USM
NETRALITAS PEGAWAI NEGERI SIPILDALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH DI KOTA TANGERANG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 5 TAHUN 2014TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Menyelesaiakan Program Studi Strata 1 Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Semarang Oleh
Nama : Devi Nurhidayati NIM : A.111.15.0109
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEMARANG
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS
Dipersiapkan dan disusun oleh :
Nama : Devi Nurhidayati
NIM : A.111.15.0109
Bersama ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi dengan judul tersebut diatas tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh geler sarjana disuatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah di tulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini yang disebutkan dalam daftar pustaka.
2. Saya bertanggung jawab sepenuhnya terhadap orisinalitas isi skripsi ini.
Semarang, ………..
Penulis,
Devi Nurhidayati NIM A.111.15.0109
NETRALITAS PEGAWAI NEGERI SIPILDALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH DI KOTA TANGERANG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
KATA PENGANTAR
Puja dan Puji syukur penulis haturkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang telah memberikan banyak nikmat, taufik dan hidayah. Sehingga penulis
dapat menyelesaikan proposal penelitian dengan judul “NETRALITAS
PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH DI KOTA TANGERANG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA” untuk melengkapi tugas dan syarat mata kuliah Skripsi.
Penulis banyak menyadari berbagai kesulitan dan hambatan yang penulis hadapi, mengingat keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis dalam penyusunan laporan penelitian ini, namun berkat bantuan, petunjuk, serta saran-saran maupun arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya dan rasa hormat kepada: 1. Bapak Andy Kridasusila, SE., M.M., selaku Rektor Universitas Semarang
beserta segenap jajarannya.
2. Ibu B. Rini Heryanti, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Semarang.
3. Bapak A. Heru Nuswanto, S.H., M.H., selaku Dosen Wali dan Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu dalam memberikan bimbingannya dan nasehat-nasehatnya yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini.
4. Bapak Dr. Amri Panahatan Sihotang, S.S.,S.H.,M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu dalam memberikan bimbingannya dan nasehat-nasehatnya yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini.
5. Seluruh dosen dan staff/karyawan Fakultas Hukum Universitas Semarang yang telah banyak membantu.
6. Orang tua tercinta, yang telah memberikan dukungan baik moral maupun materiil serta doa sehingga dapat terselesaikan laporan penelitian ini.
7. Sahabat, saudara dan rekan-rekan Fakultas Hukum Universitas Semarang yang selalu memberikan notivasi dan dukungan kepada penulis.
8. Semua pihak yang telah banyak membantu namun tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, penulis ucapkan banyak terima kasih, semoga Allah SWT membalas kebaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan penelitian ini.
Akhir kata, jika banyak kesalahan dalam penyusunan proposal penelitian ini, penulis mengucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya dan penulis ucapkan banyak terima kasih.
Semarang, 23 Januari 2019 Penulis
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto:
“ Hidup Adalah Pelajaran Tentang Kerendahan Hati “
Persembahan:
 Kepada Tuhan Yang Maha Esa
 Kepada Ibunda Terhebat Sepanjang Masa
 Kepada Alm Ayahanda Tersayang
 Kepada Seluruh Keluarga Besar Tercinta
 Kepada Seluruh Guru Serta Dosen Yang Saya Banggakan
 Kepada Alamamater Tercinta
 Kepada Sahabat & Orang Terkasih
ABSTRAK
Adanya intervensi dari pihak tertentu terhadap Pegawai Negeri Sipil (PNS) terlebih calon petahana yang dirasa masih berkuasa dalam Pilkada yang berlangsung tidak sedikit membuat timbulnya kecurangan-kecurangan yang akan terjadi pada pelaksanaan Pilkada tersebut. Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai bagian dari Aparatur Sipil Negara (ASN) seharusnya bersikap
netral dari pengaruh semuagolongandanpartaipolitikdan
tidakdiskriminatifdalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dalam memberikanpelayanankepadamasyarakat Pegawai Negeri Sipil harusprofesional, jujur,adildanmeratadalampenyelenggarakantugasnegara, pemerintahansertapembangunan. Pada tahun 2018 ini penyelenggaraan Pilkada dilakukan secara serentak dan menyeluruh di Indonesia tanpa terkecuali Kota Tangerang, dengan mengusung satu Pasangan Calon yang merupakan petahana namun ada yang berbeda dari Pilkada sebelumnya Pilkada Kota Tangerang tahun ini Pasangan Calon Petahana memiliki pesaing yaitu dalam bentuk Kolom Kosong. Hal tersebut terjadi atas permintaan sebagian masyarakat Kota Tangerang, Pilkada tersebut dimenangkan oleh Pasangan Calon Petahana dengan perolehan suara mencapai 71%. Dengan pilkada petahana melawan kolom kosong tersebut bukan berarti Pegawai Negeri Sipil tidak melanggar asas netralitas mereka, Bawaslu Kota Tangerang mengupayakan beberapa hambatan yang dihadapi agar Pilkada tahun 2018 berjalan sesuai dengan tertib serta khususnya seluruh Pegawai Negeri Sipil mentaati aturan yang telah berlaku. Dan pada akhirnya Pegawai Negeri Sipil pada Pilkada Kota Tangerang 2018 ini dinyatakan netral.
ABSTRACT
The intervention of certain parties towards Civil Servants (PNS) before the incumbent who was felt to be still in power in the ongoing Regional Election did not cause a number of frauds that would occur in the implementation of the Election. Civil Servants (PNS) as part of the State Civil Apparatus (ASN) receive neutral approval from all groups and political parties and are not discriminatory in providing services to the public. Civilians must be professional, honest, fair and fair in the integration of state tasks, government and development. In 2018 the Regional Election was held simultaneously and completely in Indonesia without the exception of Tangerang City, by carrying out a Candidate consisting of incumbents but there was something different from the previous Pilkada of Tangerang City Election this year in the Prospective Candidates supported by the Blank Column. This happened at the request of some people in the city of Tangerang, this election was won by the Candidate Pair of Incumbents with a vote approval reaching 71%. With the incumbent election against the empty column this does not mean that Civil Servants do not oppose the principle of their neutrality, the Tangerang Election Supervisory Body seeks several obstacles that cause the 2018 regional election to be in accordance with the order and also every Civil Servant obeying what is intended. And in the end the Civil Servants in the 2018 Tangerang City Election were declared neutral.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...i
HALAMAN ORISINALITAS...ii
HALAMAN PENGESAHAN...iii
KATA PENGANTAR ...iv
HALAMAN MOTTO & PERSEMBAHAN ...vi
ABSTRAK ...vii
DAFTAR ISI...x
DAFTAR TABEL...xv
BAB I PENDAHULUAN ...1
A. Latar Belakang Penelitian ...1
B. Perumusan Masalah atau Permasalahan ...6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...6
D. Keaslian Penelitian ...7
E. Sistematika...8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...11
A. Tinjauan Umum tentang Aparatur Sipil Negara ...11
1. Pengertian Aparatur Sipil Negara ...11
2. Jenis Pegawai Aparatur Sipil Negara ...11
