Grand Case Grand Case
FRAKTUR RADIUS 1/3 DISTAL FRAKTUR RADIUS 1/3 DISTAL
oleh : oleh :
Ditya Fitri Wahyuni Ditya Fitri Wahyuni
1210313109 1210313109 Preseptor: Preseptor:
Prof. Dr. dr. Menkher Manjas, Sp.B Sp.OT Prof. Dr. dr. Menkher Manjas, Sp.B Sp.OT
BAGIAN ILMU BEDAH RUMAH SAKIT DR. M. DJAMIL BAGIAN ILMU BEDAH RUMAH SAKIT DR. M. DJAMIL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2017 2017
BAB I BAB I TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA 1.1 1.1 DefinisiDefinisi
Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan. Trauma yang menyebabkan fraktur dapat berupa trauma langsung, rawan. Trauma yang menyebabkan fraktur dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan fraktur radius dan ulna, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan fraktur radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan dan dapat berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan fraktur klaviluka atau radius distal. Akibat trauma pada tulang yang menyebabkan fraktur klaviluka atau radius distal. Akibat trauma pada tulang terganting pada jenis trauma, kekuatan, dan arahnya.
terganting pada jenis trauma, kekuatan, dan arahnya.11
Berdasarkan luasnya, fraktur dibagi menjadi fraktur komplit dan Berdasarkan luasnya, fraktur dibagi menjadi fraktur komplit dan inkomplit. Fraktur komplit terjadi apabila tulang terbagi menjadi 2 atau lebih inkomplit. Fraktur komplit terjadi apabila tulang terbagi menjadi 2 atau lebih fragmen, yaitu fraktur trasverse, oblik atau spiral, impaksi, dan kominutif. fragmen, yaitu fraktur trasverse, oblik atau spiral, impaksi, dan kominutif. Sedangkan fraktur inkomplit yaitu periosteum tetap dalam kontinuitas, seperti Sedangkan fraktur inkomplit yaitu periosteum tetap dalam kontinuitas, seperti fraktur greenstrick.
fraktur greenstrick.22
Gambar 1.4 Klasifikasi Fraktur. Gambar 1.4 Klasifikasi Fraktur.
Fraktur radius distal adalah salah satu fraktur yang biasa terjadi pada pergelangan tangan. Umumnya sering terjadi karena jatuh dalam keadaan tangan menumpu dan biasanya terjadi pada anak-anak dan lanjut usia. Bila seseorang jatuh dengan tangan yang menjulur, tangan akan tiba-tiba menjadi kaku, dan kemudian menyebabkan tangan memutar dan menekan lengan bawah. Biasanya penderita jatuh terpeleset sedang tangan berusaha menahan badan.3
1.2 Epidemiologi
Kecelakaan adalah masalah kesehatan dunia yang semakin meningkat. World Health Organization (WHO) memperkirakan 16.000 orang mengalami kematian akibat kecelakaan. Trauma akibat kecelakaan juga merupakan penyebab utama kematian pada laki-laki muda dibawah 45 tahun. Angka mortalitas pada trauma diperkirakan 50-60% dalam satu jam pertama sehingga penilaian cedera yang cepat dapat mengurangi angka mortalitas pada periode awal setelah cedera .4
Fraktur radius distal adalah salah satu fraktur yang paling umum dari ekstremitas atas. Lebih dari 450.000 terjadi setiap tahun di Amerika Serikat. Fraktur radius distal mewakili sekitar seperenam dari semua patah tulang yang dirawat di bagian gawat darurat. Insiden fraktur radius distal pada usia tua selalu berhubungan dengan osteopenia dan naik dalam insiden dengan bertambahnya usia, hampir secara paralel dengan peningkatan kejadian patah tulang pinggul. Fraktur radius distal yang terjadi pada usia muda, disebabkan oleh trauma. Baik karena kecelakaan lalu lintas ataupun terjatuh dari ketinggian.3
1.3 Anatomi
Gambar 1. Anatomi radius distal.5
Radius distal terdiri dari atas tulang metaphysis, scaphoid facet dan lunate Facet, dan Sigmoid notch, bagian dari metaphysis melebar kearah distal, dengan korteks tulang yang tipis pada sisi dorsal dan radial. Permukaan artikular memiliki permukaan cekung ganda untuk artikulasi dengan baris karpal proksimal (skafoid dan fossa lunate), serta kedudukan untuk artikulasi dengan ulna distal. 80 % dari beban aksial didukung oleh radius distal dan 20% ulna dan kompleks
fibrocartilage segitiga (TFCC).
