• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tentang jasa konstruksi disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pekerjaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. tentang jasa konstruksi disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pekerjaan"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

7 2.1 Proyek Konstruksi

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 tentang jasa konstruksi disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan pelaksanaaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain. Lebih lanjut dijelaskan bahwa jenis usaha konstruksi terdiri dari atas usaha perencanaan konstruksi, usaha pelaksanaan konstruksi, dan usaha pengawasan konstruksi yang masing-masing dilaksanakan oleh perencanaan konstruksi, pelaksana konstruksi dan pengawas konstruksi.

Usaha perencanaan konstruksi memberikan layanan jasa perencanaan dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagian-bagian dari kegiatan mulai dari pengembangan sampai dengan penyusunan dokumen kontrak kerja konstruksi. Usaha pelaksanaan konstruksi memberikan layanan jasa pelaksanaan dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagian-bagian dari kegiatan mulai dari penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan akhir hasil kerja konstruksi. Usaha pengawasan konstruksi memberikan layanan jasa pengawasan baik keseluruhan maupun sebagian

(2)

pekerjaan pelaksana konstruksi mulai dari penyiapan sampai penyerahan akhir konstruksi.

Para pihak yang berkecimpung dalam penyelenggaraan jasa konstruksi terdiri dari pengguna jasa dan penyedia jasa. Pengguna jasa adalah orang perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas atau pemilik pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi. Penyedia jasa adalah orang perseorangan atau badan yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi. Penyedia jasa dalam pekerjaan konstruksi adalah perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi.

Proyek konstruksi menurut Ervianto (2003), adalah suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka pendek. Dalam rangkaian kegiatan tersebut ada suatu proses yang mengolah sumber daya proyek menjadi suatu hasil kegiatan yang berupa bangunan.

2.1.1 Tahapan Kegiatan Dalam Proyek Konstruksi

Kegiatan dalam proyek konstruksi terbagi atas tiga tahap meliputi tahap prakonstruksi, tahap konstruksi, dan tahap pasca konstruksi. Secara rinci sebagaimana ditampilkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1

Tahapan Kegiatan Dalam Proyek Konstruksi

Tahap Prakonstruksi Tahap Konstruksi Tahap Pasca Konstruksi - Studi Kelayakan - Persiapan Konstruksi - Maintenance - Penjelasan - Pelaksanaan (Pemeliharaan

- Desain dan Rekayasa dan Perawatan)

- Pelanggan

(3)

Kegiatan dalam proyek konstruksi pada tahap prakonstruksi meliputi studi kelayakan, penjelasan, desain dan rekayasa, serta pelelangan. Selanjutnya pada tahap konstruksi meliputi kegiatan persiapan konstruksi dan pelaksanaan. Setelah konstruksi selesai maka perlu dilanjutkan dengan kegiatan pemeliharaan dan perawatan.

2.1.2 Jenis-jenis Proyek Konstruksi

Jenis-jenis proyek konstruksi dapat diklasifikasikan secara garis besar menurut fungsi dan sumber dana dari proyek konstruksi, yaitu:

1) Berdasarkan fungsinya : a) Konstruksi perumahan

b) Konstruksi komersial, seperti bank,perkantoran,sekolah, hotel dan lain-lain c) Konstruksi konstutisional, seperti rumah sakit, tempat ibadah, dan lain-lain d) Konstruksi high risk dan jalan raya.

2) Berdasarkan sumber dana:

a) Dana pemerintah, dimana proses pelelangan umumnya kompetitif, harus sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

b) Dana swasta, dimana proses pelelangan umumnya dapat dinegosiasikan dan ditentukan oleh aturan yang diadakan sendiri oleh pemilik dengan bantuan konsultan perencana dan manajer konstruksi.

(4)

2.1.3 Pihak-pihak yang Terlibat Dalam Proyek Konstruksi

Pembahasan mengenai proyek konstruksi tidak dapat terpisahkan dengan pihak-pihak yang terlibat didalamnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Dari rangkaian tahapan proses konstruksi, tentunya akan melibatkan berbagai unsur yang bekerja secara bersama-sama dengan tujuan yang sama sehingga proyek dapat berjalan sesuai dengan perencanaan. Secara umum pihak-pihak yang terlibat dalam proyek konstruksi antara lain:

1) Pemilik proyek (Owner)

Pemilik proyek atau pemberi tugas atau pengguna jasa adalah orang/badan yang memiliki proyek dan memberikan pekerjaan atau menyuruh memberikan pekerjaan kepada pihak penyedia jasa dan membayar biaya pekerjaan tersebut.

Terlibat dalam penyusunan suatu proyek konstruksi, terutama dalam menentukan lokasi proyek, menetapkan desain, dan menyediakan modal. Sebagian pemilik proyek ikut mengawasi berlangsungnya proses konstruksi dan mengoperasikan bangunan yang telah selesai.

Wewenang dan tugas owner atau pemilik proyek sebagai berikut: 1) Menunjuk penyedia jasa (konsultan dan kontraktor).

2) Meminta laporan secara periodik mengenai pelaksanaan pekerjaan yang telah dilakukan penyedia jasa.

3) Memberikan fasilitas baik berupa sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh pihak penyedia jasa untuk kelancaran pekerjaan.

(5)

5) Menyediakan dana dan kemudian membayar kepada pihak penyedia jasa sejumlah biaya yang diperlukan untuk mewujudkan sebuah bangunan.

6) Ikut mengawasi jalannya pelaksanaan pekerjaan yang direncanakan dengan cara menempatkan atau menunjuk suatu badan atau orang untuk bertindak atas nama pemilik.

7) Mengesahkan perubahan dalam pekerjaan (bila terjadi).

8) Menerima dan mengesahkan pekerjaan yang telah selesai dilaksanakan oleh penyedia jasa jika produknya telah sesuai dengan apa yang dikehendaki. 2) Konsultan (Consultant)

Merupakan pihak yang ditentukan oleh pemilik proyek untuk membantu didalam merencanakan atau mendesain bangunan, melakukan studi kelayakan, mengawasi berlangsungnya proses konstruksi, atau bahkan mengatur pelaksanaan proyek konstruksi.

a) Konsultan Perencana

Konsultan Perencana adalah orang/badan yang membuat perencanaan bangunan secara lengkap baik bidang arsitektur, sipil, dan bidang lain yang melekat erat membentuk sistem bangunan. Hak dan kewajiban konsultan perencana adalah :

(1) Membuat perencanaan secara lengkap yang terdiri dari gambar rencana, rencana kerja dan syarat-syarat, hitungan struktur, rencana anggaran biaya.

(2) Memberikan usulan dan pertimbangan kepada pengguna jasa dan pihak kontraktor tentang pelaksanaan pekerjaan.

(6)

(3) Memberikan jawaban dan penjelasan kepada kontraktor tentang hal-hal yang kurang jelas dalam gambar rencana, rencana kerja dan syarat-syarat.

(4) Membuat gambar revisi bila terjadi perubahan perencanaan. (5) Menghadiri rapat koordinasi pengelolaan proyek.

b) Konsultan Pengawas

Pengertian dari konsultan pengawas atau manajemen konstruksi adalah semua perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan koordinasi suatu proyek dari awal sampai selesainya proyek untuk menjamin bahwa proyek dilaksanakan tepat waktu, biaya dan mutu (Ervianto, 2003).

Konsultan pengawas adalah orang/badan yang ditunjuk pengguna jasa untuk membantu dalam pengelolaan pelaksanaan pekerjaan pembangunan mulai awal hingga berakhirnya pekerjaan tersebut. Hak dan kewajiban konsultan pengawas adalah:

(1) Menyelesaikan pelaksanaan pekerjaan dalam waktu yang ditetapkan.

(2) Membimbing dan mengadakan pengawasan secara periodik dalam pelaksanaan pekerjaan.

(3) Melakukan perhitungan prestasi pekerjaan (progress work).

(4) Mengkoordinasikan dan mengendalikan kegiatan konstruksi serta aliran informasi antara berbagai bidang agar pelaksanaan pekerjaan berjalan lancar.

(5) Menghindari kesalahan yang mungkin terjadi sedini mungkin serta menghindari pembengkakan biaya.