3. Asas, Prinsip, Nilai Dasar, serta Kode Etik dan Kode Perilaku Penyelenggaraan Kebijakan dan Manajemen ASN ...12
4. Pengertian Pegawai Negeri Sipil...15
5. Unsur-unsur Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil ...16
6. Kedudukan Pegawai Negeri Sipil ...17
7. Hak dan Kewajiban Pegawai Negeri Sipil ...18
8. Fungsi Pegawai Negeri Sipil...21
9. Peran Pegawai Negeri Sipil...22
10. Larangan bagi Pegawai Negeri Sipil ...22
11. Sanksi ...25
B. Tinjauan Umum tentang Pemilihan Umum...26
1. Pengertian Pemilihan Umum ...26
2. Tujuan Pemilihan Umum ...27
3. Sistem Pemilihan Umum ...27
4. Asas Dalam Pemilihan Kepala Daerah ...29
5. Penyelenggara Pemilu ...30
6. Pengertian Komisi Pemilihan Umum ...31
7Pengertian Komisi Pemilihan Umum Daerah ...31
8. Tugas dan wewenang Komisi Pemilihan Umum Daerah ...32
9. Pengertian Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU)...33
10. Tugas, Wewenang dan Kewajiban Badan Pengawas Pemilu...33
11. Macam-macam Pelanggaran Pemilu ...35
12. Pengertian Pemilihan Kepala Daerah...36
13. Kepala Daerah Dipilih Secara Demokratis ...36
15. Pasangan Calon Kepala Daerah Petahana (Incumbent) ...38
16. Pemilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah ...38
C. Tinjauan Umum tentang Kepala Daerah ...39
1. Pengertian Kepala Daerah ...39
D. Tinjauan Umum Tentang Netralitas ...40
1. Pengertian Netralitas...40
BAB III METODE PENELITIAN...41
A. Jenis Penelitian...41
B. Spesifikasi Penelitian ...41
C. Metode Penentuan Sampel ...42
D. Metode Pengumpulan Data ...43
E. Metode Analisis Data ...43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45
A. Netralitas Pegawai Negeri Sipil Dalam Pemilihan Kepala Daerah di Kota Tangerang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara... 45
B. Hambatan dan Upaya yang dilakukan oleh Badan Pengawas Pemilu dalam hal netralitas Pegawai Negeri Sipil pada Pemilihan Kepala Daerah di Kota Tangerang 53 1. Hambatan Badan Pengawas Pemilu Kota Tangerang dalam hal menjaga netralitas Pegawai Negeri Sipil dalam Pilkada di Kota Tangerang ...53
2. Upaya yang dilakukan oleh Badan Pengawas Pemilu dalam hal menjaga netralitas Pegawai Negeri Sipil pada Pemilihan Kepala Daerah di Kota Tangerang ...56 BAB V
PENUTUP ... 65 A.Simpulan ...65 B. Saran ...71
DAFTAR TABEL TABEL 1
Daftar Jumlah Pegawai Negeri Sipil Kota Tangerang ...50 TABEL 2
Daftar Pelaksanaan Pengawasan dan Pencegahan Bawaslu Kota Tangerang pada Tahapan Kampanye Pilkada 2018...56
DOKUMENTASI PERPUSTAKAAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEMARANG
Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Semarang dengan ini menerangkan bahwa skripsi dibawah ini:
Judul Penelitian:
NETRALITAS PEGAWAI NEGERI SIPILDALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH DI KOTA TANGERANG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 5 TAHUN 2014TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA
Nama : Devi Nurhidayati NIM : A.111.15.0109
Telah didokumentasikan dengan nomor :
di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Semarang untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Semarang, ……….
Bagian Administrasi Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Semarang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
Negara hukum adalah negara yang penyelenggaraan pemerintahannya berdasarkan hukum. Keberadaan negara hukum di haruskan untuk menunjang nilai-nilai atau asas-asas yang menjadi pedoman penyelenggaraan pemerintah dan penegakan hukumnya. Salah satunya adalah asas demokrasi, asas demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Asas ini menuntut setiap orang atau warga negara untuk mempunyai hak atau kesempatan yang sama dalam menentukan kebijakan pemerintahan. Penerapan asas demokrasi yang nampak jelas dapat kita temukan dalam pemilihan umum ( pemilu ), pemilihan umum merupakan proses penyelenggaraan kedaulatan rakyat dalam rangka mengisi jabatan-jabatan pada suatu pemerintahan yang berasaskan langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.1
Dalam pemilihan umum terdapat pula keterlibatan warga negara ( rakyat ) dalam pengambilan keputusan politik baik langsung maupun tidak langsung yang merupakan salah satu ciri pemerintahan yang demokratis, perwujudan demokrasi tersebut pada hakekatnya merupakan upaya memberdayakan peran dan partisipasi masyarakat terkait pengejewantahan hak-hak politik dan sosialnya yang dijamin konstitusional.
Pada demokrasi yang terjadi setiap tahun ini ditandai dengan perkembangan sistem ketatanegaraan Republik Indonesia melalui Amandemen Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 (UUD RI 1945) yang telah meletakkan dasar-dasar kehidupan berbangsa dan bernegara serta kedaulatan berada ditangan rakyat ,
1Muhammad Halwan Yamin, “Netralitas Pegawai Negeri Sipil Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah di Kabupaten Takalar“ (Skripsi Fakultas Hukum, Universitas Hasanudin Makasara, 2013), halaman 2.
kemudian diaplikasikan melalui pengembangan sistem politik dalam negeri dan pengembangan sistem pemerintahan termasuk sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah dan juga sistem Pemilihan Umum Kepala Daerah guna menunjang pelaksanaan pemerintahan berjalan lebih demokratis. Proses penyelenggaraan pemilu diharapkan mampu menjaring calon-calon pemimpin yang berkualitas dan sesuai dengan keinginan rakyat, serta pemimpin yang mementingkan kepentingan rakyat yang menjadi salah satu tujuan demokrasi.2
Pemilihan Umum Kepala Daerah merupakan proses politik berdemokrasi dalam menentukan kepemimpinan setingkat kepala daerah ditentukan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten/kota yang tentunya sudah terpolarisasi oleh partai penguasa saat itu menjadi sistem baru yang dikenal pasca reformasi, sekarang ini perubahan tatanan ini juga memberikan warna tersendiri dalam perkembangan penyelenggaraan pemilihan umum kepala daerah dengan hadirnya calon independen atau perseorangan. Calon independen merupakan calon kepala daerah yang ikut dalam pemilihan umum kepala daerah melalui jalur perseorangan atau non partai, munculnya calon perseorangan ini membawa dampak yang begitu signifikan terhadap keberadaan partai politik yang selama ini dianggap tidak demokratis, transparan dan akuntabel dalam proses kaderisasi dan suksesi kepemimpinan di tingkat lokal atau daerah.3
Hadirnya calon independen ini juga menggeser dominasi partai politik yang selama ini menjadi satu-satunya jalur yang digunakan dalam rangka untuk mengikuti pemilihan umum kepala daerah yang terjadi belakangan ini di seluruh daerah di wilayah Republik Indonesia, tidak hanya pada calon independen namun hadirnya pasangan calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah juga memaksa kita untuk
lebih respect terhadap penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah salah satu hal yang sering terjadi adalah terpolarisasinya Pegawai Negeri Sipil (PNS) oleh pemerintah dari partai politik tertentu yang berkuasa saat Pemilihan Umum Kepala Daerah itu berlangsung dan tidak sedikit membuat netralitas pegawai negeri sipil dalam pemilihan kepala daerah ini menjadi faktor utama berbagai kecurangan.4
Netralitas Pegawai Negeri Sipil memang sangat dibutuhkan dalam proses politik seperti pemilihan umum kepala daerah karena pegawai negeri yang betul-betul berdiri secara independen tanpa harus memihak harus diperhatikan bahwa kadang kala Pegawai Negeri terbawa arus atau dengan kata lain dalam keadaan terpakasa untuk memihak pada salah satu pihak apalagi ketika salah satu kandidat merupakan calon petahana (incumbent). Ketidaknetralan Pegawai Negeri juga sangat terlihat apabila ada salah satu calon kepala daerah yang merupakan bagian dari keluarganya, sehingga nilai-nilai yang seharusnya dimiliki harus terbuang dan dilupakan. Maka tidak heran jika banyak proses politik dalam hal ini pemilihan umum kepala daerah dicederai dengan adanya keterlibatan secara langsung atau tidak langsung oleh pegawai negeri sipil dalam mendukung salah satu calon kepala daerah.5
