4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1 Kabupaten Subang
4.1.1 Karakteristik Fisik Perairan Subang
Secara geografis Kabupaten Subang terletak di sebelah utara Provinsi Jawa Barat dan terletak pada 107º31’ – 107º54’ Bujur Timur dan 6º11’ - 6º30’ Lintang Selatan. Secara administrasi batas wilayah Kabupaten Subang adalah sebagai berikut:
Sebelah utara : Laut Jawa
Sebelah selatan : Kabupaten Bandung
Sebelah Timur : Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Sumedang Sebelah Barat : Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Karawang
Luas wilayah Subang adalah sebesar 205.176,95 ha (5,39% dari luas Provinsi Jawa Barat) dengan ketinggian antara 0-1.500 meter di atas permukaan laut.
Perairan pantai Subang yang merupakan bagian dari sistem Laut Jawa sangat dipengaruhi oleh angin muson yang berkembang secara kuat di perairan ini. Di wilayah Laut Jawa munculnya periode musim Barat terjadi pada Desember hingga Februari umumnya diikuti dengan adanya musim hujan dan musim Timur terjadi pada bulan Juni hingga Agustus dengan adanya kemarau. Dalam musim Timur penguapan yang terjadi di laut lebih besar daripada curah hujannya. Kecepatan angin yang tinggi dan kelembaban yang relatif rendah menyebabkan penguapan lebih dari 100 mm/bulan.
Suhu dan salinitas di wilayah perairan Subang berfluktuasi secara musiman yang dipengaruhi oleh dinamika perairan Laut Jawa. Secara umum fluktuasi suhu bulanan Laut Jawa menunjukkan adanya dua puncak maksimum (28,7º C) dan dua puncak minimum (sekitar 27,5º C). Puncak maksimum terjadi dalam periode musim peralihan (bulan Mei dan November), sedangkan puncak
minimum terjadi bulan Agustus dan Februari (puncak musim Timur dan Barat). Rerata suhu bulanan bervariasi antara 27,5 ºC sampai dengan 28,7 ºC.
Rata-rata salinitas bulanan di perairan Laut Jawa berkisar antara 31,5‰ – 33,7‰. Salinitas maksimum pertama (33,7‰) dan kedua (33,3‰) terjadi dalam bulan September dan November, sedangkan salinitas minimum pertama (31,8‰) dan kedua (31,3‰) terjadi masing-masing sekitar bulan Februari dan Mei.
Perairan pantai Subang memiliki kedalaman yang relatif dangkal (kurang dari 20 m) dengan gradien kedalaman yang relatif landai, dimana untuk kedalaman kurang dari 5 m disekitar Blanakan gradiennya sekitar 2,0027 dan 0,0054 di sekitar Pusakanagara; di perairan 5 – 10 m gradien kedalaman berkisar 0,00006 (di sekitar Blanakan).
4.1.2 Keadaan umum perikanan tangkap di PPI Blanakan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1999 wilayah administratif Kabupaten Subang terbagi atas 22 kecamatan dengan jumlah desa 243 dan 8 kelurahan. Dari 22 kecamatan yang ada, hanya 4 kecamatan yang merupakan kecamatan di wilayah pesisir, yaitu kecamatan Blanakan, Kecamatan Pamanukan, Kecamatan Legonkulon, dan Kecamatan Pusakanegara.
Wilayah Kabupaten Subang memiliki wilayah pesisir dengan panjang garis pantai kurang lebih 68 km. Wilayah kecamatan Blanakan, mempunyai luas 85,81 km2, yang terdiri dari 9 desa. Diantara desa-desa yang berada dibawah naungan Kecamatan Blanakan, terdapat 7 desa yang merupakan desa pesisir yaitu Desa Cilamaya Hilir, Rawameneng, Jayamukti, Blanakan, Langensari, Muara dan Tanjung Tiga.
Desa Blanakan terletak di 6º10’ 6º22’ Lintang Selatan dan 107º30’ -107º53’ Bujur Timur dengan luas wilayah 980.463 ha.Secara umum Blanakan beriklim tropis dengan curah hujan rata per tahun sekitar 2.300 mm dan rata-rata jumlah bulan hujan adalah 4 bulan, dengan suhu rata-rata-rata-rata harian sebesar 29ºC. Sebagai daerah pesisir,bentang wilayah untuk Desa Blanakan digolongkan kedalan Zona 3 (tiga) dengan ketinggian 2,5 m dpl.
