• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ruhyandi, Nurhadi Rahardjo, Anih Tasminih

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ruhyandi, Nurhadi Rahardjo, Anih Tasminih"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

THE RELATIONSHIP OF ENVIRONMENT SANITATION AND SOCIAL BEHAVIOUR WITH DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER (DHF) DISEASE IN KARANG TENGAH PUBLIC HEALTH

CENTER WORK AREA IN CIANJUR DISTRICT IN 2007 Ruhyandi, Nurhadi Rahardjo, Anih Tasminih ABSTRACT

Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) disease is one of public health that increase in not only quantity but also its spread. The cause of DHF disease is Dengue virus that infected by biting of aedes aegypty mosquito vector. DHF cause in Cianjur District in 2007 is among 426, 5 died (CFR=1,2%). In Karang Tengah Public Health Center, the case of DHF increase from 2006 until 2007. It increased 91% with 65 sufferer. This case is caused of low of environment sanitation and social behaviour degrees. So the purpose of this research is to know the relationship between environment sanitation and social behaviour in DHF disease case.

This research use case control design with 86 samples. The case is DHF sufferer who come to public health center in 2007 and the control is respondent who stays with DHF sufferer or with the neighbour who didnt get DHF disease in 2007. Sample is gotten by non random sampling with porposive sampling technic. The data is gotten by interviewing using questionare and obsevation by giving check list. The result of the research data use univariat and bivariat analyses (Chi Square).

The result of research shows that 3 of 4 variables that related to DHF are knowledge (p=0,002 and OR=4,359), attitude (p=0,004 and OR=4,168), PSN action (p=0,015 dan OR=3,345). While 1 variable that is not realited with DHF disease is environment sanitation includes water places condition.

Based on the result of this research, for discresing the DHF case need to improve the information about DHF disease and doing clean life clean and health belong to house wife as the main object or terget, doing direct observation from local medical employees. In the place brood mosquito. It needs to do the good survailance system to prevent DNF epidemic DHF and to incite the elimination of DHF disease with or by controlling environment quality like ‘Clean Friday’.

Keyword : Case Control Study, DHF Bibliography : 36, 1990--2007

A. Pendahuluan

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang ditularkan oleh virus dengue melalui vektor nyamuk Aedes Aegypti. Jumlah penderita DBD cenderung meningkat tiap tahunnya dan dapat menimbulkan kematian. Karena hingga saat ini vaksin atau obatnya belum ada (WHO, 1999). Akibat dari meluasnya penyakit DBD, anggaran dana untuk pengembangan pembangunan kesehatan di Indonesia menjadi berkurang karena anggaran dana yang ada sebagian besar digunakan untuk membantu Rumah Sakit (RS) dalam penanganan DBD. Kejadian luar Biasa (KLB) DBD di Indonesia terjadi pada tahun 1998 dengan Incidence Rate (IR) sebesar 35,19% per 100.000 penduduk dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 2%. Dalam kurun waktu Januari sampai 12 Februari 2007 telah menelan korban sebanyak 267 jiwa dari total 16.803 penderita. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

(2)

mencatat periode Februari 2007, penyakit ini telah menelan korban sebanyak 86 orang dengan jumlah penderita 4.917 penduduk di Jawa Barat. (Ditjen PP & PL Depkes, 2007).

Kasus DBD di Kabupaten Cianjur menunjukkan kecenderungan yang sama. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur 2006--2007, di Kabupaten Cianjur terjadi peningkatan kasus DBD yaitu dari 291 penderita dan 1 orang meninggal menjadi 426 penderita dengan angka kematian 5 orang. Data jumlah kasus DBD yang terdaftar dari 28 puskesmas di Kabupaten Cianjur, Puskesmas Karang Tengah merupakan kedua tertinggi setelah Puskesmas Cianjur Kota. Tetapi peningkatan jumlah kasus DBD di Puskesmas Karang Tengah sekitar 91% yaitu dari 34 menjadi 65 kasus, lebih tinggi di bandingkan dengan Puskesmas Cianjur Kota yang hanya 36% yaitu dari 61 menjadi 83 kasus (Dinkes Kabupaten Cianjur, 2007).