Data yang diperoleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada tahun ini ada 16 daerah yang mengalami defisit calon pemimpin sehingga harus dihadapkan dengan kolom kosong. Hal tersebut juga telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada pasal 54D yaitu pemenang Pilkada dengan calon tunggal harus memperoleh suara lebih dari 50 persen suara sah. Maka jika pasangan calon kepala daerah tidak mendapat suara lebih dari 50 persen tadi dianggap kalah dan boleh mencalonkan diri dalam pemilihan berikutnya serta dalam Pasal 25 ayat 1
4Ibid. 5
PKPU Nomor 13 Tahun 2018 diatur apabila perolehan suara pada kolom kosong lebih banyak dari perolehan suara pada kolom foto Pasangan Calon, KPU menetapkan penyelenggaraan Pemilihan kembali pada Pemilihan serentak periode berikutnya. Namun yang disayangkan dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah dengan melawan kotak kosong adalah belum adanya regulasi tentang saksi TPS untuk kolom kosong, hal tersebut dapat memicu kemungkinan terjadinya kecurangan pada pemilihan kepala daerah tanpa terkecuali pada lingkup Aparatur Sipil Negara. Maka sesuai ketentuan Undang-Undang nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Undang-undang nomor 23 tentang Pemerintah Daerah (Perda) dan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 53 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil akan memberikan sanksi kepada Pegawai Negeri Sipil yang terbukti terlibat dalam ketidak netralan tersebut berupa hukuman disiplin ringan sampai pada hukuman disiplin berat yaitu pemberhentian tidak hormat dari jabatan Pegawai Negeri Sipil (PNS).6
Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tentang disiplin Pegawai Negeri Sipil dalam pasal 4 angka 14 (Empat Belas), Pegawai Negeri Sipl (PNS) dilarang memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau surat keterangan penduduk yang telah diatur sesuai perundang-undangan. Dan angka 15 (Lima Belas) Pegawai Negri Sipil (PNS) dilarang memberikan dokumen kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara :
a. Terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;
b. Menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye; c. Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan
salah satu pasangan calon selama kampanye;
d. Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan atau pemberian barang kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.7
Ketidaknetralan Pegawai Negeri Sipil juga sangat terlihat apabila ada calon Kepala Daerah yang berasal dari keluarganya, saudaranya, kerabatnya dan temannya sehingga nilai-nilai kenetralitasan yang seharusnya dijaga terpaksa terbuang dan ditinggalkan terlebih pada Pilkada yang pasangan calon Incumbent tersebut dihadapkan dengan kolom kosong yang terjadi pada tahun 2018 ini di kota Tangerang. Hal inilah yang menjadi permasalahan meskipun dalam ketentuan perundang-undangan telah ditegaskan bahwa Pegawai Negeri Sipil tidak diperkenankan ikut serta dalam kegiatan politik praktis dan dalam pelaksanaan Pilkada secara langsung, akan tetapi disebagian daerah yang telah melaksanakan dan juga dalam proses Pilkada banyak kita lihat dan jumpai Pegawai Negeri Sipil baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan ikut langsung dalam proses Pilkada
Permasalahan-permasalahan inilah yang melatar belakangi penulis untuk
membahasnya dalam bentuk karya ilmiah berjudul : “Netralitas Pegawai Negeri
Sipil dalam Pemilihan Kepala Daerah di Kota Tangerang berdasarkan
Undang-7Sekretariat Negara RI, Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil tahun 2010-2015 (Jakarta, 2010), halaman 3.
Undang No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara”
B. Perumusan Masalah atau Permasalahan
Bertitik tolak dari uraian latar belakang diatas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Netralitas PNS dalam Pemilihan Kepala Daerah di Kota Tangerang berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara?
2. Bagaimanakah hambatan-hambatan dan upaya yang dilakukan oleh Bawaslu dalam hal menjaga Netralitas PNS pada Pemilihan Kepala Daerah di Kota Tangerang?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Sehubungan dengan penelitian yang akan dilakukan, tentunya ada tujuan dan manfaat yang hendak dicapai yaitu sebagai berikut:
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui sejauh mana Netralitas Pegawai Negeri Sipil dalam Pemilihan Kepala Daerah di Kota Tangerang berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014.
b. Untuk mengetahui dan menganalisa hambatan dan upaya apa saja yang di lakukan oleh Bawaslu untuk mengatasi ke tidak netralitasan Pegawai Negeri Sipil dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah di Kota Tangerang.
2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan baik yang terkait secara langsung maupun tidak langsung yaitu:
a. Manfaat teoritis
Sebagai masukan dan menambah pengetahuan dalam perkembangan Ilmu Hukum yaitu Hukum Tata Negara dan Kepegawaian mengenai Netralitas Pegawai Negeri Sipil dalam Pemilihan Kepala Daerah di Kota Tangerang.
b. Manfaat praktis
i. Manfaat bagi peneliti
Sebagai media pembelajaran metode penelitian hukum sehingga dapat menunjang kemampuan mahasiswa dalam kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara serta dapat memberikan bahan refrensi bagi kepentingan yang bersifat akademis dan sebagai bahan tambahan bagi kepustakaan.
ii. Manfaat bagi Universitas
Bagi pihak Universitas Semarang terkhusus bagi Fakultas Hukum Program Studi Ilmu Hukum, diharapkan berguna sebagai literatur dan referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian di bidang kajian yang sama. Hasil dari penelitian dapat bermanfaat untuk seluruh mahasiswa dalam mengembangkan pengetahuan dalam bidang tata negara khususnya tentang kajian netralitas pegawai negeri sipil dalam pemilihan kepala daerah.
D. Keaslian Penelitian
Keaslian penelitian ini berdasarkan pada beberapa penelitian terdahulu yang mempunyai karakteristik yang relatif sama dalam hal tema, kajian, meskipun berbeda dalam kriteria subjek jumlah dan posisi variable penelitian atau metode analisis yang di gunakan. Penelitian ini hampir sama dengan penelitian tentang :
1. Rahmatan Fitra Akbar “Netralitas Pegawai Negeri Sipil dalam Kegiatan Politik di Pilkada Jawa Tengah menurut UU No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara”. Fakultas Hukum Universitas Semarang dengan rumusan masalah :
a. Bagaimana Netralitas Pegawai Negeri Sipil dalam kegiatan politik di Pilkada Jawa Tengah ?
b. Bagaimana peranan Bawaslu dalam pengawasan terhadap Pegawai Negeri Sipil yang terlibat dalam kegiatan politik di Pilkada Jawa Tengah?
2. Muhammad Halwan Yamin “Netralitas Pegawai Negeri Sipil dalam Pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten Takalar”. Fakultas Hukum Universitas Hasanudin Makassar dengan rumusan masalah :
a. Bagaimana Netralitas Pegawai Negeri sipil (PNS) dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) di Kabupaten Takalar ?
b. Bagaimana bentuk pengawasan yang dilakukan panwaslu dalam kaitannya dengan netralitas Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam pemilukada di Kabupaten Takalar ?