(7)

(6) Mengatasi dan memecahkan persoalan yang timbul di lapangan agar dicapai hasil akhir sesuai kualitas, kuantitas serta waktu pelaksanaan yang telah ditetapkan.

(7) Menerima atau menolak material/peralatan yang didatangkan kontraktor. (8) Menghentikan sementara bila terjadi penyimpangan dari peraturan yang

berlaku.

(9) Menyusun laporan kemajuan pekerjaan (harian, mingguan, bulanan).

(10) Menyiapkan dan menghitung adanya kemungkinan pekerjaan tambah/kurang.

3) Kontraktor (Contractor)

Merupakan pihak yang ditetapkan oleh pemilik proyek untuk mengatur pelaksanaan kegiatan konstruksi dan mengolah sumber daya berupa bahan, peralatan, tenaga kerja, metode dan modal, sehingga menghasilkan produk akhir berupa konstruksi.

Kontraktor adalah orang/badan yang menerima pekerjaan dan menyelenggarakan pelaksanaan pekerjaan sesuai biaya yang telah ditetapkan berdasarkan gambar rencana dan peraturan serta syarat-syarat yang ditetapkan. Hak dan kewajiban kontraktor adalah:

(1) Melaksanakan pekerjaan sesuai gambar rencana, peraturan dan syarat-syarat, risalah penjelasan pekerjaan (aanwijzing) dan syarat-syarat tambahan yang telah ditetapkan oleh pengguna jasa.

(2) Membuat gambar-gambar pelaksanaan (shop drawing) yang disahkan oleh konsultan pengawas sebagai wakil dari pengguna jasa.

(8)

(3) Menyediakan alat keselamatan kerja seperti yang diwajibkan dalam peraturan untuk menjaga keselamatan pekerjaan dan masyarakat.

(4) Membuat laporan hasil pekerjaan berupa laporan harian (daily report), laporan mingguan (weekly report), dan laporan bulanan (monthly report).

(5) Menyerahkan seluruh atau sebagian pekerjaan yang telah diselesaikan sesuai ketetapan yang berlaku.

-Subkontraktor (Subcontractor)

Merupakan pihak yang dalam pelaksanaannya membantu kontraktor utama untuk menyelesaikan sebagian pekerjaanya.

-Tenaga Kerja (Employee)

Merupakan pihak yang berada dibawah tanggung jawab kontraktor atau subkontraktor untuk melaksanakan kegiatan konstruksi dilapangan dengan keahlian atau keterampilan tertentu, baik secara individu maupun kelompok yang dikoordinasikan oleh mandor.

4) Supplier

Merupakan pihak terkait yang memberikan pelayanan kepada owner atau kontraktor untuk memenuhi pengadaan material dan kebutuhan pada berbagai macam bahan konstruksi.

5) Pemerintah (Government)

Merupakan pihak sebagai pembuat kebijakan didalam mengatur perangkat peraturan yang terkait dengan pelaksanaan konstruksi.

(9)

6) Institusi Keuangan

Merupakan institusi yang dapat menyediakan sumber keuangan atau sumber pinjaman yang membantu pendanaan proyek.

7) Lembaga Pelayanan

Merupakan suatu pihak yang dapat memberikan pelayanan yang dibutuhkan diluar hal teknis yang berhubungan dengan konstruksi.

8) Masyarakat

Pihak yang menerima dampak secara langsung maupun tidak langsung akibat suatu proyek konstruksi. Baik pada saat proyek sedang berlangsung ataupun pada saat proyek telah selesai.

2.1.4 Hubungan Kerja Antara Pihak-Pihak Organisasi

Dalam pelaksanaan setiap proyek hubungan kerja antara pihak-pihak organisasi dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok yaitu:

1. Hubungan kerja secara teknis; dan 2. Hubungan kerja secara hukum.

2.1.4.1 Hubungan Kerja Secara Teknis

Secara teknis, hubungan kerja merupakan pihak-pihak yang terlibat yang terlibat dalam pelaksanaan suatu proyek antara pemilik proyek, konsultan perencana, konsultan pengawas dan pelaksana/kontraktor terjadi suatu hubungan yang vertikal. Dalam hal ini semua masalah teknis perencana diserahkan oleh pemilik proyek (Owner) kepada konsultan perencana. Berdasarkan penunjukan

(10)

pengawas oleh pemilik proyek, maka seluruh teknis pengawasan diserahkan kepada konsultan pengawas. Jika ada masalah teknis yang perlu dibicarakan, maka menurut peraturan umum pemilik proyek tidak dapat berhubungan langsung dengan pelaksana/kontraktor tetapi harus melalui konsultan pengawas. Dalam pelaksanaan dilapangan konsultan pengawas berkuasa penuh untuk menegur pelaksana/kontraktor jika pekerjaan yang dilaksanakannya bertentangan atau menyimpang dari bestek yang ada, baik secara lisan maupun tulisan sesuai dengan wewenangnya. Apabila teguran-teguran tersebut tidak diindahkan oleh pelaksana, maka konsultan pengawas dapat menghentikan seluruh pekerjaan baik untuk sementara waktu maupun seterusnya.

Berbeda halnya dengan konsultan perencana, ia tidak dapat menegur atau memerintahkan pelaksana/kontraktor secara langsung dilapangan tanpa melalui konsultan pengawas. Hal ini disebabkan karena diantara konsultan perencana dan pelaksana/kontraktor tidak ada hubungan kerja, sebaiknya antara konsultan perencana dan konsultan pengawas terdapat garis hubungan konsultasi.

2.1.4.2 Hubungan Kerja Secara Hukum

Dalam hubungan kerja secara hukum, masing-masing pihak mempunyai kedudukan yang terikat secara hukum (kontrak). Masing-masing pihak dalam melaksanakan tugas haruslah sesuai dengan kedudukannya dan tidak boleh menyimpang dari kontrak.

(11)

2.2 Parameter Keberhasilan Pelaksanaan Proyek Konstruksi

Pada proyek konstruksi, terdapat empat parameter penting yang menjadi ukuran keberhasilan pelaksanaan suatu proyek konstruksi dari segi teknis, yaitu biaya yang harus dialokasikan, waktu penyelesaian yang harus ditepati, kualitas, dan keamanan (safety) yang harus dipenuhi.

Keempat parameter ini terkait satu sama lain dan dialokasikan sebagai sasaran yang ingin dicapai didalam pelaksanaan proyek konstruksi. Oleh karena itu, pada saat perencanaan proyek perlu diadakan usaha penanganan risiko untuk mengantisipasi dan meminimumkan risiko-risiko. Usaha tersebut akan berperan dalam merencanakan cara penanggulangan atau pencegahan kendala serta mengurangi akibat-akibat dari semua kejadian yang menghambat selama proses konstruksi.

Semuanya itu berfungsi untuk memenuhi parameter-parameter yang menjadi ukuran keberhasilan pekerjaan proyek konstruksi. Adapun empat parameter keberhasilan proyek tersebut adalah :

1) Biaya

Proyek konstruksi harus diselesaikan dengan biaya yang tidak melebihi rencana anggaran biaya proyek. Dalam pelaksanaan konstruksi, dituntut suatu manajemen biaya untuk pengeluaran dana yang efisien yaitu diharapkan bahwa biaya untuk menyelesaikan proyek diatur dengan pengendalian yang baik agar tidak terjadi pembengkakan biaya diluar anggaran yang telah direncanakan. Untuk proyek yang melibatkan dana dalam jumlah besar dan jadwal pelaksanaan yang relatif lama, perlu dilakukan estimasi biaya

(12)

pelaksanaan proyek secara detail dengan mengetahui komponen-komponen pembentuknya serta periode-periode pekerjaan proyek.

2) Waktu

Proyek konstruksi harus dikerjakan sesuai dengan jangka waktu sampai dengan tanggal akhir yang telah ditentukan. Penyelesaian proyek dalam jangka waktu tertentu telah disesuaikan dengan perencanaan biaya yang dialokasikan. Oleh karena itu, tidak terpenuhi batas waktu pelaksanaan akan menimbulkan kendala-kendala baru misalnya penambahan biaya proyek yang tidak direncanakan.

