• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KERAGAMAN D-LOOP DNA MITOKONDRIA MENCIT RUMAH (Mus musculus castaneus) DI DAERAH JAKARTA, BANDUNG DAN SURABAYA DENGAN PCR-RFLP.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KERAGAMAN D-LOOP DNA MITOKONDRIA MENCIT RUMAH (Mus musculus castaneus) DI DAERAH JAKARTA, BANDUNG DAN SURABAYA DENGAN PCR-RFLP."

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KERAGAMAN D-LOOP DNA MITOKONDRIA

MENCIT RUMAH (Mus musculus castaneus)

DI DAERAH JAKARTA, BANDUNG DAN SURABAYA

DENGAN PCR-RFLP

Oleh :

Diana Yulianti

G04499071

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ANALISIS KERAGAMAN D-LOOP DNA MITOKONDRIA

MENCIT RUMAH (Mus musculus castaneus)

DI DAERAH JAKARTA, BANDUNG DAN SURABAYA

DENGAN PCR-RFLP

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Oleh :

Diana Yulianti

G04499071

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

3

ABSTRAK

DIANA YULIANTI. Analisis Keragaman D-loop DNA Mitokondria Mencit Rumah (Mus musculus castaneus) di Daerah Jakarta, Bandung dan Surabaya dengan PCR-RFLP. Dibimbing oleh DEDY DURYADI SOLIHIN dan RONNY RACHMAN NOOR.

Mencit rumah (Mus musculus) termasuk dalam kelas Mamalia, infrakelas Eutheria, ordo Rodentia, subordo Myomorpha dan famili Muridae. Spesies tersebut dalam perkembangannya terbagi menjadi subspesies Mus musculus domesticus, Mus musculus musculus, Mus musculus castaneus dan Mus musculus bactrianus (Silver 1995). Subspesies yang tersebar di Indonesia adalah Mus musculus castaneus (Boeadi et al.1982).

DNA mitokondria (mtDNA) sering digunakan sebagai penanda molekular sebagai salah satu cara untuk mengetahui keragaman genetik. Keragaman genetik mtDNA dapat diketahui dengan menggunakan metode PCR-RFLP (Polymerase Chain Reaction - Restriction Fragment Lenght Polymorphism). Sepasang primer yang digunakan adalah CTDF dan CTDR. Sedangkan enzim restriksi yang digunakan adalah HaeIII, AluI dan RsaI. Sampel yang digunakan berasal dari Jakarta (10 ekor), Bandung (11 ekor) dan Surabaya (9 ekor) sehingga total sampel menjadi 30 ekor.

Dengan menggunakan metode PCR-RFLP ditemukan sembilan haplotipe pada ketiga puluh sampel mencit rumah. Pada populasi Jakarta ditemukan tiga haplotipe, Bandung tujuh haplotipe dan Surabaya lima haplotipe. Haplotipe lokal ditemukan di populasi Bandung (H-5 dan H-7) dan Surabaya (H-8 dan H-9). H-3 merupakan haplotipe umum yang terdapat di semua populasi.

ABSTRACT

DIANA YULIANTI. Genetic Diversity Analysis of D-loop Mitochondrial DNA of House Mice (Mus musculus castaneus) in Jakarta, Bandung and Surabaya. Supervisors : DEDY DURYADI SOLIHIN

and RONNY RACHMAN NOOR.

House mice ( Mus musculus) belongs to class Mammal, infraclass Eutheria, Order Rodentia, suborder Myomorpha and family Muridae. This spesies divided into subspesies subspesies Mus musculus domesticus, Mus musculus musculus, Mus musculus castaneus and Mus musculus bactrianus (Silver 1995). Subspesies which spread all over Indonesia is Mus musculus castaneus. Mitochondrial DNA (mtDNA) is often used as genetic marker to study genetic diversity. Genetic diversity of mtDNA can be obtained using PCR-RFLP. The Primers used for analysis were CTDF and CTDR. The restriction enzyme used were HaeIII, AluI and RsaI. The samples were from Jakarta (10 mice), Bandung (11 mice) and Surabaya (9 mice) so the total amount of samples were 30 mice.

We generated pcr product 1384 bp in length using PCR-RFLP. Nine haplotype were found. In Jakarta population there were three haplotype, Bandung seven haplotype and Surabaya five haplotype. Local haplotypes were found in Bandung (H-5 and H-7) and Surabaya (H-8 and H-9). The H-3 was common haplotype that were found in all population.

(4)

Judul : ANALISIS KERAGAMAN D-LOOP DNA MITOKONDRIA MENCIT RUMAH

(Mus musculus castaneus) DI DAERAH JAKARTA, BANDUNG DAN

SURABAYA DENGAN PCR-RFLP. Nama : Diana Yulianti

NIM : G04499071 Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, M.Rur.Sc

NIP. 131415134 NIP. 131624188

Mengetahui,

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.Si

NIP. 131473999

(5)

5

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2004 ini adalah analisis keragaman D-loop DNA mitokondria mencit rumah (Mus musculus castaneus) Jakarta, Bandung dan Surabaya dengan PCR-RFLP.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA dan Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, M.Rur.Sc selaku pembimbing dan penyandang dana penelitian ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh keluarga besar zoologi, Bapak Achmad, Ibu Rika, Ibu Wita, Bapak Bambang dan Ibu Taruni untuk semua saran dan dukungannya. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Heri dan Bapak Nunu yang telah membantu dalam masalah tehnik laboratorium serta rekan-rekan kerja di laboratorium biologi molekuler Pusat Studi Ilmu Hayat IPB, Ibu Rini, Bapak Sarbaini, Bapak Jakaria, Evie, Virgo dan Ari untuk semua saran, nasehat dan jalan keluar setiap masalah yang penulis hadapi. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada sahabat-sahabat tercinta Pepen, Ucup, Yayak dan Bank 4di3 yang telah membantu selama pengumpulan sampel dan atas waktu luangnya menemani penulis dalam suka dan duka serta Kanthi, Gia, Marin, Andre, Agus, Chie, 14 dan Wina atas segala bentuk dorongan dan perhatiannya. Tak lupa kasih dan sayang kepada keluarga besar TM 7 dan teman-teman angkatan 36. Segala cinta dan terima kasih penulis ungkapkan kepada Papa, Mama dan adikku untuk dukungan moral, material, kesabaran, doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2005

Diana Yulianti

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 01 Juli 1981 dari ayah Ismail dan ibu Nurhasanah. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara.