Berdasarkan uraian diatas, maka walau telah ada penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan Netralitas Pegawai Negeri Sipil dalam Pilkada, namun tetap berbeda dengan penelitian yang dilakukan peneliti, penelitian yang peneliti lakukan adalah sama-sama menjelaskan terkait Netralitas Pegawai Negeri Sipil dalam Pilkada sedangkan perbedaanya yaitu terdapat pada objeknya. Dengan demikian, maka topik penelitian yang peneliti lakukan ini benar-benar asli.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
penjelasan secara menyeluruh dari penulisan skripsi dengan judul “Netralitas Pegawai Negeri Sipil Dalam Pemilihan Kepala Daerah Di Kota Tangerang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara”. Guna mempermudah pembahasan dalam skripsi ini, maka penulisan disusun dalam beberapa bab, yang masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab. Sistematikanya adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini berisi tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat, keaslian penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini berisi tentang landasan teori meliputi tinjuan tentang pengertian Aparatur Sipil Negara, Pemilihan Umum, Kepala Daerah, tugas dan fungsi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Komisi Pemilihan Umum (KPU).
BAB III : METODE PENELITIAN
Dalam bab ini berisi tentang type penelitian, spesifikasi penelitian, metode penentuan sampel, metode pengumpulan data dan metode analisis data.
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan yang menyajikan data atau informasi yang diperoleh melalui penelitian, baik berupa hasil studi pustaka, observasi lapangan, wawancara atau dari hasil pengolahan koesioner, yang kemudian dianalisis berdasarkan terori-teori yang telah ditulis dalam tinjuan pustaka.
BAB V : PENUTUP
Dalam bab ini berisi penutup, yang terdiri dari simpulan dan saran. Simpulan langsung menjawab rumusan masalah yang telah dirumuskan. Sedangkan saran dikemukakan sebagai upaya memperbaiki keadaan yang ada pada fenomena sosial tertentu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Aparatur Sipil Negara 1. Pengertian Aparatur Sipil Negara
Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah, dan diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.8 Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya juga disebut sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.
2. Jenis Pegawai Aparatur Sipil Negara
Pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, menjelaskan bahwa Pegawai Aparatur Sipil Negara terdiri dari:
a. PNS
PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a merupakan pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai tetap oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dan memiliki nomor induk pegawai secara nasional.
b. PPPK
PPPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b merupakan pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai dengan perjanjian kerja oleh Pejabat Pembina
8 Sekretariat Negara RI, Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Jakarta, 2014), halaman 3.
Kepegawaian sesuai dengan kebutuhan instansi Pemerintah dan ketentuan Undang-Undang ini.
Dari uraian-uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang menyelenggarakan tugas-tugas negara atau pemerintahan adalah pegawai negeri, karena kedudukan pegawai negeri adalah sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, juga pegawai negeri merupakan tulang punggung pemerintah dalam proses penyelenggaraan pemerintahan maupun dalam melaksanakan pembangunan nasional.
3. Asas, Prinsip, Nilai Dasar, serta Kode Etik dan Kode Perilaku Penyelenggaraan
Kebijakan dan Manajemen ASN.
1) Asas Aparatur Sipil Negara adalah sebagai berikut: a. kepastian hukum; b. profesionalitas; c. proporionalitas; d. keterpaduan; e. delegasi; f. netralitas; g. akuntabilitas; h. efektif dan efisien; i. keterbukaan; j. nondiskriminatif;
k. persatuan dan kesatuan; l. keadilan dan kesetaraan; m. Kesejahteraan.
2) Prinsip Aparatur Sipil Negara sebagai berikut: a. nilai dasar
b. kode etik dan kode perilaku
c. komitmen, integritas moral dan tanggung jawab pada pelayanan publik d. kompetensi yang diperlukan sesuai bidang tugas
e. kualifikasi akademik
f jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan g profesionalitas jabatan
3) Nilai dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a meliputi: a. memegang teguh ideologi;
b. setia dan mempertahankan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan pemerintahan yang sah;
c. mengabdi kepada negara dan rakyat Indonesia;
d. menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak; e. membuat keputusan berdasarkan prinsip keahlian;
f. menciptakan lingkungan kerja yang nondiskriminatif; g memelihara dan menjunjung tinggi standar etika yang luhur; h. mempertanggungjawabkan tindakan dan kinerjanya ke publik;
i. memiliki kemampuan dalam melaksanakan kebijakan dan program pemerintah; j. memberikan layanan kepada publik secara jujur, tanggap, cepat, tepat, akurat, berdaya guna, berhasil guna, dan santun;
k. mengutamakan kepemimpinan berkualitas tinggi; l. menghargai komunikasi, konsultasi, dan kerja sama;
m. mengutamakan pencapaian hasil dan mendorong kinerja pegawai; n. mendorong kesetaraan dalam pekerjaan;
o. meningkatkan efektivitas sistem pemerintahan yang demokratis sebagai perangkat sistem karier.
4) Kode etik dan kode perilaku berisi pengaturan perilaku agar pegawai Aparatur Sipil Negara:
a. melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggung jawab, dan berintegritas tinggi; b. melaksanakan tugasnya dengan cermat dan disiplin;
c. melayani dengan sikap hormat, sopan dan tanpa tekanan;
d. melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang –undangan; e. melaksanakan tugasnya sesuai dengan perintah atasan atau Pejabat yang berwenang sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan etika pemerintahan;
f. menjaga kerahasiaan yang menyangkut kebijakan negara;
g menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung jawab; h efektif dan efisien;
i memberikan informasi secara benar dan tidak menyesatkan kepada pihak lain yang memerlukan informasi terkait kepentingan kedinasan;
j tidak menyalahgunakan informasi intern, negara, tugas, status, kekuasaan, dan jabatannya untuk mendapat atau mencari keuntungan atau manfaat bagi diri sendiri atau untuk orang lain;
k memegang teguh nilai dasar ASN dan selalu menjaga reputasi dan integritas ASN; l. melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai disiplin pegawai ASN.
4. Pengertian Pegawai Negeri Sipil
Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah warganegara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.9
Pengertian Pegawai Negeri Tersebut menurut pasal 1 angka 3 (Tiga) Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 yaitu disebut dengan pengertian Stipulatif selain pengertian Stipulatif ada pula pengertian Pegawai Negeri Sipil Ekstensif yaitu ada beberapa golongan yang sebenarnya bukan Pegawai Negeri Sipil (PNS) tetapi dalam hal tertentu dianggap sebagai dan diperlakukan sama dengan pegawai negeri, artinya disamping pengertian secara Stipulatif ada pula pengertian tentang Pegawai Negeri Sipil lain yang hanya berlaku pada hal-hal tertentu.10
Berkaitan dengan pengertian Pegawai Negeri atau seseorang dapat disebut Pegawai Negeri apabila memenuhi beberapa unsur yaitu:
a. Memenuhi syarat-syarat yang ditentukan; b. Diangkat oleh pejabat yang berwenang; c. Diserahi tugas dalam jabatan suatu negeri ;
d. Digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5. Unsur-unsur pengangkatan Pegawai Negeri Sipil
Unsur-unsur yang harus dipenuhi dari warga negara atau seseorang untuk dapat diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil :
a. Warga Negara Indonesia yang telah memenuhi syarat-syarat menurut peraturan perundang-undangan seseorang dapat diangkat menjadi Pegawai Negeri diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2002 tentang perubahan atas
9Ibid.
10Sri hartini dan Tedi Sudrajat, Hukum Kepegawaian di Indonesia (Jakarta Timur: Sinar Grafika, 2017), halaman 34.