Walaupun pemerintah telah mengupayakan berbagai strategi dalam mengatasi kasus ini, baik secara promotif, preventif maupun kuratif. Secara promotif yaitu melalui penyuluhan mengenai sanitasi lingkungan yang baik serta menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) sejak dini. Kegiatan ini disebarluaskan dalam bentuk himbauan melalui iklan layanan masyarakat di televisi, media cetak dan media lain, seperti pameran. Secara preventif dengan pemantauan jentik berkala (PJB) dan penaburan bubuk abate (abatisasi), serta kuratif dengan pengobatan penderita dan melakukan pemutusan rantai penularan secara cepat membunuh nyamuk dewasa vektor penyakit dengan pengasapan menggunakan insektisida (fogging) namun sebagian besar msyarakat lebih memilih kuratif (pengobatan penderita dan fogging) daripada promotif (Sudiyo, 2007).

Berdasarkan hasil survei yang penulis lakukan dalam studi pendahuluan, menunjukan bahwa masyarakat yang berada di wilayah kerja Puskesmas Karang Tengah tersebut sebagian besar masyarakat menggunakan tempat penampungan air berupa bak yaitu sebesar 75%, dan pada laporan kader Puskesmas Karang Tengah tahun 2008 tercatat rumah bebas jentik sebesar 77,4% menunjukan bahwa masih kurangnya kesadaran atau kepedulian masyarakat terhadap pencegahan penyakit DBD.

Mengacu pada uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai ”hubungan sanitasi lingkungan dan perilaku masyarakat dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Karang Tengah Kabupaten Cianjur tahun 2007“

B. Metodologi Penelitian

Penelitian ini merupakan studi analitik dengan jenis rancangan penelitian yang digunakan adalah studi kasus-kontrol (Case Control Study).

(3)

Variabel Independen Variabel Dependen

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang berada di wilayah kerja Puskesmas Karang Tengah Kabupaten Cianjur yang tersebar di 8 Kelurahan. Sampel dalam penelitian ini termasuk kasus dan kontrol, dimana yang menjadi kasus adalah yang pernah menderita DBD pada tahun 2007 dan kontrol adalah orang yang tinggal serumah dengan penderita DBD atau tetangga kasus dengan pernyataan bahwa dia tidak terkena penyakit DBD pada tahun 2007. Jumlah kasus yang diambil sama dengan jumlah kontrol (perbandingan kasus : kontrol = 1:1) yaitu 43+43 = 86 responden. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah Lembar kuesioner, lembar observasi Uji validitas instrumen dengan menggunakan korelasi pearson product moment dengan membandingkan nilai r tabel dengan nilai r hitung. Pada penelitian ini nilai r tabel yang didapatkan adalah 0,361 dengan taraf signifikan 5% (0,05).

Analisis Data dilakukan dengan bantuan program komputer meliputi uji Univariat, untuk melihat gambaran kejadian penyakit DBD dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Analisis bivariat dilakukan uji hipotesis variabel bebas dan variabel terikat untuk melihat hubungan antara 2 variabel yaitu variabel bebas (kondisi tempat penampungan air, pengetahuan, sikap dan tindakan PSN) dengan variabel terikat (DBD). Karena desain penelitian adalah kasus-kontrol maka digunakan analisis Odds Ratio (OR) untuk mengetahui besarnya risiko pada kelompok kasus dan kelompok kontrol.

Lokasi penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Karang Tengah Kabupaten Cianjur. Penelitian dilaksanakan pada Bulan Juli--Agustus 2008.