3) Kualitas /Mutu

Produk berupa konstruksi sebagai hasil kegiatan proyek konstruksi harus memenuhi spesifikasi dan kriteria yang diisyaratkan. Sebagai contoh, bila hasil kegiatan proyek tersebut berupa gedung bertingkat, maka kriteria yang harus dipenuhi adalah gedung tersebut harus mampu beroperasi dengan memuaskan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan sesuai dengan desain yang telah direncanakan.

4) Keamanan (Safety)

Perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan proyek konstruksi harus memiliki tingkat keamanan yang cukup tinggi agar tidak membahayakan keselamatan pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan proyek. Perencanaan juga mempengaruhi faktor keamanan konstruksi yang dirancang sehingga tidak membahayakan saat penggunaannya.

(13)

Keempat parameter keberhasilan proyek konstruksi bersifat tarik menarik, artinya jika ingin meningkatkan kinerja produk yang telah disepakati dalam kontrak, maka umumnya harus diikuti dengan peningkatan kualitas, yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan biaya sehingga melebihi anggaran yang telah ditetapkan. Sebaliknya, jika ingin menekan biaya, maka umumnya perlu dilakukan penyesuaian kualitas, jadwal dan safety. Hal ini harus ditangani secara menyeluruh oleh pihak- pihak yang terlibat di dalam proyek konstruksi.

2.3 Risiko

2.3.1 Pengertian Risiko

Risiko dapat didefinisikan sebagai sesuatu atau peluang yang kemungkinan terjadi dan berdampak pada pencapaian sasaran. Risiko merupakan kemungkinan terjadinya sesuatu dan tidak dapat diduga di masa depan. Jadi risiko merupakan ketidakpastian atau kemungkinan terjadinya sesuatu, yang jika terjadi akan menimbulkan keuntungan/kerugian.

Risiko yang merugikan adalah faktor penyebab terjadinya kondisi yang tidak diharapkan (unexpected condition) yang dapat menimbulkan kerugian, kerusakan, atau kehilangan (Salim, 2000).

Risiko dan ketidakpastian memiliki pengertian yang berbeda, tetapi mempunyai dampak yang sama terhadap kerugian atau kerusakan. Risiko itu terkait dengan situasi dimana ada kemungkinan kejadian tersebut dapat terjadi dan mempunyai dampak tertentu. Sedangkan ketidakpastian dihubungkan dengan situasi yang bersifat unik sehingga probabilitas kejadiannya tidak dapat dihitung.

(14)

Menurut Rowe (An Anatomy of risk, 1977), ketidakpastian diakibatkan ketiadaan informasi karena probabilitas terjadinya tidak dapat ditentukan. Sedangkan risiko dapat ditentukan probabilitasnya karena terdapat data dan informasi yang memadai. Dengan kata lain, jika probabilitasnya dapat dihitung, maka hal tersebut merupakan risiko. Sebaliknya, jika tidak dapat dihitung, maka hal tersebut merupakan ketidakpastian.

Istilah lain yang terkait dengan risiko adalah peril (bahaya atau musibah) dan hazard (kondisi yang membahayakan). Terjadinya peril lebih banyak disebabkan karena adanya hazard. Hazard ini dapat berupa physical hazard, moral hazard, dan legal hazard. Risiko dapat dikurangi atau direduksi dengan cara mengurangi peril, dan peril dapat dikurangi dengan cara mengurangi hazard. Oleh sebab itu hazard adalah kondisi awal yang harus dikendalikan, sehingga risiko dapat ditekan sekecil mungkin.

Dampak serius dari risiko, meliputi :

1) Kegagalan untuk berada dalam batasan perkiraan biaya.

2) Kegagalan untuk memenuhi waktu penyelesaian yang disyaratkan. 3) Kegagalan untuk memenuhi syarat kualitas.

4) Kegagalan proyek memenuhi kebutuhan operasional yang diinginkan. 5) Kerugian harta benda sebagai akibat dari kebakaran atau banjir.

6) Cedera pekerjaan karena kelemahan sistem keselamatan kerja.

Menurut Alifen et al. (2000), bahwa dampak dari keterlambatan proyek ini menimbulkan kerugian pada pihak kontraktor, konsultan, dan owner. Kerugian tersebut antara lain:

(15)

1) Pihak Kontraktor

Keterlambatan penyelesaian proyek berakibat naiknya overhead, karena bertambah panjangnya waktu pelaksanaan. Biaya overhead meliputi biaya untuk perusahaan secara keseluruhan, terlepas ada tidaknya kontrak yang sedang ditangani.

2) Pihak Konsultan

Konsultan akan mengalami kerugian waktu, serta akan terlambat dalam mengerjakan proyek yang lainnya, jika pelaksanan proyek mengalami keterlambatan penyelesaian.

3) Pihak Pemilik Proyek

Keterlambatan proyek pada pihak pemilik/Owner, berarti kehilangan penghasilan dari bangunan yang seharusnya sudah dapat digunakan atau disewakan. Apabila pemilik adalah pemerintah, untuk fasilitas umum misalnya rumah sakit tentunya keterlambatan akan merugikan pelayanan kesehatan masyarakat, atau merugikan program pelayanan yang telah disusun. Kerugian ini tidak dapat dinilai dengan uang tidak dapat dibayar kembali. Sedangkan apabila pihak pemilik adalah non pemerintah, misalnya pembangunan gedung, pertokoan atau hotel, tentu jadwal pemakaian gedung tersebut akan mundur dari waktu yang direncanakan, sehingga ada waktu kosong tanpa mendapatkan uang.

(16)

2.3.2 Sumber Risiko.

Menurut Godfrey et.al, (1996), sumber risiko dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Politik (political): Kebijakan pemerintah, opini public, perubahan ideology, dogma, perundangan, kekacauan (perang, terorisme, kerusuhan).

2. Lingkungan (environmental) : Pencemaran, kebisingan, perijinan, opini public, kebijakan internal/perusahan, perundangan yang berkaitan dengan lingkungan, dampak lingkungan.

3. Perencanaan (planning) : Persyaratan perijinan, kebijakan dan praktek, tata guna lahan, dampak social dan ekonomi, opini public.

4. Pemasaran (marketing) : Permintaan (perkiraan), persaingan, keusangan, kepuasan, pelanggan, mode.

5. Ekonomi (economic) : Kebijakan keuangan, perpajakan, inflasi, suku bunga, nilai tukar.

6. Keuangan (financial) : Kebangkrutan, keuntungan, asuransi, risk share. 7. Alam (natural) : Kondisi tanah diluar dugaan, cuaca, gempa, kebakaran dan

ledakan, temuan situs arkeologi.

8. Proyek (project) : Definisi, strategi pengadaan, persyaratan unjuk kerja, standar, kepemimipinan, organisasi, (kedewasaan, komitmen, kompetensi, dan pengalaman), perencanaan dan pengendalian kualitas, rencana kerja dan sumber daya, komunikasi dan budaya.

(17)

10. Manusia (human) : Kesalahan, tidak kompeten, kelalain, kelelahan, kemampuan berkomunikasi, budaya, bekerja dalam kondisi gelap /malam hari. 11. Kriminal (criminal) : Kurang aman, perusakan, pencurian, penipuan, korupsi. 12. Keselamatan (safety) : Peraturan (kesehatan dan keselamatan kerja), zat

berbahaya, bertabrakan, keruntuhan, kebanjiran, kebakaran dan ledakan.

2.4 Manajemen Risiko

Definisi manajemen menurut Harold Koontz dan Cyril O’Donel (1994:23):

1) Segala upaya dan aktivitas untuk mencapai suatu tujuan dengan menggunakan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya secara efektif dan efisien.

2) Kelompok orang atau pemimpin yang menyelenggarakan upaya atau aktivitas di atas.

Manajemen risiko adalah prosedur atau sistem yang ditujukan untuk mengelola secara efektif suatu potential opportunities dan efeknya. Besarnya risiko dapat dihitung dari hasil perkalian antara dampak/ akibat yang terjadi dan tingkat kemungkinan terjadinya. Manajemen risiko merupakan cara penanganan risiko yang tepat dan efisien untuk mengurangi kerugian yang ditimbulkan oleh risiko. Risk management is a discipline for living with the possibility that future events may cause adverse effects (Flanagan, 1993).

