliki kapasitas adsorpsi yang minimal sama dengan silika gel maupun molecular sieve 3Å/4Å.
25
BAB IV
METODE
IV.1 Garis Besar PenelitianGaris besar pelaksanaan penelitian ini akan dilakukan secara eksperimen. Penelitian akan dilakukan di Laboratorium Perpindahan Panas dan Massa, Teknik Kimia, ITS. Penelitian mengenai regenerasi material hibrida karbon silika ini bertujuan antara lain untuk mempelajari pengaruh suhu, tekanan, flowrate udara dalam melakukan regenerasi material hibrida karbon silika, dan mengetahui stabilitas kapasitas adsorbsi material hibrida karbon silika setelah tahap regenerasi. Penelitian ini akan terbagi menjadi empat tahapan proses, yaitu tahap sintesa karbon Graphene dan CNT dengan struktur mikroporous, tahap hidrofilikasi karbon Graphene dan CNT menjadi material hibrida karbon silika, tahap uji dehidrasi pada gas alam/biogas dan regenerasi material hibrida dengan berbagai kondisi operasi menggunakan udara. Sebelum sintesa karbon Graphene dan CNT dengan struktur mikroporous dilakukan Uji
Scanning Electron Microscopy (SEM) terlebih dahulu untuk mengetahui struktur fisik
karbon silika sebelum dan sintesa karbon Graphene dan CNT dengan struktur mikroporous. Pada tahap sintesa karbon Graphene dan CNT dengan struktur mikroporous dilakukan dengan mengalirkan gas oksidan (udara) terkompresi yang bertujuan untuk mengaktivasi karbon Graphene dan CNT secara fisik sehingga pori-pori dari karbon Graphene dan CNT terbuka dan memiliki luas permukaan yang lebih luas agar memudahkan proses selanjutnya, yaitu penetrasi material silika ke dalamnya. Setelah proses pretreatment dilakukan Uji Scanning Electron Microscopy (SEM) untuk dibandingkan dengan kondisi sebelum dilakukannya sintesa karbon Graphene dan CNT dengan struktur mikroporous.
Tahapan berikutnya adalah hidrofilikasi yang bertujuan untuk membuat lapisan silika pada permukaan karbon, sehingga selain memiliki permukaan yang luas, material ini juga memiliki sifat sangat hidrofilik dengan selektivitas yang tinggi terhadap air. Proses hidrolifikasi dilakukan dengan pengontakan karbon mikroporous dengan larutan sodium silikat. Proses hidrofilikasi ini akan memakai larutan surfaktan polyethylene
glicol (PEG) sebagai external chemical force agar anion silikat dapat memenetrasi
pori-pori karbon. Sedangkan untuk membersihkan impuritis kation sodium yang dapat mendeformasi struktur monomer silika yang telah terbentuk, maka karbon terhidrofilikasi tersebut dikontakkan dengan asam sulfat (H2SO4). Setelah material
26
hibrida dibuat, dilakukan beberapa analisa seperti Uji Scanning Electron Microscopy (SEM) yang bertujuan untuk mengetahui struktur fisik karbon silika sebelum dan sesudah pretreatment serta setelah proses regenerasi, Uji Fourier Transform Infrared
Spectorscopy (FTIR) untuk mengetahui gugus yang terdapat pada karbon silika setelah
tahap hidrofilikasi dan Uji Brunauer–Emmett–Teller (BET) untuk mengetahui luas permukaan dan volume pori karbon Graphene dan CNT sebelum dan sesudah pretreatment serta setelah proses regenerasi.
Tahapan berikutnya adalah uji dehidrasi yang bertujuan untuk mengetahui kapasitas adsorpsi material apabila diaplikasikan pada proses dehidrasi gas alam/biogas. Uji dehidrasi dilakukan dengan eksperimen adsoprsi air pada gas alam/biogas secara isotermal dengan menggunakan material hibrida karbon silika sebagai solid
desiccant/adsorbannya.