Pada tahun 1999 penulis lulus dari SMUN 21 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif di Himpunan Profesi Departemen Biologi (HIMABIO) sebagai anggota Departemen Informasi dan komunikasi pada periode tahun 1999/2000. Penulis melaksanakan praktik lapang selama dua bulan di Gelanggang Samudra Jaya Ancol, Jakarta. Penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Biologi Dasar pada tahun ajaran 2001/2002, Struktur dan Perkembangan Hewan tahun ajaran 2002/2003, Zoologi Vertebrata pada tahun ajaran 2003/2004, dan 2004/2005.

(7)

7

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN... BAHAN DAN METODE... Bahan... Metode... Pengambilan Sampel... Ekstraksi dan Isolasi DNA... Uji Kualitas DNA... Amplifikasi Daerah D-loop... Pemotongan dengan Enzim Restriksi... Analisis Hasil PCR-RFLP... Analisis Keragaman... HASIL DAN PEMBAHASAN... Hasil... Amplifikasi Daerah D-loop... Keragaman Fragmen D-loop dengan Menggunakan Enzim restriksi... Pemotongan dengan HaeIII... Pemotongan dengan AluI... Pemotongan dengan RsaI... Analisis Keragaman Haplotipe... Pembahasan... SIMPULAN DAN SARAN... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN... vi vi 1 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 5 8 8 10

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Pola Pemotongan dengan Enzim Restriksi... 2 Haplotipe dan Penyebarannya... 3 Perbandingan hasil PCR-RFLP dengan sekuens acuan...

4 5 5

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Penyebaran Mus musculus di dunia... 2 Daftar Sampel... 3 Hasil BLAST primer forward pada Musmusculus castaneus... 4 Hasil BLAST primer reverse pada Musmusculus castaneus... 5 Sekuen Musmusculus castaneus acuan... 6 Hasil dan pola pemotongan dengan HaeIII... 7 Hasil dan pola pemotongan dengan AluI... 8 Hasil dan pola pemotongan dengan RsaI... 9 Hasil PAGE 5.5% dengan silver staining...

11 12 13 14 15 16 17 18 19

(9)

PENDAHULUAN

Mencit rumah (Mus musculus) termasuk dalam kelas Mamalia, infrakelas Eutheria, ordo Rodentia, subordo Myomorpha dan famili Muridae. Famili Muridae awalnya diperkirakan berasal dari daerah India dan Asia Tenggara. Berdasarkan data paleontologi dan filogeni diperkirakan bahwa tikus berasal dari nenek moyang yang hidup 10-15 juta tahun SM. Sekitar enam juta tahun SM genus Mus ditemukan, kemudian berkembang menjadi beberapa spesies yang tersebar di sekitar India dan ke benua lain (Silver 1995).

Pada 10.000 tahun lalu, Mus musculus telah mengalami pembagian menjadi empat populasi yang terpisah dan tidak mengalami tumpang tindih area di India dan benua lain. Spesies tersebut dalam perkembangannya terbagi menjadi subspesies Mus musculus domesticus, Mus musculus musculus, Mus musculus castaneus dan Mus musculus bactrianus (Silver 1995).

Diperkirakan penyebaran M.m domesticus terfokus di pinggir wilayah Pakistan dan di India bagian barat. Sedangkan M.m musculus berada di utara india . M.m castaneus berada di daerah Bangladesh dan M.m bactrianus tetap berada di India (Silver 1995)(Lampiran 1). Subspesies yang tersebar di Indonesia adalah Mus musculus castaneus (Boeadi et al.1979).

M.m castaneus berukuran kecil dan lincah. Hampir seluruh tubuhnya ditumbuhi oleh rambut bertekstur lembut dengan warna pada bagian dada tidak putih dan punggungnya coklat kelabu. Mencit ini memiliki ekor lebih panjang dari panjang badannya dengan bentuk yang meruncing. Ekornya memiliki anulasi yang cukup jelas dan ditumbuhi oleh sedikit rambut. Formula puting susu yang dimiliki adalah tiga pasang di dada dan dua pasang di perut (Boeadi et al. 1979).

Mencit dapat digunakan sebagai hewan model dalam penelitian bidang kedokteran dan genetika karena memiliki banyak kelebihan antara lain waktu generasi yang cepat, kemampuan adaptasi yang tinggi dan kemampuan ratusan gen tunggalnya bermutasi (Hartwell et al. 2000).

Penggunaan penanda molekular merupakan salah satu cara untuk mengetahui keragaman genetik. DNA mitokondria (mtDNA) sering digunakan sebagai penanda molekular karena memiliki banyak kelebihan antara lain jumlah kopi yang tinggi, ukuran yang relatif kecil (14-39 kb) dan pada bagian tertentu dari genom mitokondria berevolusi dengan kecepatan yang berbeda (Duryadi 1994).

Mitokondria DNA terdiri dari 13 gen penyandi polipeptida, 22 gen tRNA dan 2 gen rRNA. Urutan gen-gen mitokondria pada umumnya relatif conserved pada semua vertebrata (Brown 1980). Gen-gen tersebut tersusun dalam 2 utas yaitu utas Heavy (H) dan utas Light (L). Selain daerah penyandi, mtDNA juga memiliki daerah noncoding yang disebut D-loop.

Brown 1980 mengatakan bahwa daerah D-loop bersifat hipervariabel, karena memiliki laju evolusi tertinggi. Dapat mencapai 5-10 kali lebih cepat dibandingkan dengan DNA inti. Keragaman genetik mtDNA dapat diketahui dengan reaksi perbanyakan DNA secara in vitro pada sekuen target dengan memanfaatkan cara replikasi DNA dengan bantuan enzim DNA polimerase dan perubahan sifat fisik DNA terhadap suhu. Metode ini dikenal sebagai Polymerase Chain Reaction (PCR) (Saiki et al.1986).

Produk PCR kemudian dipotong menggunakan enzim restriksi (restriction endonuclease). Sebuah enzim restriksi akan memotong DNA secara spesifik, terbatas pada urutan basa nukleotida yang dikenalinya.

(10)

Urutan basa ini disebut situs restriksi (Sambrook & Russel 2001). Variasi yang dihasilkan oleh perbedaan panjang fragmen yang dipotong oleh enzim restriksi ini dikenal sebagai Restriction Fragment Lenght Polymorphism (RFLP) (Duryadi 1994). Gabungan kedua metode tersebut dikenal dengan PCR-RFLP.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keragaman genetik mencit rumah M.m castaneus di Jakarta, Bandung dan Surabaya menggunakan metode PCR-RFLP.