Jarak dari Desa Blanakan ke ibu kota kecamatan sekitar 1 km sedangkan jarak ke ibu kota kabupaten sekitar 46,3 km dan berjarak 112 km dari ibu kota
Provinsi Bandung. Letak Blanakan yang berada pada posisi strategis, memberikan keuntungan tersendiri terhadap kehidupan ekonomi di Desa Blanakan. Lengkapnya sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi akan memudahkan pelaku-pelaku ekonomi untuk melakukan aktivitas ekonomi, seperti produksi dan pemasaran.
Keuntungan tersebut tentunya akan memberikan pengaruh positif terhadap sektor perikanan khususnya sub sektor perikanan tangkap. Salah satu contoh keuntungan dari letak strategis Desa Blanakan untuk perikanan tangkap adalah kemudahan dalam memasarkan hasil tangkapan, baik untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat setempat maupun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat luar kota bahkan luar provinsi.
1) Sarana dan Prasarana Penangkapan
Pangkalan pendaratan ikan yang ada kecamatan Blanakan sampai saat ini terdapat di empat lokasi yaitu PPI Blanakan di desa Blanakan, PPI Cilamaya Girang di Desa Cimalaya Girang, PPI Muata Ciasem di Desa Muara Ciasem dan PPI Karya Baru di Desa Rawameneng. Dibandingkan dengan ke empat lokasi PPI tersebut PPI Blanakan merupakan PPI yang paling banyak kegiatannya baik dari sisi kapal penangkap ikan, bakul dan penjual ikan. Banyaknya aktifitas di PPI Blanakan dibandingkan dengan tempat lainnya dikarenakan PPI Blanakan memiliki sarana dan prasarana yang lebih lengkap dibandingkan PPI lainnya.
Seperti pelabuhan perikanan umumnya fasilitas pelabuhan yang terdapat di PPI Blanakan mempunyai beberapa fasilitas sebagai berikut :
1. Fasilitas pokok terdiri dari dermaga dan kolam pelabuhan;
2. Fasilitas fungsional terdiri dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI), bengkel, pabrik ikan, galangan kapal, Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN), tempat pemasaran dan lainnya;
3. Fasilitas penunjang yang terdiri dari pertokoan, kantor syahbandar, kantor pengelola TPI, kantin dan mushola.
Fasilitas dan aktivitas perdagangan ikan di PPI Blanakan di kelola oleh KUD Inti Mina Fajar Sidik yang merupakan KUD mandiri sejak tahun 1990
(Surat Keputusan Menteri Koperasi RI no: 344/KPTS/M/III/1990). Kegiatan utama yang dilakukan oleh KUD Mina Fajar Sidik adalah pelelangan ikan. Unit usaha TPI ini berfungsi untuk menstabilkan harga ikan melalui penambahan bakul ikan serta peningkatan sarana dan prasarana.
2) Kapal
Kapal yang berlabuh di PPI Blanakan dapat dikelompokkan ke dalam 3 jenis, yaitu kapal yang berukuran besar (≥30GT), sedang (10-30GT) dan kecil <10 GT). Kapal yang berukuran besar pada umumnya digunakan oleh nelayan pendatang dari pekalongan yang mengoperasikan alat tangkap pukat cincin (purse seine). Kapal ikan yang berukuran sedang maupun kecil umumnya dimiliki oleh nelayan lokal di sekitar PPI Blanakan. Jumlah kapal ikan dari setiap kategori ukuran di PPI Blanakan menunjukkan penurunan (Tabel 2). Sebagai contoh, jumlah kapal besar menurun dari 48 unit pada tahun 2004 menjadi 32 unit pada tahun 2008 sementara kapal sedang menurun dari 256 unit pada tahun 2004 menjadi 172 unit pada tahun 2008.
Tabel 2 Perkembangan jumlah kapal di PPI Blanakan tahun 2004 sampai 2008
No Ukuran Kapal Tahun
2004 2005 2006 2007 2008
1 Besar 48 37 30 30 32
2 Sedang 256 198 161 159 172
3 Kecil 38 29 24 24 26
Jumlah 342 265 215 213 230
Sumber : KUD Inti Mina Fajar Sidik, 2009 (diolah kembali)
Penurunan jumlah kapal ini disebabkan oleh peningkatan biaya operasional penangkapan karena kenaikan harga bahan bakar minyak; harga solar meningkat dari Rp 1950/liter menjadi Rp 4500/liter. Penurunan jumlah kapal ikan berlanjut karena banyak dari nelayan yang tidak mampu mempertahankan kapalnya akibat mahalnya biaya operasional. Akan tetapi pada tahun 2008 jumlah kapal yang berada di PPI Blanakan kembali mengalami peningkatan sebesar 7,98%.
3) Alat Tangkap
Jenis alat penangkap ikan yang dioperasikan di PPI Blanakan terdiri dari purse seine, cantrang, jaring kantong, jaring bondet, jaring tegur, pancing dan jaring cumi. Di antara tujuh alat tersebut, jaring kantong/udang adalah alat tangkap yang paling banyak digunakan (Tabel 3).