(18)

2.4.1 Proses Manajemen Risiko

Manajemen risiko adalah proses sistematis untuk mengidentifikasi, mengklasifikasi, menganalisis dan menanggapi risiko proyek. Manajemen risiko didefinisikan sebagai prosedur untuk mengendalikan tingkat risiko dan untuk mengurangi dampaknya. Menurut Kerzner (1995), manajemen risiko adalah cara yang terstruktur untuk mengidentifikasi dan mengukur risiko dan memajukan, memilih serta mengatur pilihan untuk menangani risiko.

Sistem manajemen risiko tidak hanya mengidentifikasi tetapi juga harus menghitung risiko dan pengaruhnya terhadap proyek, hasilnya adalah risiko tersebut dapat diterima atau tidak. Manajemen risiko merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menanggapi risiko yang telah diketahui untuk meminimalisasi konsekuensi buruk yang mungkin muncul.

Menurut Flanagan dan Norman (1993), model pengelolaan risiko adalah sebuah sistem yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengukur semua risiko dalam bisnis atau proyek sehingga dapat diambil keputusan tentang bagaimana mengelola risiko.

Gambar 2.1

Kerangka Umum Manajemen Risiko Sumber : Flanagan dan Norman (1993)

(19)

2.4.2 Identifikasi Risiko

Identifikasi risiko adalah proses menentukan apa yang dapat terjadi, mengapa dan bagaimana risiko itu terjadi. Identifikasi risiko sebagai input data untuk melakukan perhitungan level of risk pada tahap risk assessment.

Dalam tahap ini, yang dilakukan adalah mengenali, menemukan dan mengidentifikasi risiko apa yang mungkin dihadapi. Risiko dapat diketahui/ diidentifikasi melalui dampak kerugian yang ditimbulkannya. Berdasarkan dampak tersebut dapat dinilai risiko apa saja yang berpotensi besar dalam menimbulkan kerugian.

Menurut Godfrey (1996) menguraikan identifikasi risiko dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode, yaitu:

1. What can go wrong analysis.

Pelaksanaan proses identifikasi terhadap risiko yang mungkin terjadi serta konsekuensi yang akan ditimbulkan atas dasar sumber risiko, kejadiannya dan akibat dari risiko.

2. Brainstroming.

Pelaksanaan proses identifikasi terhadap risiko suatu permasalahan yang dilakukan dilakukan dengan cara brainstroming (sumbang saran/tukar pikiran/diskusi) terhadap mereka yang memiliki kompetensi di bidangnya. 3. Wawancara Terstruktur (Structured Interview)

Proses identifikasi risiko dengan cara melakukan teknik wawancara terhadap mereka yang memiliki kompetensi sesuai dengan keperluan identifikasi.

(20)

4. Use of record

Pelaksanaan proses identifikasi terhadap risiko dilakukan dengan mengumpulkan dan melakukan pencatatan terhadap sumber data yang ada baik berupa hasil pencatatan notulen maupun berita acara rapat hasil pembahasan suatu proyek.

5. Promp Lists

Proses identifikasi risiko dilakukan dengan menyusun daftar yang terstruktur dan mendetail terkait dengan permasalahan yang akan diteliti.

2.4.3 Klasifikasi Risiko

Berdasarkan langkah-langkah identifikasi risiko, maka dapat ditentukan klasifikasi risiko yang dihadapi misalnya risiko langsung, risiko tidak langsung, risiko yang berkaitan dengan hukum, politik, finansial, dan lain-lain.

Dampak risiko, dilihat dari siapa yang menerima dampak tersebut : 1) Lingkungan

2) Pasar/Industri 3) Perusahaan 4) Proyek/individu

2.4.4 Analisis Risiko

Analisis risiko adalah sistematika yang menggunakan informasi yang didapat untuk menentukan seberapa sering kejadian tertentu dapat terjadi dan besarnya konsekuensi tersebut.

(21)

Tujuan dari analisis risiko adalah untuk membedakan risiko minor yang dapat diterima dan risiko mayor agar dapat menyediakan data untuk membantu evaluasi dan penanganan risiko. Analisis risiko termasuk pertimbangan dari sumber risiko dan konsekuensinya. Faktor yang mempengaruhi konsekuensi dapat teridentifikasi.

Hal yang perlu diperhatikan adalah masalah kemungkinan timbulnya risiko. Penaksiran terhadap dampak kerugian yang mungkin terjadi hanya dapat diterapkan kepada risiko-risiko yang memiliki data kejadian/kemungkinan berdasarkan statistik, penaksiran dilakukan berdasarkan possibility terjadinya risiko.

Tujuan dari analisis dan manajemen risiko adalah membantu menghindari kegagalan dan memberikan gambaran tentang apa yang terjadi bila proyek yang dijalankan ternyata tidak sesuai dengan rencana.

Menurut Godfrey (1996) analisis risiko yang dilakukan secara sistematis dapat membantu untuk:

1) Mengidentifikasi, menilai dan meranking risiko secara jelas 2) Memusatkan perhatian pada risiko utama (Major risk) 3) Memperjelas keputusan tentang batasan kerugian

4) Meminimalkan potensi kerusakan apabila timbul keadaan yang paling buruk 5) Mengontrol aspek ketidakpastian dalam proyek

6) Memperjelas dan menegaskan peran setiap orang/badan yang terlibat dalam manajemen risiko.

(22)

Teknik-teknik yang dapat digunakan untuk melakukan analisis risiko, yakni :

1) Analisis kualitatif

Analisis kualitatif pada umumnya digunakan untuk menentukan prioritas risiko mana yang perlu mendapatkan perhatian lebih utama. Risiko ditunjukan oleh dampak yang mungkin timbul dan kecenderungan atas dampak yang mungkin timbul.

Metode analisis kualitatif digunakan diantaranya untuk : a) Menyusun prioritas risiko

b) Apabila tidak mempunyai data yang cukup untuk melakukan analisis kuantitatif.

c) Bila biaya analisis kuantitatif terlalu mahal dan tidak sebanding dengan risiko yang akan dianalisis.

d) Bila analisis kualitatif tetap mencukupi untuk membuat suatu keputusan manajemen.

Menurut Thompson dan Perry (1991) bahwa analisis risiko secara kualitatif mempunyai dua tujuan yaitu identifikasi risiko dan penilaian awal risiko, dimana sasarannya adalah menyusun sumber risiko utama dan menggambarkan tingkat konsekuensi yang sering terjadi, termasuk perkiraan pada akibat yang potensial pada estimasi biaya dan waktu, sedangkan analisis kuantitatif terfokus pada evaluasi risiko. Tiga teknik yang biasanya dilakukan pada analisis risiko secara kualitatif :

(23)

b) Melakukan wawancara dengan personil kunci pada proyek (orang yang berpengalaman dalam bidangnya).

c) Melakukan brainstorming (gagasan) dengan tim proyek tersebut.

Menurut Project Management Body of Knowledge/PMBOK (2000) menyatakan bahwa analisis risiko secara kualitatif adalah proses dalam menilai pengaruh yang kuat dan kemungkian yang terjadi dalam mengidentifikasi risiko, proses ini memprioritaskan risiko menurut akibat yang potensial yang ditimbulkan pada tujuan proyek yang ingin dicapai. Hal-hal yang menjadi masukan (input) dalam melakukan analisis risiko kualitatif yaitu rencana manajemen risiko, mengidentifikasi risiko, status proyek, tipe proyek, data yang teliti, skala pada probabilitas dan pengaruhnya, dan membuat asumsi.

Selanjutnya teknik yang dapat dilakukan dalam melakukan analisis risiko kualitatif adalah:

a) Menentukan probabilitas dan pengaruh risiko. b) Probabilitas/pengaruh risiko berdasarkan matrik. c) Melakukan test asumsi proyek.

d) Melakukan ranking terhadap data yang sudah lengkap.

Sedangkan hasil yang didapatkan melalui analisis risiko kualitatif adalah: a) Ranking risiko secara keseluruhan pada suatu proyek.

b) Daftar (lists) pada risiko yang diprioritaskan.

c) Daftar (list) risiko untuk tambahan analisis dan manajemen. d) Kecenderungan dalam hasil analisis risiko kualitatif.