Penelitian ini dilaksanakan mulai Bulan November 2004 sampai April 2005 di Laboratorium Biologi Molekuler, Pusat Studi Ilmu Hayat (PSIH), IPB, Bogor.

BAHAN DAN METODE

Bahan

Bahan yang digunakan adalah sampel darah dan otot dari mencit rumah (M.m castaneus) dari beberapa lokasi di Jakarta (10 ekor), Bandung (11 ekor) dan Surabaya (9 ekor) (lampiran 2). Total sampel 30 ekor.

Metode

Pengambilan sampel. Darah diambil dari jantung menggunakan syringe yang telah berisi ethylene diamine tetra acetic acid (EDTA) 10% yang kemudian disimpan di suhu rendah sebelum diisolasi. Sedangkan untuk sampel dari otot menggunakan otot yang berasal dari femur M.m castaneus yang sudah dikuliti terlebih dahulu.

Ekstraksi dan isolasi DNA. Ekstraksi fenol adalah prosedur umum yang digunakan untuk isolasi sampel DNA (Sambrook & Russel 2001). Sampel darah sebanyak

250-500 ì l dalam tabung eppendorf 1,5 ml ditambah lysis buffer dengan volume yang sama dan dikocok sampai homogen. Disentrifuse selama 1 menit pada 6500 rpm.

E ndapan ditambah dengan 200 ì l rinse buffer

kemudian divortex. 500 ì l digestion buffer

ditambahkan pada tabung dan dikocok hingga homogen lalu diinkubasi semalam pada suhu 55oC. Kemudian 500 ì l fenol ditambahkan dan

dikocok selama ± 20 menit lalu disentrifuse 3 menit pada 13.000 rpm. Supernatan dipindahkan ke tabung baru lalu ditambahkan

500 ì l Chloroform isoamil alkohol (CIAA) kemudian dikocok selama ± 20 menit. Lalu disentrifuse 13.000 rpm selama 3 menit. Supernatan dipindahkan ke tabung baru. Jika sampel berasal dari otot, maka perlakuan fenol dan CIAA dilakukan 2 kali. Sebanyak 2 kali volume etanol absolut ditambahkan pada supernatan lalu dikocok perlahan hingga terdapat endapan putih DNA. Campuran disentrifuse pada 13.000 rpm selam 5 menit dan etanol absolut diganti dengan alkohol 70%. Kemudian disentrifuse kembali pada 13.000 rpm selama 5 menit. Alkohol 70% dibuang dan endapan dikeringkan atau di vacuum. 100 ì l buffer T ris E DT A (TE) ditambahkan ke dalam tabung kemudian disentrifuse pelan dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 15 menit lalu disimpan dalam freezer.

Uji kualitas DNA. DNA yang telah diisolasi kemudian dielektroforesis menggunakan gel agarose 1.2 % dalam larutan 1xTBE (89 mM Tris, 89 mM Asam Borat dan 2 mM EDTA, pH 8,0) dalam piranti Submarine Electrophoresis (Hoefer). Pengamatan dilakukan dengan bantuan sinar ultra violet (ë = 300 nm) setelah gel diwarnai dengan ethidium bromide (0.5mg/ml).

Amplifikasi daerah D-loop. Sepasang primer digunakan untuk mengamplifikasi sekuen D-loop dengan metode PCR. Primer yang digunakan adalah CTD F 5’- TAA TAT ACT GGT CTT GTA AAC C- 3’ dan CTD R 5’- GGC TGG CAC GAG ATT TAC CAA CCC- 3’. PCR menggunakan mesin GeneAmp® PCR

(11)

11

pre-denaturasi pada suhu 94oC selama 5 menit, kemudian dilanjutkan dengan siklus utama yaitu denaturasi pada suhu 94oC

selama 45 detik, annealing pada suhu 52oC

selama 1 menit, elongasi pada suhu 72oC

selama 1 menit yang diulang sebanyak 35 siklus dan post-elongasi pada suhu 72oC

selama 7 menit.

Total campuran untuk tiap reaksi PCR adalah 50 ì l dengan komposisi sampel DNA 2

ì l (10-100 ng), 10X buffer PCR mix 5 ì l, 25 mM MgCl2 3 ì l, 10 mM dNTP mix 1 ì l, 25 pM

primer CTDF dan primer CTDR

masing-masing 2 ì l , dan 5 unit / ì l Taq DNA polymerase 0.2 ì l (Promega) dan air steril

sebanyakl 34.8 ì l.

Pemotongan dengan enzim restriksi. Enzim restriksi yang digunakan dalam penelitian ini merupakan enzim pemotong 4 basa (four-cutter enzyme) yaitu HaeIII (5’-GG*CC-3’), AluI (5’- AG*CT) dan RsaI (5’- GT*AC-3’) (Promega). Pemotongan dilakukan

dengan cara menambahkan 3.5 ì l air steril, 1 ì l Buffer dan 0.5 ì l enzim ke dalam tabung

eppendorf 0.5 ml yang berisi 5 ì l produk PCR. Tabung disentrifugasi lemah beberapa detik agar campuran merata. Kemudian diinkubasi selama ± 16 jam pada suhu 37oC (Syafitri 2005).

Analisis hasil PCR-RFLP. Fragmen DNA hasil PCR-RFLP dapat diamati dengan elektroforesis menggunakan agarose 1.2% (85 V/ 1-1.5 jam) dengan pewarnaan EtBr. Untuk mempertajam hasil digunakan PoliAcrylamide Gel Electrophoresis (PAGE) 5.5% (85 V/ 6 jam) menggunakan buffer 1X TBE dan divisualisasikan dengan silver staining. Standar DNA yang digunakan adalah ladder 100 bp (Promega).

Analisis keragaman. Rekonstruksi dendogram menggunakan program Molecular Evolutionary Genetic Analysis (MEGA) V.3.0 (Kumar et al.1993) dengan metode

unweighted pair-group method using arithmetic averages (UPGMA).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Amplifikasi daerah D-loop.

Penggandaan in vitro sekuen D-loop pada mitokondria M.m castaneus menggunakan primer CTDF yang didesain terletak di tRNA Threonin untuk forwardnya dan CTDR yang terletak di 12S rRNA pada reversenya menghasilkan produk sebesar 1384 pasang basa (pb) untuk semua sampel. Hal ini sesuai dengan hasil BLAST GeneBank Database (NCBI) M.m castaneus dengan nomor akses AJ286323 (Lampiran 3) dan AY057792 (Lampiran 4) yang telah disisipkan sekuen gen tRNA phenil alanin sebesar 68 pb (Lampiran 5). Oleh karena sekuen asli tRNA phenil alanin dari M.m castaneus belum diketahui, maka sekuen tRNA phenil alaninnya diambilkan dari sekuen tRNA phenil alanin M.m musculus (GenBank nomor akses NC005089). Dengan demikian produk PCR tersebut terdiri dari sekuen tRNA threonin, prolin, D-loop, tRNA phenil alanin dan 12S rRNA. Besarnya sekuen utuh D-loop M.m castaneus adalah sebesar 952 pb.