Tahapan terakhir adalah uji regenerasi material karbon silika di mana pada tahap ini, material karbon silika yang sudah jenuh dan tidak bisa menyerap air kembali akan diregenerasi kembali menggunakan udara pada berbagai kondisi operasi suhu, tekanan dan flowrate, serta mempelajari stabilitas adsorbsi material hibrida karbon silika setelah tahap regenerasi. Berikut blok diagram proses yang dilakukan:
Gambar IV.1 Blok Diagram Proses
Hidrofilikasi Karbon Graphene dan CNT Menjadi Material Hibrida Karbon Silika
Uji Dehidrasi Material Hibrida Pada Gas Alam/Biogas
Uji Regenerasi Material Hibrida Dengan Berbagai Kondisi Operasi Udara Sintesa Karbon Graphene dan CNT Dengan
27
IV.2 Alat dan Bahan Penelitian IV.2.1 Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan antara lain:
1. Rangkaian Adsorpsi dan
Regenerasi a. Rotameter
b. Packed column yang berisi material karbon silika c. Valve d. Thermostat e. Manometer f. Check Valve g. Blower h. Heater i. Humidity meter 2. Rangkaian Pretreatment a. Rotameter b. Thermocouple
c. Reaktor disertai heater d. Isolator e. Thermostat 3. Neraca Analitis 4. Orbital Shaker 5. Oven 6. Labu Erlenmeyer 7. Labu Takar 8. Kertas Saring 9. Corong Glass 10. Pipet Ukur 11. Pengaduk Kaca 12. Gelas Ukur 13. Karet Penghisap 14. Hot Plate dan Stirrer
15. Alumunium Foil 16. Beaker Glass 17. Cawan Petridish 18. Termometer
28
IV.2.2 Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan antara lain: 1. Karbon Mikroporous
2. Natrium Silikat (Na2SiO3) 0,1% 3. Larutan Asam Sulfat (H2SO4) 4 N 4. Aquades
5. Biogas
6. Surfaktan Polyethylene Glicol 6000 (PEG) 0,5% 7. Gas Metana
8. Gas CO2 9. Gas O2
IV.3 Variabel Penelitian
a. Variabel Tetap
Variabel tetap pada penelitian ini adalah:
- Tahap Pretreatment: Udara dengan suhu 300 oC tekanan 1 atm.
- Tahap Hidrofilikasi : Larutan Natrium Silikat 0,1 %, dan larutan Asam Sulfat 4 N - Tahap Adsorbsi : Gas alam/Biogas pada flowrate 2L/menit, tekanan 1 atm
- Tahap Regenerasi: Regeneration gas berupa Udara pada suhu 1000C dan tekanan
1 atm dengan flowrate 3L/menit selama 1 jam b. Variabel bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah:
- Jenis Surfaktan: Sodium Lignosulfonate, alkyl benzyl dimethyl amounium chloride, dan polyethylene glycol.
- Konsentrasi Surfaktan: 0,1%, 0,5% dan 1%. - Waktu Pengadukan: 5 jam, 7 jam, dan 9 jam.
- Jenis Karbon: karbon aktif, karbon CNT, dan karbon graphene c. Variabel terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah kapasitas adsorbsi.
IV.4 Rangkaian Alat Penelitian
Pada penelitian ini, proses regenerasi akan dibuat sesuai dengan konsep pada skema berikut:
29
Gambar IV.2 Konsep Proses Regenerasi Gas
IV.5 Metode Penelitian
IV.5.1 Tahap Sintesa Karbon Graphene dan CNT Dengan Struktur Mikroporous
Tahap sintesa karbon Graphene dan CNT dengan struktur mikroporous ini bertujuan untuk memperbesar luas permukaan karbon mikroporous. Langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Menimbang karbon mikroporous sebanyak 10 gram
b. Mempersiapkan dan melakukan pegecekan rangkaian alat oksidasi
c. Mengalirkan gas oksidan (udara) kepada karbon dengan laju alir 2000 cc dan pemanasan 300˚C selama 1 jam
d. Mengevakuasi karbon pada suhu 110˚C selama 24 jam menggunakan oven
IV.5.2 Tahap Hidrofilikasi Karbon Graphene dan CNT Menjadi Material Hibrida Karbon Silika
Tahap hidrofilikasi ini bertujuan untuk membuat lapisan silika pada permukaan karbon, sehingga material ini juga memiliki sifat hidrofilik dan selektif terhadap air dengan cara:
30
a. Menambahkan 100 ml larutan Polyethylene Glicol (PEG) 0,5 % wt dan melakukan penetrasi 10 gram karbon mikroporous dengan 10 ml larutan prekusor sodium silicate dengan konsentrasi 0,1 %wt tanpa stirrer selama 19 jam kemudian dilanjutkan dengan pengadukan berkecepatan 500 rpm selama 7 jam (suhu operasi 50oC)
