JENIS DAN KLASIFIKASI | 2929292929
3.1 KLASIFIKASI ALAT MUSIK
Sebelum mengenal dan memahami lebih detail tentang jenis-jenis dari alat dawai, kita akan melihat bagaimana alat-alat dawai dikelompokkan di antara beragam alat musik lainnya. Istilah untuk pengelompokan jenis-jenis alat musik sering disebut dengan sistem klasifikasi alat musik.
Beberapa bangsa di dunia memiliki cara atau sistem yang ber-beda-beda dalam menggolongkan jenis alat-alat musiknya. Di Cina, misalnya, pengelompokan alat musik dilakukan berdasarkan materi/ bahan yang digunakan untuk alat musiknya. Sistem pengelompokan ini terbagi atas 8 kategori dan disebut juga pa yin (“delapan sumber suara”), yakni: alat musik yang terbuat dari logam (chi), batu (shih), sutera (ssu), bambu (chu), labu (p’ao), tanah liat (t’u), kulit (ko) dan kayu (mu).
Di Tibet, perangkat alat-alat musik dimainkan pada ensambel musik ritual (rol cha). Perangkat alat-alat musik itu dikelompokkan menjadi empat bagian, yakni brdung ba (kelompok alat yang “dipukul”, termasuk simbal, gendang dan gong perunggu), ‘khrol
ba (kelompok alat “bunyi-berdering,” termasuk lonceng besi), ‘bud pa (kelompok alat yang “ditiup” termasuk berbagai jenis terompet
dan klarinet Tibet), dan rgyu rkyen (“sebab dan perantara-penyebabnya”) atau disebut juga rgyud can (kelompok “dawai”). Dengan kata lain, penggolongan alat musik dilihat dari bagaimana alat musik dimainkan, bagaimana bunyi dihasilkan dan juga bagai-mana proses bunyi dilakukan.
Di dalam tradisi musik India sistem pengelompokan alat musik juga telah tertuang dalam kitab Natyasastra yang ditulis sekitar dua abad sebelum masehi. Alat-alat musik dikelompokkan atas empat bagian, yakni tata vadya (alat musik tergolong “lentur,” termasuk di dalamnya kelompok alat dawai), anaddha atau avanaddha vadya (alat musik tergolong “tertutup/ditutupi,” termasuk di dalamnya jenis-jenis gendang), susira vadya (alat-alat musik tergolong yang memiliki “rongga/lubang,” termasuk di dalamnya kelompok alat tiup), dan ghana vadya (alat musik tergolong “padat,” termasuk di dalamnya alat-alat musik seperti lonceng atau simbal). Keempat cara pengelompokan alat musik ini dibedakan oleh berbagai karakteristik fisik bunyi, yakni dari sebab terjadinya bunyi, dari kelenturannya, dari kepadatannya, dari adanya rongga/lubang, atau dari bagian ter-tutup pada alat musik.
Penggolongan alat-alat musik dalam tradisi musik orkes klasik Barat dibagi berdasarkan karakteristik teknis alat musik. Alat dawai dikelompokkan pada stringed instruments (“alat-alat dawai”) atau
string section (“bagian atau kelompok alat dawai”). Alat-alat musik
yang tergolong dalam kelompok dawai adalah biola, terdiri dari dua jenis yaitu biola (violin) dan biola alto (viola); selo (cello), dan kontrabas. Di samping itu terdapat pula beberapa alat dawai lain-nya seperti harpa, lira, gitar, mandolin dan lainlain-nya. Halain-nya saja, harpa, gitar dan mandolin, agak jarang disertakan dan dimainkan dalam pertunjukan musik orkestra Barat dan dianggap bukan bagian
JENIS DAN KLASIFIKASI | 3131313131
dari string section. Kelompok alat musik dalam orkestra musik Barat lain, namun tidak dibicarakan dalam buku ini, adalah jenis alat-alat musik perkusi (percussion instruments), dan jenis alat-alat musik tiup (wind instruments).