Keragaman fragmen D-loop dengan

menggunakan Enzim Restriksi.

Untuk mengetahui keragaman produk PCR tersebut maka dilakukan dengan menggunakan tiga jenis enzim restriksi yaitu HaeIII, AluI dan RsaI yang merupakan enzim restriksi empat basa. Dasar pemilihan penggunaan enzim restriksi empat basa adalah dengan harapan setiap 256 pb ditemukan satu situs restriksi. Maka dalam 1384 pb diharapkan terdapat lima situs restriksi.

(12)

Pemotongan dengan HaeIII.

HaeIII merupakan enzim restriksi yang yang akan memotong pada sekuen GG*CC. Pada ketigapuluh sampel yang dipotong dengan HaeIII menghasilkan tiga pola potong A, B dan C. Pola A menghasilkan empat fragmen (X1, X4, X5 dan X6). Pola B menghasilkan empat fragmen (X1, X3, X5 dan X7). Sedangkan pola C hanya menghasilkan tiga fragmen (X2, X7 dan X8). Total ragam fragmen yang dihasilkan oleh HaeIII adalah sebanyak delapan fragmen (Tabel 1).

Tabel 1 Pola pemotongan dengan enzim restriksi.

Pemotongan dengan AluI.

AluI merupakan enzim restriksi yang akan memotong pada sekuen AG*CT. Sampel yang dipotong dengan AluI menghasilkan tiga pola yang berbeda yaitu D, E dan F. Pada pola D hasil pemotongan terdiri dari enam fragmen (X1, X2, X3, X4, X5 dan X7). Pada pola E menghasilkan lima fragmen (X1, X3, X4, X6 dan X7). Sedangkan pada pola F menghasilkan empat fragmen ( X1, X2, X4 dan X8). Total ragam fragmen yang dihasilkan oleh AluI adalah sebanyak delapan fragmen (Tabel 1).

Pemotongan dengan RsaI.

RsaI merupakan enzim restriksi yang akan memotong pada sekuen GT*AC. Sampel yang dipotong dengan RsaI menghasilkan tiga pola yang berbeda yaitu G, H dan I. Pada pola G hasil pemotongan terdiri dari tiga fragmen (X1, X7 dan X9). Pola H terdiri dari lima fragmen (X1, X3, X4, X5 dan X8). Pola I terdiri dari tiga fragmen (X2, X6 dan X9). Total ragam fragmen yang dihasilkan oleh RsaI adalah sebanyak sembilan fragmen (Tabel 1).

Analisis keragaman haplotipe

Semua data dianalisis menggunakan program MEGA untuk merekonstruksi pohon filogenetik, maka didapatkan sembilan haplotipe berdasarkan pemotongan dengan tiga enzim restriksi. Penentuan haplotipe berdasarkan pada pola pemotongan tiap enzim restriksi, sehingga haplotipe yang dihasilkan merupakan gabungan tiga pola potong masing-masing enzim (Tabel 2). Haplotipe 1 dan 2 hanya ditemukan pada sampel di wilayah Jakarta dan Bandung. Sedangkan haplotipe 4 dan 6 ditemukan pada sampel di Bandung dan Surabaya. Haplotipe 5 dan 7 hanya ditemukan pada sampel di Bandung, sedangkan haplotipe 8 dan 9 hanya terdapat pada sampel di Surabaya. Haplotipe 3 ditemukan pada sampel yang berasal dari ketiga kota tersebut (Tabel 2).

Enzim Restriksi Hasil pola pemotongan sampel (pb) Ragam & besar fragmen sampel (pb) A B C HaeIII X1 X1 X2 X1 = 136 GG*CC X4 X3 X7 X2 = 264 X5 X5 X8 X3 = 283 X6 X7 X4 = 290 X5 = 470 X6 = 488 X7 = 495 X8 = 625 D E F AluI X1 X1 X1 X1 = 96 AG*CT X2 X3 X2 X2 = 123 X3 X4 X4 X3 = 140 X4 X6 X8 X4 = 200 X5 X7 X5 = 277 X7 X6 = 400 X7 = 548 X8 = 965 G H I RsaI X1 X1 X2 X1 = 140 GT*AC X7 X3 X6 X2 = 155 X9 X4 X9 X3 = 184 X5 X4 = 255 X8 X5 = 320 X6 = 445 X7 = 460 X8 = 485 X9 = 784

(13)

13

Tabel 2 Haplotipe dan penyebarannya

Pembahasan

DNA mitokondria (mtDNA) hewan merupakan molekul sirkular yang berukuran sekitar 16.000 pb dan diwariskan secara maternal (Ryan et al. 2000). MtDNA berevolusi jauh lebih cepat dibandingkan dengan laju evolusi DNA inti. Tetapi karena pentingnya fungsi mitokondria bagi kehidupan hewan, maka ada faktor-faktor yang menghambat laju evolusinya. Brown et al. 1979 mengatakan bahwa semakin penting fungsi suatu gen atau protein maka laju evolusi gen atau protein tersebut akan berjalan lebih lambat. Evolusi molekular didominasi oleh mutasi–mutasi yang terakumulasi dengan laju yang stabil pada garis keturunan yang masih bertahan hidup (Vigilant et al. 1991).

MtDNA sebagian besar terdiri atas 90% sekuen yang menyandikan, sedangkan sekuen D-loop merupakan sekuen yang tidak menyandikan. Daerah D-loop merupakan daerah non-coding utama pada mtDNA. Sekuen D-loop memiliki peran dalam proses replikasi utas berat ( Heavy strand) dan transkripsi mtDNA (Clayton 1982). D-loop terletak di antara gen tRNA prolina dan tRNA Phenil alanin (Anderson et al. 1982). Oleh karena daerah tRNA threonin, prolin, phenil alanin dan 12S rRNA relatif conserved dan

memiliki variasi yang relatif rendah maka daerah D-loop yang menjadi tumpuan kemungkinan keragaman dapat terdeteksi dengan mendesain primer yang terletak di daerah tersebut.