Peraturan Pemerintah No 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil, sebagai berikut :
1) Warga Negara Indonesia;
2) Berusia serendah-rendahnya 18 (delapan belas) tahun dan setinggi-tingginya 35 (tiga puluh lima) tahun;
3) Tidak pernah dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena melakukan suatu tindak pidana kejahatan;
4) Tidak pernah diberhentikan dengan hormat, tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil atau diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai swasta;
5) Tidak berkedudukan sebagai calon/Pegawai Negeri;
6) Mempunyai pendidikan, kecakapan, keahlian, dan keterampilan yang diperlukan;
7) Berkelakuan baik;
8) Sehat jasmani dan rohani;
9) Besedia ditempatkan diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau negara lain yang ditentukan oleh pemerintah, dan; 10) Syarat lain yang ditentukan dalam persyaratan jabatan.
b. Diangkat oleh pejabat yang berwenang
Pada dasarnya kewenangan pengangkatan Pegawai Negeri berada ditangan presiden sebagai kepala eksekutif, namun untuk sampai tingkat kedudukan pangkat tertentu, presiden dapat mendelegasikan wewenangnya pada para menteri atau pejabat lain dan para menteri dapat mendelegasikan kepada pejabat lain dilingkungannya masing-masing.
c. Diserahi dalam jabatan negeri
Pegawai Negeri yang diangkat dapat diserahi tugas, baik berupa tugas dalam suatu jabatan negeri maupun tugas negara lainnya. Perbedaan tugas negeri dengan tugas negara lainnya adalah dalam jabatan negeri menjabat dibidang eksekutif yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sedangkan tugas negara lainya adalah jabatan diluar bidang eksekutif seperti hakim-hakim Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi.
d. Digaji menurut perundang-undangan yang berlaku
Sebagai imbal jasa dari pemerintah kepada pegawai yang telah mengabdikan dirinya untuk melaksanakan sebagian tugas pemerintahan dan pembangunan. Dengan ada gaji yang layak secara relatif akan menjamin kelangsungan pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan, sebab Pegawai Negeri tidak lagi dibebani dengan pemikiran akan masa depan yang layak dan pemenuhan kebutuhan hidupnya, sehingga bisa bekerja dengan profesional sesuai dengan tuntutan kerjanya.
6. Kedudukan Pegawai Negeri Sipil
Kedudukan Pegawai Negeri Sipil berdasarkan pada Undang-Undang nomor 5 tahun 2014 yaitu berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan pembangunan. Dalam kedudukan dan tugas sebagaimana dimaksud pada angka 1, Pegawai Negeri harus
netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.11
7. Hak dan Kewajiban Pegawai Negeri Sipil
a. Hak Aparatur Sipil Negara
Dasar dari adanya hak adalah manusia mempunyai berbagai kebutuhan yang merupakan pemacu bagi dirinya untuk memenuhi kebutuhannya,seperti bekerja untuk memperoleh uang bagi pemenuhan kebutuhan. Manusia dalam kajian ekonomi disebut sebagai sumber daya karena memiliki kecerdasan, melalui kecerdasan yang semakin meningkat mengakibatkan manusia dikatakan sebagai homo sapiens, homo politikus, dan homo ekonomikus dan dalam kajian yang lebih mendalam dapat dikatakan pula bahwa manusia adalah zoon politicon. Berdasarkan perkembangan dunia modern, dalam prosesnya setiap individu akan berinteraksi dalam masyarakat yang semakin meluas dan perkembangan berikutnya adalah dimulainya konsep organisasi yang melingkupi bidang pemerintahan, sehingga manusia dapat dikatakan sebagai homo adminitratikus dan organization man.12
Adapun Hak-hak Pegawai Negeri Sipil menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Pasal 21 yaitu:
a. gaji, tunjangan, dan fasilitas; b. cuti;
c. jaminan pensiun dan jaminan hari tua; d. perlindungan;
11Sri Hartini, Setiajeng Kadarsih dan Tedi Sudrajat, Hukum Kepegawaian di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), halaman 33.
12
e. pengembangan kompetensi;
Hak-Hak Pegawai Pegawai Negeri Sipil seperti yang telah dipaparkan diatas dijelaskan lebih lanjut yaitu dalam hak gaji maksudnya pemberian gaji disebabkan pada dasarnya setiap Pegawai Negeri Sipil beserta keluarganya harus dapat hidup layak dari gajinya, sehingga dengan demikian ia dapat memusatkan perhatian dan kegiatannya untuk melaksanakan tugas yang ditugaskan kepada Pegawai Negeri Sipil tersebut. Gaji merupakan balas jasa atau penghargaan atas hasil kerja seseorang.
Hak cuti yang seperti yang telah dipaparkan diatas yang merupakan hak Pegawai Negeri Sipil maksudnya cuti diberikan sebagai hak bagi Pegawai Negeri Sipil dalam rangka menjamin kesegaran jasmani rohani serta kepentingan Pegawai Negeri Sipil. Dalam hal ini bahwa Pegawai Negeri Sipil berhak atas cuti yaitu tidak masuk kerja yang diizinkan dalam jangka waktu tertentu.
Jaminan pensiun dan jaminan hari tua adalah hak yang diberikan kepada setiap Pegawai Negeri Sipil yang telah memenuhi syarat yang ditentukan berhak atas pensiun. Yang dimaksud pensiun adalah jaminan di hari tua yang diberikan sebagai balas jasa terhadap pegawai yang telah bertahun-tahun mengabdikan dirinya kepada Negara. Untuk mendapatkan hak pensiun harus memenuhi syarat diantaranya:
a. telah mencapai usia sekurang-kurangnya 50 tahun;
b. telah diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil; c. memiliki masa kerjasekurang-kurangnya 20 tahun;
Hak perlindungan yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil maksudnya apabila Pegawai Negeri Sipil ditimpa oleh suatu kecelakaan dalam atau karena sedang menjalankan tugas kewajibannya, maka Pegawai Negeri berhak atas perlindungan atas sesuatu kecelakaan itu dengan memperoleh perawatan dan Pegawai Negeri itu tetap menerima penghasilan penuh. Pegawai Negeri apabila mengalami cacat jasmani atau
rohani dalam hal karena menjalankan tugasnya dan tidak dapat bekerja kembali berhak atas perlindungan yaitu dengan memberikan tunjangan.
b. Kewajiban pegawai negeri sipil
Adalah segala sesuatu yang wajib dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Menurut Sastra Djatmika, kewajiban pegawai negeri sipil di bagi dalam tiga golongan, yaitu :
a) Kewajiban-kewajiban yang ada hubungan dengan suatu jabatan;
b) Kewajiban-kewajiban yang tidak langsung berhubungan dengan suatu tugas dalam jabatan, melainkan dengan kedudukannya sebagai pegawai negeri;
c. Kewajiban-kewajiban lain
Selain itu diperlukan juga elemen-elemen lain penunjang kewajiban yaitu meliputi:
i. Kesetiaan, berarti tekad dan sikap batin serta kesanggupan untuk mewujudkan dan mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.
ii. Ketaatan, berarti kesanggupan seseorang untuk menaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan (kedinasan) yang berlaku serta kesanggupan untuk tidak melanggar larangan yang ditentukan.
iii. Pengabdian (Terhadap Negara dan Masyarakat), merupakan kedudukan dan peranan Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia dalam hubungan formal baik dengan Negara secara keseluruhan maupun dengan masyarakat secara khusus.
iv. Kesadaran, berarti merasa, tahu dan ingat (pada keadaan yang sebenarnya) atau keadaan ingat (tahu) akan dirinya.
v. Jujur, berarti dalam melaksanakan tugas dan kemampuan untuk tidak menyalahgunakan wewenang yang diberikan kepadanya.