Di kebudayaan musik Nusantara, kita juga menemukan sistem penggolongan dari alat-alat musik yang berbeda dengan pendekatan yang telah disebutkan sebelumnya. Sebagian masyarakat di Nusan-tara menggolongkan alat musiknya berdasarkan jenis ensambel. Di masyarakat Batak Toba, misalnya, mereka menggolongkan alat mu-sik berdasarkan kelompok alat-alat mumu-sik dalam ensambel besar (gondang sabangunan) dan kelompok alat-alat musik dalam ensam-bel yang kecil (gondang hasapi). Meskipun kata “hasapi” juga dipa-kai untuk menyebut nama jenis alat dawai yang terdapat di Toba, namun ensambel gondang hasapi tidak hanya terdiri dari alat-alat dawai saja. Selain hasapi, terdapat pula alat musik lainnya yakni
sarune etek (serunai kecil berlidah tunggal), garantung (sejenis
gam-bang kayu dengan 5 atau 8 buah bilahan), dan hesek (perkusi botol). Di masyarakat Batak Toba ada dua jenis alat tiup yang sama-sama disebut dengan sarune. Keduanya dibedakan dari ukuran alat, yakni
sarune bolon (serunai besar), yang dipakai dalam ensambel musik gondang sabangunan, dan sarune etek atau sarune na met-met
(se-runai kecil), dipakai dalam ensambel gondang hasapi.
Gambar 3.1: Kelompok Alat Dawai dalam Orkestra musik Barat (Biola, selo, dan Kontra Bas).
Di masyarakat Sunda, Jawa Barat, penggolongan alat musik di-lakukan berdasarkan pada peran permainan alat musiknya. Kacapi
indung dan kacapi rincik dibedakan berdasarkan peranan
musikal-nya. Yang pertama berguna untuk memainkan melodi utama sedang-kan yang kedua berfungsi mengiringi melodi utama. Meskipun ke-duanya memiliki konstruksi badan yang sama, namun kacapi indung lebih besar dan memiliki nada-nada dawai yang lebih rendah. Ada-pun kacapi rincik lebih kecil dan memiliki nada-nada dawai lebih tinggi.
Beberapa masyarakat lainnya ada juga yang menggolongkannya dan menamakan alat musik berdasarkan peniruan bunyi/warna suara alat musik. Di masyarakat Mandailing Sumatera Utara terda-pat beberapa jenis alat musik tergolong kentungan bambu yang di-sebut hetek. Kata ” hetek” diambil dari peniruan bunyi/warna suara alat musiknya.
Cara-cara pengelompokan alat musik yang terdapat pada budaya masyarakat tertentu umumnya sangat spesifik berkaitan dengan kon-teks dan kebutuhan masyarakat setempat. Sistem klasifikasi yang terdapat di satu budaya biasanya tidak selalu dapat digunakan untuk menggolongkan alat musik dari budaya yang lain. Oleh sebab itu, para ilmuwan mulai mencari cara untuk menentukan pendekatan klasifikasi yang lebih “universal” untuk menggolongkan berbagai jenis alat musik yang ada di dunia. Gagasan mengembangkan sistem klasifikasi alat musik pada dasarnya juga diilhami dan dipengaruhi oleh sistem-sistem yang telah ada.
Pengelompokan berbagai jenis alat musik, pada dasarnya ber-tujuan untuk memperlihatkan persamaan maupun perbedaan dari masing-masing alat musik, baik cara memproduksi bunyi dan bentuk maupun dari struktur bangunan fisik alat musik, serta dari karak-teristik bunyi alat musik berhubungan dengan cara memainkan alat. Di samping itu, ada alasan lain mengapa klasifikasi dilakukan. Melalui alat musik kita bisa melihat berbagai fakta maupun aspek lain dari kebudayaan. Misalnya, mengapa beberapa alat musik me-miliki kemiripan atau bahkan sama di berbagai wilayah budaya yang berbeda? Atau, mengapa pula alat musik di wilayah budaya tertentu
JENIS DAN KLASIFIKASI | 3333333333
tidak ditemukan di wilayah budaya yang lain? Atau, apakah bentuk, ornamentasi, maupun ciri-ciri lain yang terdapat pada alat musik memiliki makna-makna simbolis tertentu atau hanya sekedar hiasan? Hal-hal ini akan memperlihatkan berbagai hubungan alat musik (khususnya alat dawai) dengan aspek-aspek sejarah maupun konteks kebudayaan lainnya. Pembahasan mengenai itu akan dibahas lebih lanjut pada bab 6.
3.2 KLASIFIKASI SACHS-HORNBOSTEL
Curt Sachs (1913) dan Erich von Hornbostel (1933) adalah dua ahli organologi alat musik (instrumentenkunde) berkebangsaan Jerman yang telah mengembangkan satu sistem pengklasifikasian/ penggolongan alat musik. Berbeda halnya dengan sistem peng-golongan alat musik yang telah disebutkan sebelumnya, sistem klasifikasi yang dikembangkan oleh Curt Sachs dan Erich von Horn-bostel (disingkat menjadi Sachs-HornHorn-bostel) lebih sering digunakan oleh para ilmuwan musik maupun orang-orang yang bekerja di museum musik.