Sanitasi lingkungan - Kondisi TPA Perilaku masyarakat - Pengetahuan - Sikap - Tindakan PSN DBD - Mobilisasi penduduk - Populasi (kepadatan penduduk) - Tingkat Sosio-ekonomi - Penyakit kronis

Agent virus dengue (nyamuk aedes aegypti)

(4)

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Tabel 1. Hubungan Sanitasi Lingkungan (TPA) dengan Kejadian DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Karang Tengah Kabupaten Cianjur

Kondisi TPA DBD Tidak DBD Total

OR 95% Cl p value N % N % N % 2,120 0,75—6,378 0,279 Tidak baik 11 25,6 6 14,0 17 19,8 Baik 32 74,4 37 86,0 69 80,2 Total 43 100,0 43 100,0 86 100,0

Hasil analisis secara bivariat pada tabel 2 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara kondisi tempat penampungan air dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Karang Tengah Kabupaten Cianjur. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan nilai p=0,279 (p>0,05) dengan OR sebesar 2,120. Pada penelitian ini kondisi tempat penampungan air tidak berhubungan secara statistik. Walaupun sebagian besar masyarakat menggunakan tempat penampungan air yang terbuka, pada kenyataannya kondisi tempat penampungan air bukan merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit DBD pada masyarakat yang berada di wilayah kerja Puskesmas Karang Tengah tersebut. Kebiasaan atau budaya masyarakat yang sering menguras tempat penampungan air menjadi tempat penampungan air yang bebas jentik.

Kebiasaan menguras ini tidak menunjukkan tingginya tingkat pengetahuan masyarakat terhadap kejadian penyakit DBD. Masyarakat menguras tempat penampungan air bukan untuk membersihkan jentik nyamuk atau untuk pencegahan DBD tetapi karena ada alasan lain. Misalnya mereka menguras bak mandi karena perlu air bersih untuk mandi atau untuk kebutuhan lainnya.

Sebagian besar masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Karang Tengah yang diteliti sebagai responden baik sampel maupun kasus, menggunakan bak yang berukuran kecil sehingga mereka dengan mudah untuk menguras bak tersebut yaitu frekuensi pengurasan ≥1 kali dalam satu minggu sebesar 80,2% (69 responden) dan kondisi dilapangan mengenai tempat penampungan air yang meliputi vas bunga dan tempat minum burung jarang ditemukan.

Tingginya frekuensi penyakit DBD di wilayah kerja Puskesmas Karang Tengah ini, tidak hanya disebabkan dilingkungan rumah tetapi juga dapat disebabkan di luar rumah yaitu tempat-tempat umum seperti kantor (tempat kerja), sekolah yang kondisi tempat penampungan airnya tidak terawat dengan baik, pasar yang banyak sampah plastik yang dapat menampunga air hujan dan lain-lain yang kebersihan lingkungannya kurang terjaga.

(5)

Tabel 2. Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Karang Tengah Kabupaten Cianjur

Pengetahuan DBD Tidak DBD Total

OR 95% Cl p value N % n % n % 4,359 (1,756—10,820) 0,002 Buruk 31 72,1 16 37,2 47 54,7 Baik 12 27,9 27 62,8 39 45,3 Total 43 100 43 100 86 100

Dari tabel 2 Hasil analisis secara bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan responden dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Karang Tengah Kabupaten Cianjur. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan nilai p=0,002 (p<0,05) dengan OR sebesar 4,359 artinya responden dengan pengetahuan yang buruk akan mempunyai risiko terserang DBD sebesar 4,359 kali dibandingkan responden yang pengetahuannya baik.

Tabel 3. Hubungan Sikap dengan Kejadian DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Karang Tengah Kabupaten Cianjur

Sikap DBD Tidak DBD Total

OR 95% Cl p value N % n % n % 4,168 (1,647—10,553) 0,004 Tidak baik 33 76,7 19 44,2 52 60,5 Baik 10 23,3 24 55,8 34 39,5 Total 43 100 43 100 86 100

Berdasarkan tabel 3 Hasil analisis secara bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara sikap responden dengan kejadian penyakit DBD di wilayah kerja Puskesmas Karang Tengah Kabupaten Cianjur. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan nilai p=0,004 (p<0,05) dengan OR sebesar 4,168 artinya responden dengan sikap yang tidak baik mempunyai risiko terserang DBD sebesar 4,168 kali dibandingkan responden dengan memiliki sikap yang baik.