Tabel 3 Perkembangan jumlah alat tangkap di PPI Blanakan Tahun 2004 – 2008
No Jenis alat tangkap Tahun
2004 2005 2006 2007 2008
1 Jaring Purse seinek 48 37 30 30 32
2 Jaring Cantrang 62 48 39 39 42 3 Jaring Kantong/udang 145 112 91 90 97 4 Jaring Bondet 15 12 10 10 11 5 Jaring Tegur 12 9 7 7 8 6 Pancing 49 38 31 30 32 7 Jaring Cumi 11 9 7 7 8 Jumlah 342 265 215 213 230
Sumber : KUD Mandiri Mina Fajar Sidik, 2009 (diolah kembali)
Jaring kantong atau disebut dengan jaring udang merupakan jaring yang terdiri dari tiga bagian yaitu sayap, badan dan bagian kantong dengan menggunakan otterboard untuk membuka jaringnya (Tabel 3). Jaring kantong/udang yang dioperasikan di PPI Blanakan dari segi konstuksinya dan metode pengoperasiannya sama dengan jaring arad. Alat tangkap jaring arad ini ditujukan untuk menangkap udang dan ikan demersal lainnya. Jumlahnya mengalami penurunan selama tahun 2004 – 2006 dengan nilai rata-rata 20%. Sedangkan pada tahun 2008 mengalami kenaikan sebesar 7,8%. Jaring arad yang beroperasi di Desa Blanakan pada umumnya merupakan jaring arad tradisional yang menggunakan alat bantu garden untuk menarik jaringnya.
4) Produksi dan nilai produksi per jenis ikan yang didaratkan di TPI Blanakan
Berdasarkan data Dinas Perikanan Kabupaten Subang tahun 2007, sedikitnya terdapat 23 jenis ikan yang didaratkan di PPI Blanakan. Persentase tertinggi berdasarkan volume produksi didominasi oleh petek (Leiognathus sp)
dengan volume produksi sebesar 523,6 kg, diikuti kemudian oleh tigawaja (Johnius dussumieri) sebesar 284,61 kg, songot (Arius sp) sebesar 250,32 kg dan tongkol (Euthynnus spp) sebesar 220,41 kg (Tabel 4).
Tabel 4 Data Produksi dan nilai produksi per jenis ikan satu tahun terakhir (Juni 2006-Juli 2007) No Nama Ikan Volume Produksi (kg) Persentase (%) Nilai produksi (Rp) Persentase (%) 1 Layang 116,53 3,56 1.250.270.000 6,02 2 Bawal 54,10 1,66 55.682.000 0,27 3 Kembung 118,52 3,63 950.720.000 4,58 4 Selar 73,25 2,24 1.506.730.000 7,25 5 Tembang 175,71 5,38 1.008.827.000 4,85 6 Rebon 10,63 0,33 350.215.000 1,69 7 Tongkol 220,41 6,74 3.830.526.000 18,43 8 Tenggiri 82,60 2,53 1.871.650.000 9,01 9 Layur 66,18 2,02 178.590.000 0,86 10 Remang 123,56 3,78 605.598.000 2,91 11 Tigawaja 284,61 8,71 1.250560.500 6,02 12 Ekor kuning 15,23 0,47 160.580.000 0,77 13 Ikan kuwe 1,25 0,04 230.165.000 1,11 14 Petek 523,6 16,02 950.587.000 4,57 15 Manyung 140,52 4,30 798.562.000 3,84 16 Songot 250,32 7,66 880.664.000 4,24 17 Cucut 169,80 5,19 442.697.000 2,13 18 Pari 185,54 5,68 548.706.000 2,64 19 Kakap 14,34 0,44 172.079.000 0,83 20 Bambangan 65,56 2,01 1.136.250.000 5,47 21 Kerapu 24,32 0,74 286.510.000 1,38 22 Kurau 53,12 1,63 375.750.000 1,81 23 Belanak 12,78 0,39 561.858.000 2,70 24 Cumi-cumi 102,11 3,12 1.352.795.000 6,51 25 Terubuk 125,40 3,84 250.460.000 1,21 26 Udang dogol 72,64 2,22 44.562 0,00 27 Udang Jerbung 15,62 0,48 1.895.600 0,01 28 Udang Krosok 135,56 4,15 950.256.000 4,57 29 Lain-lain 35,03 1,07 125.365.000 0,60 30 Jumlah 3.268,99 100% 22.084.592.662 100%
4.2 Keadaan Umum Kabupaten Indramayu 4.2.1 Karakteristik fisik perairan Indramayu