Radius distal terdiri dari permukaan sendi yaitu :
1. Facet skafoid
2. Facet lunatum
Skafoid merupakan sisi lateral dari distal radius, sisi medial dari distal radius yaitu sigmoid notch dan facet lunatum.
DRUJ ( distal radioulnar joint ) Sisi distal dari ulna berartikulasi dengan radius distal dan merupakan tempat melekatnya kompleks ligamentum triangular fibrocartilage. Radius distal terbagi menjadi beberapa kolum, yaitu Kolum lateral dan Kolum medial yang terbagi menjadi sisi dorsal dan sisi medial. Kedua kolum ini berkorelasi secara anatomis dengan facet dari tulang schapoid dan facet dari tulang lunatum.5
1.4 Patofisiologi
Fraktur umumnya terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan akibat trauma. Trauma tersebut dapat bersifat langsung atau tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komunitif ataupun transverse dan jaringan lunak juga mengalami kerusakan. Sementara itu, pada trauma yang tidak langsung trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur dan biasanya jaringan lunak tetap utuh.2
Meskipun hampir sebagian besar fraktur disebabkan kombinasi beberapa gaya (memutar, membengkok, kompresi, atau tegangan), pola garis fraktur pada hasil pemeriksaan sinar X akan menunjukkan mekanisme yang dominan.2
Tekanan pada tulang dapat berupa:
1. Berputar (twisting ) yang menyebabkan fraktur bersifat spiral 2. Kompresi yang menyebabkan fraktur oblik pendek
3. Membengkok (bending ) yang menyebabkan fraktur dengan fragmen segitiga ‘butterfly’
4. Regangan (tension) cenderung menyebabkan patah tulang transversal; di beberapa situasi dapat menyebabkan avulsi sebuah fragmen kecil pada
titik insersi ligamen atau tendon.2
Setelah terjadinya fraktur komplit, biasanya fragmen yang patah akan mengalami perpindahan akibat kekuatan cedera, gravitasi, ataupun otot yang melekat pada tulang tersebut. Perpindahan yang terjadi yaitu sebagai berikut:
1. Translasi (shift) – fragmen bergeser ke samping, ke depan, atau ke belakang.
2. Angulasi (tilt) – fragmen mengalami angulasi dalam hubungannya dengan yang lain.
3. Rotasi (twist) – Satu fragmen mungkin berbutar pada aksis longitudinal; tulang terlihat lurus.
4. Memanjang atau memendek – fragmen dapat terpisah atau mengalami overlap.2
Gambar 2.5 Mekanisme cedera: (a) spiral (twisting); (b) oblik pendek (kompresi); (c) pola ‘butterfly’ segitga (bending); (d) transversal (tension). Pola spiral dan oblik panjang biasanya disebabkan trauma indirek energi rendah; pola bending dan
Pada kebanyakan aktifitas, sisi dorsal dari radius distal cenderung mengalami tension, sisi volar dari radius distal cenderung mengalami kompresi, hal ini disebabkan oleh bentuk integritas dari korteks pada sisi distal dari radius, dimana sisi dorsal lebih tipis dan lemah sedangkan pada sisi volar lebih tebal dan kuat. Beban yang berlebihan dan mekanisme trauma yang terjadi pada pergelangan tangan akan menentukan bentuk garis fraktur yang akan terjadi.6
1.5 Mekanisme Cedera
Mekanisme umum fraktur radius distal pada usia muda termasuk jatuh dari ketinggian, kecelakaan kendaraan bermotor, atau cedera karena olah raga. Pada orang tua, fraktur radius distal sering timbul dari mekanisme energi yang rendah, seperti terjatuh pada saat berjalan, ataupun terpeleset. Mekanisme cedera yang paling umum terjadi adalah jatuh ke tangan terulur dengan pergelangan tangan dalam dorsofleksi. Fraktur radius distal terjadi ketika dorsofleksi pergelangan tangan bervariasi antara 40 dan 90 derajat, dengan derajat yang lebih rendah dari gaya yang dibutuhkan pada sudut yang lebih kecil. Impaksi pada tulang metaphysis distal radius terhadap tulang karpal juga sering terjadi. Selain itu, kekuatan dari mekanisme trauma juga sering mengakibatkan keterlibatan permukaan artikular. Mekanisme dengan energi tinggi (misalnya, trauma kendaraan/kecelakaan lalu lintas) dapat mengakibatkan pergeseran atau fraktur yang sangat kominutif (fraktur lebih dari tiga fragmen) dan mengakibatkan sendi wrist tidak stabil.6
1.6 Proses Penyembuhan Fraktur
Proses penyembuhan fraktur adalah proses biologis alami yang akan terjadi pada setiap fraktur. Pada permulaan akan terjadi perdarahan di sekitar patahan tulang, yang disebabkan oleh terputusnya pembuluh darah pada tulang dan periost yaitu fase hematom (2-8 jam sesudah trauma). Dalam 8 jam sesudah terjadinya fraktur ini merupakan reaksi inflamasi akut yaitu dengan adanya migrasi sel-sel inflamasi dan inisiasi proliferasi dan diferensiasi stem sel mesenkimal dari periosteum. Ujung fragmen tulang dikelilingi oleh jaringan seluler yang membuat rangka pada lokasi fraktur. Hematom ini kemudian akan menjadi medium pertumbuhan sel jaringan fibrosis dan vaskuler hingga hematom berubah menjadi jaringan fibrosis dengan kapiler di dalamnya. Jaringan ini menyebabkan fragmen tulang saling menempel, Fase ini disebut fase jaringan fibrosis dan jaringan yang menempelkan fragmen patahan tulang tersebut dinamakan kalus fibrosa. Ke dalam hematom dan jaringan fibrosis ini kemudian juga tumbuh sel jaringan mesenkim yang bersifat osteogenik Sel ini akan berubah menjadi sel konroblast yang akan membentuk kondroid yang merupakan bahan dasar tulang rawan, sedangkan di tempat yang jauh dari patahan tulang yang vaskularisasinya relative banyak, sel ini berubah menjadi osteoblast dan membentuk osteoid yang merupakan bahan dasar tulang. Kondroid dan osteoid ini mula-mula tidak mengandung
kalsium sehingga tidak terlihat pada foto rontgen. Pada tahap selanjutnya terjadi penilangan atau osifikasi. Kesemuanya ini menyebabkan kalus fibrosa berubah menjadi kalus tulang. Pada foto rontgen, proses ini terlihat sebagai bayangan radio-opak, tetapi bayangan garis patah tulang masih terlihat. Fase
ini disebut fase penyatuan klinis. Selanjurnya, terjadi pergantian sel tulang secara berangsur-angsur oleh sel tulang yang mengatur diri sesuai dengan garis tekanan dan tarikan yang bekerja pada tulang. Akhirnya sel tulang ini mengatur diri secara lamellar seperti sel tulang normal. Kekuatan kalus ini sama dengan kekuatan tulang biasa dan fase ini disebut fase konsolidasi (6-12 minggu). Fase selanjutnya yaitu remodeling yangmana tulang yang patah t elah menyambuh oleh adanya tulang solid. Selama beberapa bulan bahkan tahun, tulang yang baru terbentuk tersebut akan kembali diubah oleh proses pembentukan dan resorpsi tulang sehingga tidak akan tampak lagi garis
fraktur.1,2
Gambar 2.6 Fase Penyembuhan Fraktur: (a)Hematoma; (b)Inflamasi; (c) Kalus; (d)Konsolidasi; (e)Remodeling.2
1.7 Klasifikasi Fraktur Radius Distal
Klasifikasi radius distal fraktur berdasarkan keterlibatan intraartikular.7
Gambar 3. Mayo Clinic Classification radius distal fraktur.