Tabel 3 Perbandingan hasil PCR-RFLP dengan sekuens acuan

# Hasil BLAST AY057792 dan AJ286323 dengan phenil alanin M.m castaneus no. akses NC005089

Haplotipe Penyebaran Haplotipe Jakarta Bandung Surabaya

Total 1. ADG 3 1 0 4 2. ADH 5 4 0 9 3. BEH 2 2 2 6 4. AEG 0 1 1 2 5. BDG 0 1 0 1 6. AEH 0 1 2 3 7. BDH 0 1 0 1 8. BEG 0 0 2 2 9. CFI 0 0 2 2 Total 10 11 9 30 Enzim Restriksi Ragam & besar fragmen acuan (pb) # Ragam & besar fragmen sampel (pb) HaeIII X1 = 62 X1 = 136 GG*CC X2 = 121 X2 = 264 X3 = 229 X3 = 283 X4 = 456 X4 = 290 X5 = 516 X5 = 470 X6 = 488 X7 = 495 X8 = 625 AluI X1 = 91 X1 = 96 AG*CT X2 = 116 X2 = 123 X3 = 188 X3 = 140 X4 = 445 X4 = 200 X5 = 544 X5 = 277 X6 = 400 X7 = 548 X8 = 965 RsaI X1 = 8 X1 = 140 GT*AC X2 = 17 X2 = 155 X3 = 17 X3 = 184 X4 = 35 X4 = 255 X5 = 121 X5 = 320 X6 = 392 X6 = 445 X7= 794 X7 = 460 X8 = 485 X9 = 784

(14)

Dari hasil amplifikasi D-loop dengan menggunakan sepasang primer CTDF dan CTDR menghasilkan produk PCR yang seragam dan sesuai dengan besar sekuen M.m castaneus acuan. Dapat disimpulkan bahwa pada sekuen daerah target tidak mengalami insersi atau delesi panjang sehingga produk PCR ketiga puluh sampel berukuran sama, yaitu sebesar 1384 pb.

Douzery dan Randi 1997 menyebutkan bahwa daerah D-loop memiliki central conserved region (CCR) yang diapit oleh daerah tepi (peripheral) kiri dekat dengan gen tRNA prolin dan daerah tepi kanan dekat dengan gen tRNA phenil alanin. Daerah CCR mengalami mutasi titik, insersi dan delesi (indel) yang terakumulasi secara

lamban. Sedangkan pada daerah tepinya terjadi mutasi titik, indel, dan sejumlah pengulangan tandem (Variable number of tandem repeats / VNTRs) yang laju akumulasinya terjadi dengan cepat.

Adanya perbedaan pola pemotongan pada tiap-tiap enzim restriksi dapat dijelaskan dengan penambahan atau kehilangan salah satu atau beberapa situs restriksi karena adanya substitusi basa. Selain itu faktor lain yang menyebabkan perbedaan pola potong karena adanya adisi atau delesi satu atau beberapa basa . Perbedaan metilasi pada tiap individu dapat juga merupakan sumber terjadinya variasi (Brown 1980).

Gambar 1 Dendogram dari 9 haplotipe

B 7 B 8 B 2 B 1 J1 0 J9 J8 J6 J2 B 9 S 4 S 5 B 1 1 J4 J5 B 4 B 1 0 S 3 S 9 S 2 S 8 B 5 B 3 S 1 J1 J3 J7 B 6 S 6 S 7 0.05 0.05

H-2

H-6

H-9

H-5

H-4

H-1

H-8

H-7

H-3

0.166

0.350

0.064

0.064

0.060

0.060

0.040

0.060

0.060

0.060

0.060

0.060

0.080

0.080

0.060

0.060

(15)

15

Vigilant et al. 1991 menyatakan perbedaan sekuen mtDNA pada daerah D-loop dapat pula disebabkan karena transisi dan transversi. Pada simpanse dan manusia pemunculan transisi dengan transversi memiliki perbandingan 15 : 1. Sehingga dari 189 individu yang diamati ditemukan 135 tipe mtDNA (daerah D-loop).

Transisi dan transversi tersebut dapat menerangkan adanya perbedaan letak situs restriksi antara M.m castaneus acuan untuk masing-masing enzim dengan sampel yang ada (Tabel 3). Substitusi basa yang terjadi pada mtDNA dapat menyebabkan perbedaan letak situs restriksi sehingga besar dan jumlah fragmen yang dihasilkan dapat berbeda-beda. Ohno 1997 mengatakan bahwa pada manusia laju substitusi basa di daerah D-loop sebesar 7 x 10-8/ situs pertahun.

Hal ini dapat dilihat pada hasil pemotongan dengan ketiga enzim restriksi. Pada pola A dan B dengan pemotongan menggunakan enzim HaeIII dapat dilihat bahwa pembagian menjadi dua blok sebesar 606 pb dan 778 pb. Pada blok 606 pb merupakan penjumlahan dari 136 pb dan 470 pb (X1 + X5). Sedangkan pola C merupakan pengecualian yang merupakan kemungkinan terjadinya substitusi basa (Lampiran 6).

Pada pola E dari pemotongan enzim AluI meghasilkan fragmen berukuran 400 pb yang merupakan penjumlahan fragmen 123 pb dan 277 pb pada pola D (penambahan situs restriksi). Sedangkan pada pola F fragmen sebesar 965 pb merupakan penjumlahan fragmen 140 pb, 277 pb dan 548 pb pada pola D. Dengan demikian pola F kehilangan dua situs restriksi (Lampiran 7).

Pemotongan dengan enzim RsaI menghasilkan dua blok fragmen sebesar 784 pb dan 600 pb. Pada pola G fragmen

berukuran 600 pb didapatkan dari penjumlahan fragmen 140 pb dan 460 pb. Sedangkan pada pola I fragmen 600 pb merupakan penjumlahan fragmen 155 pb dan 445 pb. Pada pola H fragmen sebesar 759 pb merupakan penjumlahan fragmen 184 pb, 255 pb dan 320 pb. Fragmen 759 pb disetarakan dengan fragmen 784 pb pada pola G dan I (Lampiran 8).