(24)

2) Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif merupakan metode penilaian risiko yang berupaya mendapatkan angka realistis untuk dampak serta kecenderungan dan untuk menganalisis record detail beberapa factor mempengaruhi sebab dan dampak dari risiko. Metode ini mengharuskan komitmen yang tinggi dan sumber daya yang lengkap.

Analisis kuantitatif membantu para analisis dan manajer dalam menentukan setiap angka dari kejadian yang tidak diinginkan, dengan mengijinkan perusahaan mengambil keputusan untuk memfokuskan pada reduksi risiko dimana hal tersebut yang paling efektif.

3) Analisis Semi Kuantitatif

Dalam analisis semi kuantitatif, untuk menentukan nilai probabilitas, konsekuensi berdasarkan atas penilaian yang subjektif. Penilaian ini seringkali tidak mewakili angka yang sebenarnya atau tidak akurat. Analisis semi kuantitatif menjelaskan analisis yang lebih mendetail daripada analisis kualitatif karena terbagi dalam beberapa macam faktor risiko.

Metode semikuantitatif berguna dalam kegiatan operasi yang melibatkan fasilitas proses dalam jumlah yang besar. Hal-hal yang dianalisis dalam suatu analisis semikuantitatif :

1. Analisis Konsekuensi

Analisis konsekuensi dilakukan untuk memberikan informasi mengenai efek atau dampak dari suatu risiko sehingga dapat diambil l langkah pencegahan.

(25)

2. Analisis Ekposure

Analisis Eksposure adalah untuk melihat seberapa sering/frekuensi paparan suatu risiko.

3. Analisis Probabilitas

Analisis ini adalah untuk melihat kemungkinan terjadinya suatu risiko. 2.4.5 Evaluasi Risiko

Evaluasi risiko adalah membandingkan tingkat risiko yang ditemukan selama proses analisis dengan melihat kriteria risiko dan dapat memutuskan apakah risiko diterima atau ditolak.

1) Penilaian Risiko

Menurut ISO 31000, penilaian risiko terdiri diri identifikasi risiko yang dapat mempengaruhi pencapaian sasaran organisasi, analisis risiko untuk menganalisis kemungkinan dan dampak dari risiko yang sudah teridentifikasi, dan evaluasi risiko untuk membandingkan hasil analisis risiko dengan kriteria risiko untuk menentukan bagaimana penanganan risiko yang akan diterapkan.

Kategori risiko dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu risiko tingkat utama (major risk) yang memiliki dampak besar dan luas sehingga memerlukan pengelolaan dan minor risk yang merupakan risiko yang tidak memerlukan pengelolaan dan penanganan khusus karena risiko dalam batas yang dapat diterima (Godfrey et al., 1996).

(26)

2) Penerimaan Risiko (Risk Acceptability)

Analisis terhadap penerimaan risiko (risk acceptability) ditentukan berdasarkan nilai risiko yang diperoleh dari hasil perkalian antara kemungkinan (likelihood) dengan konsekuensi (consequences) risiko.

Menurut Godfrey et al. (1996) tingkat penerimaan risiko dapat dibagi menjadi 4 (empat), yaitu:

a) Unacceptable, yaitu risiko yang tidak dapat ditoleransi, harus dihindari atau bila mungkin ditransfer kepada pihak lain.

b) Undesirable, yaitu risiko yang memerlukan penanganan atau mitigasi risiko (risk education) sampai pada tingkat yang dapat diterima

c) Acceptable, yaitu risiko yang dapat diterima karena tidak mempunyai dampak yang besar dan masih dalam batas yang dapat diterima.

d) Negligible, yaitu risiko yang dampaknya sangat kecil sehingga dapat diabaikan.

Tabel 2.2

Penilaian dan Tingkat Penerimaan Risiko (assessment of risk acceptability)

Consequences (Scale) Likelihood (Scale) Catastrophic (5) Critical (4) Serious (3) Marginal (2) Negligible (1) Frequent (5) Unacceptable (25) Unacceptable (20) Unacceptable (15) Undesirable (10) Undersirable (5) Probable (4) Unacceptable (20) Unacceptable (16) Undesirable (12) Undesirable (8) Acceptable (4) Occasional (3) Unacceptable (15) Undesirable (12) Undesirable (9) Undesirable (6) Acceptable (3) Remote (2) Undesirable (10) Undesirable (8) Undesirable (6) Acceptable (4) Negligible (2) Improbable (1) Undesirable (5) Acceptable (4) Acceptable (3) Negligible (2) Negligible (1) Sumber : Godfrey et al. (1996) dalam Suputra (2005)

(27)

2.4.6 Penanganan Risiko

Risk response adalah tanggapan atau reaksi terhadap risiko yang dilakukan oleh setiap orang atau perusahaan dalam pengambilan keputusan, yang dipengaruhi oleh risk attitude dari pengambil keputusan (Flanagan dan Norman, 1993). Tindakan yang dilakukan untuk mengurangi risiko yang muncul tersebut disebut tindakan mitigasi/penanganan risiko (risk mitigation). Risiko yang muncul kadang-kadang tidak dapat dihilangkan sama sekali tetapi hanya dapat dikurangi sehingga akan timbul residual risk (sisa risiko).

Gambar 2.2 Mitigasi Risiko

Sumber: Flanagan dan Norman (1993)

Dalam Risk Mitigation yang dapat dilakukan manajemen risiko seperti pada Gambar 2.2 dan dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Menahan Risiko (Risk Retention)

Sikap untuk menahan risiko sangat erat kaitannya dengan keuntungan (gain) yang terdapat dalam suatu risiko. Tindakan untuk menerima/menahan risiko ini karena dampak dari suatu kejadian yang merugikan masih dapat diterima (acceptable).

Risk Mitigation

Risk Avoidance Risk Retention Risk Reduction Risk Transfer

(28)

2) Mengurangi Risiko (Risk Reduction)

Mengurangi risiko dilakukan dengan mempelajari secara mendalam risiko itu sendiri, dan melakukan usaha-usaha pencegahan pada sumber risiko atau mengkombinasikan usaha agar risiko yang diterima tidak terjadi secara simultan. Dengan melakukan tindakan ini kadang-kadang masih ada risiko sisa (residual risk) yang perlu dilakukan penilaian (assessment).

3) Memindahkan Risiko (Risk Transfer).

Sikap pemindahan risiko dilakukan dengan cara mengasuransikan risiko yang dilakukan dengan memberikan sebagian atau seluruhnya kepada pihak lain. Usaha atau pekerjaan yang risikonya tinggi dipindahkan kepada pihak yang mempunyai kemampuan menangani dan mengendalikannya.

4) Menghindari Risiko (Risk Avoidance)

Sikap menghindari risiko adalah cara menghindari kerugian dengan menghindari aktivitas yang tingkat kerugiannya tinggi. Menghindari risiko dapat dilakukan dengan melakukan penolakan. Salah satu contoh penghindaran risiko pada proyek konstruksi, adalah dengan memutuskan hubungan kontrak (breach of contract).

2.4.7 Alokasi Risiko

Setelah risiko teridentifikasi dan diklasifikasikan, kemudian risiko tersebut harus dialokasikan kepada berbagai pihak yang terikat kontrak. Alokasi ini didasarkan penilaian terhadap hubungan antara pihak-pihak yang terlibat dengan risiko tersebut. Aloksi risiko merupakan penentuan dan perlimpahan tanggung jawab terhadap suatu risiko.

(29)

Menurut Bunni (1986) menyatakan metoda yang lebih sesuai untuk alokasi risiko adalah dengan berdasarkan kendali atas kehadiran dan efek yang ditimbulkan risiko jika risiko tersebut terjadi. Untuk beberapa kasus lebih cocok untuk mengalokasikan risiko berdasarkan sifat risiko tersebut atau berdasarkan kemampuan dan ketidakmampuan suatu pihak untuk melakukan pekerjaan proyek yang spesifik.