Kabupaten Indramayu terletak di pesisir utara Pulau Jawa dan memiliki 10 kecamatan yang berbatasan langsung dengan laut dengan panjang garis pantai 114 Km. Apabila dilihat dari letak geografisnya, Kabupaten Indramayu terletak pada 107o52’-108o36’ Bujur Timur dan 6o15’-6o40’ Lintang Selatan. Adapun batas-batas administratif Kabupaten Indramayu adalah sebagai berikut:
Sebelah utara : Laut Jawa
Sebelah barat : Kabupaten Subang
Sebelah selatan : Kabupaten Sumedang, Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Cirebon
Sebelah timur : Kabupaten Cirebon
Sementara berdasarkan topografinya, sebagian besar merupakan dataran atau daerah landai. Keadaan ini berpengaruh terhadap drainase, bila curah hujan tinggi, maka di daerah-daerah tertentu akan terjadi genangan air. Kabupaten Indramayu berada pada ketinggian antara 0-100 meter diatas permukaan laut dengan kemiringan berkisar antara 0-5%. Secara umum topografi kabupaten ini melandai ke arah utara dengan sebaran ketinggian sebagai berikut:
1) 0-3 meter dpl berada di bagian barat laut 2) 3-25 meter dpl berada di bagian tengah
3) 25-100 meter dpl meliputi sebagian kecil wilayah di bagian selatan
Menurut Schmidt dan Ferguson, keadaan iklim di Kabupaten Indramayu termasuk ke dalam iklim sedang (tipe D) dengan musim hujan (bulan basah) selama 3-4 bulan dengan kelembaban 80%. Musim hujan dan musim kemarau silih berganti sepanjang tahun. Curah hujan rata-rata sebesar 107 mm/bulan, dengan curah hujan tertinggi rata-rata 6,024 mm/bulan sedangkan curah hujan terendah rata-rata 35 mm/bulan. Letak Kabupaten Indramayu yang membentang sepanjang pesisir pantai utara Pulau Jawa membuat suhu udara di kabupaten ini cukup tinggi yaitu berkisar antara 18o- 28oCelcius.
Perairan pantai Indramayu yang merupakan bagian dari sistem Laut Jawa sangat dipengaruhi oleh angin muson yang berkembang secara kuat di perairan ini. Di wilayah Laut Jawa munculnya periode musim Barat terjadi pada Desember hingga Februari umumnya diikuti dengan adanya musim hujan dan musim Timur terjadi pada bulan Juni hingga Agustus dengan adanya kemarau. Dalam musim Timur penguapan yang terjadi di laut lebih besar daripada curah hujannya. Kecepatan angin yang tinggi dan kelembaban yang relatif rendah menyebabkan penguapan lebih dari 100 mm/bulan.
Suhu dan salinitas di wilayah perairan Indramayu berfluktuasi secara musiman yang dipengaruhi oleh dinamika perairan Laut Jawa. Secara umum fluktuasi suhu bulanan Laut Jawa menunjukkan adanya dua puncak maksimum (28,7º C) dan dua puncak minimum (sekitar 27,5º C). Puncak maksimum terjadi dalam periode musim peralihan (bulan Mei dan November), sedangkan puncak minimum terjadi bulan Agustus dan Februari (puncak musim Timur dan Barat). Rerata suhu bulanan bervariasi antara 27,5 ºC sampai dengan 28,7 ºC.
Rata-rata salinitas bulanan di perairan Laut Jawa berkisar antara 31,5‰ – 33,7‰. Salinitas maksimum pertama (33,7‰) dan kedua (33,3‰) terjadi dalam bulan September dan November, sedangkan salinitas minimum pertama (31,8‰) dan kedua (31,3‰) terjadi masing-masing sekitar bulan Februari dan Mei. Perairan pantai Indramayu memiliki kedalaman yang relatif dangkal (kurang dari 20 m) dengan gradien kedalaman yang relatif landai.