Tipe 1 adalah fraktur extraarticular (diluar sendi). Tipe 2, 3, 4 adalah fraktur intraarticular (pada sendi) dibedakan berdasarkan displacement (pergeseran) dan kompleksitas fraktur.
1. Frykman Classification
1.8 Diagnosis
a. Anamnesis
Biasanya penderita datang dengan suatu trauma, baik yang hebat maupun trauma ringan dengan keluhan bahwa tulangnya patah karena jelasnya keadaan patah tulang tersebut bagi pasien. Sebaliknya juga mungkin, patah tulang tidak disadari oleh penderita dan mereka datang dengan keluhan “keseleo”, terutama patah yang disertai dengan dislokasi f ragmen yang minimal ataupun dengan keluhan lain seperti nyeri, bengkok, ataupun bengkak. Setelah mengetahui keluhan utama pasien, harus ditanyakan mekanisme trauma dan seberapa kuatnya trauma tersebut. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat karena fraktur tidak selalu terjadi di daerah trauma. Trauma dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, atau jatuh di kamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan pada kerja., atau trauma olahraga.1,8 b. Pemeriksaan Fisik
1. Look (Inspeksi)
Pasien dapat terlihat kesakitan, mencoba melindungi anggota badannya yang patah, terdapat pembengkakan, deformitas berupa bengkok, terputar, pemendekan dan juga gerakan yang tidak normal.1,8
2. Feel (Palpasi)
Palpasi dilakukan hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat nyeri. Nyeri dapat berupa nyeri tekan yang sifatnya sirkuler dan nyeri tekan sumbu sewaktu menekan atau menarik dengan hati-hati anggota badan yang patah searah dengan sumbunya. Selain itu juga
diperlukan pemeriksaan vaskuler pada daerah distal dan pengukuran tungkai.1
3. Movement (Pergerakan Sendi)
Evaluasi gerakan sendi secara aktif dan pasif untuk menilai apakah terdapat nyeri dan krepitasi ketika sendi digerakkan. Selain itu dilakukan juga penilaian Range of Movement (ROM). Pada penderita fraktur setiap gerakan akan menimbulkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, sel ain itu gerakan dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.8
c. Pemeriksaan Penunjang
Penilaian radiografi terhadap cedera sebaiknya dilakukan untuk menunjang diagnosis fraktur. Namun, sebelum pemeriksaan ini dilakukan, traksi longitudinal atau splint untuk meminimalisasi cedera jaringan lunak. Untuk penilaian terbaik terhadap antebrachii, pemeriksaan rasdiologi 2 posisi sebaiknya dilakukan (AP dan lateral), dan sendi di atas dan di bawahnya harus terlibat. Pada beberapa kasus, fraktur yang terjadi hanya bepindah secara minimal saja dan tidak terlihat dalam foto polos namun dengan adanya “trauma computed tomography scans (CTs)”, diagnosis terhadap fraktur ini dapat dilakukan.9
1.9 Tatalaksana
Sebelum dilakukan pengobatan definitif pada suatu fraktur, maka diperlukan tatalaksana kondisi umum pasien. Berdasarkan protokol ATLS, prinsip penanganan trauma dibagi menjadi tiga, yaitu:2
1. Primary survey: penilaian cepat dan tatalaksana cedera yang mengancam nyawa. Tahap ini terdiri dari Airway dengan proteksi vertebra servikal, Breathing , Circulation dengan kontrol perdarahan, Disability dan status neurologis, serta Exposure (paparan) dan Environment (lingkungan).
2. Secondary survey: evaluasi detail dari kepala hingga ke jari kaki untuk mengidentifikasi cedera lainnya. Tahap ini terdiri dari: anamnesis, pemeriksaan fisik, selang dan jari pada setiap lubang, pemeriksaan
neurologis, uji diagnostik lebih jauh, dan evaluasi ulang.