Adanya sembilan haplotipe yang ditemukan di tiga populasi menunjukkan tingkat polimorfisme yang cukup tinggi pada M.m castaneus (Gambar 1). Ryan et al. 2000 menyebutkan pada M.m domesticus di Irlandia memiliki polimorfisme yang tinggi karena dalam satu sarang ditemukan beberapa haplotipe. Dibandingkan dengan populasi di Jakarta dan Surabaya, populasi di kota Bandung memiliki lebih banyak haplotipe yaitu tujuh haplotipe (Tabel 2). Hal ini mungkin disebabkan adanya emigrasi dari M.m castaneus dari wilayah lain dan beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Kota Bandung juga memiliki kondisi cuaca yang cukup berbeda dibandingkan Kota Jakarta dan Surabaya yang memiliki kondisi cuaca relatif sama. Haplotipe lokal 8 dan 9 pada populasi Surabaya diperkirakan karena daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan sekitar, kemungkinan adanya genetic drift dari wilayah lain ( pulau lain) yang terbawa melalui alat transportasi (kapal laut / feri) dan perbedaan jarak geografis yang cukup jauh dari dua populasi lainnya.

Ryan et al. 2000, menyebutkan bahwa distribusi haplotipe mtDNA dapat disebabkan karena emigrasi dari suatu kondisi padat yang menyebabkan suatu individu harus meninggalkan populasinya. Distribusi haplotipe dapat berubah seiring waktu dan ditemukannya korelasi antara keragaman sekuen dengan jarak geografis yang ada. Distribusi mtDNA haplotipe dapat

(16)

dijelaskan dengan founder effect dan genetic drift.

SIMPULAN DAN SARAN

Penggandaan fragmen DNA menggunakan primer CTDF dan CTDR menghasilkan produk sebesar 1384 pb. Dari hasil pemotongan dengan masing-masing enzim restriksi empat basa HaeIII, AluI dan RsaI (single digest) ditemukan sembilan haplotipe dari ketiga populasi. Populasi Jakarta memiliki tiga jenis haplotipe dan bukan merupakan haplotipe lokal. Sedangkan populasi Bandung memiliki tujuh haplotipe. Dua diantaranya merupakan haplotipe lokal, yaitu haplotipe 5 dan 7. Populasi Surabaya memiliki lima haplotipe. Haplotipe 8 dan 9 merupakan haplotipe lokal. Haplotipe 3 merupakan haplotipe umum karena ditemukan pada sampel yang berasal dari ketiga kota tersebut.

Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan sequensing produk PCR agar data yang dihasilkan lebih akurat. Selain itu untuk mendapatkan data yang lebih variatif maka perlu lebih banyak sampel dari berbagai tempat yang memiliki perbedaan cuaca dan jarak geografis yang cukup signifikan. Penambahan jumlah enzim restriksi yang digunakan dan dengan metode yang berbeda seperti halnya double digest. Dapat menghasilkan hasil yang lebih variatif lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson et al. 1982. Complete Sequence of bovine mitochondrial DNA : conserved features of the mammalian mitochondrial genome. J. Mol. Biol. 156 : 683-717.

Boeadi A, Suyanto , S. Adi Soemanto. 1979. Cara sederhana mengenal tikus. Prosiding lokakarya pengendalian hama tikus. Bogor : Direktorat Perlindungan Tanaman.

Brown WM, George M.JR., Wilson AC. 1979. Rapid evolution of animal mitochondrial DNA. Proc. Natl. Acad. Sci, USA. 76 (4) : 1967-1971.

Brown WM. 1980. Polymorphism in mitochondrial DNA of human as revealed by restriction endonuclease analysis. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 77 (6) : 3605-3609.

Clayton DA. 1982. Replication of animal mitochondrial DNA. Cell 28: 693-705.

Douzery E, Randi E. 1997. The mitochondrial control region of Cervidae : Evolutionary Patterns and Phylogenetic content. Mol. Biol. Evol. 14(11) : 1154-1166.

Duryadi D. 1994. Peran DNA mitokondria (mtDNA) dalam studi keragaman genetik dan biologi populasi pada hewan. Hayati 1 (1) : 1-4.

Gene Bank Database .http :// www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/viewer .fcgi?ab=nucleotide&val=16555384 Gene Bank Database. http ://

www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/viewer. fcgi?ab=nucleotide&val=8919707 Gene Bank Database. http. :// www.

ebi.ac.uk/cgi-bin/abfetch?ab=embl&style=htm&id=A B042432

(17)

17

Hartwell LH et al., 2000. Genetics from genes to genomes. New York : Mc Grow Hill.

Kumar S, Tamura K, Nei M. 1993. MEGA ; Molecular evolutionary genetic analysis version 1.01. USA: The Pennsylvania State Univ.

Ohno S. 1997. The ancestor per generation rule and three other rules of mitochondrial inheritance. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 94 : 8033-8035.

Ryan AW, Montgomery I, Duke EJ. 2000. Short communication : Microgeographic distribution of House mouse, Mus domesticus , Mitochondrial DNA type on farmland in North-East Ireland. Biology and environment : Proceeding of the royal Irish Acad. 100B (3): 159-163.

Sambrook J, Russel DW. 2001. Molecular cloning a Laboratory Manual. Cold Spring Harbor Laboratory press.

Saiki et al. 1986. Specific enzymatic amplification of DNA in vitro ; The polymerase chain reaction. Cold spring harbor symposia on quantitative biology.

Silver LM. 1995. Mouse genetics concepts an applications. Oxford : Univ. Pr.

Syafitri S. 2005. Keragaman fragmen DNA mitokondria daerah D-loop Rusa Timor (Cervus timorensis) asal Sulawesi Tenggara. [skripsi]. Bogor : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor .

Vigilant L, Stoneking M, Harpending H, Hawkes K, Wilson AC. 1991. African populations and the evolution of human mitochondrial DNA. Science 253: 1503-1507.

(18)
(19)

19

Lampiran 1 Pola penyebaran

Mus musculus

di dunia (Silver 1995)

Penyebaran Mus musculus yang terbagi menjadi empat subspecies :

-

Mus musculus musculus

-

Mus musculus domesticus

-

Mus musculus bactrianus

(20)

Lampiran 2 Daftar sampel

NO

NAMA

TEMPAT PENGAMBILAN

ASAL SAMPEL

1

J1

Pasar Ampera,

2

J2

Rawamangun,

3

J3

Jakarta Timur

4

J4

Pasar Koja Baru,

5

J5

Jakarta Utara

JAKARTA

6

J6

Pasar Cempaka Putih,

7

J7

Jakarta Pusat

8

J8

Pasar Tomang, Jakarta Barat

9

J9

Pasar Tebet,

10

J10

Jakarta Selatan

11

B1

Pasar Baru,

12

B2

Bandung Tengah

13

B3

Pasar Kosambi,

14

B4

Bandung Timur

15

B5

16

B6

Pasar Induk Caringin,

BANDUNG

17

B7

Bandung Selatan

18

B8

19

B9

Pasar Suci, Bandung Utara

20

B10

Pasar Balubur,

21

B11

Bandung Utara

22

S1

Pasar Genteng, Surabaya Pusat

23

S2

24

S3

Pasar Turi,

25

S4

Surabaya Pusat

26

S5

SURABAYA

27

S6

Pasar Rungkut,

28

S7

Surabaya Timur

29

S8

Pasar Genteng,

30

S9

Surabaya Pusat

(21)

21

Lampiran 3 Hasil BLAST primer forward pada

Mus musculus castaneus

ORGANISM Mus musculus castaneus

Eukaryota; Metazoa; Chordata; Craniata; Vertebrata; Euteleostomi; Mammalia; Eutheria; Rodentia; Sciurognathi; Muridae; Murinae; Mus. AUTHORS Gunduz,I., Tez,C., Malikov,V., Vaziri,A., Polyakov,A.V. and Searle,J.B.