b. Menyaring karbon yang telah dipenetrasi dengan precursor Sodium silicate menggunakan gelas corong dilapisi kertas saring
c. Mengeringkan karbon berlapis silika menggunakan oven pada suhu 110oC selama 24
jam
d. Melakukan proses netralisasi dengan penetrasi tanpa shaker menggunakan 150 ml Asam Sulfat 4 N selama 24 jam
e. Menyaring karbon yang telah dipenetrasi dengan Asam Sulfat menggunakan gelas corong yang dilapisi kertas saring
f. Mencuci karbon yang telah dilapisi silica dengan aquades untuk membuang Na2SO4 yang terbentuk selama proses netralisasi
g. Mengeringkan karbon kembali menggunakan oven pada suhu 110oC selama 24 jam
Keterangan : 1. Regulator 2. Rotameter 3. Thermocople 4. Heater 5. Reaktor 6. Tempat Karbon 7. Isolator Kondisi Operasi : P = 1 atm Flowrate : 2000 cc/min Flange Flange 4 7 5 3,7 cm 7,5 cm T 3 Ke Lingkungan 20 cm 6 P 1 FI 2
31
Gambar IV.4 Diagram Alir Tahap Sintesa dan Hidrofilikasi Karbon
Mengeringkan karbon pada suhu 110oC selama 24 jam
dengan oven
Menambahkan 100 ml larutan Polyster Glicol (PEG) 0,5%
Melakukan penetrasi karbon mikroporous dengan 10 ml sodium silikat 0.1% selama 19
jam A Mulai Karbon mikropor0us Menimbang karbon mikroporous sebanyak 10 gram
Mengalirkan udara dengan laju 2L/min dan pemanasan 300oC
selama 1 jam Karbon mikroporous dengan luas permukaan lebih besar
Menyaring karbon dengan kertas saring dan mengeringkan karbon dengan oven bersuhu 110oC selama 24
jam
Menambahkan 150 ml H2SO4 4
N selama 24 jam
Menyaring karbon dengan kertas saring dan mencucinya
dengan aquades
Karbon silika terhidrofilikasi
A
Mengeringkan karbon pada suhu 110oC selama 24 jam
dengan oven
32
IV.5.3 Tahap Uji Dehidrasi Material Hibrida Pada Gas alam/Biogas
Tahap uji efektifitas material ini dilakukan untuk mengetahui keefektifan material apabila diaplikasikan pada proses dehidrasi biogas dengan cara:
a. Menimbang 5 gram karbon yang telah dihidrofilikasi b. Memasukkan karbon ke dalam reaktor
c. Memasukkan kembali karbon ke dalam reaktor
d. Mengalirkan biogas dengan flowrate 2L/menit hingga solid desiccant mengalami kejenuhan. Jika masih belum jenuh, melakukan kembali uji dehidrasi
e. Menimbang karbon yang sudah melakukan dehidrasi.
Mengalirkan gas alam/ biogas 2L/menit hingga karbon silika jenuh
Karbon silika terhidrofilikasi
Menimbang karbon silika sebanyak 5 gram
Memasukkan karbon silika ke reaktor Mulai Karbon silika jenuh Y N Menimbang kapasitas adsorbsi
karbon silika
Kapasitas adsorbs karbon
silika
Selesai
33
IV.5.4 Tahap Uji Regenerasi Material Hibrida Dengan Berbagai Kondisi Operasi
Tahap regenerasi ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan proses regenerasi apabila diaplikasikan pada proses dehidrasi biogas. Tahap ini terdiri dari:
a. Menimbang karbon silika setelah tahap uji dehidrasi (jenuh) sebanyak 3 gram
b. Mengalirkan regeneration gas berupa udara hingga karbon silika kering pada tekanan 1 bar suhu 60 oC
c. Menghitung waktu regenerasi karbon silika d. Menimbang berat solid desiccant
e. Mengulang untuk variabel tekanan 3 dan 5 bar serta suhu 80, 100, 120, dan 140 oC f. Mengulangi untuk variable lainnya
Gambar IV.6 Diagram Alir Tahap Regenerasi Mengalirkan regeneration gas
yang pertama yaitu udara hingga karbon silika kering pada tekanan
1 bar suhu 60 oC Karbon silika
jenuh Mulai
Menghitung waktu regenerasi karbon silika
Menimbang berat solid desiccant Menimbang karbon silika
jenuh 3 gram
Selesai
Mengulang untuk variabel tekanan 3 dan 5 bar serta suhu
80, 100, 120, dan 140 oC
Mengulang untuk variable lainnya
A
34
IV.6 Metode Analisa
IV.6.1 Analisa Karakteristik Karbon
a. Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM)