Tabel 4. Hubungan Tindakan PSN dengan Kejadian DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Karang Tengah Kabupaten Cianjur

Tindakan PSN DBD Tidak DBD Total OR 95% Cl p value N % n % n % 3,345 (1,346—8,312) 0,015 Tidak baik 32 74,4 20 46,5 52 60,5 Baik 11 25,6 23 53,5 34 39,5 Total 43 100 43 100 86 100

(6)

Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tindakan PSN dengan kejadian penyakit DBD di wilayah kerja Puskesmas Karang Tengah Kabupaten Cianjur. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan nilai p=0,015 (p<0,05) dengan OR sebesar 3,345 artinya responden dengan tindakan PSN yang tidak baik akan mempunyai risiko terserang DBD sebesar 3,345 kali dibandingkan responden yang tindakan PSN nya. Pada tabel 4 diatas memperlihatkan bahwa tindakan PSN responden sebesar 74,4% dalam kategori tidak baik untuk kasus dan 46,5% pada responden kontrol. Hal tersebut menunjukan masih banyak responden yang tidak baik dalam pencegahan penyakit DBD.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Yukresha (2003) menyatakan ada hubungan antara perilaku PSN dengan kejadian DBD (p=0,028 dan OR=2,69). Begitupun dengan hasil penelitian Usman (2002) dengan nilai p=0,000 dan OR=5,00. Selain itu sejalan dengan penelitian Fathi et al. (2005) menyatakan tindakan PSN berperan positif terhadap pencegahan terjadinya DBD.

Perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003). Menurut Blum (1947, dalam Notoatmodjo, 2003) menyatakan perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok atau masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian pada variabel pengetahuan dan sikap, keduanya mempunyai hubungan dengan kejadian DBD. Hal tersebut menunjukan perilaku atau tindakan seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap seseorang terhadap pencegahan penyakit DBD. Karena dengan pengetahuan yang buruk disertai dengan sikap seseorang yang tidak baik terhadap pencegahan penyakit DBD, maka perilaku atau tindakan PSN nya akan menjadi tidak baik sehingga akan terjadi peningkatan penyakit DBD. Dimana perubahan perilaku seseorang ini, melalui 3 tahap yaitu (Notoatmodjo, 2003) :

1. Pengetahuan

Sebelum seseorang mengadopsi perilaku (berperilaku baru), ia harus tahu terlebih dahulu megenai arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya atau keluarganya. Orang akan melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) apabila ia tahu apa tujuan dan manfaatnya bagi kesehatan atau keluarganya dan apa bahaya-bahayanya bila tidak melakukan PSN tersebut.

2. Sikap

Sikap adalah penilaian (dapat berupa pendapat) seseorang terhadap stimulus atau objek. Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek, kemudian akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek kesehatan tersebut. Setelah seseorang mengetahui tujuan dan manfaat PSN bagi kesehatan atau keluarganya dan apa

(7)

bahaya-bahayanya bila tidak melakukan PSN, maka orang tersebut akan menilai atau menyikapi (berpendapat) pentingnya PSN tersebut bagi kesehatan atau keluarganya.

3. Praktik atau Tindakan

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Setelah seseorang mengetahui tujuan dan manfaat PSN bagi kesehatan atau keluarganya dan apa bahaya-bahayanya bila tidak melakukan PSN, maka orang tersebut akan menilai atau menyikapi (berpendapat) pentingnya PSN bagi kesehatan atau keluarganya kemudian orang tersebut diharapkan akan melaksanakan tindakan PSN dengan baik sebagai pencegahan penyakit DBD. Sehingga diharapkan tidak akan terjadi peningkatan penyakit DBD.

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Adh. 2007. Sanitasi Masih Memprihatinkan. Tersedia http://www.digilib.ampl. or.id. Diperoleh 25 September 2007.

Aji. 2007. DBD Menghantui Indonesia (Lagi). Tersedia http://www.mediacorp. com. Diperoleh tanggal 23 September 2007.