TITLE Mitochondrial DNA and chromosomal studies of wild mice (Mus) from Turkey and Iran

JOURNAL Heredity 84 (Pt 4), 458-467 (2000) MEDLINE 20307679

PUBMED 10849070

AUTHORS Gunduz,I.

TITLE Direct Submission

FEATURES Location/Qualifiers source 1..1087

/organism="Mus musculus castaneus" /organelle="mitochondrion" /mol_type="genomic DNA" /strain="wild" /sub_species="castaneus" /db_xref="taxon:10091" /haplotype="casIran.6" /country="Iran:Kerman province"

/note="The sequence was obtained from 100% ethanol preserved tail" gene 1..67 /gene="tRNA-Thr" tRNA 1..67 /gene="tRNA-Thr" /product="tRNA-Thr" /evidence=experimental gene 68..134 /gene="tRNA-Pro" tRNA 68..134 /gene="tRNA-Pro" /product="tRNA-Pro" /evidence=experimental D-loop 135..1087 /evidence=experimental ORIGIN

1 ngtcttgata gtataaatat tactctggtc ttgtaaacct gaaatgaaga tcttctcttc 61 tcaagacatc aagaagaagg aactactccc caccaccagc acccaaagct ggtattctaa 121 ttaaactact tcttgagtac ataaatttac atagtacaat agtacatcta tgtatatcgt 181 acattaaact attttcccca agcatataag caagtacatt aaatcaatga tatcggtcat 241 acaacaacta tcaacataaa ctgatataca ccatgaatat tatattaaat acatcaaatt 301 aatgttttaa agacatattt gtgttatctg actaaactga tatacatcat gaatattata 361 ctaaatacat caaattaatg ttttaaagac atatctgtgt tatctgacat acaccataca 421 gtcataaact cttctcttcc atatgactat ccccttcccc atttggtcta ttaatctacc 481 atcctccgtg aaaccaacaa cccgcccacc aatgcccctc ttctcgctcc gggcccatta 541 aacttggggg tagctaaact gaaactttat cagacatctg gttcttactt cagggccatc 601 aaatgcgtta tcgcccatac gttcccctta aataagacat ctcgatggta tcgggtctaa 661 tcagcccatg accaacataa ctgtggtgtc atgcatttgg tattttttta ttttggccta 721 ctttcatcaa catagccgtc aaggcatgag aggacagcac acagtctaga cgcacctacg 781 gtgaagaatc attagtccgc aaaacccaat cacctaaggc taattattca tgcttgttag 841 acataaatgc tactcaatac tgaattttaa ctctccaaac cccccaaccc cctcctctta 901 gcgccaaacc ccaaaaacac taagaacttg aaagacatat attattaact atcaaaccct 961 atgtcctgat caattctagt agttcccaaa atatgactca tattttagta cttgtaaaaa 1021 ttttacaaaa tcatgctccg tgaaccaaaa ctctaatcac actctattac gcaataaaca 1081 ttaacaa

(22)

Lampiran 4 Hasil BLAST primer reverse pada

Mus musculus castaneus

ORGANISM Mus musculus castaneus

Eukaryota; Metazoa; Chordata; Craniata; Vertebrata; Euteleostomi; Mammalia; Eutheria; Rodentia; Sciurognathi; Muridae; Murinae; Mus. REFERENCE 1 (bases 1 to 956)

AUTHORS Lundrigan,B.L., Jansa,S.A. and Tucker,P.K.

TITLE Phylogenetic relationships in the genus mus, based on paternally, maternally, and biparentally inherited characters

JOURNAL Syst. Biol. 51 (3), 410-431 (2002) MEDLINE 22075680

PUBMED 12079642

REFERENCE 2 (bases 1 to 956)

AUTHORS Lundrigan,B.L., Jansa,S.A. and Tucker,P.K. TITLE Direct Submission

JOURNAL Submitted (27-SEP-2001) Museum of Zoology and Department of Biology, University of Michigan, Ann Arbor, MI 48109-1079, USA FEATURES Location/Qualifiers

source 1..956

/organism="Mus musculus castaneus" /organelle="mitochondrion"

/mol_type="genomic DNA" /sub_species="castaneus" /db_xref="taxon:10091" rRNA 1..956

/product="12S ribosomal RNA"

ORIGIN

1 caaaggtttg gtcctggcct tataattaat tagaggtaaa attacacatg caaacctcca 61 tagaccggtg taaaatccct taaacattta cttaaacttt aaggagaggg tatcaagcac 121 attaaaatag cttaagacac cttgcctagc cacaccccca cgggactcag cagtgataaa 181 tattaagcaa taaacgaaag tttgactaag ttatacctct tagggttggt aaatttcgtg 241 ccagccaccg cggtcatacg attaacccaa actaattatt ttcggcgtaa aacgtgtcaa 301 ctataaataa ataaatagaa ttaaaatcca acttatatgt gaaaattcat tgttaggacc 361 taaactcaat aacgaaagta attctaatca tttataatac acgacagcta agacccaaac 421 tgggattaga taccccacta tgcttagcca taaacctaaa taattaaatt taacaaaact 481 atttgccaga gaactactag ccacagctta aaactcaaag gacttggcgg tactttatat 541 ccatctagag gagcctgttc tataatcgat aaaccccgct ctacctcacc atctcttgct 601 aattcagcct atataccgcc atcttcagca aaccctaaaa aggtattaaa gtaagcaaaa 661 gaatcaaaca taaaaacgtt aggtcaaggt gtagccaatg aaatgggaag aaatgggcta 721 cattttctta taaaagaaca ttactatacc ctttatgaaa ctaaaggact aaggaggatt 781 tagtagtaaa ttaagaatag agagcttaat tgaattgagc aatgaagtac gcacacaccg 841 cccgtcaccc tcctcaaatt aaattaaact taacataaat aatttctaga catccattta 901 tgagaggaga taagtcgtaa caaggtaagc atactggaaa gtgtgcttgg aataat

(23)

23

Lampiran 5 Sekuens

Mus musculus castaneus (

hasil BLAST AY057792 dan

AJ286323) dengan gen phenil alanin

Mus musculus (

no. akses NC005089)

Produk PCR sebesar 1384 pb.