3. Tatalaksana definitf: tatalaksana khusus dari cedera yang telah diidentifikasi
Pada fraktur, tujuan utama terapi adalah mempertahankan fungsi dengan komplikasi minimal. Prinsip penanganan fraktur ada empat, yaitu rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi.8
1. Rekognisi, yaitu mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan radiologis. Perlu diperhatikan lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik pengobatan yang sesuai, komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan.
2. Reduksi, yaitu tindakan mengembalikan posisi fraktur seoptimal mungkin ke keadaan semula, dan sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal, mencegah komplikasi seperti kekakuan dan deformitas.
3. Retensi, yaitu imobilisasi fraktur sehingga mempertahankan kondisi reduksi selama penyembuhan.
4. Rehabilitasi, untuk mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.
Reduksi dapat dilakukan secara tertutup atau terbuka. Terdapat dua komponen pada reduksi, yaitu memindahkan fragmen dan menilai apakah posisi yang diinginkan telah tercapai. Seringkali setelah fraktur direduksi perlu distabilisasi selama masa penyembuhan berlangsung. Terdapat beberapa metode untuk stabilisasi, yaitu penggunaan gips, spalk, traksi, plates and screws, intramedullary nailing , atau fiksator eksternal .
Tatalaksana Fraktur Radius Distal
Pasien dengan fraktur radius distal umumnya selalu ditangani dengan reposisi tertutup dan imobilisasi dengan gyps/cast, kecuali pasien dengan open fraktur ataupun kondisi fragmen fraktur yang tidak memenuhi kriteria acceptable. Jika fraktur stabil dan hasil reduksi baik, maka tidak diperlukan tindakan operasi lanjutan. Jika fraktur dinilai tidak stabil, dinilai dari pergeseran (displaced) dari fragmen setelah dilakukan tindakan reduksi tertutup, maka dapat dipertimbangkan tindakan operatif.10
Bila di tinjau secara biomekanik saat terjadinya trauma, sisi volar dari radius distal mengalami kompresi yang lebih besar bila di bandingkan dengan sisi volar. Oleh karena itu, tahap awal untuk mendapatkan reduksi yang stabil yaitu dengan cara mengoptimalisasi fiksasi pada volar cortex, pada kasus dengan fraktur kominutif pada sisi dorsal maka hal yang penting untuk di perhatikan yaitu reposisi secara akurat aposisi dari korteks volar nya. Semua fraktur harus
dilakukan reduksi tertutup, jika diperlukan juga. Reduksi fraktur membantu untuk mengurangi bengkak setelah fraktur, memberikan penghilang rasa sakit, dan mengurangi kompresi pada saraf median.10
Imobilisasi cast/gyps, diindikasikan untuk :
Nondisplaced atau patah tulang radius dengan pergeseran minimal.
Displaced fraktur dengan pola fraktur yang stabil diharapkan dapat
sembuh dalam posisi radiologi yg acceptable/dapat diterima.
Teknik reduksi tertutup :3
Fragmen distal pada posisi hyperekstensi.
Traksi dilakukan untuk mengurangi pergeseran pada bagian distal
terhadap proksimal fragmen, dengan melakukan penekanan pada distal radius.
Kemudian dilakukan pemasangan gyps (cast), dengan pergelangan tangan
dalam posisi netral dan sedikit fleksi.
Posisi ideal lengan, durasi imobilisasi, dan cast yang digunakan, apakah long arm cast, ataupun short arm cast, masih kontroversial, tidak ada studi prospektif yang telah menunjukkan keunggulan satu metode di atas yang lain. Fleksi pergelangan tangan yang ekstrim harus dihindari, karena meningkatkan tekanan
karpal kanal (dan kompresi saraf median) serta kekakuan jari tangan. Fraktur yang membutuhkan pergelangan tangan fleksi ekstrim untuk mempertahankan reduksi mungkin memerlukan fiksasi operatif. Gips harus dipakai selama kurang lebih 6 minggu atau sampai sudah terlihat proses penyembuhan dari radiologi.