Pengujian Scanning Electron Microscopy (SEM) digunakan untuk mengetahui morfologi permukaan bahan. Karakterisasi bahan menggunakan SEM dimanfaatkan untuk melihat struktur topografi permukaan, ukuran butiran, cacat struktural, dan komposisi pencemaran suatu bahan. Hasil yang diperoleh dari karakterisasi ini dapat dilihat secara langsung pada hasil SEM berupa Scanning Electron Micrograph yang menyajikan bentuk tiga dimensi berupa gambar atau foto. Hasil SEM yang berupa gambar morfologi menyajikan bentuk permukaan bahan dengan berbagai lekukan dan tonjolan. Analisa SEM akan dilakukan di Jurusan Teknik Material dan Metalurgi ITS dengan menggunakan alat SEM INSPECT S50. Berikut langkah analisa SEM:
- Karbon dimasukkan ke kontainer berisi nitrogen cair
- Sampel kemudian dianalisa dengan mesin SEM
Gambar IV.7 Alat Analisa SEM
Analisa ini dilakukan pada tahap sebelum dan sesudah tahap sintesa karbon Graphene dan CNT dengan struktur mikroporous serta setelah tahap regenerasi. b. Uji Brunauer-Emmett-Teller (BET)
BET digunakan untuk karakterisasi permukaan suatu material yang meliputi surface area, diameter pori, dan volume pori. Teori BET menjelaskan bahwa adsorbsi terjadi di atas lapisan adsorbat monolayer. Sehingga, isotherm adsorbs BET dapat diaplikasikan untuk adsorbs multilayer. Analisa BET akan dilakukan di Laboratorium Elektrokimia dan Korosi, Teknik Kimia ITS menggunakan alat Nova e-Quantachrome Instruments 1200e. Berikut langkah analisa BET:
35
- Tabung sampel kemudian dimasukkan ke dalam mesin SEM
- Melakukan analisa menggunakan mesin BET
Gambar IV.8 Alat Analisa BET
Analisa ini dilakukan pada tahap sebelum dan sesudah tahap sintesa karbon Graphene dan CNT dengan struktur mikroporous serta setelah tahap regenerasi.
IV.6.2 Analisa Karakteristik Hibrida Karbon Silika
a. Analisa Fourier Transform-Infra Red Spectroscopy (FTIR)
Teknik pengujian yang dapat digunakan untuk menganalisa komposisi kimia dari senyawa-senyawa organik, polimer, hingga senyawa - senyawa anorganik adalah Fourier
Transform-Infra Red Spectroscopy (FTIR). Uji ini mampu menganalisa suatu material baik
secara keseluruhan, lapisan tipis, cairan, padatan, pasta, serbuk, serat, dan bentuk yang lainnya dari suatu material. Spektroskopi FTIR tidak hanya mempunyai kemampuan untuk analisa kualitatif namun juga untuk analisa kuantitatif. Analisa FTIR akan dilaksanakan di Jurusan Teknik Material dan Metalurgi ITS menggunakan alat NICOLET iS10. Berikut langkah analisa FTIR:
- Karbon bebas debu dimasukkan ke dalam tabung sampel
- Tabung sampel kemudian dimasukkan ke dalam mesin FTIR
36
Gambar IV.9 Alat Analisa FTIR
Analisa ini dilakukan setelah tahap hidrofilikasi karbon Graphene dan CNT menjadi material hibrida karbon silika
b. Menghitung kapasitas adsorbsi
Kapasitas adsorbs dapat dihitung dengan menggunakan perbedaan massa solid
desiccant sebelum proses adsorbsi dan setelah proses adsorbs. Rumus perhitungannya
sebagai berikut:
Kapasitas Adsorbsi = 𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑖𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑎𝑑𝑠𝑜𝑟𝑏
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑑𝑒𝑠𝑖𝑐𝑐𝑎𝑛𝑡
× 100%
c. Menghitung % removal
% removal dapat dihitung dengan menggunakan perbedaan massa solid desiccant sebelum proses regenerasi dan setelah proses regenerasi. Rumus perhitungannya sebagai berikut:
% removal = 𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑖𝑟 𝑟𝑒𝑚𝑜𝑣𝑎𝑙
37
BAB V
JADWAL DAN RANCANGAN ANGGARAN BIAYA PENELITIAN
V.1 Jadwal Penelitian
Tabel V.1 Jadwal Penelitian
V.2 Rancangan Anggaran Biaya (RAB) Penelitian
Tabel V.2 Rancangan Anggaran (RAB) Penelitian
1. Peralatan penunjang
Material Kuantitas Unit Harga Satuan
(Rp)
Harga Peralatan Penunjang (Rp) Peralatan Uji Efektivitas Karbon Graphene dan CNT Pada Dehidrasi Biogas
Tabung (cylinder) ukuran 50 liter (diameter 325 mm, lenght 970 mm).