Sistem penggolongan alat musik Sachs-Hornbostel berdasarkan pada sumber penggetar utama dari bunyi yang dihasilkan oleh sebuah alat musik. Selanjutnya Sachs-Hornbostel menggolongkan berbagai jenis alat musik atas lima golongan besar, yakni:
1) Membranofon, di mana penggetar utama penghasil bunyi adalah membran atau kulit. Sebagai contoh adalah gendang dan drum. 2) Idiofon, di mana penggetar utama penghasil bunyi adalah badan atau tubuh dari alat musik itu sendiri. Sebagai contoh adalah gong, simbal, dan alat perkusi.
3) Aerofon, di mana penggetar utama penghasil bunyi adalah udara. Sebagai contoh adalah suling, terompet, dan saksofon.
4) Kordofon, di mana penggetar utama penghasil bunyi adalah dawai yang diregangkan. Sebagai contoh adalah gitar dan biola. 5) Elektrofon, di mana penggetar utama penghasil bunyi adalah tenaga elektrik. Sebagai contoh adalah alat musik kibod elektrik, gitar elektrik dan drum elektrik.
Catatan: Penggolongan alat musik untuk poin 5 berlaku untuk berbagai jenis alat musik yang sumber utama bunyinya hanya dihasilkan oleh tenaga elektrik.
Dari sistem pengelompokan yang mereka lakukan, selanjutnya Sachs-Horbostel menggolongkan lagi alat dawai menjadi lebih ter-perinci berdasarkan karakteristik bentuknya, yakni:
a) jenis busur d) jenis lut b) jenis lira e) jenis siter c) jenis harpa
Jenis busur pada prinsipnya ditandai dengan kedua ujung dawai diikatkan pada kedua titik ujung penyanggah. Akibat tarikan dari regangan dawai, kedua ujung penyanggah yang lentur membentuk sebuah busur.
Jenis lira dan harpa pada prinsipnya ditandai hubungan antara posisi dawai dan kotak suaranya. Untuk jenis lira, posisi dawai sejajar dengan kotak suaranya. Adapun untuk jenis harpa, posisi dawai tegak lurus dengan kotak suaranya.
Jenis lut dan siter, pada prinsipnya ditandai bahwa keduanya sama-sama memiliki kotak resonator suara. Letak posisi dari dawai dari kedua jenis alat ini sejajar dengan permukaan kotak suaranya. Perbedaan khusus dari keduanya adalah, jenis lut memiliki leher (neck). Fungsinya adalah sebagai papan jari (finger board) atau juga sebagai penyangga dawai (string bearer); sedangkan jenis siter tidak memiliki kedua ciri tersebut. Pada jenis lut, leher (pada umumnya tidak berperan penting dalam hal resonansi) terpisah dengan badan (yang umumnya berperan menjadi kotak resonansi suara), di mana panjang dawai yang diregangkan sebagian berada di atas permukaan leher dan sebagian lainnya berada di atas permukaan badannya. Sedangkan alat dawai jenis siter pada dasarnya tidak memiliki pe-misahan antara leher dan badan, dan pada umumnya keseluruhan badan alat musik berperan menjadi kotak resonansi suara. Bentuk kotak resonansi suara dari alat dawai jenis siter cukup beragam; misalnya ada yang berbentuk kotak bersegi empat atau dapat juga berbentuk tabung (tube zhither).
JENIS DAN KLASIFIKASI | 3535353535
Gambar 3.2: Pembagian alat dawai berdasarkan bentuknya: (a) busur; (b) lira; (c) harpa; (d) lut; dan (e) siter.
Konstruksi bentuk dawai busur umumnya terdiri dari sepotong bilahan kayu atau sayatan bambu lentur dengan ukuran tertentu di mana dawai diregangkan di antara kedua sisi ujungnya. Akibat dari regangan dawai, bilah kayu atau bambu akan tertarik ke arah dawai membentuk sebuah busur. Jenis dawai busur jarang ditemukan dalam kebudayaan musik dunia. Beberapa kelompok masyarakat yang terdapat di Afrika memiliki jenis alat dawai ini. Di Brazil Ame-rika Selatan, kita juga dapat menemukan alat dawai busur dipakai sebagai iringan musik capoiera.
Jenis lira juga termasuk alat dawai yang jarang ditemukan lagi penggunaannya di dunia. Contoh alat dawai yang tergolong jenis ini adalah obukano. Alat ini terdapat di Zaire dan krar di Ethiopia, Afrika.