ORIF (Fiksasi Interna dgn plate & Screw)
Fiksasi dengan plate adalah tindakan primer untuk fraktur yang tidak stabil dari volar dan medial kolum dari distal radius. Distal radius plate dikategorikan berdasarkan lokasi dan tipe dari plate. Lokasinya bisa dorsal medial, volar medial dan radial styloid. Prinsip dari penanganan radius distal adalah mengembalikan fungsi dari sendi pergelangan tangan (wrist joint). Plate yang konvensional dapat digunakan buttress ataupun neutralization plate, plate dengan locking screw juga kini sering digunakan, umumnya untuk tulang yang sudah mengalami pengeroposan (osteoporosis).
Fiksasi Eksternal
Penggunaannya telah berkembang dalam popularitas didasarkan pada studi yang menghasilkan tingkat komplikasi yang relatif rendah. Spanning fiksasi eksternal Ligamentotaxis digunakan untuk mengembalikan panjang radial dan kecenderungan radial, tapi jarang mengembalikan palmar tilt. Fiksasi eksternal saja mungkin tidak cukup stabil untuk mencegah beberapa derajat kolaps dan hilangnya palmar tilt selama penyembuhan. Overdistraksi harus dihindari karena dapat menyebabkan jari kaku dan dapat diakui oleh peningkatan jarak interkarpal pada fluoroskopi intraoperatif. Pin dapat di remove pada 3 sampai 4 minggu,
1.10 Komplikasi
Awal
Syok kehilangan satu atau dua liter darah dapat terjadi bahkan pada kasus fraktur tertutup, dan jika cedara yang terjadi pada kedua sisi, maka syok dapat terjadi lebih berat lagi. Kebanyakan pasien membutuhkan transfusi.
Emboli lemak dan ARDS fraktur pada rongga yang terisi dengan sumsum tulang yang banyak hampir selalu berujung dengan adanya emboli lemak yang terbawa ke paru. Hal ini biasanya dapat berlalu begitu saja tanpa adanya konsekuensi yang berat, namun pada beberapa kasus (khususnya pada pasien dengan cedara multipel dan syok berat, atau pada pasien dengan adanya trauma dada) hal ini dapat berujung pada distres pernafasan yang progresif dan gagal orga multipel. Gas darah harus diperiksa jika dicurugai hal ini dan tanda seperti sesak nafas, gelisah atau peningkatan suhu atau denyut nadi harus segera dilakukan pencarian terhadap tanda perdarahan pada tubuh bagian atas, aksila, konjungtiva,
terapinya bersifat supirtif dengan penekanan pada pencegahan hipokisa dan menjaga volume darah.
Tromboemboli, traksi yang lama diatas tempat tidur menjadi predisposisi terjadinya trombosis. Pergerakan dan latihan sangat penting untuk mencegah hal ini, namun pada pasien dengan resiko tinggi harus diberikan antikoagulan profilaksis.
Infeksi pada cedera terbuka, dan setelah tindakan fiksasi interna , selalu ada resiko terjadi infeksi. Antibiotik dan penanganan yang hari-hati terhadap prinsip bedah pada fraktur harus menjadi insidensi kejadian infeksi dibawah 2
persen. Jika tulang terkena infeksi maka pasien harus ditangani sebagai osteomelitis akut.2
Late
Terlambatnya penyatuan tulang atau non union . skala waktu untuk menentukan terlambat atau non union dari fraktur bervariasi tergantung jenis cedera dan metode tatalaksananya. Jika tidak ada kemajuan dalam waktu 6 bulan, yang dinilai dengan foto polos serial, maka diperlukan adanya intervensi. Hal yang umum dilakukan adalah dengan membuka baut pengunci dari nail intramedular supaya memungkinkan frakturnya “kolpas” (dinamisasi). Hal ini berhasil pada sebagian kecil kasus, namun sering gagal dan menyebabkan nyeri
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Tn. R
Umur : 18 tahun Jenis Kelamin : laki-laki Alamat : Muko muko
Tanggal MRS : 20 Desember 2016
RM : 965222
Anamnesa Keluhan Utama
Nyeri pada pergelangan tangan kanan setelah kecelakaan lalu lintas 12 jam yang lalu
Primary Survey
Airway : Clear, stridor (-), gurgling (-)
Breathing : Spontan, gerakan dada simetris kiri dan kanan, RR 20x/menit Circulation : Akral hangat, tekanan darah 110/60 mmHg, Nadi 80x/menit,
perdarahan aktif (-)
Disability : GCS 15 (E4M5V6), pupil isokor, diameter isokor, reflek cahaya +/+
Riwayat Penyakit Sekarang
- Pasien datang dengan keluhan nyeri pada pergelangan tangan kanan setelah kecelakaan lalu lintas yang dialami ± 12 jam yang lalu. Pasien mengendarai sepeda motor dan mengalami kecelakaan karena menabrak mobil dari belakang dan lengan kanan pasien berusaha menahan tumpuan badan ketika terjatuh. Setelah kecelakaan pasien masih tetap sadar.