Prinsip-prinsip pengalokasian risiko dari Flanagan et al. (1993) yaitu: 1) Pihak mana yang mempunyai kontrol terbaik terhadap kejadian yang

menimbulkan risiko;

2) Pihak mana yang dapat menangani risiko apabila risiko itu muncul; 3) Pihak mana yang mengambil tanggung jawab jika risiko tidak terkontrol; 4) Jika risiko diluar kontrol semua pihak, maka diasumsikan sebagai risiko

bersama.

Jika risiko sudah dialokasikan, maka semakin kecil kemungkinan timbulnya perselisihan antara pihak yang terlibat, sebanding dengan semakin sedikitnya risiko yang belum dialokasikan. Tapi risiko yang sudah dialokasikan juga dapat menimbulkan perselisihan, jika risiko tersebut salah dialokasikan. Apalagi jika risiko tersebut menyebabkan kehilangan dan kerugian yang besar.

2.5 Sumber-sumber Keterlambatan Proyek Konstruksi

Kinerja waktu berkaitan dengan manajemen waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan proyek sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Pemilihan alat yang tepat dan efektif akan mempengaruhi kecepatan proses konstruksi,

(30)

pemindahan atau distribusi material dengan cepat, baik arah horizontal maupun vertikal.

Menurut PMBOK Guide (2008), proses manajemen waktu proyek meliputi:

1) Definisi Kegiatan

Definisi kegiatan adalah proses identifikasi kegiatan spesifik yang dilakukan untuk menghasilkan deliverable proyek. Deliverable adalah produk yang dihasilkan yang merupakan bagian dari proyek seperti perangkat keras atau perangkat lunak, dokumen perencanaan, atau hasil rapat/ pertemuan. Pekerjaan yang ada dalam proyek biasanya dijabarkan dalam komponen yang lebih kecil yang menggambarkan kegiatan yang diperlukan untuk menyelesaikan proyek. Kegiatan tersebut merupakan dasar untuk mengestimasi, menjadwalkan, mengeksekusi, memonitor, dan mengontrol proyek.

2) Urutan Kegiatan

Urutan kegiatan adalah proses identifikasi hubungan setiap kegiatan yang ada dalam proyek dan diurutkan berdasarkan urutan yang logis. Setiap kegiatan kecuali kegiatan pertama dan terakhir dihubungkan oleh sebuah predecessor

(hubungan keterkaitan antara pekerjaan, yaitu suatu keterhubungan antara suatu pekerjaan dengan pekerjaan sebelumnya) dan sebuah successor (simpul yang berada di bawah simpul). Dalam mengurutkan kegiatan, dapat digunakan

(31)

realistis dan dapat dicapai. Proses mengurutkan kegiatan dapat dilakukan dengan menggunakan software, maupun secara manual.

3) Estimasi Sumber Daya Kegiatan

Estimasi sumber daya kegiatan adalah proses mengestimasi tipe dan jumlah material, pekerja serta peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tersebut.

4) Estimasi Durasi Kegiatan

Estimasi durasi kegiatan adalah proses menghitung waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan setiap kegiatan dengan sumber daya yang sudah ditetapkan. Estimasi durasi bergantung pada input data yang tersedia. Semakin akurat dan detail input data yang tersedia, semakin akurat juga estimasi durasi yang dilakukan.

5) Pengembangan Jadwal

Pengembangan jadwal adalah proses analisis urutan kegiatan, durasi, sumber daya yang dibutuhkan, dan batasan jadwal untuk membuat jadwal proyek.

Ouput yang dihasilkan adalah jadwal penyelesaian proyek. Pengembangan

jadwal merupakan proses yang berulang untuk membuat jadwal proyek yang

acceptable.

6) Pengendalian Jadwal

Pengendalian jadwal merupakan proses monitor status proyek untuk memperbarui kemajuan proyek dan mengatur perubahan pada jadwal proyek. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengendalian jadwal adalah:

(32)

b) Pengaruh dari faktor yang menyebabkan perubahan jadwal. c) Menentukan perubahan jadwal proyek.

d) Mengatur perubahan jadwal yang terjadi.

Dalam hasil konvensi tolok ukur kegagalan sub bidang manajemen yang diadakan oleh LPJK (2006) disebutkan, yang menjadi tolok ukur kegagalan pada Unit Kompetensi Manajemen Waktu Proyek (Time Management), antara lain: 1) Tidak mampu memberikan konstribusi didalam mendifinisikan kegiatan. 2) Tidak mampu dalam menentukan jadwal proyek.

3) Tidak mampu menilai hasil manajemen waktu. 4) Tidak mampu mengembangkan jadwal proyek. 5) Tidak mampu mengelola jadwal proyek.

6) Tidak mampu dalam menganalisis hasil manajemen waktu.

Menurut Oyfer (2002), untuk mendapatkan faktor penyebab kegagalan konstruksi tidak mudah, kadangkala sumber dari kegagalan itu sendiri merupakan akumulasi dari berbagai faktor. Perilaku manusia juga berperan signifikan, demikian dikemukakan oleh Vicknasyon (2003), 80% dari total kegagalan konstruksi dimungkinkan penyebabnya faktor manusia. Riset yang dilakukan Oyfer (2002) menyatakan hal seperti itu di Amerika disebabkan oleh faktor konstruksi (54%), desain (17%), perawatan (15%), material (12%) dan hal yang tak terduga (2%).

Fakta-fakta menunjukkan bahwa tidak mudah menemukan sumber kegagalan dengan tepat, karena kejadiannya disebabkan oleh banyak hal yang berkaitan satu sama lain. Dari berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa

(33)

kegagalan utama disebabkan oleh kesalahan yang berasal dari manusia (human error), seperti ketidaktahuan, kesembronoan/kelalaian, kurang perhatian, komunikasi yang buruk, ketidakjelasan tanggung jawab, ketamakan/ korupsi dan birokratis.

2.5.1 Faktor-faktor Penyebab Keterlambatan Pelaksanaan Proyek Konstruksi

Menurut Kraiem dan Dickmann (1987), penyebab-penyebab keterlambatan waktu pelaksanaan proyek dapat dikategorikan kedalam tiga kelompok besar, yakni :

1) Keterlambatan yang tidak dapat dimaafkan (Non-Excusable Delay), yakni keterlambatan yang disebabkan oleh tindakan, kelalaian atau kesalahan kontraktor.

2) Keterlambatan yang dapat dimaafkan (Excusable Delay), yakni keterlambatan yang disebabkan oleh kejadian-kejadian diluar kendali pemilik maupun kontraktor.

3) Keterlambatan yang layak mendapatkan ganti rugi (Compensable Delay), yakni keterlambatan yang disebabkan oleh tindakan, kelalaian dan kesalahan pemilik proyek.

A.Non Excusable Delays

Penyebab- penyebab yang termasuk dalam jenis keterlambatan ini adalah:

1. Identifikasi, durasi, dan rencana urutan kerja yang tidak lengkap dan tidak tersusun dengan baik.

(34)

Identifikasi aktivitas proyek merupakan tahap awal dari penyusunan jadwal proyek. Identifikasi yang tidak lengkap akan mempengaruhi durasi proyek secara keseluruhan dan mengganggu urutan kerja.

2. Ketidaktepatan perencanaan tenaga kerja

Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dalam tiap tahapan pelaksanaan proyek berbeda-beda, tergantung dari besar dan jenis pekerjaannya. Perencanaan yang tidak sesuai kebutuhan dilapangan dapat menimbulkan persoalan karena tenaga kerja adalah sumber daya yang tidak mudah didapat dan mahal sekali harganya.

3. Kualitas tenaga kerja yang buruk.

Kurangnya ketrampilan dan keahlihan pekerja dapat mengakibatkan produktivitas tenaga kerja yang dihasilkan rendah sehingga memerlukan waktu yang lama dalam menyelesaikan proyek

4. Keterlambatan penyediaan alat/material akibat kelalaian kontraktor.

Salah satu faktor yang mendukung dalam pelaksanaan proyek secara langsung adalah tersediannya peralatan dan material yang akan digunakan. Keterlambatan penyedian alat dan material diproyek dapat dikarenakan keterlambatan pengiriman supplier, kesulitan untuk mendapatkannya, dan kekurangan material itu sendiri. Penyediaaan alat dan material yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan waktu yang direncanakan,akan membuat produktivitas pekerja menurun karena banyaknya jam nganggur sehingga menghambat laju pekerjaan.