1 buah Rp 3,500,000 3,500,000.00
Pressure reducing system (250 bar - 3 bar) 1 set Rp 2,250,000 2,250,000.00
Flexible hose, female-male SOK 2 set Rp 250,000 500,000.00
Coalescer filter F 779-C (LPG/CNG Filter) 2 buah Rp 1,300,000 2,600,000.00 Pipa stainless steel, Grade 304, 2", Sch 40 3 m Rp 950,000 2,850,000.00 Pipa stainless steel, Grade 316, 2", Sch 40 3 m Rp 900,000 2,700,000.00 Temperature Control (P4101 PLUS 1/4 DIN) 2 buah Rp 800,000 1,600,000.00 Coil Exchanger (12x12 Bronze Finned coil HE) 2 buah Rp 750,000 1,500,000.00 Heating element (Duty up to 60,000 BTU/hr) 2 buah Rp 1,000,000 2,000,000.00 Masterflex C/L Series Peristaltic Pumps (Flow
Range: 0.0006 to 3400 mL/min)
3 buah Rp 725,000 2,175,000.00
Apollo Globe Valve (Model: 122T, Size 3/8", Class 150, Union Bonnet, PTFE Disc, NPT)
6 buah Rp 605,000 3,630,000.00
Honeywell Temperature sensor (Series HEL-707, sensor type: 1000 Ohm platinum discrete RTD)
6 buah Rp 470,000 2,820,000.00
Control Panel Enclosure (Model: B302020 Wall Mount Box for Two/Three Controllers 12 x 8 x 8")
2 buah Rp 550,000 1,100,000.00
Fisher FIELDVUE™ DVC6200 Digital Valve Controller
1 buah Rp 560,000 560,000.00
Sub total (Rp) 29,785,000.00
Maret
4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Studi Literatur (Penelitian-penelitian terdahulu, Fundamental dan Operasional Hidrofilikasi dan aktivasi karbon, pengaruh jenis dan konsentrasi karbon terhadap kapasitas absorpsi H2O) 2 Perancangan alat (kolom absorpsi, pra
treatment, kolom regenerasi dan kolom hidrofilikasi)
3 Pembelian Alat dan Bahan 4 Persiapan Karbon Graphene (Pre
Treatment dan Hidrofilikasi) 5 Uji Metode (Metode Dehidrasi dan
Regenerasi)
6 Analisis hasil (Analisis BET, FTIR dan SEM)
7 Pembuatan Kesimpulan 8 Publikasi Hasil
Kegiatan
38
2. Bahan Habis Pakai
Material Kuantitas Unit
Harga Satuan (Rp)
Harga Bahan (Rp)
Sodium silicate (Na2SiO3) Aldrich 2 L Rp 850,000 1,700,000.00
Karbon Graphene dan CNT 2 kg Rp 2,200,000 4,400,000.00
Polyethylene Glycol 6000 1 L Rp 2,600,000 2,600,000.00
H2SO4 (95-98%) Aldrich 2 L Rp 1,680,000 3,360,000.00
Sub total (Rp) 12,060,000.00
3. Analisa
Analisa Kuantitas Unit Harga Satuan
(Rp)
Harga Analisa (Rp)
Analisa FTIR 10 kali Rp 400,000 4,000,000.00
Analisa BET 10 kali Rp 400,000 4,000,000.00
Analisa SEM 10 kali Rp 400,000 4,000,000.00
Sub total (Rp) 12,000,000.00 4. Lain-lain Kegiata n Kuantitas Unit Harga Satuan (Rp)
Biaya Lain – lain (Rp)
Laporan kemajuan dan akhir 10 laporan Rp 30,000 300,000.00
Biaya publikasi jurnal internasional (open access) 1 makalah Rp 5,000,000 5,000,000.00
Pendaftaran seminar internasional 1 akses Rp 4,500,000 4,500,000.00
Hotel 1 Kamar Rp 600,000 600,000.00
Transportasi 1 Transportasi Rp 2,000,000 2,000,000.00
Honor pembantu peneliti 150 / jam Rp 25,000 3,750,000.00
Sub total (Rp) 16,150,000.00
39
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
Bharathiraja, B., Sudharsanaa, T., Bhargavi, A., Jayamuthunagai, J., Praveenkumar, K. (2016). Biohydrogen and Biogas – An overview on feedstocks and enhancement process. Fuel ,185, 810–828.