- sakit kepala (-), mual (-), muntah (-), kejang (-) - Keluar darah dari telinga (-), hidung (-), mulut (-) - Trauma tempat lain tidak ada
- Pasien rujukan dari RS. Muko Muko dan sudah dilakukan pemasangan bidai pada lengan kanan
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat patah tulang pergelangan tangan kanan sebelumnya tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit yang sama seperti pasien.
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : GCS 11 (E2M5V4) TekananDarah :110/60 mmHg
Nadi : 82 kali/menit
Nafas : 20 kali/menit
Suhu : 37,4
Status Internus
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Kulit dan kuku : Turgor kulit baik, tidak sianosis Kepala : Inspeksi: hematom (-), VL (-)
Palpasi: fraktur depress (-)
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Telinga : Tidak ditemukan kelainan
Hidung : Tidak ditemukan kelainan
Tenggorokan : Tidak ditemukan kelainan Gigi dan mulut : Tidak ditemukan kelainan
Leher : Tidak ditemukan kelainan
Dinding dada : Tidak ditemukan kelainan Paru :
Inspeksi : Simetris, kiri = kanan, jejas (-) Palpasi : Fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler +/+, rhonki , wheezing
-/-Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari medial línea mid
clavicula sinistra RIC V
Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 normal, murmur (-), Gallop
(-) Regio Abdomen :
Inspeksi : Distensi (-), DC (-), DS (-)
Palpasi : Muscle rigid (-), nyeri tekan (-), nyeri
lepas(-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) N
Status Lokalis (Antebrachii dextra) Look : Bengkak (+) Hematom (-) Luka (-) Feel : Nyeri tekan (+)
NVD (sensorik dan motorik baik, refilling kapiler < 2”) Nyeri sumbu (+)
Movement :
Pergerakan terbatas karena nyeri
Diagnosis Kerja
suspek fraktur antebrachii dextra 1/3 distal tertutup
Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Hb : 12,7 gr% Leukosit : 18.210/mm3 Trombosit : 493.000/mm3 Hematokrit : 36% PT : 11,2 detik APTT : 42.2 detik Pemeriksaan Radiologi
-Rontgen antebrachii dextra
Kesan: Fraktur radius dektra 1/3 distal tertutup dengan garis fraktur transversal undislpacement
Diagnosis Akhir
Fraktur radius dektra 1/3 distal tertutup dengan garis fraktur transversal undislpacement Tatalaksana - IVFD NaCl 0,9% - Ketorolax 1x60 mg IV - Ranitidin 2x1 amp IV - Gips sirkuler 3 6 3 7
BAB III DISKUSI
Seorang laki-laki berusia 18 tahun datang ke IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan keluhan nyeri pada pergelangan tangan kanan setelah kecelakaan lalu lintas 12 jam sebelum masuk rumah sakit. Gerak pergelangan tangan kanan terbatas karena nyeri dan dicurigai adanya fraktur radius kanan. Pada fraktur, biasanya penderita datang dengan trauma, baik yang hebat maupun ringan yang diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak , nyeri,pembengkakan, deformitas, kelaianan gerak, krepitasi, atau gejala lai nnya.