vi. Menjunjung tinggi kehormatan bangsa dan negara, berarti setiap Pegawai Negeri Sipil harus menghindari tindakan dan tingkah laku yang dapat menurunkan atau mencemarkan kehormatan Bangsa dan Negara.
vii. Tertib, berarti menaati segala peraturan dengan baik.
viii. Rahasia, berarti menyembunyikan setiap kegiatan dan atau tindakan yang akan, sedang atau telah dilaksanakan yang dapat menimbulkan kerugian atau bahaya apabila diberitahukan atau diketahui orang yang tidak berhak atau berkepentingan untuk mengetahuinya.13
8. Fungsi Pegawai Negeri Sipil
Berdasarkan pasal 10 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2104 menjelaskan bahwa fungsi Pegawai Negeri Sipil adalah sebagai berikut:
a. Pelaksana Kebijakan Publik;
Sebagai pelaksana dan merumuskan kebijakan publik dengan memprioritaskan kepentingan publik.
b. Pelayan Publik;
13
Berarti harus membekali diri dengan keterampilan dan wawasan yang baik saat melayani masyarakat, abdi negara harus berinvestasi diri sendiri untuk meningkatkan kualitas diri dengan mengikuti sekolah, diklat dan sebagainya.
d. Perekat dan pemersatu bangsa, dengan menciptakan suasana yang kondusif, nyaman dan damai di lingkungan pelayanan publik.
9. Peran Pegawai Negeri Sipil
Berdasarkan ketentuan pasal 12 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Pegawai Negeri Sipil berbepan sebagai perencana, pelaksana dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional. Melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang profeional, bebas dari intervensi politik serta bersih dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.14
10. Larangan bagi Pegawai Negeri Sipil
Berdasarkan PP Nomor 53 Tahun 2010 pasal 4, setiap PNS dilarang:
a. Menyalahgunakan wewenang;
b. Menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain dengan menggunakan kewenangan orang lain;
c. Tanpa izin pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain dan/atau lembaga atau organisasi internasional;
d. Bekerja pada perusahaan asig, konsultan asing, atau lembaga swadaya masyarakat;
e. Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang-barang baik bergerak maupun tidak bergerak, dokumen atau surat berharga miik negara secara tidak sah;
f. Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain didalam maupun diluar lingkungan kerjannya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara;
g. Memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun baik secara langsung atau tidak langsug dan dengan dalih apapun untuk diangkat dalam jabatan;
h. Menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjannya;
i. Brtindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;
j. Melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani;
k. Menghalangi berjalannya tugas kedinasan;
l. Memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara:
1) Ikut serta sebagai pelaksana kampanye;
2) Menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS;
3) Sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain; 4) Sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara.
m Memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden dengan cara:
1) Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama kampanye;
2) Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarkat;
n. Memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai fotokopi Kartu Tanda Penduduk sesuai peraturan perundang-undangan;
o. Memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara;
1) Terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah;
2) Menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye; 3) Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan
salah satu pasangan calon selama masa kampanye;
4) Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga dan masyarakat.
11. Sanksi
Berdasarkan PP Nomor 53 Tahun 2010 PNS yang melanggar akan dijatuhi sanksi sebagaimana yang diatur dalam pasal 7, yaitu;
a. Tingkat hukuman disiplin terdiri dari: 1) Hukuman disiplin ringan; 2) Hukuman disiplin sedang; 3) Hukuman disiplin berat;
b. Jenis hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari:
1) Teguran lisan; 2) Teguran tertulis;
3) Pernyataan tidak puas secara tertulis.
c. Jenis hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari:
1) Penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun; 2) Penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
3) Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun.
d. jenis hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri dari:
1) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun; 2) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah; 3) pembebasan dari jabatan;
4) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS; 5) Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
B. Tinjauan Umum tentang Pemilihan Umum
1. Pengertian Pemilihan Umum
Berdasarkan ketentuan pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 Pemilihan umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.15
Sedangkan Pemilu menurut Ali Moertopo adalah sarana yang tersedia bagi rakyat untuk menjalankan kedaulatannya dan merupakan lembaga demokrasi, pemilu merupakan salah satu sarana utama untuk menegakkan tatanan demokrasi yang berkedaulatan rakyat yang berfungsi sebagai alat penyempurna demokrasi.16
Dari uraian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa pemilihan umum tidak saja penting bagi warganegara, partai politik, namun juga bagi pemerintah sendiri. Bagi pemerintah yang dihasilkan dari suatu pemilihan umum yang jujur berarti bahwa pemerintah itu mendapat dukungan langsung dari rakyat. Sebaliknya jika pemerintah yang dibentuk dari hasil pemilihan umum yang melanggar asas-asas yang ada dalam pemilihan umum maka hasil yang diperoleh hanya bersifat semu. Dilihat dari sudut pemilihan umum, warga negara berhak memberikan pilihannya sesuai dengan hati nurani masing-masing.
15
Sekretariat Negara RI, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Jakarta, 2017), halaman 3.
2. Tujuan Pemilihan Umum
Tujuan penyelenggaraan pemilihan umum ada 4, yaitu;
a. Untuk memungkinkan terjadinya peralihan kepemimpinan pemerintah secara tertib dan damai;
b. Untuk memungkinkan terjadinya pergantian pejabat yang akan mewakili kepentingan rakyat di lembaga perwakilan;
c. Untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat; dan d. Untuk melaksanakan prinsip hak-hak asasi warga negara.
Di samping itu, jabatan pada dasarnya merupakan amanah yang berisi beban tanggung jawab bukan hak yang harus dinikmati. Dalam pemilu yang dipilih tidak saja wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat atau parlemen, tetapi juga para pemimpin pemerintah yang duduk di kursi eksekutif. Dengan adanya pemilihan umum yang teratur dan berkala, pergantian para pejabat dimaksud juga dapat terselenggara secara teratur dan berkala.17
3. Sistem Pemilihan Umum
a. Sistem Distrik
Merupakan sistem pemilu yang paling tua dan didasarkan atas kesatuan geografis mempunyai satu wakil dalam Dewan Perwakilan Rakyat. Dinamakan sistem distrik karena wilayah negara dibagi dalam distrik-distrik pemilihan yang jumlahnya sama dengan jumlah anggota Badan Perwakilan Rakyat yang dikehendaki.
b. Sistem Proporsional
17
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara (Jakarta, Rajawali Pers, 2009), halaman 413.
Merupakan sistem pemilu dimana persentase kursi di Badan Perwakilan Rakyat yang dibagikan kepada tiap-tiap partai politik disesuaikan dengan persentase jumlah suara yang diperoleh tiap-tiap partai politik. Sistem ini dilaksanakan pada umumnya dalam dua metode, yaitu single transferable vote (bare system) dimana pemilih diberi kesempatan untuk memilih pertama, kedua dan seterusnya dari distrik pemilihan yang bersangkutan. c. Sistem Campuran
Merupakan sistem pemilu yang pada dasarnya berusaha menggabungkan apa yang terbaik didalam sistem distrik/pluralitas/mayoritas dan sistem proporsional. Didalam sistem ini, sistem proporsional dipakai sebagai upaya untuk memberikan kompensasi pada adanya disproporsionalitas yang dihasilkan oleh pembagian kursi berdasar distrik.18 Adapun jenis-jenis dari sistem ini adalah:
a. Mixed Member Proportional, dalam sistem ini sebagian anggota lembaga perwakilan dipilih melalui sistem distrik dan sebagian lain berdasarkan sistem proporsional. Sedangkan jumlah anggota lembaga perwakilan yang akan dipilih melalui masing-masing sistem tersebut telah ditentukan sebelumnya. Bagi partai yang tidak mendapatkan kursi melalui pemilu distrik, maka partai tersebut akan mendapatkan jatah kursi berdasarkan perolehan suara melalui pemilu proporsional.
b. Parallel, dalam sistem ini sebagian distrik memakai sistem proporsional respresentatif daftar dan sebagian lain memakai sistem distrik. Secara teknis operasional, sistem ini akan bekerja dengan cara menerapkan penggunaan dua kotak suara dimana setiap pemilih akan menerima dua suara terpisah satu untuk kursi distrik dan satunya lagi untuk kursi proporsional. Dalam hal ini komponen proporsional tidak mengompensasikan sisa suara bagi daerah pemilihan yang menggunakan sistem distrik.