Budiyanto, Arif. 2005. Studi Indeks Larva Nyamuk Aedes Aegypti dan Hubungannya dengan PSP Masyarakat Tentang Penyakit DBD di Kota Palembang Sumatera Selatan Tahun 2005. Tersedia http;//www.jurnal.ac.id. Diperoleh tanggal 21 September 2007.

Depkes Jabar. 1997. Menggerakan Masyarakat dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue. Jakarta : Kanwil Depkes.

Dinkes RI. 1995. Menuju Desa Bebas Demam Berdarah. Jakarta : Depertemen Kesehatan. Ditjen PP&PL Depkes. 2007. Perkembangan DBD Awal Tahun 2007. Tersedia

http://www.depkes.co. Diproleh tanggal 22 mei 2007.

Entjang, Indan. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung : PT Citra Aditya Bakti.

Evy. 2007. Modal Sosial Menyusut. Tersedia http://www.kompas.co.id. Diperoleh tanggal 25 September 2007.

Fatthi, dkk. 2005. Peran Faktor Lingkungan dan Perilaku Masyarakat Terhadap Penularan DBD. Tersedia http;//www.jurnal.ac.id. Diperoleh tanggal 21 September 2007.

Hadinegoro, S. Dkk. 2004. Tatalaksana Demam Beradarah Dengue Indonesia. Jakarta : FKUI. Hilman A., (2007), Perilaku Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Penyakit DBD di Kelurahan

Cigugur Tengah RW 9 Wilayah Kerja Puskesmas Cigugur Tengah. Cimahi, Stikes A. Yani.

Murti, Bhisma. 2003. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Nadesul, H., 2007. Cara Mudah Mengalahkan Demam Berdarah. Jakarta : Kompas.

Notoatmodjo, S., & Endah, C. (2000). Pendidikan–Promosi dan Perilaku Kesehatan (Teori dan Aplikasi). Jakarta : FKM UI.

Nursalam. 2003. Konsep dan Pernerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Sudiyo. 2007. Hasil Kajian DBD. Tersedia http://.www.dinkes-sleman.go.id. Diperolah tanggal 23 Februari 2007.

Usman, Sarif. 2002. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian DBD di Kota Bandar Lampung Tahun 2002. Jakarta, FKM UI.

WHO. 1999. Demam Berdarah Dengue Diagnosisi, Pengobatan dan Pengendalian, Edisi II. Jakarta : EGC.

Gambar

Tabel  4.  Hubungan  Tindakan  PSN  dengan  Kejadian  DBD  di  Wilayah  Kerja  Puskesmas  Karang Tengah Kabupaten Cianjur

Referensi

Dokumen terkait

[r]

PDIP yang pada setiap pemilihan legislatif yakni pada tahun 2004 dan 2009 selalu menjadi partai pemenang di Provinsi Jawa Tengah, dan juga memenangkan

terjadinya peristiwa resiko pada perioda tertentu dan merangkum kemajuan yang sudah dilakukan dalam menghadapi resiko.. SE 3773 MPTI – Resiko - IMD

Sesuai dengan tipe peristiwanya, verba emosi statif dibagi atas empat subkategori: (1) “sesuatu yang buruk telah terjadi’ (“mirip sodih”), (2) ‘sesuatu yang buruk

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya dengan berbagai metode dan tingkat keakuratan atau nilai persentase sismiliarity text yang berbeda, maka pada

Sensitifitas terhadap pencilan pada AKU-Klasik dapat diatasi dengan AKU yang kekar (AKU-K) yang bekerja sangat baik pada data yang memiliki sebaran simetrik

Dan seperti halnya Athenaeum Light 8.5., DFW Version 1.00 juga menggunakan Bahasa Inggris, sebagaimana contoh dalam ilustrasi berikut untuk mencari nomor

Gambar 4 memperlihatkan satu hal yang sangat berharga dimana untuk osilasi dengan periode yang relatif singkat seperti MJO, penggunaan data pengamatan yang panjang (misalnya 11