TRNA-Thr CTD F

1 ngtcttgata gtataaatat tactctggtc ttgtaaacct gaaatgaaga tcttctcttc tRNA-Pro

61 tcaagacatc aagaagaagg aactactccc caccaccagc acccaaagct ggtattctaa D-loop

121 ttaaactact tcttgagtac ataaatttac atagtacaat agtacatcta tgtatatcgt

181 acattaaact attttcccca agcatataag caagtacatt aaatcaatga tatcggtcat 241 acaacaacta tcaacataaa ctgatataca ccatgaatat tatattaaat acatcaaatt 301 aatgttttaa agacatattt gtgttatctg actaaactga tatacatcat gaatattata 361 ctaaatacat caaattaatg ttttaaagac atatctgtgt tatctgacat acaccataca 421 gtcataaact cttctcttcc atatgactat ccccttcccc atttggtcta ttaatctacc 481 atcctccgtg aaaccaacaa cccgcccacc aatgcccctc ttctcgctcc gggcccatta 541 aacttggggg tagctaaact gaaactttat cagacatctg gttcttactt cagggccatc 601 aaatgcgtta tcgcccatac gttcccctta aataagacat ctcgatggta tcgggtataa 661 tcagcccatg accaacataa ctgtggtgtc atgcatttgg tattttttta ttttggccta 721 ctttcatcaa catagccgtc aaggcatgag aggacagcac acagtctaga cgcacctacg 781 gtgaacaatc attagtccgc aaaacccaat cacctaaggc taattattca tgcttgttag 841 acataaatgc tactcaatac tgaattttaa ctctccaaac cccccaaccc cctcctctta 901 gcgccaaacc ccaaaaacac taagaacttg aaagacatat attattaact atcaaaccct 961 atgtcctgat caattctagt agttcccaaa atatgactca tattttagta cttgtaaaaa 1021 ttttacaaaa tcatgctccg tgaaccaaaa ctctaatcac actctattac gcaataaaca tRNA-Phe

1081 ttaacaagtt aatgtagctt aataacaaag caaagcactg aaaatgctta gatggataat 12S rRNA

1141 tgtatcccat aaacacaaag gtttggtcct ggccttataa ttaattagag gtaaaattac 1201 acatgcaaac ctccatagac cggtgtaaaa tcccttaaac atttacttaa actttaagga 1261 gagggtatca agcacattaa aatagcttaa gacaccttgc ctagccacac ccccacggga 1321 ctcagcagtg ataaatatta agcaataaac gaaagtttga ctaagttata cctcttaggg

1381 ttggtaaatt tcgtgccagc caccg

HaeIII = 5’-gg*cc-3’

AluI = 5’-ag*ct-3’

RsaI = 5’-gt*ac-3’

(24)

Lampiran 6 Hasil dan pola pemotongan dengan

Hae

III

136 pb

290 pb

470 pb

488 pb

136 pb

283 pb

470 pb

495 pb

264 pb

475 pb

625 pb

B

C

606 pb (136 pb + 470 pb)

778 pb (290 pb + 488 pb)

475 pb

889 pb (264 + 625 pb)

606 pb (136 pb + 470 pb)

778 pb (283 pb + 495 pb)

B

C

A

A

(25)

25

Lampiran 7 Hasil dan pola pemotongan dengan

Alu

I

96 pb

123 pb

140 pb

200 pb

277 pb

548 pb

96 pb 140 pb

200 pb

400 pb

548 pb

96 pb

pb

123 pb

200 pb

965 pb

D

E

F

96 pb

123 pb

140 pb

200 pb

277 pb

548 pb

96 pb

pb

140 pb

200 pb

400 pb

(123 pb + 277pb)

548 pb

96 pb

pb

123 pb

200 pb

965 pb (140 pb + 277 pb + 548 pb)

E

F

D

(26)

Lampiran 8 Hasil dan pola pemotongan dengan

Rsa

I

140 pb

460 pb

784 pb

140 pb

184 pb

255 pb

320 pb

485 pb

155 pb

445 pb

784 pb

G

H

I

784 pb

600 pb ( 140 pb + 460 pb )

625 pb (140 pb + 485 pb )

( 184 pb + 255 pb + 320 pb )

759 pb

784 pb

600 pb (155 pb + 445 pb )

G

H

I

(27)

27

Lampiran 9 Hasil PAGE 5.5% dengan

silver staining

Pemotongan dengan

Hae

III

Pemotongan dengan

Alu

I

Pemotongan dengan RsaI

Referensi

Dokumen terkait

Pendidikan dan pelatihan harus memberikan kontribusi untuk pembangunan berkelanjutan, ketiga aspek tersebut yaitu: perspektif sosial, pendidikan dan pelatihan yang

Dalam percobaan tetes minyak Millikan, gerakan kecepatan bintik minyak dapat dibuat dalam tiga keadaan, yaitu gerak ke bawah karena pengaruh gaya berat, gerak searah gaya berat

Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa variabel dimensi kualitas pelayanan (tangible, reliability, responsiveness, assurance, dan empathy)

Abstraksi: atau pemodelan (modeling), adalah berlandaskan pada metode eksperimen ilmiah, dimana dalam melakukan invesitigasi terhadap suatu fenomena, harus melalui proses-proses

Jika perempuan dipandang sebagai manusia sempurna sebagaimana laki-laki dengan dengan dimensi maskulin (yang) dan dimensi feminin (yin) dan diperlakukan dengan

Tantangan lain dalam keluarga berencana adalah dari berbagai segi yaitu segi pelayanan, segi segi ketersediaan alat kontrasepsi, segi penyampaian konseling maupun

Analisa EDX bertujuan untuk mengidentifikasi prosentase senyawa yang terkandung pada serbuk cangkang kerang hijau.. Analisa EDX dilakukan pada tanggal 28 September 2014

terhadap bentuk kayu dibandingkan dengan bambu yang memiliki yang memiliki tingkat kuat tarik yang setara dengan baja berkualitas sedang pada tingkat kuat tarik yang setara dengan