Sistem campuran ini mempunyai kelemahan yaitu dimana akan terjadi kategorisasi wakil rakyat di lembaga perwakilan, sebagian wakil rakyat merupakan wakil distrik dan sebagian lain wakil partai politik.
d. Sistem lain
adapun yang dimaksud dengan sistem lain diluar sistem pemilu yang ada adalah sistem yang cenderung menerjemahkan perhitungan suara menjadi kursi dengan cara yang berkisar pada sistem proporsional dan distrik atau merupakan campuran antara distrik dan proporsional.19
4. Asas-asas dalam Pemilihan Kepala Daerah
a. Langsung, artinya rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya tanpa perantara; b. Umum, artinya pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku berhak mengikuti pemilihan kepala daerah secara langsung. Pemilihan bersifat umum mengandung makna, menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh terhadap semua warga negara tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, pekerjaan dan status sosial;
c. Bebas, artinya setiap warga negara berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. Dalam melaksankan haknya, setiap warga negara dijamin keamanannya sehingga dapat memilih sesuai kehendak hati nurani dan kepentingannya;
d. Rahasia, artinya dalam memberikan suaranya pemilih dijamin kerahasiaannya oleh pihak manapun. Pemilih daoat memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak diketahui orang lain kepada siapapun suaranya diberikan;
e. Jujur, artinya dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah secara langsung setiap penyelenggara aparat pemerintah, calon atau peserta Pilkada, pengawas Pilkada, pemantau Pilkada, pemilih serta semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; f. Adil, artinya penyelenggaraan pemilihan kepala daerah secara langsung setiap
pemilih dan calon atau peserta Pilkada mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun, berdasarkan prinsip ini dihubungkan dengan independensi Pegawai Negeri Sipil dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah. Dengan demikian jika ada oknum Pegawai Negeri Sipil yang terlibat g. langsung dalam proses pemilihan tersebut dapat dikatakan melanggar asas ini
karena penekanan asas ini adalah perlakuan yang sama terhadap seluruh peserta atau calon Kepala Daerah atau Wakil Kepala daerah yang sedang bersaing dalam Pemilihan Kepala Daerah20.
5. Penyelenggara Pemilu
Penyelenggara Pemilu adalah lembaga penyelenggara pemilu yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu dan bersifat independent.
20
Ray Pratama Siadari, Asas-asas Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (online), (http://raypratama.blogspot.in/2012/02/asas-asas-pemilihan-kepala-daerah-dan.html, diakses 23
6. Pengertian Komisi Pemilihan Umum
Komisi Pemilihan Umum atau yang selanjutnya disebut dengan KPU adalah lembaga penyelenggara pemilu yang berada di provinsi, sedangkan untuk penyelenggara pemilu di Kabupaten/Kota adalah KPU Kabupaten/Kota.21 6. Kewenangan Komisi Pemilihan Umum:
a) Menetapkan jadwal Pemilu di Provinsi,
b) Menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi perhitungan suaru Pemilu anggota DPRD Provinsi berdasarkan hasil rekapitulasi di KPU Kabupaten/Kota dengan membuat berita acara perhitungan suara dan sertifika hasil perhitungan suara,
c) Menerbitkan keputusan KPU Provinsi untuk mengesahkan hasil Pemilu anggota DPRD Provinsi dan mengumumkannya,
d) Menjatuhkan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota KPU Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan Penyelenggaran Pemilu berdasarkan putusan Bawaslu, putusan Bawaslu Provinsi, dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan,dan
e) Melaksanakan wewenang lain yang diberikan oleh KPU dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.
7. Pengertian Komisi Pemilihan Umum Daerah
Komisi pemilihan umum daerah (KPUD) adalah penyelenggara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan
21
Rakyat Daerah dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.
8. Tugas dan wewenang Komisi Pemilihan Umum Daerah
Komisi pemilihan Umum Daerah (KPUD) bertugas dan mempunyai wewenang sebagai berikut :
a. Merencanakan penyelenggaraan pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah;
b. Menetapkan tata cara pelaksanaan pemilihan kepala daerah sesuai dengan tahapan yang diatur dalam perundang-undangan;
c. Mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah;
d. Menetapkan tanggal dan tata cara pelaksaan kampanye, serta pemungutan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah;
e. Meneliti persyaratan partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan calon;
f. Meneliti persyaratan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diusulkan; g. Menetapkan pasangan calon yang telah memenuhi persyaratan;
h. Menerima pendaftaran dan mengumumkan tim kampanye; i. Mengumumkan laporan sumbangan dana kampanye;
j. Menetapkan hasil rekapitulasi perhitungan suara dan mengumumkan hasil pemelihan kepala daerah dan wakil kepala daerah;
k. Melakukan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah;
l. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur oleh peraturan perundang-undangan;
Menetapkan kantor akuntan publik untuk mengaudit dana kampanye dan mengumumkan hasil audit.22
9. Pengertian Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU)
Badan Pengawas Pemilu merupakan lembaga penyelenggara pemilu yang bertugas melaksanakan pengawasan pemilu dan juga melaksanakan pencegahan terhadap tindakan pelanggaran yang terjadi dalam pemilu sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dengan demikian Bawaslu mempunyai kedudukan yang sama sejajar sebagai penyelenggara pemilu bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU).23
Bawaslu terdiri atas Bawaslu Pusat, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten atau Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan, Panwaslu LN dan Pengawas TPS.
10. Tugas, Wewenang dan Kewajiban Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU)
Berikut tugas, wewenang dan kewajiban Bawaslu dalam konteks Kabupaten atau Kota menurut UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu:
a) Melakukan pencegahan dan penindakan di wilayah Kabupaten atau Kota terhadap :
1) Pelanggaran Pemilu; 2) Sengketa proses Pemilu.
b) Mengawasi pelaksanaan tahapan Penyelenggaraan Pemilu di wilayah Kabupaten atau Kota, yang terdiri atas:
22Sarman dan Mohammad Taufik Makarao, Hukum Pemerintah Daerah di Indonesia (Jakarta, PT
Rineka Cipta, 2012), halaman 138. 23
1) Pelaksanaan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu;
2) Pemutakhiran data pemilih, penetapan daftar pemilih sementara dan daftar pemilih tetap;
3) Pencalonan yang berkaitan dengan persyaratan dan tata cara pencalonan Bupati atau Walikota;
4) Penetapan calon Bupati atau Walikota; 5) Pelaksanaan kampanye dan dana kampanye; 6) Pengadaan logistik Pemilu dan pendistribusiannya;
7) Pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara hasil Pemilu;
8) Penghitungan suara di wilayah kerjanya;
9) Pergerakan surat suara, berita acara penghitungan suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara dari TPS sampai ke PPK;
10) Rekapitulasi suara dari semua Kabupaten/Kota yang dilakukan oleh KPU Provinsi;
11) Pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu susulan, dan
12) Penetapan hasil Pemilu anggota DPRD Provinsi.