Billey, Jacqueline M dan Kacey G. Marra,. 2015. Stem Cell Biology and Tissue Engineering in Dental Sciences. Academic Press : Massachusetts.
Goncalves, M., Molina-Sabio, M., Rodriguez-Reinoso, F. (2010). Modification of activated carbon hydrophobicity by pyrolysis of propene. Journal of Analytical and Applied Pyrolysis, 89, 17–21.
Guiton, T.A dan C.G Pantano. (1990). Infrared reflectance spectroscopy of porous silicas. Colloids and Surfaces A: Physicochemical and Engineering Aspects, 14, 33-46.
Hacker, M.C dan A.G Mikos. 2011. Principles of Regenerative Medicine 2nd edition. Academic Press : Massachusetts.
Hegde, Nagaraja D., Hirashima, Hiroshi., Rao, A. Venkateswara. (2007). Two step sol-gel processing of TEOS based hydrophobic silica aerogels using trimethylethoxysilane as a co-precursor. Journal of Porous Mater, 14, 165- 171. Kidnay, Arthur J. 2006. Fundamentals of Natural Gas Processing. Taylor & Francis :
New York.
Leimkuehler, Eric Paul. 2010. Production, Characterization, and Applications of Activated Carbon, 1
Mokhatab, Saeid 2015. Handbook of Natural Gas Transmission and Processing Principles and Practices. Gulf Professional Publishing : Canada.
Mota, Thays Lorrane Rodrigues., Oliveira, Ana Paula Marques de., Nunes, Eduardo Henrique Martins Nunes., Houmard, Manuel. (2017). Simple process for preparing mesoporous sol-gel silica adsorbents with high water adsorption capacities. Microporous and Mesoporous Materials, 253, 177-182
Nuryono,Narsito. (2004). Pengaruh Konsentrasi Asam Terhadap Karakter Silica gel Hasil Sintesis dari Natrium Silikat. Indo.J.Chem., 5(1), 23-30
40
Rao, A. Venkateswara., Hegde, Nagaraja D., Hirashima, Hiroshi. (2007). Absorption and desorption of organic liquids in elastic superhydrophobic silica aerogels. Journal of Colloid and Interface Science, 305, 124–132.
Ruthven, D Douglas. 1984. Principles of Absorption and Adsorption Process. John Wiley & Sons:1984
Ryckebosch, E., Drouillon, M., Vervaren, H. (2011). Techniques for transformation of biogas to biomethane. Biomass and Bioenergy, 35, 1633-1645.
Sun, Qie., Li, Hailong., Yan, Jinying., Liu, Longcheng., Yu, Zhixin., Yu, Xinhai. (2015). Selection of appropriate biogas upgrading technology – a review of biogas cleaning, upgrading and utilisation. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 51, 521–532.
Yamamoto, Eri., Kobayashi, Jun., Kanamaru, Keiko., Miura, Toshiaki., Watanabe, Fujio., Kobayashi, Noriyuki., Hasatani, Masanobu. (2003). Hydrophilication of Activated Carbon by Impregnating Silica into Pores. Journal of Chemical Engineering of Japan, 36(3), 348- 352.
Yao, Ye., Zhang, Weijiang., He, Beixing. (2011). Investigation on the kinetic models for the regeneration of silica gel by hot air combined with power ultrasonic. Energy Conversion and Management, 52, 3319–3326