(35)

Peralatan merupakan salah satu sumber daya yang digunakan secara langsung didalam pelaksanaan proyek. Perencanaan jenis peralatan harus disesuaikan dengan karakteristik dan besarnya proyek sehingga tujuan dari pekerjaan proyek dapat tercapai.

6. Mobilisasi sumber daya yang lambat.

Mobilisasi yang dimaksud dalam hal ini adalah pergerakan supplier kelokasi proyek, antar lokasi dalam proyek, dan dari dalam lokasi proyek ke luar lokasi proyek. Hal ini sangat dipengaruhi oleh penyediaan jalan proyek dan waktu pengiriman alat ataupun material.

7. Banyak hasil pekerjaan yang harus diulang/ diperbaiki karena cacat/salah . Faktor ini lebih mengarah pada mutu atau kualitas pelaksanaan pekerjaan, baik secara struktur atau penyelesaian akhir yang dipengaruhi gambar proyek, penjadwalan proyek, dan kualitas tenaga kerja. Pada dasarnya semua perbaikan/pengulangan akibat cacat atau salah memerlukan tambahan waktu

8. Kesulitan finansial.

Perputaran arus uang baik arus masuk maupun arus keluar harus direncanakan dengan baik penggunaannya, agar tidak menimbulkan kesulitan untuk proyek itu sendiri. Kesulitan pembiayaan oleh kontraktor ini, terutama yang berkaitan dengan kewajiban pembayaran ke pemasok material dan pembayaran upah tenaga kerja. Hal ini akan menyebabkan tersendatnya dukungan sumber daya yang ada dan membuat pelaksanaan pekerjaan menjadi terhambat.

(36)

Pengalaman kontraktor berpengaruh dalam penanganan masalah dalam bekerja bisa mengakibatkan keterlambatan proyek. Kontraktor yang sudah berpengalaman dengan mudah mengatasi permaslahan yang timbul, lain halnya dengan kontraktor yang kurang pengalaman, akan membutuhkan waktu yang lebih banyak.

10. Koordinasi dan komunikasi yang buruk dalam organisasi kontraktor.

Komunikasi adalah kunci awal bagi keberhasilan kerja tim.Dalam pelaksanaan proyek konstruksi, koordinasi memerlikan komunikasi yang baik agar masing-masing kelompok tidak terjadi pekerjaan yang tumpang tindih

11. Metode kontruksi/teknik pelaksanaan yang tidak tepat/salah.

Kesalahan atau ketidaktepatan dalam memilih metode konstruksi, walaupun mungkin tidak sampai menimbulkan kegagalan penyelesaian stuktur, seringkali berdampak lebih lamanya waktu penyelesaian yang diperlukan.

12. Kecelakaan kerja yang terjadi pada pekerja.

Kurangnya kontrol keselamatan kerja yang ada di dalam proyek dapat mangakibatkan terjadinya kecelakaan kerja terhadap pekerja. Hal ini dapat berdampak pada penderita secara fisik, hilangnya semangat kerja, dan trauma akibat kecelakaan yang pada akhirnya dapat mengakibatkan turunnya produktivitas kerja.

B. Excusable Delays

1. Terjadinya hal- hal yang tak terduga seperti banjir badai, gempa bumi, tanah longsor, kebakaran, cuaca buruk.

(37)

Cuaca sangat mempengaruhi produktivitas pekerja. Cuaca yang buruk menyebabkan turunnya stamina para pekerja yang berarti menurunnya produktivitas. Produktivitas pekerja yang rendah dan tidak sesuai yang direncanakan akan mengakibatkan mundurnya jadwal proyek. Gempa bumi, banjir, tanah longsor, kebakaran dapat menyebabkan proyek terhenti sementara dan membutuhkan waktu lebih.

2. Lingkungan sosial politik yang tidak stabil.

Aspek sosial politik seperti kerusuhan, perang, keadaan sosial yang buruk dapat mengakibatkan hambatan dalam pelaksanaan proyek karena perbaikan pekerjaan akibat kerusakan yang terjadi memerlukan tambahan waktu yang akan memperpanjang jadwal proyek secara keseluruhan.

3. Respon dari masyarakat sekitar yang tidak mendukung adanya proyek. Respon dari masyarakat sekitar proyek yang berbeda- beda, ada yang mendukung dan ada pula yang menolak. Dengan adanya respon negatif dari masyarakat sekitar menyebabkan adanya demo yang berakibat pada berhentinya kegiatan proyek sesaat yang berarti mundurnya jadwal pelaksanaan proyek. C. Compensable Delays.

Penyebab- penyebab yang termasuk dalam jenis keterlambatan ini adalah: 1. Penetapan pelaksanaan jadwal proyek yang amat ketat

Jadwal proyek seringkali ditentukan oleh pemilik untuk kepentingan pemakian yang mendesak. Kesalahan-kesalahan akan timbul karena adanya tekanan waktu sehingga memerlukan perbaikan-perbaikan. Akibatnya jadwal yang telah direncanakan akan berubah dan memerlukan tambahan waktu.

(38)

2 Persetujuan ijin kerja yang lama.

Persetujuan ijin kerja merupakan hal yang lazim dalam melaksanakan suatu aktivitas pekerjaan seperti gambar dan contoh bahan.Proses persetujuan ijin ini akan menjadi kendala yang bisa memperlambat proses pelaksanaan pekerjaan apabila untuk mendapatkan ijin tersebut diperlukan waktu yang cukup lama untuk mengambil keputusan.

3. Perubahan lingkup pekerjaan/ detail konstruksi.

Permintaan pemilik untuk mengganti lingkup pekerjaan pada saat proyek sudah terlaksana akan berakibat pembongkaran ulang dan perubahan jadwal yang telah dibuat kontraktor. Setiap pembongkaran ulang dalam pelaksanaan proyek memerlukan tambahan waktu penyelesaian.

4. Sering terjadi penundaan pekerjaan.

Kondisi finansial pemilik yang kurang baik dapat berakibat penundaan atau penghentian pekerjaan proyek yang bersifat sementara, yang secara langsung berakibat pada mundurnya jadwal proyek.

3. Keterlambatan penyediaan material oleh pemilik.

Dalam pelaksanaan proyek, sering terjadi adanya beberapa material yang disiapkan oleh pemilik. Masalah akan terjadi apabila pemilik terlambat menyediakan material kepada kontraktor dari waktu yang telah dijadwalkan. Proyek tidak dapat dilanjutkan, produktivitas pekerja rendah karena menganggur, yang mengakibatkan keterlambatan proyek.

(39)

Proyek dapat berhenti dan mengalami keterlambatan karena dana dari pemilik proyek yang tidak mencukupi.

5. Sistim pembayaran pemilik ke kontraktor yang tidak sesuai kontrak.

Pelaksanaan pembangunan proyek konstruksi membutuhkan biaya terus menerus sepanjang waktu pelaksanaannya, yang menuntut kontraktor sanggup menyediakan dana secara konsisten agar kelancaran pekerjaan tetap terjaga. Pembayaran termyn dari pemilik yang tidak sesuai kontrak dapat merugikan pihak kontraktor karena akan mengacaukan semua sistim pendanaan proyek tersebut dan menpengaruhi kelancaran pekerjaan kontraktor.

6. Cara inspeksi/kontrol pekerjaan birokratis oleh pemilik.

Cara inspeksi dan kontrol yang terlalu birokratis dapat membuat kebebasan kontraktor dalam bekerja menjadi lebih terbatas.

2.5.2 Aspek Penyebab Keterlambatan

Pada beberapa hasil penelitian terdahulu, maka dapat disajikan aspek penyebab keterlambatan serta identifikasi risikonya sebagaimana Tabel 2.3.