4.2.2 Keadaan umun perikanan laut Kabupaten Indramayu 1) Unit Penangkapan Ikan
Perkembangan jumlah unit penangkapan di Kabupaten Indramayu dalam periode 7 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 8 sedangkan perkembangan jumlah alat tangkap di Eretan Kulon dapat di lihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Perkembangan jumlah alat tangkap di Kabupaten Indramayu tahun 2003-2009
No Jenis Alat Tangkap
Jumlah Alat Tangkap per Tahun Rata-rata Perkembangan (%) 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 1 Pukat kantong (Lampara,Dogol, Payang) 1486 1486 1486 1486 1190 1080 1080 -15,10 2 Pukat Pantai 288 288 288 1173 1163 1163 1163 154,05 3 Purse seine 156 156 156 197 178 178 181 8,32 4 Gillnet 2390 2390 2390 2879 2976 2976 3100 9,33 5 Jaring Klitik 870 870 870 334 334 334 334 -61,60 6 Pancing 332 332 332 115 115 115 115 -65,36 7 Sero 80 80 80 78 78 78 78 -2,5 Jumlah 5602 5602 5602 5966 5924 5924 6084 2,83
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu, 2010
Sebanyak tujuh jenis alat tangkap yang terdapat di Kabupaten Indramayu, tiga di antaranya memiliki jumlah yang besar yaitu gillnet, pukat kantong dan pukat pantai (Tabel 5). Alat tangkap gillnet (jaring insang) merupakan alat tangkap yang dominan dimana dari 2390 unit pada tahun 2003 menjadi 3100 unit pada tahun 2009 dengan rata-rata perkembangan sebesar 9,33% yang kemudian diikuti oleh alat tangkap pukat pantai. Pukat pantai tumbuh cukup signifikan sebesar 154,05%. Selain kedua alat tangkap tersebut pukat kantong merupakan alat tangkap yang banyak digunakan walaupun rata-rata perkembangannya mengalami penurunan yaitu -15,10% dimana pada tahun 2003 jumlahnya 1486 unit menjadi 1080 unit pada tahun 2009. Meskipun tidak meningkat drastis alat tangkap purse seine (pukat cincin) juga mengalami kenaikan dimana dalam periode 2003 (sebanyak 156 unit) meningkat menjadi 181 unit pada tahun 2009, atau dengan rata-rata perkembangan sebesar 8,32%. Sedangkan alat tangkap lainnya seperti jaring klitik, pancing dan sero selama periode 2003 sampai 2009 mengalami penurunan dengan ratarata perkembangan masingmasing sebesar -61,60%, -65,36% dan 2,50%.
Jenis alat tangkap di Eretan Kulon tidak banyak mengalami perubahan selama periode tahun 2003 sampai tahun 2009 (Tabel 6). Alat tangkap yang digunakan di Eretan Kulon didominasi oleh pukat pantai dan jaring klitik. Empat jenis alat tangkap lainnya yaitu pukat kantong, pukat pantai, gillnet dan jaring klitik tidak mengalami perubahan jumlah (unit). Sedangkan untuk alat tangkap
purse seine mengalami penurunan rata-rata sebesar -9,10% (dari 44 unit tahun 2003 menjadi 40 unit pada tahun 2009).
Tabel 6 Jumlah alat tangkap di Eretan Kulon tahun 2003 – 2009
No Jenis Alat Tangkap
Jumlah Alat Tangkap per Tahun Rata-rata Perkembanga n (%) 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 1 Pukat kantong (Lampara,Dogol,Payang) 86 86 86 86 86 86 86 0 2 Pukat Pantai 277 277 277 277 277 277 277 0 3 Purse seine 44 44 44 44 40 40 40 -9,10 4 Gillnet 47 47 47 47 47 47 47 0 5 Jaring Klitik 108 108 108 108 108 108 108 0 6 Pancing 0 0 0 0 0 0 72 0 7 Sero 0 0 0 0 0 0 0 0 Jumlah 562 562 562 562 558 558 630
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu, 2010 2) Jenis Ikan dan Produksi Ikan
Bertolak dari jenis alat tangkap yang dioperasikan di perairan Kabupaten Indramayu, maka jenis ikan yang tertangkap juga beragam. Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 7 dapat diketahui bahwa dari 7 jenis alat tangkap yang beroperasi teridentifikasi 24 jenis ikan yang didaratkan oleh nelayan Indramayu. Beberapa jenis ikan yang tertangkap didominasi oleh tongkol (Euthynnus spp), pepetek (Leiognathus sp) dan manyung (Arius sp) dengan hasil tangkapan tahun 2006 dari ketiga jenis ikan tersebut berkisar 39,40% dari total hasil tangkapan. Tabel 7 Data statistik perikanan tangkap per jenis ikan yang ditangkap di