c) Mencegah terjadinya praktik politik uang di wilayah Provinsi
d) Mengawasi netralitas semua pihak yang dilarang ikut serta dalam kegiatan kampanye sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini,
e) Mengawasi pelaksanaan putusan/keputusan di wilayah Provinsi, yang terdiri atas:
1) Putusan DKPP;
3) Putusan/keputusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota;
4) Keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota, dan
5) Keputusan pejabat yang berwenang atas pelanggaran netralitas semua pihak yang dilarang ikut serta dalam kegiatan kampanye sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
f) Mengelola, memelihara, dan merawat arsip serta melaksanakan
penyusutannya berdasarkan jadwal retensi arsip sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
g) Mengawasi pelaksanaan sosialisasi Penyelenggaraan Pemilu di wilayah Kabupaten atau Kota;
h) Mengevaluasi pengawasan Pemilu di wilayah Kabupaten atau Kota, dan
i) Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
11. Macam-macam pelanggaran Pemilu
a. Pelanggaran Kode Etik
Merupakan pelanggaran terhadap etika penyelenggara pemilu yang berpedoman pada sumpah dan/atau janji sebelum menjalankan tugas sebagai penyelenggara pemilu. Adapun yang dimaksud dengan penyelenggara pemilu adalah KPU dan Bawaslu, dalam hal ini Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang akan diberi tugas dan wewenang untuk menyelesaikan terjadinya pelanggaran kode etik tersebut sesuai ketentuan dalam pasal 456 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017.
b. Pelanggaran Administrasi Pemilu
Merupakan pelanggaran yang meliputi tata cara, prosedur, dan mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan
pemilu hal ini termasuk dalam tindak pidana pemilu dan pelanggaran kode etik pemilu (Pasal 460 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017). Upaya dalam menangani pelanggaran administrasi pemilu diatur dalam pasal 460 sampai dengan pasal 461 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017.24
12. Pengertian Pemilihan Kepala Daerah
Pemilihan kepala daerah adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah.25 Dalam hal ini pemilihan kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
13. Kepala Daerah Dipilih Secara Demokratis
Mekanisme pengisian jabatan kepala daerah dilakukan dengan cara dipilih secara demokratis, pengertian dipilih secara demokratis mempunyai makna yang fleksibel; bisa dipilih secara langsung oleh rakyat adalah demokratis, dipilih melalui DPRD juga sama demokratisnya. Namun Valina Subekti memaknai
24Sodikin, op.cit., halaman 217.
37
dipilih secara demokratis adalah dipilih rakyat secara langsung, sebagai upaya untuk meningkatkan aspek akuntabilitas bupati, gubernur dan walikota kepada rakyat.26
14. Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Calon kepala daerah dan wakil kepala daerah merupakan warga negara Indonesia yang memenuhi syarat sebagai berikut:
a. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara;
c. berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan atas dan/atau sederajat; d. berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun;
e. sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter;
f. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang diancam pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau lebih;
g. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
h. mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya; i. menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan;
26
Hamdan Zoelva, Hukum Acara Perselisihan Hasil Pilkada Serentak di Mahkamah Konstitusi (Jakarta, Sinar Grafika, 2015), halaman 12.
j. tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara;
k. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh keputusan hukum tetap dari pengadilan.27
15. Pasangan Calon Kepala Daerah Petahana (Incumbent)
Pengertian Petahana oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah Presiden atau Wakil Presiden, Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan/atauWalikota atau Wakil Walikota yang sedang menjabat. Pengertian dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) ini mendapat perdebatan dari Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) yang menganggap Petahana adalah “orang yang sedang atau sudah menjabat”. Padanan kata yang sering digunakan untuk menggantikan
kata Petahana adalah Incumbent.
Incumbent yang mempunyai arti “Orang yang sedang memegang jabatan (Bupati, Walikota, Gubernur, Presiden) yang ikut dalam pelaksanaan pemilihan
umum agar dipilih kembali pada jabatan itu” Incumbent merupakan kata yang
berasal dari bahasa Inggris.28
16. Pemilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Kepala daerah dan Wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas,
27 Sarman dan Mohammad Taufik Makarao, Hukum Pemerintah Daerah di Indonesia (Jakarta, PT Rineka Cipta, 2012), halaman 138.
28
Tribun News Aceh “Pilkada dan Petahana”.(Online),
39
rahasia, jujur dan adil. Pasangan calon sebagaimana dimaksud diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik, dan diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) yang bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dalam mengawasi penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dibentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang keanggotaannya terdiri atas unsur kepolisian, kejaksaan, perguruan tinggi, pers dan tokoh masyarakat.29
C. Tinjauan Umum Tentang Kepala Daerah
1. Pengertian Kepala Daerah
Pengertian dari kepala daerah itu sendiri berbeda pada setiap tingkatan daerah, kepala daerah dalam konteks Indonesia adalah terdiri dari Gubernur (Kepala Daerah Provinsi), Bupati (Kepala Daerah Kabupaten), atau Walikota (Kepala Daerah Kota). Dalam pelaksanaan tugasnya Kepala Daerah dibantu oleh seorang Wakil Kepala Daerah, kepala daerah nantinya akan menjadi pemimpin pada setiap tingkatan daerah dan menjalankan segala urusan yang menjadi kewenangan dari pemerintah daerah provinsi, kabupaten atau kota. Esensi pemerintahan di daerah berkaitan dengan kewenangan yang dimiliki dalam mengurus dan mengatur rumah tangganya.30
29
Sarman dan Moh Taufik Makarao, Op.cit; Halaman 133.
30 Wikipedia, “Kepala Daerah”, (Online), (https://id.wikipedia.org/wiki/Kepala_Daerah, diakses 17 Oktober 2018), 2018.
D. Tinjauan Umum Tentang Netralitas 1. Pengertian Netralitas
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, Netralitas berarti suatu keadaan atau sikap netral dan tidak memihak.31 Dalam konteks ini netralitas diartikan sebagai tidak terlibatnya pegawai negeri sipil dalam pemilihan daerah baik secara aktif maupun pasif. Berdasarkan hal tersebut maka diharapkan Pegawai Negeri Sipil dalam Pemilihan Umum agar tetap menjaga Netralitas sesuai dalam ketentuan kode etik Aparatur Sipil Negara
31 Muhadjir Effendy, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta, Balai Pustaka, 2016), halaman 127.
41 BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam penelitian hukum ini adalah “Metode penelitian
hukum Yuridis Sosiologis, ini juga biasa disebut dengan penelitian hukum nondoktrinal. Dinamakan demikian , sebab penelitian ini menyangkut hubungan timbal balik antara hukum dan lembaga-lembaga sosial lain dan berdasarkan data yang terjadi di lapangan. Dan jenis penelitian ini harus mengikuti penelitian pola sosial dengan dimulai pada identifikasi masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, pemilihan sampel dan diakhiri dengan kesimpulan.32
Penelitian hukum yuridis sosiologis biasanya dilakukan dengan cara terjun ke lapangan untuk mengetahui keadaan sosial yang ada di dalam masyarakat, yaitu dalam hal ini adalah untuk mengetahui bagaimana Netralitas Pegawai Negeri Sipil dalam Pemilihan Kepala Daerah di Kota Tangerang berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
B. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis, metode deskriptif analitis merupakan metode pengumpulan fakta melalui interprestasi yang tepat metode penelitian ini diajukan untuk mempelajari permasalahan yang timbul dalam masyarakat dalam situasi tertentu, termasuk di dalamnya hubungan masyarakat, kegiatan, sikap, opini, 32J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik ( Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), halaman 1.