Pada anamanesis diketahui bahwa sebelum masuk RS, pasien sedang mengendarai sepeda motor dan mengalami kecelakaan disebabkan karena menabrak mobil dari belakang dan lengan kanan pasien berusaha menahan tumpuan badan ketika terjatuh. Setelah kecelakaan pasien masih tetap sadar. Mekanisme trauma jelas, dalam menanggulangi trauma harus jelas mekanisme trauma , karena dapat diketahui atau diduga bagian tubuh yang cedera dan jenis kelainannya. Dan mekanisme seperti ini sering menyebabkan terjadinya fraktur radius distal yaitu kecelakaan kendaraan bermotor, atau cedera karena olah raga. Mekanisme cedera yang paling umum terjadi adalah jatuh ke tangan terulur dengan pergelangan tangan dalam dorsofleksi.
Pada pemeriksaan status lokalis (Antebrachii dextra) didapatkan pada look yaitu bengkak (+), hematom (-), luka (-), Pada feel terdapat nyeri tekan,nyeri sumbu, NVD (sensorik dan motorik baik, refilling kapiler < 2”) sedangkan pada ,movement didapatkan pergerakan terbatas pada karena nyeri. Berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik diatas, diagnosis kerja pada pasien yaitu suspek fraktur antebrachii dextra 1/3 distal tertutup.
Pemeriksaan radiologi yaitu foto polos AP/Lateral antebrachii dextra untuk menunjang diagnosis adanya fraktur. Pada pemeriksaan foto polos, tampak Fraktur radius dektra 1/3 distal dengan garis fraktur transversal undislpacement. Sehingga dapat ditegakkan diagnosis pada pasien ini yaitu fraktur radius dektra 1/3 distal tertutup dengan garis fraktur transversal undislpacement .
Pada pasien diberikan IVDF NaCl 0.9 %, ceftriaxone 2x1 gram IV, ketorolax 1x60 mg IV, ranitidine 2X1 amp IV dan di pasangkan gips sirkuler. Indikasi pemeberian IVDF NaCl 0.9 % pada pasien yaitu untuk menjaga hemodinamik.. Sedangkan ketorolax digunakan sebagai analgetik dan juga diberikan ranitidin yang merupakan golongan antagonis reseptor H2 dan pada pasien ini dilakukan gips sirkuler sebagai stabilisasi dan pemasangan gips
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat dan Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah Ed 2. Jakarta. EGC. 2003 2. Solomon L, Warwick D, dan Nagayam S. Apley’ System of Orthopaedics and
Fractures 9thed. CRC Pres. 2010.
3. Duncan Scott F. M., Weiland J. Andrew , Hand Surgery, 1st Edition USA : Lippincot and Williams;2004 ; 15:248-272
4. John L, Anil D, Jamal H et al. Halmiton Bailey’s Demonstration of Physical Sign in Clinical Surgery 19thEd. London. CRC Pres. 2016.
5. Nana D. Arvind, Joshi Atul, Licthman M. David, Plating of the Distal Radius, Journal of the American Academy of Orthopaedic Surgeon, 2005 ; Vol.13; 3:159-171
6. MA,Murray Jayson, MPH Gross Leeaht, Treatment of Distal Radius Fractures, Journal of the American Academy of Orthopaedic Surgeons, 2013; Vol. 21; 8:502505
7. Nellans W. Kate, Kowalski Evan, BS, and Chung C. Kevin, The Epidemiology of Distal Radius Fracture, University of Michigan Health System. Elsevier inc., 2012
8. Rasjad C. Trauma. Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Makasar.Bintang Lamumpatue. 2003.
9. Gosling T dan Giannoudis P. Skletal Trauma : Basic Science, Management, and Reconstruction. Clinical Key: 2015
10. Bucholz W. Robert, Heckman D. James, Brown-Court Charles, Rockwood and Green’s Fracture in Adults, 6th Edition USA : Lippincot Williams & Wilkins; 2006; 26:910-952
11. Licthman M. David, Bindra R. Randipsingh, Boyer I. Marti n et.all, Treatment of Distal Radius Fractures, Journal of The American Academy of Ortrhopaedic Surgeons, 2010; Vol. 18; 3:180-187