perairan Indramayu tahun 2006
No Jenis Ikan Harga
(Rp) Produksi (Ton) Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV 1 manyung 10.000 1.123,20 532,30 583,50 1.167,10 2 selar 7.000 621,50 433,90 378,80 596.80 3 layang 8.000 107,20 45,30 1.264,90 45,50 4 bawal hitam 22.000 626,10 278,10 615,80 656,30 5 bawal putih 25.500 17,00 9,70 885,80 534,10 6 kakap putih 20.000 14,00 96,90 663,60 31,80 7 tembang 2.500 787,60 2.776,80 1508,20 590,10 8 lemuru 5.000 9,80 640,70 984,90 141,30 9 lidah 5.000 23,20 19,40 27,00 56,90 10 teri 35.000 91,60 81,80 750,50 13,30 11 pepetek 3.500 3.013,90 3.727,40 609,80 5245,50 12 kakap merah 20.000 713,10 181,20 786,70 734,00 13 belanak 6.000 20,70 1,70 34,50 4,50
No Jenis Ikan Harga (Rp) Produksi (Ton) Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV 14 kuniran 4.000 725,50 44,70 62,20 -15 kuro 20.000 10,40 53,30 74,20 25,20 16 talang-talang 5.000 20,80 6,50 727,60 11,40 17 gulamah tigawaja 3.500 160,80 519,10 544,60 952,50 18 kembung 8.000 753,60 312,10 1507,30 724,60 19 tenggiri 25.000 659,90 630,60 826,40 455,80 20 tongkol 7.000 2.298,20 3.357,10 1458,50 5.354,70 21 kerapu 17.000 14,00 6,50 - 27,40 22 layur 6.000 10,80 46,70 437,40 546,90 23 cucut 9.000 74,80 473,90 644,20 601,60 24 pari 8.000 279,70 131,00 402,60 371,30 25 ikan lainnya 5.000 1.801,60 820,40 339,30 1,845,8 26 udang dogol 35.000 4,70 - 171,20 357,00 27 udang jerbung 25.000 23,20 - 401,40 535,10 28 udang lainnya 15.000 1.007,50 522,40 300,20 316,30 29 kepiting 30.000 11,00 9,80 33,40 316,30 30 rajungan 20.000 11,80 10,30 67,90 69,70 31 cumi-cumi 20.000 306,00 291,40 491,70 515,00 32 sotong 22.000 192,50 22,60 223,90 223,80 33 terbang 9.000 - 97,00 - -JUMLAH 15.535,70 16.170,80 17.808,00 22.786,60 Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu, 2007
3) Prasarana pendukung
Kegiatan penangkapan ikan memerlukan prasarana dalam bentuk pelabuhan perikanan/pangkalan pendaratan ikan. Fungsi prasarana tersebut adalah sebagai tempat berlabuhnya kapal penangkap ikan, mendaratkan hasil tangkapan, pengisian perbekalan, pusat pemasaran dan distribusi ikan, pengembangan masyarakat nelayan, pusat pembinaan mutu hasil tangkapan dan pusat pelaksanaan penyuluhan dan pengumpulan data perikanan.
Fasilitas dari prasarana perikanan tangkap terdiri dari: 1) Fasilitas pokok meliputi:
a. Penahan gelombang (break water); b. Dermaga (jetty);
c. Kolam pelayaran, alur pelayaran, monumen pelabuhan; d. Turrap;
2) Fasilitas fungsional meliputi: a. Tempat pelelangan ikan (TPI); b. Pasar ikan dan depot es; c. Tempat pengolah ikan; d. Instalasi air bersih;
e. Instalasi listrik dan telkom; f. Balai pertemuan nelayan; g. Kantor PP/PPI dan syahbandar; h. Bengkel.
3) Fasilitas tambahan meliputi:
a. Toko bahan alat perikanan (BAP); b. Poliklinik;
c. Perumahan nelayan dan tempat ibadah; d. Tempat penginapan.
Prasarana perikanan tersebut terbentuk dalam suatu kawasan Pelabuhan Perikanan/Pangkalan Pendaratan Ikan. Adapun jumlah PP/PPI di Kabupaten Indramayu adalah sebanyak 14 buah, terdiri atas 12 buah PPI dan 1 buah PPP (Tabel 8).
Tabel 8 Nama dan lokasi PP/PPI di Kabupaten Indramayu
No Nama PP/PPI Desa
1 PPI Ujung Gebang Ujung Gebang
2 PPI Bugel Sukahaji
3 PPP Eretan Wetan Eretan Wetan
4 PPI Eretan Kulon Eretan Kulon
5 PPI Cangkring Cangkring
6 PPI Bedahan Brondong
7 PPI Karangsong Karangsong
8 PPI Singaraja Singaraja
9 PPI Majakerta Majakerta
10 PPI Limbangan Limbangan
No Nama PP/PPI Desa
12 PPI Juntinyuat Juntinyuat
13 PPI Dadap Dadap
14 PPI Tegal Agung Tegal Agung
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu (2007)
Sampai saat ini terdapat 14 PP/PPI yang ada di Kabupaten Indramayu, Empat diantaranya merupakan pusat produksi perikanan tangkap. Keempat PP/PPI tersebut adalah PPP Eretan Wetan, PPI Eretan Kulon, PPI Karangsong, dan PPI Dadap. Mengingat aktifitasnya, maka PPI Eretan Kulon dan PPI Karangsong direncanakan ditingkatkan menjadi PPP.