Jenis harpa dapat ditemukan di beberapa tempat di dunia. Di samping jenis harpa yang ada di Barat, contoh-contoh lainnya adalah
saung gauk di Myanmar, harpa Peru di Amerika Selatan, dan di
Afrika. Penggunaan alat dawai yang tergolong pada jenis harpa dan lira tidak dijumpai di masyarakat yang ada di Nusantara. Namun demikian, berdasarkan artefak dan sumber foto-foto sejarah yang pernah ada mengenai kebudayaan musik Nusantara, di Kalimantan pernah dijumpai satu alat dawai berjenis harpa, yakni engkratong.
Engkratong pernah digunakan pada masyarakat Murut dan Iban
Gambar 3.5: krar Ethiopia. Gambar 3.4: Obukano Zaire .
Gambar 3.3: Busur Musikal Afrika .
Alat dawai jenis siter relatif banyak tersebar di wilayah kebu-dayaan musik yang terdapat di Asia, Eropa dan Afrika, meskipun tidak terlalu umum dimiliki oleh berbagai kelompok bangsa di dunia. Beberapa jenis siter berbentuk kotak persegi empat ditemukan pada contoh kayagum dan ajaeng di Korea, yang qin di Cina, dan bao di Vietnam, kacapi di Sunda, siter/celempung di Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta mandaliong di Bugis-Sulawesi. Siter dalam bentuk trapesium contohnya adalah qanun di Timur Tengah, kimham dan Thailand.
Alat dawai jenis siter tabung umumnya ditemukan di beberapa wilayah budaya musik terutama di Asia Tenggara. Di Nusantara terdapat banyak contoh jenis siter tabung seperti sasando di Nusa Tenggara Timur, hitek di Flores, celempung di Jawa Barat, guntang
JENIS DAN KLASIFIKASI | 3737373737
di Bali, dan keteng-keteng di Sumatera Utara. Hal yang cukup khusus dari berbagai jenis siter tabung yang ada adalah bahan alat musik yang terbuat dari bambu. Di Afrika kita juga bisa melihat jenis siter tabung dari materi alat musik yang sama, yakni valiha Madagaskar. Jenis lut memiliki contoh-contoh yang cukup banyak dijumpai. Biola, misalnya, banyak ditemukan di berbagai tradisi kebudayaan musik di Eropa (Spanyol, Itali, Perancis, dan lainnya). Jenis alat dawai lainnya adalah vihuela di Spanyol. Bentuk Vihuela mirip gitar. Alat-alat dawai jenis lut lain yang umum terdapat di kebudayaan musik Barat adalah mandolin, selo, dan kontra-bas.
Beragam jenis lut lainnya juga dapat ditemukan di berbagai wi-layah lain di dunia. Kita temukan sehtar di Persia, tanbur di Turki,
sitar dan sarangi di India, pipa di Cina, shamisen di Jepang, al ‘ud
Gambar 3.9: Kayagum Korea. Gambar 3.6: Saung Gauk Burma. Gambar 3.7: Qanun Timur Tengah
di Arab, charango di masyarakat Indian Quechua di Amerika Latin, biola hardanger di Skandinavia, banjo di Amerika Serikat, biwang di Tibet, dan lainnya.
Di wilayah Nusantara kita juga bisa menemukan banyak contoh-contoh dari alat dawai jenis lut. Di antara contoh-contoh-contoh-contoh yang ada adalah dari hasapi di masyarakat Batak Toba, kulcapi di Karo, sape’ di masyarakat Kayan, dan konyahpi’ pada masyarakat Ot Danum di Kalimantan, kacaping di Makasar, gitar Halmahera, gambus di masyarakat Melayu Sumatera-Kutai-dan Sulawesi hingga Flores,
rabab di Minangkabau, rabap di Kalimantan, rebab di Jawa Tengah
dan Bali, jukulele dan stembas di Papua.
Gambar 3.10: Kimham Thailand.
Gambar 3.13: Sasando Nusa Tenggara Timur. Gambar 3.12: Mandaliong Bugis.
JENIS DAN KLASIFIKASI | 3939393939
Gambar 3.15: Keteng-keteng Karo. Valiha Madagaskar.Gambar 3.16:
Gambar 3.17: Biola Keltia.
Gambar 3.19: Kontra-bas, dalam ensambel musik Jazz. Gambar 3.14: Hitek Flores.
Gambar 3.22: Saz Turki .