Tabel 2.3

Aspek Penyebab Keterlambatan

No Identifikasi Risiko P1 P2 P3 P4 P5

A Perencanaan dan Penjadwalan 1 Penetapan jadwal proyek yang amat

ketat oleh pemilik. * *

2 Tidak lengkapnya identifikasi jenis

(40)

No Identifikasi Risiko P1 P2 P3 P4 P5 3 Rencana urutan kerja yang tidak

tersusun dengan baik/terpadu. * * * *

4 Penentuan durasi waktu kerja yang

tidak seksama. *

5 Rencana kerja pemilik yang sering

berubah-ubah. * *

6 Metode konstruksi/pelaksanaan kerja

yang salah/tidak tepat. * *

B Dokumen Pekerjaan dan Kontrak 7 Perencanaan (gambar/spesifikasi)

yang salah/tidak lengkap. * * * * *

8 Perubahan desain/detail pekerjaan

pada waktu pelaksanaan. * * * *

9 Perubahan lingkup perkerjaan pada

waktu pelaksanaan. * *

10 Proses pembuatan gambar kerja oleh

kontraktor * * *

11 Proses permintaan dan persetujuan

gambar kerja oleh pemilik. * 12 Ketidak sepahaman aturan pembuatan

gambar kerja. * * *

13 Ada banyak (sering) pekerjaan

tambahan. * * *

14 Adanya permintaan perubahan atas

pekerjaan yang telah selesai. * * * * C Pelaksanaan dan Hubungan Kerja

15

Keterbatasan wewenang

personil/pemilik dalam pengambilan keputusan.

* *

16 Kualifikasi personil/pemilik yang

tidak professional di bidangnya. * *

17 Cara inspeksi dan kontrol pekerjaan

yang birokratis oleh pemilik. * 18

Kegagalan pemilik mengkoordinasi pekerjaan dari banyak kontraktor atau subkontraktor.

* * *

19 Kegagalan pemilik mengkoordinasi

penyerahan/penggunaan lahan. * 20 Kelambatan penyediaan alat/bahan

(41)

No Identifikasi Risiko P1 P2 P3 P4 P5 pemilik.

21

Kualifikasi teknis dan manajerial yang buruk dari personil-personil dalam organisasi kerja kontraktor.

* * *

22

Koordinasi dan tim kerja yang buruk antar bagian dalam organisasi kerja kontraktor.

* 23 Terjadinya kecelakaan kerja. *

D Koordinasi Sumber Daya

24 Mobilisasi Sumber Daya (bahan, alat,

tenaga kerja) yang lambat. * * *

25 Kurangnya keahlian dan keterampilan

kerja para pekerja. *

26 Jumlah pekerja yang kurang

memadai. * * * *

27 Tidak tersedianya bahan sesuai

kebutuhan. * * * *

28 Tidak tersedianya alat/peralatan kerja

yang memadai. * * * *

29 Kelalaian/keterlambatan oleh

subkontraktor pekerjaan. * 30 Pendanaan kegiatan proyek yang tidak

terencana dengan baik. * 31 Tidak terbayarnya kontraktor secara

layak. * * *

32 Produktivitas tenaga kerja yang

buruk. *

E Sistem Kontrol dan Evaluasi Pekerjaan

33 Pengajuan contoh bahan oleh

kontraktor yang tidak terjadwal. * 34

Lamanya proses permintaan dan persetujuan contoh bahan oleh pemilik.

* 35 Proses pengujian dan evaluasi bahan

yang tidak relevan. *

36 Proses persetujuan ijin kerja yang

bertele-tele. *

37 Kegagalan kontraktor melaksanakan

(42)

No Identifikasi Risiko P1 P2 P3 P4 P5 38 Banyaknya hasil pekerjaan yang harus

diperbaiki atau diulang. * * * *

39

Proses dan tata cara evaluasi kemajuan pekerjaan yang lama dan lewat jadwal yang disepakati.

* F Lain-lain

40 Kondisi dan lingkungan sekitar

proyek yang tidak sesuai dugaan. * * *

41 Transportasi ke lokasi proyek yang

sulit. * *

42

Terjadinya hal-hal yang tidak terduga (bencana alam, kebakaran, dan lain-lain)

* *

43 Adanya pemogokan buruh. * 44 Adanya huru hara atau kerusuhan. * 45 Terjadinya kerusakan akibat

perbuatan pihak ketiga. * 46 Perubahan situasi atau kebijakan

politik pemerintah. *

Sumber : P1 : Praboyo (1999), P2 : Lewis dan Artherley (1996) , P3 : Assaf (1995) , P4 : Park (1979) ,

P5 : Abedi dan Haseeb (2011).

2.6 Pengertian Hotel

Pengertian hotel menurut beberapa ahli diantaranya :

1) Hotel didefinisikan sebagai tempat tinggal untuk para pengunjung/pelancong dengan membayar sejumlah uang, dengan dua pelayanan dasar yaitu akomodasi dan makan minum (Lawson, 1997).

2) Menurut pemerintah, hotel adalah suatu jenis akomodasi yang menggunakan sebagian atau seluruh bangunan dengan menyediakan jasa penginapan, makanan minuman serta jasa penunjang lainnya bagi umum yang dikelola secara komersial.

(43)

3) Menurut AHMA (The America Hotel and Motel Asossciation), hotel dapat didefinisikan sebagai tempat tinggal atau bangunan yang memiliki usaha utama dalam menyediakan penginapan untuk publik atau masyarakat secara umum dan memiliki jasa pelayanan makanan minuman dan lebih dari itu, jasa pelayanan kamar, pencucian dan penggunaan atau menikmati furnitur yang ada pada bangunan tersebut (hanya pada kamar yang disewakan dan keseluruhan bangunan selain kamar orang lain).

Sehingga dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa hotel merupakan suatu bangunan komersil yang digunakan sebagai tempat penginapan untuk tamu domestik maupun manca negara dengan fasilitas penunjang berupa makan, minum dan akomodasi.

2.7 Pelaksanaan Konstruksi Proyek Hilton Garden Inn Tuban Bali

Proyek Hilton Garden Inn Tuban Bali dimiliki oleh PT. Duta Anggada Realty,Tbk. Proyek ini mulai dikerjakan pada tahun 2013. Luas lahan 2 hektar. Dengan jumlah 292 kamar. Kontraktor utama pada proyek ini adalah NRC, kontraktor MEP dari SJN, kontraktor landscape SGP, kontraktor interior LYP, konsultan pengawas RST.

Proyek pelaksanaan konstruksi Hilton Garden Inn ini mengalami keterlambatan dari rencana selesai pertengahan 2015 menjadi awal 2016. Keterlambatan terjadi karena spesifikasi pekerjaan yang salah, tidak terbayarnya kontraktor secara layak, koordinasi yang buruk antar pemilik, konsultan dan para kontraktor. Pada akhir tahun 2017 Hilton Garden Inn Tuban Bali berubah nama menjadi Hilton Garden Inn Ngurah Rai Airport.

Gambar

Gambar 2.2  Mitigasi Risiko
gambar kerja oleh pemilik.  *  12  Ketidak sepahaman aturan pembuatan

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur yang teramat dalam saya ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Segala, atas percikan kasih, hidayat, dan taufiq – Nya sehingga Skripsi dengan judul “Pengaruh

Gastroenteritis akan di tandai dengan muntah dan diare yang dapat menghilangkan cairan dan elektrolit terutama natrium dan diare yang dapat menghilangkan cairan dan elektrolit

Harian Kompas adalah satu diantara dua (2) koran di Indonesia yang diaudit oleh Audit Bureau of Circulation (ABC). Koran lainnya yang diaudit adalah Warta Kota. Harian

Berdasarkan kepada pertumbuhan ekonomi yang berlaku diberbagai negara dapat disimpulkan bahwa faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan suatu negara adalah:

Untuk dapat melakukan instalasi sistem operasi jaringan Redhat Linux 9 dengan baik dan benar diperlukan pemahaman yang baik akan kebutuhan sistem dan kondisi

Demikian Proposal ini kami buat yang berisikan Kegiatan dari Program Kerja Senat Mahasiswa Insan Pembangunan Periode 2017-2018.Kami selaku panitia mengharapkan

Berbeda dengan surat biasa, sehelai akta dibuat dengan sengaja, untuk dijadikan bukti. Belumlah tentu bahwa akta itu, pada suatu waktu akan dipergunakan sebagai bukti di

Identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman juga digunakan untuk merumuskan strategi pengembangan agribisnis salak di Kabupaten Tapanuli Selatan.. Responden