Tabel 9 Fasilitas yang tersedia di PPI Eretan Kulon No Jenis Fasilitas Jumlah (unit)
atau Panjang (m)
1 Breakwater 520 m
2 Kade 350 m
3 Jetty 2000 m
4 Kantor PPI 1 unit
5 Koperasi 1 unit 6 TPI 1 unit 7 Depot es 1 unit 8 SPDN 1 unit 9 Bengkel 1 unit 10 Mushola 1 unit
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu (2007)
Fasilitas yang dimiliki oleh PPI Eretan Kulon cukup memadai untuk menunjang kegiatan perikanan tangkap. Pada akhir tahun 2007, telah berdiri pabrik fillet ikan kuniran di daerah tersebut. Hal ini menunjukkan adanya perhatian dinas perikanan dan kelautan setempat terhadap kegiatan ekonomi masyarakat. Fillet ikan kuniran tersebut diekspor ke Malaysia. Berdirinya pabrik fillet ikan kuniran dapat memberikan nilai tambah untuk pencanangan PPI Eretan Kulon menjadi PPP.
4.3 Keadaan Umum Perikanan Laut Arafura 4.3.1 Potensi perikanan laut di Arafura
Laut Arafura merupakan salah satu wilayah perairan potensial untuk penangkapan udang dan ikan demersal. Usaha kegiatan penangkapan ikan dan udang dimulai sejak tahun 1960-an, baik oleh armada asing maupun armada yang dimiliki oleh PMA, PMDN, dan perusahaan swasta nasional. Wilayah perairan Laut Arafura dan Laut Timor termasuk kedalam Wilayah Pengelolaan (WPP-718) merupakan bagian dari paparan sahul yang dibatasi oleh Provinsi Papua di sebelah Utara dan provinsi Maluku disebelah barat, serta berhubungan langsung dengan Laut Banda dan Laut Timor. Menurut Naamin (1984) luas wilayah perairan ini mencapai 150 000 km2. Daerah Penangkapan di Laut Arafura terdiri dari tiga bagian yaitu :
1. Daerah Kepala Burung ( sub-area I dan II) meliputi Sele, teluk Bintuni, Fakfak dan perairan Kaimana;
2. Dolak dan perairan sekitarnya (sub-area IV) meliputi perairan Kokonao, Aika, Mimika, Aidma dan Digul;
3. Aru dan perairan sekitarnya (sub-area III)
Daerah penangkapan pukat udang di laut Arafura seperti dapat dilihat pada Gambar 4.
Daerah pengoperasian trawl dibatasi pada koordinat 1300 kearah timur kecuali di perairan pantai dari masing-masing pulau yang terdapat disekitar laut Arafura dan dibatasi oleh garis isobath sedalam 10 m. Upaya penangkapan dengan pukat udang terdapat diperairan Dolak, Kaimana, Mimika, Kepulauan Aru, Teluk Bintuni, Sele dan selat Membrano di bagian utara Papua. Untuk penangkapan komersial dilakukan pada kedalaman 10-30 m, disebelah timur Kepulauan Aru 40-50 m sekitar 40 mil dari pantai (Naamin, 1989). Besarnya potensi ikan demersal di wilayah pengelolaan 718 untuk ikan demersal sebesar 284,7 ribu ton/tahun sedangkan untuk potensi udang penaeid sebesar 44,7 ribu ton/tahun dengan status untuk ikan demersal over exploited dampak dari pengoperasian pukat ikan (http://infohukum.kkp.go.id/files_kepmen diunduh tanggal 28 Desember 2011).
Sumber : KKP (2012)
Gambar 4 Daerah penangkapan pukat udang di Laut Arafura. 4.4 Armada trawl di Arafura
Armada penangkapan ikan yang beroperasi di Laut Arafura sangat beragam, mulai dari perahu tidak bermotor hingga kapal ikan berukuran lebih besar dari 500 GT. Kapal pukat udang yang beroperasi dikelompokkan menjadi stern shrimp trawl dan double rig shrimp trawl. Pengoperasin stern trawl penarikan jaring dilakukan dibagian buritan kapal dan hanya menggunakan satu buah jaring. Sedangkan double rig shrimp trawl penarikan jaring dilakukan dari dua sisi kapal menggunakan dua buah jaring. Peningkatan jumlah unit penangkapan double rig shrimp trawl dan stern trawl sampai dengan tahun 2008 mencerminkan bahwa sumberdaya ikan demersal (dan udang) di Laut Arafura merupakan sasaran utama para pengusaha perikanan. Namun demikian setelah tahun 2008 menurun nya jumlah unit penangkapan kedua unit tersebut dikarenakan semakin menurunnya produksi dan fishing ground yang semakin sempit. Hal ini dikarenakan adanya penolakan masyarakat lokal terhadap
pengoperasian pukat udang pada daerah Bintuni dan teluk Sele.