Gambar 3.25: Cokek Cirebon. Gambar 3.24: Tanbur Turki.
Gambar 3.23: Pipa Cina. Gambar 3.21: Jungga Sumbawa Timur. Gambar 3.20: Biwang Tibet.
JENIS DAN KLASIFIKASI | 4141414141
Gambar 3.26: Stembas Papua.
3.3 KLASIFIKASI DAWAI CAMPURAN
Cara pengelompokan jenis alat-alat dawai berdasarkan pendekatan Sachs-Horbostel kadangkala tidak sepenuhnya dapat memenuhi satu kriteria penggolongan alat musik, terutama pada je-nis alat dawai yang memiliki bentuk dan konstruksi tertentu. Ter-dapat beberapa alat dawai yang pengelompokannya merupakan kom-binasi lebih dari satu kategori, misalnya kora di Afrika. Kora di satu sisi dapat dikelompokkan pada jenis harpa. Sementara itu, di sisi lain juga memenuhi kriteria yang terdapat pada lut. Mengapa bisa demikian? Kora dikelompokan pada jenis lut karena memiliki leher, sebagaimana kriteria yang terdapat pada jenis dawai lut. Namun, dengan susunan dawai-dawai yang tegak lurus dengan kotak
Gambar 3.29: Celempung Sunda. Gambar 3.27: Kora Afrika.
Gambar 3.28: Hitek Flores.
resonansi suaranya, kora juga dapat dimasukkan pada harpa. Oleh kare-na itu, pengkategoriannya umum-nya dikelompokkan pada jenis alat campuran antara dawai harpa dan dawai lut. Istilah untuk itu disebut juga dengan harp-lut.
Alat-alat dawai lain yang ter-golong campuran adalah jenis dawai bambu di mana dawai dari alat musik berasal dari tubuh alat musik itu sendiri. Contoh-contohnya ada-lah hitek di Flores, keteng-keteng di Karo, gondang bulu di Mandailing,
guntang di Bali, dan celempung di
Jawa Barat. Pada contoh-contoh yang seperti disebutkan, belahan da-wai yang terdapat pada alat-alat musik berasal dari kulit luar dari bambu yang menjadi badan dari alat musik itu sendiri. Jika kembali pada kriteria berdasarkan pendekatan Sachs-Hornbostel, maka hitek atau
keteng-keteng, gondang bulu, gun-tang, dan celempung digolongkan
sebagai alat musik idiofon (badan alat musik itu sendiri yang menjadi sumber penggetar utama bunyi), di samping kategori kordofon. Untuk kategori alat seperti ini digunakan istilah idiokord, yakni pengga-bungan antara kategori alat idiofon dengan kordofon.
JENIS DAN KLASIFIKASI | 4343434343
Gambar 3.32: Siter bambu Filipina.
Gambar 3.30: Letor Flores. Gambar 3.31: Pertunjukkan Siter bambu Filipina.
Hal yang perlu diingat! Hal yang perlu diingat! Hal yang perlu diingat! Hal yang perlu diingat! Hal yang perlu diingat!
Metode untuk melihat penggolongan jenis alat musik dapat berdasarkan pada: 1) Pengidentifikasian terhadap sumber penggetar utama bunyi; 2) Bagaimana posisi dawai terhadap kotak resonansi suaranya? 3) Bagaimana hubungan antara bentuk resonansi suara? dan 4) Apakah alat musik dawai yang ada memiliki leher dan papan jari atau tidak? Jika kita dapat menemukan jawaban terhadap pertanyaan di atas, jawaban tersebut akan membawa kita kepada pendekatan penggolongan sesungguhnya.
Chapey Kambodia Kulcapi Karo Gambus Palembang Sitar India Saz Turki Hasapi Toba Jungga Katapi Toraja Sape Kalimantan Tanbur Turki Obukano Krar Obukano Busur Afrika Busur Afrika Busur Brazil Harpa Saung Gauk
JENIS DAN KLASIFIKASI | 4545454545 Pipa China Sehtar Persia Kontra bas Al ‘ud Arab Mandolin Rebab Pasisia Rebab Jawa Biwang Tibet Sarangi India Cokek Cirebon Biola Keltia
MUSIK DAWAI DAN CONTOH ALAT MUSIKNYA
Kora Afrika
Kayagum Korea Qanun Timur
Tengah
Kacapi Sunda
Kim ham, dulcimer, Muangthai Hitek Flores Keteng-keteng Karo Valiha Madagaskar Sasando NTT Mandaliong Bugis