Gambar 5 Perkembangan alat tangkap trawl di Arafura tahun 2005
Kapal trawl yang
dengan mesin induk menggunakan 400 sampai 1300 PK. Panjang tali ris atas (head rope) berkisar antara 22
m. Pada setiap pengoperasian trawl digunakan dua pada ujung sayap dengan tipe
panjang 2,5 m dan lebar 1,2 m. Spesifikasi kapal dan ukuran ground rope trawl demersal dapat dilihat pada
Tabel 10 Spesifikasi kapal dan ukuran yang beroperasi di Laut Arafura.
Nama kapal GT Mina Raya 23 na Napier Pearl, Aru Pearl 166 Surya 85 166 (PT Maprodin) 170 Merbah 170
pengoperasian pukat udang pada daerah-daerah tertentu seperti di perairan teluk
Perkembangan alat tangkap trawl di Arafura tahun 2005 -2009
beroperasi di Arafura berkisar pada 160 –
dengan mesin induk menggunakan 400 sampai 1300 PK. Panjang tali ris atas ) berkisar antara 22-30 m panjang tali ris bawah berkisar antara 22 m. Pada setiap pengoperasian trawl digunakan dua buah otterboard yang dipasang pada ujung sayap dengan tipe flat rectangular. Ukuran otterboard yang digunakan panjang 2,5 m dan lebar 1,2 m. Spesifikasi kapal dan ukuran head rope
trawl demersal dapat dilihat pada Tabel 10 dibawah ini :
pesifikasi kapal dan ukuran head rope dan ground rope trawl demersal di Laut Arafura. Panjang (m) Lebar (m) Dalam (m) Mesin Induk (PK) Head Rope (m) 32,24 6,50 2,75 800 28,10 21,84 7,42 3,92 900 23,04 24,95 7,85 2,70 402 28,11 32,30 5,96 2,34 650 23,50 32,92 5,96 2,05 650 29,80
daerah tertentu seperti di perairan teluk
2009
– 550 GT dengan mesin induk menggunakan 400 sampai 1300 PK. Panjang tali ris atas 30 m panjang tali ris bawah berkisar antara 22 – 32
yang dipasang yang digunakan head rope dan
trawl demersal Head ope (m) Ground Rope (m) 28,10 31,40 23,04 28,60 28,11 22,23 23,50 29,00 29,80 23,60
Nama kapal GT Panjang (m) Lebar (m) Dalam (m) Mesin Induk (PK) Head Rope (m) Ground Rope (m) Nusantara Guna I 171 26,40 6,80 3,00 600 23,04 28,60 Nusantara Guna II 171 29,00 7,00 3,20 600 23,04 28,60 Kurnia 12 192 27,40 7,20 3,20 556 25,00 21,00 Kurnia 8 192 27,55 7,32 3,84 565 26,00 22,00 Merawal II 229 35,14 6,60 ? 900 23,04 28,60 (PT Maprodin) 229 39,00 6,60 2,85 900 23,50 29,00 (PT Maprodin) 240 41,30 6,40 2,93 1.000 23,50 29,00 (PT Maprodin) 243 39,00 6,60 2,35 900 23,50 29,00 Aman 10 250 24,72 6,90 2,95 565 22,40 26,00 Toyo 57 490 49,60 8,20 3,67 1.000 na ? (PT Maprodin) 532 50,15 8,50 3,64 1.300 23,50 29,00
Sumber: Purnomo (2004); Purbayanto et al. (2004); Purbayanto dan Riyanto (2005)
4.4.1 Hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan (bycatch) trawl demersal di Laut Arafura
Hasil tangkapan utama kapal trawl adalah berbagai macam jenis udang seperti udang windu (Penaeus monodon), udang jerbung ( Penaeus merguiensis), udang krosok (Slonecera spp) dan udang dogol (Metapenaus eborancis). Selain udang sebagai hasil tangkapan utama trawl juga menangkap jenis ikan demersal seperti peptek (Leiognathus sp), beloso (Saurida tumbil), gulamah (Argyrosomus amoyensis), tenggiri (Scomberomous sp), kembung (Rastrelliger sp), cumi-cumi (Loligo sp), manyung (Arius thallassinus) dan layur (Trichiurus spp), kerong-kerong (Terapon theraps) dan kurisi (Nemipterus) ikan-ikan tersebut termasuk dalam bycatch dari trawl (Naamin, 1987; Evans dan Wahju, 1995).